• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Buku Penuntun Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Buku Penuntun Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 1"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

Buku Penuntun Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 1

BAB I

PENDAHULUAN

Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Sifat fisik batuan seperti massa jenis, “specific gravity”, porositas, “void ratio”, absorpsi, dll.

2. Sifat mekanik batuan seperti kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas, “poisson’s ratio”, kuat geser, dll.

Kedua sifat batuan tersebut dapat ditentukan baik di laboratorium maupun di lapangan (insitu).

Penentuan sifat fisik dan mekanik batuan di laboratorium pada umumnya dilakukan terhadap percontoh (sample) yang diambil di lapangan. Satu percontoh dapat digunakan untuk menentukan kedua sifat batuan tersebut. Pertama-tama adalah penentuan sifat fisik batuan yang merupakan pengujian tak merusak (non destructive test), kemudian dilanjutkan dengan pengujian sifat mekanik batuan yang merupakan pengujian merusak (destructive test) sehingga batu uji hancur.

Pengujian terhadap batuan yang dapat dilakukan di laboratorium mekanika batuan meliputi :

1. Uji Sifat Fisik, untuk menentukan : Massa Jenis asli (nat)

Massa Jenis kering (dry)

Massa Jenis jenuh (sat)

Berat jenis nyata (tr)

Berat jenis semu (app)

Kadar air asli (Wnat)

Kadar air jenuh (absorption, Wsat)

Derajat kejenuhan (S) Porositas (n)

(2)

Buku Penuntun Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 2

Angka pori (e).

2. Perhitungan Rock Quality Designation (RQD), untuk mengetahui : Kualitas batuan.

3. Uji Beban Titik (Point Load Test), untuk mengetahui : Kuat tekan uniaksial secara tidak langsung.

4. Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (Brazillian Test), untuk mengetahui : Kuat tarik (T) secara tidak langsung

5. Uji Kuat Tekan Uniaksial, untuk menentukan : Kuat tekan uniaksial (C)

Batas elastik (E)

Modulus elastisitas (E)

Nisbah poisson (poisson’s ratio, ) 6. Uji Geser Langsung, untuk menentukan :

Garis “Coulomb’s shear strength” Kuat geser (shear strength) Sudut geser dalam () Kohesi ( c )

7. Uji Triaksial, untuk menentukan :

Selubung kekuatan (strength envelope) Kuat geser (shear strength)

Sudut geser dalam (  ) Kohesi ( c )

8. Uji Kecepatan Rambat Gelombang Ultrasonik. Parameter yang diukur : Kecepatan rambat gelombang tekan ( Vp )

Kecepatan rambat gelombang geser ( Vs )

Untuk mengetahui : Konstanta elastik secara dinamik. 9. Uji Schmidt Hammer, untuk mengetahui :

(3)

Buku Penuntun Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 3

BAB II

PENGUJIAN SIFAT FISIK

2.1. TEORI

Sifat fisik batuan yang ditentukan meliputi :

a. Massa Jenis asli (natural density) (gr/cm3) :

Ws -Ww

Wn

b. Massa Jenis kering (dry density) (gr/cm3) :

Ws -Ww

Wo

c. Massa Jenis jenuh (saturated density) (gr/cm3) :

Ws -Ww

Ww

d. “Apperent specific gravity” :

{

Wo

Ww - Ws

} :massa jenis air

e. “True specific gravity” :

{

Wo

Wo - Ws

} :massa jenis air

f. Kadar air asli (natural water content) (%) : x 100% Wo Wo -Wn      

g. Kadar air jenuh (absorption) (%) : x 100% Wo Wo -Ww       h. Derajat kejenuhan (%) : x 100% Wo -Ww Wo -Wn       i. Porositas (%) : x 100% Ws -Ww Wo -Ww      

j. Angka pori (void ratio, e) :

n -1

(4)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 4 Keterangan :

Wn = Berat percontoh asli (natural), gram

Wo = Berat percontoh kering (setelah di oven selama 24 jam dengan temperatur + 90o C), gram

Ww = Berat percontoh jenuh (setelah dijenuhkan selama 24 jam), gram Ws = Berat percontoh jenuh yang tergantung dalam air, gram

Wo – Ws = Volume percontoh tanpa pori-pori, cm3 Ww – Ws = Volume percontoh total, cm3

2.2. PERSIAPAN PERCONTOH (PREPARASI)

Percontoh yang akan diuji dapat dipersiapkan baik di laboratorium ataupun di lapangan.

Pembuatan percontoh di laboratorium dilakukan dari blok batu yang diambil di lapangan yang di bor dengan penginti laboratorium. Percontoh yang didapat berbentuk silinder dengan diameter yang pada umumnya antara 50 – 70 mm, kemudian dipotong dengan mesin potong batu untuk mendapatkan ukuran tinggi percontoh dua kali diameternya (standar ISRM). Ukuran percontoh dapat lebih kecil maupun lebih besar dari ukuran tersebut di atas tergantung dari maksud pengujian.

Pembuatan percontoh juga dapat dilakukan di lapangan, yaitu dengan melakukan pemboran inti (core drilling) langsung ke dalam batuan yang akan diselidiki di lapangan sehingga diperoleh inti yang berbentuk silinder. Inti tersebut langsung dapat digunakan untuk pengujian di laboratorium dengan syarat tinggi percontoh dua kali diameternya.

2.3. PERALATAN

Peralatan yang dipakai untuk pengujian sifat fisik adalah sebagai berikut : 1. Neraca listrik dengan ketelitian 0,1 gram.

2. Desikator dan pompa vacuum, dipakai pada saat menjenuhkan percontoh. 3. Oven, dipakai untuk pengeringan percontoh setelah dijenuhkan.

(5)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 5

2.4. PROSEDUR PERCOBAAN

Prosedur pengujian sifat fisik dilakukan sebagai berikut : 1. Penimbangan berat asli percontoh (Wn)

2. Menjenuhkan percontoh di dalam desikator, dengan cara sebagai berikut : - Desikator pada bibir dan tepi tutupnya diolesi dengan vaselin hingga rata. - Percontoh dimasukkan ke dalam desikator dengan hati-hati kemudian ditutup dengan rapatagar udara luar tidak dapat masuk ketika diisap dengan pompa vacuum.

- Udara dalam desikator diisap dengan bantuan pompa vacuum selama 15 menit, dengan maksud untuk mengeluarkan udara yang ada di dalam percontoh. Pastikan tidak ada kebocoran pada selang pengisap dan pada penutup desikator.

- Setelah 15 menit pengisapan dihentikan, dan kran pada selang yang dihubungkan ke pompa vacuum ditutup, kemudian ke dalam desikator dimasukkan air sehingga percontoh terendam sepertiganya. Air dibiarkan masuk melalui selang dengan sendirinya akibat perbedaan tekanan dalam desikator, yaitu dengan membuka kran pada selang yang dihubungkan ke bak air.

- Setelah itu tutup kembali kran pada selang yang menuju bak air dan buka kran pada selang yang dihubungkan ke pompa vacuum, kemudian dilakukan pengisapan lagi selama 15 menit.

- Selanjutnya pengisapan dihentikan dan masukkan lagi air dengan cara seperti tersebut di atas sehingga percontoh terendam dua per tiganya. Kemudian lanjutkan lagi pengisapan selama 15 menit, masukkan lagi air hingga seluruh percontoh terendam dan tutuplah kran selang air. Setelah itu lanjutkan lagi pengisapan selama 15 menit atau sampai benar-benar tidak ada lagi gelembung udara yang keluar dari sisi-sisi percontoh. Kemudian tutup kran selang ke pompa vacuum, dan biarkan percontoh terendam hingga benar-benar jenuh selama 24 jam.

3. Setelah direndam selama 24 jam, percontoh di dalam desikator dikeluarkan dan segera ditimbang dalam keadaan jenuh sehingga didapat berat jenuh (Ww).

(6)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 6 4. Timbang lagi percontoh dalam keadaan jenuh dan dalam posisi tergantung di

dalam air, sehingga didapat berat jenuh tergantung dalam air (Ws).

5. Kemudian percontoh dikeringkan kembali, dengan cara memasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada temperatur 90o C.

6. Setelah di oven selama 24 jam, timbang percontoh sehingga didapat berat kering (Wo).

7. Hitung sifat-sifat fisik dengan menggunakan persamaan-persamaan seperti yang disajikan pada sub bab 2.1.

Gambar 2.1

Proses pengujian sifat fisik batuan

(7)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 7

LABORATORIUM MEKANIKA BATUAN

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN – FTM UPN “VETERAN” YOGYAKARTA

LAPORAN SEMENTARA

PENGUJIAN SIFAT FISIK

Asisten : . . . Sesi : . . . Hari, tanggal : . . . Jenis Conto Sifat Fisik A B C Berat Asli (gr) Berat Jenuh (gr) Berat Tergantung (gr) Berat Kering (gr) Massa Jenis Asli (gr/cm3)

Massa Jenis Jenuh (gr/cm3)

Massa Jenis Kering (gr/cm3)

Apparent SG True SG

Kadar Air Asli (%) Kadar Air Jenuh (%) Derajat Kejenuhan (%) Porositas (%)

Void Ratio

ACC Resmi,

(8)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 8 Perhitungan :

(9)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 9 Gambar Peralatan :

(10)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 10

BAB III

ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD)

3.1 CAKUPAN

RQD adalah modifikasi persentase perolehan inti bor (core) yang utuh dengan panjang 100 mm atau lebih. Indeks ini telah diperkenalkan sejak lama sebagai indeks dari kualitas batuan pada saat informasi kualitas batuan hanya tersedia dari deskripsi geologi. Indeks RQD digunakan sebagai parameter klasifikasi sebab walaupun tidak cukup secara tersendiri untuk mendeskripsi massa batuan, tetapi telah banyak digunakan dalam pembuatan terowongan sebagai petunjuk untuk memilih penyangga. RQD telah digunakan secara luas di Amerika dan Eropa. Selain sederhana dan murah, juga dapat menghasilkan cara untuk menilai kualitas inti batuan.

