• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1 Motivasi

2.1.1 Pengertian Motivasi

Pada dasarnya, sebuah organisasi atau perusahaan bukan saja mengharapkan para karyawannya yang mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Oleh karena itu, motivasi kerja sangat penting dan dibutuhkan untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Karyawan dapat bekerja dengan produktivitas tinggi karena adanya dorongan atau motivasi dalam bekerja. Berikut ini pengertian motivasi dari para ahli.

Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak. Persoalan dalam motivasi adalah cara dalam memberikan dorongan kepada pengikutnya atau bawahan agar dapat bekerja semaksimal mungkin atau bekerja bersungguh-sungguh. Menurut Hasibuan (2006), motivasi adalah pemberian daya pengerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Sardiman (2007) mengemukakan bahwa motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai tujuan. Motif bahkan

(2)

dapat diartikan sebagai kondisi internal (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” itu, motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk menjadi tujuan sangat dirasakan atau mendesak.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) mengartikan motivasi sebagai “dorongan” yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, sedangkan Hasibuan (2006) juga berpendapat bahwa motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan kerja seseoarang.

Perbedaan pengertian keinginan dan kebutuhan adalah keinginan dari setiap orang berbeda karena dipengaruhi oleh selera, latar belakang , dan lingkungannya, sedangkan kebutuhan dari setiap orang adalah cenderung sama. Semua orang butuh makan, tetapi jenis makanan yang diinginkan (want) tidak selalu sama tergantung pada selera masing-masing individu. Hal inilah yang menyulitkan manajer untuk memberikan alat motivasi yang tepat bagi setiap individu bawahannya. Hasibuan (2006) secara spesifik menyebutkan bahwa motivasi mempunyai subvariabel sebagai berikut.

1) Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseoarang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai;

2) Harapan (expectacy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan;

(3)

3) Insentif yang merangsang bawahan dengan hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar sehingga semangat kerja akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik- baik saja.

Menurut Nawawi (2008), kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab, atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian, motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung dalam kondisi sadar.

Pada dasarnya, manusia selalu menginginkan hal yang baik-baik saja sehingga daya pendorong atau penggerak yang memotivasi semangat kerjanya tergantung dari harapan yang akan diperoleh mendatang. Jika harapan itu dapat menjadi kenyataan, seseorang akan cenderung meningkatkan semangat kerjanya. Sebaliknya jika harapan itu tidak tercapai, seseorang cenderung menjadi malas. Berdasarkan pembahasan tentang berbagai pengertian motivasi, simpulan yang dapat diambil terkait motivasi kerja melingkupi beberapa komponen sebagai berikut.

1) Kebutuhan. Hal ini terjadi bila seseorang individu merasa tidak ada keseimbangan antara yang dimiliki dan diharapkan;

2) Dorongan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan perbuatan atau kegiatan tertentu;

(4)

Seseorang yang memiliki tujuan tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan akan melakukan pekerjaan tersebut dengan antusias dan penuh semangat. Termasuk dalam pencapaian cita-cita yang dinginkannya. Dengan demikian, minat dan motivasi mempunyai hubungan yang erat karena motivasi merupakan dorongan atau penggerak bagi seseorang dalam pencapaian sesuatu yang diinginkan dan berhubungan langsung dengan sesuatu yang menjadi minatnya.

Dari beberapa definisi, motivasi kerja dapat disimpulkan sebagai keseluruhan daya penggerak atau tenaga pendorong baik yang berasal dari dalam (intrinsik) maupun luar (ekstrinsik) yang menimbulkan adanya keinginan untuk melakukan suatu kegiatan atau aktivitas dalam menjalankan tugas sebagai seorang karyawan.

2.1.2 Tujuan Motivasi

Tujuan motivasi menurut Hasibuan (2006) adalah sebagai berikut. 1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan; 2) Meningkatkan produktivitas kerja karyawan; 3) Mempertahankan stabilitas karyawan perusahaan; 4) Meningkatkan kedisiplinan karyawan;

5) Mengefektifkan pengadaan karyawan;

6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik;

7) Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan; 8) Meningkatkan kesejahteraan karyawan;

(5)

10) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.1.3 Jenis-jenis Motivasi

Hasibuan (2006) menguraikan jenis-jenis motivasi sebagai berikut.

