PENGARUH PENAMBAHAN KADAR LITIUM KARBONAT (Li2CO3)
PADA TITANIUM DIOKSIDA (TiO2) XEROGEL DALAM
PEMBENTUKAN LITIUM TITANAT (Li4Ti5O12)
SKRIPSI
JOHANSYAH 1006772512
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK
PENGARUH PENAMBAHAN KADAR LITIUM KARBONAT (Li2CO3)
PADA TITANIUM DIOKSIDA (TiO2) XEROGEL DALAM
PEMBENTUKAN LITIUM TITANAT (Li4Ti5O12)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
JOHANSYAH 1006772512
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skipsi: : Johansyatr : fiMT72512
: Teknik Metalurgi dan }vlaterial
Pengemh Penambahen
l(adrr
LitiumIftrtonet
(ti2CG)
peda Titrnfum Diokside Gio2) xcrcgel dalem Pembcntnkan scnyewa LitiumTitanat(LtuTio,
Telah b€rhasil dipertahamkan
di
hadcpm Derran Penguji dan dit€rima sebagai bagian persyaratan yang diperltrkan untuk memperolehgelr
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material" Fakultas Teknih Universitas IndonesiaDEWAN PENGUJI Pembimbing : Ir. Banrbang Priyono, M.T.
Penguji
I
: Prof. Dr.Ir. Anne Zrifiasyahrial, M.ScPenguji
2
: Prrof. Dr. Ir. Aktmad HermanYuwono, M.phil.Eng.Ditetapkan
di
: DepokTanggal
:24 Jwri20l4Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis sebagai pemenuhan syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa semenjak masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Joharmi dan (alm) ibunda Rohayati,
yang penulis yakini selalu mendoakan yang terbaik dan mendukung penulis, serta keluarga dan kerabat lainnya yang terus memberi masukan, menyemangati dan memberikan bantuan baik moral maupun material kepada penulis;
2. Ir. Bambang Priyono, M.T sebagai dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, pikiran, dukungan, motivasi, serta biaya dalam penyelesaian skripsi ini;
3. Prof. Dr. Ir. Anne Zulfia Syahrial, M.Sc. yang telah menyediakan dukungan,
fasilitas, materi, dan biaya dalam penyelesaian skripsi ini, serta memberikan wawasan dan pengetahuan tambahan sebagai dosen penguji saat sidang skripsi;
4. Prof. Dr. Ir. Akhmad Herman Yuwono, M.Phil.Eng. yang telah meluangkan
waktu, memberikan masukan, wawasan dan pengetahuan tambahan sebagai dosen penguji saat sidang skripsi;
5. Dr. Ir. Sri Harjanto selaku ketua departemen yang turut memberi dukungan
selama penulis menjalani perkuliahan di DTMM FT UI;
6. Muksin dan Surya Dharma Hutabarat sebagai sahabat dan rekan penelitian
yang senantiasa membantu, menemani, dan berbagi suka-duka dengan penulis selama ini;
7. Mbak Ary, Hadi Sahal Fadly Daulay, Ridwan Sinar, dan M.Hasan Mustafa
9. Teman-teman satu angkatan Teknik Metalurgi dan Material 2010 yang solid, cerdas, dan cinta jurusan atas momen-momen yang tidak terlupakan selama masa perkuliahan hingga sekarang;
10. Teman-teman satu kontrakan yang bagaikan saudara serta memberikan
warna dan semangat saat penulis kehilangan asa;
11. Seluruh teman-teman penulis yang senantiasa memberikan bantuan dan
semangat dalam melakukan penelitian hingga menyelesaikan penyusunan skripsi.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT. membalas segala kebaikan dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Depok, 24 Juni 2014
Nama : Johansyah
Program Studi : Teknik Metalurgi and Material
Judul :
Pengaruh Penambahan Kadar Litium Karbonat (Li2CO3) pada Titanium Dioksida
(TiO2) Xerogel dalam Pembentukan Senyawa Litium Titanat (Li4Ti5O12)
Litium titanat (Li4Ti5O12) merupakan kandidat yang menjanjikan sebagai anoda
baterai Lithium-ion. Litium titanat disintesis menggunakan metode solid state
dengan mencampurkan TiO2 xerogel yang dibuat dengan metode sol gel dan litium
karbonat (Li2CO3) komersil. Dalam penelitian ini digunakan tiga variasi
penambahan kadar massa Li2CO3, yaitu 0% (sampel LTO 1), 50% (sampel LTO 2),
dan 100% (sampel LTO 3) melebihi stoikiometri. Karakterisasi menggunakan pengujian XRD, FESEM, UV-vis spectroscopy, dan BET telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh kadar litium berlebih terhadap struktur, morfologi, dan energi celah pita sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kristalit, ukuran diameter partikel, energi celah pita, dan luas permukaan masing-masing sampel berturut-turut adalah 8,27 nm, 8,44 μm, 3,88 eV untuk sampel LTO 1; 8,22 nm,
8,56 μm, 4,02 eV, 22,529 m2/gr untuk sampel LTO 2; 4,76 nm, 2,07 μm, 4,12 eV,
16,804 m2/gr untuk sampel LTO 3. Selain itu, litium berlebih yang digunakan dalam
sintesis Li4Ti5O12 menyebabkan terbentuknya pengotor TiO2 rutile dan Li2TiO3.
Senyawa Li4Ti5O12 hanya terbentuk pada sampel LTO 1 dan LTO 2. Untuk
mensintesis senyawa Li4Ti5O12 menggunakan metode solid state tanpa
menghasilkan pengotor dapat mengacu pada diagram fasa Li2O-TiO2 (28,64% mol
Li2O-71,36% mol TiO2).
Name : Johansyah
Study Program : Metallurgy and Materials Engineering
Title :
Effect of Adding Lithium Carbonate (Li2CO3) Content in Titanium Dioxide
(TiO2) for Manufacturing of Lithium Titanate (Li4Ti5O12)
Lithium titanate (Li4Ti5O12) is a promising candidate for lithium ion battery anode.
Lithium titanate was synthesized by solid state method using xerogel TiO2 was
prepared by sol gel method and commercial lithium carbonate (Li2CO3). This
research varies the content of Li2CO3 addition, 0% (sample LTO 1), 50% (sample
LTO 2), and 100% (sample LTO 3) Li2CO3 mass excess. Characterization using
XRD, FESEM, UV-vis spectroscopy, and BET testing was performed to observe the effect of adding lithium excess in structure, morphology, and band gap energy. The results show that crystallite size, particle diameter, band gap energy, and surface area of each sample is 8,27 nm, 8,44 μm, 3,88 eV for sample LTO 1; 8,22
nm, 8,56 μm, 4,02 eV, 22,529 m2/gr for sample LTO 2; 4,76 nm, 2,07 μm, 4,12 eV,
16,804 m2/gr for sample LTO 3. Furthermore, the excess of lithium used for
Li4Ti5O12 synthesis cause the formation of impurity compound such as rutile TiO2
and Li2TiO3. Li4Ti5O12 compound was successfully syntesized in sample LTO 1
and LTO 2. In order to synthesis pure Li4Ti5O12 without any impurities using solid
state method, Li2O-TiO2 phase diagram (28,64% mol Li2O-71,36% mol TiO2) can
be used as a reference.
