• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELIGIOSITAS DAN STRES MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH UMUM Belladina Aulina dan H. Fuad Nashori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RELIGIOSITAS DAN STRES MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH UMUM Belladina Aulina dan H. Fuad Nashori"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Isi

JURNAL PEMIKIRAN DAN PENELITIAN PSIKOLOGI

PENANGANAN TERORISME: PERSPEKTIF PSIKOLOGI Rena Latifa

PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DALAM TERAPI PERKAWINAN BERDASARKAN PENGALAMAN PRAKTEK

Ahmad Gimmy Prathama Siswadi

RELIGIOSITAS DAN STRES MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH UMUM

Belladina Aulina dan H. Fuad Nashori

DUKUNGAN KELUARGA DAN DEPRESI PADA PENDERITA HIV/AIDS DI YOGYAKARTA

Panji Andhika Pratama dan Rr. Indahria Sulistyarini

MAKNA SULUK PADA LANSIA ANGGOTA JAMAAH TAREKAT NAQSYABANDIYAH

Misykah N. Birohmatika dan R. Rachmy Diana

MOTIVASI BERPRESTASI ATLET MUDA DALAM MENGHADAPI PEKAN OLAHRAGA NASIONAL TAHUN 2012

DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI Syarifah Farradinna

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK MEMAKAI CADAR PADA MUSLIMAH

Fitriani dan Yulianti Dwi Astuti

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PSIKOLOGIS REMAJA DENGAN GANGGUAN DEPRESI DI SURABAYA

Hamidah dan Marlina S. Mahajudin

PENYESUAIAN DIRI CAREGIVER ORANG DENGAN SKIZOFRENIA (ODS) Rieska D. Ambarsari dan Endah Puspita Sari

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING (PWB) DAN PENGAMBILAN

KEPUTUSAN UNTUK MENGIKUTI KONSELING GENETIKA PADA ORANGTUA ANAK DENGAN TALASEMIA MAYOR Costrie G. Widayanti dan Kartika Sari Dewi

Panduan Penulisan

Psikologika Volume 17 Nomor 2 Halaman

1 - 98 Yogyakarta Juli 2012 ISSN : 1410-1289 5 13 21 29 39 53 61 69 77 87 95

(2)
(3)

Jihadis (orang yang berjihad) dan jihadis adalah persepsi tentang ketidakadilan teroris Islam (orang Islam yang melakukan yang dialami umat Islam di berbagai belahan teror). Dua istilah ini sering disematkan dunia. Ada realitas di mana umat Islam di kepada sejumlah kalangan Islam yang berbagai belahan dunia menjadi korban melakukan tindakan melawan kezaliman akibat perilaku teror tersistematisasi dari Barat dengan cara kekerasan. Dalam tulisan Barat (baca: Amerika). Ratusan ribu bahkan ini kita gunakan jihadis sesuai dengan jutaan umat Islam menjadi korban terorisme keyakinan para pelakunya, yaitu jihad. Amerika terhadap umat Islam di Irak, Bagaimana psikologi memahami mereka? Afghanistan, dan Libia. Secara politik tidak Pembahasan tentang psikologi jihadis ada alasan yang cukup bagi Amerika untuk ini menarik sejumlah pengkaji dan peneliti. menginvasi Irak, Afghanistan, dan Libia. Ahli-ahli psikologi sosial mempercayai Kenyataannya apa yang mereka lakukan bahwa aksi teror yang mereka lakukan menyebabkan ratusan ribu nyawa umat Islam melibatkan keputusan personal dan proses melayang. Seorang Amrozi, misalnya, selalu kelompok. Disebut keputusan personal, merasa terluka hatinya setiap mendengar ada karena tindakan teror itu mereka lakukan umat Islam yang menjadi korban kekejaman melalui pertimbangan-pertimbangan pribadi sistematis Amerika. Para jihadis lain juga yang melibatkan keyakinan mereka. merasakan hal yang sama.

Pertimbangan utama yang mereka miliki N a m u n , k e p u t u s a n i n d i v i d u adalah adanya ayat-ayat suci yang bergabung dengan kelompok jihadis dan mengisyaratkan agar mereka melakukan akhirnya memilih jalan pengeboman tindakan jihad dengan cara melawan orang- ternyata juga melibatkan proses kelompok. orang yang mememerangi umat Islam. Ayat Adanya tokoh yang dapat memberi suci al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 190 argumentasi yang sekalipun abnormal memerintahkan umat Islam untuk berperang namun rasional. Argumentasi itu menjadikan orang-orang yang datang memerangi. Ayat mereka berada dalam kepatuhan yang tiada lain juga memerintahkan berperang untuk batas. Para provokator menjadikan proses melindungi dan membela wanita dan anak- mempengaruhi itu dapat berjalan mulus. anak yang memohon pembelaan (QS an- Pastinya proses kelompok yang terjadi pada Nisa: 75). Ayat-ayat itu mereka pahami para jihadis adalah kepatuhan. Dalam proses sebagai perintah untuk melawan siapa saja kelompok kadang seseorang tidak setuju yang berbuat zalim dengan cara menyerang d e n g a n k e p u t u s a n m e m i l i h t a k t i k umat Islam. Sebagian besar ulama Islam pengeboman misalnya. Namun, karena memang menafsirkan dua ayat itu sebagai k e l o m p o k a t a u p i m p i n a n s u d a h perintah untuk berperang bila sekelompok m e m u t u s k a n , m e r e k a a k h i r n y a umat Islam diserang oleh musuh, suatu melakukannya juga. Ali Imron, salah satu penafsiran yang tidak diikuti jihadis. Adapun napi jihadis Bom Bali 2, menerima medan yang digunakan semestinya tempat keputusan kelompok karena keputusan peperangan. Yang disayangkan adalah jamaah adalah keputusan mengikat yang jihadis menggunakan negara-negara yang tidak boleh dibantah oleh siapapun yang aman seperti Indonesia sebagai tempat menjadi anggota kelompok. Ia berkata: pengeboman. Di sinilah alasan para jihadis “Saya sejak semula tidak setuju jika cara itu dipermasalahkan. Dipermasalahkan pengeboman dipilih untuk melaksanakan karena mereka melakukan perlawanan tidak jihad. Secara pribadi, saya juga tidak setuju d i t e m p a t p e r t e m p u r a n ( m i s a l k a n jika Indonesia dianggap sebagai medan Afghanistan atau Irak). jihad termasuk memilih Bali sebagai target Alasan personal yang juga digunakan pengeboman. Tetapi itu kan pendapat

Sekapur Sirih

Ketika Nurani Jihadis Bicara

(4)

pribadi saya... Saya tidak bisa menolak itu sendiri. Ali Imron Jihadis Bom Bali 2, pandangan jamaah. Saya harus sami'na wa terkaget-kaget ternyata umat Islam yang jadi atho'na jika jamaah menginginkan hal korban. Seorang brimob berkata kepada Ali tersebut (Gazi Saloom, 2012). Imron bahwa ada 7 orang yang meninggal Berkolaborasinya alasan pribadi dan dunia akibat pengeboman yang dilakukan Ali pengaruh kelompok menjadikan mereka Imron cs. “Saya tersentak dengan melakukan tindakan kekerasan yang luar pernyataan tersebut... Betulkah kami biasa dahsyatnya, sesuatu yang sangat membela umat Islam?” (Gazi Saloom, dikutuk bukan saja oleh Barat tapi dipandang 2012).

sebagai pilihan yang salah oleh sebagian Ketika nurani bicara, maka jalan besar umat Islam. Pengeboman atau kekerasan ditinggalkan dan jalan kedamaian pembunuhan massal mereka lakukan dengan d i b e n t a n g k a n . R e a l i t a s e m p i r i s mengabaikan nurani mereka. menunjukkan nurani dapat mengubah jalan

Pertanyaan yang dapat diajukan, hidup seseorang. Penelitian Gazi Saloom apakah mereka menyesal dengan perilaku (2012) menunjukkan bahwa para jihadis yang mereka lakukan? Sebagian mereka menyesali apa yang mereka lakukan. Mereka tetap yakin apa yang dilakukan tetap berada meninggalkan jalan teror dan memilih dalam jalan jihad. Namun, sebagian dakwah sebagai jalan pengabdian kepada menyesal atas apa yang mereka lakukan yang Tuhan. Mereka ingin mendakwahkan ternyata merugikan umat yang mereka bela. kebanran dan jihad yang benar yang sesuai Mereka hendak membela umat Islam, namun dengan fiqih yang benar.

ternyata yang jadi korban adalah umat Islam

Demikian. Wallahu 'alam bi ash-shawab.

(5)

Abstract

This paper is a literature study on the roots of terrorism and alternative interventions that can be applied. The root of terrorism described in macro social standpoint, the system of government and politics, religion and ideology doctrination. Meanwhile, from the standpoint of the psychological explained about the special characters mediating the terrorist acts of aggressive behavior. The formation of social identity also participating whenever individual joined the terrorist organization. Intervention offered based on several literature findings. Jerrold (2005) focuses on preventing the entry of young people in a terrorist organization by the monitoring system of education, especially religious education. Rivera & Hancock (2003) mentions several psychological strategies in the fight against terrorism: the Anti-Terrorism, Counter-Terrorism, and Consequence Management. Woolf & Hulsizer (2005) offers a range of psychosocial model of primary prevention, secondary prevention and intervention.