1) Motivasi Positif (Insentif Positif). Motivasi positif adalah Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar;

2) Motivasi Negatif (Insentif Negatif). Motivasi negatif adalah manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapatkan hukuman. Dengan motivasi negatif ini, semangat bekerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, namun berakibat kurang baik untuk waktu jangka panjang.

2.1.4 Fungsi Motivasi

Menurut Sardiman (2007), tiga fungsi motivasi antara lain sebagai berikut.

1) Mendorong manusia untuk berbuat sehingga menjadi penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang akan dikerjakan;

2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya;

(6)

3) Menyelesaikan perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

2.1.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit karena motivasi melibatkan faktor individual dan organisasional. Yang tergolong faktor yang sifatnya individual adalah kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitudes), dan kemampuan-kemampuan (abilities), sedangkan yang tergolong pada faktor yang berasal organisasi meliputi pembayaran atau gaji (pay), pengawasan (supervision), pujian (praise) dan pekerjaan itu sendiri (job it self). Uraian tersebut disampaikan oleh Gomes (2003). Motivasi merupakan proses psikologi dalam diri seseorang dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara umum, faktor ini dapat muncul dari dalam (intrinsik) maupun luar diri (ekstrinsik). Hal ini diutarakan oleh Wahjosumidjo (2001) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi meliputi faktor internal yang bersumber dari dalam individu dan faktor eksternal yang bersumber dari luar individu. Faktor internal seperti sikap terhadap pekerjaan, bakat, minat, kepuasan, pengalaman, dan lain-lain, sedangkan faktor eksternal berasal faktor dari luar individu yang bersangkutan seperti pengawasan, gaji, lingkungan kerja, maupun kepemimpinan atasan.

(7)

Siagan (2006) menyatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Penjelasan setiap faktor-faktor tersebut dijelaskan dalam perincian berikut.

1) Faktor Internal meliputi persepsi seseorang terkait dirinya sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan, keinginan, kepuasan kerja, dan prestasi kerja yang dihasilkan;

2) Faktor Eksternal meliputi jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja, organisasi tempat orang bekerja, situasi lingkungan kerja, dan gaji.

Dalam konteks studi psikologi, Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk pemahaman terhadap motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain sebagai berikut.

1) Durasi kegiatan; 2) Frekuensi kegiatan; 3) Persistensi pada kegiatan;

4) Ketabahan, keuletan, dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;

5) Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan;

6) Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;

7) Tingkat kualifikasi prestasi atau produk (output) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan;

8) Arah sikap terhadap sasaran kegiatan.

Ciri-ciri perilaku karyawan yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi menurut McClelland adalah sebagai berikut.

1) Menyukai tanggungjawab untuk memecahkan masalah;

(8)

3) Memiliki tujuan yang jelas dan realistis; 4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh;

5) Lebih mementingkan umpan balik yang nyata tentang hasil prestasinya;

6) Senang dengan tugas yang dilakukan dan selalu ingin menyelesaikan dengan sempurna.

Sebaliknya, ciri-ciri karyawan yang memiliki motivasi berprestasi rendah adalah sebagai berikut.

1) Bersikap apatis dan tidak percaya diri;

2) Tidak memiliki tanggungjawab pribadi dalam bekerja; 3) Bekerja tanpa rencana dan tujuan yang jelas;

4) Ragu-ragu dalam mengambil keputusan;

5) Setiap tindakan tidak terahan dan menyimpang dari tujuan.

2.1.6 Metode Motivasi

Hasibuan (2006) mengatakan bahwa terdapat dua metode motivasi antara lain sebagai berikut.

1. Motivasi Langsung (Direct Motivation)

Motivasi langsung adalah motivasi material dan nonmaterial yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Motivasi ini bersifat khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus dan bintang jasa.

(9)

2. Motivasi Tidak Langsung (Indirect Motivation)

Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya, misalnya ruangan kerja yang nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, dan sejenisnya.

2.1.7 Proses Motivasi

Hasibuan (2006) menyatakan bahwa proses motivasi meliputi hal-hal sebagai berikut.

1) Tujuan. Dalam proses motivasi, tujuan organisasi perlu ditetapkan terlebih dahulu, baru kemudian para karyawan diberikan motivasi ke arah tujuan tersebut;

2) Mengetahui kepentingan. Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dengan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau perusahaan saja;

3) Komunikasi efektif. Proses motivasi harus dilakukan melalui komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui yang akan diperolehnya dan syarat yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya;

4) Integrasi tujuan. Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex, yaitu untuk memperoleh laba serta perluasan perusahaan,

(10)

sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi;

5) Fasilitas. Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman;

6) Team Work. Manajer harus membentuk team work yang terkoordinasi

baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.

