• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI GEN TUMOR NECROSIS FACTOR-ALPHA (TNF-α) PADA SAMPEL KLINIS TUBERKULOSIS DENGAN METODE POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETEKSI GEN TUMOR NECROSIS FACTOR-ALPHA (TNF-α) PADA SAMPEL KLINIS TUBERKULOSIS DENGAN METODE POLIMERASE CHAIN REACTION (PCR)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI GEN TUMOR NECROSIS FACTOR-ALPHA (TNF-α) PADA SAMPEL KLINIS TUBERKULOSIS DENGAN METODE POLIMERASE CHAIN REACTION

(PCR)

Prasiska A.1 , Rosana Agus2, Sjafaraenan3, Mochammad Hatta4

1,2,3Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar. 4Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Abstrak. Telah dilakukan penelitian dengan judul “Deteksi Gen Tumor Necrosis Factor-Alpha

(TNF-α) Pada Sampel Klinis Tuberkulosis Dengan Metode Polimerase Chain Reaction (PCR))”. Tujuan penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan gen TNF-α dari sampel klinis Tuberkulosis dengan metode PCR Polimerase Chain Reaction (PCR). Ekstrasi DNA dari sampel klinis Tuberkulosis dilakukan dengan metode Boom. Selanjutnya sampel diamplifikasi dengan primer spesifik F:5’ A G G C A A T A G G T T T T G A G G G, dan R:3’ A C A C A C A A G C A T C A A G G A T A C C dengan panjang basa 143 bp. Dari hasil ekstraksi dengan metode boom memilki kualitas pita yang bagus. Hasil amplifikasi dengan PCR dari sampel yang telah diekstraksi dengan metode boom menunjukkan bahwa di dalam sampel klinis tuberkulosis terdapat gen TNF-α. Hal ini terlihat jelas dari DNA sampel klinis tuberkulosis, teramplifikasi menggunakan primer spesifik TNF-α pada lokus 308 dengan panjang basa 143 bp. Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pada sampel klinis tuberculosis terdapat gen TNF-α yang terlihat dari hasil amplifikasi dengan primer spesifik pada lokus 308 dengan panjang basa 143 bp.

Kata Kunci : Tuberkulosis, gen Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α), Metode Boom, PCR

Abstract. Research about “ Detection of Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-α) Gene in Samples of Clinical Tuberculosis by Polimerase Chain Reaction (PCR)) Method”. The purpose of this research to determine existence of Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-α) Gene in Samples of Clinical Tuberculosis using PCR method. Extraction DNA from samples of clinical Tuberculosis done with the Boom method. The DNA samples extracted from from those method then amplified with specific primers F:5’ A G G C A A T A G G T T T T G A G G G, dan R:3’ A C A C A C A A G C A T C A A G G A T A C C with base length 143 bp.The results showed that DNA’s band extracted by Boom method having the qaulity of the good.The results of the PCR aplification of the samples that has been extracted with Boom method, indicating that the TNF-α genes is contained in Samples of Clinical Tuberculosis. This can be seen clearly from DNA Samples of Clinical Tuberculosis amplified using gene-specifik primers TNF-α in 308 loci with a base lenght of 143 bp. Based of results, it could be conclud that Samples of Clinical Tuberculosis contained TNF-α gene revealed by amplification with specifik primers in 308 loci with a base lenght of 143 bp.

(2)

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular akut maupun kronis yang terutama menyerang saluran pernafasan. Sejak beberapa dekade yang lalu, penyakit ini terus-menerus mendapat perhatian para pakar kesehatan. Hal itu disebabkan karena setiap tahun prevalensinya terus meningkat. Penderita tuberkulosis paru bila ditangani sejak dini dan dengan seksama sebenarnya penyakit ini dapat disembuhkan. Badan kesehatan internasional, WHO memperkirakan bahwa jumlah seluruh kasus tuberkulosis paru di dunia meningkat dari 7,5 juta pada tahun 1990 menjadi 10,2 juta pada tahun 2000. Jumlah kematian seluruhnya meningkat dari 2,5 juta menjadi 3,5 juta (Crofton et al., 2002).

Tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri batang gram positif, Mycobacterium tuberculosis. Infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, tidak seperti infeksi bakterial lainnya, memiliki kekhasan tersendiri, yaitu bakteri tersebut hidup intraselular. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mempersulit pengobatan. Mycobacterium tuberculosis dapat menular dari hospes yang satu ke hospes lainnya melalui airborne droplets, seperti batuk, dahak atau percikan ludah. Penderita tuberkulosis paru pada umumnya adalah orang dewasa. Anakanak dengan tuberkulosis paru primer pada umumnya tidak menularkan kuman pada orang lain, karena anak-anak tidak membatukkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat berkembang dari : (1) progresi suatu infeksi paru primer, (2) progresi lesi paru dari kuman melalui aliran darah, (3)

reaktivasi lesi primer lama, atau (4) reaktivasi lesi paska-primer lama (Crofton et al., 2002).

Pengenalan kuman TB oleh sel fagosit memicu terjadinya aktifasi dan produksi sitokin dan kemokin. Terdapat dua macam kelompok sitokin yang berperan dalam respon imun terhadap kuman TB, yaitu sitokin proinflamasi dan sitokin anti inflamasi. Beberapa sitokin proinflamasi yang terlibat di dalam proses infeksi kuman TB adalah tumor necrosis factor (TNF)-α, IL-1β, IL-6, IL-12, IL-8, IL-15 dan Interferon-γ. Sitokin anti inflamasi adalah 10, tumor growth factor (TGF)-β dan IL-4 (Kusuma, 2007).

Mycobacterium tuberculosis merupakan salah satu bakteri intraseluler yang memiliki kemampuan memodulasi sistem imun dalam memepertahankan keberadaannya di dalam tubuh penjamu. salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap bakteri intraseluler adalah dengan mensekresikan gen TNF-α, dimana sitokin ini akan meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag dan menginduksi apoptosis makrofag yang terinfeksi patogen tersebut. Disamping itu, bersama-sama dengan IFNγ, TNF-α akan meningkatkan daya bunuh makrofag terhadap bakteri intraseluler dengan memproduksi NO reaktif (Kusuma, 2007).

Pendeteksian ada tidaknya suatu gen dapat dilakukan dengan berbagai cara, satu diantaranya adalah dengan teknik Polymerase Chain Reaction yang merupakan suatu metode molekuler yang bekerja dengan cara memperbanyak potongan DNA yang dikehendaki dari suatu organisme. PCR mampu bekerja pada

(3)

substansi sampel yang sangat kompleks serta mampu bekerja secara cepat dan spesifik. Kelebihan dari metode PCR tersebut sesuai digunakan untuk mendeteksi keberadaan gen TNF-α pada penderita tuberkulosis. Pendeteksian TNF-α menggunakan PCR menyebabkan deteksi dapat dilakukan dalam waktu singkat dengan hasil yang lebih akurat.

Oleh karena itu untuk mengetahui ada tidaknya gen TNF-α yang muncul terhadap sampel klinis tuberkulosis maka dilakukan penelitian ini dengan menggunakan metode PCR.

II. METODE PENELITIAN II.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sentrifuse, LAF (Laminar Air Flow), vortex, mikropipet (1000μl, 100μl, 20μl, 200μl), inkubator, tabung eppendorf bersekrup steril 1,5 ml, tabung ependorf steril 0,5 ml, tip aerosol steril 20μl, tip steril 250μl, tip steril 1000μl, freezer, kulkas, rak tabung eppendorf, tabung valcon 50 ml, tabung vial PCR, therma cycler PCR, transilluminator UV, gel doc, tangki larutan penyangga elektroda, microwave, timbangan digital, erlenmeyer 250 ml, sisir gel, cetakan gel, tabung ukur 100 ml, sendok tanduk, spectrophotometer, raksumur, mikrosentrifius , dan oven.

II.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah darah, Primer TNF- α F :5’ A G G C A A T A G G T TTT G A G GG, R;3’ A C A C A C A A G C A T C A A G G A T A C C, L2 (Washing buffer), L6 (lysis buffer), HCl 32 %, SiO2 (Silica dioxide), Etanol 70%, aseton, buffer elektroforesis Tris acetic acid-buffer–EDTA,

larutan loading dye 5x, larutan NaOH, larutan RNase-free water, guanidinium thiocynate, air destilata (dw), gel agarosa 2%, ethidium bromide, dNTP’s, taq polimerase, NE-Buffer, marker DNA 20 bp ladder, kertas parafilm, aluminium foil, ds DNA Hs reagent (250 ml), ds DNA Hs buffer (50 ml), ds DNA HS standart (0 ng/µl), ds DNA Hsstandart (10 ng/ µl).

