• Tidak ada hasil yang ditemukan

rtin PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "rtin PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

rtin

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 59/PUU-XV/2017

PERKARA NOMOR 60/PUU-XV/2017

PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017

PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017

TENTANG PEMILIHAN UMUM

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

(I)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 59/PUU-XV/2017 PERKARA NOMOR 60/PUU-XV/2017 PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017 PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum [Pasal 222] Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum [Pasal 173 ayat (1), ayat (2) huruf e, dan ayat (3)]

Pengujian Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum [Pasal 557 ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) serta Pasal 571 huruf d]

Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum [Pasal 173 ayat (3)]

Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

Effendi Gazali (Perkara Nomor 59/PUU-XV/2017)

Partai Solidaritas Indonesia (Perkara Nomor 60/PUU-XV/2017) Kautsar dan Samsul Bahri (Perkara Nomor 61/PUU-XV/2017) Partai Persatuan Indonesia (Perkara Nomor 62/PUU-XV/2017)

ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Selasa, 5 September 2017, Pukul 15.03 – 16.56 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) I Dewa Gede Palguna (Ketua)

2) Aswanto (Anggota)

3) Wahiduddin Adams (Anggota)

AA Dian Onita Panitera Pengganti

Ery Satria Pamungkas Panitera Pengganti

Cholidin Nasir Panitera Pengganti

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 59/PUU-XV/2017: 1. A.H. Wakil Kamal

B. Pemohon Perkara Nomor 60/PUU-XV/2017: 1. Grace Natalie

2. Raja Antoni

C. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 60/PUU-XV/2017: 1. Surya Tjandra

2. Dini Shanti Purwono 3. Nasrullah

4. I Nengah Yasa Adi Susanto

D. Pemohon Perkara Nomor 61/PUU-XV/2017: 1. Samsul Bahri

2. Kautsar

E. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 61/PUU-XV/2017: 1. Kamaruddin

2. Maulana Ridha

F. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 62/PUU-XV/2017: 1. Ricky Margono 2. Christophorus Taufik 3. David Surya 4. Imam Nasef 5. Adidharma Wicaksono 6. Harry Syahputra 7. Antoni Sudarma 8. Hery Firmansyah 9. Arif Wijaya Iskandar 10. Fahmi Sungkar

(4)

1. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Sidang dalam Perkara Nomor 59/PUU-XV/2017, 60/PUU-XV/2017, 61/PUU-XV/2017, 62/PUU-XV/2017 dalam rangka pemeriksaan pendahuluan saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.

Terlebih dahulu saya minta Pemohon untuk memperkenalkan dirinya masing-masing, memperkenalkan dirinya saja. Mulai dari Pemohon 59/PUU-XV/2017, siapa saja yang hadir? Demikian seterusnya sampai dengan permohonan 62/PUU-XV/2017. Silakan.

2. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 59/PUU-XV/2017:

A. H. WAKIL KAMAL

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Yang hadir dalam Perkara Nomor 59/PUU-XV/2017, Yang Mulia, saya, Ahmad Wakil Kamal selaku Kuasa, sedangkan Pemohon Prinsipal Effendi Gazali masih di Singapura ada seminar internasional, Yang Mulia. Terima kasih.

3. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Lanjut, Perkara Nomor 60/PUU-XV/2017?

4. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 60/PUU-XV/2017:

SURYA TJANDRA

Terima kasih, Yang Mulia. Kami dari Jangkar Solidaritas (Jaringan Advokasi Rakyat Partai Solidaritas Indonesia), saya sendiri Surya Tjandra, didampingi oleh Kuasa Hukum ada Dini Shanti Purwono, Saudara Nasrullah, yang di paling ujung. Lalu, ada Saudara I Nengah Yasa Adi Susanto. Kami di sini hadir juga bersama Prinsipal kami, yaitu Sis Grace Natalie, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia dan Bro Raja Antoni dari … sebagai Sekjen dari PSI. Terima kasih.

5. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oke. Silakan, Nomor 61/PUU-XV/2017. SIDANG DIBUKA PUKUL 15.03 WIB

(5)

6. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017: KAMARUDDIN

Terima kasih, Yang Mulia. Kami dari Tim Advokasi Gabungan Masyarakat Aceh Peduli Undang-Undang Pemerintahan Aceh mewakili prinsipal, saya sendiri Kamaruddin, S.H. sebagai Kuasa Hukum, sebelah kiri saya Maulana Ridha, S.H., selanjutnya sebelah kanan saya Kautsar, selaku Prinsipal Pemohon, selanjutnya Samsul Bahri atau Tiong, beliau juga sebagai Pemohon. Terima kasih, Yang Mulia.

7. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Atau apa?

8. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017:

KAMARUDDIN

Sebagai Pemohon Prinsipal.

9. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Samsul Bahri atau apa?

10. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017: KAMARUDDIN

Samsul Bahri atau Tiong, Yang Mulia. 11. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oh, itu nama panggilan?

12. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017: KAMARUDDIN

Itu nama burung, Yang Mulia. 13. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

(6)

14. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017: KAMARUDDIN

Nama sandi ketika beliau masih menjabat sebagai Kombatan Gerakan Aceh Merdeka, Yang Mulia.

15. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oh, nama sandi. Oh, ya, itu. Apa namanya panggilannya?

16. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017: KAMARUDDIN

Tiong, Yang Mulia.

17. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Tiong?

18. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017: KAMARUDDIN

Ya.

19. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Artinya burung?

20. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017: KAMARUDDIN

Burung, Yang Mulia.

21. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oh, itu, burung benaran, ya? Baik, yang terakhir Nomor 62/PUU-XV/2017. Baik, selamat datang.

22. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: RICKY K. MARGONO

Baik, terima kasih, Yang Mulia. Mohon izin, kami memperkenalkan diri kami. Kami selaku Kuasa Hukum dari Ketua Umum kami, Bapak Hary Tanoesoedibjo dan sekjen kami Bapak Ahmad Rofiq, perkenalkan di sebelah kiri saya ada Bapak Christophorus Taufik selaku Kuasa Hukum,

(7)

saya sendiri, Ricky Margono. Di sebelah kanan saya ada rekan David Surya, di sebelah kanannya lagi ada rekan Imam Nasef, lalu di belakang mungkin mohon berdiri, teman-teman, ada rekan Adidharma Wicaksono, ada rekan Harry Syahputra, rekan Antoni Sudarma, rekan Hery Firmansyah, rekan Arif Wijaya Iskandar, dan terakhir rekan Fahmi Sungkar.

23. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Oke.

24. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: RICKY K. MARGONO

Terima kasih, Yang Mulia. 25. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Full team, ya? Baik, terima kasih sudah memperkenalkan diri, sebagaimana diketahui ini adalah pemeriksaan pendahuluan, jadi permohonan tertulis saudara-saudara sudah kami terima. Tapi di dalam pemeriksaan pendahuluan ini saudara-saudara nanti akan dipersilakan untuk menyampaikan permohonannya, tidak perlu semuanya karena sudah kami baca tentunya saja, ya. Yang pokok-pokoknya yang dipandang penting saja, tapi sebelum itu saya mohon maaf karena tadi sidangnya lama sehingga terpaksa sidang pemeriksaan pendahuluan ini tertunda karena sejak pagi, sejak pukul 08.30 WIB kami RPH, lalu lanjut dengan Sidang Pleno dan baru berakhir tadi kurang lebih pukul 14.25 WIB sehingga ada waktu istirahat sebentar dan ini baru dimulai pada pukul 15.00 WIB lebih sedikit, sekali lagi atas nama Mahkamah Konstitusi, kami mohon maaf karena itu bukan karena kami maunya kami, tapi memang waktunya demikian.

Baik, nanti teknisnya begini, untuk Pemohon yang permohonan yang sama kecuali yang dari Aceh ya, mungkin nanti kami persilakan dulu Pemohon 59/PUU-XV/2017 untuk menyampaikan pokok-pokok permohonannya. Yang lain kalau menyangkut pasal yang sama dan ada argumentasi yang sama tentu tidak perlu dikemukakan. Kalau ada argumentasi yang berbeda mungkin sebagai tambahan itu saja yang dikemukakan atau mungkin ada perbedaan-perbedaan yang lain, gitu sehingga sidang kita bisa menjadi efektif karena nanti setelah ini akan ada nasihat dari Panel hakim untuk disampaikan. Saya persilakan, mulai dari Permohonan Nomor 59/PUU-XV/2017 terlebih dahulu.

(8)

26. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 59/PUU-XV/2017: A. H. WAKIL KAMAL

Terima kasih, Yang Mulia. Permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk dan atas nama Pemohon prinsipal Effendi Gazali, Ph.D., M.P.S I.D., M. Si., kami tidak perlu bacakan identitasnya, Yang Mulia, telah memberikan kuasa khusus bertanggal 21 Agustus 2017 kepada saya Ahmad Wakil Kamal, S.H., Yang Mulia. Jadi, ini sudah yang kesekian kali kami berikhtiar berdua untuk turut serta mengubah ... ... mengubah arah demokrasi konstitusional kita kepada demokrasi yang lebih baik, lebih demokratis lagi karena empat tahun yang lalu ... tiga tahun setengah yang lalu kami dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi ini, yaitu dilaksanakan pemilu serentak.

