• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rasionalitas merupakan kemampuan penalaran manusia yang sangat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rasionalitas merupakan kemampuan penalaran manusia yang sangat"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rasionalitas merupakan kemampuan penalaran manusia yang sangat penting. Salah satu ukuran rasionalitas manusia adalah kemampuan dalam mengambil keputusan yang tepat. Individu harus pintar dalam membuat keputusan demi dapat bertahan hidup. Hal ini berkaitan dengan keberhasilan individu melakukan “tugas bertahan hidup”-nya dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya seperti saat mengambil keputusan dalam dunia bisnis, keuangan, politik, pendidikan, kehidupan pribadi, dan kesehatan. Kesuksesan dalam menuntaskan “tugas bertahan hidup” bukan disebabkan oleh indera yang dapat memprediksi secara akurat maupun kapasitas fisik yang kuat, melainkan karena kapasitas khusus manusia dalam mengambil keputusan yang tepat (Hastie dan Dawes, 2010).

Tidak hanya dalam urusan yang bersifat individual, rasionalitas juga berperan penting dalam sektor industri dan organisasi. Penelitian oleh Brouthers, Brouthers, dan Werner (2000) menyatakan bahwa manajer di industri layanan keuangan dianggap sebagai pembuat keputusan yang sangat “rasional”. Lebih jauh, Lockhart, Nellis dan Roosevelt dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pelatihan dan penggunaan alat analisis rasional digunakan secara luas dalam industri ini (Brouthers et al., 2000). Rasionalitas juga dibutuhkan dalam industri kesehatan agar rumah sakit dapat bertahan dan sukses. Pemikiran dan tindakan rasional diperlukan untuk mengambil berbagai keputusan penting, seperti di mana menginvestasikan modal, di mana memperluas lini layanan, atau apakah akan

(2)

mendirikan sebuah pusat operasi baru (Parayitam, Phelps, & Olson, 2007). Meskipun dalam rasionalitas dikaitkan dengan organisasi, tetap saja yang mengambil keputusan adalah individu sebagai sebagai anggota dari organisasi, sebagaimana sebuah kutipan mengatakan: “Organisasi tidak membuat keputusan—individulah yang membuat keputusan” (Liedtka, 1991).

Rasionalitas juga merupakan nilai kemanusiaan yang penting. Kebahagiaan dan kesejahteraan seseorang bisa bergantung pada apakah ia mampu berpikir secara rasional atau tidak (Stanovich, 2010). Alasannya adalah karena rasionalitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan seseorang. Terdapat tujuan-tujuan tertentu yang mendasari pengambilan sebuah keputusan. Ketika manusia berhasil dalam mencapai tujuannya, akan ada perasaan, seperti bahagia ataupun puas sebagai konsekuensi yang mengikutinya. Hastie dan Dawes (2010) mengemukakan bahwa ketika keputusan didorong oleh “pursuit of happiness” atau pencarian kebahagiaan, hal yang penting bukanlah tentang pengalaman akan rasa senang dan sakit saat prosesnya berlangsung, melainkan apa yang akan membuat kita bahagia setelah kita membuat keputusan.

Perilaku rasional sendiri termasuk dalam salah satu karakteristik manusia sebagai Homo Economicus (Schneider, 2010), yaitu selalu mengoptimalkan upaya untuk mencapai tujuan. Kebanyakan model ekonomi mengasumsikan manusia sebagai Homo Economicus (makhluk ekonomi) dapat berhasil dalam sekali coba sehingga manusia dianggap makhluk yang mampu belajar dengan cepat (Thaler, 2000). Kemampuan dalam berpikir dan bertindak rasional dipandang sebagai pencapaian paling tinggi bagi manusia yang tidak diperoleh makhluk hidup lain. Dengan kemampuan rasionalitas ini, manusia diharapkan dapat memahami situasi dan mengambil keputusan yang tepat dan sesuai dengan tujuan.