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xv
DAFTAR PERSAMAAN... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tinjauan Penelitian... 3
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 4
1.5 Sistematika Penulisan... 5
BAB 2 TEORI PENUNJANG ... 6
2.1 TiO2 Nanopartikel ... 6
2.2 Litium Karbonat (Li2CO3) ... 9
2.3 Baterai Lithium Ion ... 9
2.4 Litium Titanat (Li4Ti5O12)... 9
2.5 Fabrikasi Litium Titanat ... 11
2.5.1 Metode Sol-gel ... 11
2.7.1 Pengujian SEM-EDS ... 15
2.7.2 Pengujian UV Vis DRS ... 16
2.7.3 Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) ... 17
2.7.4 Pengujian BET ... 18
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 19
3.1 Diagram Alir Penelitian ... 19
3.2 Alat ... 20
3.3 Bahan ... 21
3.4 Proses Pembuatan Sampel Uji ... 21
3.4.1 Pembuatan Prekursor ... 21
a. Pembuatan Etanol pH=3 ... 21
b. Pembuatan Larutan Primer ... 22
c. Pembuatan Larutan Sekunder ... 22
3.4.2 Pembuatan Gel TiO2 ... 22
3.4.3 Pembuatan Xerogel ... 23
3.4.4 Persiapan Pembuatan Litium Titanat ... 23
a. Penggerusan TiO2 Xerogel ... 23
b. Proses Kalsinasi TiO2 Xerogel ... 24
c. Pengujian EDS dan BET ... 24
3.4.5 Pembuatan Litium Titanat ... 28
a. Ball Milling Li2CO3 dan TiO2 ... 28
b. Proses Sintering dan High Energy Ball Milling ... 29
3.4.6 Proses Karakterisasi Litium Titanat ... 29
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30
4.1 Preparasi TiO2 Xerogel ... 30
4.1.1 Analisis Proses Sintesis TiO2 Xerogel ... 30
b. Analisis Hasil Pengujian EDS TiO2 Xerogel ... 33
c. Analisis Pengujian X-Ray Diffraction (XRD) TiO2 Xerogel ... 35
4.2 Hasil Pengujian XRD Sampel LTO ... 36
4.2.1 Analisis Hasil Pengujian XRD Sampel LTO 1 ... 37
4.2.2 Analisis Hasil Pengujian XRD Sampel LTO 2 ... 38
4.2.3 Analisis Hasil Pengujian XRD Sampel LTO 3 ... 41
4.2.4 Analisis Hasil Pengujian XRD Sampel LTO Korea ... 42
4.2.5 Perbandingan Hasil Pengujian XRD Semua Sampel ... 43
4.3 Hasil Pengujian FESEM (Field Emission Scanning Electron Microscope) Sampel LTO ... 47
4.3.1 Analisis Hasil Pengujian FESEM Sampel LTO 1 ... 47
4.3.2 Analisis Hasil Pengujian FESEM Sampel LTO 2 ... 48
4.3.3 Analisis Hasil Pengujian FESEM Sampel LTO 3 ... 49
4.3.4 Analisis Hasil Pengujian FESEM Sampel LTO Korea ... 51
4.3.5 Perbandingan Hasil Pengujian FESEM Semua Sampel... 52
4.4 Analisis Hasil Pengujian UV-Vis Spectroscopy Semua Sampel LTO... 54
4.5 Analisis Hasil Pengujian BET Semua Sampel LTO ... 58
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
5.1 Kesimpulan ... 60
5.2 Saran ... 61
REFERENSI ... 62 LAMPIRAN
Table 4.1. Perbandingan hasil pengujian EDS TiO2 yang telah dikalsinasi pada
temperatur 300oC selama 2 jam ... 34
Tabel 4.2. Perbandingan besar ukuran kristalit semua sampel LTO hasil pengujian
XRD ... 46
Tabel 4.3. Estimasi ukuran diameter partikel rata-rata semua sampel menggunakan
program ImageJ ... 54
Tabel 4.4. Hubungan ukuran kristalit rata-rata dengan estimasi nilai energi celah
Gambar 2.1. Struktur kristal TiO2 (a) anatase, (b) rutile dan (c) brookite... 7
Gambar 2.2. Komposisi yang mungkin terbentuk dalam lapisan SEI pada anoda grafit ... 8
Gambar 2.3.Visualisasi struktur kristal Li4Ti5O12 ... 11
Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan TiO2 xerogel ... 19
Gambar 3.2. Pembuatan senyawa Li4Ti5O12 ... 20
Gambar 3.3. Pengeringan gel pada cawan petri untuk membentuk xerogel ... 23
Gambar 3.4. Xerogel yang telah digerus hingga halus ... 24
Gambar 4.1. Perbandingan warna hasil gelasi TiO2 ... 31
Gambar 4.2. Proses pembentukan TiO2 gel menjadi TiO2 xerogel ... 32
Gambar 4.3. Spot pengujian EDS ... 33
Gambar 4.4. Pola difraksi sinar-X TiO2 xerogel setelah dikalsinasi dikalsinasi pada temperatur 300oC selama 2 jam ... 35
Gambar 4.5. Grafik hasil uji XRD sampel LTO 1 yang memiliki perbandingan Li:Ti sesuai stoikiometri ... 37
Gambar 4.6. Grafik hasil uji XRD sampel LTO 2 yang menggunakan kadar litium berlebih 50% dari stoikiometri ... 39
Gambar 4.7. Grafik hasil uji XRD sampel LTO 3 yang menggunakan kadar litium berlebih 100% dari stoikiometri ... 41
Gambar 4.8. Hasil uji XRD sampel LTO Korea sebagai sampel pembanding . 43 Gambar 4.9. Perbandingan grafik XRD semua sampel ... 44
Gambar 4.10. Diagram fasa Li2O-TiO2 ... 46
Gambar 4.11. Hasil pengamatan FESEM sampel LTO 1 dengan perbesaran berbeda (a)2500 X (b)5000 X (c)10000 X (d)20000 X ... 47
Gambar 4.12. Hasil pengamatan FESEM sampel LTO 2 dengan perbesaran berbeda (a)2500 X (b)5000 X (c)10000 X (d)20000 X ... 49
Gambar 4.13. Hasil pengamatan FESEM sampel LTO 3 dengan perbesaran berbeda (a)2500 X (b)5000 X (c)10000 X (d)20000 X ... 50
Gambar 4.14. Hasil pengamatan FESEM sampel LTO Korea dengan perbesaran berbeda (a)2500X (b)5000 X (c)10000 X (d)20000 X ... 51
Gambar 4.16. Perbandingan grafik energi celah pita semua sampel ... 55 Gambar 4.17. Grafik perbandingan ukuran kristalit rata-rata dan energi celah pita
semua sampel ... 57
%At Atomic Percentage
%wt Weight Percentage
oC Derajat Celsius
µm Mikrometer
BET Brunauer-Emmet-Teller
cc/g sentimeter kubik per gram
CMPFA Center for Material Processing and Failure Analysis
CO2 Karbon Dioksida
DRS Diffuse Reflectance Spectroscopic
EDS Energy Dispersive X-ray Spectroscopy
EV Electrical Vehicle
eV Electron Volt
FESEM Field Emission Scanning Electron Microscopy
FTUI Fakultas Teknik Universitas Indonesia
FWHM Full Width at Half Maximum
gr Gram
H2O Watier
HCl Chloride Acid
JCPDS Joint Committee on Powder Diffraction Standards
KIST Korean Istitute of Science and Technology
Li2CO3 Lithium Carbonate
Li2TiO3 Dilithium Titanium Trioxide Li4Ti5O12 Lithium Titanate
Li-ion Lithium Ion
LiTiO2 Lithium Titanium Dioxide
LTO Lithium Titanium Oxide
Rw Water Ratio or Hydrolisis Ratio
SEI Solid Electrolyte Interface
SEM Scannning Electron Microscopy
Ti(OC4H9)4) Titanium Tetra-n-butoksida
TiO2 Titanium Dioksida
UV-vis Ultraviolet-visible
Persamaan 2.1. Persamaan reaksi hidrolisis ... 12
Persamaan 2.2. Persamaan reaksi polimerisasi pertama ... 12
Persamaan 2.3. Persamaan reaksi polimerisasi kedua ... 12
Persamaan 2.4. Persamaan reaksi protonasi gugus alkoksida oleh asam ... 13
Persamaan 2.5. Persamaan water ratio ... 14
Persamaan 2.6. Persamaan perhitungan energi celah pita ... 17
Persamaan 2.7. Persamaan hukum Bragg ... 18
Persamaan 4.1. Persamaan reaksi hidrolisis Ti(OC4H9)4 dan H2O pertama ... 30
Persamaan 4.2. Persamaan reaksi hidrolisis Ti(OC4H9)4 dan H2O kedua ... 30
Persamaan 4.3. Persamaan reaksi hidrolisis Ti(OC4H9)4 dan H2O ketiga ... 30
Persamaan 4.4. Persamaan reaksi hidrolisis Ti(OC4H9)4 dan H2O keempat .... 30
Persamaan 4.5. Persamaan reaksi kondensasi alkohol ... 30
Persamaan 4.6. Persamaan reaksi kondensasi air ... 30
Persamaan 4.7. Persamaan Scherrer ... 36
Persamaan 4.8. Persamaan dekomposisi Li2CO3 ... 40
Persamaan 4.9. Persamaan transformasi TiO2 anatase ke TiO2 rutile ... 40
Persamaan 4.10. Persamaan reaksi pembentukan Li2TiO3... 40
Persamaan 4.11.Persamaan reaksi pembentukan Li4Ti5O12 dari Li2TiO3 ... 40
Lampiran 1. Perhitungan Perbandingan Litium dan Titanium yang digunakan Lampiran 2. Hasil EDAX TiO2 Setelah Kalsinasi 300oC selama 2 jam Lampiran 3. Perhitungan Pembuatan Sampel Uji
Lampiran 4. Hasil Pengujian FESEM
Lampiran 5. Hasil Pengujian UV-vis Spectroscopy Lampiran 6. Hasil Pengujian BET
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang semakin modern dan canggih terus memicu manusia untuk melakukan pembaharuan. Berbagai masalah yang muncul pun akan diteliti dan diberikan solusinya sehingga manusia dapat hidup dengan aman dan nyaman. Penelitian untuk menciptakan suatu inovasi yang canggih namun tidak memiliki dampak negatif dalam kehidupan manusia kini menjadi ajang perlombaan bagi tiap negara di dunia.
Salah satu masalah yang dihadapi negara-negara di dunia adalah krisis energi. Bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara yang menjadi sumber energi utama bagi manusia semakin menipis ketersediaannya. Selain itu, penggunaannya sebagai bahan bakar kendaraan juga menimbulkan efek negatif berupa emisi gas buang serta pemanasan secara global dan pemanasan iklim akibat
pelepasan gas karbon dioksida (CO2) dari emisi tersebut.
Emisi gas buang kendaraan memiliki kontribusi yang besar dalam menyebabkan terjadinya polusi udara. Dengan meningkatnya intensitas kandungan emisi gas buang tersebut menyebabkan terjadinya modifikasi cuaca sehingga membutuhkan kontrol yang lebih ketat lagi dalam pembuangan gas emisi dari suatu kendaraan.
