BAB III
METODOLOGI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN MODEL
III.1 Metodologi Penelitian
Pada penelitian ini, tahapan yang akan dilakukan seperti terlihat pada Gambar 3.1, sedangkan uraian masing-masing tahapan akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model analisis kinerja klaster industri kecil (klaster supply chain), menganalisis faktor-faktor keberhasilan klaster, dan usulan rekomendasi kebijakan pengembangan klaster . Studi Literatur yang berkaitan dengan masalah kebijakan industri nasional, klaster industri, IKM, profil industri TPT.
Metodologi penelitian merupakan tahapan penelitian yang dilakukan. Sedangkan pengembangan model merupakan hasil dari elaborasi dari konsep-konsep yang ada
Kinerja klaster industri tekstil dan produk tekstil merupakan dasar model dan studi kasus dalam model analisis kinerja klaster supply chain.
Analisis dan pembahasan dilakukan untuk menindaklanjuti hasil model dasar yang diusulkan .
Kesimpulan dan saran berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk kepentingan pengembangan model lebih lanjut.
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian
Perumusan Masalah dan Penetapan Tujuan Penelitian
Studi Literatur
Pengembangan Model
Kinerja Klaster Industri Kecil Tekstil dan Produk Tekstil
Analisis dan Pembahasan
III.1.1 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikemukan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana memodelkan analisis kinerja klaster supply chain industri kecil ? 2. Bagaimana menganalisi faktor-faktor yang dominan terhadap keberhasilan
klaster industri dan bagaimana menyelesaikan dan memecahkan masalah-masalah pokok klaster industri kecil agar kinerjanya lebih baik ?
3. Bagaimanakah usulan strategi dan kebijakan bagi pengembangan klaster industri kecil, berdasarkan model usulan ?
III.1.2 Penetapan Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengembangkan model analisis kinerja klaster industri kecil yang memfokuskan pada proses dan keterkaitan yang terintegrasi.
2. Menganalisis faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap keberhasilan klaster industri kecil.
3. Memberikan masukan terhadap penyusunan strategi dan kebijakan pengembangan klaster industri, khususnya industri kecil TPT.
III.1.3 Studi Literatur
Tahapan studi literatur dilakukan untuk memperoleh pemahaman dan informasi yang lebih baik dalam melakukan penelitian yang diperoleh dari berbagai literatur, baik textbook, jurnal-jurnal maupun artikel-artikel terkait, serta hasil–hasil penelitian sebelumnya, yang berhubungan dengan topik penelitian.
III.1.4 Metodologi Penelitian dan Pengembangan Model
Pada tahap ini akan dilakukan pengembangan model analisis kinerja klaster industri kecil (klaster supply chain), yang merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Pengembangan model merupakan hasil dari elaborasi dari konsep-konsep yang ada. Pengembangan model ini akan menjelaskan metoda analisis kinerja klaster industri kecil dan variabel-variabel keberhasilan klaster industri kecil.
III.1.5 Kinerja Klaster Industri Kecil Tekstil dan Produk Tekstil III.1.5.1 Klaster IKM TPT Tekstil Surapati Bandung
Pada bagian ini akan dilakukan identifikasi dan analisa karakteristik industri kecil tekstil dan produk tekstil yang menjadi studi kasus dalam penelitian. Identifikasi dan analisis tersebut berdasarkan data sekunder, yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti BPS, Departemen Perindustrian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Selain itu juga dilakukan analisis terhadap data-data yang membentuk klaster. Selanjutnya dilakukan analisis data dengan kuesioner terhadap variabel-variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan kegagalan industri kecil.
III.1.5.2 Faktor-Faktor Analisis Kinerja Klaster Industri Supply Chain
Analisis kinerja klaster industri supply chain akan menjelaskan proses dan keterkaitan yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Faktor analisis kinerja klaster supply chain yaitu industri inti, supplier, subkontrak, dan pemasar. Pada industri inti akan dilakukan pengelompokkan industri inti berdasarkan kinerja bisnisnya dengan menggunakan perhitungan statistik analisis kluster.
III.1.5.3 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Klaster Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan klaster IKM merupakan faktor internal dan eksternal yang merupakan perumusan dari sukses perusahaan industri kecil individual. Faktor-faktor keberhasilan klaster IKM ini kemudian akan dianalisis untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang paling dominan dengan perhitungan statistik analisis diskriminan.
III.1.6 Analisis dan Pembahasan
Tahapan ini merupakan tindak lanjut dari identifikasi dan analisis terhadap model yang digunakan pada bab sebelumnya. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memahami dan menganalisis hasil, serta kelebihan dan kekurangan dari model yang dikembangkan dalam pembentukan klaster supply chain. Analisis ini dilakukan secara bertahap sesuai dengan langkah-langkah yang dilakukan dalam model yang diusulkan.
III.1.7 Kesimpulan dan Saran
Tahapan ini merupakan akhir dari penelitian, yaitu menarik kesimpulan berdasarkan analisis data yang telah dilakukan. Selanjutnya diberikan saran-saran untuk mengembangkan hasil penelitian ini di masa mendatang, terutama untuk menyempurnakan model dan instrumen penelitian, dan untuk analisis pengembangan industri kecil tekstil dan produk tekstil di Kota Bandung.