(3)

Setelah memahami peranan penting rasionalitas, muncul pertanyaan mendasar mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan rasionalitas. Menurut Rescher, rasionalitas mencakup penggunaan penalaran yang sesuai untuk membuat pilihan yang terbaik dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan keadaan yang diinginkan (Tomer, 2008). Sebagai salah satu kemampuan reasoning (penalaran), rasionalitas tidak bersifat statis (Lohman & Lakin, 2009). Lohman dan Lakin (2009) juga menambahkan bahwa rasionalitas berkembang lewat pengalaman dan lebih mudah digunakan dengan melatihnya terus.

Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah bagaimana dengan irrasionalitas. Irrasionalitas berasal dari kata irrasional, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang berarti tidak berdasarkan akal (penalaran) yang sehat. Bertindak irrasional berarti tidak mempertimbangkan kemungkinan yang ada dan keadaan yang diinginkan. Bertindak irrasional juga berarti tidak menggunakan kemampuan penalaran akal sehat yang dimiliki agar tujuan tercapai. Alat ukur rasionalitas dalam penelitian ini ditujukan untuk mengukur rasionalitas yang tepat dan akurat, serta melihat seberapa rasional individu, bukan melihat rasional atau tidak rasionalnya (irrasionalnya) mereka.

Setelah memahami arti rasionalitas, Stanovich dan West (2014) mengemukakan bahwa rasionalitas dibagi menjadi dua aspek, yaitu rasionalitas instrumental dan rasionalitas epistemik. Rasionalitas instrumental diartikan sebagai mampu mengambil tindakan yang tepat demi mencapai tujuan dan keyakinan. Rasionalitas instrumental juga berarti melakukan tindakan sehingga apa yang diinginkan dapat diperoleh dengan menggunakan sumber daya (fisik dan psikis) yang tersedia. Rasionalitas instrumental juga dikarakteristikkan sebagai

(4)

optimisasi terhadap pencapaian tujuan individu (Stanovich, 2016). Rasionalitas instrumental merupakan kemampuan seseorang membuat keputusan (decision making). Sementara itu, rasionalitas epistemik merupakan kemampuan untuk memegang teguh keyakinan yang disertai oleh adanya bukti. Rasionalitas epistemik berfokus pada seberapa baik keyakinan menunjukkan apa yang benar terjadi dalam kenyataannya. Rasionalitas epistemik juga merupakan kemampuan seseorang dalam judgment. Kedua tipe rasionalitas tersebut berkaitan satu sama lain. Dalam mengambil tindakan untuk mencapai tujuan, seseorang harus mendasari tindakan tersebut dengan keyakinan yang sesuai dengan kejadian dalam kenyataan (Stanovich, 2016).

Berikut ini adalah contoh untuk menjelaskan rasionalitas epistemik dan rasionalitas instrumental. A adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jakarta. Ia ingin berlibur ke Yogyakarta saat akhir pekan dan menghabiskan dua hari di sana karena Senin pagi A harus sudah berada di Jakarta untuk menghadiri upacara. A akan berangkat dari Jakarta pada Sabtu pagi. Ada beberapa opsi mengenai transportasi yang bisa dipilihnya, antara lain:

1) Bus. Harga tiket kurang lebih Rp 270.000 dan estimasi waktu tempuh perjalanan adalah sekitar 12 jam

2) Kereta api. Harga tiket kurang lebih Rp 260.000 dan estimasi waktu tempuh perjalanan sekitar 8-9 jam

3) Pesawat. Harga tiket sekitar Rp 350.000 dengan estimasi waktu tempuh perjalanan lebih kurang 1 jam.

Tujuan utamanya adalah menghabiskan liburan selama dua hari di Yogyakarta. Dengan kata lain, A harus meminimalkan waktu tempuh perjalanan jika ia berangkat Sabtu pagi dan sudah harus berada di Jakarta sebelum Senin

(5)

pagi. A yakin dengan menggunakan pesawat ia bisa sampai ke tujuan paling cepat dibanding naik bus atau kereta api dan bisa menghabiskan dua hari di Yogyakarta. Ini adalah bentuk rasionalitas epistemik. Kemudian A memilih opsi 3 dan membeli tiket pesawat ke Yogyakarta dengan penerbangan paling pagi hari Sabtu dan ke Jakarta dengan penerbangan Minggu malam. Ini merupakan bentuk rasionalitas instrumental.

