• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh: Ibnun Nafi NPM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Oleh: Ibnun Nafi NPM:"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI

EKSTRAK DAUN PEPAYA DAN LAMA PERENDAMAN

TERHADAP TINGKAT KEEMPUKAN DAGING AYAM

PETELUR AFKIR DENGAN UJI ORGANOLEPTIS

SKRIPSI

Oleh:

Ibnun Nafi

NPM: 11.54231.173

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MADURA

2017

(2)

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI

EKSTRAK DAUN PEPAYA DAN LAMA PERENDAMAN

TERHADAP TINGKAT KEEMPUKAN DAGING AYAM

PETELUR AFKIR DENGAN UJI ORGANOLEPTIS

SKRIPSI

Oleh:

Ibnun Nafi

NPM: 11.54231.173

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Peternakan pada Fakultas Pertanian

Universitas Madura

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI

EKSTRAK DAUN PEPAYA DENGAN LAMA PERENDAMAN

TERHADAP TINGKAT KEEMPUKAN DAGING AYAM

PETELUR AFKIR DENGAN UJI ORGANOLEPTIS

SKRIPSI

Ibnun Nafi

NPM: 11.54231.173

Pembimbing utama: Ir. Joko Purdiyanto, MP Tanda tangan Tanggal NIP.19610613198070310003

Tanggal

Pembimbing pendamping: Ir. Dedeh Ritta Sumiarsih, M.Agr

NIP.195901171987032002 Tanggal

Dosen penguji: Desi Kurniati Agustina, S.Pt, M.Agr NIS .710413273 Tanggal Mengetahui Universitas Madura Fakultas Pertanian Dekan

Ir. Suparno, M.Agr NIS. 710 413 106 Tanggal

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT yang senantiasa menganugrahkan hidup dan kehidupan, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada nabi Muhammad SAW. Atas Rahmat dan Hidayah TUHAN semesta alam, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “pengaruh pemberian Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Pepaya Dan Lama Perendaman Terhadap Tingkat Keempukan Daging Ayam Petelur Afkir Dengan Uji Organoleptis” dengan lancar.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya:

1. Ir. Joko Purdiyanto, MP selaku dosen pembimbing skripsi. 2. Ir. Suparno, M. Agr selaku Dekan Fakultas Pertanian.

3. Ayah dan Ibu yang telah memberikan semangat dan doa untuk menyelesaikan skripsi.

4. Teman seangkatan 2011 yang membantu memotivasi penulis.

5. Serta semua pihak yang telah banyak membantu sehingga proposal ini tersusun dengan baik yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Skripsi ini masih banyak kekurangan untuk itu penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif agar dapat menyempurnakan laporan-laporan berikutnya dan nantinya dapat digunakan bagi pihak yang memerlukan.

Pamekasan, 30 Desember 2016

Penulis,

(5)

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN PEPAYA DENGAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP TINGKAT KEEMPUKAN DAGING AYAM PETELUR AFKIR

DENGAN UJI ORGANOLEPTIS

Ibnun Nafi1), Joko Purdiyanto2), dan Dedeh Ritta Sumiarsih2) 1)

Mahasiswa Prodi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Madura 2)

DosenProdi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Madura

RINGKASAN

Daging merupakan komoditi yang paling digemari oleh semua kalangan masyarakat. daging memiliki nilai gizi tinggi dan sangat bermanfaat bagi tubuh. Selain rasanya yang enak dan gurih, dagingnya juga baik dan sehat. Daging pada umumnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu daging ayam dan daging sapi. Daging ayam masih dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu daging ayam kampung, ayam potong, dan ayam petelur. Daging ayam petelur kurang diminati oleh masyarakat dengan alasan dagingnya keras, memerlukan tenaga lebih dan waktu yang lama dalam pengolahannya.

.

Penelitian dilakukan di desa somalang, kecamatan pakong, kabupaten pamekasan selama tiga bulan yaitu mulai dari minggu pertama bulan oktober sampai minggu keempat bulan desember 2016. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak sepuluh ekor ayam petelur afkir. Pemotongan ayam menggunakan cara sesuai syariat islam. Materi penelitian berupa daging ayam pada bagian dada dan paha yang diambil sebagai sampel. Selanjutnya sampel daging dipotong berbentuk kubus dan diberi perlakuan berupa perendaman pada ektrak daun pepaya dengan konsntrasi 5%, 10% dan 20% dan lama perendaan 5 menit, 10 menit dan 15 menit. Daging yang diberi perlakuan kemudian dimasak dan diuji tingkat keempukannya oleh 60 responden dengan teknik penilaian berupa skoring.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kosnsentrasi dan lama perendaman berpengaruh terhadap tingkat keempukan daging dengan nilai F hitung 459 lebih besar dari F tabel pada taraf 5% sebesar 4,29 dan 2,59 pada taraf 10%. Perlakuan konsentrasi ekstrak daun pepaya berpengaruh terhadap tingkat keempukan daging dengan nilai F hitung sebesar 1455 yang sangat berbeda signifikan dengan nilai F tabel 5 % sebesar 3,32 dan 4,70 pada taraf 10 %. Dari uji lanjut dketahui bawa setiap konsentrasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keempukan daging. Konsentasi 5 % dengan konsentrasi 10 % berbeda signifikan dengan nilai selisih sebesar 1,16 diatas nilai BNT sebesar 0,59. Konsentrasi 10 % dengan konsentrasi 20 % berbeda signifikan dengan nilai selisih sebesar 1,29. Dan konsentrasi 5 % dengan 20 % berbeda signifikant dengan nilai selisih tersebesar yaitu 2,45. Perlakuan Lama perendaman juga berpengaruh terhadap tingkat keempukan daging dengan nilai F hitung 362 lebih besar