II.3 Prosedur Penelitian III.3.1 Sampel

Sampel merupakan sampel klinis tuberkulosis berupa sampel darah yang akan diisolasi DNA yang dilengkapi data dukung meliputi umur dan jenis kelamin merupakan koleksi Laboratorium Mikrobiologi & Imunologi Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar.

II.3.2 Ekstraksi DNA dengan Metode Boom (Hatta and Smits, 2007)

Sampel darah sebanyak 1 tetes darah kapiler dimasukkan ke dalam larutan L6 (lysis buffer) dalam tabung eppendorf bersekrup steril. Kemudian dibiarkan minimal selama 1 jam agar DNA lisis oleh buffer L6. Campuran buffer L6 yang telah mengandung DNA hasil ekstraksi disentrifus pada kecepatan 13.000 rpm, dengan tujuan agar DNA hasil ekstraksi tersebut dapat mengendap di bagian dasar tabung. Supernatan yang terbentuk dari masing-masing sampel dimasukkan ke dalam masing-masing tabung ependorf dan ditambahkan suspense diatom (silica).

Campuran sampel dan suspense divortex selama 10 menit. Campuran diatom dan buffer L6 dirotasi kembali menggunakan sentrifius dengan mikrosentrifius eppendorf pada kecepatan 13.000 rpm. Supernatan yang terbentuk dari setiap tabung dibuang.

(4)

Buffer pencuci L2 ditambahkan dan disentrifus pada 13.000 rpm, kemudian supernatan dibuang. Endapan dicuci kembali dengan etanol 70%, lalu dirotasi dan disentrifus pada 13.000 rpm. Supernatan dibuang, endapan dicuci lagi dengan aseton, dirotasi dan disentrifus pada 13.000 rpm, kemudian supernatan kembali dibuang. Aseton yang tersisa dalam endapan (sedimen) diuapkan dengan membuka penutup tabung dan dipanaskan dengan oven pada suhu 56ºC.

Setelah sedimen mengering, ditambahkan air destilata, kemudian dirotasi secara merata sehingga sedimen dan suspensi tersebut dapat larut, lalu tabung diinkubasi dalam oven pada suhu 56ºC .Kemudian, campuran tersebut disentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm. Supernatan diambil secara hati-hati dan dimasukkan ke dalam tabung baru. Hasil ekstraksi disimpan pada suhu -20ºC.

II.3.3 Pengukuran Konsentrasi DNA template

DNA template dikeluarkan dari frezeer lalu di sentrifus dengan kecepatan 13.000 rpm. Lalu dibuat Reagent Detecting Labelling yang dimasukkan kedalam tabung valcon. Setelah itu dimasukkan destilate water ke tiap sumur sebanyak 10 sumur. Ditambahk sampel DNA template. Lalu ditambahkan reagent ke tiap sumur tadi. Rak sumur lalu dimasukkan kedalam alat spektrofotometer lalu divisualisasi berdasarkan hasil Optical Density tiap sampel DNA template yang tertera di layar

spektrofotometer dengan panjang gelombang 260 nm dan 320 nm.

II.3.4 Amplifikasi DNA TNF-α dengan PCR (Hatta et al., 2010)

Sebelum melakukan proses amplifikasi dengan PCR, PCR Mix dibuat terlebih dahulu.. Kemudian PCR Mix ditambah dengan template DNA yang telah diekstraksi dari sampel darah dimasukkan ke dalam tabung vial PCR. Kontrol negatif, tabung vial tidak ditambahkan template DNA tetapi ditambahkan destilled water. Setelah itu, masing-masing tabung vial PCR dimasukkan ke therma cycler PCR.

Untuk amplifikasi gen primer TNF-α F:5’ A G G C A A T A G G T T T T G A G G G, dan R:3’ A C A C A C A A G C A T C A A G G A T A C C. Panjang basa TNF-α 143 bp. Amplikon divisualisasikan dengan elektroforesis pada gel agarosa 2%.