2.1.8 Prinsip-prinsip dalam Motivasi Kerja

Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja karyawan. Prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut.

1. Prinsip Partisipasi

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin. 2. Prinsip Komunikasi

Pemimpin mengomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas dengan informasi yang jelas sehingga pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

(11)

3. Prinsip Pengakui Andil Bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan mempunyai andil dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

4. Prinsip Pendelegasian Wewenang

Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

5. Prinsip Memberi Perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap hal yang diinginkan pegawai bawahan sehingga memotivasi pegawai untuk bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh pemimpin.

2.1.9 Teori-teori Motivasi

Teori-teori motivasi menurut Hasibuan (2006) dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut.

A. Teori Kepuasan (Content Theory)

Teori ini merupakan teori yang mendasarkan atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang

(12)

menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Jika kebutuhan semakin terpenuhi, semangat pekerjaannya semakin baik. Teori-teori kepuasan ini antara lain sebagai berikut.

1. Hierarki Teori Kebutuhan (Hierarchical of Needs Theory)

Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow berisikan pendapat yang mengatakan bahwa manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hierarki kebutuhan yaitu:

1) Kebutuhan Fisiologis seperti sandang, pangan dan papan;

2) Kebutuhan akan keamanan. Keamanan harus dilihat dalam arti luas karena tidak hanya mencakup keamanan fisik, tetapi juga keamanan yang bersifat fisiologis;

3) Pemuasan kebutuhan sosial seperti kebutuhan yang berkisar pada pengakuan akan keberadaan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya;

4) Kebutuhan prestise. Pada umumnya, kebutuhan ini tercermin dalam berbagai simbol status;

5) Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan ini memiliki arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi disiplin nyata.

Kebutuhan yang pertama dan kedua di klasifikasikan sebagai kebutuhan primer, sedangkan kebutuhan ketiga, keempat, dan kelima diklasifikasikan sebagai kebutuhan sekunder.

(13)

2. Teori Kebutuhan McClelland (McClelland’s Theory of Needs) McClelland’s theory of needs memfokuskan kepada tiga hal, yaitu:

1) Kebutuhan dalam mencapai kesuksesan, yaitu kemampuan untuk mencapai hubungan kepada standar perusahaan yang telah ditentukan juga perjuangan karyawan untuk menuju keberhasilan;

2) Kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja, yaitu kebutuhan untuk membuat orang berperilaku dalam keadaan yang wajar dan bijaksana dalam tugasnya masing-masing;

3) Kebutuhan untuk berafiliasi, meliputi hasrat untuk bersahabat dan mengenal lebih dekat rekan kerja.

3. Teori X dan Y Mc. Gregor

Teori X dan Y oleh Douglas McGregor yang dikutip oleh Hasibuan (2003) mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia, negatif dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y.

1) Teori X (negatif) merumuskan asumsi-asumsi sebagai berikut. a. Rata-rata karyawan malas dan tidak suka bekerja;

b. Umumnya karyawan tidak berambisi mencapai prestasi yang optimal dan selalu menghindari tanggung jawabnya dengan cara mengkambinghitamkan orang lain;

c. Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah, dan diawasi dalam melaksanakan pekerjaannya;

(14)

d. Karyawan lebih mementingkan diri sendiri dan tidak memperdulikan tujuan organisasi.

2) Teori Y (positif) memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut.

a) Rata-rata karyawan rajin dan menganggap sesungguhnya bekerja sama wajarnya dengan bermain-main dan beristirahat. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan bahkan banyak karyawan tidak betah dan merasa kesal tidak bekerja;

b) Lazimnya karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk maju dengan mencapai prestasi kerja yang optimal;

c) Karyawan selalu berusaha mencapai sasaran organisasi dan mengambangkan dirinya untuk mencapai sasaran itu. Organisasi seharusnya memungkinkan karyawan mewujudkan potenisnya sendiri dengan memberikan sumbangan pada tercapainya sasaran perusahaan.

4. ERG Theory (Existence, Relatedness, Growth Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang dikutip oleh Mangkunegaran (2007). Teori ini sebetulnya tidak jauh berbeda dengan Teori Maslow yang mengemukakan bahwa terdapat tiga kelompok kebutuhan manusia sebagai berikut.