III.2 Pengembangan Model
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengembangan model analisis kinerja klaster industri kecil, yang terdiri dari analisis kinerja klaster industri kecil dari hulu ke hilir (supply chain) dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan klaster industri kecil. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengembangan model dapat dilihat pada model penelitian gambar 3.2. Model penelitian merupakan sebuah model konseptual (a theoritical framework) yang menggambarkan hubungan logis antara beberapa faktor penting di dalam permasalahan.
III.2.1 Identifikasi Kinerja Klaster Industri
Pada penelitian ini dilakukan identifikasi dan penyesuaian terhadap konsep klaster industri, sebagai kerangka acuan bagi proses adaptasi setiap perusahaan dalam melakukan kerja sama. Dalam sebuah klaster industri, proses kerjasama dapat melibatkan berbagai unsur penting diantaranya proses, produk, dan resources (Boedisetio (2004) dalam Permadi, 2006).
Hubungan atau kerjasama antara perusahaan dalam klaster dapat bersifat horisontal dan vertikal. Hubungan horisontal melalui mekanisme produk jasa komplementer, penggunaan berbagai input khusus, teknologi atau institusi. Sedangkan hubungan vertikal dilakukan melalui supply chain yang terhubung dari hulu ke hilir dengan segala macam proses dan kegiatan yang berbeda yang memberikan nilai pada produk dan jasa sampai ke tangan konsumen.
Gambar 3.2 Model Penelitian
Klaster industri tidak saja menganggap pentingnya keluaran (produk), tetapi secara eksplisit juga pentingnya keterkaitan antar suatu elemen (sub-sistem) proses penciptaan nilai (value chain) dengan elemen (sub-sistem) proses penciptaan lainnya sebagai satu kesatuan (Permadi, 2006). Sehingga kajian klaster industri lebih ditekankan pada proses dan keterkaitan yang terintegrasi, walaupun produk tetap menjadi bagian yang penting dalam klaster industri. Hal ini terkait dengan isu penting pada klaster industri yaitu keunggulan bersaing (competitive advantage) dan batasan geografis yang membatasinya (Porter, 1998).
Pada penelitian ini juga dilakukan identifikasi mekanisme kehidupan klaster industri kecil yang merupakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh seluruh unsur-unsur klaster dalam usahanya memproduksi produk yang diinginkan pasar. Mekanisme kehidupan klaster ini merupakan hubungan vertikal dari hulu ke hilir yang membentuk supply chain. Karakteristik kehidupan klaster (Untari, 2004) adalah sebagai berikut:
1. Di dalam klaster terdapat industri kecil yang melakukan proses produksi, yaitu mengubah suatu input menjadi output yang diinginkan pasar. Dimana output industri kecil tersebut merupakan komoditas utama suatu klaster yang selanjutnya disebut sebagai industri inti.
2. Industri inti dalam melaksanakan proses produksi didukung oleh usaha-usaha lain, yang meliputi:
a. Supplier yang menyediakan bahan (bahan baku maupun bahan penolong)
b. Subkontraktor yang mengerjakan sebagian tahap proses produksi yang harus dikerjakan usaha inti.
c. Pemasar, yang membantu usaha inti memasarkan produk atau menjadi penghubung antara apa yang diproduksi usaha inti dengan konsumen (pasar).
Oleh karena usaha-usaha tersebut bersifat mendukung operasional usaha inti, maka untuk selanjutnya disebut sebagai usaha pendukung atau usaha penunjang.
3. Usaha inti beserta usaha-usaha penunjang akan berinteraksi dan bekerjasama dalam mewujudkan produk yang diinginkan pasar.
4. Klaster akan berhubungan dengan pihak luar klaster. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam proses produksi dan melayani kebutuhan pasar.
Berdasarkan karakteristik kehidupan klaster tersebut di atas, maka mekanisme kehidupan klaster dapat digambarkan seperti gambar 3.3. Gambar tersebut memperlihatkan aktivitas seluruh unsur klaster, dimulai dari aktivitas industri inti, aktivitas di dalam klaster, dan aktivitas antara klaster dengan luar klaster. selanjutnya mekanisme klaster pada penelitian ini terfokus pada berkembangnya industri inti (LPM-ITB, 2001), yaitu terbentuknya klaster akan tergantung pada tiga faktor yaitu: proses produksi, produk, dan pasar. Ketiga faktor tersebut merupakan stimulan dalam menggerakkan industri inti.
Gambar 3.3 Mekanisme Kehidupan Klaster Industri Kecil (Untari, 2004)
III.2.2 Penentuan Faktor-Faktor Penelitian
Penelitian ini didasari oleh 2 (dua) hal pokok, yaitu identifikasi faktor-faktor analisis kinerja klaster industri supply chain dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan klaster tersebut. Analisis kinerja klaster supply chain dilakukan melalui identifikasi terhadap industri inti, supplier, subkontrak, dan pemasar.