Untuk menentukan RQD, ISRM (International Society for Rock Mechanics) menyarankan ukuran inti bor paling tidak berdiameter NX (54 mm), yang dibor dengan menggunakan double-tube core barrels.

Adapun hubungan antara RQD dengan kualitas teknik batuan yang dikemukakan oleh Deere (1968) adalah sebagai berikut (lihat Tabel 3.1).

Tabel 3.1

Hubungan antara RQD dengan Kualitas Batuan

RQD (%) KUALITAS BATUAN < 25 25 – 50 50 – 75 75 – 90 90 - 100 Sangat jelek Jelek Sedang Baik Sangat baik

(11)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 11

3.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut : 1. Inti bor (core) yang ditempatkan di dalam core box.

2. Jangka sorong. 3. Meteran.

3.3. Prosedur

1. Ambil core box, amati inti bor yang ada di dalamnya. Jangan sekali-kali memindahkan posisi core dari tempatnya sehingga urutannya berubah. 3. Ambil salah satu potongan inti bor dari masing-masing sample batuan yang

ada, ukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong.

3. Panjang dari masing-masing potongan inti bor pada masing-masing sample batuan diukur, yang panjangnya lebih dari 100 mm dijumlahkan.

3.4. Perhitungan

1. Hasil pengukuran diameter inti bor disesuaikan dengan standar ukuran dalam pemboran inti, yaitu HQ (60 mm), NQ (47,5 mm), BQ (36,5 mm), atau NX (54,7 mm).

2. Menghitung Core Recovery, yaitu panjang total inti bor yang diperoleh per kemajuan pemboran (Run) dibagi panjang kemajuan pemboran, dinyatakan dalam persen.

100% x Run Panjang Run per core Panjang Recovery Core  3. Menghitung RQD 100% x Run Panjang mm 100 core potongan Panjang RQD   

Prosedur yang benar untuk mengukur RQD dapat dilihat pada Gambar 3.1. Yang harus diperhatikan adalah bahwa persentase RQD hanya terdiri dari

(12)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 12 potongan inti bor (core) yang segar dan lebih panjang dari 100 mm yang dijumlahkan, kemudian dibagi dengan panjang kemajuan pemboran. 4. Menghitung kualitas batuan berdasarkan hasil perhitungan RQD.

Gambar 3.1

(13)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 13

LABORATORIUM MEKANIKA BATUAN

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN – FTM UPN “VETERAN” YOGYAKARTA

LAPORAN SEMENTARA

ROCK QUALITY DESIGNATION (RQD)

Asisten : . . . Sesi : . . . Hari, tanggal : . . .

Conto A Conto B Conto C

Nama Batuan

Ukuran Core (diameter, cm) Panjang Run (cm)

Panjang Total Core (cm)

Σ Panjang Potongan Core> 10 cm Core Recovery (%)

RQD (%) Kualitas Batuan

ACC Resmi,

(14)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 14 Perhitungan :

(15)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 15 Gambar Peralatan :

(16)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 16

BAB IV

MENENTUKAN KEKUATAN BEBAN TITIK

4.1 CAKUPAN

(a) Uji Kekuatan Beban Titik dimaksudkan sebagai uji indeks untuk klasifikasi kekuatan material batuan. Hal ini juga dapat digunakan untuk memprediksi parameter kekuatan lain yang berkorelasi, misalnya uniasial dan kuat tekan.

(b)Pengujian mengukur indeks kekuatan beban titik (Iaf50) dari contoh batuan.dan

indeks Kekuatan Anisotropy (Iaf50) yang merupakan rasio kekuatan beban titik di

arah yang memberikan nilai terbesar dan paling akhir.

(c) batu uji Batu dalam bentuk core (diametral dan pengujian aksial). Cut blocks (pengujian blok), atau bentuk yang tidak teratur (uji bentuk tidak teratur) yang rusak oleh penerapan beban terpusat melalui sepasang berbentuk bulat terpotong, pelat konus.

(d) Pengujian ini dapat dilakukan dengan perlengkapan portable atau menggunakan mesin uji laboratorium. dan dapat dilakukan baik di lapangan atau laboratorium.

4.2 PERALATAN

1. Mesin uji (Gambar. 4.1) terdiri dari sistem pembebanan (untuk versi portabel biasanya terdiri dari bingkai pembebanan. Pompa, ram dan pelat), sebuah sistem untuk mengukur P beban yang diperlukan untuk memecahkan batu uji, dan sistem untuk mengukur jarak D antara dua titik kontak pelat (lihat 5 (e) di bawah).

Sistem Pembebanan

2. (a) Sistem pembebanan harus memiliki jarak dari pelat ke pelat yang memungkinkan pengujian contoh batuan di kisaran ukuran yang dibutuhkan. Biasanya kisaran ini adalah 15-100 mm sehingga penyesuaian diperlukan untuk mengakomodasi batu uji baik kecil dan besar.

(17)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 17 (b) Kapasitas pembebanan harus cukup untuk mematahkan batu uji terbesar dan terkuat yang akan diuji.

(c) Mesin uji harus dirancang dan disusun sehingga tidak secara permanen mendistorsi selama penerapan berulang dari beban uji maksimum, dan sehingga plat tetap co-aksial dalam ± 0,2 mm sepanjang pengujian.Tidak ada dudukan bulat atau komponen tidak kaku lainnya diperbolehkan dalam sistem pembebanan. Kekakuan sistem pembebanan sangat penting untuk menghindari masalah dari selip ketika batu uji geometri tidak teratur diuji.

(d) Berbentuk sebuah bola-dipotong, plat kerucut dari geometri standar ditunjukkan pada Gambar 4.2 yang akan digunakan 60o

Gambar 4.1

Mesin Uji Beban Titik Portable

Kerucut dan radius 5 mm ujung pelat bulat harus memenuhi tangensial. Plat konus harus dari bahan keras seperti tungsten carbide atau baja yang dikeraskan sehingga tetap tidak rusak selama pengujian.

Sistem Pengukuran Beban

3. (a) Sistem pengukuran beban, misalnya sel beban atau pengukur tekanan hidrolik atau transduser terhubung ke ram, penentuan keruntuhan beban P diperlukan untuk memecahkan batu uji dan harus sesuai dengan persyaratan (b) melalui (d) di bawah ini.

(18)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 18 (b) Pengukuran P harus dengan akurasi ± 5% P atau lebih baik, terlepas dari ukuran dan kekuatan dari batu uji yang diuji!

(c) Sistem ini harus tahan terhadap kejut hidrolik dan getaran sehingga keakurasian bacaan tidak negatif ketika dipengaruhi oleh pengujian berulang.

(d) Keruntuhan sering terjadi tiba-tiba dan perangkat indikasi beban maksimum sangat penting sehingga keruntuhan beban dipertahankan dan dapat direkam setelah setiap pengujian.

Gambar 4.2

Bentuk Pelat Penekan (Konus)

Sistem Pengukuran Jarak

5.(a) Sistem pengukuran jarak misalnya skala pembacaan langsung atau perpindahan transduser, adalah untuk memungkinkan pengukuran jarak D antara titik kontak conto dan pelat dan harus sesuai dengan persyaratan (b) melalui (d) di bawah.

(b) Pengukuran D harus dengan akurasi ± 2% D atau lebih baik terlepas dari ukuran batu uji yang diuji.

(c) Sistem ini menjadi tahan terhadap kejut hidrolik dan getaran sehingga akurasi pembacaan tidak negatif yang dipengaruhi oleh pengujian berulang.

(19)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 19 (d) Pengukuran Sistem harus memungkinkan cek dari "nol perpindahan" nilai ketika dua pelat berada dalam kontak, dan sebaiknya harus 'menyesuaikan nol.

(e) Instrumen seperti kaliper atau baja diperlukan, untuk mengukur lebar W dari batu uji untuk semua tapi pengujian diametral.

4.3 PROSEDUR

Pemilihan conto dan persiapan

6. (a) batu uji uji didefinisikan sebagai satu set contoh batuan dari kekuatan yang sama yang nilai kekuatan beban titik tunggal yang akan ditentukan.

(b) Batu uji uji dari inti batuan atau fragmen adalah untuk menampungbatu uji yang cukup sesuai dengan ukurandan persyaratan bentuk untuk diametral.aksial, blok, atau pengujian bentuk tidak teratur seperti yang ditentukan di bawah ini.