Bersama ini bermaksud mengajukan permohonan pengujian Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 22 [sic!] Undang-Undang Pemilu ini dimohonkan untuk diuji terhadap hak memilih warga negara yang merupakan perwujudan dari atau terdapat di dalam hak warga negara yang dijamin Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pasal-pasanya enggak perlu kami bacakan, Yang Mulia.

Dalam ilmu komunikasi politik, hak memilih warga negara tersebut adalah suci dan sakral. Sering digambarkan sebagai suara rakyat adalah suara Tuhan, serta setiap satu suara menentukan masa depan bangsa. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan semua hak warga negara di dalamnya sesungguhnya menyiratkan hak memilih warga negara merupakan hak memilih untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, di antaranya memilih presiden dan wakil presiden secara langsung melalui pemilihan umum yang harus dilaksanakan secara jujur, adil setiap lima tahun sekali.

Dalam pemilihan umum segala warga negara berkesamaan di hadapan hukum … bersamaan kedudukannya karena itu hak memilih warga negara harus mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dan untuk menjadikan kedaulatannya dalam pemilihan umum yang jujur dan adil dimana hak memilih warga negara mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum yang adil, warga negara berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.

Kewenangan Mahkamah Konstitusi. Bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi (...)

(9)

27. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Itu enggak usah dibacakan.

28. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 59/PUU-XV/2017: A. H. WAKIL KAMAL

Ndak perlu kami bacakan, Yang Mulia. Kemudian berkaitan dengan Kedudukan legal standing sedikit perlu dijelaskan bahwa Pemohon dikualifikasikan sebagai perorangan warga negara Indonesia yang telah dirugikan hak dan kewenangannya … hak kewenangan konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 222 Undang-Undang Pemilu. Bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia tersebut dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) huruf a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, telah berusia 17 tahun atau sudah kawin sehingga mempunyai hak untuk memilih (the right to vote).

Empat. Bahwa di samping itu, Pemohon telah melaksanakan hak untuk memilih pada pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden tahun 2014. Hasil atau pelaksanaan dari hak untuk memilih Pemohon pada pemilu DPR 2014 itulah yang kemudian tidak mendapatkan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil karena akan digunakan secara cenderung manipulatif tanpa seizin Pemohon dan tanpa memberi informasi apa pun kepada Pemohon, sebelum Pemohon melaksanakan hak pemilihnya.

Walaupun Pemohon telah menjalankan semua haknya di bidang komunikasi dan informasi sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945, tapi faktanya memang informasi tersebut tidak pernah diberikan sebelum pemilu legislatif tahun 2014. Penggunaan yang cenderung manipulatif ini akan menjadi ambang pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019. Pengajuan pasal ... pengajuan pengujian Pasal 222 Undang-Undang Pemilu ini adalah sangat terkait dengan pengajuan pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 yang dilakukan Pemohon kepada Mahkamah pada tanggal 10 Januari 2013.

Dalam pengajuan tersebut, Mahkamah menerima legal standing Pemohon, serta Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan Pemohon melalui ... melalui putusan, bukan keputusan, Yang Mulia, melalui Putusan Mahkamah Nomor 14/PUU-XI/2013, dibacakan 23 Januari 2014, putusan ... salah … “Putusan Mahkamah ini yang kemudian mengharuskan dilaksanakan pemilihan umum serentak pada tahun 2019 dan DPR bersama Pemerintah kemudian membentuk Undang-Undang Pemilu” yang Pasal 222-nya diuji oleh Pemohon melalui pengajuan pengujian undang-undang ini. Berdasarkan uraian tersebut Pemohon mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.

(10)

c. Alasan Permohonan. Ini salah ketik juga, Yang Mulia. Putusan Mahkamah Nomor 14/PUU-XI/2013 terhadap pengajuan Pemohon memang menyatakan poin 3.18 halaman 84 dan 85. Adapun mengenai pengujian konstitusionalitas Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008, Mahkamah mempertimbangkan bahwa dengan penyelenggaraan pilpres dan pemilu anggota lembaga perwakilan dalam pemilihan umum serentak, maka ketentuan pasal persyaratan perolehan suara partai politik sebagai dasar untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan kewenangan pembentuk undang-undang dengan tetap berdasarkan pada ketentuan ... ketentuan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Walaupun Pemohon memiliki pendekatan ilmiah keilmuan yang berbeda dengan DPR dan Pemerintah sebagai pembentuk undang-undang ketika membuat Pasal 222 Undang-Undang Pemilu dan hal tersebut akan disampaikan catatan dalam pengujian undang-undang ini, namun tentulah terdapat juga kebenaran logika komunikasi politik bahwa undang-undang merupakan suatu hasil akhir dari proses pembentukan undang-undang yang memperlihatkan dengan nyata tarik-menarik kepentingan dari semua pihak terlihat ... yang ... semua pihak yang terlibat.

Partai politik yang ada di DPR, DPR sebagai institusi pemerintah, baik apakah ... akhirnya undang-undang itu lahir sebagai hasil musyawarah mufakat maupun melalui pemungutan suara dengan logika komunikasi politik seperti ini, maka proses pembentukan Undang-Undang Pemilu Nomor 17 Tahun 2017 telah terpenuhi.

Namun pada saat yang sama, hak memilih warga negara untuk melaksanakan kedaulatannya melalui pemilihan umum adalah suatu yang suci dan sakral tidak dapat dipermainkan atau cenderung dimanipulasi tanpa persetujuan atau izin dari warga negara yang telah melaksanakan hak memilihnya dengan semua informasi yang telah diberikan kepadanya sebagai kewajiban negara dan melaksanakan pemilu berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena itu ilmu komunikasi politik menyatakan dan menuntut agar sebelum pelaksanaan pemilu umum, warga negara harus mendapatkan informasi sebaik dan selengkap mungkin, utamanya mengenai siapa yang layak memilih? Di mana tempat pemilihan? Kapan dilakukan pemilihan? Siapa yang akan dipilih? Untuk jabatan publik yang mana? Kapan pemilihan selesai? Bagaimana dan siapa yang mengawasinya? Kapan diumumkan hasilnya? Bagaimana jika terjadi masalah atau ketidaksepakatan terhadap proses pemilihan?

Lanjut ke poin 3, Yang Mulia. Dapat dikatakan, tidak ada negara demokratis di dunia yang dapat memakai begitu saja hasil suara dari hak memilih warga negaranya pada pemilu sebelumnya untuk tujuan apa saja, termasuk untuk menjadi ambang batas dari pencalonan presiden dan wakil presiden pada pemilu 5 tahun berikutnya tanpa

(11)

memberitahukan kepada warga negara sebelumnya, sebelum mereka melaksanakan hak memilihnya 5 tahun yang lalu tersebut. Melakukan hal tersebut sama dengan memanipulasi atau melanggar keseluruhan hak-hak memilih warga negara. Hal ini juga tidak pernah terjadi di negara Republik Indonesia karena sebelumnya secara umum pemilu legislatif dilaksanakan beberapa bulan sebelum pemilu presiden, misal tahun 2014 pada tanggal 9 April 2014 dan warga negara diberikan informasi selengkap mungkin bahwa hasil hak memilih warga negara akan digunakan sebagai ambang batas pemilu presiden yang akan dilaksanakan beberapa bulan setelahnya pada 2014 dilaksanakan, 9 Juli 2014.

Dengan demikian, memaksakan Pasal 22 Undang-Undang Pemilu

pada pemilu serentak 2019 cenderung dapat digolongkan sebagai upaya manipulasi terhadap hak memilih warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945, utamanya karena tidak memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil terhadap hasil hak memilih warga negara.

Lanjut ke poin 6, Yang Mulia. Pada posisi Pemohon, jika saja Pemohon diberikan informasi bahwa hasil hak memilih Pemohon pada pemilu legislatif tahun 2014 akan digunakan menjadi ambang pengajuan calon presiden dan wakil presiden pada pemilu 2019, maka Pemohon pasti tidak akan memilih pilihan yang sudah dilakukan Pemohon pada pemilu legislatif tahun 2014 yang berlanjut dengan pemilihan presiden tahun 2000 ... di sini jelas terlihat betapa Pemohon telah dirugikan jika Pasal 222 Undang-Undang Pemilu tidak dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Dalam ini sangat tidak layak jika ada pihak yang menyatakan, “Pemohon hanyalah satu suara. Dari segelintir orang yang tidak setuju hasil hak memilihnya pada pemilu legislatif tahun 2014 digunakan sebagai ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden pada pemilu tahun 2019.”