1. Industri inti adalah industri/perusahaan yang berperan sebagai industri utama yang melakukan proses produksi.
2. Supplier adalah usaha penunjang yang memenuhi kebutuhan bahan baku dan bahan penolong yang diperlukan usaha inti dalam proses produksinya (Untari, 2004). Sebagai penyedia bahan baku dan bahan penolong, maka kriteria pemilihan supplier adalah harga, kuantitas, kualitas, persediaan, dan pelayanan (kelangsungan, kecepatan pasokan) (Atomsa, 1997, dan Lasch and Janker, 2005).
3. Subkontrak adalah pembuatan barang oleh sebuah perusahaan yang diperuntukkan bagi perusahaan lain berdasarkan spesifikasi yang ditentukan oleh perusahaan pemesan (Lozerson, 1990 dalam Untari, 2004). Dalam penelitian ini subkontrak didefinisikan sebagai usaha penunjang yang mengerjakan bagian tertentu dari keseluruhan proses produksi yang seharusnya dilakukan industri inti (Untari, 2004). Subkontrak muncul
karena dua alasan yaitu kapasitas dan teknologi produksi (Permadi, 2003). Atomsa (1997) menjelaskan faktor-faktor teknologi produksi terdiri dari fasilitas produksi, biaya produksi, waktu proses, dan mutu produk.
4. Pemasar merupakan usaha penunjang yang mendukung industri inti dalam memasarkan produknya (Untari, 2004). Kriteria pemasar adalah kemampuan promosi, kemampuan mendapatkan order, dan harga produk yang sesuai (Atomsa, 1997).
Sedangkan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan klaster dilakukan dengan mengidentifikasi variabel-variabel internal dan eksternal yang dianggap berpengaruh terhadap keberhasilan klaster industri kecil. Keberhasilan dan kegagalan klaster industri kecil tergantung terhadap beberapa faktor diantaranya yang dianggap penting dalam penelitian ini yaitu:
a. Bahan baku
Bahan baku merupakan faktor yang sangat penting dalam proses produksi, karena bahan baku merupakan input proses produksi. Tanpa adanya ketersediaan bahan baku dengan kuantitas, kualitas, dan harga yang diharapkan pada waktu yang dibutuhkan, maka kegiatan produksi tidak dapat berjalan. Atomsa (1997) menyatakan bahwa bahan baku merupakan faktor yang dominan dalam keberhasilan industri kecil.
Atomsa (1997) dan Lasch and Janker (2005) menyatakan bahwa kriteria untuk bahan baku adalah harga, kuantitas, kualitas, persediaan, dan pelayanan (kelangsungan, kecepatan pasokan). Intensitas pengendalian bahan baku didefinisikan sebagai kemampuan dan keinginan perusahaan dalam mengendalikan biaya bahan baku sebagai upaya menekan biaya produksi untuk menghasilkan harga jual yang kompetitif (Herdiani, 2001). b. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia atau tenaga kerja merupakan faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan suatu perusahaan. Tenaga kerja yang dimaksud adalah sumber daya manusia yang terlibat dalam proses produksi. Pengembangan manajemen diperlukan untuk meningkatkan
sumber daya manusia sehingga mempunyai pengalaman, perilaku, dan keterampilan yang efektif.
Trindira (2002) menyatakan aspek-aspek yang termasuk dalam sumber daya manusia yaitu ketersediaan tenaga kerja dengan tingkat keterampilan yang baik, kemudahan dalam memperoleh tenaga kerja, tingkat perpindahan, persaingan dalam memperoleh tenaga kerja, dan kemampuan dalam menguasai teknologi yang diperlukan. Sedangkan Atomsa (1997) menyatakan bahwa aspek-aspek sumber daya manusia adalah kualitas tenaga kerja, kemudahan memperoleh tenaga kerja pada saat diperlukan, biaya tenaga kerja, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman tenaga kerja, serta pengetahuan dan pelatihan baik teknik maupun manajerial. c. Teknologi
Teknologi proses dapat meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan seperti pengembangan proses untuk meningkatkan pencapaian toleransi yang ketat, memperkecil timbulnya produk cacat, tingkat presisi yang lebih baik, dan dimensi kualitas lainnya (Herdiani, 2001). Teknologi proses juga dapat menjadi sumber keunggulan kualitas produk yang dihasilkan di mata konsumen. Keunggulan kualitas akan menyebabkan konsumen memilih produk yang ditawarkan dengan harga yang sama atau bahkan bersedia membayar lebih sesuai dengan kepuasan yang didapat dari kualitas yang ditawarkan.
Atomsa (1997) menyatakan bahwa kualitas produk dapat meningkat dengan menggunakan fasilitas dan peralatan yang modern dan terbaru sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Kemajuan teknologi mempunyai efek yang penting terhadap suksesnya industri kecil, jika dapat menggunakannya dengan tepat dalam kondisi yang berubah-ubah. Teknologi modern bukan hanya mesin atau alat baru tetapi juga perbaikan teknis, serta metoda kerja yang baru. Sehingga akses terhadap teknologi merupakan akses terhadap ilmu pengetahuan.