(c) Untuk pengujian rutin dan klasifikasi.conto harus diuji baik sepenuhnya jenuh atau dengan kandungan air alami mereka.

Kalibrasi

7.Peralatan uji harus dikalibrasi secara berkala menggunakan sel beban disertifikasi secara independen dan mengatur blok perpindahan.Memeriksa pembacaan P dan D atas berbagai beban dan perpindahan berkaitan dengan pengujian.

Uji Diametrikal

8.(a) Perconto inti dengan rasio panjang / diameter lebih besar dari 1,0 cocok untuk pengujian diametrikal.

(b) Ada sebaiknya pengujian minimal 10 kali per batu uji, lebih jika batu uji adalah heterogen atau anisotropik.

(20)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 20 (c) Perconto dimasukkan ke dalam mesin uji dan pelat tertutup untuk melakukan kontak bersama diameter inti, memastikan bahwa jarak L antara titik kontak dan terdekat ujung bebas setidaknya 0,5 kali diameter inti (Gambar. 3a).

(d) Jarak D dicatat ± 24°.

(e) Beban yang terus meningkat sehingga cracks (patahan) terjadi dalam 10-60 detik, dan beban patahan P dicatat. Pengujian ditolak sebagai tidak valid jika permukaan fraktur melewati hanya satu titik pembebanan (Gambar. 4.4).(f) Prosedur (c) melalui (e) di atas diulang untuk perconto tersisa dalam batu uji.

Gambar 4.3

Tipe pengujian point load index. (a) pengujian diametrikal; (b) pengujian aksial; (c) block pengujiant; (d) irregular pengujiant.

(21)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 21 Gambar 4.4

Tipe Patahan untuk pengujian yang valid dan tidak valid.(a) pengujian diametrikal berlaku: (b) pengujian aksial berlaku;(c) pengujian blok berlaku;(d)

uji inti yang tidak valid;(e) pengujian aksial.

Uji Aksial

(a) Perconto Inti dengan rasio panjang / diameter 0,3-1,0 cocok untuk pengujian aksial (Gambar. 4.3b).Potongan panjang inti dapat diuji secara diametrikal untuk menghasilkan panjang cocok untuk pengujian aksial berikutnya (asalkan conto tidak terlemahkan oleh pengujian awal ini);Cara lain, Perconto dapat diperoleh dengan melihat pemotongan atau tekstur belahan.

(b) Ada sebaiknya minimal 10 pengujian per batu uji, dan lebih jika batu uji adalah heterogen atau Anisotropik.

(c) Batu uji dimasukkan dalam mesin uji dengan pelat tertutup untuk melakukan kontak sepanjang garis tegak lurus ke bagian akhir inti.

(d) Jarak antara D titik kontak pelat tercatat ± 2%. Batu uji lebar W tegak lurus terhadap arah pembebanan tercatat ± 5%.

(e) Beban yang terus meningkat sehingga patahan terjadi dalam 10-60 sec, dan beban P saat patahan dicatat.Pengujian harus ditolak sebagai tidak sah jika permukaan fraktur melewati satu titik pembebanan (Gambar. 4e).

(22)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 22 (f) Prosedur (c) melalui (e) di atas diulang untuk pengujian tersisa dalam batu uji.

Uji Blok dan Conto Tidak Beraturan

10. (a) batuan blok atau benjolan berukuran 50 ± 35 mm dan bentuknya ditunjukkan pada Gambar.3 (c) dan (d) yang cocok untuk blok dan pengujian benjolan tidak teratur.Rasio D/W harus antara 0,3 dan 1,0 sebaiknya dekat dengan 1,0.

Gambar 4.5

Arah pembebanan untuk batuan anisotropik

Jarak L (Gambar. 4.3, dan d) harus setidaknya 0,5 W. Conto dengan ukuran dan bentuk ini dapat dipilih jika tersedia atau dapat dibuat dengan pemangkasan potongan yang lebih besar dengan gergaji atau pemotongan pahat.

(b) setidaknya 10 kali pengujian per batu uji, lebih jika batu adalah heterogen atau Anisotropik.

(c) Perconto dimasukkan dalam mesin uji dengan pelat ditutup untuk melakukan kontak dengan dimensi terkecil dari benjolan atau bongkahan. jauh dari tepi dan sudut (Gambar. 4.3c dan d).

(d) Jarak D antara kontak pelat dicatat ±2%. Perconto terkecil dengan lebar W tegak lurus ke arah pembebanan tercatat ± 5%. Jika sisi tidak paralel maka W dihitung sebagai (W1 + W2) / 2 seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 4.3d. Lebar W terkecil ini digunakan terlepas dari conto sebenarnya dari patahan.

(e) beban terus meningkat sehingga patahan terjadi dalam 10-60 detik, dan beban P saat patahan dicatat. Pengujian harus ditolak sebagai tidak sah jika permukaan

(23)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 23 fraktur melewati hanya satu titik pembebanan (lihat contoh untuk bentuk lainnya pada Gambar.4.4 d atau c).

(f) Prosedur (c) melalui (e) di atas diulang untuk pengujian selanjutnya pada conto.

Batuan Anisotropik

11.(a) Ketika batu uji batuan adalah shaly, schistose atau terlihat Anisotropic harus diuji dalam arah yang memberikan nilai-nilai kekuatan terbesar dan nilai paling kuat, yang secara umum paralel dan normal untuk bidang anisotrop.

(b) Jika batu uji terdiri dari pemboran inti melalui bidang lemah, pengujian diametrical diselesaikan terlebih dahulu, spasi pada interval yang akan menghasilkan bidang yang kemudian dapat diuji secara aksial.

(c) Hasil terbaik diperoleh ketika sumbu inti tegak lurus terhadap bidang lemah, sehingga bila memungkinkan inti harus dibor ke arah ini. Sudut antara sumbu inti dan normal untuk bidang lemah sebaiknya tidak melebihi 30o.

(d) Untuk pengukuran I, nilai dari arah kekuatan akhir, perawatan harus dilakukan untuk memastikan beban yang diterapkan bersama sebuah bidang lemah tunggal. Demikian pula ketika pengujian untuk I, nilai ke arah kekuatan terbesar, beban diterapkan tegak lurus ke bidang kelemahan (Gambar 4.5).

(e) Jika batu uji terdiri dari blok atau benjolan tidak teratur, harus diuji sebagai dua sub-batu uji, dengan beban yang diterapkan pertama tegak lurus, kemudian bersama bidang diamati kelemahannya. Sekali lagi, nilai kekuatan minimum yang diperlukan diperoleh ketika pelat melakukan kontak dengan satu bidang lemah.

4.4 PERHITUNGAN

Kekuatan beban titik tidak tepat.

12. Nilai I pada kekuatan beban titik tidak tepat dihitung dengan rumus P/De2 dimana De adalah rata-rata diameter inti yang berdasarkan :

(24)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 24 Dan

A=WD = Area perpotongan minimum dari suatu bidang melalui titik kontak pelat.

Koreksi Ukuran

13. (a) I, bervariasi sebagai fungsi dari D dalam pengujian diametral, dan sebagai fungsi D, di aksial, uji blok dan bentuk tidak teratur, sehingga koreksi ukuran harus diterapkan untuk mendapatkan nilai Kekuatan beban titik unik untuk batu uji batuan, dan salah satu yang dapat digunakan untuk tujuan klasifikasi kekuatan batuan.

(b) Ukuran dikoreksi Indeks Kekuatan beban titik Is(50) dari conto batuan atau batu uji didefinisikan sebagai nilai I, yang telah diukur dengan pengujian diametral dengan D 50 mm.

(c) Metode yang paling dapat diandalkan untuk mendapatkan Is(50), ketika klasifikasi batuan yang tepat adalah penting, adalah untuk melakukan pengujian diametral pada atau dekat dengan D 50 mm. Maka koreksi ukuran tidak perlu (D 50 mm) atau kesalahan minimal.misalnya, untuk pengujian diarnetral pada NX inti, D 54mm. Prosedur ini tidak wajib.Kebanyakan pengujian kekuatan beban titik sebenarnya dilakukan dengan menggunakan ukuran atau bentuk dari batu uji lainnya.Dalam kasus tersebut, hubungan ukuran (d) atau (e) di bawah harus diterapkan.

(d) Metode yang paling diandalkan untuk mengkoreksi ukuran adalah untuk menguji batu uji selama rentang D atau D, nilai-nilai dan plot grafis hubungan antara P dan De2.Jika log-log plot yang digunakan sebagai relasi umumnya garis lurus (Gambar. 4.6).Poin yang menyimpang secara substansial dari garis lurus dapat diabaikan (meskipun mereka tidak harus dihapus).Nilai P50, sesuai dengan De2= 2500mm2 (De= 50 mm) kemudian dapat diperoleh dengan interpolasi,

diperlukan oleh ekstrapolasi, dan koreksi ukuran perhitungan indeks kekuatan beban titik dihitung sebagai P50/ 502

(25)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 25 Gambar 4.6

Grafik hubungan antara beban yang diberikan terhadap diameter ekivalen.