1) Existence needs, kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi pegawai, seperti makan, minum, pakaian, bernafas, gaji, keamanan kondisi kerja, atau fringe benefits;

(15)

2) Relatedness needs, merupakan kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja;

3) Growth needs, kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan pegawai.

5. Teori Motivasi Claude S. George

Teori ini mengemukakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkugan ia bekerja, yaitu:

1) Upah yang adil dan layak;

2) Kesempatan untuk maju/promosi; 3) Pengakuan sebagai individu; 4) Keamanan kerja;

5) Tempat kerja yang baik; 6) Penerimaan oleh kelompok; 7) Perlakuan yang wajar; 8) Pengakuan atas prestasi.

B. Teori Proses

Teori proses mengenai motivasi berusaha menjawab bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu. Teori yang tergolong ke dalam teori proses antara lain dijelaskan dalam uraian berikut.

(16)

1. Teori Harapan (Expectancy)

Teori harapan ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting sebagai berikut.

1) Harapan (expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku;

2) Nilai (valence) adalah akibat dari perilaku tertentu yang mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai memotivasi) bagi setiap individu tertentu;

3) Pertautan (instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil dari tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.

2. Teori Keadilan

Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif.

3. Teori Pengukuhan

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Pemberian kompensasi meliputi promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan.

(17)

2.2 Disiplin

2.2.1 Pengertian Disiplin

Berbagai macam pengertian disiplin kerja dikemukakan oleh para ahli. Davis (dalam Mangkunegaran, 2007) mengemukakan bahwa "Dicipline is management action to enforce organization standards ". Keith Davis berpendapat bahwa disiplin kerja dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi.

Hasibuan (2006) menyatakan bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), disiplin adalah “tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dan lain sebagainya); ketaatan dan kepatuhan kepada peraturan tata tertib; bidang studi yang memiliki objek sistem dan metode tertentu”

Disiplin kerja menurut Sinungan (2005) adalah sebagai sikap mental tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa ketaatan (obedience) terhadap peraturan-peraturan atau ketentuan yang ditetapkan pemerintah atau etik norma dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu. Menurut Rivai (2005), disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan pegawai agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Mathis (2006) mengutarakan bahwa yang dimaksud dengan disiplin adalah bentuk pelatihan yang menjalankan peraturan organisasional.

(18)

2.2.2 Metode Pendekatan Disiplin

Terdapat dua pendekatan dalam disiplin antara lain sebagai berikut.

1. Pendekatan Disiplin yang Positif (Mathis; 2006)

Pendekatan disiplin yang positif bergantung pada filosofi bahwa pelanggaran adalah tindakan yang biasanya dapat dikoreksi secara konstruktif tanpa hukuman. Dalam pendekatan ini, para manajer berfokus pada pencarian fakta dan bimbingan untuk mendorong perilaku yang diinginkan daripada menggunakan hukuman untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan. Berikut adalah empat langkah menuju disiplin yang positif.

a) Konseling. Tujuan dari tahap ini adalah meningkatkan kesadaran pegawai akan kebijakan dan peraturan organisasional. Seringkali, orang-orang hanya perlu dibuat sadar akan peraturan dan pengetahuan akan tindakan-tindakan disiplin untuk mencegah pelanggaran. Konseling dari seorang supervisor dalam unit kerja juga dapat memiliki pengaruh yang positif; b) Dokumentasi tertulis. Apabila pegawai gagal mengoreksi perilakunya,

konferensi kedua menjadi perlu. Jika tingkat pertama mengambil bentuk sebagai sebuah percakapan antara supervisor dan pegawai, tingkat ini didokumentasikan dalam bentuk tertulis. Sebagai bagian dari tahap ini, pegawai dan supervisor mengembangkan solusi-solusi tertulis untuk mencegah timbulnya masalah-masalah yang lebih lanjut;

c) Peringatan terakhir. pegawai yang tidak mengikuti solusi-solusi tertulis yang dikemukakan dalam langkah kedua, maka diadakan konferensi

(19)

peringatan terakhir. Dalam konferensi tersebut, supervisor menekankan pentingnya pengoreksian tindakan yang tidak pantas kepada pegawai. Beberapa perusahaan memberikan hari libur untuk membuat keputusan, yaitu pegawai diberi satu hari libur yang dibayar untuk mengembangkan rencana tindakan yang tegas dan tertulis guna memperbaiki perilaku-perilaku yang menyusahkan. Hari libur untuk membuat keputusan ini digunakan untuk menekankan keseriusan masalah dan ketetapan hati manajer untuk melihat diubahnya perilaku tersebut;

d) Pemberhentian. Apabila pegawai tersebut gagal untuk mengikuti rencana tindakan yang dikembangkan dan tetap ada masalah yang lebih lanjut, supervisor memberhentikan pegawai tersebut.