II.3.5 Deteksi Produk PCR dengan Elektroforesis (Morin et al, 2004)

Gel agarosa 2% dibuat dengan mencampurkan serbuk agarosa ke dalam TBE (Trish Buffer EDTA) di erlenmeyer kemudian ditutup dengan aluminium foil. Setelah itu erlenmeyer tersebut dipanaskan secara bertahap pada microwave hingga mendidih, setelah itu ditambahkan ethidium bromide lalu dihomogenkan. Cairan gel lalu didinginkan pada suhu kamar. Setelah agak dingin, cairan gel dituang ke cetakan gel elektroforesis dengan menggunakan sisir gel, kemudian produk amplifikasi dicampur dengan larutan loading dye 5x.

Setelah tercampur dengan baik, masing-masing sampel dimasukkan ke dalam sumur gel agarosa 2% yang telah terendam dalam tangki yang berisi Tris Acetid Acid-Buffer-EDTA. Dimasukkan

(5)

juga marker DNA 20 bp Ladder kedalam sumur gel agarosa, kemudian elektroforesis dijalankan pada tegangan 100 volt hingga sampel darah berada pada ¾ dari volume. Setelah dielektroforesis sampel kemudian diamati pada sinar Ulltra Violet (UV) pada gel doc.

II.3.6 Analisis Data

Hasil deteksi PCR dengan elektroforesis dianalisis berdasarkan ada tidaknya pita DNA (band DNA) yang terbentuk dan data disajikan secara deskriptif dengan menggunakan gambar hasil elektroforesis gel agarosa 2%.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III.1 Ekstrasi DNA Sampel Darah

Pada awal tahapan penelitian ini dilakukan tahap ekstraksi DNA, ekstraksi DNA ini dilakukan untuk memisahkan genom DNA dari molekul - molekul lain seperti protein, lemak dan karbohidrat yang terdapat di dalam sel.Langkah awal dalam analisis DNA adalah memisahkan genom DNA menjadi fragmen-fragmen spesifik yang lebih kecil yaitu dengan cara mengekstraksi genom DNA dari darah.

Pada tahapan ini ekstraksi DNA dilakukan secara kimiawi yaitu dengan menggunakan dengan menggunakan metode boom. Metode boom digunakan karena memiliki keunggulan yaitu sampel yang dibutuhkan hanya sedikit namun dapat diperoleh DNA dalam jumlah yang cukup besar. Tahap awal dari ekstraksi DNA yaitu sampel darah dimasukkan ke dalam tabung vial yang berisi L6, L6 yang mengandung GuSCN (guanidinium tiosianat), Tris HCL 0,1 M, pH 6,4, EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat) dan Triton X-100. GuSCN yang terkandung dalam larutan tersebut berfungsi

untuk membantu melisiskan sel dengan memanfaatkan sifat korosif yang dimiliki GuSCN. Senyawa Tris berfungsi sebagai pelarut dalam larutan L6. Senyawa EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat) mampu menghilangkan ion magnesium yang sangat diperlukan untuk mempertahankan integritas keseluruhan selubung sel serta dapat menghambat enzim seluler yang dapat merusak DNA. Triton X-100 yang merupakan jenis detergen yang bersifat basa kuat yang digunakan untuk membantu proses lisis sel dengan cara menghilangkan molekul lipid sehingga menyebabkan kerusakan dinding sel.

Pada saat sel telah mengalami lisis, DNA langsung diikat dengan suspensi diatom dengan memasuki pori-pori dari diatom akibat adanya gaya tarik menarik dari silika dan GuSCN yang membungkus DNA. Tapi DNA yang diperoleh belum murni karena masih terdapat protein dan RNA dalam jumlah yang cukup besar dimana RNA tersebut berasosiasi kuat dengan DNA sehingga perlu dilakukan pembersihan debris sel yang dalam metode ini menggunakan 3 larutan yaitu larutan L2, Etanol 70% dan Aseton. Larutan L2 yang mengandung 120 gr GuSCN (guanidinium tiosianat) dan 100 mL Tris HCL 0,1 M, pH 6,4 ini berfungsi untuk menghilangkan deterjen dari sampel. Pencucian dengan L2 (washing buffer) dilakukan 2 kali untuk meningkatkan efektifitas pencucian sehingga tidak ada deterjen yang tersisa. Setelah penambahan L2 sampel kemudian divortex sampai supernatan dan endapan terpisah. Kemudian disentrifuse selama 10 detik dengan kecepatan 13.000 rpm, supernatan dan endapan yang telah terpisah