Emisi kendaraan umumnya mengandung oksida dari nitrogen, sulfur, karbon atau hidrokarbon, air raksa, dan timah. Keberadaan emisi gas buang ini berpengaruh kepada kesehatan manusia, tumbuhan, dan lingkungannya. Karbon monoksida dapat menyebabkan penggumpalan darah ketika bereaksi dengan hemoglobin, yang akan menghambat pemasukan oksigen ke dalam sistem pernapasan setelah efek jangka panjang. Dampak lain yang ditimbulkan oleh gas buangan ini antara lain adalah kurang tidur, serangan asma, sakit kepala, mata berat, serta radang selaput lendir. Hal ini merupakan kejadian umum yang terjadi pada
Dalam usaha mengatasi permasalahan ini terdapat berbagai macam kebijakan dari pemerintah, salah satunya adalah pengembangan bahan bakar alternatif dan kendaraan yang tidak menghasilkan emisi gas buang. Kendaraan tanpa emisi gas buang yang sedang dikembangkan akhir-akhir ini adalah kendaraan tenaga listrik. Mobil listrik (Electric Vehicle atau disingkat EV) merupakan salah satu kendaraan tanpa emisi yang menjadi sebuah pemecahan masalah polusi namun belum populer di Indonesia. Ketidakpopuleran ini disebabkan oleh kekhawatiran pengguna akan kapasitas baterai dan belum tersedianya charging point pada tempat
umum[2].
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, berbagai penelitian lebih lanjut telah dilakukan di berbagai belahan dunia. Usaha meningkatkan kapasitas baterai untuk mobil listrik ini terus dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara dimana salah satunya yang sedang dikembangkan adalah penggantian anoda karbon dengan anoda yang mengandung senyawa lithium. Baterai yang menggunakan anoda ini disebut dengan baterai lithium ion atau Li-ion. Jenis anoda yang umumnya
digunakan dalam baterai Li-ion adalah Li4Ti5O12 (litium titanat). Anoda litium
titanat dianggap dapat menggantikan anoda karbon karena beberapa kelebihannya yaitu tidak membentuk lapisan Solid Electrolyte Interface (SEI), kemampuan strukturnya yang tidak mengalami perubahan bentuk ataupun volume selama insersi
ion Li+ (zero strain material), tingkat keamanan yang tinggi, masa pemakaian yang
tahan lama (long life time), fabrikasi yang mudah dan murah, serta tegangan operasi
yang stabil (1.5 V vs Li+/Li)[3,4].
Dalam upaya meningkatkan kapasitas baterai untuk EV maka dilakukan
peningkatan konduktivitas listrik anoda Li4Ti5O12. Berbagai penelitian dengan
berbagai metode sintesis yang berbeda telah dilakukan seperti metode solid state,
sol-gel, hydrothermal, spray pirolysis, high energy ball milling, dan lain-lain[3,4].
Salah satu tujuan yang ingin dicapai dari metode tersebut adalah ukuran partikel berukuran nano sehingga diperoleh luas permukaan yang besar antar partikel untuk berinteraksi. Partikel berukuran nano ini dapat mereduksi jalur difusi ion sehingga membantu mobilitas ion litium, serta meningkatkan kapasitasnya secara
Mempertimbangkan pentingnya hubungan antara ukuran nanopartikel dan peningkatan performa fungsional yang dihasilkan, maka diperlukan suatu penelitian yang mampu menganalisa peningkatan konduktivitas listrik anoda
Li4Ti5O12 melalui suatu metode yang dapat dilakukan dalam laboratorium standard
pada penggunaan temperatur dan energi yang relatif rendah. Kolaborasi metode sol-gel dan metode solid state yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan mampu memenuhi tujuan untuk menganalisa pengaruh faktor-faktor yang dapat
meningkatkan konduktivitas listrik anoda Li4Ti5O12 dalam upaya meningkatkan
kapasitas baterai Li-ion untuk mobil listrik.
1.2. Perumusan Masalah
Aplikasi baterai sekunder menggunakan anoda Li4Ti5O12 terus
dikembangkan dan diteliti dalam peningkatan performa dari litium titanat tersebut sehingga dapat meningkatkan konduktivitas baterai, diantaranya dengan peningkatan luas permukaan litium titanat itu sendiri atau pengaturan komposisi unsur-unsur internal litium titanat (Li, Ti atau O).
Dalam penelitian ini digunakan metode sol-gel untuk mempersiapkan TiO2
sebagai bahan baku pembuatan anoda litium titanat dengan harapan diperolehnya luas permukaan yang tinggi. Untuk pengecekan nilai luas permukaan yang terbentuk dan persentase titanium yang terbentuk dilakukan pengujian BET dan EDAX.
Selain itu, dilakukan pula variasi komposisi molar litium yang digunakan untuk mengecek pengaruhnya terhadap fabrikasi litium titanat pada pencampuran
bahan awal TiO2 xerogel dengan Li2CO3 menggunakan metode solid state.
Pengecekan morfologi yang terbentuk dilakukan dengan pengujian XRD dan FESEM. Sementara itu, untuk mengetahui nilai energi celah pita yang erat hubungannya dengan konduktifitas diuji dengan pegujian UV-Vis Spectroscopy.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menguasai preparasi pembuatan TiO2 berukuran nano dengan
2. Menguasai pembuatan material litium titanat (Li4Ti5O12) sebagai
material anoda pada baterai Li-ion menggunakan TiO2 xerogel dan
Li2CO3.
3. Mengetahui dan menganalisa pengaruh kadar litium yang ditambahkan
terhadap karakteristik senyawa litium titanat (Li4Ti5O12).
4. Menganalisis karakteristik dari Li4Ti5O12 hasil penelitian yang telah
dipreparasi termasuk luas permukaan, ukuran partikel, besar ukuran kristalit, dan nilai energi celah pitanya, serta membandingkannya
dengan karakteristik Li4Ti5O12 komersil dari KIST (Korean Institute of
Science and Technology).
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Material untuk sistesis TiO2 nanopartikel dalam penelitian ini meliputi
titanium tetra-n-butoksida, etanol, asam klorida (HCl) 1 M, dan aquadest.
Parameter yang digunakan dalam pembuatan TiO2 gel adalah konsentrasi
titanium tetra-n-butoksida 0,4 M dengan menggunakan etanol pH=3 dengan volume 25 ml dan lama waktu pengadukan 30 menit hingga 3 jam.
2. Formulasi rasio hidrolisis (Rw) yang digunakan dalam pembuatan TiO2 gel
adalah Rw 3,5.
3. Pembuatan TiO2 xerogel dilakukan dengan teknik penguapan biasa, dimana
gel TiO2 yang telah terbentuk dicacah dan diletakkan di cawan petri pada
udara terbuka untuk menguapkan pelarut.
4. Peningkatan kristalinitas xerogel TiO2 dilakukan dengan proses kalsinasi
pada temperatur 300 oC selama 2 jam. Sebelum kalsinasi dilakukan, TiO2
xerogel yang telah kering digerus hingga halus terlebih dahulu.
5. Pembuatan bubuk Li4Ti5O12 dilakukan dengan menambahkan bubuk
Li2CO3 yang telah di ball mill selama 1 jam pada TiO2 xerogel yang telah
dikalsinasi. Pencampuran dilakukan dengan alat high energy ball milling
selama 2 jam dan dilanjutkan dengan proses sintering pada 750oC selama 3
jam serta kembali dilakukan proses ball milling selama 2 jam untuk membantu mempermudah proses degassing pada uji BET nantinya.
6. Karakterisasi sampel dilakukan dengan beberapa metode seperti
Energy-dispersive X-ray Spectroscopy (EDAX), Brunauer-Emmet-Teller (BET), Field Emission Scanning Electron Microscopy (FESEM), X-Ray Diffraction
(XRD), dan Ultraviolet–visible spectroscopy (UV-Vis).
1.5. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab.
BAB 1: PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2: TEORI PENUNJANG
Menjelaskan tentang TiO2 nanopartikel, litium karbonat, baterai lithium ion, litium
titanat, fabrikasi litium titanat, pengaruh air, pelarut, dan pH dalam proses sol-gel, serta metode pengujian.
BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN
Menjelaskan tentang diagram alir penelitian, persiapan alat dan bahan, proses pembuatan sampel uji, dan proses karakterisasinya.
BAB 4: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan tentang data yang diperoleh dari penelitian dan analisisnya, terdiri dari
hasil pengujian EDAX, XRD dan BET TiO2 xerogel untuk mengetahui struktur
kristal, ukuran kristalit serta luas permukaan TiO2, hasil pengujian XRD Li4Ti5O12
untuk mengetahui struktur kristal dan ukuran kristalitnya, hasil pengujian FESEM
Li4Ti5O12 untuk mengetahui morfologi sampel, hasil pengujian BET Li4Ti5O12
untuk mengetahui luas permukaannya, serta hasil pengujian UV-Vis untuk mengetahui nilai energi celah pitanya untuk mengetahui sifat konduktifitasnya.
BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN
Menjelaskan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, serta saran yang dapat diberikan untuk perangan penelitian-penelitian berikutnya.
