TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JOMBANG NOMOR 23/PID.B/2016/PN.JBG TENTANG PENGGELAPAN DALAM JABATAN
SKRIPSI
Oleh ABDUL MAJID NIM : C03212001
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM PRODI HUKUM PIDANA ISLAM
TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI JOMBANG NOMOR
23/PID.B/2016/PN.JBG TENTANG PENGGELAPAN DALAM
JABATAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Strata Satu Ilmu Syari’ah dan Hukum
Oleh: Abdul Majid NIM. C03212001
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan
Pengadilan Negeri Jombang Nomor 23/Pid.B/2016/Pn.Jbg Tentang Penggelapan Dalam Jabatan” Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian kepustakaan untuk menjawab dua pertanyaan, yaitu bagaimana pertimbangan hakim pada putusan Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang penggelapan dalam jabatan dan bagaimana tinjaun hukum pidana Islam terhadap
pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Jombang
No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang penggelapan dalam jabatan.
Sedangkan untuk menganalisis hasil penelitian menggunakan teknik deskriptif analisis verifikatif, yaitu dengan cara memaparkan data dengan jelas dalam hal ini data terkait dengan putusan Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang penggelapan jabatan, kemudian dianalisis dan diverifikasi dengan konsep hukum pidana Islam.
Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat diketahui bahwa Hakim menjatuhkan hukuman telah mempertimbangkan pidana kepada terdakwa sudah sesuai dengan kadar kesalahan dan sudah mencerminkan dengan rasa keadilan masyarakat mengingat pasal 374 KUHP, yang tertuang dalam amar putusan perkara Nomor 23/PID.B/2016/PN.JBG tentang penggelapan dalam jabatan dengan menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 4 (empat)
bulan. Hal ini dalam pandangan hukum pidana Islam termasuk jarimah ta’z>ir,
Penerapan hukuman ta’zi>r pada tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada
putusan Pengadilan Negeri Jombang dirasa sesuai jika diterapkan dalam konteks
pidana islam, karena ta’zi>r merupakan hukuman yang dijatuhkan serta besar
kecilnya ditentukan oleh ulil amri.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 14
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 16
I. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II KONSEP HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN ... 23
A. Konsep Jari>mah ... 23
B. Konsep Jarimah Ta’zi>r ... 28
xi
BAB III DESKRIPSI PERKARA TENTANG PENGGELAPAN DALAM
JABATAN PERKARA NOMOR 23/PID.B/2016/PN.JBG
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JOMBANG ... 48
A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Jombang ... 48
B. Deskriptif Kasus tentang Penggelapan dalam Jabatan Perkara Nomor 23/PID.B/2016/PN.JBG Putusan Pengadilan Negeri Jombang ... 48
C. Pertimbangan Hukum Hakim ... 62
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JOMBANG NOMOR 23/PID.B/2016/PN.JBG TENTANG PENGGELAPAN DALAM JABATAN ... 69
A. Analisis Pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang Penggelapan dalam Jabatan ... 69
B. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang Penggelapan dalam Jabatan ... 76
BAB V PENUTUP ... 80
A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
BAB II
KONSEP HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN
A. Konsep Jari>mah 1. Definisi
Menurut bahasa kata jari>mah berasal dari kata “jarama” kemudian menjadi bentuk masdar “jara>matan” yang artinya: perbuatan dosa, perbuatan salah atau kejahatan. Pelakunya dinamakan dengan “ja>rim”, dan yang dikenai perbuatan itu adalah “mu’jrom ‘alaihi”, di sisi lain jari>mah mengandung pengertian sebagai perbuatan yang buruk, jelek, atau dosa. Jadi, pengertian jari>mah secara harfiah sama halnya dengan pengertian jina>yah yakni perbuatan yang diharamkan dengan kata lain tindakan yang dilarang atau dicegah oleh syara’ (hukum Islam), dan apabila dilakukan perbuatan tersebut mempunyai konsekuensi membahayakan agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta benda. Dalam banyak kesempatan fuqaha seringkali menggunakan kata jina>yah dengan maksud jari>mah. Kata jina>yah merupakan bentuk verbal noun (masdar) dari kata jana. Secara etimologi jana> berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jina>yah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Kata jana> juga berarti “memetik buah dari pohonnya”. Orang yang berbuat jahat disebut ja>ni> dan orang yang dikenai perbuatan disebut mujna> ‘alaih. Kata jina>yah dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana.1
Jari>mah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam Ahmad sebagai berikut :
اق جيدخ نب عفار نع اَبح نب ىيحي نب دَ حم نع ىيحي انربخأ اق دي ي انثَدح
س
رثك َ ر ث يف عطق َ وقي مَلس هيلع ََ ىَلص ََ وسر تعم
24
Telah menceritakan kepada kami Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Yahya dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari Rafi' bin Khadij berkata; saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Tidak ada potong tangan dalam kasus pencurian buah dan lemak kurma". (HR Ahmad).2
Dari definisi di atas, jelaslah bahwa Imam al-Mawardi memasukkan
qis{ha>sh dan diya>t ke dalam tindak pidana hudu>d, sekalipun para ulama
yang lain membedakannya, diantara ulama dewasa ini yang sependapat
dengan pendapat Imam al-Mawardi adalah ‘Abd al-‘Aziz’ Amir. Ia
beralasan bahwa qis{ha<sh dan diya<t itu sama-sama di tentukan sebagai
jari>mah dan hukumnya ditentukan oleh al-Quran dan al-Hadist.3
Dalam menemukan sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana
penggelapan dalam hukum Islam terdapat pada fiqih jina>yah, yaitu ta’zi>r
yang berarti hukuman terhadap pelaku yang tidak ditentukan secara tegas
bentuk sanksinya di dalam nash. Hukuman ini dijatuhkan untuk
memberikan pelajaran terhadap terpidana agar ia tidak mengulangi
kejahatan yang pernah dilakukan.4
2. Unsur-Unsur Jari>mah
Jari>mah itu memiliki unsur umum dan unsur khusus. Unsur umum
jari>mah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis jari<mah,
sedangkan unsur khusus jari>mah adalah unsur-unsur yang hanya terdapat
pada jenis jari>mah tertentu dan tidak terdapat pada jenis jari>mah yang
2Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis ayat al-Quran dan Hadits, (KH. Achmad
Sunarto), Jilid VII, (Jakarta: Widya Cahaya, 2009), 203.
3 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Moh. Nabhan Husein), Jilid IV, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1993),
85.
25
lain. Unsur umum jari>mah itu, seperti telah dikemukakan diatas, terdiri
atas: unsur formal (al-rukn al-syar’i>), yakni telah ada aturannya; (al-rukn
al-ma>di>), yakni telah ada perbuatannya; dan (al-rukn al-adabi>), yakni ada
pelakunya. Setiap jari>mah hanya dapat dihukum, jika memenuhi ketiga
unsur (umum) di atas5.
Unsur khusus jari>mah adalah unsur yang terdapat pada sesuatu
jari{}>mah, namun tidak terdapat pada jari>mah lain. Sebagai contoh,
mengambil harta orang lain secara diam-diam dari tempatnya dalam
jari>mah pencurian, atau menghilangkan nyawa manusia oleh manusia
lainnya dalam jari>mah pembunuhan.6
3. Bentuk-bentuk Jari<mah
Jari>mah itu dapat dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai
dengan aspek yang ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi
Jari>mah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan
atau tidaknya oleh al-Quran atau al-Hadist. Atas dasar ini, mereka
membaginya menjadi tiga macam, yaitu:7
1. Jari>mah hudu<d,
2. Jari>mah qis{ha<sh/diya<t, dan
3. Jari>mah ta’zi>r.
5 A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996). 24. 6 Ibid., 63.
26
Jari>mah h{udu>d, lebih lanjut, meliputi: perzinaan, qadzaf (menuduh
zina), minum khamr (meminum minuman keras), pencurian, perampokan,
pemberontakan, dan murtad.
Jari>mah qis}ha>sh/diya>t, meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan
semi sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukan sengaja, dan
pelukan semi sengaja dan pembunuhan karena kesalahan. Alasannya
al-Quran hanya mengenal kedua jenis jari>mah tersebut. Jari>mah ta’zi>r
terbagi menjadi tiga bagian :
1. Jari>mah hudu>d atau qis}ha>sh/diya>t yang subhat atau tidak memenuhi
syarat, namun sudah merupakan maksiat. Misalnya, percobaan
pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga,
dan pencurian aliran listrik.