(6)

maka supernatannya dibuang lalu ditambahkan 500 μL ethanol 70% disetiap tabung, Pencucian dengan etanol 70% dilakukan 2 kali bermaksud untuk meningkatkan efektifitas dalam menyatukan DNA serta untuk membuang kandungan GuSCN pada sampel. Larutan pencucian terakhir ialah larutan aseton yang berfungsi untuk mengeringkan diatom sehingga memungkinkan etanol dan GuSCN yang tersisa dalam sampel akan menguap, setelah itu divortex kemudian supernatan dibuang kembali. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam oven.

Setelah 10 menit berada di dalam oven maka sampel ditambahkan DW yang bertujuan untuk mengikat DNA dari silica, lalu sampel disentrifuse selama 2 menit dengan kecepatan 13000 rpm. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung vial baru yang steril. Jangan sampai endapan ikut masuk ke dalam tabung vial yang baru. Sampel disimpan pada suhu -20 ºC. Hasil ekstraksi DNA metode Boom lalu di visualisasikan sebagai berikut (gambar 4) :

Gambar 4. Hasil ekstraksi DNA menggunakan Metode Boom Keterangan :

S1-S8 = sampel penderita tuberkulosis S9-S10 = sampel bukan penderita

tuberkulosis

Dari hasil visualisasi dengan elektroforesis pada gambar 4 diatas, terlihat

bahwa kualitas DNA dari ekstraksi dengan menggunakan metode Boom bagus. Gambar 4 diatas menunjukkan bagaimana pola pita DNA sebelum dilakukan Polymerase Chain Reaction, dimana pada semua sampel terbentuk pita tunggal yang tebal . Pita yang terbentuk dapat dilihat dengan jelas pada sampel nomor 1, 2, 3,4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Dimana sampel 1-8 merupakan hasil ekstrak DNA yang menderita tuberculosis, sampel 9 dan 10 merupakan hasil ekstrak DNA yang tidak menderita tuberculosis ditambah satu tabung kontrol negatif.

Menurut Santoso (2011) hasil ekstraksi DNA yang baik adalah tebal dan tidak smear (kotor) karena mengindikasikan DNA yang didapat utuh. Hal ini menjadi penting karena pada proses PCR, DNA yang masih utuh akan lebih memberikan hasil yang relative lebih akurat oleh karena itu dapat dikatakan kualitas DNA yang didapatkan bagus karena tebal dan tidak smear (kotor).

I11.2 Pengukuran Konsentrasi DNA Template Dengan Spektrofotometer

Untuk mengetahui apakah konsentrasi DNA mempengaruhi hasil atau tidak maka dilakukan pengukuran konsentrasi DNA dengan tujuan, apakah konsentrasi dari masing-masing sampel jauh berbeda atau perbedaannya tidak begitu jauh. Tahap awal perhitungan konsentrasi DNA yaitu sampel disentrifius dengan kecepatan 13.000 rpm selama satu menit, kemudian dilakukan pengenceran 20 kali.

Menurut Suharsono dan Widyastuti (2006) pengukuran menggunakan spektrofotometer dilakukan dengan cara mengencerkan suspensi DNA dan membaca absorbansinya pada panjang gelombang

(7)

yang digunakan lalu di hitung menggunakan rumus.