Keywords: terrorism, terrorist, intervention

PENANGANAN TERORISME: PERSPEKTIF PSIKOLOGI

Rena Latifa

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Jakarta Email : rena.latifa@gmail.com

Terorisme adalah sebuah topik hangat refleksi dari ragam disfungsi sosial atau yang sedang marak diperbincangkan. tanda dari sebuah konflik yang sedang terjadi Banyak orang yang berpikir dan mengkaji pada sistem sosial. Beberapa penyebab yang tentang bagaimana cara menanggulanginya, memungkinkan adalah adanya kemiskinan, sebab meskipun orang-orang yang terlibat di rezim otoriter dan represif, atau tema-tema dalamnya sudah diberantas dan ditangkap latar budaya dan agama (Newman, 2006). namun masih saja muncul kembali dan Para teroris diketahui adalah individu-memakan banyak korban. Penjelasan tentang individu yang masuk ke dalam suatu terorisme biasanya bias oleh asumsi-asumsi kelompok organisasi yang tujuan awalnya politik dan prasangka sosial. Seringkali berusaha melakukan perubahan sosial terjadi terorisme dalam bentuk kekerasan (Kruglanski, 2003). Individu yang rentan politik seperti kerusuhan, demonstrasi, untuk dapat masuk dan bergabung dalam revolusi, bahkan bentuk-bentuk konflik organisasi teroris adalah individu yang militer lingkup internasional (Newman, merasa termarginalisasi (menjadi minoritas 2006). Dibutuhkan pemahaman yang di masyarakat) atau dipinggirkan karena komprehensif dari ragam pendekatan hidup dalam kondisi yang sulit, tidak stabil interdisipliner selain sudut pandang politik secara ekonomi, hak-haknya terpinggirkan, dan sosial, yakni perlunya memahami unsur suaranya tidak didengarkan oleh pemerintah sejarah, budaya, ekonomi, ideologi dan (Staub, 1989). Sebagai minoritas, mereka pemahaman terhadap ajaran suatu agama merasakan krisis yang dapat mengakibatkan tertentu. Tulisan ini akan membahas rendahnya harga diri, rasa takut yang besar, terorisme berdasarkan sudut pandang frustrasi dalam rangka pemenuhan makrososiologi, psikologi dan psikososial kebutuhan, identitas pribadi yang hilang, serta alternatif cara menanggulangi atau hingga meningkatkan prasangka kaum menghadapi serangan terorisme. minoritas terhadap mayoritas. Semakin besar B e r d a s a r s u d u t p a n d a n g kekurangan atau derita yang mereka alami, makrososiologi, terorisme adalah suatu semakin besar kebencian dan prasangka

(6)

yang berkembang. Hingga semakin mau membuat masyarakat menjadi fokus untuk bergabung bersama organisasi teroris memperhatikan tuntutan dan hal yang yang dapat mengembalikan harga dirinya, diinginkan oleh minoritas.

maka semakin tinggi rasa memiliki dan rasa Berikut adalah bentuk-bentuk ideologi aman. yang disebarkan di kalangan anggota Isu lain yang berkembang di dalam organisasi teroris, sehingga mereka dapat kelompok organisasi teroris ialah adanya dengan rela melakukan tindakan kekerasan keyakinan dan posisi politik atau isu-isu pada orang lain (De la Corte, 2006): (1) agama yang tidak diterima oleh kelompok Adanya keyakinan yang mendalam bahwa mayoritas di masyarakat. Menurut Allport mereka sah-sah saja bertindak agresi sebab (1954), peran agama dalam kehidupan nyata s u d a h t e r l a l u b a n y a k d a n s e r i n g sangatlah paradoks. Agama yang dijalankan ketidakadilan sosial dirasakan oleh oleh para penganutnya, selain mengajarkan kelompok mereka sebagai minoritas, (2) kebaikan juga mengajarkan kekerasan. Ada Perlakuan tidak adil (ekonomi, sosial, orang yang selalu berbuat kebaikan pada politik, budaya) yang pernah diterima semua orang, tetapi ada pula orang yang menyebabkan kebencian dan balas dendam melakukan kekerasan dan perang atas nama dapat dilakukan dan dianjurkan, (3) Jika agama. Pemeluk masing-masing agama pun telah berhasil memberi rasa takut di tengah memiliki potensi terciptanya dua sisi masyarakat, maka harga dirinya meningkat pandangan yang berbeda tentang agama, di dan tidak dipandang remeh lagi oleh orang-satu sisi menciptakan kebaikan di sisi lain orang yang telah memarginalisasikan menciptakan kejahatan. Mengamati adanya keberadaannya, (4) Kekerasan merupakan peran agama yang paradoks, Allport satu-satunya cara yang dianggap efektif menduga bahwa ada hubungan antara untuk mencapai tujuan, sebab dialog sudah prasangka dengan faktor keberagamaan pada tidak berfungsi. Pendekatan persuasif juga masing-masing pemeluk. Analisis yang bukanlah suatu hal yang dapat dipandang dan diteliti Allport telah membawanya pada tiga dipertimbangkan, (5) Ditumbuhkannya kesimpulan yang saling berhubungan. harapan yang tinggi bahwa tindak terorisme Pertama, persaudaraan dan kefanatikan akan membuat hidup di masa depan menjadi kerap saling tercampur dalam agama. lebih baik, tidak dipandang sebelah mata Banyak orang saleh penuh dengan rasa oleh masyarakat yang memarginalisasi, prasangka rasial tetapi banyak pula orang dihargai, dan dilibatkan dalam sistem politik saleh yang menganjurkan keadilan rasial. dan kemasyarakatan yang lebih luas. Lebih Kedua, orang yang rajin ke tempat ibadah jauh lagi, yang perlu diingat adalah bahwa ada yang bersikap toleran dan intoleran dalam penyebaran ideologi ini dibutuhkan terhadap agama lain. Ketiga, hubungan rencana yang strategis, dukungan logistik, antara agama dan prasangka tergantung pada penyandang dana, dan rekrutmen khusus. penghayatan agama yang dimiliki dalam Untuk mendapatkan sumber-sumber ini, hidup pribadi seseorang. anggota organisasi teroris berani melakukan I n d i v i d u - i n d i v i d u y a n g pencurian, penculikan, atau jenis bisnis legal mengembangkan prasangka dan menjadi dan ilegal lainnya.

fanatik ini kemudian menjadi kelompok S e m e n t a r a i t u p e n j e l a s a n minoritas. Minoritas kemudian melakukan psikologisnya ialah terdapatnya ciri persuasi terhadap kelompok mayoritas agar kepribadian 'perusak' dan 'sakit', emosional s u d u t p a n d a n g n y a d a p a t d i t e r i m a . tak stabil, inferioritas (rendah diri yang Dibutuhkan persuasi yang efektif dalam kompleks) dan motif balas dendam. mengkomunikasikan gagasan atau keinginan Individu-individu pelaku teroris diketahui minoritas ini. Menebarkan rasa takut dan k u r a n g m e m i l i k i k e m a m p u a n teror melalui kekerasan dan pembunuhan mengendalikan impuls agresi, tidak massal merupakan bentuk komunikasi yang memiliki empati pada orang-orang yang dianggap efektif oleh kaum minoritas ini menjadi korbannya, mental dan cara pikirnya (Kruglanski, 2003). Serangan teror ini sudah sangat dipengaruhi unsur dogmatis

(7)

atau ideologi tertentu (fanatik), serta cara para penyebar doktrin adalah orang-orang pandang yang utopis terhadap dunia di cerdas yang sudah terbiasa memanipulasi sekitarnya (De la Corte, 2006). Namun pikiran heuristic manusia. Sekali terbentuk demikian, belum diketahui secara jelas satu keyakinan tertentu, maka akan mudah apakah kepribadian atau karakter tersebut b a g i p e n y e b a r d o k t r i n u n t u k adalah karakter yang sudah menetap sejak memodifikasinya menjadi bentuk-bentuk kecil atau karakter tersebut dibentuk oleh pikiran yang disetujui oleh 'korban' yang pengalaman hidupnya hingga ia menjadi akhirnya bersedia bergabung dengan seorang teroris. kelompok organisasi teroris.