(e) Bila tidak memerlukan (c) atau (d), misalnya saat pengujian inti berukuran tunggal pada diameter selain 50 mm atau jika hanya beberapa potongan-potongan kecil yang tersedia, koreksi ukuran dapat dicapai dengan menggunakan rumus:

Is(50)=F x Is

F faktor koreksi ukuran dapat diperoleh dari grafik pada Gambar 7. atau dari rumus:

F = (De/50)0,45

Untuk pengujian standar ukuran 50 mm. Sangat sedikit kesalahan diperkenalkan dengan menggunakan rumus perkiraan:

F= (De/50)0,5

Prosedur koreksi ukuran yang ditentukan dalam hal ini telah ditemukan menjadi yang berlaku terlepas dari tingkat anisotropi Is. dan arah pembebanan dengan sehubungan dengan bidang lemah, hasil yang sangat meningkatkan kegunaan dari pengujian ini.

(26)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 26

Perhitungan nilai rata-rata

14. (a) Nilai rat-rata dari Is(50) sebagaimana didefinisikan dalam (b) di bawah ini dapat digunakan ketika mengklasifikasikan batu uji berkaitan dengan kekuatan beban titik dan kekuatan beban titik anisotrop.

(b) Nilai rata-rata Is(50) harus dihitung dengan menghapus dua nilai tertinggi dan terendah dari 10 atau lebih pengujian valid, dan menghitung rata-rata nilai yang tersisa.Jika batu uji secara signifikan lebih sedikit diuji, hanya nilai-nilai tertinggi dan terendah yang akan dihapus dan rata-rata dihitung dari yang tersisa.

Titik kekuatan beban Indeks anisotropi

15. Indeks Kekuatan Anistropy Is(50) didefinisikan sebagai rasio dari rata-rata Is(50) nilai-nilai diukur tegak lurus dan sejajar dengan bidang kelemahan, yaitu rasio terbesaruntuk setidaknya indeks kekuatan beban titik Is(50) mengasumsikan nilai terdekat ke 1,0 untuk batuan quasi-isotropic dan nilai-nilai yang lebih tinggi ketika batuan adalah anisotropic

4.5 PELAPORAN HASIL

16. Hasil untuk uji diametrikal, uji aksial, uji blok,dan uji batuan tidak teratur, dan untuk pengujian tegak lurus dan sejajar dengan bidang lemah harus ditabulasi secara terpisah.

Laporan harus berisi data kalibrasi untuk menguji mesin dan setidaknya informasi berikut untuk setiap batu uji diuji

(a) jumlah batu uji, lokasi sumber dan tipe batuan dan sifat alami dan orientasi in-situ setiap bidang dari anistropy atau kelemahan.

(b) Informasi kandungan kadar air dari batuan pada saat pengujian.

(c) tabulasi nilai-nilai P, D, (W, De^2, dan De jika diperlukan), Is, (F jikadiperlukan) dan Is(50) untuk setiap batu uji dalam batu uji.

(27)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 27

4.6 CATATAN

1. Ketika pertama kali diperkenalkan, uji kekuatan beban titik digunakan terutama untuk memprediksi kuat tekan uniaksial yang kemudian pengujian di kembangkan untuk tujuan umum klasifikasi kekuatan batuan. Kekuatan beban titik sekarang sering menggantikan kuat tekan uniaksial dalam peran ini, ketika diperlakukan dengan benar lebih bisa diandalkan dan lebih cepat melakukan pengukuran.

Is 50 baik digunakan secara langsung untuk klasifikasi batuan, karena korelasi dengan kuat tekan uniaksial sangat dekat.Rata-rata, kuat tekan uniaksial adalah 20 - 25 kali menunjukkan kekuatan beban.

Gambar 4.7

contoh hasil korelasi antara beban titik dan kuat tekan uniaksial

Namun, dalam pengujian pada berbagai jenis batuan yang berbeda, rasio dapat bervariasi antara 15 dan 50 terutama untuk batuan anisotropic, sehingga kesalahan dapat terhindari hingga 100% yang mungkin dalam menggunakan nilai rasio yang berubah ubah untuk memprediksi kuat tekan dari kekuatan beban titik.

Uji kekuatan beban titik sebagai bentuk uji "tarik tak langsung", tapi ini sangat tidak relevan dengan peran utama dalam klasifikasi batuan dan karakterisasi kekuatan Is 50 adalah sekitar 0,8 kali tarik uniaksial atau kekuatan tarik Brazil.

(28)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 28 2. Dari empat bentuk-bentuk alternatif dari pengujian ini, pengujian diametral dan uji aksial dengan meratakan pemukaan batu uji paling akurat jika dilakukan dekat standar ukuran 50 mm, dan lebih sesuai untuk klasifikasi kekuatan saat inti tersedia.

Batu uji uji aksial dengan permukaan yang rata dapat dengan mudah diperoleh dari batu uji blok besar oleh coring di laboratorium. Batu uji dalam bentuk ini sangat cocok bila batuan bersifat anisotropic dan arah bidang kelemahan diperhatikan.

3. Beban hingga 50 kN biasanya diperlukan untuk contoh batuan yang lebih keras. Ukuran batu uji maksimum yang dapat diuji mesin ditentukan oleh kapasitas beban mesin, dan terkecil oleh beban dan jarak sensitivitas pengukuran mesin. Pengujian pada batu uji yang lebih kecil dari D: 25 mm memerlukan tindakan perhatian untuk memastikan bahwa sensitivitas pengukuran cukup.

4. Kisaran beban uji yang diperlukan harus diperkirakan sebelum pengujian, dari perkiraan nilai kekuatan diasumsikan, untuk memastikan bahwa kapasitas beban dan sensitivitas peralatan yang memadai mungkin perlu untuk mengubah ukuran beban atau beban sel, atau untuk mengujibatu uji kecil atau lebih besar untuk menyesuaikan dengan kapasitas ini atau peralatan tersedia atau dengan spesifikasi akurasi untuk pengujian ini.

5. Jika pancabutan cepat penekan digunakan untuk mengurangi penundaan antara pengujian, baik gaya pegas penekan kembali dan penekan gesekan harus kurang dari sekitar 5% dari beban terkecil yang akan diukur selama pengujian, atau sel beban bebas daripada minyak pengukur tekanan yang sebaiknya digunakan untuk penentuan beban. Kekuatan ini dapat menjadi signifikan ketika pengujian batu uji lemah dan lebih kecil.

6. Jika penetrasi pelat signifikan, dimensi D yang akan digunakan dalam menghitung kekuatan beban titik seharusnya nilai D diukur pada saat megalami keruntuhan, yang akan lebih kecil dari nilai awal yang disarankan dalam bagian 8 (d), 9 (d) dan 10 (d). Kesalahan dalam asumsi D nilai awalnya diabaikan ketika

(29)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 29 batu uji besar atau kuat. Nilai keruntuhan dapat selalu digunakan sebagai alternatif untuk nilai awal dan lebih dipilih jika peralatan memungkinkan untuk diukur (misalnya dengan penunjuk beban maksimum elektrik dan pengukuran perpindahannya).

Ketika pengujian batu uji lebih kecil dari 25 mm, seperti partikel agregat batu, peralatan dengan pembacaan elektrik biasanya diperlukan untuk mendapatkan akurasi pengukuran yang dibutuhkan, dan harus dirancang untuk mencatat D pada keruntuhan. Pengukuran W atau D dibuat tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan plat, tidak terpengaruh dan tetap dipertahankan pada nilai-nilai asli mereka. Nilai De untuk perhitungan kekuatan kemudian dapat ditentukan dengan

𝐷𝑒2 = 𝐷𝑥𝐷′ untuk core.

De2 = 4

𝜋(𝑊 𝑥 𝐷′) untuk bentuk lain.

7. Karena pengujian ini ditujukan terutama untuk bentuk sederhana dan praktis untuk klasifikasi material batuan dilapangan, persyaratan yang berkaitan dengan ukuran batu uji, bentuk, Nomor pengujian dll, diperlukan untuk mengatasi keterbatasan praktis. Bermacam modifikasi untuk Prosedur namun harus jelas dinyatakan dalam laporan.

Hal ini sering dianggap lebih baik untuk mendapatkan nilai-nilai kekuatan dari keterbatasan yang bisa di harapkan daripada tidak sama sekali. Misalnya, batu sering mudah rusak atau slabby untuk memberikan batu uji dengan bentuk ideal, atau mungkin tersedia dalam keterbatasan jumlah seperti saat pengujian ini digunakan untuk mencatat kekuatan inti bor. Dalam aplikasi logging core, konsep "batu uji" memiliki sedikit makna dan pengujian sering dilakukan pada interval kedalaman bebas, katakan satu pengujian setiap 1 m atau 3 m tergantung pada variabilitas terlihat atau keseragaman kekuatan di inti dan total panjang Inti menjadi Kekuatan yang bisa dicatatkan.

(30)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 30 8. Kekuatan beban titik bervariasi dengan kadar air batu uji. Variasi khususnya tampak bagi saturasi air di bawah 25%. Batu uji yang dioven kering misalnya, biasanya sangat jauh lebih kuat daripada yang lembab. Saturasi air di atas 50% kekuatan kurang dipengaruhi oleh perubahan kecil dalam kandungan air, sehingga pengujian dalam rentang kadar air yang dianjurkan, kecuali pengujian di atas batu kering secara khusus diperlukan.