Untuk dapat mendeteksi keberadaan gen TNF-α dapat dipengaruhi oleh konsentrasi DNA yang terekstraksi, pada orang normal (sampel 10 & 9) memiliki konsentrasi tertinggi sehingga hal ini juga yang menyebabkan munculnya pita DNA yang tebalnya tidak jauh berbeda dari 8 sampel klinis tuberkulosis yang digunakan untuk melihat TNF-α.. Berdasarkan hasil perhitungan konsentrasi didapatkanlah jumlah konsentrasi sebagai berikut :

Tabel 1. Nilai kuantitas DNA genom

I11.3 Amplifikasi DNA Dengan Metode PCR

Sampel yang telah diekstraksi dengan metode boom kemudian diamplifikasi pada PCR, PCR (polimerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara invitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh 2 buah primer (Handoyo dan Ari, 2000).Primer yang digunakan yaitu primer TNF-α forward F:5’AGG CAA

TAGGTT TTG AGGG dan

R:3’ACACACAAGCAT CAA GGATAC T

. Hasil produk yang diharapkan sebesar 143 pb. Dimana sebelumnya dilakukan analis urutan (sequens) basa nukleotida bertujuan untuk membandingkan data sequens nukletida yang terdapat pada genebank dengan sampel. Urutan sequens pada sampel ditandai dengan primer yang tersedia . Hasil Perbandingan tersebut diperoleh apabila dilakukan Blast (Basic Local Alignment Search Tool).Dapat dilihat pada gambar 5 kecocokan primer TNF-α dengan hasil blast NCBI.

(a)

(b)

Gambar 5. Hasil BLAST primer TNF-α(a) Forward (b) reverse

Dari hasil blast primer TNF-α dapat dilihat bahwa primer tersebut benar benar cocok 100 % dengan primer yang ada di genebank ini dapat terlihat dari Indentities yaitu 100%.

Pada proses PCR ini dilakukan sebanyak 35 siklus, tiap siklus melakukan tahapan denaturasi selama 16 menit dengan suhu 95 ºC, annealing selama 1 menit dengan suhu 56 ºC, dan ektensi selama 12 menit dengan suhu 72ºC. Dari amplifikasi PCR pada sampel yang telah diekstraksi No. Sampel Optical Density Konsentrasi 260 320 1. 0.095 0.042 0.53 2. 0.114 0.054 0.6 3. 0.139 0.047 0.92 4. 0.133 0.045 0.68 5. 0.142 0.047 0.95 6. 0.139 0.045 0.94 7. 0.146 0.048 0.95 8. 0.145 0.045 1 9. 0.15 0.05 1 10. 0.172 0.061 1.1

(8)

dengan menggunakan primer yang spesifik tersebut selanjutnya dilakukan visualisasi pada elektroforesis.

Gambar 7. Hasil Aplifikasi gen TNF- α dengan PCR

Keterangan : M = Marker

N = Kontrol Negatif 1-8 = Penderita TB 9-10 = Orang sehat

Berdasarkan hasil visualisasi elektroforesis pada gambar 7 menunjukkan bahwa kualitas DNA dari ekstraksi dengan menggunakan metode Boom cukup baik serta primer yang digunakan dapat teramplifikasi dengan baik terhadap gen TNF-α ini dapat dilihat pada sampel 1-10 terdapat pita DNA namun pada setiap sampel memiliki ketebalan pita yang berbeda dengan sampel lain sedangkan pada sampel 9 dan 10 yang merupakan sampel orang normal yang dijadikaan sebagai kontrol positif memperlihatkan pita DNA yang tidak jauh berbeda dengan sampel tuberkulosis, hal ini menunjukkan bahwa TNF-α diproduksi pada orang yang menderita tuberculosis dan orang yang tidak menderita tuberkulosis (normal). Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa semua sampel memiliki band DNA pada panjang 143 bp ini sesuai dengan target DNA yang ingin diamplifikasi yaitu 143 bp. Dari hasil

visualisasi elektroforesis tersebut, terlihat sampel yang menderita tuberculosis dan orang yang tidak menderita tuberculosis terdapat gen TNF-α.t sedangkan kontrol negatif menggunakan dw tidak muncul band.

Menurut (Chatburn, 2012), Sistem imun berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya kadar TNF-α. Ketika sistem imun menurun maka tubuh akan lebih mudah terserang penyakit. Hal itu dikarenakan kemampuan imunitas tubuh yang lemah untuk melawan infeksi sehingga menyebabkan TNF-α diproduksi secara berlebihan dan kadar TNF-α meningkat. Faktor usia mempengaruhi kuat atau lemahnya sistem imun. Pada orang yang sudah memasuki usia tua, kecepatan respon imun mulai menurun, sehingga lebih mudah terserang penyakit dan menyebabkan kadar TNF-α meningkat.