I n d i v i d u y a n g t u m b u h d a l a m Individu yang telah bergabung pada lingkungan penuh ide-ide radikal dapat suatu organisasi teroris biasanya berani menggiringnya untuk bergabung pada bertindak agresif karena dalam dirinya telah kelompok teroris yang biasanya memiliki ide terbentuk 'identitas kolektif'. Berikut dan nilai-nilai yang boleh dibilang mirip penjelasannya berdasarkan teori identitas (Sageman, 2004). Berdasarkan penelitian sosial (Taylor, 2003): (1) Terjadinya Sageman (2004) pada pelaku teroris al- d e p e r s o n a l i s a s i , y a k n i t e r o r i s Qaeda, diketahui bahwa interaksi kaum mempersepsikan diri mereka sebagai muda muslim dengan kaum jihadis dapat anggota yang saling mendukung dalam suatu membuatnya memiliki pemahaman jihad organisasi. 'Diri pribadi' menjadi hilang yang juga radikal. Hal lainnya ialah dilatari identitas dan perannya secara personal. Hal oleh pengalaman individu teroris dalam ini memotivasi mereka untuk mencapai menempuh pendidikan khusus Islam dan t u j u a n b e r s a m a . S a y a n g n y a , s a a t atau keterlibatannya pada aktivitas masjid depersonalisasi terjadi, individu jadi 'kurang yang mengembangkan ajaran-ajaran sadar-diri' (less self-awareness) dan radikalisme. Bentuk-bentuk indoktrinasinya menggiringnya untuk menjadi pribadi yang adalah berupa pembentukan mental yang kurang bertanggung jawab atas tiap memiliki komitmen tinggi terhadap tindakannya, dan mudah terprovokasi untuk organisasi dan mempersiapkan mereka untuk melakukan tindakan-tindakan agresi terlibat pada 'aktivitas kriminal' yang dapat (Festinger dkk., 1952), (2) Kohesi sosial, di membahayakan orang lain, namun ada mana identitas kolektif yang telah terbentuk keberanian yang sangat besar di dalamnya. tersebut membuat anggota organisasi dapat Penyebaran virus kebencian (hatred) yang saling mengembangkan hubungan sosial mengakibatkan dendam berkepanjangan yang positif sehingga meningkatkan rasa (hostile) pada rezim pemerintahan tertentu saling percaya, kelekatan dan kerjasama. juga dilakukan terhadap para anggotanya Apabila kohesivitas kelompok sudah sangat (Staub, 1989). Apabila sudah terbentuk solid, maka anggotanya akan senantiasa hatred dan hostile ini, maka para anggota sepakat terhadap perkataan pimpinan hingga organisasi teroris dapat berbuat apa saja mudah diperintah oleh pimpinannya. termasuk tindak agresivitas. Agresivitas Individu juga dapat mengabaikan logika dan adalah hal yang dianggap normatif dalam sudut pandang pribadinya (Janis, 1982), (3) memecahkan masalah menurut persepsi Konformitas dan kepatuhan. Semakin besar anggota organisasi teroris. Kultur agresi ini identifikasi dirinya terhadap organisasi, berkembang menjadi suatu bentuk semakin besar pula identifikasi individu penghancuran fasilitas publik, pembunuhan terhadap norma-norma yang dianut oleh massal melalui bom dan sejenisnya (Staub, organisasi. Untuk kemudian, mereka akan 1989). berani untuk melakukan hal apa saja yang Tipe individu yang dapat terdoktrinasi dianggap benar oleh pimpinannya. Peran adalah individu yang cara pikirnya heuristic pemimpin di sini sangat menentukan. Tanpa dalam mempersepsikan dunia (Ward & pemimpin yang powerful, kharismatik, rasa Jenkins, 1965). Heuristic adalah cara pikir percaya diri tinggi dan cerdas, anggota seseorang tanpa analisa mendalam dan hanya organisasi tidak akan berani mengambil 'berpikir di permukaan' saja. Sementara itu, tindakan. Terhadap pimpinannya, mereka Penanganan Terorisme: Perspektif Psikologi

(8)

akan bersikap rela berkorban, tidak individu pada organisasi teroris. Tutup mementingkan diri sendiri, dan merasa informasi tentang keberadaan organisasi heroik jika berhasil mengorbankan dirinya teroris, libatkan masyarakat setempat untuk (Post, 2005). Seorang pemimpin adalah memiliki kesadaran melapor pada polisi individu yang memiliki kemampuan terhadap aktivitas-aktivitas kelompok m e m a n i p u l a s i c a r a p i k i r a n g g o t a minoritas yang dianggap mencurigakan, (3) organisasinya, punya pengaruh dan dapat Fasilitasi kemungkinan keluarnya satu berelasi dengan ragam orang (Woolf & anggota organisasi teroris dari organisasinya. Hulsizer, 2005), (4) Sudut pandang bipolar. Misal, pada pelaku teror yang berhasil Jika individu yang sudah tergabung pada ditangkap polisi, dapat diberikan amnesti organisasi ekstrimis tersebut sudah terlalu dari hukuman dengan syarat keluar dari menjiwai keberadaan organisasinya, maka organisasi tersebut. Persepsinya terhadap dapat menggiringnya untuk senantiasa pemerintah dapat berubah menjadi positif, berprasangka negatif pada orang-orang yang saat diberlakukan amnesti. Namun demikian, berada di luar organisasinya. Dunianya harus tetap dipantau kehidupannya pasca terbagi menjadi 'kami' dan 'mereka'. Tajfel amnesti, (4) Kurangi dukungan terhadap dan Turner (1986) menyebutnya sebagai para pemimpin organisasi radikal teroris dan identitas 'in-groups' dan 'out-groups'. 'In- terhadap organisasinya. Tujuannya adalah group' atau identitas sebagai 'kami', untuk mengalienasi atau mengucilkan membuat harga diri anggota organisasi organisasi sehingga tidak mendapatkan menjadi terangkat karena menjadi bagian fasilitas dari pemerintah hingga memutus dari anggota kelompok yang 'disegani' atau penyaluran dana organisasi. Akibatnya, 'ditakuti' masyarakat. Menyandang 'identitas anggota organisasinya menjadi sengsara dan s o s i a l ' y a n g b e r g e n g s i i n i d a p a t ada kemungkinan untuk meninggalkan menumbuhkan harga diri anggota organisasi. organisasinya.

Sementara itu, identitas 'out-group' membuat Sementara itu, berdasarkan penelitian anggota organisasi mengembangkan Rivera dan Hancock (2003) disebutkan prasangka, diskriminasi dan kekerasan pada beberapa strategi psikologis dalam komunitas yang berada di luarnya atau yang memerangi terorisme. Pertama: Anti-disebut sebagai 'mereka'. Terrorism. Pihak-pihak yang berkewajiban

Jika tujuan dari gerakan terorisme melindungi masyarakat dari gerakan teroris adalah membentuk teror di masyarakat, hendaknya dapat lebih mempelajari gerakan-maka harus dibuat program yang dapat gerakan terorisme dan kelemahan-memperlemah gerakan terorisme dan kelemahannya. Apa saja infrastruktur yang mempromosikan 'masyarakat sadar dan digunakan, bentuk-bentuk modus tindakan, kebal teroris'. Tiap fase dari daur hidup serta target operasional kaum teroris, teroris adalah fokus yang potensial dalam sehingga destruktivitas massal dapat penanganan terorisme ini. Berikut beberapa diantisipasi, dikurangi bahkan dihambat hal yang dapat dilakukan (Jerrold, 2005): (1) kejadiannya. Di sisi lain, harus ditingkatkan Memutus akar teroris harus sejak dini, di infrastruktur yang menjamin rasa aman mana rekrutmen anggota organisasi mulai masyarakat. Perlu pula diberikan reward terjadi. Waspadai tumbuh kembang kaum pada anggota masyarakat yang melaporkan muda untuk tidak terlibat pada organisasi kelompok yang diduga teroris, dan anggota ekstrim, sebab sejak usia muda penanaman masyarakat yang melaporkan adanya kebencian dan dendam dapat dengan mudah infrastruktur yang membahayakan dan mengakar hingga akhirnya membentuk mengancam keselamatan orang banyak pribadi teroris. Pemerintah sebaiknya (seperti bangunan gedung yang tampak memantau bentuk-bentuk pendidikan agama 'rapuh', atau tidak adanya CCTV (Closed-yang ada, memantau kurikulumnya dan circuit Television) pada suatu gedung yang melakukan pengawasan secara ketat dianggap berpotensial menjadi sasaran terhadap ajaran yang disampaikan, (2) teroris, tidak adanya sistem keamanan yang Menghambat kemungkinan masuknya satu ketat menggunakan baggage screening di

(9)

bandara-bandara atau hotel). post-traumatic dan treatment psikologis Kedua: Counter-Terrorism. Upaya dalam menghadapi situasi krisis.

