• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN METODE KALSINASI PADA AKTIVASI ALKALI DIGESTION UNTUK SINTESA ZEOLIT ALAM BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN METODE KALSINASI PADA AKTIVASI ALKALI DIGESTION UNTUK SINTESA ZEOLIT ALAM BANDUNG"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN METODE KALSINASI PADA AKTIVASI ALKALI DIGESTION

UNTUK SINTESA ZEOLIT ALAM BANDUNG

Biyas Rakhmad Bagus Purnomo (2307100041), Ricky Fredinansyah (2307100046) Pembimbing: Prof.Dr.Ir.Gede Wibawa,M.Eng , Dr.Ir.Kuswandi,DEA Laboratorium Thermodinamika Teknik Kimia Jurusan Teknik Kimia ITS

Kata kunci : zeolit alami, ion removal, alkali digestion, kalsinasi

Abstrak

Pada penelitian ini telah dikembangkan metode aktivasi zeolit alam klinoptilolit dengan kadar CaO tinggi dari Bandung Jawa Barat dengan gabungan proses ion removal, alkali digestion dan kalsinasi. Proses ion removal, kandungan CaO dalam zeolit dihilangkan dengan menggunakan larutan NH4Cl yang direaksikan dengan zeolit alam. Process alkali digestion dilakukan dengan mencampur zeolit hasil proses ion removal

dengan NaOH dan NaAlO2 pada suhu 80 °C dengan disertai pengadukan selama 8 jam untuk menyeimbangkan rasio SiO2/Al2O3. Selanjutnya, kalsinasi produk akhir pada suhu 800 °C selama 4 jam. Metode ini mampu menurunkan rasio SiO2/Al2O3 dan kandungan CaO pada zeolit dari 12,1 menjadi 2,50 dan dari 12,0% menjadi 6,12%. Berdasarkan analisa X-Ray Fluorescence, X-Ray Diffraction dan Scanning Electronic Microscope, produk zeolit teraktivasi yang dikembangkan memiliki karakteristik mirip zeolit A komersial.

1. Pendahuluan

Zeolit disebut batuan mendidih, karena mineral ini mempunyai sifat mendidih atau mengembang jika dipanaskan. Zeolit merupakan senyawa aluminio-silikat yang membentuk kerangka tiga dimensi, mempunyai rongga (pori atau celah) dengan permukaan bagian dalam kristal yang luas (Swantomo dkk, 2009).

Secara geologi Indonesia berpotensi besar untuk memiliki cadangan zeolit alam, karena letaknya yang berada dalam wilayah rangkaian gunung api. Diperkirakan deposit zeolit tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Maluku dengan potensi deposit sebesar 16.600.000 ton. Di Indonesia sampai saat ini telah dieksplorasi meneral zeolit yang tersebar lebih dari 50 daerah diantaranya dari daerah Sumatra, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan, Nusatenggara, Maluku hingga Sumatra. Hingga sekarang terdapat lebih dari 40 jenis zeolit yang diketahui dengan pasti baik sebagai hasil proses hidrotermal, maupun proses diagenesa dari batuan vulkanik (Purawiardi, 1999).

Hingga saat ini, zeolit sintetik lebih banyak digunakan dari pada zeolit alam, karena melalui proses sintesis dapat dibuat zeolit sesuai dengan fungsi yang dikehendaki. Zeolit sintetik dibuat dari bahan lain dengan proses sintesis, diproses sedemikian rupa hingga menyerupai zeolit alam dengan komposisi yang homogen dan bebas pengotor. Namun, kebutuhan zeolit sintetik di Indonesia hingga saat ini masih dipasok dari luar negeri, di sisi lain Indonesia sangat kaya akan kandungan zeolit alam (Senda dkk, 2006).

Alkan dkk (2005) mempelajari pengaruh konsentrasi penambahan alkali dan rasio solid/liquid pada sintesis zeolit NaA dari kaolin. Burriesci dkk (1984) mengembangkan proses hidrothermal untuk memproduksi zeolit dengan bahan baku silika – alumina. Semua proses tersebut menghasilkan

jumlah pengotor kuarsa atau hidroksisodalite yang cukup besar.