2. Jari>mah-jari>mah yang ditentukan oleh al-Quran dan al-Hadist, namun
tidak ditentukan sanksinya. Misalnya, penghinaan, saksi palsu, tidak
melaksanakan amanah, dan menghina agama.
3. Jari>mah-jari>mah yang ditentukan oleh ulil amri untuk kemaslahatan
umum. Dalam hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan pertimbangan
penentuan kemaslahatan umum. Persyaratan kemaslahatan ini secara
terinci diuraikan dalam bidang studi ushul fiqh. Misalnya,
pelanggaran atas peraturan lalu lintas.8
Jari>mah dapat ditinjau berdasarkan niat pelakunya. Dari aspek ini,
jari>mah dibagi menjadi dua, yaitu: jari>mah yang disengaja (jari>mah
8 A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Upaya Menanggulangi dalam Islam), (Jakarta: PT. Raja Grafindo
27
masqhudah) dan Jari>mah karena kesalahan (jari>mah ghayr
al-maqshudah jari>mahal-khatha’).9
Jari>mah juga dapat dilihat dari segi mengerjakannya, yaitu dengan
cara berbuat atau melakukan tindak pidana. Jari>mah jenis ini disebut
dengan jari>mah i>jabi>yah (delict comisionis). Contohnya mencuri
membunuh, merampok, dan sebagainya. Dalam jari>mah jenis ini
seseorang melakukan maksiat, karena melakukan hal-hal yang dilarang.
Jari>mah jenis lainnya adalah dengan cara tidak melakukan hal-hal yang
diperintahkan, seperti tidak melaksanakan amanah, tidak membayar zakat
bagi orang yang telah wajib membayarnya, dan tidak melaksanakan
shalat. Jari>mah jenis ini disebut dengan jari>mah salabiyah (delict
ommisionis). Dari aspek ini, terdapat juga jari>mah bentuk ketiga, yaitu
yang disebut sebagai jari>mah ijabiyah taqa’u bi thariq al-salab (delict
commisionis per ommisionem commisa). Jari>mah bentuk ketiga ini
sebagaimana dicontohkan oleh mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali,
adalah seseorang menahan tawanan dan tidak memberinya makanan dan
minuman hingga meninggal, dan hal ini dimaksudkannya untuk
membunuhnya. Orang yang menahan itu dikategorikan sebagai pembunuh
sengaja. Sama halnya dengan kasus seorang ibu yang tidak memberi air
susu kepada anaknya dengan maksud untuk membunuhnya.10
Pembagian jari>mah yang juga penting adalah bertolak dari aspek
korban kejahatan. Sehubungan dengan ini, dibedakan apakah korbannya
28
itu masyarakat atau perorangan. Jika yang menjadi korban masyarakat,
maka para ulama menyebutnya sebagai hak Allah atau hak jamaah;
sedangkan, jika yang menjadi korbannya perorangan, disebut sebagai hak
adami atau haqq al-afra>d.
B. Konsep Jarimah Ta’zi>r
1. Definisi
Kata ta’zi>r merupakan bentuk masdar dari kata “azara” yang artinya
menolak. Sedangkan menurut istilah adalah pencegahan dan pengajaran
terhadap tindak pidana yang tidak ada ketentuannya dalam had, kifarat
maupun qis}ha>sh.11
Ta’zi>r merupakan salah satu bentuk hukuman yang diancam kepada
pelaku tindak kejahatan yang dijelaskan dalam fiqh jinayat. Ia merupakan
hukuman ketiga setelah hukuman qisas-diyat dan hukuman hudud. Makna
ta’zi>r juga bisa diartikan mengagungkan dan membantu, seperti yang
difirmankan Allah SWT:
رقوتوه ر عتو لوسرو َللاباونم تل
ايصأ ً ر بهوحبستوه
Artinya: “.Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul -Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Q.S. Al-Fath ayat 9).12
Maksud dari kata tu’azziru>hu dalam ayat ini adalah
mengagungkannya dan menolongnya. Adapun yang dimaksud dengan
11 Marsum, Fiqh Jinayat, (Hukum Pidana Islam),... 139.
12Depertemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT.
29
ta’zi>r mnurut terminologi fikih Islam adalah tindakan edukatif terhadap
pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi h}ad dan kafarat atau dengan
kata lain, ta’zi>r adalah hukuman yang bersifat edukatif yang ditentukan
oleh hakim atas pelaku tindak pidana atau pelaku perbuatan maksiat yang
hukumannya belum ada. Mengingat persyaratan dilaksanakannya
hukuman masih belum terpenuhi dalam tindakan-tindakan tersebut.13
Dalam uraian yang lalu telah dijelaskan bahwa dilihat dari hak yang
dilanggar, Jari>mah ta’zi>r dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Jari>mah ta’zi>r yang menyinggung hak Allah.
b. Jari>mah ta’zi>r yang menyinggung hak individu.14
Dari segi sifatnya, Jari>mah ta’zi>r dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
a. Ta’zi>r karena melakukan perbuatan maksiat.
b. Ta’zi>r karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan
umum.
c. Ta’zi>r karena melakukan pelanggaran.15
Disamping itu, dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta’zi>r
juga dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Jari>mah ta’zi>r yang berasal dari Jari>mah-Jari>mah hudu>d dan qis}ha>sh,
tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti
pencurian yang tidak mencapai nishab, atau oleh keluarga sendiri.
13 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: PT Alma’arif, 2004), 159.
14 Marsum, Jarimah Ta’zir Perbuatan Dosa dalam Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Fakultas
Hukum UII, 1988). 34.
30
b. Jari>mah ta’zi>r yang jenisnya disebutkan dalam nas syara’ tetapi
hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap, dan mengurangi
takaran dan timbangan.
c. Jari>mah ta’zi>r yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan
oleh syara’.16
Jenis ketiganya ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti
pelanggaran disiplin pegawai pemerintah. Abdul Aziz Amir membagi
Jari>mah ta’zi>r secara rinci dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan pembunuhan
Pembunuhan diancam dengan hukuman mati. Apabila hukuman
mati (qis}ha>sh) dimaafkan maka hukumannya diganti dengan diat.
Apabila hukuman diat dimaafkan juga maka ulil amri berhak
menjatuhkan hukuman ta’zi>r apabila hal iti dipandang lebih maslahat.
b. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan pelukaan
Menurut Imam Malik, hukuman ta’zi>r dapat digabungkan dengan
qis}ha>sh dalam Jari>mah pelukaan, karena qis}ha>sh merupakan hak
adami, sedangkan ta’zi>r sebagai imbalan atas hak masyarakat.
Disamping itu ta’zi>r juga dapat dikenakan terhadap Jari>mah pelukaan
apabila qis}ha>sh nya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena
suatu sebab yang dibenarkan oleh syara’.
c. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan
dan kerusakan akhlak.17
31
Jari>mah ta’zi>r macam yang ketiga ini berkaitan dengan Jari>mah
zina, menuduh zina, dan penghinaan. Diantara kasus perzinaan yang
diancam dengan ta’zi>r adalah perzinaan yang tidak memenuhi syarat
untuk dikenakan hukuman had, atau terdapat syubhat dalam
pelakunya, perbuatannya, atau tempat (objeknya).
d. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan harta
Jari>mah yang berkaitan dengan harta adalah Jari>mah pencurian
dan perampokan. Apabila kedua Jari>mah tersebut syarat-syaratnya
telah dipenuhi maka pelaku dikenakan hukuman had. Akan tetapi,
apabila syarat untuk dikenakannya hukuman had tidak terpenuhi
maka pelaku tidak dikenakan hukuman had, melainkan hukuman
ta’zi>r.
e. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan kemaslahatan individu
Jari>mah ta’zi>r yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain
seperti saksi palsu, berbohong (tidak memberikan keterangan yang
benar) di depan sidang pengadilan, menyakiti hewan, melanggar hak
privasi orang lain (misalnya masuk rumah orang lain tanpa izin).
f. Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan keamanan umum
Jari>mah ta’zi>r yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
1) Jari>mah yang mengganggu keamanan negara.