yang dilakukan adalah meningkatkan Wo o l f d a n H u l s i z e r ( 2 0 0 5 ) kesadaran masyarakat akan keberadaan dan menawarkan model psikososial yang bahaya terorisme serta kemampuan deteksi berkisar pada prevensi primer, prevensi dini terhadap kelompok-kelompok yang sekunder dan intervensi. Model yang diduga dapat menjadi pelaku teror. Tiap pertama adalah prevensi primer. Dalam aktivitas terorisme dilakukan melalui rangka menjembatani adanya jurang tahapan perencanaan, persiapan, eksekusi prasangka yang dalam antara pelaku teror dan melarikan diri secara terorganisir dan dan masyarakat yang menjadi korban, matang. Karenanya, penting mengedukasi penting dikembangkan hubungan yang masyarakat untuk 'sadar' dan 'waspada' pada p o s i t i f a n t a r d u a k e l o m p o k y a n g tiap detil ragam aktivitas organisasi teroris. b e r s e b r a n g a n i n i . B a g i p e l a k u Misal, masyarakat dapat melaporkan pola disosialisasikan kerugian dan derita yang aktivitas tertentu yang dianggap tidak biasa dialami para korban teror, sementara itu bagi (contoh: pembelian barang-barang tertentu masyarakat disosialisasikan etiologi atau –bubuk kimia bahan dasar bom- dalam akar terjadinya teroris. Pemerintah juga jumlah banyak) atau masyarakat dapat dapat mendukung keadilan sosial yang m e l a p o r k a n a d a n y a o b j e k y a n g merata bagi masyarakatnya, sehingga tidak mencurigakan seperti bungkusan paket atau ada kelompok masyarakat yang merasa barang yang tergeletak tanpa tuan di suatu m i n o r i t a s d a n t e r m a rg i n a l i s a s i k a n . tempat. Kegiatan menghalau terorisme ini Pemerintah menjamin hak politik dan perlu didukung oleh pemerintah dalam partisipasi politik supaya tidak ada pihak bentuk identifikasi kemampuan dan yang merasa hak-haknya dikebiri. Begitu kelemahan apa saja yang sudah ada pada pula dalam partisipasi politik misalnya, masyarakat dalam menyadari keberadaan keterbukaan atas hak-hak suara rakyat, baik teroris. Selain itu juga harus diidentifikasi mayoritas maupun minoritas dapat dihargai. kondisi seperti apa saja yang dapat membuat Dalam kehidupan berpolitik, sikap toleran kesadaran masyarakat akan terorisme adalah sumber interaksi yang paling utama menjadi melemah atau menjadi tidak peduli dalam kehidupan masyarakat yang plural dan pada terorisme. Pemerintah juga sebaiknya demokratis. Hal yang dibutuhkan dalam memfasilitasi peningkatan kemampuan toleransi politik terwujud dalam sikap deteksi dini terorisme pada masyarakat: masyarakat yang demokratis dan adanya rasa tingkatkan kemampuan atensi, fokus dalam aman. Seluruh suara dan hak-hak warga mendeteksi suatu sinyal teroris, serta negara ditampung oleh negara tanpa ada kemampuan mengambil keputusan cepat diskriminasi status. Sebaliknya, bentuk u n t u k m e l a p o r k a n s u a t u k e j a d i a n diskriminasi status menandakan masih mencurigakan pada pihak polisi. adanya sikap politik yang intoleran. Robert Ketiga: Consequence Management: Dahl (1971) mensyaratkan delapan jaminan Menjadi korban teroris konsekuensinya institusional yang diperlukan untuk adalah antara hidup dan mati, maka dari itu demokrasi. Delapan jaminan institusional itu dibutuhkan peningkatan kemampuan dalam adalah (1) kebebasan untuk membentuk dan mengelola konsekuensi tersebut. Masyarakat mengikuti organisasi, (2) kebebasan sebaiknya dilatih kemampuan dalam hal berekspresi, (3) hak memberikan suara, (4) melarikan diri dan proses evakuasi korban eligibilitas untuk menduduki jabatan publik, teroris, ditingkatkan resiliensinya (daya (5) hak para pemimpin politik untuk tahan terhadap stress akibat paparan berita berkompetisi secara sehat merebut dukungan terorisme) dan diajarkan bagaimana caranya dan suara, (6) tersedianya sumber-sumber memperlakukan korban terorisme secara informasi alternatif, (7) pemilu yang bebas efektif. Dapat diberlakukan stress exposure dan adil, dan (8) institusi-institusi yang training dalam mengelola rasa takut akan tersedia untuk menjadikan kebijakan tindakan terorisme, serta dapat diberikan pemerintah tergantung pada suara-suara Penanganan Terorisme: Perspektif Psikologi

(10)

(pemilih, rakyat) dan ekspresi pilihan korban teroris.

(politik) lainnya. Selain itu fokus juga ditujukan untuk Penting pula menanamkan sistem meminimalisasi jumlah pelaku teror. edukasi berbasis 'peace education' (Staub, Tekanan politik yang ekstrem dapat 1989), di mana diajarkan ketrampilan dilakukan terhadap para pelaku teror. Dapat pemecahan masalah tanpa kekerasan (non- diberlakukan boikot dan sanksi yang berat violent conflict resolution skill). Pada siswa terhadap pelaku, bahkan jika dibutuhkan sekolah dan mahasiswa harus diajarkan dapat digunakan intervensi dari pihak militer ragam jenis resolusi konflik atau cara demi mencegah kerusakan yang lebih jauh. pemecahan masalah yang beragam, serta Upaya untuk mengurangi jumlah ketrampilan berpikir kritis dalam rangka tindakan teroris membutuhkan diplomasi menghindari kemungkinan terjadinya dan komunikasi yang simultan dan kepatuhan yang membabi buta (blind terorganisasi. Untuk mengubah budaya obedience). Pada remaja dan anak-anak juga kebencian dan kekerasan para anggota harus ditanamkan nilai-nilai toleransi, teroris ini mungkin akan memakan waktu m e n g a p r e s i a s i k e m a j e m u k a n d a n dalam hitungan dekade. Selain itu, penting meminimalisasi prasangka atau kebencian pula untuk memelihara pedoman moral pada golongan tertentu di masyarakat. dalam penegakan hukum, good governance Kehidupan bertoleransi adalah suatu kondisi dan keadilan sosial. Perjuangan melawan masyarakat yang menghargai adanya teroris bukan hanya menjadi tanggung jawab perbedaan. Hadirnya sikap toleran berarti pemerintah atau pihak militer saja, menyadari bahwa manusia tidak hidup melainkan perlu keterlibatan seluruh sendiri (Moscovici & Doise, 1994) masyarakat dan kerjasama antar disiplin melainkan berdampingan bersama orang ilmu. Intervensi berbasis komunitas perlu lain. Sikap toleran dapat menciptakan digalakkan dan dipelihara.

kehidupan yang damai dan tentram,

sedangkan sikap intoleran hanya akan DAFTAR PUSTAKA

menciptakan kehidupan yang penuh

kebencian dan konflik. Allport, G. W. (1954). The Nature of Model yang kedua adalah prevensi Prejudice. Boston: The Beacon sekunder. Saat di masyarakat sedang terjadi Press.

krisis (ekonomi, politik atau krisis

lingkungan hidup), tiap-tiap anggota Dahl, R. (1971). Polirchy. New Haven: Yale masyarakat harus dapat bersikap responsif University Press.

atas kebutuhan anggota masyarakat lainnya,

dalam arti saling membantu satu sama lain. De la Corte, L. (2007). Explaining Media dan sistem informasi dapat digunakan Te r r o r i s m : A P s y c h o s o c i a l masyarakat untuk menghalau informasi A p p r o a c h . P e r s p e c t i v e s o n terkait propaganda yang sedang dilakukan Terrorism. Journal of The Terrorism oleh kelompok tertentu. Research Initiative. 1 (2), 78-90.

Model yang ketiga adalah intervensi.

Fokus intervensi adalah seputar penurunan Festinger, L. (1952). Some Consequences of jumlah masyarakat yang menjadi korban Deindividuation in a Group. Journal terorisme, sebab trauma yang dialami para of Abnormal and Social Psychology, korban dapat menjadi kontribusi bagi 47, 382-389.

berkembangnya tindak kekerasan di masa

depan dan bukan tidak mungkin jika mereka Janis, I.L. (1982). Groupthink. Boston: yang menjadi korban di saat ini dapat Houghton Mifflin.

menjadi pelaku teror di masa depan. Para

k o r b a n d a p a t d i f a s i l i t a s i d e n g a n Koltko-Rivera, M.E. & Hancock, P.A. menyediakan forum untuk mencurahkan (2003). Psychological Strategies for perasaan dan rasa sakitnya akibat menjadi the Defence Against Terrorism.

(11)

Paper presented at the RTO SCI Sageman, M. (2004). Understanding Symposium on “Systems, Concepts Terrorist Networks. Pennsylvania: and Integration (SCI) Methods and University of Pennsylvania Press. Technologies for Defence Against

Terrorism,” held in London, United Staub, E. (1989). The Roots of Evil: The Kingdom, 25-27 October 2004, and Origins of Genocide and Other published in RTO-MP-SCI-158. G ro u p Vi o l e n c e . N e w Yo r k :

Cambridge University Press. Kruglanski, A. W. & Webster, D. M. (1991).

Group member's reactions to opinion Tajfel, H. & Turner, J. (1986). The Social deviates and conformists at varying Identity Theory of Intergroup degrees of proximity to decision Behavior. Chicago: Nelson-Hall. deadline dan of environmental noise.

Journal of Personality dan Social Taylor, D. M. & Louis, W. (2003). Terrorism Psychology, 61 (2), 212-225. and The Quest for Identity. W a s h i n g t o n : A m e r i c a n Moscovici, S., & Doise, W. (1994). Social Psychological Association.

Influence and Conformity. London:

Sage publicataion Ward & Jenkins. (1965). The Display of Information and The Judgement of Newman, E. (2006). Exploring the 'root Contingency. Canadian Journal of

causes' of terrorism. Studies in Psychology, 19, 231-241. Conflict and Terrorism, 29, 49-772.

Woolf, L.M & Hulsizer, M.R. (2005). Post, J. (2005). The Psychological and Psychosocial Roots of Genocide: Behavioral Bases of Terrorism: Risk, Prevention, and Intervention. Individual, Group and Collective Journal of Genocide Research, 7,

Contributions. 101-128.

