• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SEJARAH PERBURUAN DI INDONESIA. Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SEJARAH PERBURUAN DI INDONESIA. Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SEJARAH PERBURUAN DI INDONESIA

Rizki Kurnia Tohir

E351160106

Fadlan Pramatana

E351160156

Dosen

Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA

PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

(2)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Perburuan adalah segala sesuatu yang bersangkut paut dengan kegiatan berburu (PP No.13/1994). Kegiatan berburu telah berlangsung sejak jaman pra-aksara yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (makan) (Gazalba 1996). Kegiatan berburu ini merupakan kegiatan utama pada masa awal kehidupan manusia. Insting berburu yang tinggi dengan menggunakan alat berburu sederhana sampai dengan menggunakan alat modern sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat. Perbedaan utama dalam perburuan saat ini adalah tidak hanya untuk kegiatan pemenuhan kebutuhan makan tetapi untuk pemenuhan hobi.

Dalam perkembangannya, kegiatan perburuan ternyata telah menimbulkan ancaman terhadap kelestarian beberapa spesies satwaliar karena dilakukan secara ilegal (Thohari dkk 2011). Kegiata berburu yang ilegal ternyata telah menimbulkan kerugian yang bagi Indonesia, salah satunya telah menyebabkan penurunan dan kepunahan lokal banyak spesies flora maupun fauna, termasuk spesies yang ada di dalam area yang dilindungi (USAID 2015).

Sejarah perburuan di Indonesia sampai saat ini sangat sulit didapatkan, pentingnya informasi ini adalah untuk melihat bagaimana trend kegiatan perburuan yang dilakukan dan sejauhmana masyarakat Indonesia mengenal perburuan dan dari mana sistem-sistem perburuan yang ada saat ini sampai ke Indonesia. Dengan diketahuinya sejarah perburuan kita dapat mengetahui bagaimana kesalahan-kesalahan manajemen yang telah dilakukan, sehingga dapat dijadikan pelajaran bagi pengelolaan kedepannya.

Tujuan

Tujuan dibuatnya tulisan ini adalah untuk mengetahui dan menelusuri sejarah perburuan yang telah berlangsung di Indonesia dan untuk melihat bagaimana trend perburuan satwa liar yang ada saat ini.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan perburuan satwa liar telah dilakukan saat manusia ada di bumi ini, kegiatan berburu pada awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup hingga berkembang sampai saat ini menjadi pemenuhan hobi. Dalam tulisan ini akan dijelaskan bagaimana kegiatan berburu yang terbagi kedalamm tiga runutan waktu (Gambar 1)

Gambar 1 Pembagian masa sejarah perburuan di Indonesia

Zaman Purba

Konsep periodisasi zaman pra-sejarah/pra-aksara Indonesia menurut pakar sejarah dari Indonesia R. Soekmono membagi zaman pra-sejarah Indonesia menjadi dua zaman yaitu zaman batu (meliputi Palaeolithikum, Mesolithikum,

Neolithikum dan Megalithicum) dan zaman logam (meliputi zaman Tembaga, Perunggu dan Besi). Periodisasi zaman pra-sejarah/pra-aksara Indonesia memasuki tahap baru ketika pada sekitar tahun 1970 seorang ahli sejarah R.P. Soedjono menggunakan pendekatan sosial ekonomis untuk membat periodisasi zaman pra-sejarah/pra-aksara Indonesia. Dengan pendekatan baru ini maka zaman pra-sejarah/pra-aksara Indoenesia dibagi menjadi 3 zaman yaitu :

a. Zaman berburu dan mengumpulkan makanan b. Zaman pertanian/bercocok tanam

c. Zaman perundagian (kemampuan teknik)

1. Zaman batu

Zaman batu yang pertama adalah: 1) Zaman Palaeolithikum, pada zaman ini peralatan manusia pra-sejarah dibuat dari batu yang cara pengerjaannya masih sangat kasar. Mereka sudah mengenal api, meskipun baru dimanfaatkan sebagai senjata untuk menghadapi makhluk hidup lain, atau untuk menakuti binatang buruan. Manusia pra-sejarah/pra-aksara pada zaman palaeolithikum ini

Zaman Purba Zaman

Kerajaan

Zaman Kolonial

Zaman Kemerdekaan

(4)

mendapatkan bahan makanan dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan dengan memungut langsung dari alam (food gathering). Mereka sangat tergantung dengan persediaan makanan dari alam karena mereka belum mampu memproduksi makanan. Oleh karenanya mereka selalu berpindah-pindah tempat (nomaden) mengikuti musim makanan. Apabila makanan di tempat mereka habis, maka mereka akan pindah ke tempat yang persediaan makanannya mencukupi.