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 jelas

menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Demikian pula Pasal 28D ayat (1), “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Bersamaan dengan itu, dalam ilmu komunikasi politik yang telah demikian lama digunakan pada setiap pemilihan umum di Indonesia juga dikenal adagium, “Setiap suara ada menentukan masa depan bangsa.” Ini adalah pelaksanaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 6A ayat (3) yang menyatakan bahwa selain unsur ketersebaran, maka pasangan calon preside dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% suara dalam pemilihan umum, baca cukup 50% ditambah 1 suara,

(12)

dinyatakan sebagai pemenang serta dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.

Dalam negara demokrasi, menggunakan hasil dari pelaksanaan hak memilih warga negara tanpa seizin warga negara atau tanpa

memberikan informasi secara lengkap dan memadai sebelum

pelaksanaan pemilihan umum yang ada ... yang pada dasarnya hanya menjadi cenderung manipulatif (...)

29. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Oke (…)

30. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 59/PUU-XV/2017: A. H. WAKIL KAMAL

Jika sekali dilaksanakan maka menghancurkan sendi-sendi dasar dari demokrasi yang berintikan kedaulatan yang berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

31. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Oke, itu pengulangan itu, ya.

32. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 59/PUU-XV/2017: A. H. WAKIL KAMAL

Ya, Yang Mulia.

33. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Nanti diteruskan saja, ada alasan yang lain ndak?

34. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 59/PUU-XV/2017: A. H. WAKIL KAMAL

Ya. Sembilan, di samping kerugian nyata, Pemohon yang sudah disampaikan tahun 2006, terdapat pula masalah yang sangat serius terhadap pengunaan hasil memilih warga negara pada pemilihan umum legislatif DPR sebelumnya sebagai ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden pada pemilu 5 tahun berikutnya. Masalah tersebut adalah mencampuradukkan hasil hak memilih warga negara pada pemilihan umum tertentu, dalam hal ini pemilihan umum legislatif atau DPR, 5 tahun sebelumnya yang secara gegabah diasumsikan konkruen atau persis benar dengan hasil hak memilih warga negara pada pemilu legislatif tahun 2019 yang pada faktanya belum dilaksanakan sehingga

(13)

layak untuk dijadikan ambang batas bagi pencalonan presiden dan wakil presiden pada pemilu tahun 2019, padahal jelas setidaknya dua faktor yang menjadi mungkin amat berbeda yang menjadikan pencampuran tersebut tidak dapat dibenarkan.

Terakhir, Yang Mulia, poin 10. Dalam mencampuradukkan hasil memilih hak warga negara pada pemilihan umum tertentu, dalam hal ini pemilihan presiden atau DPR lima tahun sebelumnya yang diasumsikan kongruen atau persis benar dengan hasil hak memilih warga negara pada pemilihan legislatif 2019 yang pada faktanya belum dilaksanakan, ini pun Pemohon telah dirugikan hak memilihnya. Sebagai contoh mutakhir, jika saja Pemohon mengetahui persis siapa-siapa saja anggota atau fraksi DPR yang tetap ngotot mempertahankan pansus hak angket yang terjadi pada tahun 2017 dan tidak terjadi pada periode legislatif 2000 (...)

35. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oke, ini intinya kan masih pencampuradukan soal hasil pemilu itu, sama saja, ya, cuman dikaitkan dengan soal angket.

36. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 59/PUU-XV/2017: A. H. WAKIL KAMAL

Ya.

37. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Mungkin langsung ke petitumlah, ya.

38. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 59/PUU-XV/2017: A. H. WAKIL KAMAL

Langsung ke petitum, Yang Mulia.

Petitum. Bahwa berdasarkan alasan-alasan hukum yang telah diuraikan tersebut di atas, maka Pemohon minta agar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat mengabulkan hal-hal sebagai berikut.

1. Mengabulkan permohonan yang dimohonkan Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), Pasal 22 … Pasal 22E ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(14)

3. Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya sebagaimana berdasarkan hukum acara.

Selanjutnya, kami minta petunjuk karena ada termasuk penjelasan belum kami masukkan, Yang Mulia. Penjelasan Pasal 22 seharusnya juga kami uji juga karena ada norma juga di situ, kami akan masukkan dalam perbaikan. Selanjutnya, kami minta mohon nasihat dan masukan untuk perbaikan permohonan ini. Terima kasih, Yang Mulia. 39. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Baik, terima kasih. Jadi nanti kita akan dengar dulu semua permohonan, nanti nasihat baru ada akan diberikan setelah semua Pemohon menyampaikan permohonannya. Saya persilakan Pemohon Nomor 60.

40. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 60/PUU-XV/2017: SURYA TJANDRA

Terima kasih, Majelis Hakim yang terhormat. Yang kami ajukan untuk diuji materi dalam Mahkamah Konstitusi persidangan Nomor 60 ini ada 3 pasal, Yang Mulia. Yang pertama, Pasal 173 ayat (3) juncto Pasal 173 ayat (1), kedua pasal tersebut berkaitan satu sama lain dan Pasal 173 ayat (2) huruf e, Pasal 173 ayat (3) juncto Pasal 173 ayat (1) terkait dengan pengecualian verifikasi partai politik peserta pemilu.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut, partai politik baru yang harus diverifikasi untuk dapat ditetapkan sebagai partai politik pemilu ... peserta pemilu. Pasal tersebut bersifat diskriminatif terhadap partai politik baru dan karenanya memberikan rasa ketidakadilan dan oleh sebab itu menurut hemat kami, substansi pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 22 huruf e ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2).

Kemudian, objek permohonan kami yang kedua adalah Pasal 173 ayat (2) huruf e terkait dengan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% pada kepengurusan partai politik yang hanya diwajibkan pada tingkat pusat. Berdasarkan pasal tersebut, kewajiban pemenuhan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% hanya berlaku untuk tingkat pusat, jadi kepengurusan partai politik tingkat pusat.

Pasal ini bersifat diskriminatif karena dengan ketentuan tersebut, berarti payung hukum untuk kepastian keterwakilan perempuan hanya ada di tingkat pusat dan tidak di tingkat provinsi, kabupaten/kota,

(15)

maupun kecamatan. Ketentuan tersebut menurut Para Pemohon menimbulkan rasa ketidakadilan dan karenanya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terutama Pasal 22E ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2). Mohon izin, teman kami, rekan kami akan membacakan selanjutnya, Majelis. 41. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, silakan.

42. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 60/PUU-XV/2017: KAMARUDDIN

Baik. Kemudian terkait dengan kedudukan hukum legal standing Pemohon. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, pihak yang dapat mengajukan permohonan pengujian suatu undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dirugikan dengan berlakunya suatu undang-undang tersebut.

Bahwa dalam hal ini Pemohon adalah Partai Solidaritas Indonesia, suatu partai politik yang telah didirikan secara sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, Pemohon telah memenuhi kualifikasi sebagai Pemohon dalam perkara pengujian undang-undang ini. Mohon izin, Yang Mulia, dilanjutkan oleh rekan saya.

43. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 60/PUU-XV/2017: I NENGAH YASA ADI SUSANTO

Mohon izin, Yang Mulia, saya lanjutkan. Yang ketiga, terkait dengan kerugian konstitusional Pemohon. Sehubungan dengan Pasal 173 ayat (3) juncto Pasal 173 ayat (1) terkait dengan pengecualian verifikasi partai politik peserta pemilu, pasal-pasal tesebut melahirkan standar ganda dimana hanya partai politik baru yang harus diverifikasi sebelum dapat ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu, sementara partai politik lama bisa langsung serta merta ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu.

Padahal dengan adanya dinamika internal partai dan perubahan demografi Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir, tidak ada jaminan bahwa partai politik lama telah memenuhi ketentuan yang berlaku pada saat ini. Dalam hal ini, Pemohon sebagai partai politik baru

(16)

dirugikan atau setidak-tidaknya potensial untuk dirugikan menurut penalaran yang wajar sebagai akibat adanya standar ganda tersebut.

Sehubungan dengan Pasal 173 ayat (2) huruf e terkait dengan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% pada kepengurusan partai politik yang hanya diwajibkan pada tingkat pusat. Pemohon adalah partai politik yang salah satu titik berat perjuangannya adalah meningkatkan kualitas hidup sosial politik anak dan perempuan. Komitmen tersebut telah dibuktikan secara nyata oleh Pemohon dengan melibatkan lebih dari 40% perempuan dalam struktur kepengurusan partai politik di tingkat pusat maupun daerah.

Pasal 173 ayat (2) huruf e tersebut menjadikan tidak adanya dasar hukum yang cukup bagi Pemohon untuk memperjuangkan keterwakilan perempuan dalam politik Indonesia dan menekan ruang gerak Pemohon dalam upaya-upaya affirmative action terkait dengan kepentingan sosial politik perempuan di negara Republik Indonesia. 44. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 60/PUU-XV/2017:

DINI SHANTI PURWONO

Mohon izin, Yang Mulia, saya akan bacakan petitum terkait dengan permohonan yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia. Berdasarkan alasan-alasan dan fakta hukum yang telah diuraikan, serta bukti-bukti yang telah kami lampirkan dalam permohonan kami, maka dengan ini kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Mahkamah … Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar menerima dan memutus permohonan kami sebagai berikut.