2) Suap
32
3) Tindakan melampaui batas dari pegawai atau pejabat yang lalai
dalam menjalankan kewajiban.
4) Pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap
masyarakat.
5) Melawan petugas pemerintah dan membangkang terhadap
peraturan, seperti melawan petugas pajak, penghinaan terhadap
pengadilan, dan menganiaya polisi.
6) Melepaskan narapidana dan menyembunyikan buronan
(penjahat).
7) Pemalsuan tanda tangan dan stempel.
8) Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi, seperti penimbunan
bahan-bahan pokok, mengurangi timbangan dan takaran, dan
menaikkan harga dengan semena-mena.18
2. Macam-macam Ta’zi>r
Dalam hukum Islam, hukuman ta’zi>r yang terbagi menjadi beberapa
macam-macam diantaranya:
a. Hukuman Mati
Pada dasarnya, hukuman ta’zi>r menurut hukum Islam bertujuan
untuk mendidik. Hukuman ta’zi>r diperbolehkan jika ketika diterapkan
biasanya akan aman dari akibatnya yang buruk. Artinya, ta’zi>r tidak
sampai merusak/membinasakan. Karena itu, tidak boleh ada hukuman
33
mati (qalt) atau pemotongan anggota badan (qalt) dalam hukuman
ta’zi>r . Sebagian besar fuqoha memberikan pengecualian dari aturan
umum tersebut yaitu memperbolehkan penjatuhan hukuman mati
sebagai hukuman ta’zi>r manakala kemaslahatan umum menghendaki
demikian atau kerusakan yang diakibatkan oleh pelaku tidak bisa
ditolak kecuali dengan jalan membunuhnya, seperti menjatuhkan
hukuman mati kepada mata-mata, penyeru bid’ah (pembuat fitnah)
dan residivis yang berbahaya.
Karena hukuman mati merupakan suatu pengecualian dari aturan
hukuman ta’zi>r, hukuman tersebut tidak boleh diperluas atau
diserahkan seluruhnya kepada hakim seperti halnya
hukuman-hukuman ta’zi>r yang lain. Hal ini karena penguasa harus
menentukan macam tindak pidana yang boleh dijatuhi hukuman mati.
Para fukaha telah berijtihad dalam menentukan tindak pidana-tindak
pidana tersebut. Mereka menetapkn bahwa hukuman mati tidak boleh
dijatuhkan kecuali apabila kebutuhan menuntut diterapkannya
demikian, yakni manakala pelaku terus mengulangi tindak pidananya
dan tidak ada harapan untuk memperbaikinya atau bila
membunuhnya adalah suatu kebutuhan untuk mencegah kerusakan
dan memelihara kemaslahatan masyarakat darinya.19
Ulama Hanafiyah secara umum membolehkan hukuman mati
sebagai ta’zi>r dengan menamakan hukuman ini sebagai hukuman
34
politik (siyasah). Sebagian Ulama Hanabilah, khususnya Ibnu
Taimiyah dan muridnya, Ibnu Qayyim, dan sebagian kecil ulama
Malikiyah, mengadopsi pendapat ini, kebanyakan tindak pidana yang
diperbolehkan oleh ulama Hanafiyah untuk dijatuhi hukuman mati,
baik sebagai hukuman ta’zi>r maupun hukuman politik, oleh ulama
madhab yang lain dianggap sebagai hukuman h{udu>d atau qis}ha>sh.
Karena itu, apa yang dianggap sebagai suatu kelonggaran dalam
madhab Hanafi, itu tidak lain merupakan kelonggarang yang jelas.
Misalnya, Ulama’ Hanafiyah memperbolehkan penjatuhan hukuman
mati sebagai hukuman ta’zi>r terhadap tindak pidana pembunuhan dan
tindak pidana homo seksual.
b. Hukuman Dera (Jild)
Hukuman dera merupakan salah satu hukuman pokok dalam
hukum Islam dan juga merupakan hukuman yang ditetapkan untuk
tindak pidana hudud dan ta’zi>r. Hukuman ini bahkan merupakan
hukuman yang diutamakan bagi tindak pidana ta’zi>r yang
berbahaya.20 Sebab-sebab pengutamaan hukuman hukuman tersebut
adalah beberapa hal berikut ini.
1) Lebih banyak berhasil dalam memberantas para pelaku
berbahaya yang biasa melakukan tindak pidana.
2) Hukuman dera mempunyai dua batas, yaitu batas tertinggi dan
batas terendah. Hakim bisa memilih jumplah dera yang terletak
35
antara keduanya yang sesuai dengan tindak pidana dan keadaan
diri pelaku sekaligus.
3) Dari segi pembiayaan pelaksanaannya, hukuman dera tidak
merepotkan keuangan negara dan tidak pula menghentikan daya
usaha pelaku ataupun penyebabnya keluarganya terlantar
sebagaimana yang diakibatkan oleh hukuan kurungan. Ini karena
hukuman dera dilaksanakan seketika dan sesudah itu pelaku bisa
langsung bebas.
4) Hukuman dera dapat menghindarkan pelaku dari akibat-akibat
buruk penjara, seperti rusaknya akhlak, kesehatan, dan terbiasa
menganggur bermalas-malasan.
c. Batas Tertinggi (Maksimal) Hukuman Dera.
Para fukaha berbeda pendapat dalam menetapkan batas tertinggi
hukuman dera dala tindak pidana ta’zi>r. Menurut pendapat yang
populer dalam mazhab maliki, penentuan batas tertinggi diserahkan
kepada penguasa karena hukuman ta’zi>r didasarkan pada
kemaslahatan masyarakat dan atas dasar berat ringannya tindak
pidana sehingga penguasa dapat melakukan ijtihad. Berdasarkan hal
ini, Imam Malik membolehkan penjatuhan hukuman dera tidak lebih
dari seratus kali. Sementara itu, Imam Abu Hanifah dan Muhammad
berpendapat bahwa batas tertinggi hukuman dera dalam tindak
pidana ta’zi>r adalah 39 kali, sedangkan menurut Abu Yusuf, sebanyak
36
mencapai hukuman hudud, ia termasuk orang-orang yang melampaui
batas”.21
Perbedaan di antara fukoha tersebut terjadi karena menurut Abu
Hanifah dan Muhammad, lafal hudud dalam hadist tersebut ialah
hudud (batas tertinggi) bagi siapapun, sedangkan empat puluh dera
merupakan batas tertinggi bagi bagi seorang hamba yang melakukan
tindak pidana qasaf. Bila jumplah tersebut dikurangi satu, akan
menjadi batas tertinggi hukuman ta’zi>r, taitu 39 kali. Adapun
menurut Abu Yusuf, lafal hudud adalah batas tertinggi bagi
orang-orang merdeka dan sedikit-sedikitnya adalah delapan puluh kali dera.
Karena itu, apabila dilakukan analogi, seharusnya batas tertinggi
hukuman dera adalah 79 kali dera. Akan tetapi, Abu Yusuf
mengikuti tindakan Ali Bin Abi Thalib yang menjadikan batas
tertinggi tindak pidana ta’zi>r sebanyak 75 kali dera. Artinya, batas
terendah untuk orang merdeka (delapan puluh kali dera) dikurangi
lima.
Dalam mazhab Syafi’i terdaapat tiga pendapat. Pendapat
pertama sesuai dengan pendapat Abu Hanifah dan Muhammad.
Pendapat kedua sesuai dengan pendapat Abu Yusuf. Adapun
pendapat ketiga mengatakan bahwa hukuman dera dalam tindak
pidana ta’zi>r boleh lebih dari 75 kali, akan tetapi tidak boleh lebih
dari seratus kali, dengan syarat ta’zi>r tersebut hampir sejenis dengan
37
tindak pidana hudud (yang dijatuhi hukuman hudud). Contohnya,
tindak pidana bermain-main dengan perempuan (bercumbu) dijatuhi
hukuman dera yang kurang dari hukuman hudud tindak pidana zina
walaupun boleh lebih dari hukuman hudud tindak pidana qasaf.