Faktor lain yang memengaruhi kadar TNF-α ialah stres. Saat terjadi stres maka hormon glukokortikoid dan kortisol memicu reaksi anti-inflamasi sistem imun yang menyebabkan peningkatan kadar TNF-α, kadar gen TNF-α pada penderita tuberkulosis dan orang yang tidak menderita tidak diketahui apakah lebih sedikit atau lebih banyak pada penderita tuberculosis atau malah sebaliknya. Kadar normal TNF-α yaitu 10-100 pg/ml.

Adanya produksi TNF-α pada orang normal karena menurut (Baratawidjaja, 2009 dan Subowo,2009) TNF-α termasuk dalam jenis sitokin yang merupakan peptida pengatur (regulator) yang dapat diproduksi oleh hampir semua jenis sel berinti dalam tubuh. Memiliki sel sasaran dan fungsi yang multipel. Dikelompokkan dalam mediator

(9)

inflamasi yang berfungsi dalam komunikasi antar sel yang bekerja dalam sistem imun dan ini sangat dibutuhkan di dalam tubuh.

IV. KESIMPULAN IV.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdeteksi adanya gen TNF-α pada sampel klinis tuberkulosis menggunakan primer yang spesifik dengan panjang basa TNF-α 143 bp pada lokus 308.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, K. G. 2009. Imunologi Dasar. Edisi 8. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Crofton, A. Horne, M. Miller , F. 2002. Tuberkulosis klinis. Edisi ke 2 bahasa Indonesia. Widya Medika. Jakarta

Faatih, M, 2009. Isolasi dan Digesti DNA Kromosom.

https://publikasiilmiah.ums.ac.id .Diakses pada tanggal 21 April 2015.

Fairbanks, D. J. and W.R. Andersen. 1999. Genetics: The continuity of life. Brooks Cole Publishing Company. New York.

Guntur H, 2000. Sitokin Yang Berperan Dalam SIRS dan SEPSIS. Dalam Prasetyo DH dan Susanto YS (Eds) dalam SIRS dan SEPSIS (Imunologi, Diagnosis, Penatalaksanaan). University Press, Surakarta.

Handojo, I. 2003. Pengantar Imunoasai Dasar. Airlangga University Press. Surabaya.

Handojo, I, 2004. Serologic Approach to the Rapid Diagnosis of

Tuberculosis-TB Update III. Surabaya. p.51-61

Handoyo, D., dan Ari, R., 2000, Prinsip

Umum Dan Pelaksanaan

Polymerase Chain Reaction (PCR),Unitas, Vol. 9, No. 1, September 2000 - Pebruari 2001, 17-29.

Harbor, B. 2012. Tuberculosis (TB) Control. http://www.bchdmi.org. Diakses pada tanggal 19 April 2015. Hatta, M. and Henk L Smits. 2007. Detection of Salmonella typhi by nested Polymerase Chain Reaction in blood, urine and stool samples. American J. Tropical Medicine Hygiene. 76:139-143 Hiswani, M. 2010. Tuberkulosis

Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi Masalah Kesehatan Masyarakat. I n d a h 2 0 1 0 . W o r l d T B D a y 2 0 0 9 : S T O P T B. h t t p : / / w w w . I n d o s i a r . c o m . D i a k s e s p a d a tan ggal 01 Mei 2015/

Jean and Francois Giot. 2010. Agarose Gel Electrophoresis – Aplications in Clinical Chemistry. Journal of Medical Biochemistry 2010; 29 (1). Kaihena, M. 2013. Propolis Sebagai

Imunostimultor Terhadap Infeksi Micobacterium tuberculosis. Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Pattimura. Ambon.

Klug, W.S. and M.R. Cummings. 1994. Concept of genetics 4th ed. Merrill Publishing Co. Columbus, Ohio.

Kusuma, C. 2007. Diagnostik Tuberkulosis Baru. Seri pediatrik. 8(4): 143-151. Lee, S.V. and, A.R Bahaman, 2010.

Modified gel preparation for distinct DNA fragment analysis in

agarose gel

electrophoresis. Tropical Biomedicine 27(2): 351-354..