Dalam Provisi. Untuk menjaga kepentingan Pemohon dan proses persiapan dan penyelenggaraan pemilu tahun 2019 dan untuk menjaga kepastian hukum, sudah selayaknya proses pemeriksaan dan putusan terhadap permohonan ini dipercepat, Yang Mulia.

Kemudian, Dalam Pokok Perkara.

1. Kami mohon agar Yang Mulia Majelis Hakim menerima dan mengabulkan permohonan kami untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Pasal 173 ayat (3) Undang-Undang Pemilu 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai partai politik yang lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu.

3. Menyatakan Pasal 173 ayat (1) Undang-Undang Pemilu 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai partai politik peserta pemilu merupakan partai politik yang lulus verifikasi oleh KPU.

(17)

4. Menyatakan Pasal 173 ayat (2) huruf e Undang-Undang Pemilu 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, menyertakan paling sedikit 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan.

5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Demikianlah kami selaku Kuasa Hukum Partai Solidaritas Indonesia sebagai Pemohon dalam perkara ini menyampaikan rangkuman permohonan kami. Terima kasih, Yang Mulia.

45. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Baik, terima kasih. Semua sudah dapat giliran membaca. Saya lanjutkan dengan Permohonan Nomor 61/PUU-XV/2017, silakan.

46. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017: KAMARUDDIN

Terima kasih, Yang Mulia. Pertama-tama, kami mengucapkan rasa hormat kami kepada Majelis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Kami dari Tim Gabungan Masyarakat Aceh Peduli Undang-Undang Pemerintahan Aceh, mengajukan permohonan pengujian Pasal 557 ayat (1) huruf a, b, dan ayat (2), serta Pasal 571 huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, lembaran negara kami anggap dibacakan, tambahan lembaran negara kami anggap dibacakan. Selanjutnya, permohonan ini diajukan oleh warga negara, Kautsar, identitas kami anggap dibacakan. Kedua, Samsul Bahri, juga identitas kami anggap dibacakan.

Selanjutnya, Kewenangan Mahkamah Konstitusi, beberapa hal kami anggap dibacakan yang berkaitan hal-hal normatif.

Selanjutnya bahwa setelah perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Republik Indonesia yang tertuang dalam MoU Helsinki merupakan hasil sebuah perjanjian damai yang kemudian melahirkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau yang disingkat dengan UUPA. UUPA adalah sebuah produk peraturan perundang-undangan yang secara khusus berlaku di Aceh. UUPA merupakan babak baru berlakunya kekhususan Aceh sebagaimana tertuang di dalam Pasal 18 huruf a ayat (1) dan Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Bahwa Pasal 557 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ayat (1) huruf a, b, berbunyi adalah sebagai berikut.

(18)

Kelembagaan penyelenggaraan pemilu di Aceh terdiri atas: (1) Komisi Independent Pemilihan Provinsi dan Komisi Independent Pemilihan Kabupaten/Kota merupakan satu kesatuan kelembagaan yang hierarkis dengan KPU.

Dan b, Panitia Pengawasan Pemilihan Provinsi Aceh dan Panitia Pengawasan Pemilihan Provinsi, Kabupaten merupakan satu kesatuan kelembagaan yang bersifat hierarkis dengan Bawaslu. Dan ayat (2) berbunyi, “Kelembagaan penyelenggaraan pemilu di Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berdasar dan menyesuaikan peraturan … pengaturannya berdasarkan undang-undang ini”.

undang ini yang dimaksud Yang Mulia adalah Undang-Undang Pemilu. Bahwa kelembagaan pemilu di Aceh secara khusus sudah diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Dengan adanya penyesuaian dan pencabutan Undang-Undang Pemerintahan Aceh oleh Undang-Undang Pemilu sebagaimana diatur di dalam Pasal 557 ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) Undang-Undang Pemilu, dalam hal ini kelembagaan penyelenggaraan pemilu di Aceh. Dengan demikian, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 18 ayat (a) ... maaf, Pasal 18A ayat (1) dan Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan telah mencabut kekhususan Aceh, dalam hal ini kelembagaan penyelenggaraan pemilu di Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh.

Selanjutnya bahwa Pasal 571 huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum berbunyi, “Pasal 57 dan Pasal 60 dalam ... ayat (1) dan ayat (2), serta ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.” Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 18A ayat (1) dan Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Selanjutnya bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Mahkamah berwenang melakukan pengujian konstitusionalitas suatu peraturan perundang-undangan terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, disamping memberi tafsiran konstitusional.

Selanjutnya tentang kedudukan legal standing, kami tidak membacanya seluruhnya. Tapi yang kami tegaskan, ini adalah permohonan warga negara sebagaimana diatur di dalam Pasal 51 ayat (1) butir a Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya juga diatur di dalam PMK Nomor 6/PUU-III/2016.

Selanjutnya, kami ingin menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 2 ... 28C ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak untuk mengajukan dirinya memperjuangkan hak secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara.”

Bahwa para pemohon merasa dengan diberlakukan Undang-Undang Pemilu ini yang telah mencabut kekhususan Aceh sebagaimana telah dituang di dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh yang secara

(19)

khusus berlaku di Aceh dan telah merugikan hak konstitusional para pemohon dan rakyat Aceh.

Selanjutnya, Para Pemohon, Kautsar, merupakan mantan aktivis pro referendum dan hak asasi manusia. Sejak lama ... sejak masa konflik terlibat aktif dalam upaya perdamaian di Aceh.

Selanjutnya, Samsul Bahri merupakan mantan Kombatan Gerakan Aceh Merdeka. Setelah damai, sudah dapat berbuat banyak untuk memajukan Aceh dan gigih memperjuangkan kekhususan Aceh yang telah dicapai dengan perundingan MoU Helsinki.

Menurut para pemohon, kekhususan Aceh yang tertuang dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh merupakan turunan MoU Helsinki, yaitu kesepakatan antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah RI.

Para Pemohon selama ini juga aktif sebagai anggota Perwakilan Rakyat Aceh atau di daerah lain, Yang Mulia, disebut dengan DPRD tingkat provinsi. Yang satu, Kautsar merupakan fraksi partai lokal yaitu adalah Partai Aceh, yaitu Pemohon Kautsar berasal dari Fraksi Partai Aceh dan Samsul Bahri berasal dari Fraksi Partai Nasional Aceh.

Para Pemohon selama ini selalu memperjuangkan kepentingan masyarakat Aceh dan memperjuangkan komitmen perdamaian di Aceh untuk memajukan cita-cita bangsa dan Negara Republik Indonesia. Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Pemilu ini di Aceh, dapat dipastikan akan terjadi gesekan sosial, politik, menjelang Pemilu 2019, dan hal ini kontra produktif bagi terselenggaranya Pemilu 2019 yang kita harap secara demokratis dapat memperjuangkan kepentingan rakyat Aceh, dan akan berdampak pada disharmonisasi antara para pihak di dalam masyarakat dan akan menyebabkan terjadinya kerugian para pemohon.

Selanjutnya, para pemohon ketika Aceh masih dila ... maaf. Bahwa para pemohon ketika Aceh masih dalam keadaan mewa ... perda ... maaf. Bahwa para pemohon ketika masih ... Aceh masih dalam melakukan proses perdamaian antara RI dengan GAM, terlibat aktif melakukan upaya perumusan butir-butir dan pasal kekhususan Aceh secara masif yang kemudian tertuang di dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh, termasuk Pasal 557 ayat (1) huruf a dan b dan ayat (2), serta Pasal 571 Undang-Undang Pemilu huruf d yang dimohonkan oleh para pemohon. Bahwa ... bahwa selanjutnya untuk alasan permohonan, saya kira tidak terlalu banyak. Akan dilanjutkan oleh rekan saya, Yang Mulia.

47. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, poin yang terpentingnya, khususnya yang berkaitan dengan konstitusi, mungkin itu yang diba ... ya, disampaikan. Ya, silakan.

(20)

48. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017: MAULANA RIDHA

Baik. Terima kasih, Majelis Hakim Konstitusi yang kami muliakan. Izinkan saya membaca. Alasan permohonan. Bahwa pada akhir Januari 2005, antara RI dan GAM mulai menjajaki perundingan yang pada akhirnya pada Senin, 15 Agustus 2005, di Helsinki, Finlandia, ditandatangani Mou antara Pemerintah Aceh ... Pemerintah RI dengan GAM untuk mengakhiri konflik bersenjata antara GAM dan Pemerintah Indonesia.

Adapun lahirnya keistimewaan Aceh selama era baru lahirnya MoU Helsinki, tidak terlepas dari dialektika perjalanan GAM yang kemudian menerima self government dalam bingkai NKRI untuk menjalankan pemerintahan Aceh sesuai dengan isi MoU Helsinki. MoU merupakan babak sejarah baru bagi Aceh untuk mengatur dan mengelola dirinya sendiri ke arah yang lebih berkeadilan.