Untuk penggunaan bahan baku yang berasal dari zeolit alam, Kang dkk (1998) merubah zeolit alam Korea yang banyak mengandung feldspar menjadi zeolit tipe X dan tipe P melalui reaksi hidrothermal dengan atau tanpa fusi NaOH. De Fazio dkk (2008) melakukan sintesis zeolit alam tipe klinoptilolite dengan menggunakan proses hidrothermal pada suhu rendah, namun kuarsa dan feldspar masih terkandung didalam produk. Kazemian dkk (2009) meneliti proses produksi zeolite type A dari zeolit alami Iran tipe klinoptilolite dengan mekanisme sol – gel dengan satu langkah proses. Produk yang dihasilkan dari sintesis zeolit alam menjadi beberapa jenis zeolit sintetik tersebut memberi hasil yang lebih baik jika dibandingkan hasil pembuatan zeolit dari bahan aluminasilikat lain. Namun adanya pengotor dan homogenitas produk masih menjadi persoalan. Herudati dan Rahmawati (2010) meneliti proses aktivasi zeolit alam Bandung untuk peningkatan performa adsorpsinya pada etanol-air dengan metode aluminasi alkali disgestion, produk yang dihasilkan memiliki karakteristik seperti zeolit A tetapi masih memiliki pengotor CaO yang masih tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas zeolit alam sehingga karaktersitiknya menyerupai zeolit A sintetik.

Penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan metode aktivasi zeolit alam klinoptilolit kualitas rendah (kadar CaO tinggi) dari Bandung, Jawa Barat sehingga memiliki karakteristik zeolit A.

2. Bahan dan Metode Penelitian

a. Bahan

Pada penelitian ini, bahan baku zeolit alam yang digunakan adalah zeolit alam yang berasal dari Bandung, Jawa Barat. Zeolit alam Bandung

(2)

merupakan zeolit tipe klinoptilolit dengan kualitas rendah karena banyaknya kadar pengotor CaO sebesar 12,0 % yang terdapat di dalamnya dan mempunyai rasio SiO2/Al2O3 sebesar 12,1. Oleh karena itu dibutuhkan proses treatment untuk mereduksi kadar CaO dalam zeolit dan merubah rasio SiO2/Al2O3 menjadi 1-2 yang merupakan range rasio SiO2/Al2O3 dari zeolit A.

Imbert dkk.. (1994), melakukan riset dengan proses sintetik zeolit dari bahan mineral seperti kaolin dilakukan dalam beberapa tahap. Zeolit tipe A dari kaolin dikembangkan melalui tiga tahap proses yaitu kalsinasi pada 500 – 1000 °C selama 5 jam, pencampuran dengan larutan NaOH selama 24 jam dan kristalisasi dengan penambahan beberapa senyawa oksida. Temperatur optimum yang diperoleh pada 750 °C dan kristal zeolit A yang diperoleh sangat bervariasi tergantung dari kondisi reaksi hidrothermal nya.

Taffarel dan Rubio (2008), melakukan reduksi CaO dalam zeolit dengan metode aktivasi pertukaran ion menggunakan larutan NH4Cl. Dengan metode ini didapatkan kadar CaO dalam zeolit mengalami penurunan dari 6.19% menjadi 1.43%.

Kazemian dkk (2009), yang melakukan sintesis zeolit LTA (Linde Type A) dari zeolit alam Iran tipe klinoptilolit menggunakan metode aluminasi pada proses alkali digestion. Proses berlangsung pada suhu rendah dan tekanan atmosfir. Prinsip dari proses ini adalah merubah rasio SiO2/Al2O3 dari rasio sebelumnya 5.5–6 menjadi 1.2–1.6. Metode yang sama dilakukan oleh Herudati dan Rahmawati (2010) terhadap zeolit alam Bandung tetapi proses disertai dengan kalsinasi produk akhir dimana proses terbaik diperoleh saat pencampuran dengan NaOH 2 M dengan waktu pengadukan 8 jam.

