• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Keadaan Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis

Kota Ambon berada sebagian di dalam wilayah Pulau Ambon. Secara geografis Kota Ambon terletak pada posisi : 30-40 lintang selatan dan 1280-1290 bujur timur, dimana pada bagian utara berbatasan dengan Petuanan Desa Hitu dan Kaitetu (Kecamatan Leihitu/Kabupaten Maluku Tengah), sebelah selatan berbatasan dengan Laut Banda (Kecamatan Banda/Kabupaten Maluku Tengah),

sebelah timur berbatasan dengan Petuanan Desa Suli (Kecamatan

Salahutu/Kabupaten Maluku Tengah) dan sebelah barat berbatasan dengan Petuanan Desa Hattu (Kecamatan Leihitu/Kabupaten Maluku Tengah).

Luas wilayah Kota Ambon seluruhnya 377 Km2 dan sesuai hasil survey Tata Guna Tanah tahun 1980 luas daratan Kota Ambon tercatat 359.45 km yang terbagi atas tiga kecamatan, yakni : Kecamatan Teluk Ambon Baguala dengan luas 158.79 km2 diikuti Kecamatan Sirimau dengan luas 112.31 km2 dan Kecamatan Nusaniwe seluas 88.35 km2. Sementara jarak dari ibukota kecamatan adalah sebagai berikut :

1. Kecamatan Nusaniwe :

Yang terjauh adalah 10 km dari desa Latuhalat, sedangkan yang terdekat berjarak 3 km dari kelurahan Mangga Dua.

2. Kecamatan Sirimau :

Yang terjauh 16 km dari desa Hukurila, sedangkan yang terdekat 0.5 km dari Kelurahan Karang Panjang.

3. Kecamatan Teluk Ambon Baguala

Yang terjauh 34 km dari desa Laha, sedangkan yang terdekat 3 km dari desa Galala.

(2)

Kondisi Fisik

Kondisi fisik Kota Ambon dalam tinjauan penelitian ini mencakup :

1. Topografi

Wilayah Kota Ambon sebagian besar terdiri dari daerah berbukit yang berlereng terjal seluas ± 186.90 km2 atau 73% dan daerah dataran dengan kemiringan sekitar 10% seluas ± 55 km2 atau 17% dari luas seluruh wilayah daratan. Wilayah daratan tersebar pada tiga kecamatan .

Kota Ambon memiliki 10 buah gunung, diantaranya yang tertinggi adalah gunung Nona yaitu 600 m dari permukaan laut; dialiri oleh sebanyak 15 buah sungai, diantaranya yang terpanjang adalah sungai Sikula (Way-Sikula) yaitu 15.50 km.

2. Iklim

Iklim Kota Ambon adalah laut tropis dan iklim musim, karena letak Pulau Ambon dikelilingi oleh laut. Oleh karena itu iklim sangat dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu musim barat atau utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim selalu diselingi oleh musim pancaroba yang merupakan transisi dari kedua musim tersebut. Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai bulan Maret, sedangkan pada bulan April merupakan masa transisi ke musim Timur dan musim Timur berlangsung dari bulan Mei sampai denga n bulan Oktober disusul oleh musim pancaroba pada bulan Nopember yang merupakan transisi ke musim Barat.

Penduduk

Penduduk merupakan faktor dominan dalam perencanaan pembangunan. Berdasarkan angka Registrasi Penduduk, jumlah penduduk Kota Ambon pada tahun 2005 berjumlah 262.967 jiwa, meningkat sebesar 2.01 persen dari tahun sebelumnya, yang merupakan peningkatan terendah dalam waktu lima tahun terakhir.

Serupa dengan tahun-tahun sebelumnya, pola penyebaran penduduk di Kota Ambon masih terkonsentrasi di Kecamatan Nusaniwe dan Kecamatan Sirimau

(3)

yang merupakan daerah pusat kota, dengan masing- masing sebesar 943 jiwa per km2 dan 924 per km2. Wilayah terluas dimiliki Kecamatan Teluk Ambon Baguala, namun jumlah penduduknya paling rendah, sehingga kepadatannya hanya 477 jiwa untuk setiap km2 wilayahnya. Secara keseluruhan, tercatat kepadatan penduduk di Kota Ambon sebesar 732 jiwa per km2 (Tabel 12).

Tabel 12 Luas wilayah, jumlah penduduk dan rumah tangga, kepadatan penduduk serta rata-rata jiwa per rumah tangga di kota Ambon per kecamatan tahun 2001-2005

Jumlah Kecamatan Luas Wilayah Penduduk Rumah Tangga Kepadatan Penduduk Tiap Km2 Rata-rata Jiwa Per Rumah Tangga (1) (2) (3) (4) (5) (6) Nusaniwe 88.35 83315 16891 943.01 4.93 Sirimau 112.31 103877 20518 924.94 5.06

Teluk Ambon Baguala 158.79 75775 15558 477.20 4.87 Kota Ambon 2005 2004 2003 2002 2001 359.45 359.45 359.45 359.45 359.45 262967 257774 244890 233319 220988 52967 52103 49395 50917 49806 731.58 717.13 681.29 649.10 614.79 4.96 4.95 4.96 4.58 4.44 Sumber: Registrasi Penduduk BPS Kota Ambon (2005-2006)

Karakteristik Keluarga Contoh Umur

Umur contoh berkisar antara 18-35 tahun (27 ± 4.5 tahun). Umur Kepala Keluarga (KK) berkisar antara 20-37 tahun (29 ± 4.4 tahun). Apabila umur dikelompokkan, persentase terbesar contoh dan KK berumur 20-35 tahun yaitu masing- masing 96.5% dan 93% (Tabel 13). Secara keseluruhan terlihat bahwa contoh dan KK masih berada pada usia subur dan produktif yang berarti kemampuan reproduksi masih tinggi. Menurut Hurlock (1980), tingkat umur dapat mempengaruhi cara berpikir, bertindak dan emosional seseorang, karena seseorang yang mempunyai umur lebih tua (dewasa) relatif lebih stabil emosinya dan mempunyai wawasan yang lebih luas dibandingkan orang yang lebih muda usianya.

(4)

Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang kualitas sumberdaya manusia. Pendidikan memberikan pengaruh terhadap sikap dan gaya hidup termasuk gaya hidup yang berhubungan dengan gizi dan kesehatan sehingga ikut menentukan status gizi seseorang. Tingkat pendidikan contoh dan KK bervariasi mulai dari SD sampai tingkat Akademi (D3) dan Sarjana (S1) (Tabel 13). Sebagian besar contoh dan KK memiliki tingkat pendidikan formal sampai SLTA, masing- masing 57% dan 61.5%.

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak. Ada dua sisi kemungkinan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan keadaan gizi anak yaitu : 1) Tingkat pendidikan kepala rumah tangga secara langsung atau tidak langsung menentukan keadaan ekonomi rumah tangga, 2) pendidikan istri disamping modal utama dalam perekonomian rumah tangga juga berperan dalam menyusun pola makanan untuk rumah tangga (Tarwotjo & Soekirman 1988). Tingkat pendidikan yang dimiliki ibu hamil juga berperan penting dalam kepedulian ibu terhadap janin yang dikandungnya.

Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Jenis Pekerjaan

Dari 200 contoh yang terlibat dalam penelitian ini terdapat 128 orang (64%) berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan diantaranya yang masih berstatus mahasiswa serta lulusan S1 yang belum mendapat pekerjaan. Sebanyak 18%

contoh bekerja sebagai karyawan swasta, lainnya PNS (17%) dan

Pedagang/Wiraswasta (1%). Walaupun lokasi penelitian di daerah perkotaan namun didalamnya terdapat beberapa wilayah yang berstatus pedesaan sehingga jenis pekerjaan KK bervariasi mulai dari petani hingga PNS. Terdapat 8% KK bermata pencaharian sebagai petani, sopir/ojek (19%), pedagang /wiraswasta (24.5%), karyawan swasta (9%), polisi dan TNI (19.0%), serta PNS (20.5%) (Tabel 13). Jenis pekerjaan berkaitan erat dengan tingkat pendapatan yang dapat

(5)

dicapai untuk memenuhi kebutuhan keluarga (pangan dan non pangan) baik kuantitas maupun kualitas.

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga mempunyai peran yang penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Efek disini lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan, dll) yang dapat mempengaruhi status gizi. Pendapatan total keluarga contoh diperoleh dari beberapa sumber yaitu pendapatan KK dan pendapatan contoh sendiri yang

bekerja. Pendapatan total keluarga contoh per bulan berkisar antara Rp 300 000.00 sampai Rp 4 000 000.00 (Rp1 470 750.00 ± Rp 1 110 155.00).

Apabila pendapatan keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga, maka

diperoleh pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita perbulan berkisar dari Rp 27 777.00 sampai Rp 1 333 333.00 (Rp 354 032.00 ± Rp 293 148.00).

Berdasarkan batasan garis kemiskinan Kotamadya Ambon tahun 2004 menurut BPS (2005-2006) dengan rata-rata pendapatan perkapita sebesar Rp 392 227.00 per bulan, sekitar 18% keluarga contoh tergolong keluarga miskin (Tabel 13).

Rendahnya pendapatan dan pendidikan, ketrampilan dan akses sumber pelayanan sosial, akan semakin sulit memperoleh pekerjaan yang layak sehingga

sulit memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan anggota keluarga (Hikmat 2004)

Sanjur (1982) menyatakan bahwa pendapatan merupakan penentu utama yang berhubungan dengan kualitas dan kuantitas makanan. Hal ini diperkuat oleh Suhardjo (1989) bahwa apabila penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk akan meningkat pula mutunya. Pendapatan menyebabkan daya beli yang rendah sehingga tidak mampu membeli makanan dalam jumlah yang diperlukan, keadaan ini sangat berbahaya untuk kesehatan keluarga dan akhirnya dapat berakibat buruk terhadap keadaan status gizi terutama bagi ibu hamil, menyusui, dan anak balita.