Keistimewaan Aceh yang tertuang dalam MoU, tidak hanya dalam bidang yang bersifat seremonial saja, tetapi ada ... adanya dalam beberapa otoritas pemerintahan Aceh. Partisipasi politik, ekonomi, moneter, perdagangan luar negeri, hak asasi manusia, dan dalam mengelola sumber daya yang berkeadilan dan berkesinambungan.

Dalam penyelenggara pemerintahan Aceh, telah lahir Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sebagai wujud amanah MoU Helsinki yang dianggap oleh rakyat Aceh dapat membawa warna baru untuk mewujudkan perdamaian Aceh yang berkeadilan dan berkesinambungan.

Bahwa ketentuan Pasal 557 ayat (1) huruf a, b, dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi ... sebagaimana yang telah dibacakan tadi. Dengan adanya Pasal 557 ayat (1) huruf a, b, dan ayat (2), serta 57 huruf d Undang-Undang Pemilu ada bentuk pengkhianatan terhadap kekhususan Aceh yang bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1), 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Bahwa pemilu yang telah berlangsung di Aceh selama ini telah sukses berjalan dengan pranata hukum yang telah diatur di dalam UUPA. Bahwa berdasarkan Pasal 269 ayat (3) UUPA menyatakan bahwa dalam hal adanya rencana perubahan undang-undang ini, dilakukan dengan terlebih dahulu berkonsultasi dan mendapat pertimbangan DPRA atau DPRD provinsi.

Bahwa pencabutan dua pasal di dalam UUPA dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tanpa terlebih dahulu dikonsultasikan dan mendapat pertimbangan oleh DPRA, hal itu merupakan tindakan yang kesewenang-wenangan.

Bahwa selama ini penyelenggara pemilu di Aceh berjalan secara demokratis dan tanpa gangguan apa pun sehingga bagi Para Pemohon

(21)

menilai apabila terjadi pencabutan terhadap UUPA, akan berpotensi terhadap ketidakstabilan politik dan sosial di Aceh.

Hal ini pernah terjadi pada tahun 2011 dalam hal pencabutan terhadap Pasal 256 UUPA, yaitu kaitannya dengan independent ... calon independent. Bahwa Para Pemohon menilai dengan pemberlakukan Pasal 557 ayat (1) a, b, dan ayat (2), serta Pasal 571 huruf d Undang-Undang Pemilu berpotensi terjadinya ketidakstabilan politik dan keamanan yang bermuara kepada ketidakpastian hukum pada penyelenggaraan Pemilu di Tahun 2019. Bahwa rakyat Aceh dan Para Pemohon mempunyai hak untuk aman ... hidup aman, damai, sejahtera dalam proses menyongsong penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019. Dan apabila Pasal 557 ayat (1) a, b, dan ayat (2), serta Pasal 571 huruf d Undang-Undang Pemilu dipaksakan berlaku dapat dipastikan konflik regulasi di Aceh dan menciptakan situasi yang tidak kondusif. Baik. Izinkan, Yang Mulia, petitum dibacakan oleh rekan saya.

49. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 61/PUU-XV/2017: KAMARUDDIN

Terima kasih. Petitum. Berdasarkan alasan-alasan dan fakta hukum yang telah diuraikan di atas, serta bukti-bukti yang dilampirkan dalam permohonan ini, maka Para Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi agar menerima dan memutuskan permohonan ini sebagai berikut.

1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya. 2. Menyatakan Pasal 557 ayat (1) huruf a, b, dan ayat (2), dan Pasal

571 huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selanjutnya.

3. Memerintahkan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, kami mohon putusan yang seadil-adilnya.

Hormat kami, Tim Advokat Gabungan Masyarakat Aceh Peduli Undang-Undang Pemerintah Aceh. Kuasa Hukum Kamaruddin, S.H. Dua, Maulana Ridha, S.H. Terima kasih, Yang Mulia.

50. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Baik, terima kasih. Ya, yang terakhir silakan dulu Pemohon Nomor 62/PUU-XV/2017.

(22)

51. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: RICKY K. MARGONO

Terima kasih, Yang Mulia. Sebelum dibacakan ringkasan daripada permohonan kami, kami izin menyampaikan beberapa hal terlebih dahulu bahwa di dalam permohonan kami terdapat kesalahan penomoran pada halaman 16 dan 17, Yang Mulia, dan itu akan kami perbaiki pada saat setelah sidang pendahuluan ini.

Lalu yang berikutnya, nanti akan di ... mohon izin permohonan kami akan dibacakan oleh beberapa rekan dan yang terakhir kami mohon terhadap perkara ini agar dapat dilaksanakan dengan cepat karena mengingat proses pemilu yang kian mendekat. Terima kasih, Yang Mulia. Permohonan akan dibacakan, akan diawali oleh rekan kami Bapak Christophorus Taufik, silakan.

52. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, sekali lagi karena ini permohonannya cukup tebal dan kalau ada argumentasi yang sama dengan hal yang lain, pasal yang sama, mungkin ... kecuali kalau terdapat argumentasi yang berbeda, tidak perlu diulang-ulang lagi, ya.

53. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: RICKY K. MARGONO

Baik, Yang Mulia. Karena memang tadi kami melihat ada ... cukup banyak yang berbeda, terima kasih.

54. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, oke. Baik, silakan.

55. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: CHRISTOPHORUS TAUFIK

Baik, terima kasih. Izin, Yang Mulia. Permohonan yang kami ajukan, pertama-tama didasari adalah kedudukan Partai Perindo sebagai badan hukum publik yang telah didirikan secara sah berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia, termasuk susunan kepengurusannya juga telah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Berikutnya. Kami memandang terdapat hak-hak konstitusional yang dijamin konstitusi yang patut untuk kami permasalahkan terutama dengan adanya perumusan Pasal 173 ayat (3). Yang pertama, kami perlu sampaikan bahwa Pasal 173 ayat (3) a quo tidak jelas maksudnya

(23)

karena di dalam rumusan frasanya, kalimatnya adalah partai politik yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu. Frasa tersebut, frasa partai politik yang telah lulus verifikasi dan tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai partai politik, menurut hemat kami sama sekali tidak jelas maksudnya. Kenapa? Karena tahapan Pemilu 2019 belum dimulai dan belum pula diketahui partai politik mana yang akan mendaftar sebagai calon peserta pemilu 2019. Tetapi Pasal 13 ayat (3) a quo telah menentukan sudah ada partai politik yang dinyatakan lulus verifikasi persyaratan dan ditetapkan sebagai peserta pemilu.

Kemudian, Pemohon juga mendapatkan ketidakpastian hukum dengan berlakunya Pasal 173 ayat (3). Sebab norma a quo yang tidak jelas … itu bagi kami tidak jelas akan diberlakukan kepada partai politik yang mana. Apakah untuk diberlakukan kepada seluruh partai politik termasuk Pemohon? Ataukah hanya diberlakukan kepada partai politik tertentu saja?

Dalam perkembangannya, ditemukenali bahwa ternyata ada pembedaan kedudukan partai politik calon peserta pemilu. Hal ini dapat kami lihat dari penjelasan atau keterangan dari ketua pansus. Yang menyatakan bahwa memang ada pembedaan dalam dua unsur atau kelompok yang berbeda, yaitu kelompok partai politik peserta pemilu 2014 yang telah dinyatakan lulus sertifikasi dan, b, kelompok partai politik nonpeserta pemilu yang dinyatakan belum lulus verifikasi. Kedua pengelompokan tersebut jelas menimbulkan adanya perbedaan kedudukan partai politik calon peserta pemilu 2019.

Oleh karena Partai Perindo bukan peserta pemilu 2014, maka Pemohon sudah pasti dirugikan atau setidak-tidaknya berpotensi dirugikan atas adanya pembedaan kedudukan peserta pemilu 2019. Kemudian Pasal 173 ayat (3) a quo juga membedakan aturan di antara partai politik calon peserta pemilu 2019 karena adanya perlakuan yang berbeda di antara partai politik calon peserta pemilu 2019.

Kerugian Pemohon terjadi karena adanya perlakuan yang tidak adil, perlakuan yang berbeda, tidak mendapatkan posisi yang sama di dalam hukum, dan tidak mendapatkan kepastian hukum yang adil, serta mengalami diskriminasi hukum. Sedangkan merujuk pada ketentuan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, seluruh hak-hak konstitusional tersebut seharusnya diperoleh oleh Pemohon.

Pasal 173 ayat (3) juga membedakan persyaratan di antara partai politik. Persyaratan tersebut ada persyaratan-persyaratan yang wajib dipenuhi oleh partai politik pemilu 2014. Dan ada persyaratan-persyaratan yang wajib dipenuhi oleh pemilu … peserta pemilu 2019. Dengan persyaratan yang berbeda itu, partai politik peserta pemilu 2014 di dalam kepesertaannya menjadi peserta pemilu 2019 mendapatkan persyaratan yang lebih kecil, lebih sedikit, atau lebih ringan. Sedangkan

(24)

partai politik nonpeserta pemilu 2014 termasuk Pemohon, mendapatkan persyaratan yang lebih besar, lebih banyak, dan pasti lebih berat. Untuk lebih detailnya nanti dalam uraian posita akan disampaikan oleh rekan.