(6)

dibandingkan dengan F tabel 5 % sebesar 3,32 dan F tabel 10 % sebesar 4,70. Dari uji lanjut diketahui bahwa pengaruh lama perendaman 5 menit dengan 10 menit berbeda signifikan dengan selisish nilai sebesar 0,67, sementara Pengaruh lama perendaman 5 menit dengan 15 menit berbeda signifikan dengan selisih nilai sebesar 1,22. Dan pengaruh lama perendaman 10 menit dengan 15 menit tidak berbeda signifikan dengan selisih nilai 0,05 lebih kecil dengan BNT yaitu 0,59. Selain itu hasil analisis menujukkan bahwa terdapat interkasi yang nyata antara faktor konsentrasi dengan faktor lama perendaman terhadap keempukan daging. dengan nilai F hitung interaksi sebesar 9,00 lebih besar dibandingkan dengan nilai F tabel 5 % dan 10 % sebesar 3,63 dan 3,40

Kata kunci: Ekstrak Daun Pepaya, Enzim Papain, Lama Perendaman dan Tingkat

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan tanggal 21 April 1993 sebagai anak pertama dari bapak Abdul Karim dan Ibu Hamsatun. pada tahun 2006 penulis lulus SDN somalang pakong pameksan. SMPN 1 pakong lulus tahun 2008, sedangkan lulus SMAN pakong pada tahun 2011. Selama menempuh pendidikan S1 di Fakultas Peternakan penulis mengikuti pelatihan dan memperoleh sertifikat pelatihan IB (Inseminasi Buatan) di BBIB Singosari Malang.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

HALAMAN RIWAYAT HIDUP ... ix

BAB. I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 3

1.4 Hipotesa ... 3

BAB. II. TINJUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Ayam petelur... 5

2.2 Ayam petelur afkir... 10

2.3 Tanaman pepaya ... 11

2.4 Enzim papain ... 14

2.5 Manfaat papain... 22

2.6 Jenis papain... 23

BAB. III. MATERI DAN METODE ... 26

3.1 Lokasi Penelitian... 26

3.2 Materi Penelitian ... 26

3.3 Bahan dan Alat... 30

3.4 Metode penelitian... 30

(9)

4.1 Perlakuan konsentrasi dan perendaman ... 36

4.2 Perlakuan konsentrasi ... 39

4.3 Perlakuan lama perendaman ... 43

4.4 Korelasi konsen trasi dengan lama perendaman... 44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(10)

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Jadwal Penelitian ... 26 2. Rancangan Penelitian... 33 3. Tabel Anava... 34 4. Ringkasan Anava ... 36

5. Perbandingan Antar Perlakuan ... 37

6. Tingkat Keempukan Daging Pada Setiap Perlakuan ... 39

7. Perbandingan Masing-masing Konsentrasi ... 39

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses pemotongan ayam petelur afkir ... 27

2. Daun Pepaya Untuk Konsentrasi 20 % ... 28

3. Daun Pepaya Untuk Konsentrasi 10 % ... 29

4. Daun Pepaya Untuk Konsentrasi 5 % ... 29

5. Proses Pembuatan Ekstrak ... 29

6. Ekstrak Daun Pepaya ... 30

7. Perendaman Daging Pada Konsentrasi 5 %, 10 % dan 20 %... 31

8. Perendaman Daging Pada Konsentrasi 5 %, 10 % dan 20 %... 31

9. Perendaman Daging Pada Konsentrasi 5 %, 10 % dan 20 %... 31

10. Kondisi Daging Setelah Dilakukan Perendaman ... 32

11. Kondisi Daging Sebelum Dimasak ... 32

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Format Kuestioner ... 48

2. Tabulasi Data Kuestioner ... 49

3. Proses Pengambilan Data Oleh Responden ... 51

4. Data Hasil Penelitian... 52

5. Ringkasan Data Total Penelitian... 54

6. Analisis Data... 55

7. Uji BNT Perlakuan konsentrasi dan lama perendaman ... 59

8. Uji BNT Perlakuan Konsentrasi ... 61

(13)