Penelitian ini menggabungkan metode alkali digestion yang dikembangkan oleh Herudati dan Rahmawati (2010) dan metode ion removal yang dikembangkan oleh Falah dan Mustain (2011) yang selanjutnya dimodifikasi dengan metode kalsinasi yang dikembangkan oleh Imbert dkk. (1994) terhadap zeolit alam Bandung kualitas rendah. Penelitian dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Kimia, Laboratorium Studi Energi dan Rekayasa Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Laboratorium dan Laboratorium Sentral FMIPA Universitas Negeri Malang.

b. Peralatan

Peralatan sintesis yang digunakan terdiri dari reaktor 100 ml yang dilengkapi dengan pengaduk, pemanas, dan thermocouple. Suhu dikontrol menggunakan thermocontrol (Transmitt G-7) dengan akurasi + 1oC. Rangkaian peralatan sintesis zeolit penelitian ini seperti pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Rangkaian skematis peralatan sintesis zeolit (1) magnetik stirrer; (2) statip; (3) reaktor dilengkapi pemanas elektrik; (4) thermocouple; (5) thermocontrol; (6) electric contactor.

c. Prosedur 1. Ion Removal

Batuan zeolit alam yang akan digunakan dicuci menggunakan air suling, setelah itu dikeringkan dalam oven pada suhu 100-110 oC selama 10 jam kemudian dihaluskan dan disaring dengan ukuran 80-140 mesh.

Sintesis zeolit alam dimulai dengan mencampur 5 gram powder zeolit dengan 100 mL larutan NH4Cl 1,5 M dan diaduk hingga 12 jam pada suhu ruangan di dalam reaktor. Setelah itu, zeolit yang sudah disaring kemudian dikeringkan pada suhu 100-110 oC selama 10 jam.

2. Alkali Digestion

Sintesis berikutnya, zeolit dicampur dengan 90 mL larutan NaOH 2 M dan Sodium Aluminat (6.13 gram, ditentukan secara stoikiometri) pada suhu 80 o

C dengan disertai pengadukan selama 8 jam di dalam reaktor. Setelah proses aktivasi selesai, menyaring fase padatan menggunakan kertas saring, dan mencuci dengan air suling hingga pH netral, kemudian fase padatan yang sudah netral dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100-110 o

C selama 10 jam. Proses dilanjutkan dengan kalsinasi produk akhir pada suhu 600 oC selama 2 jam.

3. Kalsinasi

Selanjutnya zeolit setelah diaktivasi akan dilakukan pengembangan metode kalsinasi dengan variabel suhu 700-1100 ○C. Produk zeolit yang terbentuk setelah proses aktivasi dianalisa karakteristiknya menggunakan peralatan X-ray Diffraction (Philips X’Pert MPD) untuk mengetahui

fase kristalin, X-ray fluorescence (PanAlytical PW 4030 X-Ray Spectrometer) untuk mengetahui komposisi kimia dan Scanning Electronic

Microscope (Zeiss EVO MA-10) untuk

mendapatkan gambaran morfologi partikel.

3. Hasil dan Pembahasan

a. Karakterisasi Zeolit Alam

Data hasil analisa dari setiap sampel pada penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1. Data merupakan hasil analisa XRF dan XRD yang diolah

1 2

3 4

5 6

(3)

menggunakan Software Philips X’pert High Score

Plus. Pada Tabel 1 dapat dilihat hasil perbandingan SiO2/Al2O3. dan pengurangan kandungan Ca2+ dalam zeolit alam serta kristalinitas dari masing-masing sampel.

Tabel 1.

Pengaruh variabel suhu kalsinasi dan waktu reaksi terhadap produk zeolit pada saat aktivasi.