Aspek keuangan sebagai fungsi utama dalam suatu organisasi berperan dalam menjamin ketersediaan dana bagi seluruh aktivitas organisasi dan mengarahkan perusahaan untuk memanfaatkan sumber daya financialnya dengan bijak (Dilworth (1991) dalam Herdiani, 2001). Pada penelitian mengenai analisis performansi industri kecil sektor manufaktur, Atomsa (1997) menyimpulkan bahwa salah satu faktor yang paling dominan dalam menentukan keberhasilan perusahaan adalah masalah finansial yaitu ketersediaan dana dan modal.
e. Pemasaran
Pemasaran merupakan ukuran performansi yang juga banyak digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan secara keseluruhan (Herdiani, 2001). Ukuran performansi pemasaran bukan hanya menunjukan keberhasilan aktivitas pemasaran saja, melainkan ditentukan juga oleh aktivitas-aktivitas lain dalam perusahaan seperti fungsi-fungsi produksi, finansial, dll.
Aktivitas pemasaran merupakan salah satu fungsi utama pada suatu perusahaan dan berperan dalam membangun permintaan atas produk yang dihasilkan perusahaan dan menjaga hubungan yang responsif dengan pelanggan (Dilworth (1991) dalam Herdiani, 2001). Pemasaran juga merupakan aktivitas primer yang membangun rantai nilai perusahaan. Aktivitas pemasaran yang baik dan faktor kepercayaan pasar yang rendah terhadap industri kecil menyebabkan rendahnya tingkat penjualan.
f. Kemampuan pengusaha
Kemampuan pengusaha yang dimaksud adalah tingkat pengetahuan/wawasan, pendidikan, serta manajerial dari orang yang memiliki dan menjalankan perusahaan industri kecil (Trindira, 2002). Unsur ini berkaitan dengan pandangan/persepsi pengusaha terhadap peluang dan ancaman yang muncul. Kemampuan pengusaha dalam mengelola semua sumber daya yang dimiliki dalam lingkungan baik internal dan eksternal.
1997). Sehingga pengusaha harus mempunyai visi bisnis, mampu merencanakan, mengorganisir, dan mengendalikan. Selain itu pengusaha juga harus mempunyai kemampuan mengantisipasi, memprediksi kebutuhan konsumen dan perubahan keadaan ekonomi karena mempengaruhi usahanya (Atomsa, 1997).
g. Kultur industri
Kultur industri adalah sistem yang dianut oleh suatu komunitas (termasuk pengusaha) dalam hal ini komunitas lingkungan klaster yang memberikan iklim kondusif terhadap pertumbuhan dan perkembangan industri (Trindira, 2002). Kultur industri meliputi kerjasama yaitu berkaitan dengan berbagai kerjasama dan dukungan dari masyarakt sekitar. Kedua persaingan yaitu berkaitan dengan iklim persaingan dalam klaster yang menimbulkan hambatan dalam mendapatkan sumber input dan memasarkan produk yang dihasilkan. Ketiga respon terhadap perubahan yaitu berkaitan dengan respon semua pihak yang terlibat dalam perusahaan dan penduduk masyarakat sekitarnya terhadap perubahan yang terjadi. h. Program pembinaan.
Program pembinaan merupakan bantuan pemerintah atau instansi lainnya dalam pengembangan klaster industri Pada umumnya program pembinaan mencakup fasilitas kredit dan dukungan keuangan, informasi pasar dan promosi penjualan, pelayanan konsultansi, dan lain sebagainya (Atomsa, 1997). Dalam hal ini program pembinaan meliputi program pendidikan dan pelatihan, bantuan fasilitas kredit, dan bantuan teknis dari pemerintah dan instansi lainnya.
III.2.3 Pengolahan Data
III.2.3.1 Analisis Location Qoutient (LQ)
Analisis Location Qoutient (LQ) adalah suatu metoda untuk menentukan konsentrasi relatif tenaga kerja industri tertentu dari suatu daerah dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja pada wilayah tertentu (Mayer, 2003). LQ merupakan perbandingan rasio persentase tenaga kerja lokal dibandingkan dengan tenaga kerja wilayah pada sektor industri yang sama. Analisis LQ biasa digunakan untuk
menentukan daerah yang potensial untuk pembentukan atau penembangan klaster industri (Reid, 2007).
Persamaan matematis untuk menghitung LQ adalah : ) / /( ) / (e e E E LQ= i i (3.1) Dimana :
ei = tenaga kerja lokal pada industri i
e = total tenaga kerja lokal
Ei = tenaga kerja wilayah pada industri i E = total tenaga kerja wilayah
Mayer (2003) menyatakan bahwa industri akan memiliki daya saing apabila memiliki LQ lebih besar dengan konsetrasi 25% di atas konsentrasi wilayah regional secara keseluruhan. Berdasarkan hasil perhitungan LQ dengan nilai di atas 1,25 berarti wilayah tersebut berpotensi untuk dikembangkan.
III.2.3.2 Analisis Kluster
Analisis kluster merupakan salah satu teknik statistik multivariat untuk mengidentifikasi sekelompok obyek yang memiliki kemiripan karakteristik tertentu, yang dapat dipisahkan dengan kelompok obyek lainnya (Hair, 1998). Jumlah kelompok yang dapat diidentifikasi dipengaruhi oleh jumlah dan variasi data obyek. Hasil analisis kluster ini berupa grup obyek yang memiliki kemiripan yang tinggi (high internal homogenety) antar obyek yang membentuk ( within-cluster) dan perbedaan yang tinggi (high external heterogenety) antar grup obyek (between-cluster).