(6)

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga

No Faktor Sosial Ekonomi Jumlah (n) Persentase (%) A Umur Contoh (tahun)

Ibu : 1. < 20 2. 20-35 Kepala Keluarga (KK) : 1. 20-35 2. > 35 7 193 186 14 3.5 96.5 93 7 B Tingkat Pendidikan Ibu : 1. SD 2. SLTP 3. SLTA 4. D3 5. (S1) KK : 1. SLTP 2. SLTA 3. S1 2 12 114 13 59 16 123 61 1 6 57 6.5 29.5 8 61.5 30.5 C Jenis Pekerjaan Ibu :

1. Ibu Rumah Tangga 2. Pedagang/wiraswasta 3. Karyawan Swasta

4. Pegawai Negeri Sipil (PNS) KK :

1. Petani/Buruh 2. Sopir/Ojek

3. Pedagang/Wiraswasta 4. Karyawan Swasta 5. Polisi dan TNI

6. Pegawai Negeri Sipil (PNS)

128 2 36 34 16 38 49 18 38 41 64 1 18 17 8 19 24.5 9 19 20.5 D Pendapatan Keluarga (per bulan)

1. < Rp 500 000.00 2. Rp 500 000.00 – Rp 1 000 000.00 3. Rp 1 500 000.00 – Rp 2 000 000.00 4. > Rp 2 500 000.00 18 88 56 38 9 44 28 38 E Besar Keluarga 1. Kecil (= 4 orang) 2. Sedang (5-7 orang) 112 80 56 44 F Jumlah Bayi lahir :

1. Perempuan 2. Laki-laki Berat Bayi Lahir : 1. = 2500 gr 2. > 2500 gr Skor Apgar 1. Ringan 2. Sedang 3. Sehat 105 95 95 105 40 16 144 52.5 47.5 47.5 52.5 20 8 72

(7)

Besar Keluarga

Ukuran atau jumlah anggota keluarga sangat mempengaruhi konsumsi pangan. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar. Jumlah anggota keluarga contoh berkisar antara 3 sampai 7 orang (4 ± 1orang). Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan kriteria BKKBN (BPS 2002) yaitu keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga = 4 orang, keluarga sedang 5-7 orang, dan keluarga besar > 7 orang. Dengan demikian persentase untuk jumlah anggota keluarga contoh yang = 4 adalah 56%, lainnya termasuk keluarga sedang (34.5%) dan keluarga besar (9.5%) (Tabel 13).

Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Suhardjo (1989) mengatakan bahwa ada hubungan nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing- masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk satu keluarga yang besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar.

Jumlah Bayi Lahir

Berdasarkan rekam medik dari ketiga Rumah Sakit diperoleh informasi bahwa jumlah bayi yang dilahirkan dari bulan Januari sampai April adala h 1498. Setelah melalui proses screening berdasarkan kriteria panelitian diperoleh 200 bayi yang terdiri dari perempuan (52.5%) dan laki- laki (47.5%). Jumlah bayi dengan berat lahir normal adalah 52.5% dan yang teridentifikasi BBLR sejumlah 47.5%. Pengukuran skor Apgar pada bayi lahir yang menghasilkan bayi sehat 72%, sedang 8%, dan rendah 20% (Tabel 13).

(8)

Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Kehamilan

Pengetahuan gizi ibu hamil mempengaruhi konsumsi pangan dan gizi selama masa kehamilan baik kuantitas maupun kualitas, dalam hal ini keragaman sumber pangan. Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu hamil dinilai berdasarkan pemahaman responden tentang jumlah dan jenis makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi selama hamil, fungsi makanan, zat gizi yang dibutuhkan untuk ibu dan janin, 4 Sehat 5 Sempurna, Frekuensi pemeriksaan kehamilan, manfaat pemeriksaan kehamilan, manfaat imuninsasi pada ibu hamil, tanda-tanda kehamilan dan kebiasaan yang membahayakan janin, jarak kehamilan yang aman, usia ideal untuk hamil serta berat bayi lahir yang dikatakan normal.

Pengukuran pengetahuan gizi dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test). Instrumen ini merupakan bentuk tes objektif yang paling sering digunakan. Didalam menyusun instrumen ini diperlukan jawaban-jawaban yang sudah tertera di dalam tes, dan responden hanya memilih jawaban yang menurutnya benar. Pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 20 pertanyaan diantaranya 10 pertanyaan menyangkut pengetahuan gizi contoh sedangkan 10 pertanyaan lainnya tentang kesehatan kehamilan (Tabel 14). Bila jawaban benar menurut ilmu gizi dan kesehatan diberi skor 1 dan jika salah skornya 0. Skor pengetahuan gizi dan kesehatan contoh berkisar dari 10-18 (13 ± 2.7). Berdasarkan kriteria pengetahuan gizi dan kesehatan menurut Khomsan (2000) terdapat sebagian besar contoh (43.5%) memiliki pengetahuan gizi dan kesehatan sedang (jawaban benar antara 60-80% dari keseluruhan pertanyaan) dan hanya 24% contoh yang memiliki pengetahuan gizi tinggi. Sementara 32.5% contoh memiliki pengetahuan gizi rendah (Tabel 15).

Tabel 14 Pengetahuan gizi dan kesehatan kehamilan

No Pengetahuan Gizi dan Kesehatan n %

1 Mengetahui tentang 4 sehat 5 sempurna 120 60

2 Mengetahui bahwa mengkonsumsi susu selama hamil sangat baik untuk kesehatan ibu dan anak

120 60 3 Mengetahui dan mengenal jenis pangan sumber karbohidrat,

protein, dan lemak serta kegunaanya.

(9)

4 Mengetahui zat gizi yang penting untuk pertumbuhan tulang janin

91 45.5 5 Mengetahui bahan makanan yang penting untuk pertumbuhan

dan perkembangan otak janin

87 43.5 6 Mengetahui jenis makanan untuk mengatasi kekurangan darah 120 60 7 Mengetahui bahwa besi (Fe) sebagai tablet tambah darah 120 60 8 Mengetahui bahwa pentingnya mengkonsumsi suplemen

vitamin dan mineral untuk mengatasi kekurangan zat gizi selama kehamilan

74 37

9 Mengetahui bahwa semasa kehamilan porsi makanan harus ditambah

135 67.5 10 Mengetahui bagaimana tindakan mengatasi mual-mual, muntah

pada tiga bula n I: mengkonsumsi makanan dalam porsi kecil namun sering

74 37

11 Mengetahui bahwa pelayanan pada pemeriksaan kehamilan: Timbang BB, tekanan darah, imunisasi TT, pemberian tablet besi, pengukuran tinggi fundus uteri

90 45

12 Mengetahui dan memahami manfaat dan frekuensi pemeriksaan kehamilan selama

150 75 13 Mengetahui bahwa gejala dari penyakit: pusing, muka pucat,

berkunang-kunang adalah anemia

127 63.5 14 Mengetahui dan memahami pentingnya menjaga jarak

kehamilan yang aman

87 43.5 15 Mengetahui dan memahami manfaat jenis imunisasi yang

diberikan selama hamil

90 45 16 Mengetahui dan memahami bahaya yang timbul bila hamil

kurang dari 20 tahun

165 82.5 17 Mengetahui bahwa berat bayi yang sehat = 2500 gr 138 69 18 Mengetahui bahwa kebiasaan merokok dan alkohol dapat

membahayakan janin

200 100 19 Mengetahui dan memahami tentang bayi yang lahir hidup tidak

cukup bulan kehamilan (prematur)

138 69 20 Mengetahui resiko yang sering dialami oleh bayi yang lahir

ridak cukup bulan kehamilan: BBLR dan kematian

120 60

Tabel 15 Sebaran contoh menurut pengetahuan gizi dan kesehatan

Contoh (Ibu Nifas)

Kategori Pengetahuan Gizi Jumlah (n) Persen (%)

Kurang (skor < 60%) 65 32.5

Sedang (skor 60-80%) 87 43.5

(10)

Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji korelasi Pearson terdapat hubungan positif nyata antara pengetahuan gizi dan kesehatan dengan tingkat pendidikan formal contoh dengan koefisien korelasi 0.304 (p>0.01). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh menempuh tingkat pendidikan formal menengah (SLTA) sehingga skor pengetahuan gizi dan kesehatan termasuk kategori sedang. Tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pengertiannya pada perawatan kesehatan dan higiene, perlunya pemeriksaan kehamilan dan pascapersalinan, serta kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarganya (Utomo 1985).

Pada umumnya contoh telah mengetahui pentingnya konsumsi makanan sehat dan bergizi. Namun dalam prakteknya, baik sikap maupun perilaku mengalami hambatan, salah satu diantaranya masih kurang adanya kesadaran dan motivasi dalam diri contoh. Di sisi lain masih ditemukan juga sebagian besar contoh yang belum mengetahui zat gizi apa yang diperluk an untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandung, porsi makanan yang dianjurkan untuk ibu hamil serta pertambahan berat badan yang dianjurkan selama kehamilan. Faktor lain yang turut menentukan adalah status ekonomi keluarga. Namun demikian menur ut Hardinsyah (1986), tingginya status ekonomi seseorang belum dapat menjamin tercapainya keadaan gizi yang baik bila tidak disertai dengan pengetahuan gizi yang baik pula.

Berdasarkan kenyataan yang terjadi maka sangat diperlukan suatu program perbaikan gizi dalam upaya peningkatan pengetahuan gizi dan membangun motivasi dalam diri contoh melalui penyuluhan dan konseling gizi secara dini terhadap calon ibu yang akan hamil atau sedang hamil dengan selalu memperhatikan latarbelakang contoh. Namun demikian selama wawancara terjadi diskusi singkat dengan contoh terutama tentang pertambahan berat badan selam kehamilan serta porsi makanan yang seharusnya dikonsumsi selama hamil, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penerimaan dan harapan mereka terutama bagi yang bertempat tinggal bukan di pusat Kota Ambon terhadap penyuluhan dan konseling gizi secara intensif sangat besar.