Dalam mazhab hambali ada lima pendapat. Tiga diantaranya
sama dengan pendaapat mazhab syafi’i. Pendapat yang ke empat
mengatakan bahwa hukuman dera tidak boleh menyyamai hukuman
yang dijatuhkan terhadap tindak pidana lain yang sejenis, tetapi boleh
melebihi hukuman tindak pidana lain yang tidak sejenis
dengannnya.22
d. Hukuman Kawalan (Penjara Kurungan)
Ada dua macam hukuman kawalan dalam hukum Islam, yaitu
yaitu hukuman kawalan terbatas (waktunya) dan hukuman kawalan
tidak terbatas.
1) Hukuman kawalan terbatas. Hukum Islam menetapkan hukuman
kawalan terbatas untuk untuk pidana ta’zi>r biasa dan juga pidana
ringan/biasa. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa
para fuqoha lebih mengutamakan hukuman dera dari pada
hukuman lain atas pidana yang sangat berbahaya atau pelaku
sangat berbahaya yang tidak hanya dapat diberantas dengsn
hukuman dera. Batas terendah hukuman ini ialah satu hari,
sedangkan batas tertinggi tidak ada kesepakatan para fuqaha.
38
Sebaian ulama berpendapat bahwa batas tertinggi tidak lebih dari
enam bulan, sebagian lain berpendapat bahwa batas tertinggi
diserahkan penguasa.
2) Hukuman kawalan (kurungan) tidak terbatas. Hukuman tidak
terbatas ini adalah orang yang berbahaya, yang terbiasa
melakukan tindak pidana (mu’tadul irjam), orang yang biasa
melakukan tindak pidana pembunuhan, penganiayaan, dan
pencurian, atau orang yang tindak pidananya tidak dicegah
dengan hukuman biasa, terhukum terus dikurung sampai ia
menampakkan tobat dan baik pribadinnya atau sampai ia mati.
e. Hukuman pengasingan (at – Tagri>b wal-Ib’a>d)
Hukuman pengasingan merupakan salah satu jenis hukuman
ta’zi>r. Untuk jariman-jarimah selain zina, hukuman ini diterapkan
apabila perbuatan pelaku dapat menjalar atau merugikan orang lain.
Hukuman pengasingan ini tidak boleh diperpanjang waktunya. Sebab
tidak ada nash yang menerangkan batas maksimal bagi sanksi
pengasingan. Meski demikian, tatkala menjatuhkan sanksi
pengasingan bagi pezina (laki-laki dan perempuan) yang statusnya
ghairu muhshan, syara’ telah menetapkan satu tahun lamanya. Dan
meskipun nafiy bukanlah had yang wajib (dalam kasus zina), akan
tetapi imam boleh menyandarkan pengasingan kepada jilid, meskipun
syara’ tidak menjadikannya lebih dari 1 tahun.23
39
Selain itu tidak ada nash yang melarang penjatuhan sanksi
pengasingan lebih dari waktu tersebut. Namun dengan syarat
batas waktu tersebut tidak dianggap mukim (menetap) menurut
kebiasaan.
Pengasingan hanya terjadi di dalam batas Daulah Islamiyah saja.
Jadi, pengasingan tidak boleh dilakukan di luar batas Daulah
Islamiyah. Jika itu terjadi berarti telah keluar dari negeri Islam
menuju negeri kufur. Lebih baik, negara menetapkan tempat tertentu
untuk pengasingan. Dengan demikian, pengasingan yang paling tepat
untuk dijadikan sanksi haruslah berupa pengusiran, yang bisa
mengucilkan seseorang, supaya pengusiran tersebut benar-benar
menyakitkan terpidana, sehingga sanksi tersebut bisa berfungsi
sebagai pencegah.
f. Hukuman Pemboikotan (Al-Hijri)
Pemboikotan, yaitu seorang penguasa menginstruksikan
masyarakat untuk tidak berbicara dengan seseorang dalam batas
waktu tertentu. Ini dilakukan berdasarkan dalil pada peristiwa yang
menimpa tiga orang sahabat yang tidak turut berperang. Ketika
mengetahui hal itu, Rasulullah saw melarang kaum Muslim untuk
berbicara dengan mereka. Ini merupakan sanksi bagi mereka. Umar
40
dan memerintahkan masyarakat untuk tidak berbicara dengannya.
Namun demikian, sanksi ini diberlakukan jika sanksi tersebut bisa
menjadi pencegah, yakni bagi mereka yang memiliki perasaan.24
g. Hukuman Salib
Sanksi ini berlaku dalam satu kondisi, yaitu jika sanksi bagi
pelaku kejahatan adalah hukuman mati. Terhadapnya boleh dijatuhi
hukuman salib. Ia (terhukum) tidak dilarang untuk makan, minum,
wudu, dan salat dengan isyarat. Masa penyaliban ini tidak boleh lebih
dari tuga hari. Di antara sumber hukumnya adalah sunnah fi’liyah,
dimana Nabi pernah menjatuhkanhukuman salib sebagai ta’zi>r yang
dilakukan di suatu pegunungan Abu Nab.
h. Hukuman Denda (Ghuramah)
Hukuman denda bisa merupakan hukuman pokok yang berdiri
sendiri dan dapat pula digabungkan dengan hukuman pokok lainnya.
Penjatuhan hukuman denda bersama-sama dengan hukuman yang lain
bukan merupakan hal yang dilarang bagi seorang hakim yang
mengadili perkara jarimah ta’zi>r, karena hakim diberi kebebasan yang
penuh dalam masalah ini. Dalam hal ini hakim dapat
mempertimbangkan berbagai aspek, baik yang berkaitan dengan
jarimah, pelaku, situasi, maupun kondisi tempat dan waktunya.
Syariat Islam tidak menetapkan batas terendah atau tertinggi
dari hukuman denda. Hal ini sepenuhnya diserahkan kepada hakim
41
dengan mempertimbangkan berat ringannya jarimah yang dilakukan
oleh pelaku. Apabila seorang qodli telah menetapkan sanksi tertentu,
maka ia tidak boleh membatalkan ketetapannya. Dalam kondisi
semacam ini, yakni dalam kondisi pelaku dosa tidak mampu
membayar ghuramah (ganti rugi), yang lebih tepat adalah denda
harus diambil dari harta yang ada padanya, itupun jika ada. Namun
jika ternyata tidak ada, maka ditunggu sampai ia memiliki harta,
baru kemudian ghuramah (ganti rugi) tersebut diserahkan kepada
negara.
i. Hukuman-hukuman yang lain
Ancaman merupakan salah satu hukuman ta’zi>r, dengan syarat
akan membawa hasil dan bukan ancaman kosong. Contohnya seperti
ancaman akan dijilid atau dipenjara, atau dijatuhi hukuman yang
lebih berat, apabila pelaku mengulangi perbuatannya. Termasuk
juga ancaman apabila hakim menjatuhkan keputusannya, kemudian
pelaksanaannya ditunda sampai waktu tertentu. Selain ancaman,
teguran, dan peringatan, juga merupakan hukuman ta’zi>r yang dapat
dijatuhkan oleh hakim, apabila dipandang perlu. Disamping
hukuman yang telah disebutkan, terdapat
hukuman-hukuman ta’zi>r yang lain. Hukuman-hukuman tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Peringatan keras.
Hukuman-hukuman ta’zi>r yang telah disebutkan di atas
merupakan hukuman-hukuman yang paling penting, yang mungkin
diterapkan untuk semua jenis jarimah ta’zi>r. Akan tetapi, di samping
itu masih ada hukuman- hukuman lain yang sifatnya spesifik dan
tidak bisa diterapkan pada setiap jarimah ta’zi>r . Di antara hukuman
tersebut adalah pemecatan dari jabatan atau pekerjaan, pencabutan
hak-hak tertentu, perampasan alat-alat yang digunakan untuk
melakukan jarimah, penayangan gambar penjahat di muka umum dan
lain-lain.26
j. Hukum peringatan (al-wa’su) Hukuman yang lebih ringan darinya.
Dalam hukum Islam, hukuman peringatan termasuk kategori
hukuman ta’zi>r. Hakim boleh hanya menghukum pelaku dengan
hukuman peringatan bila hukuman ini cukup membawa hasil, yakni
memperbaiki pribadi pelaku dan mencegahnya untuk mengulangi
perbuatannya (berefek jera). Dalam hukum Islam, masih ada
hukuman ta’zi>r yang lebih ringan dari peringatan, yaitu disiarkannya
nama pelaku pidana atau dihadapkannya pelaku ke muka pengadilan
sebagai bentuk hukuman ta’zi>r.
k. Hukuman Pengucilan.