2.1. TiO2 Nanopartikel
Titanium dioksida (TiO2) secara alami ditemukan dalam sumber mineral
seperti ilmenite, rutile, anatase dan brookite. Ilmenite (FeTiO2) atau bijih besi
titanik adalah material abu-abu yang mengandung besi hitam magnetik. Ilmenite pertama kali ditemukan di Pegunungan Ural Ilmen Rusia pada 1827 oleh Kupffer. Umumnya ilmenite digunakan sebagai bahan baku untuk produksi pigmen. Produknya adalah titanum dioksida dalam bentuk bubuk halus dan berwarna putih yang dapat digunakan untuk aplikasi kertas dan plastik serta gambar kualitas
tinggi[6].
Bentuk mineral kedua adalah rutile. TiO2 dalam bentuk ini pertama kali
ditemukan di Spanyol oleh Werner pada tahun 1803. TiO2 rutile umumnya
berwarna coklat kemerahan, namun terkadang kekuning-kuningan, kebiru-biruan, atau ungu dan secara alami mengandung 10% besi dan pengotor lainnya. Kegunaan utama dari rutile adalah untuk manufaktur keramik refraktori, sebagai pigmen, atau
untuk produksi logam titanium[6].
Mineral TiO2 yang ketiga adalah anatase. TiO2 anatase ini sebelumnya
dikenal dengan sebutan oktahedrit yang diberi nama oleh Hauy pada 1801. Anatase selalu ditemukan dalam bentuk kristal yang kecil dan tajam serta umumnya
menyebabkan modifikasi pada TiO2[6].
Bentuk mineral yang terakhir adalah brookite. TiO2 brookite yang berwarna
coklat tua atau hitam kehijau-hijauan ini pertama kali ditemukan oleh A Levy pada
tahun 1825 di Sowen (Inggris). Keberadaan mineral TiO2 brookite lebih jarang bila
dibandingkan dengan anatase dan rutile[6].
TiO2 memiliki tiga struktur kristal, yaitu anatase (tetragonal), rutile
(tetragonal), dan brookite (ortorombik)[6,26]. Meskipun anatase dan rutile memiliki
pada kristalnya dibanding rutile. Bentuk ketiga struktur kristal TiO2 ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.1. Struktur kristal TiO2 (a) anatase, (b) rutile dan (c) brookite[6].
Rutile merupakan fasa yang stabil, sedangkan anatase dan brookite adalah fasa yang metastabil. Kedua fasa metastabil ini hampir sama kestabilannya dengan rutile pada tekanan dan temperatur normal karena perbedaan energi bebas Gibbs
yang kecil (4-20 kJ/mol) diantara ketiga fasa[6].
Sekarang ini TiO2 secara luas menjadi perhatian karena ketersediaanya yang
berlimpah, kestabilan kimia yang baik, toksisitas yang rendah, murah, dan ramah
lingkungan[8,18]. TiO2 diaplikasikan sebagai bahan untuk pigmen, photovoltaic cells,
pemurnian atau pembersihan lingkungan, adsorbent, pendukung katalis, penyaring,
coating, photoconductor, dan material dielektrik[6,7].
Dalam aplikasi baterai Li-ion untuk mobil listrik (EV), jenis anoda yang
pertama kali digunakan adalah grafit. Namun, menurut Xin Su[8] kapasitas grafit
yang rendah (372 mAh/g) masih jauh lebih rendah dari pada yang diharapkan untuk sebuah anoda baterai Li-ion mobil listrik. Selain itu, penggunaan grafit dapat membentuk lapisan Solid-Electrolyte Interface (SEI) yang dapat mempengaruhi performa baterai. Untuk mengatasinya dikembangkanlah material dengan kapasitas yang besar seperti Si (4.200 mAh/g), Sn (980 mAh/g), dan oksidanya. Meski telah memenuhi persyaratan kapasitas, namun material-material ini tidak mampu bertahan cukup lama untuk aplikasi baterai Li-ion. Material-material ini mengalami
degradasi kapasitas setelah beberapa siklus yang panjang[8]. Selain itu, Xin Su
menambahkan bahwa tegangan operasinya yang rendah (0-0,5 V (vs Li/Li+))
elektrolit cenderung terdekomposisi menghasilkan gas berupa gelembung-gelembung yang dapat menghasilkan tekanan internal di dalam sel baterai. Hal ini sangat membahayakan keamanan baterai dalam penggunaannya.
Gambar 2.2. Komposisi yang mungkin terbentuk dalam lapisan SEI pada anoda grafit[18]
Lapisan SEI diperkirakan merupakan alasan utama terhambatnya
peningkatan kapasitas baterai[18]. Sejatinya, lapisan yang terbentuk di permukaan
anoda ini akan mencegah reaksi antara anoda dan elektrolit sehingga membuat
lifetime elektroda menjadi lebih lama[19]. Namun, Tim Nordh[18]menyatakan bahwa pada kenyataanya lapisan SEI ini dapat menurunkan difusi ion dan mengonsumsi material aktif dalam sel baterai sehingga menurunkan kapasitas baterai. Material aktif yang dikonsumsi tersebut akan diubah menjadi lapisan SEI juga. Gambar 2.3 memperlihatkan komposisi yang mungkin terbentuk dalam lapisan SEI sebagai akibat dikonsumsinya material aktif dalam sel baterai. Di samping itu, selama proses interkalasi dan deinterkalasi, material host mengalami perubahan volume
(grafit ± 10%, Si ± 300%)[19]. Perubahan volume ini dapat menyebabkan
terbentuknya crack (retak) pada lapisan SEI dan lapisan SEI baru akan terbentuk pada bagian itu. Selama siklus, hal ini terus berlangsung sehingga akan menurunkan
kapasitas baterai[18].
Sementara itu, TiO2 memiliki tegangan operasi yang lebih tinggi dari
material-material tersebut, yaitu 1,5-1,8 V (vs Li/Li+)[3,4,8]. Xin Su[8] menjelaskan
meski kapasitas TiO2 (330 mAh/g) lebih rendah dari pada grafit, Si dan Sn, namun
perubahan volume TiO2 yang kurang dari 4% selama insersi ion Li+ ke dalam
elektroda, membuatnya mampu mempertahankan kestabilan struktur. Artinya, TiO2
dapat menjalani siklus yang lebih lama untuk dipilih sebagai elektroda baterai
Li-ion[8].
2.2. Litium Karbonat (Li2CO3)
Karakteristik dari Li2CO3 diantaranya adalah serbuk berwarna putih, dengan
titik lebur pada 735oC, terurai pada suhu 1200 oC, dan indeks refraksi 1.428.
Bersifat higroskopis, mampu menyerap H2O dari lingkungan, memiliki toksisitas
rendah. Dalam pembuatan keramik dan gelas litium karbonat digunakan sebagai katalis dan sebagai lapisan untuk menyatukan elektroda, sedangkan dalam medis
digunakan sebagai anti depresan. Bentuk kristal Li2CO3 adalah monoklinik[9].
2.3. Baterai Lithium-Ion
Baterai ion litium atau Li-ion pertama kali dipasarkan oleh Sony pada awal 1990an. Baterai Li-ion adalah tipe paling umum sel sekunder (dapat diisi ulang) dan dijumpai dalam hampir semua alat elektronik portabel. Baterai jenis ini diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan global yang lebih besar terkait dengan kebutuhan energi yang terus meningkat dan adanya tuntutan energi bersih. Pada baterai ini dikenal istilah charging atau pengisian dan discharging atau penggunaan baterai. Pada kedua proses tersebut terjadi perpindahan ion-ion litium
dari anoda ke katoda atau sebaliknya[3].
2.4. Litium Titanat (Li4Ti5O12)
Pada awalnya baterai Li-ion selalu menggunakan anoda grafit. Namun, dikarenakan faktor keamanan dan kemampuannya yang hanya sekali pakai (primary battery) maka mulai dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan pengganti anoda grafit. Salah satu kandidat terbaik adalah senyawa litium titanat
(Li4Ti5O12) atau LTO.
Sifat utama dari material keramik ini adalah kemampuan strukturnya untuk
tidak mengalami perubahan bentuk selama terjadi insersi ion Li+. Keramik LTO
struktur spinel ini dapat diamati pada gambar 2.3. Struktur spinel pada LTO ini memiliki dua kisi yang berfungsi sebagai tempat tinggal ion-ion penyusunnya, yaitu kisi tetrahedral (A) dan kisi oktahedral (B). Kisi-kisi tersebut dibedakan oleh bilangan koordinasi oksigennya, dimana kisi A mempunyai tetangga 4 anion oksigen lainnya, sedangkan kisi B mempunyai 6 anion tetangga Oksigen. Pola susunan ion-ion LTO spinel adalah kubus pusat muka (FCC). Satu unit sel mengandung 32 anion oksigen dan kation-kation logamnya tersebar dalam dua kisi yang berbeda, yaitu 64 kisi tetrahedral dan 32 kisi oktahedral. Tetapi perlu diketahui bahwa dari 96 kisi ini hanya 24 kisi saja yang diisi oleh ion-ion logam, yaitu 8 kisi tetrahedral dan 16 kisi oktahedral. Kisi tetrahedral ditempati oleh kation bervalensi
1 (Li+) dan kisi oktahedral ditempati oleh kation bervalensi 4 (Ti4+) maka jumlah
total muatan positif adalah 8x(+1)= +8 ditambah 16x(+4)=+64, atau jumlah total muatan adalah 72. Untuk kesetimbangan diperlukan 36x(-2)= (-72) muatan negatif
O2-, maka dalam satu unit sel terdapat 3 molekul Li
4Ti5O12. Kehadiran ion-ion
untuk menempati posisi pada dua tipe kedudukan pada kisi kristal spinel ditentukan oleh : radius ionik dari ion-ion penyusun spinel, besar ukuran kisi interstisi, suhu, dan bilangan koordinasi. Dengan keadaan ini, harus dipertimbangkan besar antara radius jari-jari ion dengan kisi interstisi (tetrahedral dan oktahedral). Ion dengan valensi 1 umumnya memiliki radius lebih besar dari ionik yang bervalensi 4.