(11)

Kebiasaan Makan Ibu Hamil

Konsumsi pangan dan gizi yang cukup serta beragam akan menghasilkan status gizi yang baik pula, keadaan ini dapat dicapai apabila terjadi keseimbangan antara banyaknya jenis-jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya yang dibutuhkan tubuh (Suhardjo 1990). Atas dasar demikian maka untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau kelompok orang dapat dilakukan dengan cara menilai konsumsi pangan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Penilaian secara kualitatif berkaitan dengan frekuensi makan, dimana frekuensi makan menurut jenis yang dikonsumsi dan menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara memperoleh pangan. Kebiasaan makan merupakan cara seseorang dalam memilih dan mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan atas pengaruh fisiologi, psikologis, budaya dan sosial. Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok. Dalam kebiasaan makan keluarga, ditemui keluarga-keluarga yang memprioritaskan makanan bagi seseorang dengan alasan tertentu. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar (76%) contoh lebih memprioritaskan makanan untuk ibu hamil karena penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandung serta kesehatan ibu. Sedangkan 15.5% contoh memprioritaskan makanan untuk kepala keluarga dan 8.5% contoh memilih untuk lebih memprioritaskan makanan untuk anak.

Pada kehamilan trimester pertama lebih dari separuh contoh (57%) mengalami penurunan selera makan dan sebesar 43% tidak mengalami penurunan selera makan. Rata-rata contoh mengalami penurunan selera makan selama 3-4 bulan pertama kehamilan. Penuruan selera makan contoh biasanya mual- mual, muntah, dan pusing (86%). Untuk mengatasi kurang nafsu makan, makanan yang paling sering dikonsumsi contoh antara lain makanan yang asam, pedas, dan buah-buahan. Hal itu dilakukan untuk menimbulkan selera makan ibu hamil yang mengalami gejala-gejala tersebut diatas. Memasuki trimester kedua, selera makan sebagian besar contoh kembali normal bahkan meningkat. Pada umumnya kebiasaan makan contoh selama 6 bulan kehamilan terakhir (trimester II dan III) adalah lebih banyak dibandingkan sebelum hamil (72%), namun ada juga yang tidak mengalami perubahan kuantitas makanan, dimana sebelum dan selama

(12)

hamil selera makan tidak jauh berbeda (20%). Hanya sebagian kecil contoh (8%) yang memiliki kebiasaan makan selama hamil adalah lebih sedik it dibanding sebelum hamil

Menurut Khumaidi (1997) dalam kondisi hamil seorang ibu dianjurkan untuk makan satu sampai dua piring lebih banyak daripada keadaan sebelum hamil atau tidak hamil. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan frekuensi makan (menambah jumlah makan setiap kali makan selama hamil). Mengingat bahwa konsumsi makanan selama hamil bukan hanya untuk ibu sendiri tetapi untuk dua orang yakni ibu dan pertumbuhan serta perkembangan janin dalam kandungan.

Adapun jenis makanan utama yang paling sering dikonsumsi contoh selama hamil adalah makanan pokok (nasi, sagu), lauk pauk (ikan segar), serta sayuran antara lain bayam, kangkung, daun singkong, sawi dan sayuran hijau lainnya serta buah (pisang, jeruk, pepaya, semangka). Selain makanan utama, contoh juga mengkonsumsi makanan selingan atau jajanan (60.5%). Makanan selingan atau jajanan yang paling sering antara lain roti, biskuit, rujak, cokelat, bakso. Sebagian besar contoh memilih untuk mengkonsumsi makanan selingan karena ingin mengatasi gejala- gejala kehamilan, misalnya morning sickness dan memenuhi rasa ngidam atau yang disebut sebagai bawaan bayi.

Dalam penelitian ini hampir sebagian besar contoh (58%) memiliki kesadaran pentingnya mengkonsumsi susu ibu hamil selama hamil dan sebesar 19.5% tidak mengkonsumsi susu ibu hamil karena faktor ekonomi keluarga, tidak mampu menjangkau harga susu ibu hamil dan tingkat kesukaan karena menyebabkan mual- mual dan muntah. Ada juga contoh yang memilih untuk mengkonsumsi susu ibu hamil tapi hanya kadang-kadang mengkonsumsi (22.5%), Hal ini disebabkan selain karena faktor ekonomi juga karena contoh memiliki rasa takut gemuk sehingga akan menyebabkan kesulitan dalam persalinan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan adalah faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar diri manusia) yakni pengaruh kelompok sosial. Dalam penelitian ini anjuran untuk mengkonsumsi makanan tertentu misalnya buah-buahan, sayur, dan susu paling banyak berasal dari pihak keluarga (67%) dan teman (14.5%). Hampir sebagian besar contoh mengikuti anjuran yang

(13)

berasal dari keluarga maupun teman (57%) dan lainnya kadang-kadang (24.5%) dan tidak mengikuti (18.5%).

Tabel 16 Persentasi contoh menurut kebiasaan makan selama hamil

Indikator Jumlah (n) Persen (%)

A. Kebiasaan makan : - Trimester I :

1. Penurunan selera makan selama hamil 2. peningkatan selera makan selama hamil - Trimester II & III :

1. Penurunan selera makan selama hamil 2. Sama banyak dengan sebelum hamil 3. peningkatan selera makan selama hamil

114 86 16 40 144 57 43 8 20 72 B. Frekuensi makan : 1. Satu kali 2. Dua kali 3. Tiga kali 4. Empat kali 16 38 12 34 8 19 56 17 C. Gejala -gejala pada trimester I kehamilan :

1. Mual-mual

2. mual, muntah, dan pusing 3. Tidak 131 41 28 65.5 20.5 14 D. Mengkonsumsi makanan jajanan/selingan :

1. Ya 2. Kadang-kadang 3. Tidak 121 38 41 60.5 19 20.5 E. Minum susu ibu hamil :

1. Ya 2. Kadang-kadang 3. Tidak 116 45 39 58 22.5 19.5 F. Makanan pantangan/tabu : 1. Ya 2. Tidak 48 152 24 76

Mayoritas contoh dalam penelitian ini tidak memiliki makanan pantangan, namun demikian sekitar 24% contoh mengetahui tentang makanan pantangan serta tidak mengkonsumsinya selama hamil (Tabel 16). Makanan yang dianggap pantang untuk dikonsumsi selama kehamilan antara lain durian, nenas, nangka, cempedak, sukun serta jenis makanan laut tertentu misalnya cumi-cumi, sotong, penyu. Alasannya bila mengkonsumsi makanan- makanan tersebut selama hamil maka tubuh janin atau bayi mereka sewaktu lahir akan kotor serta menyebabkan keguguran. Sedangkan untuk makanan laut tertentu seperti disebutkan diatas akan menyebabkan gatal- gatal bahkan contoh beranggapan janin atau bayinya akan sering kena penyakit gatal-gatal atau bisul. Namun kenyataan yang terjadi contoh

(14)

tetap mengkonsumsinya dengan pertimbangan pentingnya zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan tersebut.

Analisis kuantitatif yang didasarkan atas kelompok bahan makanan dan frekuensi konsumsinya per bulan menunjukkan bahwa makanan pokok nasi merupakan jenis makanan yang dikonsumsi setiap hari dengan rata-rata konsumsi 2-3 kali per hari, sedangkan rata-rata frekuensi konsumsi pada saat hamil adalah 3-4 kali per hari. Jenis pangan pokok yang paling sering dikonsumsi contoh sebelum dan saat hamil adalah nasi dan sagu.

Zat- zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan diperoleh dari konsumsi makanan ibu selama hamil. Sumber energi protein hewani yang paling banyak dikonsumsi contoh adalah ikan segar, telur ayam, daging ayam, daging sapi, dan daging babi. Jenis pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah ikan segar dengan rata-rata konsumsi per hari sebelum hamil adalah 2 kali dan pada saat hamil 2-3 kali. Pada umumnya jenis pangan hewani yang banyak dikonsumsi contoh meningkat frekuensinya pada saat hamil dibandingkan sebelum hamil. Sementara sumber energi dari pangan nabati yang dikonsumsi oleh contoh adalah tempe, tahu, kangkung, bayam, sawi, kacang panjang, kacang hijau, daun singkong dan daun melinjo. Pada umumnya cara mengkonsumsi pangan nabati terutama sayuran hijau setiap hari dengan jenis yang berbeda-beda. Rata-rata konsumsi pangan nabati meningkat pada saat hamil dibandingkan dengan sebelum hamil.

Selain pangan pokok, pangan hewani, dan nabati, contoh juga mengkonsumsi buah-buahan, antara lain pepaya, jeruk, pisang, apel, dan mangga. Rata-rata contoh mengalami peningkatan dalam mengkons umsi buah-buahan selama hamil dibandingkan sebelum hamil. Jenis makanan jajanan yang paling sering dikonsumsi contoh selama hamil adalah roti, pisang goreng, kue, dan rujak. Hal ini paling sering terjadi pada ibu hamil karena tuntutan janin atau dengan kata lain bawaan bayi (ngidam) serta untuk mengurangi rasa mual- mual, muntah, dan pusing selama trimester kehamilan terutama trimester I. Selain makanan- makanan tersebut diatas, contoh juga banyak mengkonsumsi susu, gula, dan teh. Pada umumnya kebiasaan makan ibu meningkat selama hamil dibandingkan sebelum hamil (Tabel 17).