Keunggulan dari pendekatan yang positif pada disiplin ini berfokus pada penyelesaian masalah. Kesulitan yang paling besar pada pendekatan yang positif pada disiplin adalah banyaknya jumlah pelatihan yang dibutuhkan oleh para supervisor dan manajer untuk menjadi konselor-konselor yang efektif, dan membutuhkan Iebih banyak waktu dalam kedudukan sebagai supervisor daripada pendekatan disiplin progresif.

2. Pendekatan Disiplin Progresif

Seperti pendekatan yang lain, disiplin progresif menggabungkan serangkaian langkah. Setiap langkah menjadi lebih keras secara progresif dan dirancang untuk mengubah perilaku pegawai yang tidak pantas. Suatu sistem disiplin progresif yang umum dan sebagian besar prosedur disiplin progresif menggunakan

(20)

teguran-teguran verbal dan tertulis serta skorsing sebelum pemecatan. Di perusahaan manufaktur, kelalaian untuk meminta izin ketika seorang pegawai tidak hadir kerja dapat menimbulkan penskorsan setelah pelanggaran ketiga dalam satu tahun. Penskorsan mengirimkan pesan yang kuat kepada seorang pegawai bahwa perilaku pekerjaan yang tidak diinginkan harus diubah, atau mungkin sekali akan terjadi pemberhentian. Pendekatan progresif memberikan peluang pada seorang pegawai untuk mengoreksi, kekurangan sebelum dipecat. Dengan mengikuti urutan progresif tersebut akan memastikan bahwa baik sifat maupun keseriusan masalah dikomunikasikan dengan jelas kepada pegawai. Tidak semua langkah dalam prosedur disiplin progresif dituruti dalam setiap kasus. Beberapa pelanggaran yang serius dibebaskan dan prosedur progresif dan mungkin berakhir pada pemberhentian dengan segera.

Mangkunegaran (2007) menguraikan model pendekatan disiplin yang harus dilakukan perusahaan ada tiga, yaitu:

1) Disiplin Modern. Pendekatan disiplin modern mempertemukan sejumlah keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini berasumsi bahwa disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman secara fisik, melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses hukuman yang berlaku keputusaan-keputusan yang semuanya terhadap kesalahan atau prasangka harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan menegakkan fakta-faktanya, dan melakukan

(21)

proses terhadap keputusan yang baru sebelah pihak terhadap kasus disiplin;

2) Pendekatan Disiplin dengan Tradisi. Pendekatan ini merupakan pendekatan disiplin dengan cara memberikan hukuman. Pendekatan ini berasumsi bahwa disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan. Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras dan pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya harus diberi hukuman yang lebih berat;

3) Pendekatan Disiplin Bertujuan. Pendekatan disiplin bertujuan berasumsi bahwa disiplin kerja harus dapat diterima dan dipahami oleh semua pegawai, disiplin ditujukan untuk perubahan perilaku yang lebih baik. Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap perbuatannya.

2.2.3 Tujuan Disiplin

Sastrohadiwiryo (2003) menyebutkan bahwa ada dua tujuan pembinaan disiplin kerja, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai dengan motif perusahaan, sedangkan tujuan khusus pembinaan disiplin tenaga kerja antara lain:

1) Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang

(22)

berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen;

2) Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya;

3) Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya;

4) Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan;

5) Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi yang sesuai dengan harapan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Adanya disiplin dalam perusahaan akan membuat pegawai dapat menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Pegawai yang disiplin dan patuh terhadap norma-norma yang herlaku dalam perusahaan dapat meningkatkan produktivitas dan prestasi kerja pegawai yang bersangkutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin menurut Saydam (2000) antara lain sebagai berikut.