Jika kembali ke bagian peranan penting rasionalitas, hal tersebut menjadi alasan kuat peneliti meneliti tentang tes rasionalitas berdasarkan tes komprehensif CART (Comprehensive Assessment of Rational Thinking) yang awalnya dikembangkan oleh Stanovich. Ada beberapa alasan mengapa penelitian untuk tes rasionalitas merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan. Pertama, belum ada tes yang mengukur rasionalitas secara komprehensif di Indonesia. Penelitian mengenai rasionalitas masih sangat minim karena peneliti di Indonesia jarang sekali mengangkat topik tersebut. Sejauh ini, penelitian yang telah banyak dilakukan masih berfokus pada kajian mengenai perbedaan karakter individu yang rasional dan irrasional dan terbatas pada penelitian per aspek. Kedua, penelitian tentang tes rasionalitas oleh Stanovich masih terbatas pada level publikasi dan belum dapat difungsikan dalam level praktis. Jadi, hasil penelitian ini ditargetkan akan dapat digunakan atau diimplikasikan secara praktis dalam berbagai sektor, khususnya industri dan organisasi

Ketiga, isu berkaitan dengan isu budaya yang melatarbelakangi penelitian mengenai tes rasionalitas ini. Tes rasionalitas CART oleh Stanovich, seperti diketahui, dilatarbelakangi oleh budaya Barat yang cenderung dipengaruhi oleh budaya individualis. Para ahli psikologi menyadari bahwa hal-hal yang dianggap universal di Barat, misalnya dalam budaya individualis, belum tentu berlaku di

(6)

manapun (Triandis, 2004). Sementara itu, di Indonesia mayoritas masyarakatnya menganut budaya kolektivis. Persepsi dan perilaku masyarakat dalam budaya kolektivis berbeda dengan masyarakat di budaya individualis (Triandis, 2004). Oleh sebab itu, diperlukan adaptasi dan penyusunan tes rasionalitas agar konten dan konstraknya sesuai dengan budaya mayoritas masyarakat Indonesia agar manfaat praktisnya maksimal. Adaptasi dan penyusunan ini dilakukan oleh ahli-ahli di bidangnya.

Keempat, terdapat asumsi mengenai rasionalitas dan inteligensi dalam pandangan sebagian besar masyarakat awam. Ketika berpikir mengenai individual differences dalam penalaran (reasoning), mereka akan membayangkan tes IQ (Intelligence Quotient). Memang hal yang wajar jika ini menjadi asosiasi utama mereka karena tes IQ merupakan salah satu produk dari riset psikologi yang paling dipublikasikan (Stanovich, West, & Toplak, 2012). Ditambah lagi, perusahaan atau organisasi sering menggunakan tes IQ dalam seleksi karyawan. Kebanyakan orang sering berasumsi bahwa pengukuran inteligensi merupakan esensi dari good thinking sehingga timbul anggapan bahwa pengukuran tersebut berfungsi sebagai alat ukur kemampuan judgment dan decision making, sedangkan dua hal tersebut, yaitu judgment dan decision making, adalah komponen dari rasionalitas. Mengenai rasionalitas dan good thinking, keduanya mempunyai kaitan yang erat. Pengambilan keputusan dimaksudkan agar tujuan seseorang tercapai. Menurut Baron (2008), demi mencapai tujuan, manusia memerlukan cara berpikir yang baik (good thinking). Baron (2008) juga menyatakan bahwa good thinking memerlukan pencarian kemungkinan-kemungkinan dengan cermat sehingga berkaitan dengan kemampuan manusia berpikir secara rasional. Good thinking dapat mengasah rasionalitas seseorang agar mampu mengambil pilihan yang

(7)

tepat (Baron, 2008). Ilmuwan dan beberapa orang yang sependapat mengatakan bahwa good thinking mencakup judgment dan decision making yang baik karena merupakan tipe berpikir yang membantu seseorang mencapai tujuannya (Stanovich, 2016). Oleh sebab itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa rasionalitas dan good thinking mengukur hal yang sama, yakni judgment dan decision making. Ini berarti bahwa mereka juga menganggap bahwa inteligensi juga sama dengan rasionalitas.