(15)

Tabel 17 Rata-rata frekuensi konsumsi pangan dan gizi

Rata-rata Frekuensi Konsumsi per hari (kali)

Rata-rata Frekuensi Konsumsi per minggu (kali) Kelompok Bahan Pangan

dan Jenis Makanan Sebelum Hamil Saat Hamil Sebelum Hamil Saat Hamil Pangan pokok : 1. Nasi 2. Singkong 3. Sagu 4. Keladi 5. Pisang Pangan Hewani : 1. Daging sapi 2. Daging ayam 2. Daging babi 4. Ikan segar 5. Telur ayam Pangan Nabati : 1. Tahu 2. Tempe 3. Kangkung 4. Bayam 5. Sawi 6. Daun Singkong 7. Kacang Panjang 8. Kacang hijau 9. Daun Melinjo Buah-buahan : 1. Pepaya 2. Jeruk 3. Apel 4. Mangga 5. Pisang Makanan Selingan/Jajanan : 1. Pisang goreng 2. Roti 3. Kue 4. Biskuit 5. Bakso 6. Cokelat 7. Rujak Lain-lain : 1. Gula 2. Susu 3. Teh 2 1 1 1 1 2-3 2-3 1 2-3 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 2-3 1-2 1-2 2-3 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1-2 1 1 1 2 2 2 3–4 1-2 1-2 1 1-2 3-4 3-4 1-2 3-4 1-2 2-3 2-3 2-3 2-3 1-2 2-3 1-2 2-3 1-2 2-3 3-4 2-3 3-4 3-4 1-2 2-3 3-4 3-4 1 2-3 1-2 1-2 2-3 1-2 14 2-3 2-3 2-3 2-3 2* 2-3 1* 14 1-2 2-3 2-3 1-2 1-2 1-2 2-3 1-2 1-2 2-3 2-3 2-3 1-2 2-3 1-2 2-3 3-4 2-3 2-3 2-3 2-3 1-2 10-12 10-12 10-12 21-28 3-4 3-4 3-4 3-4 3* 3-4 1* 21-28 2-3 3-4 3-4 1-2 2-3 2-3 3-4 2-3 3-4 2-3 3-4 3-4 2-3 3-4 3-4 2-3 5-6 3-4 12-14 2-3 5-6 2-3 12-14 12-14 10-12

(16)

Status Gizi Ibu Sebelum Hamil

Salah satu cara yang mudah untuk mengetahui keadaan gizi adalah dengan menilai ukuran tubuh. Berat dan tinggi badan merupakan ukuran antropometri, dimana informasi data berat badan dapat memberi gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak) sedangkan tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dari antara kedua ukuran antropometri tersebut, berat badan dikatakan lebih labil dibandingkan dengan tinggi badan, karena berat badan (massa tubuh) sangat sensitif terhadap perubahan keadaan mendadak, misalnya terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu makan atau penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat badan relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi dalam jangka pendek. Pengaruh defisiensi gizi terhadap tinggi badan akan muncul setelah beberapa waktu yang cukup lama (Riyadi 2003). Berdasarkan hasil penelitian BB dan TB contoh masing- masing berkisar antara 36-73 kg (49 ± 7.4 kg) dan 144-171 cm (156.9 ± 6.3 cm).

Index berat/tinggi banyak digunakan dalam surve i maupun keperluan klinik adalah index quetelet yang kemudian oleh Keys dkk (1972) disebut sebagai Body Mass Index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT). Nilai IMT dapat memberikan indikasi kelebihan timbunan lemak tubuh yang dapat dikaitkan dengan resiko penyakit. IMT akan sangat bermanfaat apabila dikaitkan dengan mortalitas, morbiditas dan kemampuan berproduksi. Berdasarkan kategori Depkes (1994) tentang IMT, menunjukkan bahwa sebanyak 38.5% contoh berstatus gizi normal dan 31% contoh tergolong kurus sekali. Sedangkan yang lainnya termasuk kategori kurus, gemuk, dan obes (Tabel 19).

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ibu sebelum hamil (IMT)

Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Umur 36-54 55-73 144-157 158-171 < 20 20-35 Kategori IMT (IOM 1990) n % n % n % n % n % n % Kurus 109 54.5 1 0.5 37 18.5 73 36.5 2 1 108 54 Normal 45 22.5 23 11.5 57 28.5 11 5.5 3 1.5 65 32.5 Gemuk 0 0 19 9.5 16 8 3 1.5 2 1 17 8.5 Obes 0 0 3 1.5 3 1.5 0 0 0 0 3 1.5 Total 154 77 46 23 113 56.5 87 43.5 7 3.5 193 96.5

(17)

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ibu sebelum hamil (IMT)

Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Umur 36-54 55-73 144-157 158-171 < 20 20-35 Kategori IMT (Depkes 1994) n % n % n % n % n % n % Kurus sekali 62 31.5 0 0 22 11 40 20 0 0 62 31 Kurus 32 16 0 0 10 5 22 11 2 1 30 15 Normal 60 30 17 8.5 55 27.5 22 11 3 1.5 74 37 Gemuk 0 0 20 10 18 9 1 0.5 2 1 18 9 Obes 0 0 9 4.5 8 4 2 1 0 0 9 4.5 Total 154 77.5 46 23 113 56.5 87 43.5 7 3.5 193 96.5

Status gizi ibu (IMT) sebelum hamil menurut kategori IOM (1990) menunjukkan bahwa sejumlah besar contoh (57%) tergolong dalam IMT kurus dan 32.5% termasuk normal (Tabel 18). Selanjutnya bila dibandingkan dengan kategori IMT menurut Depkes (2002) menunjukkkan bahwa 46% contoh tergolong dalam IMT kurus dan 37.5% contoh berada dalam batas IMT normal (Tabel 20). Dengan demikian dapat dilihat bahwa kategori IMT menurut IOM (1990), Depkes (1994), dan Depkes (2002) tidak memiliki perbedaan yang berarti.

Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan status gizi ibu sebelum hamil (IMT)

Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Umur 36-54 55-73 144-157 158-171 < 20 20-35 Kategori IMT (Depkes 2002) n % n % n % n % n % n % Kurus 94 47 94 47 32 16 63 31 2 1 92 46 Normal 60 30 78 39 56 28 22 11 3 1.5 75 37.5 Gemuk 0 0 18 9 17 8.5 1 0.5 2 1 16 8.0 Obes I 0 0 10 5 8 4 2 1 0 0 10 5.0 Obes II 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Total 154 77 113 56.5 113 56.5 87 43.5 7 3.5 193 96.5

Pertambahan Berat Badan Ibu Selama Hamil

Pertambahan berat badan selama kehamilan dalam penelitian ini lebih terkonsentrasi kepada ibu yang melahirkan bayi dengan berat lahir normal. Kenaikan berat badan contoh berkisar antara 5-20 kg (12.6 ± 2.4 kg). Sebagaimana anjuran pertambahan berat badan selama kehamilan menurut

(18)

Depkes (2002) adalah berkisar antara 10-12.5 kg. Berdasarkan anjuran tersebut maka dapat dibuat kategori pertambahan berat badan ibu selama kehamilan menurut berat dan tinggi badan sebelum hamil. Pertambahan berat badan selama kehamilan baik menurut BB maupun TB sebelum hamil menunjukkan bahwa sebagian besar contoh lebih menyebar normal pada BB dan TB sebelum hamil yakni 39-55 kg serta 144-156 dengan pertambahan berat badan berkisar antara 10-12.5 kg serta lebih dari 12.5 kg. Rata-rata pertambahan berat badan contoh menurut IMT adalah sebagai berikut: kurus sekali (14.3 ± 5.1); kurus (13.5 ± 3.6); normal (12.9 ± 2.2); gemuk (11.6 ± 1.4); serta obes (11.7 ± 3.4).

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan pertambahan BB selama hamil menurut BB dan TB sebelum hamil

Berat badan (kg) Tinggi Badan

39 - 55 56 -72 144 - 156 157 - 170 Total Pertambahan berat badan (kg) n % n % n % n % n % < 10 2 1.9 2 1.9 2 1.9 2 1.9 8 7.6 10 -12.5 25 23.8 21 20 39 37.1 7 6.7 92 87.6 > 12.5 47 44.8 8 7.5 38 36.2 17 16.2 110 104.7

Sumber data (BB, TB, dan Pertambahan BB) : KMS Ibu Hamil contoh & Wawancara (N = 105)

Berdasarkan status gizi sebelum hamil dalam hal ini indeks massa tubuh menurut kategori Depkes (1994) maka dalam penelitian lebih banyak ditemukan ibu hamil dengan IMT normal (62.9%), dimana pertambahan berat badan ibu

0 10 20 30 40 50 Jumlah < 10 10 - 12,5 kg > 12,5

Range Pertambahan BB Selama Hamil

BB ibu sebelum hamil 39-55 BB ibu sebelum hamil 56-72

TB ibu 144-156 TB ibu 157-170

Indeks Massa Tubuh Kurus sekali Indeks Massa Tubuh Kurus

Indeks Massa Tubuh Normal Indeks Massa Tubuh Gemuk

Indeks Massa Tubuh Obes

(19)

selama kehamilan adalah berkisar antara 5-17 kg (12.9 ± 2.2). Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa studi yang menunjukkan bahwa pertambahan berat total badan ibu selama kehamilan berada pada rentang 8-14 kg. Lebarnya rentang pertambahan berat badan total ini disebabkan sangat bervariasinya kondisi ibu misalnya TB, kondisi sosial ekonomi, tingkat konsumsi pangan. Hasil penelitian yang berkaitan dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dari beberapa lokasi yang berbeda menunjukkan angka pertambahan berat badan yang berbeda pula yaitu 11.3 kg di kota Manado (Kawengiang 2004); di pedesaan Kabupaten Bogor 7.8 kg (Hardinsyah 2000) serta di pedesaan Purworedjo 8.3 kg (Winkvist dkk 2002).

Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan pertambahan BB selama hamil menurut IMT (Depkes 1994)

IMT sebelum hamil Pertambahan BB (kg) Jumlah (n) Persen (%) Kurus sekali Kurus Normal Gemuk Obes 10 – 20 (14.3 ± 5.1) 8 – 20 (13.5 ± 3.6) 5 – 20 (12.8 ± 2.2) 10 - 15 (11.6 ± 1.4) 8 - 20 (11.7 ± 3.4) 3 8 66 19 9 2.9 7.6 62.9 18.1 8.6 Total 105 100

Sumber data (BB, TB, dan Pertambahan BB) : KMS Ibu Hamil contoh & Wawancara

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan pertambahan BB selama hamil menurut IMT (Depkes 2002)

IMT sebelum hamil Pertambahan BB (kg) Jumlah (n) Persen (%) Kurus Normal Gemuk Obes I Obes II 8-20 (13.73 ± 3.80) 5-20 (12.88 ± 2.15) 10-13 (11.44 ± 1.20) 8-20 (11.60 ± 3.24) 0 11 66 18 10 0 10.47 62.86 17.14 9.52 0 Total 105 100

Sumber data (BB, TB, dan Pertambahan BB) : KMS Ibu Hamil contoh & Wawancara

Pertambahan berat badan selama hamil berdasarkan kategori IMT menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (62.9%) menurut Depkes (1994) dan 62.86% (Depkes 2002) berada pada IMT normal serta masing- masing mengalami pertambahan berat badan berkisar antara 12.8 ± 2.2 kg dan 12.88 ± 2.15 kg (Tabel 22 dan 23). Hal ini bila dibandingkan dengan anjuran pertambahan berat badan menurut IOM (1990) maka terlihat bahwa 61% contoh yang termasuk

(20)

12.62 ± 1.85 kg, sedangkan yang dianjurkan oleh IOM adalah 11.5-16 kg (Tabel 24).

Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan pertambahan BB selama hamil

IMT sebelum Hamil n % Pertambahan BB (kg) IOM (1990) Pertambahan BB (kg) Contoh Kurus Normal Gemuk Obes 22 61 19 3 22.95 58.10 18.10 2.86 12.5 – 18 11.5 – 16 7.0 – 11.5 7.0 8 – 20 (13.86 ± 3.28) 5 – 20 (12.62 ± 1.85) 9 – 13 (10.95 ± 1.13) 8 – 20 (13.33 ± 6.11) Sumber data (BB, TB, dan Pertambahan BB) : KMS Ibu Hamil contoh & Wawancara

Pertambahan berat badan contoh selama kehamilan trimester I rata-rata 1.9 ± 0.6 kg dan pada trimester II dan III masing- masing mengalami pertambahan rata-rata 4.2 ± 1.1 kg dan 6.5 ± 1.6 kg (Gambar 6). Dengan demikian dapat diprediksikan bahwa pada trimester I rata-rata pertambahan berat badan ibu adalah 0.1 kg per minggu, selanjutnya mulai mengalami peningkatan pada trimester II dan III, masing- masing 0.3 kg dan 0.5 kg per minggu. Hal ini sangat sejalan dengan beberapa hasil penelitian, salah satunya oleh Kawengian (2004) tentang pertambahan berat badan ibu hamil (n=155 orang) di Kota Manado, Sulawesi Utara yakni berkisar antara 4-24 kg (11.3 ± 3.8 kg), sementara

pertambahan berat badan tiap trimester kehamilan adalah 1.4 ± 2.4 kg; 3.7 ± 2.9 kg; dan 4.8 ± 2.6 kg. Selanjutnya bila dibandingkan dengan studi yang

dilakukan oleh Winkvist dkk (2002) terhadap 251 ibu hamil di daerah Purworejo, Jawa Tengah menunjukkan adanya perbedaan yakni rata-rata pertambahan berat badan ibu selama kehamilan trimester I adalah 0.08 kg per minggu dan meningkat pada trimester II dan III masing- masing 0.34 dan 0.26 kg per minggu. Sebagian besar contoh terutama yang memiliki IMT normal sebelum hamil mengalami pertambahan berat badan pada trimester kedua dan ketiga, hal ini karena terjadi peningkatan selera makan baik makanan pokok maupun makanan selingan. Sebaliknya contoh yang mengalami penurunan selera makan atau tidak mengalami perubahan kuantitas makan, pertambahan berat badan cenderung lebih rendah.

(21)

Rata-rata Pertambahan BB Ibu Tiap Trimester Kehamilan 1.87 4.27 6.49 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3

Pertambahan BB

Gambar 6 Rata-rata Pertambahan BB Ibu selama Trimester Kehamilan

Kenyataan menunjukkan bahwa ibu yang mengalami pertambahan berat badan 5-9 kg rata-rata melahirkan bayi dengan berat lahir relatif rendah yakni 2600 gr, namun demikan dalam penelitian ini hanya sebagian kecil dari contoh mengalami hal tersebut (1.9%). Sebaliknya ibu dengan pertambahan berat badan sebagaimana yang dianjurkan Depkes (2002) cenderung melahirkan bayi dengan berat lahir rata-rata = 3000 gr. Pertambahan berat < 1 kg selama trimester II, apalagi trimester III akan menimbulkan resiko yang tinggi terhadap kelahiran berat badan rendah, pemunduran pertumbuhan dalam rahim, serta kematian prenatal (As’ad 2002). Pertambahan berat badan yang berlebihan setelah minggu XX menyiratkan terjadinya retensi air, yang sekaligus bertalian dengan janin besar dan resiko penyulit disproporsi kepala panggul (DKP), dimana retensi yang berkelebihan juga merupakan tanda awal preeklampsia (Arisman, 2002).

Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan korelasi antara pertambahan berat badan ibu hamil dengan berat badan bayi lahir serta skor Apgar

Berat Badan Bayi Lahir Skor Apgar

BBLR Normal Rendah Sedang Sehat

Pertambahan BB Ibu Hamil (kg) n % n % n % n % n % < 10 16 8 4 2 10 5 6 3 4 2 10 -12.5 77 38.5 45 22.5 30 15 9 4.5 83 41.5 > 12.5 2 1 56 28 0 0 1 0.5 57 28.5 Total 95 47.5 105 52.5 40 20 16 8 144 71

Meskipun laju pertambahan berat badan pada trimester II dan III pada dasarnya sama, penimbunan proporsi ibu dan pertambahan jaringan janin tidak berlangsung serentak. Pertambahan komponen dalam tubuh ibu terjadi sepanjang trimester II. Sementara pertumbuhan janin dan plasenta serta pertambahan jumlah cairan amnion berlangsung sangat cepat selama trimester III.

(22)

Status gizi ibu, baik sebelum hamil maupun ketika sedang hamil, merupakan faktor utama, disamping faktor lain seperti multiparitas, jarak kehamilan dan keadaan kesehatan, sangat mempengaruhi terhadap hasil konsepsi. Bila status gizi ibu baik dan status kesehatannya selama kehamilan tidak jelek (tidak menderita misalnya hipertensi), serta tidak mempunyai kebiasaan buruk (perokok atau pecandu alkohol) maka status gizi bayi yang dilahirkan juga baik dan sebaliknya.

Pemeriksaan Kehamilan dan Kesehatan

Pemeriksaan kehamilan dan kesehatan dilakukan oleh petugas puskesmas dan bidan di desa untuk mengetahui secara dini kemungkinan adanya penyakit lain. Pada pemeriksaan ini dilakukan pelayanan kesehatan secara berkala pada ibu hamil, meliputi: penimbangan berat badan, pengukuran tekanan darah, pengukuran tinggi puncak rahim, pemberian tablet besi (Fe) dan yodium, serta pemberian imunisasi.

Dari tiga puskesmas (puskesmas Rijali, puskesmas Waihaong, dan puskesmas Tawir i) diperoleh informasi bahwa pelayanan kesehatan seperti yang disebutkan diatas sampai saat ini berjalan sebagaimana mestinya, bahkan pelayanan posyandu untuk bumil dan balita masih aktif. Pada umumnya selama kehamilan contoh melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur baik melalui dokter spesial kandungan maupun melalui puskesmas dan posyandu. Hal ini terlihat dengan banyaknya jumlah contoh (96%) yang memperoleh imunisasi TT sebanyak dua kali yakni pada kehamilan bulan ke-7 dan ke-9 serta mengkonsumsi table t besi (85%).

Sebagian kecil responden tidak mengkonsumsi suplemen tablet besi dan imunisasi TT, karena alasan tidak cocok atau alergi dan adanya anggapan bahwa mengkonsumsi berbagai jenis pil/obat akan menyebabkan banyak kelainan pada bayi serta karena tidak rutinnya melakukan pemeriksaan kehamilan ke puskesmas dengan alasan faktor ekonomi. Hal ini berhubungan dengan masih terbatasnya informasi tentang pengetahuan gizi dan kesehatan ibu hamil, terutama bagi mereka yang berada pada kalangan ekonomi lemah serta status pernikahan yang belum jelas. Namun yang paling mendasar dalam masalah ini adalah kurang adanya kesadaran akan pentingnya pemeriksaan kesehatan selama hamil.

(23)

Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan pemeriksaan kehamilan dan kesehatan

Pemeriksaan Kehamilan dan Kesehatan

*Jumlah (n) Persen (%) Pertambahan BB selama kehamilan (kg)

Suplementasi Fe 170 85 11.85 ± 2.30

Imunisasi TT 192 96 11.60 ± 2.32

Sumber data : KMS Ibu Hamil contoh & Wawancara

* Hasil perhitungan dari keseluruhan contoh (n=200)

Status Gizi Ibu Hamil

Indikator penilaian status gizi ibu hamil secara antropometri selain berdasarkan berat badan dapat juga dilihat berdasarkan ukuran LILA (lingkar lengan atas). Pada wanita hamil, malnutrisi (gizi kurang atau gizi lebih) menunjukkan odem, tetapi jarang mengenai lengan atas. Menurut Depkes (1994) pengukuran LILA pada kelompok wanita usia subur (WUS) adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat umum, untuk mengetahui kelompok beresiko kekurangan energi kronis (KEK), jumlah hemoglobin (Hb) darah, serta tekanan darah. Dalam penelitian ini ukuran LILA contoh berkisar antara 20-27.5 cm (23.3 ± 2 cm) dimana sebanyak 52.5% contoh memiliki ukuran LILA = 23.5 cm, sedangkan yang lainnya (47.5%) memiliki LILA < 23.5 cm.

Salah satu ciri dari anemia gizi besi adalah berkurangnya jumlah Hb darah. Nilai hemoglobin darah contoh berkisar antara 8.4-14 g/dL (11.6 ± 1.7 g/dL). Sebanyak 38.2% contoh memiliki kadar Hb < 11 g/dL yakni, sedangkan 61.8% contoh memiliki kadar Hb > 11 g/dL. Namun demikian kondisi contoh yang tergolong anemia (Hb < 11 g/dL) sebelum hamil sampai pada trimester I memiliki jumlah Hb normal (Hb > 11 g/dL) dan sebagian besar dari mereka mengalami penurunan jumlah HB darah setelah memasuki trimester terakhir kehamilan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ladipo (2000) yang menyatakan bahwa prevalensi anemia meningkat dari trimester kedua ke trimester ketiga, keadaan ini terjadi karena volume plasma ibu meningkat sebagai akibatnya adanya reaksi fisiologi normal pada ibu. Meskipun sel darah merah juga meningkat selama kehamilan, tetapi peningkatannya tidak sejalan dengan peningkatan volume plasma. Hanya sebagian kecil dari contoh yang sebelum

(24)

hamil sudah mempunyai resiko anemia gizi besi sehingga pada saat hamil pun mengalami kondisi demikian.