Kode Suhu (oC) Waktu (jam) Rasio SiO2/Al2O3 Kadar CaO Fase Kristalin KN Zeolit Alam Bandung 12.1 12.0 % K 1 + M2 KS Zeolit Komersial Tipe 3A 2.51 3.96 % ZA 3 K1 700 1 2.84 6.39 % ZA K2 2 2.87 6.40 % ZA K3 3 2.89 6.42 % ZA K4 4 3.05 6.61 % ZA + UZ K5 5 3.00 6.44 % ZA + UZ K6 800 1 2.80 6.56 % ZA + UZ K7 2 2.83 6.26 % ZA + UZ K8 3 3.04 6.65 % ZA + UZ K9 4 2.50 6.12% ZA + UZ K10 5 2.64 6.51 % ZA + UZ K11 900 1 2.52 6.76 % ZA + UZ K12 2 2.60 6.38 % ZA + UZ K13 3 2.60 6.49 % ZA + UZ K14 4 2.66 6.31 % ZA + UZ K15 5 2.67 6.58 % ZA + UZ K16 1000 1 2.61 6.39 % ZA + UZ K17 2 2.78 6.62 % ZA + UZ K18 3 2.76 6.45 % ZA K19 4 2.63 6.43 % ZA K20 5 2.77 6.75 % ZA + UZ K21 1100 1 2,75 6,69 % ZA K22 2 2,73 6,74 % ZA K23 3 2,60 6,66 % ZA + UZ K24 4 2,65 6,45 % ZA + UZ K25 5 2,63 7,32 % ZA + UZ 1 Klinoptilolit 2 Mordenit 3 Zeolit A (Na) 4 Unnamed zeolite

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kandungan Ca2+ dalam zeolit alam yang sudah diaktivasi juga mengalami pengurangan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan modifikasi metode kalsinasi yang digabungkan dengan metode ion removal menggunakan NH4Cl dan metode alkali

digestion dengan menggunakan NaOH dan NaAlO2

mampu menurunkan kandungan Ca2+ dari zeolit alam. Dimana reaksi yang terjadi pada saat metode

ion removal adalah :

2 NH4Cl + Ca2+ → CaCl2 + 2 NH4+

Di samping itu, perbandingan SiO2/Al2O3 dari zeolit alam yang sudah diaktivasi berkisar 3.05-2.50. Dimana perbandingan tersebut sudah mendekati perbandingan SiO2/Al2O3 dari zeolit sintetis komersil yang sebesar 2.51. Pada proses ini menunjukkan bahwa perbandingan SiO2/Al2O3 dari zeolit alam mampu direkayasa dengan cukup baik dengan metode aluminasi alkali digestion berdasarkan reaksi:

2Na6[(AlO2)6(SiO2)30].nH2O + 48NaAl(OH)4 → 5Na12[(AlO2)12(SiO2)12].mH2O

Dari Tabel 1 juga menunjukkan bahwa struktur kristal dari zeolit teraktivasi berupa zeolit tipe A. Akan tetapi produk yang dihasilkan dari proses ini masih menghasilkan produk samping yang berupa

unnamed zeolite

Dari analisa yang dilakukan didapatkan produk terbaik yaitu pada sampel K9 dengan kandungan CaO sebesar 6.12 % dan perbandingan SiO2/Al2O3 sebesar 2.50. Nilai ini mendekati nilai zeolit sintesis (KS) dengan kandungan CaO sebesar 3.96% dan perbandingan SiO2/Al2O3 sebesar 2.51. Produk ini diperoleh pada waktu metode kalsinasi dengan suhu 800 C dan waktu kalsinasi selama 4 jam.

Hasil analisa difaktogram sampel zeolit (Gambar 1-3) memberikan informasi tentang jenis mineral dan tingkat kristalinitas struktur komponen penyusun sampel. Jenis mineral penyusun sampel ditunjukan oleh daerah munculnya puncak. Sedangkan tingkat kristalinitas struktur komponen ditunjukkan oleh tinggi rendahnya intensitas puncak.

Gambar 1. Hasil analisa XRD untuk zeolit alam sebelum diaktivasi (sampel KN)

(4)

Gambar 2. Hasil analisa XRD untuk zeolit alam setelah diaktivasi (sampel K9)

Gambar 3. Hasil analisa XRD untuk zeolit A sintetik (sampel KS)

Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa difraktogram XRD zeolit alam Bandung merupakan zeolit klinoptilolit dengan campuran mordenit. Sedangkan pada Gambar 2 terlihat bahwa posisi sudut munculnya puncak dari zeolit alam teraktivasi sudah hampir sama dengan posisi sudut munculnya puncak dari zeolit A sintetis (Gambar 3). Walaupun munculnya puncak sudah pada posisi sudut yang sama, akan tetapi intensitas puncak dari zeolit alam teraktivasi masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan intensitas puncak dari zeolit A sintetis. Hal ini menunjukkan bahwa proses ini belum bisa meningkatkan intensitas dari zeolit alam.