Zaman batu yang kedua adalah: 2) Zaman Mesolithikum, zaman ini merupakan peralihan dari zaman palaeolithikum menuju ke zaman neolithikum. Pada zaman ini kehidupan manusia pra-sejarah/ pra-aksara belum banyak mengalami perubahan. Pada masa ini manusia mulai hidup menetap dengan membuat rumah panggung di tepi pantai atau tinggal di dalam gua dan ceruk-ceruk batu padas. Manusia pra-sejarah juga mulai bercocok tanam dan telah terlihat mulai mengatur masyarakatnya. Mereka melakukan pembagian pekerjaan dimana kaum laki-laki berburu, sedangkan kaum wanita mengurusi anak dan membuat kerajinan berupa anyaman dan keranjang.

Zaman batu yang ketiga adalah: 3) Zaman Neolithikum, merupakan zaman revolusi dalam kehidupan manusia pra-sejarah/pra-aksara. Hal ini terkait dengan pemikiran mereka untuk tidak menggantungkan diri dengan alam dan mulai berusaha untuk menghasilkan makanan sendiri (food producing) dengan cara bercocok tanam. Selain bercocok tanam manusia prasejarah/pra-aksara juga mulai beternak sapi dan kuda yang diambil dagingnya untuk dikonsumsi. Manusia pra-sejarah/pra-aksara juga telah hidup dengan menetap.

Zaman batu yang keempat adalah: 4) Zaman Megalithikum, dimana pada zaman ini manusia telah mempunyai kemampuan untuk membuat peralatan dari batu besar dan telah memiliki kepercayaan yaitu animism, selain itu pada zaman ini manusia telah nomaden memiliki tempat tinggal tetap.

2. Zaman perunggu

Pada zaman ini masyarakat telah mengenal teknik melebur perunggu dan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 3000-2000 SM. Alat-alat yang ditemukan di Indonesia pada zaman ini adalah pisau, sabit, mata kapak, pedang dan mata

(5)

tombak. Dari peninggalan-peninggalan peralatan perunggu, maka dalam masa ini kegiatan perburuan masih dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

Zaman kerajaan

Indonesia melewati dua masa kerajaan yaitu masa kerajaan hindu-budha dan masa kerajaan Islam. Masa kerajaan hindu-budha adalah masa-masa kerajaan yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram, Kediri, Singasari dan Majapahit. Pada masa kerajaan Islam, kerajaan yang ada di Indonesia adalah kerajaan Samudera Pasai, Aceh, Demak, Banten, Mataram Islam, Cirebon, Ternate-Tidore dan Banjar.

Pada zaman ini manusia purba telah mengenal sistem tatanan kehidupan sosial dan pemerintahan. Pada zaman ini pula sumberdaya alam masih melimpah dan kegiatan berburu masih dilakukan. Pada masa ini kegiatan berburu dilakukan oleh kaum bangsawan untuk memenuhi kebutuhan pengakuan dan hobi, serta diartikan sebagai wujud jiwa kesatria dari golongan bangsawan. Kegiatan berburu terdapat dalam cerita Mahabarata, dimana Pandu Raja Hastina ayah dari Pandawa melakukan kegiatan berburu kijang di hutan.

Bangsawan pada masa kerajaan sangat menyukai berburu. Mereka mengenakan pakaian khusus untuk berburu dan dengan diiringin pelayan-pelayannya. Areal untuk berburu kaum bangsawan ini disediakan oleh pihak kerajaan dan diatur khusus agar masyarakat bawah tidak melakukan kegiatan berburu di hutan tersebut.

Zaman Kolonial

Zaman kolonial Belanda di Indonesia dimulai sejak awal kedatangan Belanda tahun 1585 di banten. Awal kedatangan Belanda adalah untuk mencari rempah-rempah. Seiring berjalannya waktu Belanda berhasil menjajah Indonesia dan banyak orang belanda yang tinggal dan melakukan banyak kegiatan di Indonesia. Pada zaman ini senjata api telah ada dan kegiatan berburu tentunya banyak dilakukan pada masa ini. Dari sejarah perburuan harimau di Indonesia, pada tahun 1911 Baron Oscar memburu harimau di Bali, pada tahun 1910-1940 harimau jawa telah diburu sebanyak 100 ekor oleh pemburu ulung bernama

(6)

Ledeboer, tahun 1890-1900 pemburu belanda menembak harimau sumatera, 1920 dan 1941 perburuan harimau di Jawa Barat (Garut) dan Banten, 1900-1907 perburuan harimau sumatera di Padang (Jawakuno.com).

