BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Asuhan Keperawatan dalam Pemenuhan kebutuhan Termoregulasi pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
2.1.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi, 2012).
Pengkajian keperawatan pada bayi BBLR meliputi : a) Biodata (Maryunani, 2013)
1. Identitas bayi : nama, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada.
2. Identitas orang tua : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat.
b) Keluhan utama : bearat badan < 2500 gr, tinggi badan < 45 cm, lingkar dada <30 cm, lingkar kepala < 33 cm, hipotermia. c) Riwayat penyakit sekarang
d) Riwayat penyakit keluarga e) Riwayat penyakit dahulu
1. Masalah yang berkaitan dengan ibu
Penyakit yang berkaitan dengan ibu seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa, absorpsio plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi dan diabetes millitus. Status sosial ekonomi yang rendah, dan tiadanya perawatan sebelum kelahiran/
prenatal care. Riwayat kelahiran prematur atau absorpsi, penggunaan obat-obatan, alkohol, rokok dan kafein. Riwayat ibu : umur di bawah 16 tahun atau di atas 35 tahun dan latar belakang pendidikan rendah, kehamilan kembar, status sosial ekonomi yang rendah, tidak adanya perawatan sebelum kelahiran, dan rendahnya gizi, konsultasi yang pernah dilakukan, kelahiran prematur sebelumnya dan jarak kehamilan yang berdekatan, infeksi seperti TORCH atau penyakit hubungan seksual lain, keadaan seperti toksemia, abrupsio plasenta, plasenta previa, dan prolapsus tali pusat, konsumsi kafein, rokok, alkohol, dan obat-obatan, golongan darah, faktor Rh.
2. Bayi pada saat kelahiran
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat badan pada saat kelahiran, SGA, atau terlalu besar di bandingkan umur kehamilan, berat biasanya kurang dari 2500 gram, kurus , lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada, kepala relative lebih besar dibandingkan badan, 3 cm lebih besar dibanding lebar dada, kelainan fisik yang mungkin terlihat, nilai APGAR pada 1 sampai 5 menit, 0 sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7 sampai 10 normal (Pantiawati, 2010).
f) Pengkajian per sistem tubuh
Observasi bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrian, adanya insisi, selang dada, atau penyimpangan lain. Observasi otot aksesori : pernafasan cuping hidung atau substansial, interkostal, atau retraksi subklavikular. Tentukan frekuensi dan keteraturan pernafasan. Auskultasi bunyi pernafasan : stridor, krekels, mengi, ronki basah, area yang tidak ada bunyinya, mengorok, penurunan udara masuk, keseimbangan bunyi nafas. Jumlah pernafasan rata-rata 40-60 per menit dibagi dengan periode apneu. Pernafasan tidak teratur dengan flaring nasal (nasal melebar) dengkuran, retraksi (interkostal, supra sternal, substernal). Terdengar suara gemersik pada auskultasi paru-paru. Takipneu sementara dapat dilihat, khususnya setelah kelahiran cesaria atau persentasi bokong. Pola nafas diafragmatik dan abdominal dengan gerakan sinkron dari dada dan abdomen, perhatikan adanya sekret yang mengganggu pernafasan, mengorok, pernafasan cuping hidung.
2. Kardiovaskuler
Tentukan frekuensi, irama jantung, tekanan darah. Auskultasi bunyi jantung, termasuk adanya mur-mur. Observasi warna kulit bayi : sianosis, pucat, pletora, ikterik, mottling. Kaji warna kuku, membran mukosa, bibir. Gambarkan nadi perifer, pengisian kapiler (<2-3 detik), perfusi perifer mottling. Denyut jantungrata-rata 120-160 per menit pada bagian apekal dengan ritme yang teratur. Padasaat kelahiran : kebisingan jantung terdengar pada setengah bagian interkostal yang
menunjukkan aliran dari kanan ke kiri karena hipertensi atau etektasis paru.
3. Hematologi
Kaji adanya tanda-tanda perdarahan dan observasi gejala Disseminated Coagulation/ (kondisi terjadinya pembekuan darah pada pembuluh darah kecil tubuh).
4. Gastrointestinal
Penonjolan abdomen dan pengeluaran mekonium terjadi dalam waktu 12 jam. Reflek menelan dan mengisap lemah. Ada atau tidaknya anus, ketidaknormalan kogenital lain.
5. Genitourinaria
a) Genitalia / reproduksi : bayi perempuan klitoris menonjol, labia mayora belum berkembang. Bayi laki-laki skrotum yang menonjol dengan rugae kecil. Testis belum turun diskrotum (Maryunani, 2013).
b) Urinaria : berkemih setelah 8 jam kelahiran, ketidakmampuan untuk melarutkan ekskresi kedalam urine.