(12)
(13)

Ketika berupaya merealisasikan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Hal itu perannya dalam lingkungan sosial, manusia akan membentuk konsep diri dan mendasari menggunakan pola yang berbeda-beda. bagaimana ia akan memandang dunianya. Berne (1961) mengungkapkan bahwa Tentunya pola tersebut juga dapat individu menampilkan diri dalam situasi muncul ketika ia berada dalam situasi relasi interpersonal dengan kecenderungan ke suami-isteri. Konsep diri dan cara salah satu dari tiga pola ini, yaitu diri sebagai memandang dunia yang tertampilkan dalam orang tua (parent), orang dewasa (adult), dan peran orang tua, orang dewasa, dan kanak-kanak-kanak (child). Ada yang pernah kanak akan mewarnai corak relasi yang menyebut anggota DPR sebagai seperti terbangun, sehingga secara terintegrasi, Taman Kanak-Kanak karena keinginan resultan dari pola-pola tersebut akan sesaatnya yang minta segera dipenuhi. membentuk kondisi bersama yang nantinya Ketika anak-anak berperilaku layaknya akan dapat dinilai bahagia. Sebaliknya bisa orang yang lebih tua dari usianya (cerewet saja relasi mereka penuh konflik dan dan penuh tuntutan misalnya), orang-orang persaingan, sehingga mempengaruhi pun menyebutnya sebagai 'seperti nenek'. kesejahteraan rumah tangga dan keluarga Hal tersebut merupakan cerminan bahwa yang mestinya dibina ke arah situasi dan manusia cenderung berperan sebagai suatu kondisi yang konstruktif.

entitas yang --disadari atau tidak-- ia Tulisan ini akan memuat contoh tampilkan dalam situasi sosial dan menjadi tentang bagaimana ketiga peran yang ada di cara yang akhirnya terpola dengan dalam diri ber'transaksi' melalui relasi diadic sendirinya ketika ia berhadapan dengan suami-isteri dan dinamika masalah yang situasi sosial. Lain situasinya memang bisa mungkin muncul di antara keduanya. lain pula tampilan perannya, namun paling Tulisan ini juga diharapkan dapat tidak secara mendasar tampilan peran memunculkan rencana tindakan yang terarah tersebut merupakan sesuatu yang khas/unik, dan konstruktif. Selanjutnya, masalah yang

Abstract

Transactional analysis concept is firstly introduced by Eric Berne at 60's. the books “Games People Play” and “Transactional Analysis in Psychotherapy” written by Berne, and also “I'm OK You're OK” written by Thomas Harris explain those concept obviously. Transactional analysis concept could be applied in marriage therapy. Recognition about spouse's ego state could be the early step to fix up the marriage relationship. Husband or wife could figure out the transactional situation in their relationship, whether they would like to make use of their ego state as parent, adult, or child. The relation between therapist and client, so does relation between spouses, are also the significant factor in marriage therapy. Hopefully, in-depth understanding about relationship concept in transactional analysis perspective would increase both the therapy effectiveness and the position of the clients & therapist. Example of this concept in a marriage therapy is intended to increase the understanding about how to operationalize this concept into the therapy.

Keywords: transactional analysis, parent-adult-child ego state, existential position

PENERAPAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DALAM TERAPI

PERKAWINAN BERDASARKAN PENGALAMAN PRAKTEK

Ahmad Gimmy Prathama Siswadi

Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Bandung Email: ahmad_gimmy@yahoo.com

(14)

muncul dari pilihan peran masing-masing hidup. Pemahaman akan peran yang dalam relasi suami-isteri akan dapat dipelajari secara sadar maupun tidak, pada diarahkan pada pilihan peran yang lebih baik akhirnya membentuk manusia sehingga ia dan lebih maslahat bagi kebaikan rumah akan memilih pola status ego tertentu ketika tangga itu sendiri. Ternyata, perubahan pola berada dalam situasi relasi. Evaluasi yang peran bukan sesuatu yang mudah, perlu terus menerus akan kehidupan yang terjadi banyak pengorbanan yang berupa perubahan dan interaksi dengan berbagai pribadi yang cara pandang dan bahkan kesediaan untuk signifikan akan menghasilkan suatu menunda desakan eksistensi diri agar dapat 'existential positions' tertentu dari individu. 'lebur' ke dalam relasi yang lebih baik, Manusia yang dibesarkan dalam kehangatan komplementer, dan seimbang. Tanpa dan saling percaya akan menumbuhkan kesediaan tersebut, keselarasan relasi suami posisi eksistensial 'I'm OK, You're OK' dalam isteri yang harmonis akan lebih sulit kehidupannya. Ia dapat melihat sisi baik dari terwujud. orang-orang yang signifikan dan hidup konstruktif bersama-sama dengan orang lain

ANALISIS TRANSAKSIONAL DARI membentuk transaksi yang komplementer

BERNE antara satu dengan yang lainnya. Manusia R e l a s i a n t a r m a n u s i a d a p a t yang hidup dengan ancaman dan penuh digambarkan dalam bentuk komunikasi tekanan akan melihat lingkungannya sebagai antara pilihan-pilihan peran yang mungkin lingkungan yang 'merusak' sehingga muncul dilakukan manusia tersebut. Peran orang tua, posisi eksistensi yang 'I'm OK, you're not orang dewasa dan kanak-kanak dipilih, dan OK'.

ditanggapi oleh 'pasangan' dengan corak Akibat lanjutan yang sering muncul pilihan peran yang tertentu pula, sehingga adalah menyalahkan orang lain dan bersikap membentuk suatu relasi yang terintegrasi agresif terhadap lingkungan. Sementara itu dan unik. Setiap peran sebetulnya memiliki kehidupan yang membentuk manusia valensi positif dan negatifnya sendiri- sebagai orang yang tanpa makna, diabaikan, sendiri. Pilihan peran sebagai orang tua, selalu direndahkan dan akhirnya merasa tidak selamanya buruk. Begitu pula pilihan tidak berdaya, akan menempatkan dirinya sebagai kanak-kanak. Orang yang sesekali pada posisi eksistensi 'I'm not OK, You're 'bermain' seperti kanak-kanak, dalam situasi OK'. Akibatnya, manusia cenderung yang tepat dan kondisi yang mendukung, menyalahkan diri dan menghukum diri bisa menjadi orang sehat yang bahagia dan secara tidak proporsional. Sementara itu, sejahtera. Peran sebagai orang tua yang kondisi yang serba salah dan mengarah pada melindungi dan mendukung, juga dapat keterpurukan akan membentuk posisi menjadi pilihan yang tepat dalam situasi eksistensi 'I'm not OK, You're not OK', tidak yang memang mendukung untuk itu. ada yang 'OK' baik diri maupun orang lain, Namun, terkait dengan ego yang dimiliki semuanya buruk! Inilah kondisi terburuk seseorang, pilihan peran orang tua bisa yang akan membawa relasi yang terjadi bergerak ke arah kutub otoriter, dan pilihan mengarah pada keputusasaan, apatis, tanpa sebagai kanak-kanak dapat bergerak ke arah arah dan tiada usaha untuk berubah. anak bebas, yang mau 'seenaknya' sendiri, Kondisi-kondisi ini tampaknya bukan sehingga butuh penyeimbang, yakni merupakan hal yang statis.

kemampuan untuk berperan sebagai orang Dalam berbagai contoh kasus, dewasa yang rasional, empirik/faktual, dan Solomon (2003) memberikan contoh tentang bertanggung jawab. degradasi yang mungkin terjadi sebagai Berne (1961) menyebut pola transaksi dinamika posisi eksistensial yang dipilih yang sudah terbentuk pada individu itu oleh seseorang dalam penempatan perannya sebagai 'ego state' (status ego). Status Ego di lingkungan sosial. Seseorang yang terjadi silih berganti sebagai hasil transaksi tadinya cantik, percaya diri, sangat yakin manusia dengan lingkungan, melalui dengan masa depannya, karena pengalaman skenario kehidupan yang terjadi sepanjang hidup yang ternyata pahit dan membuat

(15)

dirinya tidak pernah merasa cukup baik berbagai disiplin ilmu seperti sosiologi, (karena prestasi dan kecantikan yang politik, sejarah, sosial antropologi, dimiliki selalu harus lebih dan lebih lagi dari pendidikan dan psikoanalisis. Studi kasus yang ia capai), akhirnya tenggelam dalam dapat menggunakan metode penelitian keputusasaan dan menyalahkan diri sendiri. kualitatif dan kuantitatif, sehingga studi Pengalaman hidup tidak memberinya hal kasus dapat mengidentifikasi dan menelaah yang terbaik, sehingga ia larut dalam situasi suatu permasalahan secara lebih eksploratif, putus asa, ketika usia dan kesempatannya komprehensif, dan terarah (Wilig, 2008). sebetulnya masih punya peluang untuk Studi kasus memfasilitasi pemunculan suatu berubah. teori. Eksplorasi rinci tentang kasus tertentu Dengan demikian, pola relasi manusia dapat menghasilkan kesimpulan dan temuan dengan orang-orang yang signifikan seperti dalam proses sosial atau psikologis, yang orang tua, anak, dan pasangan, dapat pada gilirannya dapat menimbulkan mengarah pada dinamika posisi eksistensi formulasi teoritis dan hipotesis. Studi yang sebenarnya tidak selalu statis. psikoanalisis Freud merupakan contoh yang Dinamikanya dapat terjadi karena pemilihan jelas tentang hubungan antara studi kasus ego state masing-masing dan hasilnya bagi dan pengembangan teori. Hamel (Wilig, relasi tersebut secara interaktif. Kondisi 2008) menyatakan bahwa studi kasus juga yang terus menerus dapat memberikan dapat digunakan untuk menguji teori yang simpulan-simpulan atau evaluasi tertentu ada atau untuk mengklarifikasi atau yang akhirnya sampai pada suatu pola relasi memperpanjang teori-teori seperti itu, antar ego yang komplemen atau bersilangan misalnya dengan melihat kasus menyimpang (cross). Ketika persilangan antar kutub atau ekstrim secara mendalam sesuai dengan negatif terjadi, penurunan kualitas relasi dan teori tertentu yang ingin lebih kita fahami. posisi eksistensi akan menurun sampai Dalam artikel ini, metode studi kasus tingkat yang paling tidak konstruktif, dan diterapkan untuk mengerti secara lebih dapat berujung pada hancurnya integrasi mendalam dinamika dan proses terapi yang relasi yang tadinya terbina baik. terjadi pada klien dengan pendekatan transactional analysis dari Berne dan