Berdasarkan hasil analisa XRF (Tabel 2), zeolit alam teraktivasi mempunyai komposisi yang sudah hampir sama dengan komposisi zeolit A komersial dan telah mengalami perubahan yang cukup signifikan bila dibandingkan saat sebelum diaktivasi. Perbedaan yang mencolok terlihat pada kandungan K2O yang berbeda cukup jauh, sedangkan untuk kandungan SiO2 dan Al2O3 memang berbeda akan tetapi rasio SiO2/Al2O3 hampir sama.

Uji morfologi pada zeolit alam dilakukan dengan menggunakan alat Scanning Electron

Microscope (SEM). Berikut merupakan hasil uji morfologi SEM yang telah dilakukan pada sampel.

Gambar 4. Hasil analisa SEM untuk zeolit alam sebelum diaktivasi (sampel KN)

Gambar 5. Hasil analisa SEM untuk zeolit alam setelah diaktivasi (sampel K9)

Gambar 6. Hasil analisa SEM untuk zeolit A sintetik (sampel KS)

Dari Gambar 4-6 dapat dibandingkan perbedaan antara zeolit alam sebelum diaktivasi dengan zeolit alam setelah diaktivasi. Bentuk morfologi zeolit alam sebelum diaktivasi (Gambar 4) memiliki bentuk yang tidak beraturan. Akan tetapi, setelah dilakukan proses aktivasi, zeolit alam teraktivasi memperlihatkan perubahan bentuk morfologi yang cukup signifikan (Gambar 5). Bentuk morfologi zeolit alam teraktifasi

(5)

memperlihatkan bentuk kubus. Jika dibandingkan dengan zeolit A sintetik buatan industri (Gambar 6) yang memiliki morfologi struktur zeolit yang berbentuk kubus, zeolit alam teraktivasi masih jauh berbeda. Karena pada zeolit alam teraktivasi bentuk morfologi kubusnya masih dikelilingi kristal-kristal kecil disekitarnya atau masih adanya pengotor yang masih menempel pada kristal. Kristal-kristal kecil tersebut merupakan unsur zeolit yang tidak membentuk kristal setelah proses aktivasi, atau biasa disebut juga amorf.

4. Kesimpulan

Pada penelitian ini telah dikembangkan proses aktivasi zeolit dengan gabungan metode ion removal dan alkali digestion yang dimodifikasi dengan metode kalsinasi, dimana produk zeolit teraktivasi yang dihasilkan memiliki karakteristik mirip zeolit A komersial tetapi produk yang dihasilkan masih terdapat produk samping berupa unnamed zeolit. Metode aktivasi ion removal dengan menggunakan larutan NH4Cl kandungan CaO dalam zeolit dapat diturunkan dari 12,0 % menjadi 6,12%. Metode aktivasi alkali digestion yang dilakikan dengan penambahan larutan NaOH dan NaAlO2 mampu menyeimbangkan nilai rasio perbandingan SiO2/Al2O3 menjadi 2,51. Metode kalsinasi dengan suhu 800 oC selama 4 jam mampu membentuk morfologi kristal zeolit alam Bandung menjadi kristal kubus yang merupakan bentuk dari kristal zeolit tipe A.

Daftar Pustaka

Alkan, M., Hopa, C., Yilmas, Z., Guler, H., (2005), “The effect of alkali concentration and solid/liquid ratio on the hydrothermal synthesis of zeolite NaA from natural kaolinite”, Microporous and Mesoporous

Materials 86, hal. 176-184.

Bahl, B.S., Tuli, G.D., Bahl, A., (1997), “Essentials of Physical Chemistry”, S. Chand &

Company, Ltd, New Delhi.