6. Neurologis- Muskuloskeletal a) Neurologis :
Reflek dan gerakan pada tes neurologis tampak tidak resisten, gerak kembalinya hanya berkembang sebagian. Saat bayi menelan, menghisap, dan batuk sangat lemah atau tidak efektif. Tidak ada atau menurunnya tanda neurologis. Mata mungkin tertutup atau mengatup apabila umur kehamilan
belum mencapai 25-26 minggu. Suhu tubuh tidak stabil, biasanya hipotermi. Gemetar, kejang dan mata berputar-putar biasanya bersifat sementara tetapi mungkin juga ini mengindikasikan adanya kelainan neurologis.
b) Muskuloskeletal
Organ telinga dengan tulang kartilago yang belum tumbuh sempurna, lembut dan lunak. Tulang tengkorak dan tulang rusak lunak. Gerakan lemah dan tidak agresif.
7. Suhu
Tentukan suhu kulit dan aksila dan suhu lingkungan. Suhu tubuh pada BBLR harus dipertahankan, karena cenderung mengalami hipotermia.
8. Kulit
Kulit yang tampak mengkilat dan kering sering dimiliki oleh BBLR. Kulit berwarna merah, merah muda, kekuning-kuningan. Sianosis atau campuran bermacam warna. Sedikit vernik kaseosa. Rambut lanugo disekitar / disekujur tubuh. Kurus, kulit tampak transparan, halus dan mengkilap. Edema yang menyeluruh, atau dibagian tertentu yang terjadi saat kelahiran. Kuku pendek, belum melewati ujung jari, rambut jarang mungkin tidak ada sama sekali. Pteki atau ekimosis.
9. Aktivitas- Istirahat
Hari pertama bayi BBLR tidur sehari rata-rata 20 jam dan akan sadar 2-3 jam dengan tangis masih lemah, tidak aktif, tremor.
10. Ginjal
Bayi BBLR akan berkemih setelah 8 jam kelahirannya, ketidakmampuan dalam melarutkan ekskresi ke dalam urine.
11. Temuan sikap
Tangis yang lemah, tidak aktif dan tremor (Pantiawati, 2010). Tabel 2.1Data fokus
Data subjektif Data objektif
Gejala dan tanda mayor (tidak tersedia)
Gejala dan tanda minor (tidak tersedia)
Gejala dan tanda mayor
1. Kulit teraba dingin 2. Menggigil
3. suhu tubuh di bawah nilai normal Gejala dan tanda minor
1.Akrosianosis 2.Bradikardi
3.Dasar kuku sianotik 4.Hipoglikemia 5.Hipoksia
6.Pengisian kapiler>3detik 7.Konsumsi oksigen meningkat 8.Ventilasi menurun
9.piloreksi 10.takikardia
11.Vasokontriksi parifer
12.Kutis memorata(pada neonatus). Sumber::(SDKI,2018)
2.1.2 Diagnosa Hipotermi
Diagnosa keperawatan adalah suatu pertanyaan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok, dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. (Nursalam, 2011)
1. Hipotermi berhubungan dengan berat badan ekstreme Data objektif
Gejala dan tanda mayor 1. Kulit teraba dingin
2. Menggigil
3. suhu tubuh di bawah nilai normal Gejala dan tanda minor
1. Akrosianosis 2. Bradikardi
3. Dasar kuku sianotik 4. Hipoglikemia 5. Hipoksia
6. Pengisian kapiler>3detik 7. Konsumsi oksigen meningkat 8. Ventilasi menurun
9. Piloreksi 10. Takikardia
11. Vasokontriksi pariferutis memorata(pada neonatus). 2.1.3 Perencanaan
Perencanan keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan tertulis yang menggambarkan masalah kesehatan pasien, hasil yang diharapkan, tindakan-tindakan keperawatan dan kemajuan pasien secara spesefik (Manurung, 2011).Tujuan dari perencanaan harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
S : Specific (Berfokus pada pasien, singkat dan jelas M : Measurable (harus dapat diukur)
A : Achievable ( harus dapat dicapai)
R : Reasonable (ditentukan oleh perawat dan klien) T : Timing (kontak waktu) (Rohman, N 2010)
Intervensi Keperawatan menurut SIKI (2018) dengan diagnosa keperawatan hipotermia :
Tabel 2.2 Intervensi Hipotermia No Diagnosa Tujuan & Kriteria
Hasil
Intervensi Utama Intervensi Pendukung
1. Hipoter mia berhubun gan dengan berat badan ektrem
Setelah diberi kan tindakan
keperawatan selama 3 kali 24 jam maka diharapkan risiko hipotermia tidak terjadi, dengan kriteria hasil : 1) menggigil menurun 2) Kulit merah menurun 3) Akrosianosis menurun 4) Dasar kuku sianotik menurun 5) Suhu tubuh cukup membaik 6) Suhu kulit cukup membaik Luaran tambahan: Termoregulasi Neonatus dengan kriteria hasil: 1).suhu tubuh meningkat 2).suhu kulit meningkat 3).frekuensi nadi meningkat 4).ventilasi meningkat a. Manajemen Hipotermia b. Terapi Paparan panas a. Dukung Ventilasi b. Edukasi pengukuran suhu tubuh c. Edukasi program pengobatan d. Edukasi terapi cairan e. Edukasi termoregulasi f. Kompres panas g. Manajamen cairan h. Manajemen lingkungan i. Manajemen nutrisi j. Pemantauan cairan k. Pemantauan nutrisi l. Pemberian obat m. Pemberian obat intravena n. Pemberian obat oral o. Perawatan kanguru p. Perawatan sirkulasi q. Promosi dukungan keluarga r. Promosi teknik kulit ke kulit Sumber : (SIKI, 2018) 2.1.4 Pelaksanaan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara profesional antara lain dalah :
Independent adalah kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.Lingkup tindakan independent ini antara lain adalah :
a) Mengkaji terhadap klien dan keluarga melalui keperawatan dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan klien.