25 Ahmad WardiMuslich, Hukum Pidana Islam...,268.
26 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Sinar Grafika,
43
Diantara hukuman ta’zi>r dalam hukum Islam adalah hukuman
pengucilan (hajr) sebagai hukuman yang dijatuhkan kepada istri.
Dalam sejarah, Rasulullah pernah menjatuhkan hukuman pengucilan
terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam perang tabuk, yaitu
ka’ab bin malik, miratah bin Rubai’ih al-amiri dan hilal bin umaiyah.
Ketiganya di kucilkan lima puluh hari dan tidak di ajak bicara sampai
akhirnya turun wahyu.
3. Unsur-Unsur
Unsur-unsur dijatuhkannya hukuman ta’zi>r bagi pelaku Jari>mah,
antara lain:
a. Nas al-Qur’an dan hadis yang melarang perbuatan dan
mengancamkan hukuman terhadapnya, dan unsur ini biasanya disebut
sebagai unsur formil (rukun syara’).
b. Adanya tingkah laku yang membentuk Jari>mah, baik berupa
perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikaptidak berbuat. Dan unsur ini
biasanya disebut sebagai unsur materil.
c. Pelaku adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dimintai pertanggung
jawabannya atas perbuatan Jari>mah tersebut. Dan unsur ini biasanya
disebut unsur moril.27
C. Tindak Pidana Penggelapan dalam Jabatan Menurut KUHP
44
1. Penggelapan
Penggelapan jabatan adalah penyalahgunaan wewenang karena jabatan
atau kedudukannya yakni yang bersangkutan melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan hak dan kewajibannya.28 Tindak pidana
menyalahgunakan wewenang, jabatan atau amanah tersebut adalah tindak
pidana yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki jabatan atau
kedudukan. Seseorang tersebut menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan tersebut
bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Oleh karena itu dalam hal ini tindak pidana penggelapan diatur dalam
pasal 372 dan 374 KUHP, yaitu :
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi
yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena
penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah.29
Unsur- unsur dari pasal tersebut yaitu :
a. Unsur “Barang siapa”, adalah menunjuk kepada pelaku tindak pidana, dimana Pelaku ini adalah subyek hukum yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya baik jasmani maupun rohani.
b. Unsur “Dengan Sengaja”, bahwa kesengajaan yang dimaksud haruslah meliputi seluruh unsur subjektif dari pasal ini.
28Nur Basuki Minarno, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah, 38.
45
c. Unsur “Memiliki secara melawan hukum (Zich Wederrechtelijk Toeeigenen)”, adalah menunjukkan sifatnya yang melawan hukum dari perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku, dimana menurut Profesor Strijd Met datgene berarti bertentangan dengan kepatutan di dalam pergaulan masyarakat.
d. Unsur “Suatu Benda”, adalah bahwa perbuatan menguasai bagi dirinya sendiri secara melawan hukum itu harus ditujukan kepada “benda-benda yang berwujud dan bergerak”
e. Unsur “Yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain”, adalah tidak setiap benda berwujud dan bergerak yang dapat dijadikan objek dari kejahatan penggelapan, oleh karena itu benda tersebut harus memenuhi syarat dimiliki oleh orang lain dari si pelaku itu sendiri.
f. Unsur “yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan”, adalah sesuatu benda itu dapat berada dibawah kekuasaan seseorang tidaklah selalu karena kejahatan, misalnya karena adanya perjanjian sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan sebagainya.
Pasal 374 KUHP: Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang
penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau
karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Unsur- unsur dari pasal tersebut sama dengan Pasal 372 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana namun ditambahkan dengan unsur yang memberatkan
yaitu :
46
b. “Mata pencahariannya”. Bahwa, unsur dikarenakan mata pencahariannya, adalah apabila seseorang itu melakukan sesuatu perbuatan bagi orang lain secara terbatas dan tertentu.
c. “Mendapat imbalan jasa”. Bahwa, unsur dikarenakan mendapat imbalan
jasa, apabila seseorang itu melakukan sesuatu perbuatan tertentu bagi
orang lain, dan untuk mana ia telah mendapat upah.
2. Pencurian
Disebutkan dalam Pasal 362 KUHP bahwa :
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.30
Pencurian mempunyai beberapa unsur yaitu:
a. Unsur objektif, terdiri dari: Perbuatan mengambil, Objeknya suatu benda,
unsur keadaan yang menyertai/melekat pada benda, yaitu benda tersebut
sebagian atau seluruhnya milik orang lain.
b. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari: Adanya maksud, Yang ditujukan untuk
memiliki, Dengan melawan hukum
Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai
pencurian apabila terdapat semua unsur tersebut diatas.31 Dari adanya unsur
perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian
adalah berupa tindak pidana formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku
positif/perbuatan materiil, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan otot yang
30 Pasal 362 KUHP, R. Soesilo, (Bogor: Politeia, 1991)
47
disengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari-jari dan tangan
yang kemudian diarahakan pada suatu benda, menyentuhnya, memegangnya,
dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ketempat lain atau
BAB III
DESKRIPSI PERKARA TENTANG PENGGELAPAN DALAM JABATAN PERKARA NOMOR 23/PID.B/2016/PN.JBG PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI JOMBANG
A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Jombang
Pengadilan Negeri Jombang sudah ada sejak jaman Hindia Belanda
yang pada waktu itu bernama Landraad berkantor disebelah Timur
Alon-alon Mojokerto dan berdekatan dengan kantor Kabupaten Mojokerto yang
daerah wilayah hukumnya meliputi Kota, Kabupaten Mojokerto dan
Kabupaten Jombang.
Selanjutnya pada tahun 1954 diadakan pemisahan daerah hukum
dimana untuk Kabupaten Jombang telah didirikan Pengadilan Negeri
Jombang dan Pengadilan Negeri Mojokerto tetap meliputi daerah Kota dan
Kabupaten Mojokerto. Tahun 1970 Kantor Pengadilan Negeri Jombang
secara resmi pindah dari Kantor lama ke Kantor baru di Jalan KH Wahid
Hasyim No. 135 Jombang sampai sekarang.1
B. Deskriptif Kasus tentang Penggelapan dalam Jabatan Perkara Nomor
23/PID.B/2016/PN.JBG Putusan Pengadilan Negeri Jombang
Bahwa terdakwa Adi Sudarto, pada sekitar tanggal 10 Juli 2015
sampai dengan tanggal 27 Oktober 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu
49
waktu dalam tahun 2015, bertempat di kantor penjualan PT Sinar Sosro
Jombang yang beralamat di Jl. Raya Balong Besuk No 9-11 Ds. Ceweng
Kec. Diwek Kabupaten Jombang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat
yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jombang
yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini dengan sengaja dan
melawan hukum memiliki barang sesuatu yang sesebagian milik orang lain,
dan barang tersebut ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, yang
dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan
karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat
upah untuk itu, yang dilakukan oleh terdakwa bahwa pada waktu dan
tempat tersebut di atas. awalnya terdakwa Adi Sudarto yang bekerja pada
PT Sinar Sosro berdasarkan Surat keputusan Promosi tetap karyawan
nomor: 117/PR/PERS-KPWJT/SS/07/12 tanggal 3 Juli 2012, yang
mempunyai tugas meliputi penjualan tunai, penjualan kredit, melakukan
penagihan penjualan kredit dan menerima pembayaran dari pelanggan.