1) Besar kecilnya pemberian kompensasi;

2) Ada tidaknya keteladanan pemimpin dalam perusahaan; 3) Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan;

(23)

4) Keberanian pemimpin dalam mengambil tindakan; 5) Ada tidaknya pegawasan pimpinan;

6) Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan;

7) Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin. Hasibuan (2006) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja antara lain sebagai berikut.

1) Tujuan dan kemampuan; 2) Teladan pimpinan; 3) Balas jasa;

4) Keadilan;

5) Waskat (pengawasan melekat); 6) Sanksi hukuman;

7) Ketegasan;

8) Hubungan kemanusiaan.

2.2.5 Hambatan Disiplin Kerja

Peraturan atau tata tertib dibuat untuk mengatur tata hubungan yang berlaku tidak saja dalam perusahaan-perusahaan besar atau kecil, tetapi juga pada seluruh organisasi atau badan-badan yang memekerjakan banyak sumber daya manusia untuk melaksanakan pekerjaan. Pembuatan suatu peraturan disiplin dimaksudkan agar para karyawan dapat melakukan pekerjaan tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan. Tetapi penerapan peraturan disiplin itu banyak menemui hambatan dalam pelaksanaannya.

(24)

Saydam (2000) menyatakan bahwa hambatan pendisiplinan karyawan akan terlihat dalam suasana kerja berikut.

1) Tingginya angka kemangkiran (absensi) karyawan;

2) Sering terlambatnya karyawan masuk kantor atau pulang lebih cepat dari jam yang sudah ditentukan;

3) Menurunnya semangat dan gairah kerja;

4) Berkembangnya rasa tidak puas, saling curiga dan saling melempar tanggung jawab;

5) Penyelesaian pekerjaan yang lambat, karena karyawan lebih sering ngobrol daripada bekerja;

6) Tidak terlaksananya supervisi dan waksat (pengawasan yang melekat dari atasan) yang baik;

7) Sering terjadinya konflik antar karyawan dan pimpinan perusahaan

2.3 Produktivitas

2.3.1 Pengertian Produktivitas

Secara umum, produktivitas menurut Hasibuan (2006) adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input), sedangkan menurut Kapustin (dalam Hasibuan, 2006) menyatakan bahwa produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan intensif terhadap sumber-sumber konversi seperti tenaga kerja dan mesih yang diukur secara tepat dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan yang efisiensi.

(25)

Timpe (dalam Ridwan, 2009) mengatakan bahwa walaupun tidak ada dua individu yang sama, mungkin dapat dikembangkan suatu wadah yang mencakup ciri-ciri umum pegawai yang produktif. Adapun cirri-ciri umum pegawai produktif tersebut sebagai berikut.

1) Lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan; 2) Bermotivasi tinggi;

3) Mempunyai orientasi pekerjaan positif; 4) Kedewasaan; dan

5) Dapat bergaul dengan efektif.

Siagaian (2007) menyatakan bahwa keseluruhan upaya meningkatkan produktivitas kerja mutlak perlu didasarkan pada berbagai postulat sebagai landasan dan titik tolak berpikir dan bertindak. Di antara postulat yang teramat penting untuk diperhatikan diuraikan secara singkat di bawah ini.

1. Pentingnya Efisiensi

Setiap organisasi mutlak perlu memegang prinsip efisiensi. Secara sederhana, prinsip efisiensi pada dasarnya berarti menghindari segala bentuk pemborosan mengingat kenyataan bahwa kemampuan suatu organisasi mengadakan dan memiliki sarana kerja yang juga disebut sebagai sumber dana dan daya yang diperlukan guna menjalankan roda organisasi menunjukkan dengan jelas bahwa banyak faktor penyebab terjadinya inefisiensi. Pemborosan dapat timbul karena perilaku yang sifatnya disfungsional dari para anggota organisasi dan karena

(26)

ketidaksesuaian pengetahuan dan keterampilan para pelaku dalam menggunakan dan memanfaatkan sarana dan prasarana yang telah dimiliki itu.

2. Sumber Daya dan Dana Hanya Benda Mati

Karena menurut dirinya, berbagai sumber daya dan dana merupakan ‘benda mati’ sehingga sarana dan prasarana tersebut harus harus digunakan sedemikian rupa sehingga member manfaat sebesar-besarnya selama mungkin. Berbagai cara dapat ditempuh oleh suatu organisasi untuk mengadakan sarana dan prasarana dimaksud. Ada di antaranya yang dibuat sendiri, di sewa, dapat disewa beli, mungkin dipinjam, dan harus dibeli dari organisasi lain yang berperan sebagai pemasok. Yang dimaksud dengan sarana dan prasarana kerja adalah bangunan fisik perabot dan peralatan kantor, wahasa mobilitas, uang bahan mentah dan bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi produk tertentu, informasi dan waktu.