Beberapa penelitian epidemiologis menunjukkan terdapat hubungan antara anemia ibu hamil trimester terakhir dengan bayi prematur, berat bayi lahir rendah (BBLR), dan kematian bayi. Penelitian lain menunjukkan bahwa anemia merupakan penyebab utama dari tingginya angka kematian ibu melahirkan di negara berkembang. Berdasarkan Depkes (2003) bahwa masalah gizi pada ibu hamil yang paling banyak dijumpai di Indonesia adalah anemia dengan prevalensi 40% pada tahun 2001. Hasil penelitian terhadap ibu hamil di Kota Bogor menunjukkan bahwa faktor utama anemia bumil adalah KEK, umur kehamilan trimester III serta paritas, dimana ibu hamil yang beresiko KEK berpeluang menderita anemia 2.76 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak beresiko, umur kehamilan trimester III 1.92 kali lebih besar dibandingkan trimester I dan II (Darlina dan Hardinsyah 2003).

Selain ukuran LILA dan jumlah Hb darah, dalam penelitian ini juga menggunakan indikator tekanan darah sebagai penilaian status gizi ibu hamil. Sebagian besar contoh (57.5%) memiliki tekanan darah normal (< 140/90 mmHg), tekanan darah rendah (32.5%) dan sisanya (20%) contoh memiliki tekanan darah tinggi. Hubungan antara kehamilan dengan tekanan darah terutama yang disebut sebagai hipertensi adalah tergambar melalui kejadian preeklampsia dan eklampsia. Preeklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang disebabkan oleh kehamilan, yang ditandai dengan hipertensi, edema dan proteinuri masif setelah minggu ke 20 dan jika disertai kejang disebut eklampsia (Sudinaya 2000). Dengan semakin buruknya keadaan ini, wanita hamil bisa mengalami nyeri kepala, pening, gangguan penglihatan, dan nyeri di bagian atas perut (Trish Booth 2004). Kejadian ini paling sering terjadi pada ibu hamil yang berusia 20-35 tahun yang berasal dari golongan ekonomi lemah dan menderita kekurangan gizi. Hal tersebut juga ditemukan pada responden dalam penelitian ini, dimana responden yang memiliki tekanan darah tinggi paling banyak berus ia 20-35 tahun dan mempunyai tingkat ekonomi keluarga lemah. Namun demikian kondisi tersebut tidak teridentifikasi sebagai defisiensi zat gizi, hanya penurunan selera makan sebagai akibat bawaan bayi.

(25)

Tabel 27 Sebaran contoh menurut indikator status gizi

Indikator Status Gizi * n % Pertambahan BB Ibu Hamil (kg)

BB Bayi Lahir (gr)

Skor Apgar

Ukuran Lingkar lengan Atas (LILA) : A. Normal (= 23.5 cm) B. KEK (< 23.5 cm) 105 95 52.5 47.5 12.55 ± 2.41 10.35 ± 1.60 3160.00 ± 395.80 2200.00 ± 382.18 7-9 3-6 Kadar Hb Darah : A. Normal (= 11 gr/dL) B. Anemia (< 11gr/dL) 124 76 61.8 38.2 12.38 ± 2.34 10.08 ± 1.48 3.32.66 ± 447.22 2167.76 ± 463.88 7-9 3-6 Tekanan Darah (TD) : A. Rendah (< 140/90 mmHg) B. Normal (140/90 mmHg) C. Tinggi (> 140/90 mmHg) 65 115 20 32.5 57.5 20 10.43 ± 1.42 12.26 ± 2.62 10.65 ± 0.99 2175.38 ± 444.95 3081.74 ± 452.06 2250.00 ± 264.08 3-9 7-9 3-9

Sumber data (LILA, Hb darah, TD): KMS Ibu Hamil Contoh

* Hasil perhitungan dari keseluruhan responden (N = 200)

Jarak Dua Kehamilan Terakhir

Status kesehatan dan gizi akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan biologis seseorang. Faktor penyebab natalitas dan mortalitas antara lain faktor biologis dan paling sering dialami oleh wanita usia subur (15-49 tahun) yang memiliki potensi untuk hamil. Melahirkan anak pada usia ibu yang terlalu muda atau tua mengakibatkan kualitas janin/bayi yang rendah dan juga merugikan kesehatan ibu. Jarak kehamilan yang terlalu dekat pun akan menyebabkan hal yang serupa. Ibu tidak memperoleh kesempatan untuk memperbaiki kondisi tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang cukup untuk memulihkan keadaan setelah melahirkan anaknya. Dengan mengandung kembali maka akan menimbulkan masalah gizi bagi si ibu maupun janin/bayi berikut yang

dikandungnya. Sebagian besar (54%) contoh mempunyai jarak kehamilan = 2 tahun dan > 2 tahun (46%).

Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan pemeriksaan kehamilan dan kesehatan

Jarak Dua Kehamilan Terakhir

*Jumlah (n) Persen (%) Pertambahan BB selama kehamilan (kg)

= 2 92 54 11.66 ± 1.87

> 2 108 46 11.37 ± 2.67

Sumber data : KMS Ibu Hamil contoh & Wawancara

Hasil perhitungan dari keseluruhan contoh (n=200)

Berdasarkan kenyataan yang paling sering terjadi bahwa jarak kehamilan ibu hamil di Kota Ambon adalah = 3 tahun, alasan utama yang mendasari adalah

(26)

kehidupan perekonomian yang relatif mahal baik pangan maupun non pangan. Oleh karena itu dalam penelitian ini, hampir sebagian besar contoh mengatur jarak kehamilan (rata-rata > 2 tahun). Hal ini nampak jelas dalam laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2005 di Kota Ambon hanya mencapai 2.01% dimana peningkatan ini merupakan yang terendah dalam waktu lima tahun terakhir (BPS Kota Ambon 2005-2006).

Belakangan ini setelah pemulihan kondisi Kota Ambon dari konflik kemanusiaan baru banyak ditemukan kehamilan dengan jarak = 2 tahun dan biasanya pada umur = 25 tahun terutama di kalangan remaja (SLTA) dan mahasiswa. Hal ini terkait dengan masalah seksualitas yang sedang meningkat dan mewarnai kehidupan remaja putri Kota Ambon. Menurut King (2003) bahwa pada keha milan remaja, BBLR dan keguguran lebih sering dialami sampai dua kalinya dibandingkan dengan wanita hamil cukup dewasa sedangkan kematian neonatal hampir mencapai tiga kalinya. Wanita dengan jarak antar kehamilan pendek ataupun kehamilan usia muda berada pada usia muda berada pada resiko tinggi mengalami keguguran, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), dan prematur.

Paritas

Mata dan Wyatt (1985) dalam Satoto (1990) menganalisis bahwa paritas pada umumnya menggambarkan jarak dua kehamilan, yang manifestasinya nyata pada persediaan energi dan zat gizi ibu dan kemampuan ibu untuk memelihara dan memberikan ASI sesudah kelahiran anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh telah mengalami satu kali kehamilan, dan diikuti contoh yang belum pernah hamil (sedang hamil anak pertama) dan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 29.

Berdasarkan informasi paritas dapat diketahui frekuensi kehamilan. Dalam penelitian ini frekuensi kehamilan contoh berkisar antara 1-5 kali kehamilan (2 ± 1 kali). Dari 200 contoh yang pada persalinan terakhir dengan bayi lahir hidup, sebelumnya mengalami keguguran = 1kali ( 21%), lahir dengan bayi prematur (10.5%) dan bayi lahir meninggal (26%). Frekuensi keguguran yang dialami

(27)

berkisar antara 1 sampai 2 kali, lahir prematur dan lahir meninggal dengan frekuensi rata-rata 1 (Tabel 30).

Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan paritas

Paritas * Jumlah (n) Persen (%) Pertambahan BB selama Kehamilan (kg)

0 41 20.5 11.54 ± 3.17 1 60 30 12.27 ± 2.33 2 39 19.5 11.18 ± 2.44 3 37 18.5 11.14 ± 1.80 4 18 9 11.39 ± 1.33 5 5 2.5 9.80 ± 1.10

Sumber data : Rekam medik pada ketiga RS dan Puskesmas * Hasil perhitungan dari keseluruhan contoh (n=200)

Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan riwayat kehamilan

Riwayat Kehamilan * Jumlah (n) Persen (%) Pertambahan BB Ibu Hamil (kg) BB Bayi Lahir (gr) 1. Keguguran (Abortus) : A. Pernah (1 kali) B. = 3 kali C. Tidak pernah 39 3 158 19.5 1.5 79 10.90 ± 2.38 9.67 ± 1.53 11.69 ± 2.31 2614.10 ± 700.46 2100.00 ± 0 2377.66 ± 595.92 2. Lahir Mati A. Pernah (1 kali) B. 2 kali C. Tidak pernah 52 1 147 26 0.5 73.5 11.37 ± 2.21 11 11.56 ± 2.39 2527.88 ± 553.19 1900 2771.77 ± 627.26 sumber data : Rekam medik pada ketiga RS dan wawancara

* Hasil perhitungan dari keseluruhan contoh (n=200)

Kejadian abortus (keguguran) dan lahir mati yang terjadi pada contoh disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyakit infeksi (demam/tifus, diabetes), kandungan yang lemah, kurang adanya kesadaran dalam memelihara kehamilan seperti pemeriksaan kehamilan dan kesehatan (penimbangan BB, pengukuran TD dan tinggi puncak rahim, pemberian tablet Fe dan yodium, serta imunisasi TT), kebiasaan selama hamil (mengkonsumsi obat, gejala kehamilan: mual dan muntah yang berlebihan sehingga mengurangi nafsu makan) serta aktivitas fisik yang berlebihan. Selain faktor- faktor tersebut, status sosial ekonomi keluarga juga mempengaruhi. Sebagian besar yang mengalami abortus dan lahir mati berasal keluarga dengan tingkat pendapatan (= Rp 500 000.00) dan pendidikan yang relatif rendah (SMA) serta umur saat hamil masih relatif muda.