Pada tahun 1600 belanda mendirikan VOC di Batavia/ Jakarta. Di daerah ini terdapat juga kawasan khusus yaitu di Lapangan Banteng yang digunakan untuk areal berburu oleh Gubernur Jenderal Maetsujiker tahun 1644, tak tanggung-tanggung Maetsujiker mengerahkan 800 orang pemburu di lapangan Paviljoen untuk berburu dan sebagian lagi menggiring satwa liar kea rah hutan. Pada masa ini satwa yang menjadi incaran perburuan adalah macan, gajah, buaya, banteng, kijang, babi hutan dan lainsebagainya (kitlv.nl).

Tingginya aktivitas perburuan pada masa kolonial menyebabkan keterancaman kepunahan satwa tinggi, sehingga pada tahun 1931 pemerintah belanda membentuk ordonansi perburuan (Staatsblad 1931 Nummer 133), membentuk Ordonansi Perlindungan Binatang-Binatang Liar (Staatsblad 1931 Nummer 134), tahun 1940 membentuk Ordonansi Perburuan Jawa dan Madura (Staatsblad 1939 Nummer 733) dan pada tahun 1941 membentuk Ordonansi Perlindungan Alam (Staatsblad 1941 Nummer 167).

Zaman kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, semua pemerintahan dipegang oleh rakyat Indonesia, termasuk semua peraturan mengenai perburuan di Indonesia. Pemerintah Indonesia dibawah kementerian kehutanan telah mengatur segala macam hal yang berhubungan dengan perburuan. Peraturan yang mengatur kegiatan perburuan, kawasan buru dan wisata buru telah telah ada sejak jaman Ordonansi Perburuan tahun 1931. Sampai saat ini telah banyak peraturan yang mengatur kegiatan diatas mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Peraturan Direktur Jenderal dan Keputusan Direktur Jenderal (Masigit Kareumbi 2015). Adapun rincian peraturan normatif perburuan tersaji pada (Tabel 1)

(7)

Tabel 1 Peraturan terkait perburuan di Indonesia

Jenis

Peraturan No Peraturan

Undang-Undang

1 UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kehutanan

2 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

3 UU No.9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan 4 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Peraturan Pemerintah

1 PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru

2 PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar

3 PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar

4

PP No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan

5 PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan

Peraturan Menteri Kehutanan

1 Permenhut No. P.31/Menhut-II/2009 tentang Akta Buru dan Tata Cara Permohonan Akta Buru

2 Permenhut No. P.17/Menhut-II/2010 tentang Permohonan, Pemberian, dan Pencabutan Izin Pengusahaan Taman Buru

3 Permenhut No. P.18/Menhut-II/2010 tentang Surat Izin Berburu dan Tata Cara Permohonan Izin Berburu

4 Permenhut No. P.19/Menhut-II/2010 tentang

Penggolongan dan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru;

5 Permenhut No. P.69/Menhut-II/2014 tentang Penetapan Musim Berburu Satwa Buru

6

Permenhut No. P.70/Menhut-II/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P.19/Menhut-II/2010 tentang Penggolongan dan Tata Cara Penetapan Jumlah Satwa Buru

(8)

7 Permenhut No. P.71/Menhut-II/2014 tentang Memiliki dan Membawa Hasil Berburu

8

Permenhut No. P.79/Menhut-II/2014 tentang Pemasukan Satwa Liar Ke Taman Buru dan Kebun Buru

Keputusan Menteri Kehutanan

1

Kepmenhut No. 99/Kpts/DJ-VI-II/1996 tentang Petunjuk Teknis pelaksanaan perburuan di Taman Buru,

Kebun Buru dan Areal Buru

2

Kepmenhut No. 591/Kpts-II/1996 tanggal 16 September 1996 tentang Tata cara Permohonan, Pemberian, dan Pencabutan Izin Pengusahaan Taman Buru

3

Kepmenhut No. 592/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin Pengusahaan Kebun Buru

4

Kepmenhut No. 593/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Pengendalian peledakan populasi satwa liar yang tidak dilindungi

5 Kepmenhut No. 616/Kpts-II/1996 tentang pengawasan Perburuan satwa buru

6

Kepmenhut No. 617/Kpts-II/1996 tentang Pemasukan Satwa Liar dari Wilayah lain dalam Negara RI ke Taman Buru dan Kebun Buru

7

Kepmenhut No. 618/Kpts-II/1996 tentang pemasukan Satwa liar dari wilayah lain dalam Negara RI

ke Taman Buru dan Kebun Buru

8

Kepmenhut No. 141/Kpts – II/1998 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pemberian Hak Pengusahaan Pariwisata Alam pada 13 Lokasi Kawasan Pelestarian Alam Di Pulau Jawa Kepada Perum Perhutani Nomor 104 /Kpts-II/1993