3. Sumber Daya Manusia sebagai Elemen yang Sangat Strategis

Sumber daya manusia merupakan elemen yang penting dalam organisasi sehingga harus diakui dan diterima oleh manajemen. Peningkatan produktivitas kerja mungkin hanya dilakukan oleh manusia. Sebaliknya, sumber daya manusia pula yang dapat menjadi penyebab terjadinya pemborosan dan inefisiensi dalam berbagai bentuk. Oleh karena itu, pemberian perhatian kepada unsur manusia merupakan salah satu tuntutan dalam keseluruhan unpaya meningkatkan produktivitas kerja.

(27)

4. Komponen Dasar Penentu Produktivitas Kerja

Upaya meningkatkan produktivitas kerja seyogyanya tidak dipandang sebagai hal yang tidak bersifat teknis. Segi-segi yang lain yang tidak dapat berperan sebagai faktor penentu keberhasilan upaya tersebut antara lain tujuan organisasi, perumusan visi dan misi, penentuan strategi organisasi, dan pemanfaatan teknologi dan produktivitas kerja.

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas

Ravianto (dalam Suwatno, 2008) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja antara lain sebagai berikut.

1) Pendidikan; 2) Keterampilan; 3) Disiplin;

4) Sikap dan etika kerja; 5) Motivasi; 6) Gaji; 7) Kesehatan; 8) Teknologi; 9) Manajemen; 10) Kesempatan Berprestasi.

Menurut Simamora (dalam Mangkunegara, 2009), produktivitas kerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

(28)

a. Faktor individual yang terdiri dari:

1) Kemampuan dan keahlian

2) Latar belakang

3) Demografi

b. Faktor psikologis yang terdiri dari:

1) Persepsi

2) Attitude

3) Personality

4) Pembelajaran

5) Motivasi

c. Faktor organisasi yang terdiri dari:

1) Sumber daya

2) Kepemimpinan

3) Penghargaan

4) Struktur

5) Job design

2.3.3 Manfaat dari Penilaian Produktivitas Kerja

Menurut Sinungan (2005), manfaat dari pengukuran produktivitas kerja adalah sebagai berikut.

1) Umpan balik pelaksanaan kerja untuk memperbaiki produktivitas kerja karyawan;

(29)

2) Evaluasi produktivitas kerja digunakan untuk penyelesaian misalnya: pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya;

3) Penunjang dalam keputusan-keputusan penetapan, misalnya promosi, transfer, dan demosi;

4) Penunjang kebutuhan latihan dan pengembangan; 5) Perencanaan dan pengembangan karier;

6) Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan proses staffing; 7) Untuk mengetahui ketidakakuratan informal;

8) Untuk memberikan kesempatan kerja yang adil.

2.3.4 Indikator Produktivitas Kerja

Seperti dijelaskan Simamora (2004), faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran produktivitas kerja meliputi hal-hal berikut.

1) Kuantitas kerja; 2) Kualitas kerja; 3) Ketepatan waktu

Gaspersz (2000) mengemukakan karakteristik umum dari individu atau karyawan yang produktif biasanya ditandai dengan beberapa hal berikut.

1) Secara terus menerus selalu mencari berbagai gagasan dan cara penyelesaian tugas yang lebih baik;

2) Selalu memberikan saran-saran untuk perbaikan secara sukarela; 3) Menggunakan waktu secara efekif dan efisien;

(30)

5) Selalu bersikap positif terhadap pekerjaannya;

6) Dapat berperan sebagai anggota tim kerja sama dengan baik, sebagimana juga menjadi pemimpin tim kerja sama dengan baik;

7) Dapat memotivasi diri melalui dorongan dari dalam diri sendiri;

8) Memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik terhadap pekerjaannya serta mau menerapkannya dalam pekerjaan itu;

9) Mau menerima ide-ide atau saran-saran yang dianggap lebih baik dari orang lain;

10) Hubungan antar pribadi dengan semua tingkatan manajemen dalam organisasi berlangsung baik;

11) Sangat menyadari dan mempedulikan masalah pemborosan dan inefisiesnsi dalam penggunaan sumber-sumber daya;

12) Mempunyai tingkat kehadiran yang baik;

13) Seringkali melampaui standar-standar yang telah ditetapkan; 14) Selalu mampu mempelajari Sesutu hal baru dengan cepat.