Tujuan analisis kluster adalah untuk mengelompokkan sekumpulan data obyek ke dalam beberapa kelompok yang memiliki karakteristik tertentu dan dapat dibedakan satu sama lain untuk analisis dan interpretasi lebih lanjut sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan. Analisis kluster banyak digunakan dalam mengolah kuesioner dengan jumlah responden besar. Agar interpretasi terhadap seluruh obyek lebih mudah dilakukan, maka perlu diketahui pengelompokkan (clustering) obyek-obyek tersebut berdasarkan kesamaan karakteristik tertentu.
Konsep dasar penggunaan analisis kluster adalah konsep pengukuran jarak (distance) dan kesamaan (similarity). Distance adalah ukuran jarak pisah antar obyek, sedangkan similarity adalah ukuran kedekatan. Konsep ini penting karena pengelompokkan pada analisis kluster didasarkan pada ukuran kedekatan. Pengukuran korelasi (correlational measure) dan pengukuran jarak (distance-type measure) digunakan untuk data-data yang bersifat metrik, sementara pengukuran kesesuaian (matching-type measure) digunakan untuk data-data yang bersifat kualitatif.
Sebelum melakukan perhitungan dengan analisis kluster, data harus dilihat kesamaan dimensi/satuan dari variabel yang bersangkutan. Jika terdapat perbedaan dimensi, maka variabel harus distandarisasi terlebih dahulu. standarisasi dapat dilakukan dengan menghitung Z score (skor standar) dengan persamaan sebagai berikut :
σ M X Z = i − (3.2) Dimana : Z = skor standar
Xi = skor data mentah
M = rata-rata
σ = standar deviasi
Dalam analisis kluster data yang dianalisis harus representatif artinya sampel yang digunakan merepresentasikan populasi keseluruhan. Selain itu juga data harus bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas adalah variabel yang satu bebas dari variabel lainnya, artinya sebuah variabel bukan merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel lainnya.
Teknik pengukuran jarak atau similaritas yang digunakan dalam pengolahan data pada penelitian ini adalah metode Squared Euclidean Distance. Euclidean
D(X,Y) = Σ (Xi-Yi)2 (3.3)
Metoda pengelompokkan yang dipilih adalah metode pengelompokkan hierarki
(hierarchical technique) yang menggunakan agglomerative methods. Prosedur
pengelompokkan yang digunakan yaitu Ward’s Error Sum of Square Methods.
Ward mengajukan suatu metode pembentukan kelompok yang didasarkan oleh
hilangnya informasi akibat penggabungan obyek menjadi kelompok. Hal ini diukur dengan jumlah total dari deviasi kuadrat pada rata-rata kelompok untuk setiap observasi.
Error Sum of Square (ESS) digunakan sebagai fungsi objektif. Dua obyek akan
digabungkan apabila memiliki fungsi obyektif terkecil di antara kemungkinan yang ada. Persamaan ESS adalah sebagai berikut :
ESS = Σ(ΣXij2 – 1/nj (ΣXij)2) (3.4)
Dimana :
Xij = nilai untuk obyek ke-i pada kelompok ke j
k = jumlah total kelompok pada tiap langakh
nj = jumlah obyek pada cluster ke j
Tahap selanjutnya dari analisis kluster adalah melakukan interpretasi. Perlu diperhatikan pada interpretasi ini adalah karakteristik apa yang membedakan masing-masing kelompok. Kemudian sesuai dengan tujuan penelitian label (nama) apa yang dapat diberikan kepada masing-masing kluster tersebut. Perlu dispesifikasikan kriteria-kriteria yang mendasari kelompok-kelompok yang telah terbentuk. Selain itu juga interpretasi dari hasil pengelompokkan baik berupa grafik dendogram maupun analisis nilai koefisien aglomerasi.
Tahapan terakhir dari analisis kluster adalah melakukan validasi terhadap kelompok yang terbentuk. Pengujian ini dapat dilakukan dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan algoritma yang berbeda. Pada penelitian ini akan dibandingkan algoritma hierarki dengan algoritma non hierarki. Bila hasil pengujian ini menghasilkan kesamaan yang signifikan maka kelompok yang
pengelompokkan dengan melihat tingkat perubahan koefisien aglomerasi pada algoritma hierarki juga merupakan langkah uji terhadap kelompok yang terbentuk.
III.2.3.3 Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan (disciminant analysis) adalah satu teknik multivariat yang digunakan untuk mengestimasi hubungan antara satu variabel dependen nonmetrik (Kualitatif, kategorikal) dengan satu himpunan variabel independen metrik (kuantitatif) (Hair, 1998). Pada analisis diskriminan ini seorang peneliti mendefinisikan pengelompokkan (priory defined group) setiap obyek pengamatan ke dalam dua tau lebih kelompok berdasarkan kriteria sejumlah variabel independen. Pada penelitian ini pengelompokkan dilakukan dengan analisis kluster seperti telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Pengelompokkan ini bersifat mutually exclusive, artinya jika suatu obyek A sudah masuk ke dalam satu kelompok, maka tidak mungkin obyek A tersebut dapat menjadi kelompok lainnya.