Oleh karena terdapat perbedaan persyaratan untuk menjadi peserta pemilu, terutama berkenaan dengan beban persyaratan yang harus dipenuhi. Maka keberadaan Pasal 173 ayat (3) jelas merugikan atau setidak-tidaknya berpotensi merugikan Pemohon sebab sebagai partai politik nonpeserta pemilu 2014 nantinya, Pemohon harus memenuhi persyaratan yang lebih besar, lebih banyak, dan lebih berat daripada partai politik peserta pemilu 2014.

Kemudian Pasal 173 ayat (3) juga membedakan tata cara, prosedur, dan mekanisme partai politik untuk menjadi peserta pemilu 2019. Keberadaan Pasal 173 ayat (3) yang pada intinya dapat ditangkap untuk memberikan jalan bagi partai politik peserta pemilu 2014 untuk langsung ditetapkan sebagai peserta pemilu 2019 tanpa harus mengikuti verifikasi persyaratan oleh KPU. Sebagaimana penjelasan dari ketua pansus yang menyebutkan bahwa yang sudah 2014 tidak perlu dilakukan verifikasi ulang sehingga Pemohon tidak akan mendapatkan perlakuan yang sama. Sedangkan Pemohon sesungguhnya dijamin oleh Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 bahwa berhak untuk mendapat perlakuan yang sama.

Akibat keberadaan Pasal 173 ayat (3), untuk dapat menjadi peserta pemilu, Pemohon diharuskan melalui serangkaian tata cara, prosedur, dan mekanisme yang sulit dan rumit. Dimulai dengan mengajukan pendaftaran kepada KPU, melengkapi peserta, dan sebagainya. Sedangkan kesemuanya itu tidak akan dijalani oleh partai politik peserta pemilu 2014 karena adanya Pasal 173 ayat (3).

Selain daripada pembedaan tata cara, prosedur, dan mekanisme partai politik untuk menjadi peserta pemilu yang muncul akibat keberadaan Pasal 173 ayat (3) a quo, juga merugikan Pemohon karena mewajibkan Pemohon sebagai partai politik nonpeserta pemilu 2014 untuk mengikuti verifikasi. Sedangkan ketentuan yang sama tidak diberlakukan kepada partai politik peserta pemilu 2014.

Selanjutnya, berdasarkan uraian tersebut, Pemohon memohon agar mendapat perlakuan yang adil, tidak memperoleh perlakuan yang berbeda, tidak mendapatkan ... dan mendapatkan posisi yang sama di dalam hukum. Demikian, saya kembalikan kepada rekan.

56. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: RICKY K. MARGONO

(25)

57. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: DAVID SURYA

Baik, terima kasih. Kerangka normatif proses keikutsertaan partai politik sebagai peserta Pemilu 2019. Bahwa untuk mengikuti pemilu in casu Pemilu 2019, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 telah menetapkan satu tahapan yang harus dilalui oleh partai politik, yaitu tahapan pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu yang merupakan satu rangkaian tahapan yang tidak terpisahkan satu sama lain sebagai bagian dari tahapan penyelenggaraan pemilu. Ketentuan ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 167 ayat (4) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang berbunyi, “Tahapan penyelenggaraan pemilu meliputi pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu.”

Bahwa tahapan pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu 2019, dimulai dengan diajukannya pendaftaran oleh partai politik kepada KPU dengan cara mengajukan surat pendaftaran yang ditandatangani oleh ketua umum, dan sekretaris jenderal, atau nama lain, disertai dengan dokumen persyaratan pendaftaran yang lengkap. Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 176 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Bahwa persyaratan partai politik menjadi peserta Pemilu 2019 harus dibuktikan melalui sejumlah dokumen yanng wajib diserahkan oleh partai politik kepada KPU, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ayat (2). Jenis-jenis dokumen persyaratan itu disebutkan dalam Pasal 177 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Bahwa persyaratan dan dokumen persyaratan yang diserahkan partai politik kepada KPU tiada lain adalah dimaksudkan untuk dilakukan penelitian administrasi dan keabsahan persyaratan atau yang disebut dengan proses verifikasi oleh KPU. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 178 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Bahwa setelah KPU melakukan serangkaian proses verifikasi terhadap persyaratan partai politik untuk menjadi peserta Pemilu 2019, maka berakhirlah tahapan pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Tahapan pemilu selanjutnya adalah tahapan penetapan peserta pemilu yang dilakukan oleh KPU dengan menentukan partai politik yang lulus verifikasi ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2019. Ketentuan ini disebutkan dalam Pasal 179 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Bahwa dari kerangka normatif berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 di atas, tergambar bahwa untuk dapat menjadi peserta Pemilu 2019, setiap partai politik diwajibkan untuk mengikuti tahapan pandaftaran dan verifikasi peserta pemilu sebagai satu kesatuan rangkaian tahapan yang saling berpaut dan tidak terpisahkan.

(26)

Apabila suatu partai politik mengajukan pendaftaran sebagai calon peserta pemilu kepada KPU, maka secara otomatis KPU wajib melakukan verifikasi terhadap pemenuhan persyaratan partai politik bersangkutan. Dalam hal segala persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 telah mampu ... mohon maaf, Yang Mulia, saya ulangi. Dalam hal segala persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 telah mampu dipenuhi oleh partai politik tersebut, maka KPU menyatakan partai politik bersangkutan lulus verifikasi dan selanjutnya ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2019.

Bahwa kerangka normatif proses keikutsertaan partai politik menjadi peserta Pemilu 2019 yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sebagaimana diuraikan di atas mengalami permasalahan ketika muncul ketentuan Pasal 173 ayat (3) yang menentukan sudah ada partai politik yang dinyatakan telah lulus verifikasi dan akan langsung ditetapkan sebagai peserta pemilu in casu Pemilu 2019. Padahal, Pasal 167 ayat (4) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 telah menetapkan pendaftaran dan verifikasi partai politik merupakan satu kesatuan rangkaian yang saling berpaut dan tidak terpisahkan dalam tahapan penyelenggaraan pemilu. Apabila partai politik mengajukan pendaftaran kepada KPU, maka partai politik bersangkutan secara otomatis pun wajib mengikuti verifikasi.

Bahwa oleh sebab itu, ketentuan Pasal 173 ayat (3) jelas menimbulkan persoalan sebab sebelum tahapan Pemilu 2019 dimulai dan sebelum ada partai politik yang mengajukan pendaftaran, sudah ada partai politik yang telah dinyatakan lulus verifikasi dengan persyaratan pendaftaran yang tidak perlu diverifikasi ulang oleh KPU dan partai politik tersebut langsung ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2019.

Pasal 173 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tidak jelas maksudnya bahwa frasa partai politik yang telah lulus verifikasi dan frasa tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu di dalam bunyi Pasal 173 ayat (3) tidak jelas maksudnya sebab berdasarkan kerangka normatif proses keikutsertaan partai politik menjadi peserta pemilu in casu Pemilu 2019 telah ditentukan untuk menjadi peserta pemilu.

Partai politik harus melalui tahapan sebagai berikut. 58. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, saya kira itu pengulangan itu, ya. Artinya, penjelasan Saudara sebelumnya kan sudah ada ini. Ini saya kalau ... kami melihat ini cuma penekanan kembali, ya, dari yang tadi sudah disampaikan dengan tahapan kerangka verifikasi itu, kan?

(27)

59. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: DAVID SURYA

Ya. Baik, Yang Mulia.

60. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya. Mungkin bisa diloncati atau (...)

61. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: DAVID SURYA

Ya (...)

62. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Poin yang mananya (...)

63. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: DAVID SURYA

Ya, kita langsung … saya lanjutkan, Yang Mulia. 64. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Mungkin ke soal ketidakpastian hukum yang ditimbulkan oleh itu barangkali, itu yang … atau mulai dari secara a contrario-nya itu, ya. 65. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017:

DAVID SURYA

Ya. Bahwa apabila sudah ada partai politik yang dinyatakan telah lulus verifikasi, maka secara a contrario, berarti ada partai politik lain yang dinyatakan belum lulus verifikasi. Begitu pula jika disebutkan ada partai politik yang tidak diverifikasi ulang, maka o … a contrario berarti ada partai politik lain yang harus diverifikasi. Pertanyaannya adalah partai politik manakah yang dinyatakan telah lulus verifikasi sehingga tidak diverifikasi ulang dan manapula partai politik yang dinyatakan belum lulus verifikasi sehingga harus diverifikasi?

Bahwa oleh karena Pasal 173 ayat (3) tidak menyebutkan partai politik mana yang sudah dinyatakan telah lulus verifikasi dan tidak diverifikasi ulang dan partai politik mana yang dinyatakan belum lulus verifikasi sehingga harus diverifikasi, maka Pasal 173 ayat (3) jelas menimbulkan ketidakpastian hukum.