Keunggulan lain yang dimiliki oleh LTO ini adalah tidak membentuk lapisan Solid Electrolyte Interface (SEI), tingkat keamanan yang tinggi, masa pemakaian yang tahan lama (long life time), fabrikasi yang mudah dan murah, serta
tegangan operasi yang stabil (1.5 V vs Li+/Li)[3,4].
Disamping semua keunggulan yang telah disebutkan, karakteristik
Li4Ti5O12 juga memiliki kelemahan yaitu memiliki konduktifitas listrik yang
rendah, specific capacity yang rendah dan memiliki capability yang rendah pada
laju charge-discharge yang tinggi[3,4]. Secara teoritis specific capacity Li4Ti5O12
adalah 175 mAh/g dan pada praktiknya specific capacity yang dihasilkan hanya 150-160 mAh/g. Nilai specific capacity ini lebih rendah dari yang dimiliki karbon yaitu 372 mAh/g.
Gambar 2.3. Visualisasi struktur kristal Li4Ti5O12[14]
2.5. Fabrikasi Litium Titanate (Li4Ti5O12)
Untuk membuat material anoda Li4Ti5O12 telah banyak penelitian yang
dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan untuk memperoleh material LTO dengan skala nano dan meningkatkan konduktifitas material tersebut. Beberapa metode yang sering digunakan antara lain adalah metode sol-gel dan solid state. Dalam
penelitian ini, metode sol-gel dilakukan dalam pembuatan nanopartikel TiO2.
Sementara itu, metode solid state merupakan tahap dalam pencampuran TiO2 yang
telah diperoleh dari metode sol-gel dengan litium karbonat (Li2CO3) pada alat high
energy ball mill. 2.5.1 Metode Sol-gel
Proses sol gel adalah metode kimia basah yang paling banyak digunakan dalam ilmu material dan rekayasa keramik. Larutan koloid (sol) digunakan sebagai prekursor untuk sebuah jaringan yang terintegrasi (gel) dari partikel tertentu atau
polimer jaringan[3]. Proses kimiawi sol-gel didasari pada reaksi hidrolisa dan
kondensasi. Reaksi kondensasi menyebabkan terjadinya polimerisasi molekul-molekul bahan baku awal (prekursor) dalam larutan. Jaringan oksida terbentuk
melalui polimerisasi organik[10].
Tipe prekursor yang biasa digunakan adalah metal alkoksida, garam metal (contoh: klorida, asetat), dan senyawa logam organik yang menjalani variasi jenis reaksi hidrolisis dan polikondensasi.
Dalam penelitian ini digunakan alkoksida logam transisi sebagai bahan baku awal. Alkoksida logam transisi merupakan bagian dari senyawa-senyawa metal organik yang sedikitnya memiliki suatu ligan organik yang berinteraksi pada logam.
Alkoksida ini merupakan bahan baku yang paling banyak digunakan dalam sintesa sol-gel dan sangat reaktif terhadap reaktan nukleofilik, misalnya air. Bila alkoksida itu bersentuhan dengan air maka akan langsung bereaksi yaitu ion hidroksil dari air akan berikatan dengan atom logam. Reaksi ini disebut reaksi hidrolisis, seperti persamaan reaksi berikut ini:
M(OR)x + H2O → OH – M(OR)x-1 + ROH (2.1)
Dimana:
M : atom logam x : valensi atom logam
R : proton atau ligan lain (bila R adalah alkil maka OR adalah kelompok alkoksi) Reaksi di atas menghasilkan ROH (alkohol), dan akan terus berlangsung terus hingga selesai jika jumlah stoikiometri air mencukupi (semua gugus OR digantikan oleh OH).
Polimerisasi spesies yang terhidrolisis sebagian itu berlangsung melalui reaksi kondensasi. Pada reaksi ini dhasilkan molekul kecil seperti air atau alkohol.
(OR)x-1MOH + OH-M(OR)x-1 → (OR)x-1M-O-M(OR)x-1 + H2O (2.2)
(OR)x-1MOH + OH-M(OR)x-1 → (OR)x-1M-O-M(OR)x-1 + ROH (2.3)
Alkoksida logam transisi M(OR)x dipergunakan secara luas sebagai
prekursor dan umumnya sangat reaktif karena adanya gugus (OR) yang sangat elektronegatif yang menstabilkan logam M pada bilangan oksida yang tertinggi. Karena reaktifitasnya itu, maka perlu ditangani pada lingkungan yang kering. Reaktifitas kimia yang tinggi ini juga disebabkan oleh elektronegatifitas logam yang rendah, yang umumnya lebih redah daripada silikon. Akibatnya, alkoksida logam transisi sangat reaktif terhadap zat-zat nukleofilik seperti air.
Untuk mengendalikan reaksi hidrolisa dan kondensasi, alkoksida logam transisi perlu dilarutkan dalam suatu pelarut, biasanya alkohol. Bila tidak dilarutkan maka akan terjadi presipitasi, bukan pembentukan gel. Hal ini ditandai dengan terbentuknya larutan yang keruh.
Untuk mendapatkan mutu gel yang baik, katalis baik asam maupun basa, dibutuhkan untuk hidrolisa dan kondensasi. Dalam penelitian ini digunakan klorida sebagai katalis. HCl lebih sering digunakan sebagai katalis asam dibandingkan
asalm lainnya, seperti HNO3 dan H2SO4. Hal ini dikarenakan elektronegativitas ion
Cl- lebih rendah dibandingkan ion NO3- dan SO42- [26]. Selain itu, ikatan antara ion
Cl- dengan atom titanium merupakan ikatan monodentate ligand, yang merupakan
ikatan yang lebih lemah dibanding ikatan antara ion sulfat atau nitrat dengan atom titanium (ikatan bidentate ligand). Hal ini dapat memudahkan pelepasan ion klorida
dari atom titanium saat penambahan ion hidroksil pada atom logam tersebut[26].
Asam membantu protonasi gugus alkoksida yang bermuatan negatif, sehingga meningkatkan kinetika reaksi dengan menghasilkan gugusan yang mudah
terlepas[10]:
(2.4) Metode sol gel bisa mencegah masalah yang timbul pada meode solid-state. Sol gel adalah proses yang ramah lingkungan karena menggunakan larutan. Proses ini dapat dengan mudah mengontrol struktur fasa, keseragaman komposisi, ukuran kristal, dan mikrostruktur. Sol gel juga memiliki kelebihan lain yaitu memperoleh distribusi merata lebih banyak dari ion-ion oksida, temperatur sintesis yang lebih rendah, biaya fabrikasi yang rendah, kontrol stoikiometri yang relatif mudah, laju deposisi yang tinggi, waktu pemanasan yang lebih singkat, dan kristal yang lebih baik. Metode sol gel juga membutuhkan temperatur kalsinasi yang tinggi yaitu
800oC atau lebih tinggi untuk persiapan Li4Ti5O12 fasa spinel, yang menghasilkan
pertumbuhan partikel yang tak diinginkan[3].
2.5.2 Metode Solid State
Metode solid state merupakan metode pencampuran material-material dalam bentuk padatan dan kemudian dipanaskan pada temperatur tinggi. Metode ini umumnya digunakan baik dalam dunia industri maupun percobaan laboratorium karena metodenya yang begitu mudah. Metode ini merupakan metode yang ekonomis untuk menghasilkan senyawa litium titanat. Metode solid state dilakukan
dengan pengaruh dari aktivasi mekanokimia untuk menurunkan temperatur sinter dari pembentukan litium titanat. Penurunan temperatur sinter ini dapat mengurangi konsumsi energi yang diperlukan nantinya.
Cara untuk mengaktifkan aktivasi mekanokimia pada metode ini adalah melalui proses pencampuran pada alat ball mill dengan kecepatan rotasi tertentu. Pada proses ini terjadi proses reduksi ukuran partikel yang akan menurunkan temperatur sinter nantinya. Selama proses milling ini, partikel-partikel di dalamnya akan saling bertumbukan satu sama lain hingga pada saat tertentu terbentuk suatu gumpalan dari partikel-partikel yang bertumbukan. Gumpalan ini kemudian akan hancur kembali menjadi partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Proses ini terus berlangsung secara kontinu untuk mendapatkan partikel berukuran nano.