Tujuan dari analisis diskriminan adalah sebagai berikut:
- Menentukan apakah terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara profil skor rata-rata suatu himpunan variabel dari dua atau lebih grup.
- Menentukan variabel independen mana saja yang mampu menjelaskan perbedaan dalam profil skor rata-rata dari dua atau lebih grup.
- Menentukan prosedur untuk mengklasifikasikan obyek pengamatan baru ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan skornya (nilai variabel independen yang diketahui) dalam model diskriminan.
- Menetapkan jumlah dan komposisi dari dimensi diskriminan antar grup yang dibentuk dari satu himpunan variabel independen dengan jalan memaksimalkan variasi antar kelompok (between group) relatif tehadap variasi dalam grup (within group). Dengan kata lain obyek-obyek dalam kelompok berbeda dipisahkan secara maksimal.
Analisis diskriminan merupakan teknik yang menurunkan kombinasi linier dari dua atau lebih variabel independen untuk membedakan (discriminate)
kelompok-kelompok obyek yang telah didefinisikan sebelumnya. Persamaan analisis diskriminan adalah sebagai berikut :
nk n k k JK a W X W X W X Z = + 1 1 + 2 2 +...+ (3.5) Dimana :
ZJK= skor diskriminan dari fungsi ke-j untuk obyek ke-k
a = konstanta (intercept)
Wn = bobot diskriminan untuk variabel independen ke-i
Xnk = variabel independen (prediktor) ke-i untuk obyek ke-k
Jika dilihat model dasar untuk perhitungan antara analisis diskriminan dengan analisis regresi tidak ada perbedaan, tetapi secara filosofi terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Perbedaan Analisis Diskriminan dengan Analisis Regresi
Analisis Diskriminan Analisis Regresi
Variabel dependen tetap (kategorikal) Variabel dependen berdistribusi normal Variabel independen berdistribusi
normal
Variabel independen tetap (metrik) Tujuan : Mencari kombinasi linier dari
variabel independen yang menimasi kemungkinan atau probabilitas melakukan kesalahan klasifikasi individu atau obyek ke dalam kelompoknya masing-masing
Tujuan : Menjelaskan dan memprediksi nilai rata-rata populasi variabel berdasarkan nilai variabel independen yang telah diketahui dan tetap
Suatu strategi untuk mencari alat pengelompokkan individu atau obyek secara akurat
Suatu model formal dimana asumsi pasti dibuat untuk mendapatkan estimasi parameter yang memiliki properti statistik yang diinginkan Asumsi dasar yang harus dipenuhi pada analisis diskriminan adalah variabel independen harus berdistribusi normal (univariat dan multivariat) (Hair, 1998). Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya: membuat histogram data dan membandingkannya dengan histogram distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis lurus diagonal dan plot data yang normal seharusnya juga mengikuti pola garis lurus tersebut. Pengujian statistik dapat dilakukan dengan uji Kosmogorov-Smirnov. Jika asumsi normalitas tidak dipenuhi, maka akan timbul masalah dalam mengestimasikan fungsi
Asumsi selanjutnya adalah matriks variansi-kovariansi dari variabel-variabel independen dalam masing-masing kelompok adalah sama (Hair, 1998). Pengujian asumsi ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan penggunaan statistik Box’s M. Jika tidak memenuhi kesamaan variansi, maka akan mempengaruhi proses klasifikasi obyek. Selain itu juga asumsi yang harus dipenuhi adalah multikolinearitas. Multikolinearitas yaitu dua atau lebih variabel independen berkorelasi tinggi, akibatnya variabel independen dapat dijelaskan atau diestimasi oleh variabel independen lainnya. Hal ini akan mengurangi daya pembeda keseluruhan variabel independen dalam model diskriminan.
Untuk menguji hipotesa dengan menggunakan analisis diskriminan setiap variabel bebas dikalikan dengan bobotnya dan hasilnya dijumlahkan (Hair, 1998). Hasilnya adalah jumlah (composite) skor diskriminan tunggal untuk masing-masing individu dalam analisa. Dengan averaging skor diskriminan untuk semua individu dalam kelompok tersebut, didapatkan rata-rata kelompok. Rata-rata kelompok ini disebut centroid. Jika analisis mencakupi dua kelompok, maka ada
dua centroid. Centroid menunjukan lokasi suatu kelompok, dan perbandingan
centroid kelompok menunjukan seberapa jauh satu kelompok dari kelompok lain
sepanjang dimensi yang diuji (along the dimension being tested).
Uji Statistika (Validasi)
Press’s Q statistic adalah alat ukur classificatory power dari variabel independen ketika dibandingan dengan hasil yang diharapkan dari chance model. Nilai yang dihitung dibandingkan dengan nilai kritik berdasarkan distribusi chi-square untuk 1 derajat kebebasan pada tingkat kepercayaan yang diinginkan. Kalau nilai yang dihitung melebihi nilai kritik, hasil klasifikasi lebih baik dari chance. Dihitung dengan rumus (Hair, 1998):
Press’s Q =
[
N−(
n×K)
]
2N(
k−1)
(3.6)Dimana,
N = Jumlah sampel,
K = Jumlah kelompok.
