1
RUMUSAN
RAPAT KOORDINASI TEKNIS PEMBANGUNAN
BIDANG PEMBINAAN PRODUKSI KEHUTANAN TAHUN 2008
DI JAKARTA, TANGGAL 6 – 8 AGUSTUS 2008
Memperhatikan :
1. Arahan Menteri Kehutanan.
2. Arahan Dirjen Bina Produksi Kehutanan tentang Kebijakan Pengelolaan Hutan Produksi yang berkelanjutan.
3. Paparan dan Diskusi Sidang Komisi Evaluasi Kebijakan, Identifikasi Masalah dan Kegiatan Pokok Pembangunan Ditjen Bina Produksi Kehutanan :
a. Komisi I meliputi Fokus Kegiatan Pengelolaan Kawasan Hutan yang Tidak Dibebani Hak/Izin Pemanfaatan, Pengelolaan Pemanfaatan Hutan Produksi Alam dan Pengelolaan Pemanfaatan Hutan Tanaman.
b. Komisi II meliputi Focus Kegiatan Restrukturisasi Industri Primer Kehutanan dan Penertiban Peredaran Hasil Hutan.
Maka disusun rumusan sebagai berikut :
1. Rapat Koordinasi Teknis Pembangunan Bidang Pembinaan Produksi Kehutanan tahun 2008, merupakan kegiatan yang sangat penting dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan tindak lanjut Rencana Jangka Panjang tahun 2005-2009 dan mempersiapkan landasan Rencana Jngka Panjang tahun 2009 – 20014.
2. Dalam percepatan pencapaian sasaran strategis pada tahun 2009, sebagai landasan perencanaan jangka panjang berikutnya, beberapa hal yang perlu dicermati kembali dalam perencanaan kegiatan, antara lain :
2.1 Mempersiapkan SDM yang profesional berbasis kompetensi PHPL baik tenaga teknis kehutanan (GANIS) pada perusahaan maupun Pengawas Tenaga Teknis (WASGANIS) pada Pemerintah dan Pemerintah Daerah, melalui crash program Diklat, sebagai tindak lanjut PP Nomor 6 tahun 2007 jo. PP 3 tahun 2008, pasal 71 huruf (f).
2.2 Pengawasan implementasi kebijakan pemanfaatan hutan produksi masih lemah, perlu dibangun pengawasan berjenjang, dengan adanya pembagian tugas pengawasan antara pusat, daerah (provinsi dan kabupaten/kota), melalui forum koordinasi.
2 2.4 Meningkatkan dan mempercepat pelayanan perizinan melalui koordinasi
antara Pemerintah, pemda provinsi dan kabupaten/kota, dalam rangka mendorong investasi pada areal-areal yang tidak dibebani izin, peningkatan ekspor hasil hutan dan IIPHH serta HHBK, sesuai Permenhut yang ada.
2.5 Peningkatan kontribusi Sektor Kehutanan pada pertumbuhan ekonomi, melalui perluasan kelompok usaha pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), yaitu melalui pengembangan bidang usaha jasa lingkungan hutan (perdagangan karbon). Saat ini kelompok (golongan pokok) usaha industri primer hasil hutan pada KBLI berada pada Kelompok Industri Pengolahan.
2.6 Alokasi dana dekosentrasi pengamanan areal eks HPH/IUPHHK (open akses) di daerah tidak memadai sehingga diperlukan sharing dana melalui edaran Menteri Kehutanan kepada Gubernur, agar ditampung dalam APBD.
3. Perlu segera dipercepat identifikasi areal yang tidak dibebani hak di seluruh Indonesia.
4. Membentuk Satker sementara di daerah, untuk membangun KPHP Model.
5. Percepatan pelatihan praktisi dan Tim Pengendali IHMB pada Hutan Alam dan Hutan Tanaman.
6. Melibatkan instansi daerah/UPT dalam proses penilaian kinerja PHPL oleh LPI, serta meningkatkan kapasitas bagi aparat daerah dan UPT untuk melaksanakan monitoring dan bimbingan teknis bagi IUPHHK yang telah dinilai, selain itu diupayakan untuk menjaga dan meningkatkan independensi LPI.
7. Penetapan jenis-jenis tanaman yang tidak diperbolehkan sebagai jenis tanaman pokok HTI dan HTR.
8. Perlu dilakukan bimbingan dan pendampingan terhadap peserta HTR.
9. Menyempurnakan Permenhut No.P.16/Menhut-II/2007 dan petunjuk pelaksanaannya, dalam rangka implementasi RPBBI on line sistem serta bimbingan teknis dan supervisi.
10. Perlu dilakukan Sosialisasi terhadap Peraturan Menteri Kehutanan yang diterbitkan di bidang produksi kehutanan antara lain Permenhut No. P.35/Menhut-II/2008, Permenhut No. P.16/Menhut-II/2007.
11. Perlu dilakukan penelitian rendemen kayu sengon di pulau Jawa oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
12. Mempercepat terbitnya Penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan tentang evaluasi kinerja Industri Primer Hasil Hutan Kayu dan Pengenaan sanksi administratif terhadap pemegang IUIPHH Kayu.
13. Perlu mempercepat penyempurnaan P.55/2006 jo P 63/2006 agar lebih efektif dan efisien.