Kemudian menyerahkan uang pembayaran atau tagihan penjualan
kredit dari para pelanggan kepada PT Sinar Sosro, kemudian dalam
melaksanakan tugasnya tersebut, pada sekitar tanggal 10 Juli 2015 sampai
dengan tanggal 27 Oktober 2015, terdakwa menerima pemesanan produk
PT Sinar Sosro dari para pelanggan yang menjadi tanggung jawab
terdakwa, dan pembayarannya dilakukan dengan secara kredit, selanjutnya
terdakwa melakukan penagihan kepada para pelanggan yang melakukan
50
membayar pembelian produk PT Sinar Sosro tersebut dengan cara
menyerahkan sejumlah uang pembayaran kepada PT Sinar Sosro melalui
terdakwa yang mana hal tersebut adalah merupakan tugas terdakwa,
dimana para pelanggan yang telah menyerahkan uang kepada terdakwa
tersebut, yakni:2
6 Askan Wisnu Wardana Jombang 8.600.000
7 Askan Wisnu Wardana Jombang 4.275.000
8 Askan Wisnu Wardana Jombang 4.085.000
9 Askan Wisnu Wardana Jombang 1.275.000
10 Askan Wisnu Wardana Jombang 2.125.000
11 Askan Wisnu Wardana Jombang 3.400.000
12 Askan Wisnu Wardana Jombang 2.822.500
13 Askan Wisnu Wardana Jombang 3.570.000
14 Askan Wisnu Wardana Jombang 4..275.000
15 Mama Ii Jombang 2.250.000
16 Mama Ii Jombang 2.250.000
17 Teratai Tamtama Jombang 2.125.000
18 Teratai Tamtama Jombang 2.125.000
19 Teratai Tamtama Jombang 1.825.000
20 Teratai Tamtama Jombang 2.987.500
21 Teratai Tamtama Jombang 1.275.000
44 Vika Stikip Patimura Jombang 1.780.000
45 Sri Kedungtimongo Megaluh 2.150.000
Jumlah 126.820.500
Selanjutnya terdakwa juga melakukan pemesanan produk PT Sinar
Sosro dengan menggunakan nama pelanggan yang tidak sebenarnya yakni
52
Sinar Sosro, melainkan terdakwa membuat faktur dengan menggunakan
nama pelanggan tersebut untuk melakukan pemesanan barang, selanjutnya
produk pesanan tersebut terdakwa serahkan atau terdakwa jual kepada
pihak lain, yang mana nama pelanggan yang terdakwa gunakan namanya
tersebut yakni :3
No NAMA ALAMAT NOMINAL
1 Sinar Langgeng Seroja Jombang 2.938.000
2 Sinar Langgeng Seroja Jombang 1.422.000
3 Rin Tambak Beras Jombang 1.280.000
4 Rin Tambak Beras Jombang 2.352.000
5 Smu 3/Budi Dr Sutomo Jombang 2.065.000
6 Kasmaji Bedahlawak 1.800.000
7 Kasmaji Bedahlawak 2.8.30.000
8 Kasmaji Bedahlawak 2.790.000
9 Kasmaji Bedahlawak 1.911.000
10 Eva Undar Jombang 2.744.000
11 Sma 1 Jombang 2.312.500
12 Vika Stikip Jombang 2.332.500
13 Vika/Erna Stikip Jombang 1.590.000
14 Cafe Delapan Undar Jombang 2.374.000
15 Smk Pgri2 Jombang 1.982.000
16 Fitri/Cak Dul Tunggorono 3.332.500
17 Fitri/Cak Dul Tunggorono 2.610.000
18 Fitri/Cak Dul Tunggorono 1.665.000
19 Fitri/Cak Dul Tunggorono 2.635.000
20 Fitri/Cak Dul Tunggorono 2.550.000
21 Fitri/Cak Dul Tunggorono 1.520.000
53
22 Fitri/Cak Dul Tunggorono 9.25.000
Jumlah 47.460.500
Sesuai ketentuan sistem operasional prosedur PT Sinar Sosro setelah
menerima uang pembayaran dari para pelanggan tersebut seharusnya
terdakwa menyerahkan uang tersebut kepada PT Sinar Sosro, lalu tanpa
meminta ijin terlebih dahulu dan sepengetahuan PT Sinar Sosro, terdakwa
langsung menggunakan uang tersebut untuk kepentingan terdakwa.
Selanjutnya juga terdakwa yang telah menerima uang hasil penjualan
produk PT Sinar Sosro dengan menggunakan nama pelanggan yang tidak
memesan, terdakwa juga tidak menyerahkan uang hasil penjualan dari
pemesana dengan menggunakan nama pelanggan yang tidak memesan
tersebut kepada PT Sinar Sosro, melainkan tanpa meminta ijin terlebih
dahulu dan sepengetahuan PT Sinar Sosro, terdakwa menggunakan uang
tersebut untuk kepentingan pribadi terdakwa.
Di samping itu terdakwa mengetahui uang pembayaran dari para
pelanggan tersebu bukanlah milik terdakwa melainkan milik PT Sinar
Sosro, namun demikian terdakwa tetap saja menggunakan uang tersebut
untuk kepentingan pribadi terdakwa karena terdakwa membutuhkan uang
tersebut. Bahwa akibat perbuatan terdakwa membuat PT Sinar Sosro
mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp. 174.281.000,- (seratus tujuh
puluh empat juta dua ratus delapan puluh satu ribu rupiah) perbuatan
54
yang berbunyi:4 “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang
barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena
ia mendapat upah uang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun”.
Setelah pembacaan surat dakwaan oleh Penuntut Umum tersebut,
terdakwa menyatakan telah mengerti akan maksud dan isinya dan terdakwa
menyatakan tidak mengajukan tanggapan/eksepsi terhadap surat dakwaan
Penuntut Umum tersebut, bahwa untuk membuktikan dakwaannya, di
persidangan Jaksa Penuntut Umum telah mengajukan bukti saksi yang
masing-masing telah didengar keterangan dibawah sumpah yang pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut:5
1) Saksi Andi Setiawan.
Saksi menyatakan kenal dengan terdakwa namun tidak ada
hubungan keluarga dengan terdakwa, di sini saksi sebagai pimpinan
PT. Sinar Sosro dan terdakwa adalah karyawan PT. Sinar Sosro
Jombang sebagai sales yang mempunyai tugas meliputi penjualan
tunai, penjualan kredit, melakukan penagihan dan menerima
pembayaran dari pelanggan kredit dan selanjutnya menyerahkan uang
pembayaran dari para pelanggan kepada kasir PT. Sinar Sosro. Saksi
mengetahui baghwa terdakwa sekitar tanggal 10 Juli 2015 sampai
dengan 27 Oktober 2015 bertempat di kantor penjualan PT. Sinar
Sosro Jombang di Jalan Raya Balong Besuk No. 9-11 Desa Ceweng,
4 R. Soesilo, Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP), (Bogor: Politeia 1991). 259
55
Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang telah menggunakan uang
setoran pelanggan milik PT. Sinar Sosro.
Pada awal kejadian terdaftar faktur piutang yang tidak dilunasi
pelanggan yang merupakan wilayah terdakwa sampai dengan 3 bulan
dan selanjutnya oleh karena setelah 3 bulan juga belum dilunasi oleh
para pelanggan kemudian saksi melakukan pemeriksaan terhadap para
pelanggan tersebut dan pada saat dilakukan pemeriksaan ternyata
para pelanggan telah membayar uang tagihan kepada terdakwa
namun terdakwa tidak menyetorkannya kepada perusahaan PT. Sinar
Sosro, dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa dan
terdakwa mengakui jika tidak menyetorkan uang tagihan para
pelanggan kepada kasir PT. Sinar Sosro.
Selain tidak menyetorkan uang tagihan para pelanggan kepada
bagian kasir, terdakwa juga menggunakan nama pelanggan dalam
membuat faktur dan memesan barang kepada PT. Sinar Sosro, namun
produk tersebut terdakwa jual kepada orang lain dan uang hasil
penjualannya juga tidak terdakwa setorkan kepada kasir PT. Sinar
Sosro.
Di samping itu terdakwa menggunakan uang hasil penjualan
produk PT. Sinar Sosro tanpa seijin dari PT. Sinar Sosro, pada saat
menggunakan uang hasil penjualan produk sosro tersebut, terdakwa
masih sebagai karyawan PT. Sinar Sosro Jombang. Akibat perbuatan
56
sebesar Rp 174.281.000,- Setelah mendengar keterangan dari saksi
Andi Setiawan di atas, terdakwa menyatakan benar.
2) Saksi Sugeng Aribawa.
Saksi adalah kasir PT. Sinar Sosro yang bertugas menerima uang
tagihan hasil penjualan setiap hari dari para sales dan terdakwa
adalah karyawan PT. Sinar Sosro Jombang sebagai sales yang
mempunyai tugas meliputi penjualan tunai, penjualan kredit,
melakukan penagihan dan menerima pembayaran dari pelanggan
kredit dan selanjutnya menyerahkan uang pembayaran dari para
pelanggan kepada kasir PT. Sinar Sosro. Terdakwa sekitar tanggal 10
Juli 2015 sampai dengan 27 Oktober 2015 bertempat di kantor
penjualan PT. Sinar Sosro Jombang di Jalan Raya Balong Besuk No.