Dari sudut pandang teoritik, rasionalitas dan inteligensi merupakan bagian dari aspek kognitif dalam sistem mental individu (Hidayat, 2016). Keduanya mempunyai kesamaan secara fungsional, yakni merepresentasikan proses dan hasil berpikir yang baik (Baron, 2008). Hubungan teoritik antara konstrak rasionalitas dan konstrak inteligensi yang tidak dapat dipungkiri. Ada beberapa kesamaan fungsional pada keduanya. Misalnya, proses-proses kognitif yang diukur melalui tes inteligensi sebagian besar juga berfungsi ketika individu mengerjakan tes rasionalitas. Aspek kognitif tersebut berfungsi baik pada tes inteligensi maupun tes rasionalitas (Stanovich & West, 2014). Berdasarkan pandangan tentang kaitan dengan rasionalitas tersebut, inteligensi dilibatkan sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini.

Variabel lainnya adalah salah satu trait kepribadian dalam Big Five Personality, yaitu conscientiousness. Dalam kaitannya dengan rasionalitas, Big Five Personality membantu untuk mengukur preferensi tujuan manusia yang heterogen karena Big Five Personality mendeskripsikan kepribadian individu secara global (Hall, n.d.). Berdasarkan karakteristik secara umum, orang dengan trait kepribadian conscientiousness yang tinggi juga memiliki motivasi tinggi untuk meraih tujuan yang diinginkannya. Conscientiousness berfokus pada bagaimana

(8)

cara mengendalikan, mengatur, dan mengarahkan dorongan yang ada dalam diri seseorang. Sementara itu, John & Srivastava mengemukakan bahwa conscientiousness merupakan trait kepribadian yang ditentukan secara sosial oleh kontrol terhadap dorongan yang mempermudah pengerjaan tugas dan perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan, misalnya berpikir sebelum bertindak, menunda gratifikasi, mengikuti norma dan aturan, serta perencanaan, pengaturan, dan memprioritaskan tugas (Quintelier, 2014). Li, Tangpong, Hung, dan Johns (2013) dalam risetnya menyatakan bahwa kepribadian conscientiousness yang dimiliki agen perusahaan berhubungan positif dengan kecenderungan dalam membuat keputusan untuk mengatur kontrak perusahaan dengan mitra kerja.

Perlu ditegaskan bahwa penelitian ini spesifik pada salah satu aspek saja dari dua aspek rasionalitas, yakni rasionalitas instrumental, karena mengingat banyaknya jumlah komponen dalam Comprehensive Assessment of Rational Thinking (CART) oleh Stanovich, West, dan Toplak (2016), yaitu sebanyak 20 komponen. Namun, pengukuran rasionalitas secara keseluruhan tetap mencakup kedua aspek rasionalitas karena penelitian ini merupakan penelitian payung. Rasionalitas instrumental terdiri dari empat komponen, yaitu resistance to framing, resistance to sunk cost, path independence/sensitivity to expected value, dan cognitive miserly/reflection vs intuition.

Penelitian payung ini juga melibatkan ahli-ahli sebagai analis yang bertanggung jawab dalam hasil analisis properti psikometrika subtes rasionalitas instrumental. Hasil analisis tersebut disusun oleh Hidayat dan Widhiarso (2017a dan 2017b) dalam Laporan Pengembangan Tes Rasionalitas Individu dan Manual Tes Rasionalitas Indonesia dalam naskah belum terpublikasikan. Penelitian ini mengutip hasil analisis properti psikometrika dari laporan dan manual tersebut

(9)

sebagai bukti kelayakan subtes rasionalitas instrumental sebagai sebuah alat ukur yang konstraknya masih baru.

Analisis properti psikometrika dilakukan dengan menggunakan teori modern, yaitu model Rasch. Sumintono dan Widhiarso (2013) menyebutkan bahwa model ini muncul berkat analisis yang dilakukan oleh Dr. Georg Rasch, seorang ahli matematika asal Denmark. Prinsip dasar model Rasch adalah model probabilistik sebagaimana definisi berikut:

“individu yang memiliki tingkat abilitas yang lebih besar dibandingkan individu lain seharusnya memiliki peluang yang lebih besar untuk menjawab soal dengan benar. Dengan prinsip yang sama, butir yang lebih sulit menyebabkan peluang individu untuk menjawabnya menjadi kecil” (Sumintono dan Widhiarso, 2013: p. 68).