Jika sampel kelompok-kelompok sama, untuk fungsi tiga kelompok chance
probability menjadi 33% menentukan klasifikasi kebetulan berdasarkan ukuran
sampel kelompok yang terbesar merupakan maximum chance criteria. Kalau prosentase unit statistik yang diklasifikasikan tepat oleh fungsi diskriminan tidak melebihi maximum chance criteria validasi prediksinya kurang.
Interpretasi
Proses ini meliputi dua tahapan yang berbeda:
1. Menguji fungsi diskriminan untuk menentukan kepentingan yang relatif untuk setiap variabel independen dalam membedakan antar kelompok. 2. Menguji rata-rata kelompok untuk setiap variabel yang penting untuk
memahami profil perbedaan kelompok. Metode yang dapat digunakan adalah :
a. Discriminant Weight
Discriminant Weight merupakan pendekatan tradisional yang digunakan untuk
menginterpretasikan fungsi diskriminan, meliputi penguji tanda dan arah dari
standardized discriminant weight setiap variabel independen. Variabel dengan
bobot yang relatif besar kontribusinya lebih besar terhadap fungsi diskriminan dari pada variabel dengan bobot yang kecil.
b. Discriminant Loading
Discriminant loading digunakan untuk mengukur korelasi linier sederhana
antara setiap variabel independen dengan fungsi diskriminan yang dapat diinterpretasikan sebagai faktor untuk menilai kontribusi relatif setiap variabel independen terhadap fungsi diskriminan.
Kalau ada dua atau lebih fungsi diskriminan, maka metode interpretasi yang digunakan adalah (Hair, 1998) :
a. Rotation of the discriminant functions
Metode ini digunakan untuk mereduksi variansi sehingga interpretasi fungsi diskriminan menjadi lebih mudah. Metode yang dapat digunakan adalah
b. Potency Index
Potency index merupakan ukuran relatif daya pembeda (discriminating power)
dari variabel independen. Ukuran ini melibatkan kontribusi suatu variabel terhadap fungsi diskriminan dan kontribusi relatif fungsi terhadap keseluruhan hasil. Langkah-langkah untuk menghitungan potency index :
Langkah 1: Menghitung nilai potensi untuk setiap fungsi yang signifikan
E E ER ∑ = (3.7) Dimana,
ER = eigenvalue relatif dari fungsi diskriminan
E = eigenvalue dari setiap fungsi diskriminan
ΣE = Jumlah eigenvalue untuk setiap fungsi diskriminan Kemudian nilai potensi variabel i pada suatu fungsi
R
V L E
P = 2× (3.8)
Dimana,
Pv = Nilai Potency dari setiap variabel i pada fungsi tunggal
L2 = Squared discriminant loading
ER = eigenvalue relatif dari fungsi diskriminan
Langkah 2 : Menghitung composite potency index untuk setiap fungsi signifikan
V
i P
P =Σ (3.9)
Dimana,
Pi = Potency index dari variabel i,
ΣPv= Jumlah nilai potency untuk semua fungsi diskriminan yang signifikan
c. Graphical Display of Discrimanant loading
Untuk menggambarkan (depict) perbedaan dalam kelompok dengan variabel bebas, gambarlah (plot) the discriminant loading. Untuk menggambarkan pendekatan yang lebih akurat mencakup streching the vector. Panjang setiap vektor menunjukan pentingnya masing-masing variabel dalam membedakan kelompok. Untuk memperpanjang (stretch) vektor dikalikan dengan univariat nilai F masing-masing. Proses polloting selalu mencakupi semua variabel
yang termasuk dalam model sebagai signifikan. Kalau the laoding
diperpanjang (strectched) centroid harus juga diperpanjang dengan menggunakan approximate nilai F yang berkaitan dengan fungsi diskriminan. Nilai F diperkirakan untuk setiap fungsi diskriminan diperoleh dengan mengkalikan setiap eigenvalue dari fungsi dengan yang berikut:
(S – K) / (K – 1) (3.10)
Dimana,
S = Ukuran sampel yang digunakan dalam memperkirakan
K = Jumlah kelompok.
Pada umumnya ada beberapa metode untuk penginterpretasian ciri fungsi diskriminan. Namun pendekatan loading lebih valid daripada menggunakan bobot. Sesudah variabel bebas yang memberikan kontribusi terbesar dalam membedakan kelompok, langkah berikutnya adalah memprofil ciri-ciri kelompok berdasarkan rata-rata kelompok. Profil ini membantu memahami ciri setiap kelompok berdasarkan variabel bebasnya.