Performa elektrokimia dalam metode solid state dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu material awal temperatur kalsinasi, aktivasi mekanokimia, dan waktu
kalsinasi[3].
2.6. Pengaruh Air, pelarut, dan pH dalam Proses Sol-Gel
Metode sol-gel tidak akan bisa terlepas dari air yang menjadi reaktan yang sangat penting. Besar penambahan air yang dilakukan selama proses sol-gel
dinyatakan dalam suatu perbandingan yang disebut dengan rasio hidrolisis (Rw)
yang merupakan perbandingan mol air per mol logam alkoksida yang digunakan.
Penambahan air ini dapat mempengaruhi kinetika dan struktur akhir material[11].
Rasio hidrolisis ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
Rw=([H2O])/([Ti-alkoksida]) (2.5)
dimana :
Rw = rasio hidrolisis
[H2O] = mol air
[Ti-alkoksida] = mol titanium alkoksida
Jika jumlah air yang ditambahkan semakin banyak, maka nilai Rw akan
Sebaliknya, jika jumlah air yang ditambahkan semakin sedikit, maka nilai Rw akan semakin rendah dan struktur gel yang dihasilkan akan cenderung linear. Fungsi pelarut dalam tahapan awal dari reaksi hidrolisis adalah untuk mencegah terjadinya pemisahan dari fasa cair-cair. Perubahan jumlah pelarut dalam proses sol-gel dapat mengakibatkan variasi tipe interaksi yang menyebabkan laju reaksi menjadi beragam. Pelarut dapat digolongkan menjadi polar atau nonpolar, dan protik (mengandung proton) atau aprotik.
Dalam proses sol–gel, derajat keasaman atau pH juga memiliki pengaruh yang besar. Senyawa asam atau basa yang ditambahkan ke dalam proses untuk mengatur pH bertindak sebagai katalis. Katalis asam atau basa yang digunakan
dapat meningkatkan laju reaksi hidrolisis dan kondensasi pada proses sol–gel[11].
Dalam lingkungan yang basa atau pH tinggi akan membuat laju kondensasi lebih tinggi, sehingga akan membuat jaringan polimer yang terbentuk lebih padat dan mengelompok (cluster). Di sisi lain, dalam lingkungan asam atau pH rendah, konsentrasi asam yang tinggi akan menghambat proses kondensasi. Laju hidrolisis akan lebih tinggi dari laju kondensasi, sehingga akan mendorong proses protonasi dari molekul alkoksida (–OR). Akibatnya, akan terbentuk jaringan polimer yang lebih linear.
2.7. Metode Pengujian 2.7.1 Pengujian SEM – EDS
Scanning Elekron Microscope dan Energy-Dispersive X-Ray Spectroscopy
(SEM-EDS) merupakan alat yang memiliki kemampuan memberikan informasi secara langsung tentang topografi (tekstur permukaan sampel), morfologi (bentuk dan ukuran), komposisi (unsur penyusun sampel), serta informasi kristalografi (susunan atom penyusunan sampel). Prinsip kerja SEM adalah menembak permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi. Permukaan benda yang dikenai berkas akan memantulkan kembali berkas tersebut atau menghasilkan elektron sekunder ke segala arah. Tetapi ada satu arah di mana berkas dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor di dalam SEM mendeteksi elektron yang dipantulkan dan menentukan lokasi berkas yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Arah tersebut memberikan informasi profil permukaan benda seperti
seberapa landai dan ke mana arah kemiringan. Syarat agar SEM dapat menghasilkan citra yang tajam permukaan benda harus bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan elektron sekunder ketika ditembak dengan berkas elektron. Oleh karena itu, benda yang akan di uji harus dilapisi dengan logam. Jika benda yang akan diamati berasal dari logam tidak perlu dilapisi dengan logam lagi.
Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:
1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat
dengan anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel
dengan diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan
elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor (CRT).
Sebagian besar alat SEM dilengkapi dengan kemampuan ini, namun tidak semua SEM punya fitur ini. EDX atau EDS atau EDAX dihasilkan dari karakteristik sinar X, yaitu dengan menembakkan sinar X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Dengan EDAX kita juga bisa membuat elemental mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna berbeda-beda dari masing-masing elemen di permukaan bahan. EDAX bisa digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif dari persentase masing – masing elemen.
2.7.2 Pengujian UV-vis DRS
Tujuan dari pengujian Ultraviolet visible diffuse reflectance spectroscopy (UV-vis DRS) adalah untuk mengetahui respon sampel terhadap radiasi sinar tampak dan ultraviolet. Secara spesifik, tujuan dari pengujian DRS adalah untuk menentukan besar nilai energi celah pita (band gap energy) dari sampel. Prinsip dari pengujian DRS adalah pengukuran spektrum yang direfleksikan secara difusi dari sampel setelah sampel tersebut diberikan radiasi cahaya tampak dan sinar ultra violet. Intensitas dari spektrum yang direfleksikan oleh sampel ditangkap oleh
detektor. Data yang diharapkan diperoleh dari pengujian ini adalah grafik fungsi absorbansi dari sampel dan panjang gelombang. Panjang gelombang yang akan menjadi fokus adalah sekitar 200 – 800 nm. Besarnya energi celah pita dari sampel dapat dihitung dari besar panjang gelombang yang didapat pada grafik hasil pengujian dengan mengaplikasikan persamaan energi dengan panjang gelombang. Untuk mengetahui besar energi celah pita sampel dari pengujian DRS, maka harus diketahui terlebih dahulu panjang gelombang dimana sampel mengalami kenaikan absorbansi. Panjang gelombang ini dapat diketahui dari hasil pengujian DRS.
Setelah mengetahui panjang gelombang absorbansi, besar energi band gap dapat dihitung dengan persamaan energi foton :
𝑒 =ℎ.𝑐λ (2.6)
dimana :
h = konstanta planck (4,136 x 10-15 eV.s)
c = kecepatan cahaya dalam vakum (3 x 108 ms-1)
λ = panjang gelombang absorbansi (m)
2.7.3 Pengujian X-Ray Diffraction (XRD)
Pengamatan struktur kristal dengan XRD dilakukan sebagai tahap awal karakterisasi untuk mengidentifikasi sejauh mana fasa yang terbentuk seperti yang diinginkan dan fasa lainnya yang tidak diharapkan . Analisa dilakukan di CMPFA (Center for Material Processing And Failure Analysis) Departemen Metalurgi dan Material FTUI.
Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik yang medan listriknya berubah secara sinusoidal pada setiap waktu dan setiap titik berkasnya. Medan listrik ini akan memberikan gaya listrik pada partikel bermuatan, seperti elektron, yang akan menyebabkan elektron bergerak berosilasi di sekitar titik setimbangnya. Suatu elektron yang telah mengalami osilasi akibat berkas sinar-X akan mengalami percepatan dan perlambantan selama geraknya dan akan memancarkan gelombang elektromagnetik. Dikatakan elektron telah menghamburkan sinar-X yang
mempunyai panjang gelombang dan frekuensi yang sama dengan sinar datang, yang disebut koheren satu sama lain. Gejala penghamburan atau difraksi ini yang akan direkam sebagai identifikasi yang terkait dengan struktur kristal.
Penghamburan sinar ini mengikuti hukum Bragg yang memenuhi persamaan berikut:
nλ = 2d sinθ (2.7) Struktur kristal dalam material berfasa tunggal atau lebih akan memiliki pola XRD yang unik. Pola-pola XRD ini tersimpan dalam kumpulan data JCPDS atau ICDD yang dapat digunakan sebagai data pencocokan puncak-puncak 2θ dan intensitas dari data XRD sampel yang diuji.
2.7.4 Pengujian BET
Tujuan dari pengujian BET adalah untuk mengetahui besar luas permukaan, besar ukuran pori, dan volume yang dapat ditampung oleh sampel tersebut. Prinsip pengujian BET adalah adsorbsi dan deadsorbsi dari molekul-molekul gas ke permukaan sampel yang dipompakan dengan tekanan tertentu. Jumlah gas yang diadsorbsi oleh permukaan sampel pada tekanan tertentu dapat digunakan untuk menentukan luas permukaan dari sampel tersebut. Gas yang digunakan untuk
pengujian BET dalam penelitian ini adalah gas nitrogen (N2). Pengujian BET
dilakukan dua kali, yaitu pada sampel TiO2 xerogel yang telah dilakukan proses
kalsinasi, dan pada sampel Li4Ti5O12 hasil pencampuran TiO2 dan Li2CO3.
Tujuannya adalah untuk melihat apakah ada perbedaan dari luas permukaan sampel sebelum dan sesudah penambahan litium. Data yang diharapkan diperoleh dari
3.1. Diagram Alir Penelitian
Alur pembuatan TiO2 xerogel dalam penelitian dapat dilihat pada gambar
3.1 berikut.
Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan TiO2 xerogel
Setelah diperoleh TiO2 xerogel, maka penelitian dilanjutkan untuk
membentuk Li4Ti5O12 mengikuti alur yang dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut.