Semua batu uji harus diuji pada kadar air yang sama dan dapat didefinisikan, dan sesuai dengan proyek yang data uji perlukan. Uji lapangan batu uji pahat-potong, tidak terpengaruh oleh cairan pengeboran, menawarkan metode untuk pengujian di dalam kadar air insitu. Jika memungkinkan, nilai-nilai numerik harus diberikan untuk kedua kadar air dan derajat kejenuhan pada saat pengujian. The ISRM menyarankan metode Penentuan Air Konten yang harus digunakan. Apakah pengukuran kadar air dapat diterapkan, kondisi penyimpanan batu uji dan penundaan antar batu uji dan pengujian harus dilaporkan.

9. Beberapa peneliti berpendapat, baiknya untuk mengukur W sebagai dimensi minimum dari keruntuhan permukaan setelah pengujian bukan dari batu uji sebelum keruntuhan (standar Jerman untuk pengujian sebagai contoh). beban titik kekuatan dihitung dengan menggunakan dua alternatif W dengan definisi mungkin sedikit berbeda. alternatif dimensi minimum contoh telah diadopsi dalam metode yang disarankan terutama karena lebih cepat dan lebih mudah untuk mengukur, khususnya di lapangan saat fragmen contoh patah mudah hilang.

10. Umumnya dimensi terpendek mengalami benjolan anisotropi, batuan tegak lurus terhadap bidang lemah.

11. Faktor koreksi ukuran grafik (Gambar. 4.7) berasal dari data core yang diuji diametrikal dan aksial dan dari pengujian pada blok dan bentuk tidak teratur, untuk batuan berbagai kekuatan, dan memberikan nilai faktor rata-rata. Beberapa batuan tidak sesuai dengan perilaku ini, dan koreksi ukuran seharusnya dianggap sebagai metode perkiraan, meskipun cukup untuk aplikasi klasifikasi batuan paling praktis.

(31)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 31 Ketika sejumlah banyak pengujian yang akan dijalankan pada jenis yang sama dari batuan mungkin menguntungkan untuk perlakuan pertama serangkaian pengujian pada ukuran yang berbeda untuk mendapatkan grafik beban vs DE2. Jika kemiringan seperti log-log grafik ditentukan sebagai "n", faktor koreksi ukuran kemudian (De / 50) m di mana m = 2 (1-n). Ini bisa dihitung secara langsung atau dari grafik.

(32)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 32

LABORATORIUM MEKANIKA BATUAN

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN – FTM UPN “VETERAN” YOGYAKARTA

LAPORAN SEMENTARA

PENGUJIAN BEBAN TITIK

Asisten : . . . Sesi : . . . Hari, tanggal : . . . Nomor Conto Nama Batuan Diameter, D (cm)

Beban, P Point Load Index, Is (kg/cm2) Kuat Tekan Uniaksial, σc (kg/cm2) (lb) (kg) A B C ACC Resmi, ttd

(33)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 33 Perhitungan :

(34)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 34 Gambar Peralatan :

(35)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 35

BAB V

METODE PENENTUAN KEKUATAN TEKAN UNIAKSIAL

MATERIAL BATUAN

5.1 CAKUPAN

Metode pengujian ini dimaksudkan untuk mengukur kuat tekan uniaksial dari batu uji batuan dalam bentuk batu uji geometri biasa.Tes ini terutama dilakukan untuk klasifikasi kekuatan dan karakterisasi batuan utuh.

5.2 PERALATAN

(a) Sebuah mesin yang cocok harus digunakan untuk mengukur beban aksial untukbatu ujibatuan. Peralatan ini harus memiliki kapasitas yang cukup dan mampu memberikan beban pada tingkat yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Bagian 3. Ini akan diverifikasi pada interval waktu yang sesuai dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku secara nasional seperti yang ditentukan dalam ASTM Metode E4: Verifikasi Pengujian mesin atau British Standard 1610, Grade A atau Deutsche Normen DIN 51 220, DIN 51 223, Klasse 1 dan DIN 51 300.

(b) Tatakan bulat, jika adadari mesin uji. Jika tidak sesuai dengan spesifikasi sub bab 5.2 (d) dibawah, harus dipindahkan atau diganti ditempatkan dalam posisi terkunci. Dua bagian pemuatan dari mesin sejajar satu sama lain.

(c) Plat baja dalam bentuk cakram dan mempunyai kekerasan Rockwell tidak kurang dari HRC58 harus ditempatkan di ujung perconto. Diameter plat harus antara D dan D + 2 mm di mana D adalah diameter batu uji. Ketebalan platsetidaknya harus 15mm atau D/3. Permukaan cakram harus diletakan di tanah dan kerataannya harus lebih baik dari 0,005 mm.

(d) Salah satu dari dua plat harus dilengkapi tatakan bulat harus ditempatkan pada ujung atas batu uji. Harus dilakukan secara perlahan dilumasi dengan minyak mineral sehingga melekat setelah bebanmaksimum dari penampang-atas terangkat, plat dan tatakan bulat harus akurat berpusat terhadap satu sama lain dan

(36)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 36 ke mesin pemuatan. Pusat Lengkung dari permukaan kursi harus bertepatan dengan pusat ujung atas batu uji.

5.3 PROSEDUR

(a) Batu uji harus berbentuk silinder melingkar memiliki ketinggian rasio diameter 2,5-3,0 dan diameter sebaiknya tidak kurang dari ukuran inti NX, sekitar 54 mm. Diameter batu uji harus berkaitan dengan ukuran butir terbesar pada batu dengan rasio setidaknya 10: l.

(b) Penampang batu uji harus datar untuk 0,02 mm dan tetap tegak lurus terhadap sumbu batu uji lebih dari 0.001 radian (sekitar 3,5 menit) atau 0,05 mm pada 50 mm.

(c) Sisi dari batu uji harus halus dan bebas dari ketidak teraturan secara tiba-tiba dan lurus ke dalam dengan panjang 0.3mm panjang total dari batu uji.

(d) Penggunaan bahan penutup atau perawatan permukaan akhir selain mesin tidak diizinkan.

(e) Diameter benda uji akan diukur dengan ketelitian 0,1 mm dengan rata-rata dua diameter diukur pada sudut kanan satu sama lain pada sekitar atas, pertengahan dan tinggi lebih rendah dari batu uji. Rata-rata diameter harus digunakan untuk menghitung luas penampang. Ketinggian batu uji harus ditentukan dengan ketelitian 1,0 mm.

(f) Batu uji harus disimpan, tidak lebih dari 30 hari, dengan berbagai cara untuk mempertahankan kadar air alami, sejauh mungkin, dan diuji dalam kondisi itu. • Kondisi kelembaban ini harus dilaporkan sesuai dengan "Disarankan Metode untuk penentuan kadar air dari batu uji batuan ", Metode l. Komite ISRM pada Tes Laboratorium, Document No 2, Revisi Pertama, Desember 1977.

(g) Beban pada batu uji harus diterapkan secara terus menerus pada tingkat tekanan yang konstanbahwa kegagalan akan terjadi dalam 5-10 menit selama pembebanan, alternatif tingkat penekanan harus dalam batas0,5-1,0.Mpa/s

* Hal ini diakui bahwa dalam beberapa kasus untuk beberapa materi mungkin diinginkan untuk menguji batu uji dalam kondisi kelembaban lain, untuk contoh,

(37)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 37 jenuh atau oven kering pada 1050C. Kondisi tersebut akan dicatat dalam laporan pengujian.

5.4 PERHITUNGAN

(a) kekuatan tekan uniaksial dari batu uji dihitung dengan membagi beban maksimum yang dialami oleh batu uji selama pengujian, dengan luas penampang asli.

5.5 PELAPORAN HASIL

(a) Deskripsi litologi batuan

(b) Sumber batu uji, termasuk: lokasi geografis, kedalaman dan orientasi, tanggal dan metode sampling dan penyimpanan sejarah dan lingkungan.

(c) Jumlah batu uji yang diuji.

(d) Batu uji diameter dan tinggi.

(e) Kadar air dan derajat kejenuhan atau pada saat tes.

(f) Durasi uji dan tingkat tekanan.

(g) Tanggal pengujian dan jenis mesin uji.

(h) Mode atau kegagalan, misalnya geser, pembelahan aksial, dll

(i) Setiap Pengamatan lain atau data fisik yang tersedia seperti berat jenis, porositas dan permeabilitas mengutip metode penentuan untuk setiap batu uji.

(j) Kuat tekan uniaksial untuk setiap batu uji, menyatakan tiga angka dibelakang koma, bersamaan dengan hasil rata-rata untuk batu uji. Pascal (Pa) atau kelipatan yang harus digunakan sebagai unit tekanan dan kekuatan.

(k) Jika diperlukan dalam beberapa kasus untuk menguji batu uji yang tidak sesuai dengan spesifikasi tersebut di atas fakta-fakta ini harus dicatat dalam laporan pengujian.

(38)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 38

BAGIAN 2. METODE YANG DISARANKAN UNTUK

MENENTUKAN SIFAT DEFORMASI MATERIAL BATUAN

DALAM KOMPRESI UNIAKSIAL

5.6 CAKUPAN

Metode pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan kurva tekanan-tegangan dan modulus Young dan Poisson’s rasio pada uji tekan uniaksial dari batu uji batu atau geometri biasa. Pengujian ini terutama ditujukan untuk klasifikasi dan karakterisasi batuan utuh.