III.3 Faktor-faktor Penelitian
Berdasarkan hasil identifikasi analisis kinerja klaster dan mekanisme kehidupan klaster industri tekstil dan produk tekstil maka faktor dan variabel penelitian adalah sebagai berikut:
a. Faktor-faktor Analisis Kinerja Klaster Supply Chain
Konsep klaster industri kecil menunjukkan bahwa klaster terbentuk karena adanya permintaan yang ukurannya tidak memadai untuk diusahakan oleh perusahaan skala besar, tetapi terlalu besar untuk dapat dipenuhi hanya oleh satu atau sejumlah kecil perusahaan kecil. Sehingga mendorong munculnya perusahaan-perusahaan kecil yang berkumpul dalam jumlah yang cukup besar. Berkumpulnya perusahaan-perusahaan tersebut karena adanya motivasi untuk berbagai keuntungan yang dapat diperoleh yaitu terjadinya kerjasama atau keterkaitan dalam pola industri inti, dan industri penunjang lainnya.
yaitu industri inti, supplier, subkontrak, dan pemasar. Dari keempat faktor tersebut akan diuraikan menjadi variabel-variabel untuk pengukuran secara kuantitatif. Untuk lebih jelasnya keempat faktor pembentuk klaster supply
chain tersebut dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Variabel-Variabel Analisis Kinerja Klaster
Faktor Variabel Satuan
Umur Perusahaan Tahun
Jumlah karyawan Orang
Modal Rupiah
Jumlah penjualan Rupiah
Industri inti
Laba bersih Rupiah
Harga Interval
Kualitas Interval
Kuantitas Interval
Supplier
Pelayanan Interval
Fasilitas produksi Interval
Biaya produksi Interval
Waktu proses Interval
Subkontrak
Mutu produk Interval
Kemampuan promosi Interval
Kemampuan mendapatkan order Interval
Pemasar
Harga produk yang sesuai Interval
b. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Klaster
Performasi klaster industri kecil merupakan resultan dari performasi perusahaan-perusahaan industri kecil anggota klaster tersebut (LPM-ITB, 2001). Dari hasil identifikasi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan klaster industri.
Tabel 3.3 Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Klaster
Faktor Notasi Variabel
X1 Harga bahan baku
X2 Kualitas bahan baku
X3 Kuantitas bahan baku Bahan Baku
X4 Pelayan (kelangsungan dan kecepatan pasokan) X5 Kualifikasi (kemampuan dan pengalamam) X6 Pendidikan dan Pelatihan tenaga kerja Sumber Daya
Manusia
X7 Biaya (gaji)Tenaga Kerja X8 Fasilitas (peralatan) Produksi
X9 Perbaikan teknis untuk menekan biaya produksi X10 Perbaikan teknis untuk meningkatkan mutu Teknologi
X11 Perbaikan teknis untuk menghemat waktu proses X12 Perencanaan dan pengendalian keuangan
X13 Kemampuan mendapatkan dana
Keuangan
X14 Akses terhadap lembaga keuangan X15 Kesesuaian harga dengan mutu produk
X16 Kegiatan promosi untuk memperkenalkan produk Pemasaran
X17 Kesesuaian saluran distribusi X18 Bakat dan kepribadian pengusaha
X19 Keterampilan, pengetahuan dan pengalaman Kemampuan
Pengusaha
X20 Kreativitas pengusaha
X21 Pendidikan dan pelatihan dari pemerintah X22 Bantuan fasilitas kredit dari pemerintah Program
Pembinaan
X23 Bantuan teknis dari pemerintah
X24 Kerjasama dengan pihak yang berkepentingan X25 Iklim persaingan
Kultur Industri
X26 Respon terhadap perubahan yang terjadi
yang berpengaruh terhadap keberhasilan klaster yaitu bahan baku, sumber daya manusia, teknologi, keuangan, pemasaran, kemampuan pengusaha, program pembinaan, dan kultur industri. Dari kedelapan faktor tersebut diuraikan lagi menjadi 26 variabel untuk proses perhitungan.
III.2.4 Kuesioner
Tahapan ini adalah merancang kuesioner yang memuat item-item pernyataan berdasarkan tabel spesifikasi faktor atau variabel penelitian. Kuesioner terbagi dua yaitu kuesioner memuat informasi umum tentang perusahaan dan kuesioner dengan menggunakan skala yaitu ordinally interval hybrid scales dengan tipe Likert. Ordinally interval hybrid scales merupakan skala ordinal yang ditransformasikan secara buatan ke dalam bentuk interval, dengan menggunakan dua bentuk scale points descriptors, yaitu primary scale points descriptors dan
secondary scale points descriptors (Hair et.al., 1998). Penggunaan ordinally
interval hybrid scales memudahkan pengolahan data kuesioner secara statistik,
dengan cara memberi jarak buatan antara kategori persetujuan pada skala ordinal.
Skala Likert merupakan sebuah skala yang dirancang untuk menganalisa seberapa kuat tingkat persetujuan responden terhadap pernyataan dengan skala skor 5 (lima) (Sekaran, 2003). Dalam penelitian ini, primary scale points descriptors
adalah skala ordinal dengan tipe Likert dengan menggunakan lima kategori persetujuan yang disusun berurutan. Nilai Skala tersebut adalah sebagai berikut :
Item Nilai Tidak penting 1 Sedikit penting 2 Cukup penting 3 Penting 4 Sangat penting 5