b) Merumuskan diagnosa keperawatan c) Mengidentifikasi tindakan keperawatan d) Melaksanakan rencana pengukuran e) Merujuk kepada tenaga kesehatan lain f) Mengevaluasi respon klien
g) Partisipasi dengan konsumen atau tenaga kesehatan lainnya dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Tipe tindakan independent keperawatn dapat dikategorikan manjadi 4, yaitu : a) Tindakan diagnostik
(1) Wawancara dengan klien
(2) Observasi dan pemeriksaan fisik
(3) Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, misalnya (Hb) dan membaca hasil dari pemeriksaan laboratorium tersebut. b) Tindakan terapeutik yaitu tindakan untuk mencegah mengurangi, dan
mengatasi masalah klien.
c) tindakan edukatif yaitu tindakan untuk merubah perilaku klien malalui promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada klien.
d) tindakan merujuk yaitu tindakan kerja sama dengan tim kesehatan lainnya.
1) Interdevendent
Interdependent adalah suatu kegiatan yang memerluakan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
2) Dependent
Dependen adalah rencana tindakan medis. (Setiadi, 2012). 2.1.5 Evaluasi
Menurut Arifin dan Zaenal (2010 hal.45) mengatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (Produk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti, sedangkan kegitan untuk sampai pada pemberian nilao dan arti itu adalah evaluasi. Berdasarkan defisi diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan evaluasi merupakan proses yang simestris. Evaluasi merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi bukan hanya merupakan kegiatan akhir atau penutup dari suatu program tertentu, melainkan merupakan kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selama program berlangsung dan pada akhir program setelah program itu selesai.
2.2.Terapi Nesting 2.2.1 .Pengertian
Terapi Nesting adalah penggunaan alat berbentuk seperti kondisi dalam rahim ibu yang terbuat dari bahan phlanyl yang memiliki
panjang sekitar 121- 132 cm dan dapat di sesuaikan dengan panjang tubuh bayi
2.2.2 Jenis- Jenis Posisi Terapi Nesting 1) Supinasi
Supinasi adalah menengadahkan atau membuka telapak tangan 2) Pronasi
Pronasi adalah gerak menelungkupkan atau membalikan telapak tangan
3) Quarterprone/ Semi prone
Quarterprone/ Semi prone adalah posisi bayi miring kanan atau kiri dengan tanga posisi fleksi ke arah mulut bayi
4) Lateral
Lateral adalah posisi bayi berbaring diatas salah satu sisi bagian tubuh dengan kepala menoleh kesamping.
2.2.3 Teknik membuat Nesting
Berikut ini langkah-langkah membuat Nest 1) Siapkan kain bedong 4 buah ( minimal ) 2) Letakan kain bedong di meja dan gulung 3) Ambil kain bedong dan lebarkan
4) Ambil kain yang sudah di gulung dan letakan di atas kain bedong yang yang sudah di lebarkan
5) Plester ujung lipatan nest
7) Satukan ujung kedua nest hingga menjadi hurup “O” 8) Tutup Nest dengan kain lembut ( opsional)
9) Posisikan bayi dalam Nest ( berbagai posisi bayi dalam nest).
Gambar 2.1 Pembuatan Nest (JKI, Vol,22 No 3, November 2019) 2.2.4 Teknik prosedur terapi Nesting
Teknik prosedur terapi nesting bisa dilakukan dengan menggunakan 4 jenis posisi berikut dibawah ini tabel prosedur pelaksanaan terapi nesting.