(10)

Loeffelholz, M. and Deng, H, 2006. PCR and Its Variations. Dalam Tang, Y.W. and C.W. Stratton (ed.). Advanced Techniques in Diagnostic Microbiology. Springer Science Business Media LLC. New York.

Miller, L.H., Baruch, D.I., Marsh, K.., Doumbo, O.K. 2002. The pathogenic basis of malaria. Nature.

Morin, N. J. Z. Gong, and Xiang-Fang, L. 2004. Reverse Transcription Multiplex of PCR Assay For Simultaneous Detection of Escherichia coli O157:H7, Vibrio cholerae O1, and Salmonella typhi. Clinical Chemistry. 50:11, 2037 – 2044.

Newton, C.R. and A. Graham, 1994.PCR. Bios Scientific Publisher. United Kingdom.

Nugraha, J, 2004. Urutan Asam Amino dari Epitop Regio N-Terminus Antigen ESAT-6 Sebagai Marka Diagnostik Penyakit Tuberkulosis Paru Aktif. Universitas Airlangga. Surabaya.

Pratiwi, S.T., 2008. Mikrobiologi farmasi. Erlangga, Jakarta.

Sanderson, K. and Nichols, D, 2003. Genetic Techniques: PCR, NASBA, Hybridisation and Microarrays’. Dalam McMeekin, T.A. (ed.) Detecting Pathogens in Food. Woodhead Publishing Limited. Cambridge and CRC Press LLC. Boca Raton.

Schmid, R.D, 2003. Pocket Guide to Biotechnology and Genetic Engineering. Wiley-VCH. Germany.

Simbahgaul. 2008. Mikrobakteria.

http://www.simbahgaul.wordpress.co

m Diakses pada tanggal 29 Mei 2015.

Smith, I.2003.Mycobacterium tuberculosis pathogenesis and molecular determinants of virulence.Clin Microbiol Rev. 16:463-9.

Stein, M. Catherine, Sarah Zalwango, LaShaunda L. Malone, Sungho Won, Harriet Mayanja Kizza, Roy D. Mugerwa, Dmitry V. Leontiev, Cheryl L. Thompson, Kevin C. Cartier, Robert C. Elston, Sudha K. Iyengar, W. Henry Boom, Christopher C. Whalen, 2008. Genome Scan of M. tuberculosis Infection and Disease in Ugandans. Subowo. 2009. Imunobiologi. Bandung:

Angkasa. Halaman 134-137.

Syafaruddin dan Tri Joko Santoso. 2011. Optimasi Teknik Isolasi Dan Purifikasi DNA Yang Efisien Dan Efektif Pada Kemiri Sunan (Reutalis Trisperma (Blanco). Jurnal Littri.

Gambar

Tabel 1. Nilai kuantitas DNA genom

Referensi

Dokumen terkait

Produk yang sudah selesai divalidasi oleh beberapa validator materi, validator media, dan validator bahasa serta telah selesai direvisi dan perbaikan, selanjutnya produk akan

Pada kombinasi perlakuan konsentrasi Na-alginat paling besar yaitu 2% dan lama penyimpanan 20 hari, penurunan pH dan kenaikan total asam (%) paling kecil karena kekuatan

menyelesaikan skripsi dengan judul “ PENGARUH AUDIT FEE DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN TERHADAP AUDITOR SWITCHING DENGAN REPUTASI KANTOR AKUNTAN PUBLIK SEBAGAI VARIABEL

Apakah Customer Relationship Management secara tidak langsung berpengaruh terhadap loyalitas investor melalui kepuasan pada PT Danareksa (Persero) Medan.. Apakah kualitas

• Bank devisa yang bersangkutan telah mengikatkan diri untuk menyetujui melakukan pembayaran setiap wesel yang ditarik atas L/C asalkan memenuhi persyaratan yang ditentukan atau

When conjunctive adverbs function this way, they are separated from the rest of the sentence with a comma. In such cases, the conjunctive adverb needs a.. comma after it because it

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan self-efficacy antara kelompok siswa etnis Tionghoa dan Non Tionghoa

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengukur kinerja operasi angkutan umum yang beroperasi di Kota Padangsidimpuan khusunya rute jalan pusat kota menuju terminal Batu