(28)

Pasal 173 ayat (3) membedakan kedudukan partai politik calon peserta pemilu. Apabila frasa partai politik yang telah lulus verifikasi dan frasa tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu, dalam Pasal 173 ayat (3) dimaknai sebagai partai politik peserta pemilu 2014 sehingga sebaliknya, partai politik yang belum lulus verifikasi atau harus mengikuti verifikasi, dimaksudkan sebagai partai politik nonpeserta pemilu 2014 sebagaimana pernah dijelaskan oleh Ketua Pansus RUU Pemilu, maka Pasal 173 ayat (3) telah membedakan partai politik calon peserta pemilu 2019 ke dalam dua unsur:

a. Kelompok partai politik yang dianggap telah lulus verifikasi, yang berasal dari partai-partai politik peserta pemilu 2014, dan.

b. Kelompok partai politik yang dianggap belum lulus verifikasi, yang berasal dari partai-partai politik nonpeserta pemilu 2014.

66. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oke, itu juga tadi sudah disam … disampaikan sebenarnya.

67. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: DAVID SURYA

Ya.

68. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Tinggal ini rinciannya, siapa partai-partai itu, begitu kan?

69. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: DAVID SURYA

Ya.

70. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, silakan diteruskan.

71. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: DAVID SURYA

Ya. Bahwa pembagian atau pengelompokan peserta pemilu 2019 ke dalam unsur parpol peserta pemilu 2014 dan parpol nonpeserta pemilu 2014, jelas melanggar prinsip kedudukan yang sama dalam hukum atau persamaan di dalam hukum. Sebagaimana dimaksud di dalam 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang pada pokoknya menolak pembedaan dalam bentuk apa pun juga.

(29)

Bahwa Profesor Jennings, salah seorang ahli hukum kenamaan dari Inggris mengatakan, “Persamaan di depan hukum mengandung makna bahwa segala sesuatu yang sama, hukumnya harus sama, dan dilaksanakan dengan cara yang sama. Segala sesuatu yang serupa harus diberi pelayanan yang sama.”

Akan dilanjutkan oleh rekan saya (...) 72. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oke (...)

73. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: DAVID SURYA

Terima kasih.

74. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Silakan.

75. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: ADIDHARMA WICAKSONO

Izin melanjutkan, Yang Mulia. Pasal 173 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 membedakan aturan partai politik calon peserta pemilu 2019. Bahwa dengan adanya pernyataan Ketua Pansus RUU Pemilu, memasukkan Pasal 173 ayat (3) a quo (...)

76. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Saya kira yang pengelompokan itu enggak perlu lagi diulang-ulang, ya.

77. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: ADIDHARMA WICAKSONO

Baik (...)

78. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Apa poin dari … dari sebab pengelompokan itu yang membuat … yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk mengatakan inkonstitusional, itu saja. Kalau tadi kan karena ad … ada pembedaan perlakuan.

(30)

79. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: ADIDHARMA WICAKSONO

Ya.

80. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum. Nah, sekarang poinnya apa lagi yang di … hendak diinikan?

81. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: ADIDHARMA WICAKSONO

Oke. Baik, Yang Mulia. Bahwa merujuk pengertian diskriminasi sebagaimana dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi pada Putusan MK Nomor 19/PUU-VIII dan … Tahun 2010, tanggal 1 November 2011 … 2011, maka tidak dapat dinilai lagi bahwa ketentuan Pasal 173 ayat (3) a quo jelas tergolong sebagai bentuk diskriminasi hukum.

Sebab, Pasal 173 ayat (3) a quo hanya diberlakukan kepada sebagian partai politik saja (partai-partai politik peserta pemilu 2014). Yang menyebabkan partai-partai politik tersebut terbebas dari kewajiban mengikuti verifikasi dan bahkan mendapat jaminan sebagai peserta pemilu 2019. Sedangkan terhadap partai politik nonpeserta pemilu 2014, dikenakan Pasal 178 dan Pasal 179 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang menyebabkan partai-partai politik tersebut harus terlebih dahulu mengikuti verifikasi tanpa jaminan akan ditetapkan sebagai peserta pemilu 2019.

Bahwa dalam penyelenggaraan pemilu yang adil, suatu norma dalam peraturan perundang-undangan semestinya diberlakukan secara menyeluruh kepada semua pihak tanpa terkecuali. Apabila suatu norma dikenakan kepada suatu partai politik, maka norma tersebut juga sudah seharusnya diberlakukan kepada partai politik yang lain.

82. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Saya kira yang belakang itu bisa dilewati karena sama.

83. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: ADIDHARMA WICAKSONO

(31)

84. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Yang selanjutnya, ini masih soal diskriminasi. Ada, enggak, yang lain? Saudara (...)

85. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: ADIDHARMA WICAKSONO

Oke. Baik, Yang Mulia. Bahwa … izin yang melanjutkan, Yang Mulia.

86. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, silakan.

87. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: ADIDHARMA WICAKSONO

Bahwa namun demikian, sekalipun materi persyaratan dan dokumen persyaratan partai politik untuk menjadi peserta pemilu 2009 … 2019 dan pemilu 2014 memiliki persamaan sebagaimana ditunjukkan pada tabel di atas, tetapi secara faktual persyaratan partai politik untuk menjadi peserta pemilu 2019 dan 2014 sangatlah berbeda. Perbedaan itu terkait dengan jumlah wilayah di Indonesia yang menjadi dasar ketentuan persyaratan partai politik untuk menjadi peserta Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 yang bertalian dengan: (a) Persyaratan kepengurusan partai politik di tingkat provinsi. Persyaratan kepengurusan partai politik di tingkat kabupaten/kota, tingkat kecamatan, persyaratan anggota partai politik kabupaten/kota, persyaratan kantor tetap partai politik di provinsi, dan persyaratan kantor tetap partai politik di kabupaten/kota.

Bahwa pada penyelenggaraan Pemilu 2014, ketentuan persyaratan partai politik didasari pada jumlah wilayah di Indonesia pada tahun 2012, saat berlangsungnya tahap verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2014 pada saat itu, jumlah wilayah di Indonesia terdiri 33 provinsi dan 497 kabupaten/kota, sebagaimana ditunjukkan dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, bukti P-13. Adapun untuk penyelenggara Pemilu 2019, ketentuan persyaratan partai politik didasari pada jumlah wilayah di Indonesia tahun 2017 yang menjadi waktu pelaksanaan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2019. 88. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oke, jadi intinya karena dasar pemikiran tentang daerah yang dijadikan landasan pemikiran berbeda, makanya harusnya tidak boleh sama itu, ya?

(32)

89. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: ADIDHARMA WICAKSONO

Betul, Yang Mulia.

90. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Itu saya kira bisa diloncati yang masih berkaitan dengan soal itu. Yang soal daerah itu, selain soal wilayah, apalagi yang Saudara jadikan dasar?

91. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: ADIDHARMA WICAKSONO

Sementara cukup, Yang Mulia. Dilanjutkan oleh rekan kami. 92. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Silakan.

93. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: IMAM NASEF

Izin melanjutkan, Yang Mulia. 94. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya.

95. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: IMAM NASEF

Tadi sudah disampaikan 4 argumentasi kami awal. 96. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

He em.

97. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: IMAM NASEF

Ini argumentasi kami yang terakhir, yaitu Pasal 173 ayat (3) Undang-Undang Pemilu membedakan tata cara prosedur dan mekanisme partai politik menjadi peserta Pemilu 2019. Sebagaimana telah

(33)

disinggung tadi di soal kerangka normatif, dari 11 tahapan yang disebutkan dalam Pasal 167 ayat (4), terdapat 2 tahapan yang terkait dengan proses keiikutsertaan partai politik menjadi peserta pemilu, yaitu yang pertama adalah tahap pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu dan yang kedua adalah tahapan penetapan peserta pemilu.

Yang perlu kami garis bawahi di sini adalah berdasarkan Pasal 167 ayat (4) bahwa tahap pendaftaran dan tahap verifikasi bersifat kumulatif. Artinya, tidak bisa dipisahkan satu sama yang lain atau dengan makna lain bisa kita pahami bahwa tidak mungkin ada veri ... tidak mungkin ada pendaftaran tanpa verifikasi karena ini satu kesatuan yang bersifat kumulatif.

98. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, dan tidak mungkin ada penatapan peserta pemilu tanpa verifikasi, begitu kan?

99. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: IMAM NASEF

Ya, sedangkan dalam Pasal 167 disebutkan bahwa ... mohon maaf, Pasal 176 maksud saya, disebutkan bahwa untuk dapat menjadi peserta pemilu, seluruh partai politik harus melakukan pendaftaran dan di dalam pendaftaran itu seluruh partai politik harus menyerahkan dokumen persyaratan. Sehingga tidak mungkin kemudian ketika satu partai politik melakukan pendaftaran dan kemudan menyerahkan dokumen, dokumen itu hanya didiamkan saja oleh KPU, pasti akan diverifikasi.

100. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, itu sebenarnya juga di bagian awal yang tadi sudah Saudara sampaikan itu, kan? Cuma dipisah-pisah.

101. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: IMAM NASEF

Mungkin ini lebih stressing poinnya, Yang Mulia. 102. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

(34)

103. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: IMAM NASEF

Ya, kami lanjutkan, Yang Mulia. Bahwa dari kerangka normatif sebagaimana telah disebutkan di atas tadi, maka untuk penyelenggaraan Pemilu 2019 mendatang, seluruh partai politik tidak memandang apakah partai politik tersebut pernah mengikuti pemilu sebelumnya ataupun baru pertama kali mengikuti pemilu, wajib hukumnya untuk mengikuti tahapan pendaftaran dan verifikasi.

Nah, kemudian bahwa apabila ada partai politik yang dianggap telah lulus verifikasi sehingga persyaratannya tidak perlu diverifikasi ulang, sebagaimana dimaksud Pasal 173 ayat (3) a quo, dengan alasan partai politik bersangkutan sudah pernah diverifikasi persyaratannya dan dinyatakan lulus oleh KPU saat mengikuti pemilu sebelumnya, yaitu Pemilu 2014, maka muncul pertanyaan, apakah dengan demikian partai-partai yang sudah diketahui jumlah dan nama-nama itu tetap tunduk pada ketentuan 176 ayat (1) yang menentukan bahwa partai politik dapat menjadi peserta pemilu dengan mengajukan pendaftaran kepada KPU? Ataukah Pasal 173 juga ... 173 ayat (3) a quo menegasikan ketentuan Pasal 176 ayat (1) sehingga untuk menjadi peserta Pemilu 2019 mendatang partai-partai tersebut tidak harus mengajukan pendaftaran kepada KPU?

Bahwa jika partai-partai tersebut, yaitu peserta Pemilu 2014 tidak diharuskan mengajukan pendaftaran kepada KPU dan secara otomatis akan ditetapkan sebagai peserta pemilu, maka hal tersebut menjadi tidak logis, sebab konsekuensi yang timbul atas hal itu adalah mengikuti pemilu menjadi suatu kewajiban dan bukan lagi tergolong sebagai hak partai politik. Betapa pun dipahami bahwa partai politik didirikan untuk tujuan mengikuti pemilu.

Dengan demikian, partai politik peserta Pemilu 2019 memiliki kewajiban untuk mengajukan pendaftaran pada KPU. Dari sini muncul kembali pertanyaan selanjutnya. Apakah dalam mengajukan pendaftaran kepada KPU partai politik serta Pemilu 2014 tunduk pada ketentuan Pasal 176 ayat (3) yang menyatakan, “Pendaftaran sebagai dimaksud pada ayat (2) disertai dengan dokumen persyaratan yang lengkap.”

Bahwa apabila pada saat mengajukan pendaftaran kepada KPU partai politik peserta Pemilu 2014 tidak diwajibkan menyerahkan dokumen persyaratan, maka kondisi ini menjadi tidak ... tidak logis. Sebab tidak mungkin KPU hanya menerima selembar surat pendaftaran dari partai politik tanpa menerima dokumen persyaratan yang ditentukan dalam undang-undang. Dengan demikian, partai politik peserta Pemilu 2014 memiliki kewajiban untuk menyerahkan persyaratan yang lengkap kepada KPU.

Selanjutnya juga muncul pertanyaan persyaratan manakah yang harus diserahkan oleh partai-partai politik peserta Pemilu 2014 kepada

(35)

KPU? Apakah a, dokumen persyaratan terakhir atau terbaru tahun 2017, ataukah b, dokumen persyaratan yang dulu pernah diserahkan partai-partai tersebut pada KPU pada saat mengajukan pendaftaran pada tahun 2012 untuk penyelenggaran pemilu 2014?

Apabila persyaratan yang diserahkan kepada KPU atau dokumen persyaratan tahun 2012 dimana partai-partai politik itu dinyatakan lulus verifikasi dan ditetapkan sebagai peserta pemilu tahun 2014 oleh KPU pada tahun 2013, maka kondisi ini menjadi sangat tidak logis sebab dokumen persyaratan partai-partai politik tersebut di tahun 2017 sangat mungkin sudah berbeda dengan dokumen persyaratan pada tahun 2017. Sebagaimana kami berikan contoh dalam tabel, misalnya sudah banyak kepengurusan partai politik yang sudah berubah, ketumnya sudah berubah, sekjennya sudah berubah, dan pengurus-pengurus di bawahnya, dan lain sebagainya.

Kemudian, apabila dokumen persyaratan lainnya dari partai politik peserta pemilu 2014 diserahkan kembali kepada KPU dalam rangka kepesertaan mereka di pemilu 2019, maka dokumen-dokumen tersebut juga sangat mungkin sudah mengalami banyak perubahan sehingga tidak sesuai lagi dengan dokumen persyaratan-persyaratan itu pada saat ini, yaitu tahun 2017. Seperti misalnya terkait dengan kepengurusan di tingkat provinsi, kepengurusan pada tingkat kabupaten/kota, kepengurusan di tingkat kecamatan, keterwakilan perempuan pada kepengurusan tingkat pusat, anggota di tingkat kabupaten, kepemilikan kantor tetap di provinsi, dan kepemilikan kantor tetap di kabupaten/kota. Tadi sebagaimana juga disampaikan oleh Pemohon sebelumnya, ada dinamika internal partai politik di situ yang memungkinkan adanya perubahan-perubahan itu.

Kemudian yang selanjutnya (...) 104. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, itu sama saya kira ini karena kaitan dengan pembubaran dan segala macam itu, ya.

105. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: IMAM NASEF

Ya. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka setiap partai politik tanpa memandang unsur atau kedudukannya sebagai partai politik peserta pemilu 2014 atau pun partai politik nonpeserta pemilu 2014, harus mengikuti tata cara prosedur dan mekanisme yang sama untuk menjadi peserta pemilu. Artinya, mereka juga harus ikut pendaftaran, kemudian diverifikasi dari hasil verifikasi itulah ditetapkan apakah dia layak untuk menjadi peserta pemilu atau pun tidak.

(36)

Bahwa oleh karena Pasal 173 ayat (3) a quo telah membedakan tata cara prosedur dan mekanisme bagi partai politik untuk menjadi peserta pemilu 2019, dengan mengecualikan partai politik peserta pemilu tahun 2014 dari kewajiban verifikasi, maka ketentuan pasal a quo jelas melanggar prisip adil sebagaimana dijamin oleh Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Apalagi sebagaimana telah jelaskan sebelumnya, terdapat perbedaan persyaratan untuk menjadi peserta pemilu 2014 dan 2019. Seharusnya apabila Undang-Undang Pemilu ini ingin mencerminkan prinsip adil, maka tidak boleh ada pengecualian untuk dilakukannya verifikasi.

Dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-X/2012 yang dibacakan pada tanggal 29 Agustus 2012, paragaf 3.20 halaman 91, Mahkamah menyatakan dengan demikian tidak .,.. tidaklah adil apabila partai politik yang telah lolos menjadi peserta pemilihan umum pada tahun 2009 tidak diverifikasi ... tidak diverifikasi lagi untuk dapat mengikuti pemilihan umum pada tahun 2014 sebagaimana partai politik baru.

106. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oke. Setelah itu saya kira intinya ... masih sudah mengulang lagi (...)

107. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: IMAM NASEF

Intinya (...)

108. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Soal technical treatment, kemudian ada (...)

109. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 62/PUU-XV/2017: IMAM NASEF

Baik, Yang Mulia.

110. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ketidakpastian hukum dan sebagainya, mungkin langsung saja ke petitum.

Referensi

Dokumen terkait

Waktu reaksi yang baik pada saat keluar dari start blok memegang peranan penting karena dalam perlombaan atletik khususnya pada nomor sprint, reaksi dari block start

Untuk mencakup seluruh Kota Tasikmalaya diperlukan 21 buah eNode B, dan juga diperhitungkan analisa ekonomi berdasarkan data yang ada di lapangan berupa jumlah

Perbedaan antara peneliti Aliyah Rasyid Baswedan, dkk dengan peneliti yang sekarang adalah jika penelitian Aliyah Rasyid Baswedan, dkk terfokus pada

Kelas hutan ini meliputi lapangan-lapangan yang ditumbuhi dengan kayu lain akan tetapi yang tidak termasuk ke dalam golongan hutan lindung dan yang tidak baik untuk

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kebiasaan konsumsi fast food, aktivitas fisik (lama tidur, lama menonton televisi, lama main komputer/video

segala puji bagi Allah yang telah memberikan makan dan minum kepada kami dan telah menjadikan kami orang orang islam. doa

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan antara variasi umur tegakan jabon pada hutan rakyat dengan serapan karbon, dan untuk

Kita seyogyanya tak perlu merasa rendah diri dengan kemampuan matahari, bulan, angin, laut, maupun setan yang dalam beberapa bidang melangkahi kesanggupan manusia,