5.7 PERALATAN

(a) sampai (d) - lihat bagian l.

(e) Pengukur listrik resistensi regangan, perbedaan perubahan variabel linear, alat pengukur kuat tekan, perangkat optik atau perangkat pengukur lain yang sesuai. Desain mereka harus sedemikian sehingga rata-rata atau dua melingkar dan dua pengukuran regangan aksial, spasi yang sama dapat ditentukan untuk setiap kenaikan beban. Perangkat harus kuat dan stabil.dengan sensitivitas strain urutan 5 x 10-6.

Kedua aksial dan strain melingkar Akan ditentukan dalam akurasi 2% dari membaca dan presisi dari 0,2 persen dari skala penuh.

Jika pengukur regangan hambatan listrik yang digunakan panjang alat pengukur di mana aksial dan strain melingkar ditentukan harus setidaknya sepuluh diameter butiran. Dalam besaran dan alat pengukur seharusnya tidak mengganggu dalam D / 2 batu uji berakhir, di mana D adalah diameter batu uji.

Jika mikrometer dari LVDT yang digunakan untuk mengukur deformasi aksial akibat pembebanan, perangkat ini harus lulus untuk membaca di 0,002 mm unit dan akurat dalam 0,002 mm dalam rentang 0,02 mm dan dalam 0,005 mm dalam kisaran 025 mm. Mikrometer atau LVDT tidak boleh mengganggu dalam D / 2 Dari batu uji berakhir.

(f) Suatu peralatan untukmerekam beban dan deformasi; sebaiknya perekam XY mampuplotting secara langsung dari kurva beban-deformasi.

(39)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 39

5.8 PROSEDUR

(a) sampai (e) lihat bagian l.

(f) Kelembaban dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap deformabilitas benda uji. Bila mungkin, dalam kondisi kelembaban in situ harus dipertahankan sampai waktu ujian. Ketika karakteristik dari Batu Uji dalam berbagai kondisi dari kejenuhan kering diperlukan, catatan yang tepat harus dibuat dari kondisi kelembaban sehingga korelasi antara deformabilitas dan kadar air dapat dibuat. Kelembaban berlebih dapat membuat masalah adhesi alat pengukur regangan yang mungkin membuat perubahan kadar air batu uji. Kondisi kelembaban harus dilaporkan.

(g) Beban yang diberikan secara terus menerus haruspada tingkat tekanan yang konstan bahwa kegagalan akan terjadi dalam 5-10 menit atau tingkat tekanan harus dalam batas 0,5-1,0 MPa/s.

(h) Perubahan atau deformasi harus dicatat pada interval beban merata spasi pada saat tes,jika tidak direkam terus. Setidaknya sepuluh bacaan harus diambil selama rentang beban untuk menentukan kurva tegangan-regangan aksial dan diametral.

(i) Jumlah batu uji yang di ujikan sebaiknya tidak hanya 1 agar data lebih representative.

5.9 PERHITUNGAN

a) Regangan aksial dan lateral, dapat direkam secara langsung dari peralatan yang menunjukkan ketegangan atau dapat dihitung dari pembacaan deformasi tergantung pada jenis instrumentasi seperti dibahas dalam sub bab 5.7 (e).

(b) Regangan Axial dihitung dari persamaan : ԑa = ∆l/l0

(c) Regangan lateral dihitung dari persamaan : ԑl = ∆d/do

(40)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 40

Regangan Volumetrik :

εv= εa+ 2εl

(d) Tegangan tekan di benda uji, (δ) dihitung dengan membagi beban (P) tekan pada batu uji dengan luas penampang awal, (Ao).

δ= P/Ao

Gambar 5.1

Grafik presentasi tegangan regangan

*di mana dalam prosedur tes ini, tegangan dan regangan dianggap positif.

(e) Gambar. 5.1 menggambarkan alur tegangan aksial vs lateral dan volumetrik. Kurva ini menunjukkan perilaku khas bahan batu dari tegangan nol hingga batas kekuatannya atau disebut nilai kuat tekan, δu. Kurva lengkap memberikan

gambaran terbaik dari perilaku deformasi batuan memiliki perilaku tegangan-regangan non-linier pada tingkat tegangan rendah dan tinggi(t) modulus Young(E) (didefinisikan sebagai rasio dari perubahan tegangan untuk regangan yang dihasilkan oleh perubahan tegangan) dari batu uji dapat dihitung menggunakan salah satu dari beberapa metode yang digunakan dalam praktek rekayasa yang dapat diterima. Metode yang paling umum, yang tercantum dalam Gambar. 5.2, adalah sebagai berikut

(41)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 41 (a) Tangensial (b) Average

(c)Secant

Gambar 5.2

Metode perhitungan modulus Young berdasarkan kurva tegangan regangan

(g) Poisson ratio dapat di cari dari menarik garis tegangan dari nilai tertinggi grafik volumetric ke garis lateral dan aksial,kemudian tarik garis singgung hingga didapat nilai regangan aksial (ԑa) dan regangan lateral (ԑl )

Maka poisson ratio dapat dihitung dengan persamaan :

(42)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 42

5.10 HASIL PELAPORAN

Laporan tersebutharus mencakup sebagai berikut: (a) sampai (j) –Lihat Bagian 5.5

(k) Mencantumkan nilai beban , tegangan dan regangan, nilai kuat tekan dan keterangan lainnya sebagai hasil tabulasi atau sebagaimana dicatat pada grafik.

(1) Modulus Young dan Poisson Rasio untuk setiap batu uji.

(43)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 43

LABORATORIUM MEKANIKA BATUAN

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN – FTM UPN “VETERAN” YOGYAKARTA

LAPORAN SEMENTARA

PENGUJIAN KUAT TEKAN UNIAKSIAL

Asisten : . . . Ukuran Conto

Sesi : . . . Tinggi (lo) : . . . cm Hari, tanggal : . . . Diameter (do) : . . . cm Jenis Conto Uji : . . . lo/do : . . .

Luas (Ao) : . . . cm2

Beban kN

Tegangan MPa

Pembacaan Dial Gauge (x0.001 cm)

Regangan (x0.001 cm)

Aksial Lateral Aksial Lateral Volume

Δl Δd1 Δd2 Δd εa εl εv

ACC Resmi,

(44)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 44 Perhitungan :

(45)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 45 Gambar peralatan.

(46)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 46

BAB VI

METODE KEKUATAN TARIK TIDAK LANGSUNG DENGAN

UJI BRAZILIAN

6.1 CAKUPAN

Tes ini dilakukan untuk mengukur kekuatan tarik uniaksial dari contoh batuan yang diuji secara tidak langsung dengan uji Brazilian. Pembenaran untuk tes ini didasarkan pada kenyataan eksperimental bahwa kebanyakan batuan dalam bidang tegangan biaksial, gagal dalam tegangan tarik uniaksial mereka,ketika salah satu tegangan utama adalah tarikan dan tegangan utama terbatas lainnya adalah tekanan,dengan besar tidak melebihi tiga kali lipat dari tegangan tarik utama.

6.2 PERALATAN

(a) Dua plat atas baja yang dirancang sebagai bidang kontak batu uji batuan berbentuk cakram di permukaan diametrikal-berlawanan melalui kontak busur sekitar 10o pada failure. Peralatan yang disarankan diilustrasikan pada Gambar. 1.

Dimensi kritis peralatan adalah jari-jari kelengkungan dari plat atas, jarak dan panjangdua plat atas dan lebar dari plat atas. Ketentuan sebagai berikut: Radius plat atas - 1,5 x jari-jari contoh; jarak pin panduan - rotasi dari satu plat atas relatif terhadap yang lain dengan 4 x 10-3 rad dari permukaan datar peralatan (penetrasi daripin panduan 25 mm dengan jarak 0,1 mm); lebar plat atas - 1,1 x ketebalan contoh. Dimensi yang tersisa dapat diskalakan sesuai gambar 1. Plat atas atas memuat sebuah dudukan berbentuk bola yang terbuat dari bantalan setengah bola berdiameter 25 mm.

(b) ketebalan ganda (0,2-0,4 mm) selotip dengan lebar sama atau sedikit lebih besar dari ketebalan contoh.

(c) Sebuah mesin yang cocok untuk memberi dan mengukur penekanan untuk contoh. Alat itu harus memiliki kapasitas yang cukup dan mampu memberi beban

(47)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 47 pada tingkat yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam bagian 3.Alat ini juga harus diverifikasi pada interval waktu yang sesuai dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku nasional seperti yang ditentukan dalam ASTM Metode E4, Verifikasi dari Pengujian Mesin atau Standar Inggris 1610, Peringkat A atau Standar Jerman DIN 51 220 dan DIN 51 223, Kelas 1.

(d) Sebuah dudukan bulat, jika ada dari mesin penguji,harus ditempatkan dalam posisi terkunci, dua permukaanloading dari mesin tersebut harus sejajar satu dengan yang lain.

(e) Lebih disarankan tetapi tidak wajib dimiliki, bahwa mesin uji dilengkapi dengan perekam grafik untuk merekam beban terhadap perpindahan untuk membantu dalam pengukuran beban keruntuhan.