METODE : STUDI KASUS kolega-koleganya. Tahapan dan proses Meski sering dianggap bukan terapi akan dijelaskan terkait dengan sepenuhnya metode riset, studi kasus lebih pendekatan tersebut, sambil ditelaah menitikberatkan pada penelaahan kasus yang bagaimana efek yang terjadi dan faktor sangat terbatas dengan pembahasan p e n d u k u n g a t a u p e n g g a n g g u y a n g m e n d a l a m b e r d a s a r k a n k e r a n g k a mempengaruhi keberhasilan proses terapi berfikir/pendekatan tertentu. Telaahan atau yang tengah berlangsung. Dengan penelitiannya sendiri tidak selalu dicirikan demikian, berdasarkan tahapan-tahapan dengan pengambilan data yang rumit dan terapi yang meliputi asesmen, rancangan bervariasi, tapi lebih fokus pada siapa atau terapi, proses terapi, dan evaluasi akan apa sebenarnya yang dimaksud kasus yang dibahas secara mendalam, lalu kemudian menjadi bahan analisis dalam studi kita itu disimpulkan secara sistematis. Berdasarkan (Wilig, 2008). Kasus yang ditelaah bisa saja hal tersebut dapat direkomendasikan apakah berupa individu/pasien/klien, pasangan, yang dapat diimplementasikan sebagai hasil organisasi, kota, komunitas, sekolah, atau dari telaah kasus ini untuk penelitian lanjutan bahkan bangsa atau kerajaan. Bromley dan aplikasi pada kasus-kasus yang sejenis. (Wilig, 2008) menggambarkan kasus sebagai

'kejadian alami dengan batas-batas KASUS : PASANGAN Y DAN X

ditentukan'. Studi kasus melibatkan Kasus yang akan diketengahkan eksplorasi yang terarah, mendalam, intensif, sebagai subjek telaahan dalam artikel ini dan tajam. Dalam pengembangan ilmu, adalah kasus pasangan suami isteri Y dan X studi kasus memiliki sejarah panjang dan yang ketika datang ke terapis berusia 25 dan beragam. Studi kasus telah digunakan dalam 26 tahun. Suami akan menjalani pendidikan Penerapan Analisis Transaksional Dalam Terapi Perkawinan Berdasarkan Pengalaman Praktek

(16)

akhir di perguruan tinggi, sementara isteri yang dilakukan pada kedua pasangan, status dropped out dari suatu lembaga pendidikan ego yang banyak diperankan keduanya tinggi. Mereka memiliki anak usia 6 tahun adalah status ego kanak-kanak. Keinginan dan tinggal di rumah milik orang tua suami yang mendahului kebutuhan dan pemenuhan dengan biaya hidup yang masih ditanggung kepuasan sesaat lebih mendominasi gaya orang tua suami juga. Dari sisi ekonomi hidup mereka, sehingga mereka terjebak sebetulnya kehidupan mereka tergolong dalam penggunaan uang yang kurang cukup, namun kekurangmampuan dalam terencana dan tidak produktif. Dalam mengelola keuangan rumah tangga dan pembicaraan dengan terapis, sangat jarang kondisi sulit yang dialami keluarga besar sekali, bahkan dapat dikatakan tidak pernah, isteri membuat kehidupan ekonomi mereka mereka menceritakan tentang anak mereka. belum bisa sampai pada kondisi yang mantap P e m b i c a r a a n l e b i h t e r p u s a t p a d a dan stabil. Prioritas keuangan yang mestinya kepentingan ego dan eksistensi masing-dikeluarkan untuk hal yang lebih produktif, masing, sehingga pola relasi mereka tampak bisa dikalahkan dengan keinginan sesaat berada pada posisi eksistensi 'I'm OK You're yang sifatnya konsumtif, sehingga mereka not OK' dengan status ego sebagai child. juga menghadapi tagihan kartu kredit yang Kadang terjadi relasi menyilang di mana nilainya cukup signifikan. yang satu berperan sebagai orang tua dan Kondisi keuangan yang kurang yang lain sebagai anak, namun peran orang dikelola dengan baik merupakan pemicu tua yang dipilih adalah orang tua yang aktual yang membuat pasangan ini sering otoriter, sementara peran kanak-kanak yang bertengkar. Kalaupun ada upaya untuk dipilih adalah yang bebas-negatif atau mengelola usaha seperti yang dilakukan pemberontak, sehingga relasi yang isteri, usaha tersebut seringkali gagal dan komplementer tidak terjadi.

malah membuat kehidupan ekonomi mereka Usaha untuk meletakkan posisi menjadi makin sulit. Oleh karena itu timbul permasalahan keluarga atau rumah tangga eskalasi kekerasan, terutama yang dilakukan secara rasional dan objektif juga menemui oleh Y. Mulai dari menyakiti diri sendiri, kegagalan. Isteri sering merasa bahwa ia merusak barang, mengancam, sampai perlu 'mengimbangi' apa yang nantinya memukul isteri, 'mencengkram' anak, dan 'akan' dicapai suami dengan status sarjana. bahkan mengurung anak dalam lemari. Ia ingin menjadi seorang isteri yang bisa Mulanya isteri berani mendebat dan berusaha/mandiri, namun usaha untuk meladeni omongan-omongan keras yang berwiraswasta dan menuntut ilmu di bidang diungkapkan suami, namun ketika sudah tersebut mengalami kegagalan. Ia tidak mulai dengan perusakan barang dan ingin menjadi isteri 'biasa' atau ibu rumah bertindak keras terhadap anak, isteri tangga saja, karena merasa banyak mencoba mengurangi perlawanannya. kebutuhan ekonomi yang tidak dapat Namun ketika secara tidak sengaja Y dipenuhi suami (karena mereka sebetulnya melempar pisau dan X merasa hal itu sama-sama konsumtif). Akan tetapi, karena diarahkan pada dia (suami tidak pernah kemampuan mengelola usaha dan keuangan benar-benar memukul isteri, dan tidak yang tidak memadai, semua usaha tersebut m e n g a n i a y a s e c a r a l a n g s u n g ) , X cenderung gagal.

mengancam untuk pergi dari rumah dan K o n d i s i t e r s e b u t m e m b u a t pulang ke rumah orang tuanya. Hal ini tidak kemungkinan degradasi dari 'I'm OK' dari X disetujui Y, karena ia memerlukan X untuk ke posisi eksistensi 'I'm not OK' menjadi memenuhi kebutuhan relasi suami isteri, dan besar. Sangat sulit bagi X untuk memahami menilai X masih cukup baik dan akrab secara objektif bahwa penentuan prioritas dengan anaknya. rumah tangga sekarang ini mestinya lebih p e n t i n g d a r i p a d a u s a h a u n t u k

ASESMEN mempertahankan kondisi 'I'm OK' yang tidak Berdasarkan pola relasi, penelusuran realistis dan kurang berdasarkan 'studi riwayat hidup serta pemeriksaan psikologi kelayakan' yang baik. Akibatnya, sampai

(17)

dengan 2 (dua) sesi terapi yang dilakukan, nantinya secara bertahap mengarah pada kondisi keuangan mereka tidak kunjung 'kemapanan'. Y tampaknya memiliki membaik dan malah perlu support lebih kesempatan lebih besar untuk 'mapan' banyak dari pihak keluarga Y. terlebih dahulu karena berbagai peluang Secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimilikinya saat ini (sebagai calon kondisi rumah tangga Y dan X berakar pada sarjana, mampu secara intelektual dan masalah konflik relasi dan pengelolaan mendapat dukungan ekonomi untuk itu). keuangan yang bersumber dari pola status Prioritas kedua adalah kesehatan ego kanak-kanak yang merupakan tampilan mental anak. Anak perlu mendapat peran mereka dalam menjalin relasi suami bimbingan yang konsisten dari ibu dan ayah, isteri. Dinamika pemilihan peran yang lain dan X memegang peranan penting di sini, tidak pernah sampai pada status ego yang karena X cukup dekat sebenarnya dengan dewasa. Kalaupun dipilih status ego orang anak, dan mampu mengasuh anak secara tua, kecenderungannya menjadi otoriter cukup baik.

melawan kanak-kanak yang pemberontak

atau cenderung pemberontak, sehingga PROSES TERAPI

posisi eksistensi 'I'm OK, You're not OK' Proses terapi sebenarnya sudah sampai yang menurut Harris (1964) diwarnai pada kesepakatan tentang rencana-rencana kemarahan, tampak lebih terbentuk yang telah dibicarakan dalam rancangan dibandingkan dengan posisi eksistensi yang terapi. Namun, di tengah pertemuan-lain. pertemuan yang baru terjadi 5 kali dalam