Dengan definisi tersebut, Sumintono dan Widhiarso (2013) menjelaskan bahwa pola respons yang diberikan menunjukkan ketepatan respons dari tiap responden (person) kepada setiap butir soal (item). Analisis ini terdiri atas daya diskriminasi item, ketepatan butir, indeks separasi butir, serta indeks separasi orang. Model Rasch digunakan karena hasil analisisnya yang stabil dibandingkan dengan tes klasik yang menggunakan Alpha Cronbach. Hasil analisis properti psikometrika dalam penelitian ini merupakan kutipan dari laporan hasil evaluasi butir-butir subtes rasionalitas instrumental yang disusun dalam naskah Laporan Pengembangan Tes Rasionalitas Individu oleh Hidayat dan Widhiarso (2017a) dan Manual Tes Rasionalitas Indonesia oleh Hidayat dan Widhiarso (2017b) yang belum terpublikasikan.

Penelitian ini merupakan tahap pertama dari tiga tahap penelitian tentang rasionalitas sehingga yang menjadi fokus utama adalah pemeriksaan konstrak

(10)

subtes rasionalitas instrumental sebagai sebuah konstrak baru. Pemeriksaan ini mencakup pembuktian mengenai eksistensi pengukuran dan substansi konstrak. Eksistensi pengukuran konstrak dilihat dari hubungan nomologis antara rasionalitas instrumental dengan inteligensi dan kepribadian yang sudah baku. Hubungan nomologis yang dimaksud adalah terdapat hubungan teoritis antara rasionalitas instrumental dengan inteligensi dan trait kepribadian conscientiousness dan hubungan empiris rasionalitas instrumental dengan inteligensi dan trait kepribadian conscientiousness. Hubungan teoritis sebelumnya sudah dijabarkan melalui keterkaitan konsep antara rasionalitas dan inteligensi serta rasionalitas dan conscientiousness, sedangkan hubungan empiris dilihat dari signifikansi hasil interkorelasi antara rasionalitas instrumental dengan inteligensi dan rasionalitas instrumental dengan trait kepribadian conscientiousness.

Sementara itu, eksistensi substansi konstrak dilihat dengan pembentukan konvergensi dan divergensi oleh seluruh komponen rasionalitas instrumental, inteligensi, dan conscientiousness. Konvergensi menunjukkan komponen dan variabel eksternal mana yang mempunyai kedekatan data sehingga membentuk kelompok dan menghasilkan sebuah faktor, sedangkan divergensi memperlihatkan komponen dan variabel eksternal mana yang saling berjauhan. Terbentuknya konvergensi bisa menjelaskan bahwa substansi konstrak subtes rasionalitas instrumental eksis karena komponen-komponennya memiliki kemiripan karakteristik dengan inteligensi dan trait kepribadian conscientiousness karena data yang saling berdekatan. Divergensi menunjukkan bahwa terdapat komponen dalam rasionalitas instrumental yang berbeda karakteristik karena data yang saling berjauhan. Pembentukan konvergensi dan divergensi dalam penelitian

(11)

ini digambarkan melalui analisis menggunakan teknik Principal Component Analysis (PCA).

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian akan menjadi arahan agar penelitian tetap berjalan sesuai fokus dan memberikan hasil penelitian. Pertanyaan-pertanyaan penelitian ini, antara lain:

1. Apakah rasionalitas instrumental memiliki hubungan nomologis dengan inteligensi dan trait kepribadian conscientiousness? Dengan kata lain, apakah terdapat interkorelasi yang signifikan antara rasionalitas instrumental dengan inteligensi dan trait kepribadian conscientiousness?