6.3. PROSEDUR

(a) Benda uji harus dipotong dan dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Permukaan silinder harus bebas dari bekas alat aplas dan setiap penyimpangan ketebalan contoh tidak boleh melebihi 0.025 mm. Dan permukaan harus datar untuk mencapai 0,25 mm dan persegi dan sejajar sampai 0.25o.

(b) Orientasi contoh harus diketahui dan kadar air dikontrol atau diukur dan dilaporkan sesuai dengan "Metode yang disarankan untuk penentuan kadar air dari batu uji batuan", Metode 1. Komite ISRM pada Tes Laboratorium, Dokumen Nomor 2, November 1972.

(c) Diameter contoh tidak boleh kurang dari ukuran inti NX, sekitar 54 mm, dan ketebalan harus kira-kira sama dengan jari-jari contoh.

(d) Pengujian contoh harus dibungkus disekitar pinggiran nya dengan satu lapisan selotip dan dipasang tepat di alat uji sehingga bantalan pemberi beban memuat contoh dan peralatan secara bertepatan.

(48)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 48 (e) Beban pada contoh harus diberikan terus menerus pada tingkat konstan sehingga keruntuhan dalam batuan terlemah terjadi dalam 15-30 detik. Dianjurkan tingkat pembebanan 200 Newton/detik.

(f) Mesin uji dilengkapi dengan perekam kekuatan / perpindahan, perekaman harus diambil selama pengujian, sehingga beban untuk fraktur primer dapat ditentukan dengan tepat (dalam beberapa kasus beban terus meningkat setelah keruntuhan primer terjadi sebagai pecahnya contoh yang masih menahan beban). Jika perekam beban / perpindahan tidak tersedia pada mesin uji, maka pencatatan harus dilakukan oleh operator untuk mendeteksi beban pada keruntuhan primer. Pada keruntuhan primer akan ada jeda singkat dalam gerakan jarum indikator. Namun, perbedaan antara beban pada keruntuhan primer dan daya dukung yang menahan beban hanya sekitar 5%.

(g) Jumlah contoh per batu uji yang diuji harus ditentukan dari pertimbangan praktis, tapi biasanya jumlah yang dianjurkan adalah 10.

6.4. PERHITUNGAN

Kekuatan tarik dari contoh σt, harus dihitung dengan rumus berikut:

σt= 0,636 P / D.t (MPa)

dimana P adalah beban pada keruntuhan (N), D adalah diameter benda uji (mm), t adalah ketebalan benda uji diukur pada pusat (mm).

6.5. PELAPORAN HASIL

(a) Deskripsi litologi batuan.

(b) Sumber batu uji, termasuk: lokasi geografis, kedalaman dan orientasi, tanggal dan metode sampling dan penyimpanan sejarahdan lingkungan.

(c) Jumlah contoh yang diuji.

(d) Diameter dan tinggi batu uji.

(49)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 49 (f) Tingkat tekanan selama pengujian.

(g) Tanggal pengujian dan jenis mesin uji.

(h) Mode keruntuhan.

(i) Setiap pengamatan lain atau data fisik yang tersedia seperti berat jenis, porositas dan permeabilitas, mengutip setiap penentuan metode.

(j) Kekuatan tarik untuk setiap contoh dalam batu uji, menyatakan tiga angka dibelakang koma, bersamaan dengan hasil rata-rata untuk batu uji.

(50)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 50

LABORATORIUM MEKANIKA BATUAN

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN – FTM UPN “VETERAN” YOGYAKARTA

LAPORAN SEMENTARA

PENGUJIAN KUAT TARIK

Asisten : . . . Sesi : . . . Hari, tanggal : . . .

No. Conto Diameter

(cm) Tinggi (cm) Beban (kg) Kuat Tarik (MPa) ACC Resmi, ttd

(51)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 51 Perhitungan :

(52)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 52 Gambar Peralatan :

(53)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 53

BAB VII

METODE PENENTUAN KUAT GESER LANGSUNG

DI LABORATORIUM

7.1. CAKUPAN

(a) Pengujian ini mengukur kekuatan geser langsung puncak dan residual sebagai fungsi dari tegangan normal terhadap bidang gesernya. Hasil dari pengujian ini digunakan dalam analisis kesetimbangan bataspada masalah kestabilan lereng atau untuk analisis stabilitas pondasi bendungan.

(b) Benda uji dibuat semirip mungkin dengan massa batuan, baik arah pemasangan di mesin uji biasanya disesuaikan sehingga bidang geser bertepatan dengan bidang lemah pada batuan, misalnya pada kekar, bidang kontak batuan,

schistosity atau cleavage, atau antarmuka antara tanah dan batuan atau beton dan

batuan.

(c) Penentuan kekuatan geser langsung sebaiknya dilakukan minimal lima pengujian pada beban geser yang sama, dengan masing-masing sample diuji pada tegangan normal yang berbeda yang berubah secara konstan.

(d) Dalam penerapan hasil pengujian, kondisi tekanan air pori dan pergerakan batuan harus dipertimbangkan pada desain yang dibuat karena mungkin berbeda dengan kondisi pengujian.

7.2 PERALATAN DAN PERLENGKAPAN

Peralatan untuk mengambil sample batuan, diantaranya:

(a) Peralatan untuk memotong sample; misalnya alat bor inti berdiameter besar, bor perkusif, gergaji batu atau palu dan pahat, serta peralatan untuk mengukur dip, arah dip, kekasaran dan karakteristik lain dari batuan.

(54)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 54 (b) Alat untuk memegang sample menjadi satu, misalnya pengikat kawat atau perekat logam.

(c) Alat pelindung sample terhadap kerusakan mekanis dan perubahan kadar air, baik selama pemotongan atau saat transit ke laboratorium, misalnya kemasan pelindung dan lilin atau bahan waterproof yang lain.

Peralatan untuk memasang sample,diantaranya:

(a) Cetakan sample, terdiri dari alat yang dapat dibongkar untuk melepaskan sample uji dari cetakan.

(b) Semen, plester, resin atau bahan perekat lain yang kuatdiaduk dengan peralatan mixing yang tepat.

Gambar 6.1

Susunan pada pengujian kuat geser langsung laboratorium

Peralatan Pengujian (shear box, Gambar 6.1) terdiri dari:

(a) Beban normal, biasanya menggunakan sistem mekanik hidrolik, pneumatic atau beban yang dirancang untuk memberikan beban yang terdistribusi seragam pada bidang yang akan diuji. Gaya resultan harus bertindak normal terhadap bidang geser, melewati pusat area. Sistem harus memiliki pergerakan yang lebih besar dari jumlah dilatasi atau konsolidasi yang diharapkan, dan harus mampu mempertahankan beban normal dalam waktu 2% dari nilai yang ditentukan selama pengujian.

(55)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 55 (b) Beban geser, biasanya menggunakan jack hidrolik atau sistem gear-drive mekanis, dirancang sedemikian rupa sehingga beban didistribusikan merata sepanjang salah satu permukaan sample dengan resultan yang diterapkan gaya geser yang bekerja pada bidang geser tersebut. Peralatan harus dirancang untuk pergerakan geser lebih besar dari 10% dari panjang sample. Peralatan mencakup roller,kabel atau perangkat dengan gesekan rendah mirip untuk memastikan bahwa ketahanan peralatan untuk perpindahan geser kurang dari 1% dari gaya geser maksimum yang diterapkan dalam pengujian.

(c) Peralatan untuk pengukuran terpisah dari mesin geser yang digunakan dan gaya normal, dengan akurasi yang lebih baik +-2% dari beban maksimum yang dapat dicapai dalam pengujian. Data kalibrasi tiap alat berlaku untuk berbagai pengujian dan harus ditambahkan ke laporan pengujian.

(d) Peralatan untuk mengukur geser, normal dan lateral displacement. Alat ukur ini misalnya dial gauges mikrometer atau transduser listrik. Pengukur ini dapat dipasang seperti ditunjukkan pada Gambar. 2, atau empat alat pengukur perpindahan normal dapat digantikan oleh pengukur tunggal yang dipasangkan ditengah. Perpindahan geser dari alat pengukur harus memiliki pergerakan yang lebih besar dari 10% dari panjang sample dan akurasi yang lebih baik dari 0,1 mm. Perpindahan dari pengukur gerakan normal dan lateral harus memiliki pergerakan yang lebih besar dari 20 mm dan akurasi yang lebih baik dari 0,05 mm. Pengaturan ulang alat pengukur selama pengujian sebisa mungkin dihindari. Jika transduser listrik atau sistem perekaman otomatis menggunakan kalibrasi, harus dimasukkan dalam laporan.

7.3. PROSEDUR

Persiapan:

(a) Pada pengujian ini dicatat pula dip, arah dip dan karakteristik geologi terkait lainnya. Blok atau inti sample yang digunakan untuk pengujian dikumpulkan dengan cara tertentu untuk meminimalkan gangguan, dan diusahakan untuk mempertahankan kadar air alami. Dimensi sample dan letak bidang uji dalam blok atau inti harus disesuaikan sehingga tidak dilakukan pemotongan di laboratorium. Bidang uji sebaiknya persegi dengan luas minimal 2.500

(56)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 56 mm2. Sample harus disimpan dengan mengikat erat dengan kawat atau tape dan dibiarkan dalam posisinya hingga pengujian.