kurun waktu 6 bulan - termasuk 2 (dua) kali

RANCANGAN TERAPI pemeriksaan psikologi (pertemuan jarang Status ego yang berada pada taraf dilakukan karena suami sudah mulai masuk kanak-kanak dalam jangka panjang perlu dalam kegiatannya sebagai calon sarjana) diubah menjadi status ego yang dewasa. terdapat peluang bagi isteri untuk mencoba Sebagai peralihan atau transisi, status ego melakukan usaha 'event organizer' yang orang tua dan kanak-kanak yang kadang ternyata gagal dan malah membuat utang muncul perlu diarahkan agar menjadi status mereka membesar kembali. Padahal, ego yang positif, bukan yang negatif. eskalasi kekerasan sebenarnya sudah tidak Namun, mengingat adanya kondisi aktual, terjadi, dan mereka sudah mulai mencicil yakni pengelolaan keuangan dan utang hutang yang ada dengan aset yang mereka kepada pihak lain yang mendesak, miliki sebagai pasangan. Ternyata, X tidak keterampilam dalam mengelola keuangan ini begitu nyaman dengan posisinya saat ini juga perlu diberikan pada mereka. Modal dalam peran yang ia anggap sebagai untuk mengatasi hal tersebut sebetulnya 'supporting' saja. X merasa 'tidak sabar' cukup, namun kesadaran yang minim akan dengan kondisi tersebut dan melihat pentingnya prioritas dan penentuan urgensi kemungkinan munculnya gap yang besar serta kepentingan yang konsisten dalam bila Y nanti sudah menjadi sarjana dan X p e n g e l o l a a n k e u a n g a n , m e m b u a t (dalam istilah X sendiri) 'bukan apa-apa'. kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat Membesarkan anak dan mensukseskan bersama dengan terapis menjadi tertunda, pendidikan anak ternyata bukan sesuatu yang dan hanya sedikit mengalami progres. membuatnya merasa berarti. Meski X tahu Rancangan terapi yang diberikan juga bahwa hal itu mulia, namun tampaknya hal menyangkut prioritas lain yang menyangkut tersebut lebih merupakan pendapat yang pengembangan rumah tangga ini. Artinya, hanya sampai pada tingkat kognitif yang selain mengatasi masalah ekonomi, keluarga belum dihayati secara mendalam. Artinya, X perlu fokus pada masalah apa yang perlu p e r l u d i g u g a h u n t u k l e b i h s e r i n g menjadi prioritas dan mana yang tidak. m enampilkan status ego orang tua yang Kesepakatan pada akhirnya mengarah pada konstruktif, dan berupaya untuk menemukan pembagian peran dalam keluarga yang makna posistif dalam peran/eksistensinya menyangkut bagaimana agar keluarga ini tersebut, dibandingkan child/kanak-kanak Penerapan Analisis Transaksional Dalam Terapi Perkawinan Berdasarkan Pengalaman Praktek

(18)

yang menuntut dan ingin cepat meraih pasangan suami isteri.

keinginan (misalnya ingin jadi pengusaha, RENCANA TERAPI SELANJUTNYA

berhasil secara ekonomi secara cepat dan Rencana terapi selanjutnya masih akan langsung) yang selama ini menjadi dilakukan dengan pemantapan relasi karakteristiknya. transaksional yang komplementer dan konstruktif di antara pasangan ini. Anak,

EVALUASI secara khusus juga sudah ditangani psikolog Jalinan relasi yang terbentuk pada anak, dan tampaknya cukup dapat mengikuti pasangan Y dan X tampaknya belum sampai pendidikan di sekolah dengan baik dan pada jalinan relasi yang komplementer dan optimal. Namun terapi yang dilakukan konstruktif. Relasi persilangan atau cross tampaknya perlu diarahkan agar didapatkan memang sudah mulai berkurang, namun acceptance dan commitment dari kedua dengan timbulnya 'masalah' baru, jalinan belah pihak yakni Y dan X, secara konsisten relasi yang terbina kembali memburuk, dan berkelanjutan. Peningkatan dalam sehingga harus dimodifikasi agar bisa m e m a h a m i d a n m e n e r a p k a n p o l a berubah sesuai dengan tujuan terapi yang komunikasi orang dewasa, misalnya dengan semula. kata-kata yang dekat dengan aplikasi sebagai Upaya untuk mengarahkan pasangan orang tua yang supportif perlu dilatihkan ini agar dapat mulai melatih status ego orang lebih banyak lagi. Efek dari terapi memang dewasa sebenarnya sudah dimulai dengan baru terlihat pada Y, namun meski disadari memberikan latihan dan wawasan untuk bahwa waktunya tidak akan singkat, X juga menetapkan prioritas berdasarkan urgensi sebenarnya masih memiliki peluang untuk dan kepentingan penyelesaian masalah, satu mendapatkan progres terapi secara lebih demi satu. Kesadaran bahwa masalah positif. Monitoring perlu dilakukan lebih pencapaian karakteristik orang dewasa atau intens, sehingga kalau terjadi situasi yang paling tidak orang tua yang moderat dan mendadak dan berpotensi mengubah arah mendukung perlu dilatih sudah ada. terapi, hal tersebut dapat diantisipasi secara Namun, tingkat pemahamannya masih lebih baik dan terarah.

berbeda antara Y dan X, sehingga ketika ada

pemicu masalah lain, hal tersebut belum SIMPULAN

cukup kuat untuk bertahan di tengah Meski belum mendapatkan hasil yang 'serangan' masalah baru yang muncul. maksimal dalam penerapan analisis 'Prognosis' untuk kasus ini sebagai transaksional dalam psikoterapi ini, namun pasangan dapat dikatakan negatif, terutama bagi diri Y hal tersebut cukup memberikan karena support sosial dari keluarga besar dampak yang signifikan. Cara pandang yang masih terbatas pada support yang sepihak lebih dewasa dan kesediaan yang tinggi dan kurang berimbang. Namun untuk suami untuk menerapkan status ego sebagai orang (Y) sebagai pribadi, terapi ini tampak mulai dewasa memang memerlukan langkah yang memberikan manfaat. Kesediaan untuk bertahap. Kemampuan mengolah data dan memanfaatkan kemampuannya dalam memfokuskan diri pada situasi yang 'real' berfikir rasional dan objektif, meski belum merupakan salah satu pendukung perubahan sepenuhnya 'rela' dan optimal, sudah pada diri Y. Ia mampu mengambil pelajaran membuatnya mengurangi dengan cukup dari pengalaman-pengalamannya dan drastis kecenderungan kekerasan yang mencoba menjadikan pengalaman tersebut dilakukan. Ia berusaha 'menomorduakan' sebagai sarana untuk memperbaiki keinginan sesaat yang konsumtif, dan kondisinya. Fokus pada sasaran jangka 'gangguan' baru yang dialami bersama X, pendek yang harus dicapai merupakan hal untuk tetap bertahan pada prioritas keluarga penting. Meski mungkin hal ini menjadi kecil yang telah ditetapkan semula dalam lebih mudah karena 'in-line' dengan posisi sesi terapi awal. Namun, hal ini tampaknya eksistensi 'I'm OK' dari Y, kesediaan untuk tidak mudah, karena komitmen yang belum terus melatih dan mengubah diri secara 'bulat' antara pihak Y dengan X sebagai konsisten, perlu dicapai dengan usaha yang

(19)

cukup. Proses terapi juga bisa menjadi ajang edukasi Pada diri X, posisi 'I'm OK' juga untuk mencapai kompetensi posisi Dewasa sebetulnya perlu dipertahankan, me-'re- yang konstruktif pada relasi transaksional struktur' kognisi bahwa pekerjaan sebagai k e d u a p a s a n g a n , s e h i n g g a d e n g a n ibu saat ini lebih diperlukan daripada pengetahuan yang cukup tentang posisi pencapaian jati-dirinya sebagai pengusaha, peran dan status relasi transaksional di antara merupakan salah satu upaya untuk itu. keduanya, keyakinan untuk memandang Namun ternyata itu tidak mudah, karena penting pencapaian posisi dewasa, sesuai kesediaan untuk menunda keinginan sesaat dengan pendekatan TA, dapat dicapai dan sebagai wirausahawan, ternyata sangat sulit diimplementasikan secara tepat.

dilakukan. Padahal kesediaan untuk

menunda itulah yang mungkin akan DAFTAR PUSTAKA

mendapatkan penilaian 'You're OK' dari Y

sebagai pasangannya, sehingga pada Berne, E. (1961). Transactional Analysis in akhirnya-melalui perjalanan panjang dan Psychotherapy. New York: Grove integrasi berbagai pendekatan terapi seperti Press, Inc.

Analisis transaksional, CBT (Cognitive

Behavioural Therapy), dan juga ACT Berne, E. (1964). Games People Play. New (Acceptance & Commitment Therapy), York: Grove Press, Inc.

posisi eksistensi 'I'm OK, You're OK' dapat

dicapai secara efektif. Harris, T.A. (1967). I'm OK - You're OK. New York : HarperCollins Publishers

REKOMENDASI Inc.

Dengan menelaah dinamika perubahan

pola komunikasi dan transaksi yang Ledley, D., Marx, B., & Heimberg, R. (2005), dilakukan dalam terapi, arah terapi pasangan Making Cognitive-Behavior Therapy sebenarnya bisa menuju pada perbaikan yang Work, New York: The Guilford Press. konstruktif. Asesmen yang rinci dan rencana

terapi juga harus dilakukan secara seksama Solomon, C. (2003). Transactional Analysis sehingga akan didapat suatu rencana Theory: the Basics. Transactional implementasi yang realistis dan antisipatif. Analysis Journal, 33, 15-22.

Pola relasi perlu diarahkan pada posisi 'I'm

OK, You're OK'. Mengubah status ego pada Wilig, C. (2008). Introducing Qualitative pola yang lebih konstruktif seperti Dewasa Research in Psychology : Adventures

nd

dengan Dewasa memang penting, namun in Theory and Method, 2 ed., sesekali mengambil posisi sebagai Orang Berkshire: Open University Press - Tua atau Anak yang positif juga masih Mc.Graw-Hill Education

memungkinkan, asalkan tidak terjatuh pada

posisi Orang Tua dan Anak yang negatif Zuckerman, E. (2010). Clinician's

th

seperti mengatur, mau menang sendiri, dan Thesaurus, 7 ed., New York: The terlalu banyak menuntut. Keterampilan Guilford Press.

untuk menampilkan posisi ini juga bagaimanapun membutuhkan waktu dan p e r l u l a t i h a n y a n g c u k u p .