Keputusan Direktur 1

Kep Dirjen PHPA No. 95/Kpts/DJ-II/1996 tentang Petunjuk Teknis Sarana dan Prasarana Pengusahaan

(9)

Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Taman Buru 2

Kep Dirjen PHPA No. 96/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 26 September 1996 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Pengusahaan Taman Buru

3

Kep Dirjen PHPA No. 97/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 26 September 1996 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rencana Pengelolaan Taman Buru

4

Kep Dirjen PHPA No. 99/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 3 Oktober 1996 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perburuan di Taman Buru, Kebun Buru dan Areal Buru

5

Kep Dirjen PHPA No. 129 /kpts/DJ- VI/1996 tentang Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, Taman Buru, dan Hutan Lindung

Peraturan Direktur Jenderal PHPA

1

Per Dirjen PHPA No P. 7/IV- Set/2011 tentang Tata Cara Masuk Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru

KESIMPULAN

Kegiatan perburuan satwa liar di Indonesia telah lama dilakukan, kegiatan perburuan ini berubah motifnya sesuai perkembangan zaman, mulai dari motif untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, motif hobi dan kebanggaan, sampai motif ekonomi yang terjadi sampai hari ini. Kegiatan-kegiatan perburuan di Indonesia dapat dikatakan tidak berkelanjutan, terlebih pada zaman kolonial, terjadi perburuan besar-besaran pada jenis satwa yang terancam saat ini seperti harimau sumatera, gajah sumatera, badak jawa dan lain sebagainya. Oleh karena itu peraturan perburuan yang ada saat ini harus dioptimalkan, selain itu kawasan-kawasan yang dikhususkan untuk berburu harus dikelola dengan baik, mengingat kebutuhan hobi masyarakat akan berburu masih tinggi.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

[USAID] United States Agency for International Development. 2015. Perdagangan Satwa Liar, Kejahatan Terhadap Satwa Liar dan Perlindungan Spesies di Indonesia: Konteks Kebijakan dan Hukum Change for Justice Project. Jakarta (ID): USAID.

Gazalba, Sidi. 1996. Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu. Jakarta (ID): Bharata Karya Aksara

Jawakuno.com/trio-macan-yang-seksi. Kitlv.nl. berburu pada masa konoloan.

Masigit Kareumbi. 2015. Hukum, Aturan dan Perundangan Terkait Taman Buru dan Perburuan [Diakses 11-09-2016]. Tersedia pada https://kareumbi.wordpress.com/download/hukum-aturan-dan-perundangan-terkait-taman-buru/.

Pemerintah Republik Indonesia. 1994. Peraturan Pemerintah No.13 Tahun 1994 Tentang Perburuan Satwa Buru. Jakarta(ID): Sekretariat Negara.

Thohari AM, Masyud B, Takanjanji M. 2011. Teknik Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) untuk Stok Perburuan. Bogor (ID): Seminar Sehari Prospek Penangkaran Rusa Timor Sebagai Stok Perburuan, Fakultas Kehutanan IPB.

Gambar

Gambar 1 Pembagian masa sejarah perburuan di Indonesia
Tabel  1 Peraturan terkait perburuan di Indonesia  Jenis

Referensi

Dokumen terkait

A hazai vállalati hitelpiac zsugorodását előidéző strukturális tényezők következté- ben a visszaesés külső beavatkozás nélkül 2014 végéig eltarthat. Éppen ezért a

*ah+a ilsaah terus dipelajari karena ia diperlukan sebagai orientasi dan sekaligus arahan! *uah pemikirannya akan dapat dipakai sebagai a#uan dasar dalam penentuan nilai

Iklan Baris Iklan Baris CAMERA CARI KERJA Serba Serbi BIRO TEKNIK HOTEL INDEKOST EXSPEDISI KEHILANGAN BIRO JASA BIRO IKLAN ADA & (021) 5279183 / 081318449798 “Nabila” Adv

dimulai. Jika tidak demikian, tinggi kepala harus diperkirakan dengan sering melalui palpasi abdomen untuk mengobservasi apakah kepala janin akan dapat melewati

Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan rangkuman dari hasil penelitian dan saran yang merupakan suatu rekomendasi sehubungan dengan analisis kondisi knowledge management

Sandra (2011) Variabel independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajemen, tingkat leverage Variabel dependen: Pengungkapan sosial

However, even when running in distributed mode, Hive can decide on a per-query basis whether or not it can perform the query using just local mode, where it reads the data files

Proses eksekusi terhadap pidana tambahan berupa uang pengganti pada tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Padang dilakukan melalui pelaksanaan putusan pengadilan yang