9-11 Desa Ceweng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang telah
menggunakan uang setoran pelanggan milik PT. Sinar Sosro.
Awal kejadian terdaftar faktur piutang yang tidak dilunasi
pelanggan yang merupakan wilayah terdakwa sampai dengan 3 bulan
dan selanjutnya oleh karena setelah 3 bulan juga belum dilunasi oleh
para pelanggan kemudian saksi melakukan pemeriksaan terhadap para
pelanggan tersebut dan pada saat dilakukan pemeriksaan ternyata
para pelanggan telah membayar uang tagihan kepada terdakwa
namun terdakwa tidak menyetorkannya kepada perusahaan PT. Sinar
Sosro, dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa dan
57
pelanggan kepada kasir PT. Sinar Sosro, selain tidak menyetorkan
uang tagihan para pelanggan kepada bagian kasir, terdakwa juga
menggunakan nama pelanggan dalam membuat faktur dan memesan
barang kepada PT. Sinar Sosro, namun produk tersebut terdakwa jual
kepada orang lain dan uang hasil penjualannya juga tidak terdakwa
setorkan kepada kasir PT. Sinar Sosro. Alasan terdakwa tidak
menyetorkan hasil penjualan kepada kasir karena para pelanggan
belum menyerahkan uang tagihan.
Terdakwa menggunakan uang hasil penjualan produk PT. Sinar
Sosro tanpa seijin dari PT. Sinar Sosro. Pada saat menggunakan uang
hasil penjualan produk sosro tersebut, terdakwa masih sebagai
karyawan PT. Sinar Sosro Jombang, akibat perbuatan terdakwa pihak
PT. Sinar Sosro Jombang mengalami kerugian sebesar Rp
174.281.000,- setelah mendengar keterangan dari saksi Sugeng
Aribawa di atas, terdakwa menyatakan benar dan mengakuinya.
3) Saksi Moch. Bahrul Efendi;
Bahwa saksi adalah karyawan PT. Sinar Sosro di bagian SPV
Administrasi dan terdakwa adalah karyawan PT. Sinar Sosro
Jombang sebagai sales yang mempunyai tugas meliputi penjualan
tunai, penjualan kredit, melakukan penagihan dan menerima
pembayaran dari pelanggan kredit dan selanjutnya menyerahkan uang
pembayaran dari para pelanggan kepada kasir PT. Sinar Sosro,
58
2015 bertempat di kantor penjualan PT. Sinar Sosro Jombang di Jalan
Raya Balong Besuk No. 9-11 Desa Ceweng, Kecamatan Diwek,
Kabupaten Jombang telah menggunakan uang setoran pelanggan
milik PT. Sinar Sosro, awal kejadian terdaftar faktur piutang yang
tidak dilunasi pelanggan yang merupakan wilayah terdakwa sampai
dengan 3 bulan dan selanjutnya oleh karena setelah 3 bulan juga
belum dilunasi oleh para pelanggan kemudian saksi melakukan
pemeriksaan terhadap para pelanggan tersebut dan pada saat
dilakukan pemeriksaan ternyata para pelanggan telah membayar uang
tagihan kepada terdakwa namun terdakwa tidak menyetorkannya
kepada perusahaan PT. Sinar mengakui jika tidak menyetorkan uang
tagihan para pelanggan kepada kasir PT. Sinar Sosro, selain tidak
menyetorkan uang tagihan para pelanggan kepada bagian kasir,
terdakwa juga menggunakan nama pelanggan dalam membuat faktur
dan memesan barang kepada PT. Sinar Sosro, namun produk tersebut
terdakwa jual kepada orang lain dan uang hasil penjualannya juga
tidak terdakwa setorkan kepada kasir PT. Sinar Sosro.
Terdakwa menggunakan uang hasil penjualan produk PT. Sinar
Sosro tanpa seijin dari PT. Sinar Sosro untuk kepentingan pribadi
terdakwa, pada saat menggunakan uang hasil penjualan produk sosro
tersebut, terdakwa masih sebagai karyawan PT. Sinar Sosro
59
mengalami kerugian sebesar Rp 174.281.000,- atas keterangan saksi
diatas, terdakwa menyatakan benar dan mengakuinya.
4) Saksi Agus Santoso;
Bahwa saksi Andi Setiawan pernah mendatangi saksi untuk
menagih uang pembayaran atas pembelian produk sosro, pada saat
penagihan saksi mengatakan kepada saksi Andi Setiawan jika saksi
telah membayar kepada terdakwa, saksi tidak mengetahui jika uang
penagihan tersebut sudah terdakwa setorkan ke bagian kasir PT.
Sinar Sosro atau belum, akibat perbuatan terdakwa PT. Sinar Sosro
mengalami kerugian, namun saksi tidak mengetahui jumlah
kerugiannya, atas keterangan saksi diatas, terdakwa menyatakan
benar dan mengakuinya.
5) Saksi Yanto;
Saksi Andi Setiawan pernah mendatangi saksi untuk menagih
uang pembayaran atas pembelian produk sosro, pada saat penagihan
saksi mengatakan kepada saksi Andi Setiawan jika saksi telah
membayar kepada terdakwa, saksi tidak mengetahui jika uang
penagihan tersebut sudah terdakwa setorkan ke bagian kasir PT.
Sinar Sosro atau belum. Akibat perbuatan terdakwa PT. Sinar Sosro
mengalami kerugian, namun saksi tidak mengetahui jumlah
kerugiannya. Atas keterangan saksi diatas, terdakwa menyatakan
60
6) Saksi Fitri Soelastri;
Bahwa saksi kenal dengan terdakwa namun tidak ada hubungan
keluarga dengan terdakwa. Bahwa saksi Andi Setiawan pernah
mendatangi saksi untuk menagih uang pembayaran atas pembelian
produk sosro, pada saat penagihan saksi mengatakan kepada saksi
Andi Setiawan jika saksi telah membayar kepada terdakwa, saksi
tidak mengetahui jika uang penagihan tersebut sudah terdakwa
setorkan ke bagian kasir PT. Sinar Sosro atau belum, akibat
perbuatan terdakwa PT. Sinar Sosro mengalami kerugian, namun
saksi tidak mengetahui jumlah kerugiannya. Atas keterangan saksi
diatas, terdakwa menyatakan benar dan mengakuinya.
Selanjutnya menimbang bahwa terdakwa telah memberikan
keterangan di depan persidangan yang pada pokoknya menerangkan
sebagai berikut:6
Terdakwa diperiksa di penyidik dan telah menandatangani Berita
Acara Pemeriksaan, terdakwa adalah karyawan PT. Sinar Sosro
Jombang sebagai sales yang mempunyai tugas meliputi penjualan
tunai, penjualan kredit, melakukan penagihan dan menerima
pembayaran dari pelanggan kredit dan kemudian menyerahkan uang
pembayaran dari para pelanggan kepada kasir PT. Sinar Sosro.
Terdakwa telah menggunakan uang pembayaran atas pembelian
produk Sosro dari Para Pelanggan, dalam menggunakan uang tagihan
61
dari para pelanggan dengan cara awalnya terdakwa melakukan
penagihan piutang terhadap para pelanggan yang membeli secara
kredit, kemudian pelanggan tersebut menyerahkan uang pembayaran
tersebut kepada terdakwa, kemudian setelah menerima uang dari para
pelanggan tersebut, terdakwa tidak menyetorkan ke bagian kasir PT.
Sinar Sosro, melainkan terdakwa bawa sendiri. Selain tidak
menyetorkan uang dari penagihan para pelanggan, terdakwa juga
membuat faktur fiktif, yaitu terdakwa membuat faktur untuk
memesan produk PT. Sinar Sosro dengan menggunakan nama orang
lain, kemudian terdakwa menyerahkan faktur tersebut kepada sales
pengiriman dan kemudian setelah barang dikirim ke alamat sesuai
permintaan terdakwa, selanjutnya terdakwa menerima pembayaran
atas pembelian barang tersebut , dan terdakwa juga tidak
menyetorkan uang tersebut ke bagian kasir.