(20)
(21)

Sumber daya manusia (SDM) yang kelulusan UN yaitu memiliki nilai rata-rata berkualitas merupakan modal dasar untuk minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran mewujudkan manusia seutuhnya dan yang diujikan untuk SMP/SMA. Hal masyarakat seluruhnya. Kualitas sumber tersebut dinilai dapat meningkatkan beban daya manusia dipengaruhi oleh kualitas kejiwaan siswa terutama beban psikologis pendidikannya. Untuk meningkatkan (Sudaryanto,2008).

kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah Syarat kelulusan yang cukup tinggi mempunyai program untuk para siswa tersebut menimbulkan beban tersendiri bagi sekolah yang disebut Ujian Nasional (UN). siswa apabila tidak lulus. Dampak yang Ujian nasional ini adalah kegiatan penilaian dapat timbul akibat tidak lulus UN antara lain hasil belajar siswa yang telah menyelesaikan tertundanya siswa SMA untuk melanjutkan jenjang pendidikan pada jalur sekolah yang ke Perguruan Tinggi yang diinginkan, harus diselenggarakan oleh pemerintah secara mengikuti program Kelompok Belajar nasional dan dijadikan standar kelulusan (Kejar) Paket C. Stres yang berlebihan dalam siswa (www.depdiknas.go.id). Hasil ujian menghadapi UN ini bisa mengacaukan dapat dijadikan bukti konkret tentang e m o s i , m e n g g a n g g u s i k l u s t i d u r, kesanggupan pelajar untuk berpikir secara menurunkan nafsu makan, dan menurunkan logis melalui proses yang memenuhi standar kebugaran tubuh. Hal tersebut bila terjadi kompetensi yang ditentukan dan sesuai dapat mengganggu konsentrasi dalam dengan prosedur akademik. belajar, sakit secara fisik atau menimbulkan Standar kelulusan ujian nasional yang masalah dalam berinteraksi-sosial. Seperti dari tahun ke tahun mengalami kenaikan ini yang terjadi di Bengkulu, beberapa siswa seringkali membuat siswa menjadi stres. SMA tidak bisa mengikuti ujian nasional Pada tahun 2012 ini peserta UN yang karena diduga mengalami gangguan jiwa dinyatakan lulus jika memenuhi standar atau mental (Antara News,2012).

Abstract

The purpose in the research is to understand the correlation between religiosity and stress ahead of national exam in high school students. The hypothesis of this research is that there is negative correlation between religiosity and the stress ahead of national exams in high school students. The higher the religiosity, the lower stress ahead of the national exam. The lower the religiosity, the higher stress

rd

ahead of the national exam. Subjects of this research were students of the 3 grade of high school. This research used the religiosity scale which is arranged by the researcher, based on the dimensions of religiosity according to Glock and Stark (Ancok & Suroso, 2008) and the stress scale, based on the theory of Sarafino (1994). Method of this research was used to verify the negative correlation between religiosity and stress ahead a national exam in high school students. Product moment correlation of Pearson shows the value of r = - 0.176 with p = 0.040 (p < 0.05), which means that there is a significant negative correlation between religiosity and stress ahead of national exams in high school students, thus the hypothesis is accepted.

Key words: Religiosity, stress ahead of the national exam

Religiositas dan Stres Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa

Sekolah Menengah Umum

Belladina Aulina H. Fuad Nashori

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

(22)

Fenomena stres menjelang ujian diketahui bahwa tingginya tingkat stres nasional pada siswa SMA juga terungkap merupakan bagian dari tekanan fisik dan dari hasil wawancara peneliti dengan mental yang sangat luar biasa yang dialami beberapa siswa SMA Negeri 1 Banjarnegara. secara merata oleh semua orang yang Siswa kelas XII cenderung mengalami stres menempuh pendidikan. Keberhasilan siswa menjelang UN. Seorang siswa mengaku menghadapi ujian pada umumnya, dan Ujian ketika menjelang ujian nasional susah tidur, Nasional (UN) pada khususnya, dipengaruhi merasa tidak tenang, sering menangis, takut oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah tidak bisa mengerjakan soal ujian,takut kemampuan menjawab pertanyaan secara soalnya susah, takut tidak lulus, dan sulit tepat dan benar, setidak-tidaknya guna berkonsentrasi belajar. mencapai Standar Kelulusan Minimal. Agar Hal di atas sejalan dengan yang ditulis sampai pada kondisi tersebut, siswa perlu oleh Kompas (Februari,2010) mengenai mempersiapkan diri dengan sungguh-kesiapan mental siswa menjelang UN yang sungguh sehingga benar-benar merasa berisi: mampu untuk menghadapi dan mengikuti “Surabaya- Menjelang dilaksakannya ujian tersebut dengan kemampuan sendiri UN 2010, Dewan Pendidikan Jawa Timur dan dengan hasil yang sebaik-baiknya. mengimbau seluruh guru untuk meyiapkan Dari kenyataan di atas dapat dilakukan mental siswanya. Ini perlu dilakukan karena beberapa strategi ketika stres itu muncul, b a n y a k n y a s i s w a y a n g c e n d e r u n g seperti tidak membebani diri secara mengalami gangguan psikologis atau stres berlebihan, tidak mempermasalahkan hal-menjelang UN. Ketua Dewan Pendidikan hal yang sepele, mendekatkan diri kepada Jatim menjelaskan banyak fenomena yang Allah dengan menjalankan perintah agama, muncul menjelang UN seperti siswa yang dan menjadi seorang yang berpikir positif kerap menangis atau bahkan kesurupan. (Jalaluddin,2008). Perasaan stres yang “Tahun ini dengan mempersiapkan mental dialami seorang siswa dalam menghadapi siswa sejak awal dan mengawasi psikologis ujian nasional (UN) ternyata lebih siswa,katanya”. disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang Sarwono (2003) mengatakan stres tidak menyenangkan dalam menghadapi adalah kondisi kejiwaan ketika jiwa itu stresor kehidupan, kecenderungan berpikir mendapat beban. Perasaan stres yang dialami seseorang baik positif maupun negatif akan oleh siswa ketika menghadapi ujian membawa pengaruh terhadap penyesuaian merupakan respons (reaksi) yang berupa dan kehidupan psikisnya. Orang yang perasaan tidak nyaman atau tertekan cenderung berpikir negatif, pesimis, dan terhadap tuntutan bahwa ujian nasional irasional akan lebih mudah mengalami stres adalah penentu kelulusan (Jalaluddin,2008). daripada mereka yang cenderung berpikir Stres juga dapat disebabkan oleh gejala- positif, rasional, dan optimis. Salah satu cara gejala fisik yang berlangsung terlalu lama, agar seseorang terhindar dari pikiran yang seperti dalam merespon tantangan dan negatif maka seseorang harus memiliki perubahan dalam kehidupan sehari-hari. religiositas yang tinggi (Hardjana, 1994). Stres menjadikan tubuh bekerja secara Menghadapi permasalahan dalam berlebihan yang dapat membuat perasaan kehidupan, manusia sadar bahwa ia tidak cemas, takut, khawatir dan tegang. sendirian. Saat ini mulai terlihat bahwa Perubahan sekecil apapun dapat membuat manusia kembali kepada hal – hal yang seseorang merasa tertekan atau merasa stres, bernuansa agama atau spiritual untuk bahkan perubahan yang baik sekalipun. Hal membantu permasalahan kehidupan yang ini bukan hanya disebabkan oleh perubahan semakin komplek. Agama meningkatkan atau kejadian itu sendiri, tetapi juga reaksi kesejahteraan pada banyak individu dengan seseorang terhadap perubahan yang terjadi. agama yang kuat lebih memiliki kebahagiaan Menurut Syahril (2007), ujian nasional personal yang lebih besar, dan terkena merupakan momok yang membuat tingginya dampak yang lebih kecil dari kejadian tingkat stres. Dari pernyataan tersebut dapat traumatik dibandingkan dengan orang –

Gambar

tabel di bawah ini:

Referensi

Dokumen terkait

Winarno Surachman, Perkembangan Pribadi dan Keseimbangan Mental, IKIP, Bandung, 1965, hlm.7... 1) Pengayoman Polri kepada masyarakat, harus menyentuh setiap lapisan

Pemanfaatan energi matahari yang dikonversikan menjadi energi listrik atau disebut dengan pembangkit lisrik tenaga surya (PLTS) merupakan salah satu potensi energi

Upaya yang dilakukan BMT Al-Amanah Kota Jambi dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam proses pemasaran untuk meningkatkan modal dan penyaluran pembiayaan adalah dengan cara

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis semiotika untuk melihat bagaimana Raditya Dika mengkonstruksikan pengalaman-pengalaman melalui

KOMODIFIKASI SENSUALITAS WANITA DALAM PERFILMAN INDONESIA (Analisis Isi Pada Film “ Kawin Kontrak Lagi “

Peserta tidak diperbolehkan masuk ke Schoology setelah 10 menit tes dimulai (Panitia akan mengeluarkan peserta yang sudah terlambat 10 menit ke atas) - jadi

Dalam kerangka keamanan ASEAN Community, maka pada pertemuan di Bali yang kemudian menghasilkan Bali Concord II tahun 2003, para pemimpin ASEAN menyepakati pentingnya

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pemberian pupuk organik cair kulit pisang kepok bersamaan dengan pemberian pupuk bokashi kulit buah kakao memberikan jumlah daun