(b) Sample yang tidak segera dilakukan pengujian harus diberi lapisan kedap air, diberi label dan dikemas untuk menghindari kerusakan pada saat perjalanan ke laboratorium.Sample rapuh memerlukan perlakuan khusus, misalnya kemasan di lapisi busa poliuraten (Stimpson, B., Metcalfe, F. G, dan Walton, G., 1970. QJ Engng geol. 3, No. 2, hal.127).

(c) Kemasan pelindung (kecuali kawat baja) dihilangkan beserta penyangga blok di salah satu sisinya, sehingga bidang yang akan diuji dalam posisi yang benar dan terorientasi. Selanjutnya bahan encapsulating dituangkan dan setelah selesai, pada setengah bagian sample yang lain dilakukan dengan cara yang sama. Jarak minimal antara kedua sisi bidang geser adalah 5 mm dan harus bersih dari bahan encapsulating.

Konsolidasi:

(a) Tahap pengujian konsolidasi adalah untuk memungkinkan tekanan air pori di batu dan material pengisi, berdekatan dengan bidang geser untuk mendisipasi dibawah tegangan normal sebelum pergeseran. Perilaku batu uji pada saat konsolidasi juga dapat memaksakan batasan geser pada tingkat yang diizinkan.

(b) Setelah batu uji dipasang dalam kotak geser (shearbox), semua alat pengukur diperiksa dan pembebanan awal dipasang serta pembacaan perpindahan dicatat.

(c) Beban normal dinaikkan sesuai dengan yang telahditentukan untuk tes, mencatat perpindahan normal yang konsekuen (konsolidasi) dari conto sebagai fungsi waktu dan penggunaan beban.

(d) Tahap konsolidasi dapat dianggap lengkap bila laju perubahan dari perpindahan normal kurang dari 0,05 mm dalam 10 menit. Pemuatan geser kemudian dapat diterapkan.

(57)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 57 Pergeseran:

(a) Tujuan pergeseran adalah untuk menentukan nilai puncak dan kuat geser langsung residu.

(b) gaya geser dapat diterapkan secara bertahap biasanya diterapkan terus menerus dengan cara mengontrol laju perpindahan gesernya.

(c) Sekitar 10 set pembacaan harus diambil sebelum mencapai kekuatan puncak. Tingkat perpindahan geser harus kurang dari 0,1 mm/menit pada periode 10 menit sebelum mengambil satu set bacaan.

Hal ini dapat ditingkatkan sampai tidak lebih dari 0,5 mm / menit antara set pembacaan penetapan kekuatan puncak sendiri cukup dibaca. Untuk "pengaliran" test terutama ketika menguji diskontinuitas tanah lempung, waktutotal untuk mencapai kekuatan puncaknya sebaiknyamelebihi 6 t100 yang ditentukan dari

kurva konsolidasi. Jika perlu tingkat geser harus dikurangi atau penerapan kenaikan gaya geser kemudian ditunda untuk memenuhi kebutuhan ini.

(d) Setelah mencapai kekuatan puncaknya, pembacaan harus diambil pada penambahan sebesar 0,5-5 mm perpindahan geser yang diperlukan untuk menentukan kurva kekuatan perpindahan (Gbr. 5). Tingkat perpindahan geser harus 0,02-0,2 mm / menit pada periode 10 menit sebelum satu set pembacaan diambil, dan dapat ditingkatkan sampai tidak lebih dari 1 mm / menit antara set pembacaan lainnya.

(e) Dimungkinkan untuk nilai kekuatan residu ketika batu uji digeserpada tegangan normal konstan dan setidaknya empat set berturut-turut pembacaan yangdiperoleh menunjukkan tidaklebih dari 5% dari tegangan geser atas perpindahan geser 1 cm [ 11].

(f) Setelah menetapkan kekuatan residu, tegangan normal dapat ditingkatkan atau dikurangi [12] dan geser contined untuk mendapatkan nilai kekuatan residu tambahan. Batu uji harus reconsolidated setiap tegangan normal baru (lihat paragraf 6), dan pergeseran terus menerus sesuai dengan kriteria yang diberikan dalam paragraf 7 (c) sampai 7 (e) di atas.

(58)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 58 (g) Setelah dilakukan pengujian, bidang geser sebaiknya dibuka dan diamati secara keseluruhan (lihat paragraf 9). Luas permukaan geser diukur dan difoto bila diperlukan. Batu uji batuandan puing-puing geser harus diambil untuk pengujian indeks.

7.4. PERHITUNGAN

(a) kurva konsolidasi diplot selama tahap pengujian konsolidasi. Waktu t100 untuk

penyelesaian "konsolidasi primer" ditentukan dengan membuat garis singgung kurva seperti yang ditunjukkan. Waktu untuk mencapai kekuatan puncak dari awal pembebanan geser harus lebih besar dari 6 t100 untuk memungkinkan disipasi

tekanan.

(b) pembacaan perpindahan dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai rata-rata perpindahan geser dan normal (Δs dan Δn). Perpindahan lateral tercatat hanya untuk mengevaluasi perilaku sample selama pengujian, meskipun bila cukup, mereka harus diperhitungkan ketika menghitung bidang kontak terkoreksi.

(c) tegangan geser dan tegangan normal adalah sebagai berikut:

𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝝉 = 𝑷𝒔 𝑨

𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐺𝑒𝑠𝑒𝑟 𝜎𝑛 =𝑃𝑛 𝐴

Keterangan.

Ps = Jumlah gaya geser (kN); Pn = jumlah gaya normal (kN);

A = luas geser tumpang tindih permukaan (dikoreksi untuk memperhitungkan perpindahan geser) (cm2)

(d) Untuk setiap tes sample, grafik tegangan geser (atau gaya geser) dan tegangan normal vs perpindahan geser diplot dijelaskan untuk menunjukkan tegangan normal nominal dan setiap perubahan tegangan normal selama pergeseran. Nilai kekuatan puncak dan residual dan tekanan normal, geser dan perpindahan yang normal di mana ini terjadi diringkas dari grafik.

(59)

Buku Panduan Pengujian di Laboratorium Mekanika Batuan 59 (e) Grafik dari puncak dan kekuatan geser residu vs tegangan normal diplot dari kombinasi hasil semua batu uji. Kekuatan geser parameter ɸp, ɸr, cp dan cr yang diringkas dari grafik tersebut.

5.5. PELAPORAN HASIL

Laporan harus mencakup sebagai berikut:

(a) Diagram dan deskripsi dari alat uji dan deskripsi metode yang digunakan untuk mengambil, mengemas, mengangkut, menyimpan, pemasangan dan pengujian batu uji.

(b) Untuk setiap sample diberikan deskripsi geologi keseluruhan dari intact rock, permukaan geser, pengisi dan puing-puing sebaiknya disertai dengan data uji indeks yang relevan (misalnya profil kekasaran; batas Atterberg, kadar air dan distribusi ukuran butiran pengisi material)

(c) Diagram dan lebih baik dengan foto yang menunjukkan lokasi pengambilan batu uji. dip dan dip direction yang diuji, juga dimensi dan sifat setiap sample.

(d) Untuk setiap blok uji satu set tabel data, grafik konsolidasi dan grafik dari tegangan geser dan perpindahan normal vs perpindahan geser. Nilai diringkas dari kuat geser puncak dan residual sebaiknya ditabulasi dengan nilai-nilai yang sesuai dari tegangan normal, geser dan perpindahan normal.

(e) Untuk penentuan kekuatan geser secara keseluruhan, grafik dan nilai-nilai tabulasi dari kuat geser puncak dan residu vs tegangan normal, bersama dengan nilai-nilai yang diturunkan untuk parameter kekuatan geser.

Gambar

Grafik hubungan antara beban yang diberikan terhadap diameter ekivalen.

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga, publikasi ilmiah pustakawan berkontribusi dalam pengembangan karir jabatan fungsional pustakawan, karena dalam Permenpan-RB Nomor 9 Tahun 2014, kegiatan penulisan

Berdasarkan hasil pra penelitian pada tanggal 10 Mei 2013 yang dilakukan di Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir dengan wawancara kepada bapak Wilmar Sirait Kepala Desa Marom,

Imbalan pascakerja yang di berikan oleh hotel sahid kawanua dalam pencatatan akuntansinya di nilai telah sesuai dengan persyaratan yang di syaratkan oleh PSAK 24,

Dana pinjaman ini berasal dari zakat dan infaq beberapa pihak yang digulirkan oleh pengelola kepada masyarakat, atas dasar ini penulis menduga bahwa model

 Disampaikan kepada seluruh jemaat bahwa Minggu, 10 September 2017 akan menggunakan Tata Ibadah dari Majelis Sinode GPIB dalam rangka HUT ke – 58 Pelkat PA.. Hutomo H.S

Maka, diharapkan dengan adanya penelitian dalam perbandingan algoritma Naive Bayes dan Apriori, dapat diketahui algoritma klasifikasi yang baik untuk menyelesaikan

Sedangkan aspek pelayanan lembaga pemasaran 2 (An. Bapak Kustur) yang perlu ditingkatkan dan dianggap penting bagi petani diantaranya penyampaian informasi