2. Faktor-faktor laten apakah yang terukur oleh subtes rasionalitas instrumental? Apakah terdapat faktor laten yang sama antara subtes rasionalitas instrumental dengan inteligensi dan trait kepribadian conscientiousness dalam alat-alat ukur yang dipergunakan dalam penelitian ini?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, antara lain:

1. Untuk melihat eksistensi konstrak rasionalitas instrumental di level pengukuran, yaitu hubungan nomologis dengan inteligensi dan trait kepribadian conscientiousness. Hubungan yang signifikan dengan konstrak yang sudah baku dapat menunjukkan bahwa konstrak baru merupakan konstrak yang memiliki eksistensi.

(12)

2. Untuk melihat eksistensi konstrak subtes rasionalitas instrumental di level substansi dengan adanya pembentukan konvergensi dan divergensi data-data seluruh komponen rasionalitas instrumental, inteligensi dan trait kepribadian conscientiousness. Konvergensi menghasilkan faktor laten yang tidak diketahui apa dan berapa banyak sebelum analisis faktor dilakukan. Faktor laten tersebut dibentuk oleh komponen-komponen rasionalitas instrumental dan variabel-variabel eksternal yang datanya saling berdekatan. Kedekatan tersebut menunjukkan kemiripan karakteristik. Apabila konvergensi yang terbentuk lebih dari satu maka terbentuk pula divergensi akibat konvergensi yang karakteristiknya berbeda. Dengan kata lain, konvergensi dan divergensi memperlihatkan eksistensi substansi rasionalitas instrumental sekaligus menunjukkan karakteristik subtes tersebut berdasarkan kedekatan data dengan variabel eksternal.

D. Manfaat Penelitian

Ada dua macam manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis jangka panjang. Manfaat teoritisnya adalah:

1) Mengetahui bahwa konstrak rasionalitas instrumental merupakan konstrak yang eksis di level pengukuran dan level substansi. Sebagai konstrak baru, konstrak subtes rasionalitas instrumental dikaitkan dengan dua konstrak tes dan skala yang sudah baku atau memiliki standar yang sudah diakui. 2) Sebagai salah satu acuan dalam pengembangan maupun penelitian alat

ukur rasionalitas selanjutnya bagi mahasiswa, ilmuwan ataupun pihak-pihak yang memerlukan demi pengembangan keilmuwan.

(13)

Di samping itu, manfaat praktis jangka panjang penelitian ini tidak hanya sebagai salah satu pertimbangan dalam sektor industri dan organisasi, seperti seleksi kerja karyawan, investasi perusahaan, dan kepentingan industri atau organisasi lainnya, melainkan juga dalam beberapa hal lain, misalnya seleksi beasiswa, assessment psikoterapi, konsultasi konsumen, dan kesehatan.

Referensi

Dokumen terkait

Analisa SWOT digunakan untuk menentukan Key Success Factors suatu perusahaan dan menentuka ukuran-ukuran yang relevan dan dapat diandalkan untuk Key Success Factors yang

2 Gusti Ayu Putu Suarni, Lulup Endah Trupalupi1 , Iyus Akhmad Haris2, Universitas Analisis Faktor yang Mempengar uhi Keputusan Nasabah dalam Pengambilan Kredit pada

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah pendekatan cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan keterampilan membuat Bantal Karakter pada anak

Di bawah ini merupakan beberapa penelitian yang terkait dengan pengaruh metode Visual, Auditory, dan Kinestethic VAK dan meningkatkan kemampuan hasil belajar siswa pada materi

Purnami Widyaningsih, Respatiwulan, Sri Kuntari, Nughthoh Arfawi Kurdhi, Putranto Hadi Utomo, dan Bowo Winarno Tim Teknis.. Hamdani Citra Pradana, Ibnu Paxibrata, Ahmad Dimyathi,

 Peserta didik dapat mengerjakan soal-soal pada ulangan harian dengan baik berkaitan dengan materi mengenai bentuk aljabar, memodelkan pernyataan menjadi bentuk aljabar,

Grafik hubungan antara tegangan dan regangan pada berbagai arus pengelasan dengan menggunakan kampuh V dapat dilhat pada gambar Dari grafik terlihat bahwa

skala waktu yang digunakan, jumlah sampel stream, posisi frame awal, panjang / lama waktu stream, spesifikasi ukuran dari pergeseran audio dan video data pada file AVI, ukuran