(28)

Status Kesehatan Ibu Hamil

Status kesehatan contoh dilihat berdasarkan frekuensi kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan penyakit lainnya yang dialami selama hamil. Kejadian penyakit yang paling sering dialami oleh beberapa contoh (sebagian kecil) antara lain pilek/influenza, tifus, diabetes, demam/panas. Sebanyak 34.5% contoh mengaku pernah mengalami penyakit ISPA pada kehamilan trimester terakhir yakni demam/panas (34%), pilek/influenza (35.5%), batuk (25%). Namun demikian dalam penelitian terdapat contoh yang menderita tifus (5.5%) dan malaria serta diabetes (0.5%) (Tabel 31).

Analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi penyakit dengan pertambahan berat badan selama kehamilan, misalnya ibu yang sering mengalami pilek/influenza (= 2 kali) cenderung mengalami pertambahan berat badan cenderung rendah (10.62 ± 1.19 kg). Selanjutnya pertambahan berat badan pada ibu yang menderita tifus/malaria relatif rendah. Demikian halnya bagi ibu yang menderita diabetes mengalami pertambahan berat badan yang relatif rendah (8.00 ± 00 kg) (Tabel 31).

Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan status kesehatan

Jenis Penyakit * Jumlah (n) Persen (%) Pertambahan BB selama Kehamilan (kg) Pilek/influenza 69 35,5 10.62 ± 1.19 Batuk 50 25 10.60 ± 1.09 Demam/panas 68 34 10.38 ± 1.18 Tifus/malaria 11 5,5 8.09 ± 2.21 Diabetes melitus (DM) 1 0,5 8.00 ± 00

Sumber data : Wawancara langsung dengan contoh

* : Hasil perhitungan dari keseluruhan contoh (n=200)

Komplikasi dalam Kehamilan

Faktor resiko diet dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu resiko selama hamil dan resiko selama perawatan. Riwayat obstetri merupakan salah satu resiko yang melatarbelakangi masalah gizi dan kesehatan ibu selama hamil sedangkan pertambahan berat badan merupakan faktor resiko selama perawatan yang ditandai sebagai respon terhadap intake zat gizi baik jumlah maupun mutu. Korelasi antara kedua faktor resiko diatas merupakan gambaran dari masalah

(29)

persalinan misalnya pendarahan dan eklampsia, ketuban pecah lebih dini, kelainan posisi janin, serta odema.

Dalam penelitian ini masalah persalinan yang dialami oleh sebagian kecil contoh adalah pendarahan dan eklampsia (18%) serta ketuban pecah lebih dini (22.5%). Contoh yang mengalami pendarahan dan eklampsia rata-rata memiliki Hb < 11 g/dL dan memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini terkait dengan beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan pendarahan sebelum dan pada saat melahirkan, keguguran, kelahiran bayi prematur, dan BBLR (Depkes 1995). Ibu hamil dengan faktor mediko obstetri yang baik berpeluang besar akan melahirkan bayi dengan selamat dan berat bayi lahir cukup (> 2500 g), sebaliknya ibu dengan faktor mediko obstetri buruk berpeluang besar akan mengakibatkan kematian bayi pada saat lahir.

Tabel 32 Sebaran contoh berdasarkan komplikasi dalam kehamilan

Masalah Persalinan * Jumlah (n) Persen (%) BB Bayi lahir (gr) Skor Apgar Aspiksia, eklampsia, dan pendarahan 36 18 1830.56 ± 358.82 0 - 3 Ketuban pecah lebih dini 36 18 1830.56 ± 358.82 0 - 3 Sumber data : Rekam Medik pada ketiga RS.

* : Hasil perhitungan dari keseluruhan contoh (n=200)

Berdasarkan data retrospektif dari RSU Dr. Haulussy dan RS Al-Fatah bahwa biasanya pasien ibu hamil yang mengalami masalah persalinan (aspiksia, eklampsia dan pendarahan) sering berakhir dengan kematian baik ibu dan janin atau salah satu diantara dalam hal ini ibu atau bayi. Namun demikian belakangan ini masalah persalinan tersebut jarang terjadi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil Faktor-faktor yang berhubungan dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman. Selanjutnya dilakukan analisis regresi linier berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan ibu selama kehamilan.

Berdasarkan analisis korelasi Pearson dan Spearman ditemukan adanya beberapa faktor yang berhubungan signifikan atau mempunyai korelasi yang kuat

(30)

dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan antara lain pendidikan ibu (r= 0.310 p < 0.01) serta pengetahuan gizi dan kesehatan (r= 0.150 p < 0.05). Hal ini nampak jelas dari tingkat pendidikan contoh yakni dari sejumlah besar (105) ibu yang memiliki bayi dengan berat lahir normal adalah SMA (45.7%) dan S1 (39%). Sementara rata-rata pengetahuan gizi dan kesehatan dari contoh dengan berat bayi normal adalah sedang (51.4%) dan tinggi (41%). Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi pula pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan ibu hamil sehingga sangat berimplikasi terhadap pertambahan berat badan ibu sesuai standar normal dan outcome dalam hal ini berat badan bayi lahir juga normal. Lebih lanjut terdapat korelasi antara pekerjaan ayah (r= 0.207 p < 0.01) dan tingkat pendapatan keluarga (r= 0.325 p< 0.01) dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan. Jenis pekerjaan dengan tingkat pendapatan keluarga yang memadai dapat menjamin ketersediaan pangan dan gizi dalam keluarga terutama untuk ibu hamil yang terekspresikan melalui pertambahan berat badan. Tingkat pendidikan formal dan pengetahuan gizi yang tinggi serta didukung oleh faktor pendapatan keluarga yang memadai sangat berpengaruh terhadap perilaku dalam mengelola rumah tangga termasuk konsumsi pangan dan gizi untuk keluarga.

Kebiasaan makan ibu hamil mempunyai korelasi yang cukup kuat dengan pertambahan berat badan ibu selama hamil terutama yang melahirkan bayi dengan berat badan normal. Sebagian besar contoh (98.1%) memiliki kebiasaan makan selama hamil lebih banyak dibandingkan sebelum hamil dengan frekuensi makan dalam sehari 3-4 kali. Hal ini terkait denga n tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dengan tingkat pendapatan contoh dalam penelitian ini cukup memadai. Status ekonomi yang memadai serta didukung tingkat pengetahuan gizi yang baik akan menjamin tercapainya keadaan gizi yang baik (Hardinsyah 1986). Pengetahuan ibu terhadap gizi dan permasalahannya sangat berpengaruh pada keadaan gizi keluarga (Suhardjo, 1989). Ibu hamil yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan mampu memilih jenis makanan yang tepat untuk dirinya dan janinnya baik dari segi kuantitas maupun kualitas makanan yang dikonsumsi.

(31)

Tabel 33 Faktor-faktor yang berkorelasi dengan pertambahan BB ibu selama kehamilan

Variabel Bebas r Sig

Pendidikan ibu Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu Pendapatan keluarga Besar keluarga Umur ibu

Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu hamil Kebiasaan makan ibu hamil

IMT sebelum hamil Resiko KEK Paritas Abortus Lahir mati

Jarak dua kehamilan terakhir Umur kehamilan Status anemia Suplementasi Fe Tekanan darah Imunisasi TT Pilek Demam Batuk Tifus Diabetes 0.310 0.207 0.216 0.325 -0.156 -0.127 0.150 0.972 0.154 0.417 -0.059 -0.119 -0.121 0.177 0.427 0.301 0.476 0.402 0.319 -0.328 -0.265 -0.408 -0.279 -0.128 0.000* 0.000* 0.003** 0.000* 0.027** 0.074 0.034** 0.003* 0.029** 0.000* 0.406 0.092 0.087 0.012* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.051** Keterangan :* signifikan pada level (a) 0.01

**signifikan pada level (a) 0.05

Lampian 34 Faktor- faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan ibu selama kehamilan

Variabel Bebas B t Sig

Intercept

Pengetahuan gizi dan kesehatan IMT ibu sebelum hamil

Anemia

Jarak dua kehamilan terakhir Demam Tifus Diabetes 3.884 0.231 -0.347 0.340 -0.325 -0.500 -1.026 -1.579 8.462 2.471 -4.412 2.173 -2.640 -2.148 -3.738 -2.528 0.000 0.014* 0.000* 0.031* 0.009* 0.033* 0.000* 0.0012* Keterangan : R2 = 0.489

Standar error = 0.459 * signifikan pada level (a ) 0.05

Faktor lain yang berhubungan signifikan dengan pertambahan berat badan

ibu selama kehamilan adalah status gizi sebelum hamil (IMT) (r = 0.154; P < 0.05), dimana ibu yang memiliki IMT kurang (kurus sekali atau

kurus) maka dibutuhkan pertambahan berat badan yang adekuat sehingga dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan serta

(32)

kesehatan ibu sendiri. Hal ini terlihat jelas bahwa contoh dengan IMT tergolong

kurus mengalami kenaikan berat badan yang berkisar antara 8-20 kg (13,5 ± 3,6 kg) (Tabel 24). Sesuai dengan anjuran pertambahan berat badan

selama hamil yang direkomendasikan oleh IOM (1990) bahwa ibu dengan IMT tergolong kurus dianjurkan untuk menambah berat badan sebesar 14-20 kg. Dengan demikian IMT dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan pertambahan berat badan selama hamil. Kenaikan berat badan ibu hamil dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan status gizi wanita hamil, karena terdapat kesamaan dalam jumlah kenaikan berat badan di waktu hamil pada semua ibu hamil (As’ad 2002).