Burriesci, N., Crisafulli, M.L., Giordano, N., Bart, J.C.J., Polizzotti, G., (1984), “Hydrothermal synthesis of zeolites from low-cost natural silica alumina sources”, Zeolities, Vol. 4,

October, hal. 384-388.

De Fazio, A., Brotzu, P., Ghiara, M.R., Fercia, M.L., Lonis, R., Sau, A., (2008), “Hydrothermal treatment at low temperature of Sardinian clinoptilolite-bearing ignimbrites for increasing cation exchange capacity”, An

International Journal of Mineralogy, Crystallography, Geochemistry, Ore Deposits, Petrology, Volcanology, hal. 79-91.

Falah, M., Mustain, A., (2011) “Pengurangan Kandungan Ca2+ dari Zeolit Alam Bandung

untuk Meningkatkan Kapsitas

Adsorpsinya”, Skripsi, Jur, Teknik Kimia,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Herudati, W., Rahmawati, P., (2010), “Aktivasi zeolit alam untuk meningkatkan performa adsorpsi dari campuran etanol-air”, Skripsi,

Jur. Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Imbert, FE., Moreno, C., Montero, A., 1994.“Venezuelan Natural Aluminosilicates as a Feedstock in the Synthesis of Zeolite A”,

Zeolites Vol 14, June, 376 – 378.

Kang, S.J., Egashira, K., Yoshida, A., (1998), “Transformation of a low-grade Korean natural zeolite to high cation exchanger by hydrothermal reaction with or without fusion with sodium hydroxide”, Applied Clay

Science 13, hal. 117-135.

Kazemian, H., Modarress, H., Kazemi, M., Farhadi, F., (2009), “Synthesis of submicron zeolite LTA particles from natural clinoptilolite and industrial grade chemicals using one stage procedure”, Powder Technology 196,

hal. 22-25.

Purawiardi, R., (1999), “Karakteristik zeolit alam asal Bayah Sukabumi, Jawa Barat”, Buletin

IPT, No. 1 Vol. V, hal 6-12.

Senda, S.P., Saputra, H., Sholeh H., A., Rosjidi, M., Mustafa, A., (2006), “Prospek Aplikasi Produk Berbasis Zeolit Untuk Slow Release Substances (SRS) dan Membran”,

Dasar-dasar Teknik Kimia, hal. 1-5.

Swantomo, D., Kundari, N.A., Pambudi, S.L., (2009), “Adsorpsi fenol dalam limbah dengan zeolit alam terkalsinasi”, Seminar

Nasional V, SDM Teknologi Nuklir, hal. 705-713.

Taffarel, S.R., Rubio, J., (2008), “On the removal of Mn2+ ions by adsorption onto natural and activated Chilean zeolites”, Minerals Engineering 22 (2009), hal. 336-343.

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan kosakata antarkelompok umur adalah faktor yang paling mudah teramati dari hubungan pilihan bahasa dengan umur.  Dalam tataran bunyi bahasa, misalnya, sosiolinguis

Observasi yang dilakukan pada tanggal 15 – 17 Maret 2016 dilakukan pengamatan secara langsung mengenai kehidupan penambang belerang di Kawah Gunung Ijen

Upaya untuk dapat setara dan bersaing dengan pendidikan umum menjadi keseriusan dalam perjalanannya, seperti pesantren yang diakui termasuk sebagai sistem

Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan untuk pakan ternak walaupun sifatnya

Dengan I0 adalah intensitas radiasi yang masuk; It adalah intensitas radiasi yang di transmisikan; A dikenal sebagai absorbans dan merupakan ukuran jumlah cahaya yang diserap

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ika Wiji Sulastri (2015) dengan hasil validasi media dan materi oleh beberapa validator dapat dikategorikan layak dengan

-Venosa BEDAH ORTHOPAEDI 83 Dislokasi Bahu 84 Fraktur Klavikula 85 Fraktur Humerus 86 Fraktur Cruris 87 Fraktur Galeazi 88 Fraktur Montegia 89 Fraktur Radius-Ulna 90 Fraktur Colles.

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh enzim yang diisolasi dari isolat bakteri pelarut fosfat yang diisolasi dari sampel isolat bakteri termofilik Sungai