Formulasi, persiapan alat dan bahan,serta kalibrasi
Pembuatan larutan primer: 20 ml etanol pH 3 + 3,40 gram Ti-but Ti-but 0,4 M; etanol pH 3 TiO2 Gel Rw 3,5
Penguapan biasa selama 1 minggu
TiO2 xerogel Rw 3,5
Proses penggerusan TiO2 xerogel hingga
menjadi halus Proses kalsinasi T=300oC, t=2 jam Karakterisasi: EDAX, BET,XRD Selesai Pembuatan larutan sekunder: 5 ml etanol pH 3 + 0,63 gram H2O
Gambar 3.2. Pembuatan senyawa Li4Ti5O12
Selanjutnya, pengujian untuk karakterisasi yang sama juga dilakukan terhadap sampel pembanding (sampel LTO Korea), yaitu pengujian XRD, BET, FESEM, dan UV-vis.
3.2. Alat
Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:
1. Labu erlenmeyer 2. Gelas beaker 25 ml 3. Tabung ukur 25 ml 4. Tabung ukur 5 ml Persiapan alat dan bahan
Proses ball mill Li2CO3 selama
1 jam Sampel LTO 2: Li:Ti= 2,41 gr : 4,35 gr (perbandingan dengan kelebihan Li2CO3 sebesar 50% dari stoikiometri) Sampel LTO 1: Li:Ti= 1,61 gr : 4,35 gr (perbandingan sesuai stoikiometri) Sampel LTO 3: Li:Ti= 3,22 gr : 4,35 gr (perbandingan dengan kelebihan Li2CO3 sebesar 100% dari stoikiometri)
Proses sintering pada 750oC
selama 3 jam
Proses ball milling selama 2 jam Pengujian:
XRD,FESEM,UV-vis
Pengujian BET
Pengambilan data
5. Stirring Machine 6. Magnetic Stirrer 7. Pipet tetes 8. Kertas pH indikator 9. Spatula 10. Pengering rambut 11. Sarung tangan 12. Masker 13. Kertas parafilm 14. Timbangan 15. Corong 16. Cawan petri 17. Label adhesive 18. Selotip
19. Alat high energy ball mill
20. Dapur untuk kalsinasi
3.3. Bahan
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:
1. Titanium tetra-n-butoksida
2. Etanol
3. Asam Klorida (HCl) 1 M
4. Aquadest
5. Litium Karbonat (Li2CO3)
3.4. Proses Pembuatan Sampel Uji 3.4.1 Pembuatan Prekursor
a. Pembuatan Etanol pH=3
1. Menuangkan etanol sebanyak 99,9 ml ke dalam labu erlenmeyer.
2. Meletakkan labu erlenmeyer berisi etanol tersebut di atas stirring
machine.
4. Menambahkan 0,1 ml HCl 1 M ke dalam larutan etanol dengan cara meneteskan menggunakan pipet tetes secara bertahap.
5. Mengukur pH secara bertahap untuk memastikan pH=3 dengan
menggunakan kertas pH indikator.
b. Pembuatan Larutan Primer
1. Memasukkan etanol pH=3 sebanyak 20 ml ke dalam gelas ukur
2. Menimbang gelas ukur yang berisi 20 ml etanol pH=3. Membuat skala
timbangan menjadi nol.
3. Memasukkan titanium tetra-n-butoksida sebanyak 3,40 gram.
4. Mengangkat gelas ukur dari timbangan kemudian memasukkan
magnetic stirrer ke dalam gelas ukur.
5. Melakukan pengadukan menggunakan stirring machine sambil
membuat larutan sekunder.
c. Pembuatan Larutan Sekunder
1. Memasukkan 5 ml etanol pH=3 ke dalam gelas ukur
2. Menimbang gelas ukur dan membuat skala timbangan menjadi nol.
3. Menambahkan aquadest ke dalam gelas ukur sesuai dengan Rw yang
akan digunakan, yaitu Rw 3,5 dengan cara menambahkan 0,63 gram
aquadest.
4. Mengaduk campuran dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur.
3.4.2 Pembuatan TiO2 Gel
1. Menitrasi larutan sekunder ke dalam laruan primer yang sedang diaduk
setetes demi setetes sampai larutan sekunder habis.
2. Melanjutkan pengadukan campuran tersebut hingga terbentuk gel.
Biasanya waktu bervariasi mulai dari 30 menit – 120 menit.
3. Setelah pengadukan selesai, mengeluarkan magnetic stirrer dari gelas
ukur. Larutan didiamkan sambil ditutup dengan parafilm untuk beberapa jam.
3.4.3 Pembuatan TiO2 Xerogel
1. Mengeluarkan TiO2 gel setelah gel yang didiamkan sebelumnya cukup
kering. Mengeluarkan gel dengan cara mencacahnya menjadi berukuran kecil.
2. Meletakkan gel di atas wadah terbuka (misal: cawan petri). Contoh
penguapan TiO2 gel pada cawan petri dapat diamati pada gambar 3.4.
3. Membiarkan terjadinya penguapan etanol pada cawan petri.
4. Xerogel yang terbentuk pada cawan petri dikumpulkan untuk
dikarakterisasi.
Gambar 3.3. Pengeringan gel pada cawan petri untuk membentuk TiO2 xerogel
3.4.4 Persiapan Pembuatan Li4Ti5O12
a. Penggerusan TiO2 Xerogel
TiO2 xerogel yang telah dikumpulkan digerus hingga diperoleh butiran yang
lebih halus secara merata. Proses penggerusan dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
1. Memasukkan TiO2 xerogel ke dalam wadah penggerusan.
2. Menggerus TiO2 xerogel hingga diperoleh butiran yang lebih halus dan
merata. Contoh hasil penggerusan TiO2 xerogel dapat dilihat pada
gambar 3.4.
3. Mengumpulkan semua bubuk xerogel yang telah digerus dalam suatu
Gambar 3.4. TiO2 xerogel yang telah digerus hingga halus
b. Proses Kalsinasi TiO2 Xerogel
Proses kalsinasi dilakukan pada temperatur 300 oC. Berikut tahapannya:
1. Meletakkan bubuk TiO2 xerogel yang telah digerus di wadah porselen.
2. Meletakkan wadah berisi sampel di atas selimut pemanas.
3. Memasukkan selimut pemanas ke dalam dapur kalsinasi.
4. Menyalakan dapur dan mengatur temperatur hingga 300oC selama 2
jam (raising time selama 90 menit dan holding time selama 30 menit).
5. Mengeluarkan sampel dari dapur kalsinasi setelah proses kalsinasi
selesai.
c. Pengujian EDS dan BET
Pengujian Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS) atau EDX atau EDAX dalam penelitian ini dilakukan untuk menganalisa secara kuantitatif
persentase titanium dalam senyawa TiO2 yang terbentuk sehingga bisa
dihitung perbandingan yang akan digunakan untuk pencampuran litium alam pembentukan senyawa LTO. Sementara itu, pengujian
Brunauer-Emmet-Teller (BET) dilakukan untuk mengetahui besar luas permukaan
sampel sebelum dicampur dengan Li2CO3 (belum terbentuk LTO).
Sampel yang digunakan untuk kedua pengujian ini adalah TiO2 xerogel yang
telah dikalsinasi. Hasil pengujian akan digunakan untuk menghitung perbandingan penggunaan litium dan titanium dalam pembentukan LTO untuk tahapan kerja berikutnya.
Pengujian Brunauer-Emmet-Teller (BET) Preparasi untuk analisis sampel:
1. Siapkan nitrogen cair
2. Isi Cold Trap Dewar dengan nitrogen cair
3. Letakkan Cold Trap Dewar pada Autosorb-1
4. Buka katup silinder He dan N2. Atur tekanan silinder menjadi 10 psi.
5. Operator harus mengisi log book.
Tahapan Degassing sample prior untuk analisis:
1. Pilih pendekatan ukuran sel (wadah) untuk sampel (6, 9 atau 12 mm)
2. Gunakan 5-place analytical balance untuk menimbang berat awal sel
kosong dengan fill glass rod. Timbang sebanyak 3 kali dan hitung berat rata-rata. Catat ini sebagai initial weight atau berat awal
3. Keluarkan fill glass rod dan masukkan sampel ke dalam sel
menggunakan funnel.
4. Letakkan kembali fill glass rod ke dalam sel.
5. Timbang berat sel yang berisi sampel dan fill glass rod. Timbang
sebanyak 3 kali dan hitung berat rata-rata. Catat ini sebagai berat sebelum degassing.
6. Letakkan sel ke dalam heating mantle menggunakan clamp.
7. Letakkan sel dan mantle ke sample preparation station.
8. Atur temperatur secara manual. Temperatur yang biasa digunakan
adalah 200oC. Nyalakan alat pemanas.
9. Degassing membutuhkan waktu 1-2 jam tergantung kondisi sampel.
Pengaturan komputer untuk degassing:
1. Klik <OPERATION> pada menu tool bar.
2. Dari menu di dalamnya klik <OUTGASSER>
3. Dari menu pop up klik pada jenis stasiun yang digunakan sebelumnya.
4. Klik <LOAD>
5. Klik <OK>. Ini akan memulai proses outgas pada sampel.
7. Setelah 20 menit, klik kembali <OUTGASSER>.
8. Klik <TEST>.
9. Proses outgas terus berlangsung dan menunjukkan failing information
sampai proses selesai. Biasanya membutuhkan waktu 30 menit bahkan lebih lama untuk mencapao tujuannya : 10 micron/min.