Seluruh uang yang seharusnya terdakwa setorkan ke bagian kasir
terdakwa gunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa, terdakwa
menggunakan uang tersebut tanpa ijin dari PT. Sinar Sosro Jombang,
akibat perbuatan terdakwa PT. Sinar Sosro Jombang mengalami
kerugian Rp. 174.281.000,- pada saat kejadian status terdakwa masih
sebagai karyawan PT. Sinar Sosro, terdakwa mengakui perbuatannya,
merasa menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi lagi
62
C. Pertimbangan Hukum Hakim
Didalam persidangan Penuntut Umum telah mengajukan barang
bukti berupa 6 (enam puluh tujuh) faktur atas nama Andi Setiawan serta
menimbang, bahwa barang bukti tersebut telah disita menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku sehingga menurut Majelis Hakim barang
bukti tersebut dapat dipertimbangkan lebih lanjut, untuk mempersingkat
uraian, maka keterangan saksi-saksi dan terdakwa serta segala yang yang
termuat dalam berita acara persidangan, dianggap secara lengkap menjadi
satu kesatuan dalam putusan ini bahwa dari hasil pemeriksaan di
persidangan, berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa serta
dikaitkan dengan adanya barang bukti yang diajukan di depan persidangan,
maka diperoleh fakta-fakta hukum sebagai bahwa benar terdakwa adalah
karyawan PT. Sinar Sosro yang bertugas di bagian sales dan memperoleh
gaji tiap bulannya dari PT. Sinar Sosro.
Terdakwa telah menggunakan uang hasil penjualan produk PT. Sinar
Sosro, yang mana seharusnya uang tersebut disetorkan oleh terdakwa ke
bagian kasir PT. Sinar Sosro, menggunakan uang milik PT. Sinar Sosro
tersebut saat terdakwa masih bekerja sebagai pelayan sales di PT. Sinar
Sosro Jombang, terdakwa menggunakan uang hasil penjualan produk PT.
Sinar Sosro tanpa ijin dari PT. Sinar Sosro Jombang, tidak memiliki hak
atas uang hasil penjualan produk PT. Sinar Sosro walaupun terdakwa
63
Sosro Jombang mengalami kerugian sebesar Rp. 174.281.000,- mengakui
terus terang perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Berdasarkan fakta-fakta sebagaimana terurai diatas, kini Majelis
Hakim akan mempertimbangkan apakah tindakan terdakwa telah
memenuhi atau tidak seluruh unsur-unsur dari pasal yang didakwakan
kepadanya, serta menimbang, bahwa terdakwa dihadapkan ke persidangan
oleh Jaksa Penuntut Umum berdasarkan surat dakwaan yang secara
alternatif yang melanggar pasal 374 KUHP atau pasal 378 KUHP dan
bahwa oleh karena dakwaan Penuntut Umum disusun secara alternatif,
maka memberikan keleluasaan Majelis Hakim untuk memilih salah satu
dakwaan yang mendekati fakta hukum yang terungkap di Persidangan,
serta menimbang, bahwa sesuai fakta hukum yang terungkap di
persidangan maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan dakwaan
kesatu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 374 KUHP
yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut.
1) “Barang Siapa”, bahwa yang dimaksud “barang siapa” adalah setiap
orang sebagai subjek hukum pendukung hak dan kewajiban yang
diajukan ke depan persidangan, karena didakwa melakukan suatu
perbuatan pidana, Menimbang bahwa sesuai dengan surat dakwaan
dari Jaksa Penuntut Umum, maka yang diajukan ke persidangan
adalah terdakwa Adi Sudarto telah membenarkan identitas tersebut,
64
perbuatannya,dapat dipertanggungjawabkan dimuka hukum, sehingga
dengan demikian unsur “barang siapa” ini telah terbukti;
2) “Dengan sengaja dan melawan hukum memiliki sesuatu barang yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dan yang ada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan”, mempunyai arti bahwa
berdasarkan keterangan saksi-saksi serta keterangan terdakwa sendiri,
dan adanya bukti surat dan barang bukti yang diajukan di dalam
persidangan bahwa benar terdakwa adalah karyawan PT. Sinar Sosro
Jombang yang bertugas di bagian sales dan memperoleh gaji tiap
bulannya dari PT. Sinar Sosro, terdakwa telah menggunakan uang
hasil penjualan produk PT. Sinar Sosro, yang mana uang hasil
penjualan produk PT. Sinar Sosro tersebut seharusnya terdakwa
setorkan kepada bagian kasir PT. Sinar Sosro, terdakwa dalam
menggunakan uang hasil penjualan tersebut terdakwa lakukan dengan
cara pada awalnya terdakwa melakukan penagihan piutang terhadap
para pelanggan yang membeli secara kredit, kemudian pelanggan
tersebut menyerahkan uang pembayaran tersebut kepada terdakwa,
kemudian setelah menerima uang dari para pelanggan tersebut,
terdakwa tidak menyetorkan ke bagian kasir PT. Sinar Sosro,
melainkan terdakwa bawa sendiri, selain tidak menyetorkan uang dari
penagihan para pelanggan, terdakwa juga membuat faktur fiktif,
yaitu terdakwa membuat faktur untuk memesan produk PT. Sinar
65
menyerahkan faktur tersebut kepada sales pengiriman dan kemudian
setelah barang dikirim ke alamat sesuai permintaan terdakwa,
selanjutnya terdakwa menerima pembayaran atas pembelian barang
tersebut, dan terdakwa juga tidak menyetorkan uang tersebut ke
bagian kasir, terdakwa juga menggunakan uang hasil penjualan
produk PT. Sinar Sosro tersebut tanpa ijin dari PT. Sinar Sosro,
akibat perbuatan terdakwa PT. Sinar Sosro Jombang mengalami
kerugian Rp. 174.281.000,-, uang tersebut dapat/berada di dalam
kekuasaan terdakwa karena terdakwa mendapatkan tugas oleh
pimpinan PT. Sinar Sosro untuk menjual produk baik secara tunai
ataupun kredit serta melakukan penagihan dan menerima pembayaran
dari Para Pelanggan kemudian disetorkan kepada bagian kasir, jadi
uang yang ada pada terdakwa bukan karena kejahatan, sehingga
dengan demikian unsur ini telah terbukti.
3) “Penguasaan Terhadap Barang yang Disebabkan Ada Hubungan
Kerja atau Karena Pencaharian Karena Mendapat Upah Untuk Itu”,
berarti bahwa berdasarkan keterangan para saksi, petunjuk serta
barang bukti yang diajukan, bahwa terdakwa bekerja di PT. Sinar
Sosro sebagai sales dan memperoleh gaji tiap bulannya dari PT. Sinar
Sosro. Terdakwa bekerja sebagai sales yang bertugas menjual produk
baik secara tunai ataupun kredit serta melakukan penagihan dan
menerima pembayaran dari Para Pelanggan kemudian disetorkan
66
terbukti, dikarenakan semua unsur-unsur dalam dakwaan primair dari
Jaksa Penuntut Umum tersebut telah terbukti, berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim
berpendirian dan berpendapat, bahwa terdakwa telah terbukti secara
sah dan meyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana
tersebut dalam dakwaan kesatu, yaitu melanggar pasal 374 KUHP,
oleh karena dakwaan kesatu Jaksa Penuntut Umum telah terbukti
secara sah dan meyakinkan, maka dakwaan Jaksa Penuntut Umum
selebihnya atau yang kedua tidak perlu dibuktikan dan
dipertimbangkan lagi lebih lanjut. Karena selama pemeriksaan di
persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan fakta-fakta yang dapat
memaafkan dan membenarkan terdakwa serta perbuatannya, maka
terdakwa dianggap sebagai subjek hukum yang mampu bertanggung
jawab dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya tersebut,
sehingga terdakwa haruslah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana,
serta karena terdakwa dalam hal ini ditahan, maka berdasarkan pasal
33 KUHP, Majelis Hakim berpendapat, bahwa lamanya terdakwa
ditahan haruslah dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
kepada terdakwa menjalani hukumannya, Majelis Hakim menetapkan
terdakwa tetap berada dalam tahanan. Serta menimbang bahwa
mengenai barang bukti yang diajukan dalam persidangan, akan
ditentukan statusnya dalam amar putusan bahwa oleh karena