Tabel 2.3 Prosedur teknik terapi Nesting
No Nama Posisi Petunjuk pelaksanaan Indikasi dan Kontra Indikasi 1 Supinasi a. Pertahankan kepala bayi di
garis tengah dan tidak menoleh ke satu sisi. Berikan bantalan halus di leher untuk membantu menopang posisi kepala
b. Posisi Kepala sedikit fleksi dengan dagu mendekati dada. c. Topang bahu dengan kain
sehingga posisi bahu sedikit fleksi kearah dada
d. Abdukasikan kedua tangan sehingga ujung tangan berada didekat mulut bayi
e. Posisikan pinggul dan lutut fleksi
a. Bayi BBLR yang memiliki
kontraindikasi posisi lateral, pronasi, dan quarter prone
f. Lutut berada di garis tengah sumbu tubuh dan posisi lutut tidak terbuka keluar
g. Posisikam nest untuk menjadi penopang kaki membentuk posisi fleksi dan menyilang h. Rapatkan nest pada bagian
terluar tubuh bayi sehingga tampak bayi terkurung dalam sangkar
i. Bentangkan kain halus untuk menutupi dada hingga kaki bayi dengan posisi kain menyilang sumbu tubuh
No Nama Posisi Petunjuk pelaksanaan Indikasi dan Kontra Indikasi 2 Pronasi a. Posisikan bayi pronasi
b. Saat membalik posisi dari supinasi ke pronasi, tetap pertahankan posisi supinasi dengan cara memegang tangan dan kaki bayi selama proses peralihan posisi c. Hadapkan kepala pada salah
satu sisi dan ubah posisi kepala secara rutin untuk mencegah deformitas kepala. d. Pinggul dan lutut di fleksikan
sehingga membentuk posisi kaki
e. Pastikan posisi pinggul lurus dengan sumbu tumbuh dan tidak miring kesalah satu posisi.
f. Posisikan tangan dan kaki di bawah tubuh bayi dengan posisi ujung tangan menuju kemuka.
g. Berikan bantalan lembut dan tipis di bawah sternum dan perut untuk mensuport dada bayi bernafas dan menjegah retraksi bahu.
h. Rapatkan nest sehingga dapat menopang dan
mempertahankan bentuk posisi yang di jelaskan di atas.
i. Pemberian posisi ini harus di iringi dengan pemasangan
Indikasi a. Bayi BBLR dengan Respiratori Distress Syindrome ( RDS) b. Memperbaiki
serapan Air Susu Ibu ( ASI) melalui OGT.
Kontraindikasi
a. Bayi post oprasi thoraks atau abdomen.
b. Bayi dengan intraventricural hemorrhage ( IVH).
untuk memantau status oksigenasi.
3. Quarter prone / semi prone
a. Sipakan linen / kain panel sebanyak 2 buah.
b. Gulung masing – masing kedua kain menjadi kecil.
c. Hangatkan kedua tangan sebelum menyentuh tubuh bayi.
d. Letakan kain satu yang sudah di gulung pada bagian satu sisi bayi.
e. Posisikan bayi miring kanan atau kiri ( seusaikan kebutuhan bayi ).
f. Posisikan sisi bagian kepala di atas gulungan kain, secara berbarengan posisi kan tangan dan kaki kanan atau kiri seperti memeluk guling namun posisi hampir seperti prone ( tengkurap).
g. Perhatikan tangan bayi fleksi dan sedekat mungkin dekat dengan perut.
h. Berikan kain ke-2 yang sudah di gulung melingkari bagian kaki dengan membentuk “ U “. Indikasi a. Bayi BBLR dengan Respiratory distress syndrome ( RDS). b. Memperbaiki serapan ASI melalui OGT. Kontraindikasi
a. Bayi post oprasi thoraks dan atau abdomen.
b. Bayi BBLR dengan intraventricular hemorrhage ( IVH).
No Nama Posisi Petunjuk pelaksanaan Indikasi dan Kontra Indikasi 4 Lateral a. Posisikan bayi lateral kanan
ataupun kiri ( sesuai indikasi). b. Pertahankan kepala agar tetap
lurus dengan cara memberikan bantalan di sepanjang kepala, tulang belakang ( mengikuti sumbu tubuh), hingga melingkar kedepan dada posisikan kedua tangan memeluk bantalan tersebut. c. Fleksikan lutut
d. Pasang nest dengan rapat sehingga dapat menompang dan mempertahankan bentuk posisi yang di jelaskan diatas.
Indikasi & Kontraindikasi : a. Bayi dengan Gastroesopageal refluk ( GER) ( dianjurkan latral kanan). b. Alternatif posisi dari posisi pronasi pada bayi prematur dengan oksigen – dependen ( RDS).