10. Ketika outgassing selesai, klik <OUTGASSER> dan pilih
<REMOVE>.
11. Matikan alat pemanas. Butuh waktu 20 – 30 menit untuk pendinginan
sampel.
12. Ketika display temperatur telah kembali ke temperatur ruang, indikator
LED akan berwarna orange dan sampel siap untuk dipindahkan.
13. Keluarkan sel dan mantle dari sample preparation station dan secara
hati-hati keluarkan heating mantle dari sel.
14. Letakkan sel ke dalam analysis port dengan cepat dan hati-hati
menggunakan prosedur yang sama selama degassing.
Pengujian sampel:
1. Isi Sample Cell Dewar paling sedikit setengah volumenya dengan
nitrogen cair.
2. Pada komputer, klik <ANALYSIS><PHYSISORPTION ANALYSIS
PARAMETER>
3. Masukkan data-data berikut: ID sampel, ID file, nama operator, bath
Temperature (temperatur untuk nitrogen cair), adsorbent (nitrogen atau
kripton, biasanya nitrogen lebih sering digunakan), leak test (1 menit untuk nitrogen dan 1 menit untuk kripton), maxi-dose (ON untuk nitrogen dan OFF untuk kripton), outgas time (masukkan waktu yang
dicatat sebelumnya), P0 parameters, user P0/ambient (760 mmHg
untuk nitrogen dan 2.63 mmHg untuk kripton), cell type (masukkan data ukuran sel yang digunakan: 6, 9 atau 12 mm), analysis point (untuk nitrogen gunakan 11-point analysis).
4. Setelah data semua parameter diinput, tekan <START> untuk memulai
5. Setelah analisis selesai, di layar akan keluar jendela “Upload complete.
Data saved”.
6. Setelah 30 menit, keluarkan sel dari sample port
7. Timbang kembali sel dan cata sebagai actual weight.
8. Kemudian, sebuah grafik isoterm akan muncul di layar. Masukkan data
berat yang benar pada software dengan cara klik menu <DATAREDUCTION> <SELECT MULTIPLE TABLES>
9. Pilih <MULTIPLE BET> dan klik <VIEW>. Tabel data dan analisis
akan muncul di layar.
10. Lakukan pengecekan data
11. Simpan data pada USB.
Pengujian SEM-EDS
1. Memastikan sampel uji dalam keadaan bersih.
2. Tempelkan selotip karbon pada sample holder.
3. Taburkan bubuk sampel pada sample holder.
4. Memberikan lapisan tipis (coating) oleh gold-palladium (Au : 80% dan
Pd : 20%). Dengan proses ini akan diperoleh tebal lapisan 400 Å agar spesimen yang akan dilakukan pemotretan menjadi penghantar listrik.
5. Masukkan sample holder ke dalam specimen chamber pada alat SEM
untuk melakukan observasi pada spesimen uji sebelum dilakukan pemotretan.
6. Pemotretan dilakukan dengan menggunakan perbesaran yang
diinginkan untuk mengetahui butiran, batas butir, keretakan, dan dislokasi.
7. Hasil pemotretan berupa gambar SEM yang kemudian dianalisis
tentang struktur makro dan struktur mikro.
8. Dengan hasil gambar SEM yang diperoleh, selanjutnya pengambilan
titik yang akan ditembak EDS. Hasil dari EDS yaitu tampilan grafik persentase massa dan persentase atom dari unsur yang terkandung di dalam bahan. Unsur yang ditampilkan pada grafik bisa dipilih sesuai yang dikehendaki.
3.4.5 Pembuatan LTO
a. Ball milling Li2CO3 dan TiO2
Untuk membuat Li2CO3 berukuran yang relatif sama dengan TiO2 xerogel
yang dibuat, maka dilakukan proses reduksi ukuran menggunakan alat high
energy ball mill selama 1 jam. Kemudian, untuk melakukan pencampuran
antara TiO2 dengan Li2CO3 juga digunakan alat high energy ball mill ini.
Sampel dimasukkan ke dalam chamber pada alat, kemudian wadah ditutup dengan rapat. Selanjutnya, alat dinyalakan dan proses milling dijalankan dengan mengatur waktu pada timer. Dalam proses ini diharapkan dapat terjadi aktivasi mekanokimia akibat tumbukan antar partikel dan juga antara partikel dengan bola.
Pada penelitian ini, pencampuran antara bubuk Li2CO3 dengan TiO2 untuk
membentuk Li4Ti5O12 mengikuti kaidah perbandingan molar sebagai
berikut (perhitungan terlampir pada lampiran 1):
- Sampel LTO 1. Li:Ti = 4:5. Perbandingan molar ini mengikuti
perbandingan yang sesuai dengan stoikiometri. Massa yang digunakan adalah Li:Ti = 1,61 gr : 4,35 gr.
- Sampel LTO 2. Perbandingan molar ini juga mengikuti perbandingan
stoikiometri namun diikuti dengan penambahan kadar litium yang berlebih 50% dari perbandingan stoikiometrinya. Li:Ti = 2,41 gr : 4,35 gr.
- Sampel LTO 3. Perbandingan molar ini juga mengikuti perbandingan
stoikiometri namun diikuti dengan penambahan kadar litium yang berlebih 100% dari perbandingan stoikiometrinya. Li:Ti = 3,22 gr : 4,35 gr.
Tujuan penambahan kadar litium yang berlebih adalah untuk mencegah dan
mewaspadai adanya litium yang hilang selama fabrikasi Li4Ti5O12,serta
menganalisa pengaruhnya terhadap sifat dan performa dari Li4Ti5O12 itu
b. Proses Sintering dan High Energy Ball Milling
Setelah diperoleh senyawa Li4Ti5O12 (LTO) maka untuk membuat ikatan
antar partikel semakin kuat dilakukanlah proses sintering. Proses sintering
dilakukan pada temperatur 750oC selama 3 jam. Tujuan dari proses sintering
ini adalah untuk menyebabkan terjadinya difusi untuk transport permukaan dan transport massa. Setelah itu, sampel kembali diberikan perlakuan mekanik dengan high energy ball milling untuk mencegah terjadinya penggumpalan partikel dan tertutupnya pori-pori selama proses sintering. Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa partikel aglomerat akan membuat insersi ion litium ke dalam LTO menjadi tidak homogen dan dapat menyulitkan pada pengujian BET. Partikel aglomerat ini harus direduksi ukurannya terlebih dahulu dan salah satu caranya adalah dengan metode
high energy ball milling[4]. Setelah semua pengujian selesai dilaksanakan, sampel kemudian disimpan dan dipersiapkan untuk proses karakterisasi lebih lanjut.
3.4.6 Proses Karakterisai LTO
Karakterisasi sampel dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:
a) Brunauer-Emmet-Teller (BET) untuk mengetahui luas permukaan
sampel.
b) Field Emission Scanning Electron Microscopy (FESEM) untuk
mengetahui morfologi sampel.
c) X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui struktur kristal dan ukuran
kristalit yang terbentuk.
d) Ultraviolet–visible (UV-Vis) spectroscopy untuk mendapatkan nilai
4.1. Preparasi TiO2 Xerogel
4.1.1 Analisis Proses Sintesis TiO2 Xerogel
Tahapan pertama sebelum melakukan sintesis Li4Ti5O12 adalah dengan
melakukan sintesis senyawa TiO2. Dalam penelitian ini, senyawa TiO2 diperoleh
dari proses sol-gel dengan melarutkan titanium tetra-n-butoksida (Ti(OC4H9)4)
dengan pelarut etanol pH 3 dan air sebagai pengatur rasio hidrolisis. Rasio hidrolisis
yang digunakan adalah 3,5. Dari penelitian sebelumnya[15], TiO2 gel dengan Rw
2,00 akan terbentuk setelah didiamkan selama 5 hari. Namun, pada penelitian ini
waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan gelasi TiO2 Rw 3,5 jauh lebih singkat,
yaitu dalam rentang 30 menit hingga 1,5 jam.
Pada metode sol-gel dengan Rw 3,5 digunakan air yang lebih banyak
daripada Rw 2,00. Reaksi hidrolisis yang terjadi antara titanium tetra-n-butoksida
(Ti(OC4H9)4) dengan air (H2O) dapat dilihat pada persamaan berikut[15].
Ti(OC4 H9)4 + H2O ↔ (HO)Ti(OC4H9)3 + C4H9–OH (4.1)
(OH)Ti(OC4H9)3 + H2O ↔ (HO)2Ti(OC4H9)2 + C4H9–OH (4.2)
(OH)2Ti(OC4H9)2 + H2O ↔ (HO)3Ti(OC4H9) + C4H9–OH (4.3)
(HO)3Ti(OC4H9) + H2 O ↔ (HO)Ti(OCH9)3 + C4H9–OH (4.4)
Reaksi kondensasi yang membentuk jaringan TiO2 gel dapat terjadi secara
simultan setelah reaski hidrolisis pertama melalui reakasi-reaksi berikut:
1. Kondensasi alkohol (melepas molekul alkohol)
Ti–OC4H9 + HO–Ti ↔ Ti–O-Ti + C4H9–OH (4.5)
2. Kondensasi air (melepas molekul air)