Indikator produktivitas menurut Sedarmayanti (2001) yang dikembangkan dan dimodifikasi dari pemikiran yang disampaikan oleh Gilmore dan Erich Fromm tentang individu yang produktif, yaitu:

a. Tindakan konstruktif; b. Percaya pada diri sendiri; c. Bertanggung jawab;

d. Memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan; e. Mempunyai pandangan ke depan;

(31)

f. Mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah;

g. Mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungannya (kreatif, imaginatif, dan inovatif);

h. Memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya.

2.4 Kerangka Pemikiran

Motivasi dan disiplin kerja merupakan hal yang penting dalam melakukan pekerjaan karena mendorong seseorang untuk melakukan pekerjaannya dengan baik, bahkan melebihi harapan perusahaan. Hal ini berarti motivasi dan disiplin merupakan salah satu hal yang perlu ditumbuhkembangkan di dalam perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat direalisasikan dan tercapai.

Motivasi dapat digunakan sebagai kebutuhan dan sekaligus pendorong untuk meningkatkan kedisiplinan. Motivasi dapat memberi energi yang menggerakkan segala potensi yang dimiliki oleh karyawan sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Banyak masalah yang dihadapi dalam memahami motivasi yang terbentuk dalam setiap karyawan sehingga sangatlah sulit untuk menetapkan disiplin diri terhadap pekerjaan bagi setiap karyawan, namun usaha pembinaan tidaklah pasang-surut untuk diteruskan. Jelas bahwa motivasi mempunyai hubungan dalam upaya meningkatkan disiplin kerja karyawan.

Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan atau kelompok berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap

(32)

peraturan, ketentuan, etika, norma, dan kaidah yang berlaku di perusahaan. Disiplin bukanlah tujuan melainkan sarana yang ikut memainkan peranan dalam pencapaian tujuan. Mengingat eratnya hubungan disiplin dengan produktivitas, disiplin mempunyai peran sentral dalam membentuk pola kerja dan etos kerja produktif.

Mangkunegaran (2007) menyatakan bahwa motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Sedangkan disiplin kerja berdasarkan pendapat Keith Davis (dalam Mangkunegaran, 2007) dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa produktivitas kerja tidak semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja yang banyak, tetapi kualitas untuk kerja yang sangat penting diperhatikan. Hubungan motivasi dan disiplin terhadap produktivitas kerja dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran dalam Penelitian

MOTIVASI KERJA (X1) DISIPLIN KERJA (X2) PRODUKTIVITAS KERJA (X3)

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Pemikiran dalam Penelitian MOTIVASI KERJA (X1) DISIPLIN KERJA (X2) PRODUKTIVITASKERJA (X3)

Referensi

Dokumen terkait

Melalui perbandingan arah umum pergerakan sesar, kekar dan pergerakan tanah, dapat diketahui bahwa pergerakan tanah yang terjadi mempunyai arah umum yang relatif

3.3.3 Bagi setiap kapal yang mempunyai satu atau lebih tingkap samping yang diletakkan sedemikian rupa sehingga persyaratan paragraf 3.3.1 akan berlaku

Botol yang keluar dari  filler   filler   dan  dan crowner  crowner   selanjutnya akan dibasuh dengan  selanjutnya akan dibasuh dengan air yang bertujuan untuk membersihkan

transfer pricing, maka terdapat kemungkinan bahwa agen melakukan transfer pricing melalui manipulasi untuk meminimalkan pajak atau transaksi dengan harga yang tidak

Pandangan Cardoso ini agaka berbeda dengan pandangan Alfred Stepan yang menyebutkan Negara sebagai sistem administratif, legal, dan koersif yang berkesinambungan serta

Indikator yang menjadi tolak ukur dalam penelitian ini adalah strategi pembelajaran aktif tipe everyone is a teacher here dapat terlaksana dengan baik dan

Menurut (Muawanah & Poernawati, 2015:407) “Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau

Periode Tahun 1969 - 1979  Tanggal 1 sampai dengan 3 Oktober 1970,   Tanggal 1 sampai dengan 3 Oktober 1970, diadakan rapat kerja sama Pos dan Telekomunikasi di