Menurut Winkvist (2002) dalam penelitiannya tentang pola pertambahan BB sebelum hamil dan selama kehamilan di Jawa Tengah menyatakan bahwa Pertambahan berat badan selama hamil yang tidak adekuat merupakan dampak dari IMT yang rendah, pendidikan yang rendah, serta status ekonomi yang rendah. Status anemia juga berhubungan dengan pertambahan BB selama kehamilan (r = 0.301; p < 0.01). Dalam penelitian ini terdapat sekitar 38.2% contoh yang tergolong anemia. Namun demikian anemia tersebut hanya terjadi selama kehamilan berlangsung, bukan karena dari kondisi sebelum hamil. Menurut Arisman (2002) kehamilan dengan anemia sangat berpengaruh terhadap ketersediaan cadangan besi maupun nutrien lain dalam tubuh yang cukup signifikan dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dan pertumbuhan janin, pertumbuhan plasenta serta peningkatan volume darah ibu selama hamil. Hal ini diperkuat dengan adanya hubungan yang signifikan antara jarak dua kehamilan terakhir dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan, dimana ibu yang memiliki jarak dua kehamilan terakhir > 2 tahun mempunyai kesempatan untuk memperbaiki kondisi tubuh dalam hal ini memperbaiki persediaan zat gizi dalam tubuh terutama zat besi. Sebagian besar (n= 72; 68.6%) contoh yang melahirkan bayi dengan berat badan normal memiliki jarak dua kehamilan terakhir > 2 tahun.

frekuensi penyakit berkorelasi kuat dengan pertambahan berat badan selama hamil, misalnya pilek (r = -0.328; p < 0.01), batuk (r = -0.408; p< 0.01), demam (r = -0.265; p < 0.01), tifus(r = -0.279; p < 0.01), dan DM (r =0.128; p <0.05).

(33)

Dalam penelitian ini, ibu nifas yang menderita penyakit tertentu (pilek, batuk, demam, dan tifus) selama hamil cenderung mengalami penurunan selera makan, sedangkan ibu yang menderita DM (0.5%) lebih mengontrol pertambahan berat badan selama hamil dengn membatasi pangan sumber karbohidrat. Hubungan antara morbiditas dengan pertambahan berat badan merupakan manifestasi dari terjadinya perubahan metabolisme tubuh. Pertambahan berat badan harus tetap terkontrol melalui peningkatan porsi makanan bergizi guna menunjang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan (Arisman 2002). Demam dan tifus berhubungan dengan persediaan cadangan gizi dan imunitas tubuh yang rendah, dimana nampak jelas melalui penurunan selera makan. Selama kehamilan berlangsung, seorang ibu yang mengalami DM tidak diizinkan untuk menambah BB lebih dari 10 kg (As’ad 2002). Faktor lain yang juga berhubungan namun tidak signifikan dengan pertambahan berat badan ibu selama hamil adalah umur ibu, besar keluarga, paritas, abortus serta suplementasi Fe.

Dari hasil analisis menunjukkan adanya faktor-faktor yang berhubungan signifikan dengan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan. Selanjut nya dilakukan uji regresi linier berganda untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan selama kehamilan, ditemukan bahwa anemia sangat mempengaruhi pertambahan berat badan, dimana ibu yang mempunyai resiko anemia selama hamil harus dianjurkan untuk menambah berat badan lebih besar dibandingkan ibu yang tidak mengalami anemia. Status gizi ibu sebelum hamil (IMT) juga mempengaruhi pertambahan berat badan selama kehamilan, dimana ibu yang memiliki IMT sebelum hamil kategori rendah harus menambah berat badan lebih besar (14-20 kg), sebaliknya ibu yang tergolong obes harus menambah berat badan tidak lebih dari 7.5-12.5 kg (IOM 1990). Jarak dua kehamilan terakhir juga mempengaruhi pertambahan berat badan ibu hamil, dimana ibu dengan jarak kehamilan terlalu dekat harus mengalami pertambahan berat badan lebih besar melalui peningkatan konsumsi pangan dan gizi sesuai dengan angka kecukupan yang dianjurkan. Jarak kehamilan yang terlalu dekat berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan ibu, dalam hal ini ibu tidak mempunyai kesempatan untuk memperbaiki kondisi tubuh terutama persediaan zat gizi dala m tubuh. Faktor- faktor yang mempengaruhi pertambahan berat

(34)

badan ibu hamil adalah pengetahuan gizi, jarak dua kehamilan terakhir, frekuensi penyakit (demam, tifus, dan diabtes), IMT, LILA, dan status anemia. Hal ini dapat

dilihat melalui persamaan regresi yang dihasilkan: Y= 3,884 + 0.231x1 +

(-0.325x2) + (-0.500x3) + (-1.026x4) + (-1.579x5) + (-0.347x6) + 0.340x7 + 0.672x8

+ 0.459 (R2= 0.489 dan a= 0.05). Faktor-faktor tersebut mempunyai kontribusi terhadap pertambahan berat badan selama hamil sebesar 48,9%.

Masalah Gangguaan Tumbuh Kembang pada Bayi lahir

Pertumbuhan Bayi (berat badan atau panjang badan lahir)

Pengukuran pertumbuhan bayi sebagai manifestasi pertumbuhan dalam kandungan adalah ukuran bayi saat lahir yaitu: berat badan, panjang badan (kepala sampai tumit) dan lingkar kepala. Berdasarkan data dari ketiga Rumah Sakit dan Puskemas diperoleh infomasi tentang berat badan dan panjang badan bayi yang lahir dari bulan Januari sampai April yakni rata-rata berat badan bayi yang lahir berkisar antara 1000-4200 g (2704 ± 617.9 g). Dari 200 contoh terdapat 52.5 % bayi dengan berat lahir normal dan yang teridentifikasi BBLR adalah 47.5%. Berdasarkan panjang badan normal menurut Depkes (1995) adalah > 48 cm maka rata-rata panjang badan bayi lahir dalam penelitian ini berkisar antara 40-52 cm (47.5 ± 3.6 cm), dimana 57% contoh mempunyai bayi dengan PB > 48 cm dan sisanya 43% melahirkan bayi dengan PB = 48 cm (Tabel 35).

Bila dikorelasikan dengan faktor jenis kelamin maka dari Tabel diatas dapat dikatakan bahwa bayi perempuan cenderung mempunyai berat badan dan panjang badan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan bayi laki- laki. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Husaini, dkk (1985) terhadap 8177 bayi sehat di bogor untuk melihat rata-rata berat badan dan panjang badan bayi umur 0-12 bulan, dimana dinyatakan bahwa bayi laki- laki umumnya mempunyai BB dan PB lebih tinggi dari perempuan. Analisis korelasi lebih lanjut menunjukkan adanya hubungan antara umur kehamilan dengan berat badan serta skor Apgar bayi lahir. Bayi yang lahir kurang dari 37 minggu cenderung memiliki

berat badan lebih rendah 1738.10 ± 316.59 gr dengan skor Ap gar rendah (1.12 ± 3.19) (Tabel 36).

(35)

Tabel 35 Sebaran contoh berdasarkan BB dan PB bayi lahir

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki Total

Indikator Status Gizi

n % n % n % Berat badan (gr) A. = 2500 B. > 2500 65 40 32.5 20 30 65 15 32.5 95 105 47.5 52.5 Panjang badan (cm) A. = 48 B. > 48 27 68 13.5 34 59 46 29.5 23 86 114 57 43 Sumber data (pengukuran BB dan PB bayi): Rekam Medik pada ketiga RS.

Tabel 36 Sebaran contoh berdasarkan korelasi antara umur kehamilan dengan BB dan skor Apgar

Umur Kehamilan (mgg)

Jumlah (n) Persen (%) Berat Badan Lahir Skor Apgar < 37 22 0.11 1738.10 ± 316.59 1.12 ± 3.19 37 - 42 179 89.5 2817.32 ± 540.97 1.76 ± 6.97 Sumber data (pengukuran BB dan PB bayi): Rekam Medik pada ketiga RS.

Perkembangan Bayi (Skor Apgar)

Perkembangan bayi baru lahir dilakukan melalui penilaian skor Apgar untuk menentukan keadaan bayi pada menit ke 1 dan ke 5 sesudah lahir. Nilai pada menit pertama : untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima : untuk menilai prognosis neurologik.

Ada 5 faktor yang dinilai yaitu denyut jantung, pernafasan, tonus otot (lemah/aktif), warna kulit (merah muda/biru), dan gerakan refleks. Tiap faktor bernilai 0,1, atau 2. Skor Apgar 7-10 untuk kategori bayi dalam kondisi sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewah; skor 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada; skor 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. (Nanda 2001). Sebagian besar contoh melahirkan bayi sehat baik perempuan (30.5%) maupun laki- laki (41.5%) (Tabel 37).

Berdasarkan wawancara dengan dokter yang selalu menangani persalinan baik dari ketiga RS menyatakan bahwa pada umumnya jarang sekali bayi

Gambar

Tabel 12  Luas  wilayah,  jumlah  penduduk dan  rumah  tangga,  kepadatan  penduduk serta rata-rata  jiwa  per  rumah  tangga  di  kota Ambon  per kecamatan tahun 2001-2005
Tabel 13  Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga
Tabel 15  Sebaran contoh menurut pengetahuan  gizi dan kesehatan  Contoh  (Ibu Nifas)
Tabel 16  Persentasi contoh menurut kebiasaan makan selama hamil
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya program ini, akan memudahkan pengerjaan yang sebelumnya masih menggunakan sistem manual menjadi sistem komputerisasi, sehingga dapat memberikan

Menimbang, bahwa hakim tingkat pertama dalam pertimbangannya menyatakan bahwa terhadap satu petak kedai kontrakan di Pasar Lubuk Alung dan perhiasan emas lebih kurang

Dewasa ini untuk membagi serta mengurangi resiko masing-masing pihak dimana adanya jarak dan faktor tidak saling mengenal antara eksportir dan importir, maka lazim dikenal

Tanaman yang disiram dengan larutan basa tampak tumbuh normal tetapi tidak seoptimal tanaman yang disiram dengan akuades karena kebutuhan tanaman tersebut akan unsur hara makro

SKL Ekspor Impor Page 29 Terkait dengan kursus dan pelatihan Ekspor Impor Level IV sesuai KKNI, maka. pembelajaran lampau yang dapat diakui sebagai bagian dari

Variabel yang digunakan adalah Dana Pihak Ketiga, Sehingga hasil yang didapat menunjukkan bahwa variabel tingkat bagi hasil.. deposito Mudharabah berjangka 1 bulan

22 Guru Memberikan reword terhadap motivasi yang dicapai sehingga dapat merangsang untuk mencapai motivasi belajar yang lebih baik di kemudian hari 23 Guru

Menganjurkan kepada keluaga klien untuk memberikan kompres hangat pada daerah yang