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT DAN MEMALSUKAN DATA

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Ibnun Nafi

Tempat/tanggal lahir : pamekasan,

NPM : 11.54231.173

Program studi : peterakan

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul ”Pengaruh Pemberian Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Pepaya Dengan Lama Perendaman Terhadap Tingkat Keempukan Daging Ayam Petelur Afkir Dengan Uji Organoleptis”:

1. Adalah benar-benar hasil karya sendiri (tidak hasil plagiat/jiplakan) 2. Tidak didasarkan pada data palsu.

Apabila pada kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya tidak benar, saya bersedia menanggung resiko dan diap diperkarakan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Pamekasan, 27 juli 2017 Yang menyatakan,

ibnun nafi 11.54231.173

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daging merupakan komoditi yang paling digemari oleh semua kalangan masyarakat. Soeparno, (2005) menyatakan bahwa daging memiliki nilai gizi tinggi dan sangat bermanfaat bagi tubuh. Selain rasanya yang enak dan gurih, dagingnya juga baik dan sehat. Tanda-tanda daging yang baik dan sehat adalah mempunyai cap/stempel dari rumah potong hewan, daging berwarna berwarna merah yang alami, baunya masih khas, tekstur daging kenyal dan padat.

Daging pada umumnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu daging ayam dan daging sapi. Daging ayam masih dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu daging ayam kampung, ayam potong, dan ayam petelur. Daging ayam kampung memiliki ciri khas dibandingkan dengan daging ayam potong dan ayam petelur. Daging ayam kampung memiliki daging yang elastis, tidak terlalu keras, nilai gizi tinggi, dan rasanya lebih gurih tetapi harga daging ayam kampung lebih mahal. Daging ayam potong memiliki daging yang lebih lunak, tidak elastis, nilai gizi tidak terlalu tinggi dan rasanya gurih serta harga yang terjangkau. Sehingga kebanyakan masyarakat lebih sering mengkonsumsi daging ayam potong.

Daging ayam petelur kurang diminati oleh masyarakat dengan alasan dagingnya keras, memerlukan tenaga lebih dan waktu yang lama untuk mengolahnya. Akan tetapi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah kebawah lebih memilih ayam petelur afkir karena memiliki keuntungan yaitu jumlah daging yang dihasilkan lebih banyak, dan harganya lebih murah. Walaupun daging yang keras dihasilkan memiliki kualitas yang kurang dari segi rasa, nilai gizi dan tekstur jika dibandingkan dengan ayam pedaging, tetapi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah kebawah tetap menjadikan ayam petelur sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuan sehari-hari khususnya pada saat hari raya ataupun perayaan hajatan.

Proses pengolahan daging ayam petelur lebih lama dibandingkan dengan daging ayam pedaging dan ayam potong karena umur ayam yang sudah tua dan sudah tidak produktif, serta tekstur daging yang keras. Sehingga dibutuhkan cara untuk mempercepat proses pengolahan dengan menghasilkan kualitas daging yang sama dan atau lebih empuk dengan waktu yang sama dengan proses pegolahan daging ayam pedaging. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian dengan judul: “pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun pepaya pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir dengan uji organoleptis” sebagai hasil tindak lanjut dari tradisi masyarakat yang menjadikan daun pepaya

(15)

sebagai media untuk melunakkan tekstur daging yang keras dengan cara membungkus daging dengan daun pepaya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh perlakuan konsentrasi dan lama perendaman pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir?

2. Bagaimana pengaruh konsentrasi ekstrak daun pepaya pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir?

3. Bagaimana pengaruh lama perendaman pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir?

4. Adakah korelasi antara konsentrasi dengan lama perendaman pada tingkat keempukan daging ayam petepur afkir?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh perlakuan konsentrasi dan lama perendaman pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir

2. Mengetahui pengaruh berbagai tingkat konsentrasi ekstrak daun pepaya pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir

3. Mengetahui pengaruh lama perendaman pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir

4. Mengetahui korelasi antara konsentrasi dengan lama perendaman pada tingkat keempukan daging ayam petepur afkir

1.4. Hipotesa

Ho1: Perlakuan konsentrasi dan lama perendaman tidak berpengaruh pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir.

Ho2: Konsentrasi ekstrak daun pepaya tidak berpengaruh pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir.

Ho3: Lama perendaman tidak berpengaruh pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir.

Ho4: Tidak ada korelasi antara konsentrasi dengan lama perendaman pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir.

Hi1: Konsentrasi dan lama perendaman berpengaruh pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir.

Hi2: Konsentrasi ekstrak daun pepaya berpengaruh pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir.

Hi3: lama perendaman berpengaruh pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir.

Hi4: ada interaksi antara konsentrasi dengan lama perendaman pada tingkat keempukan daging ayam petelur afkir

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ayam Petelur

Menurut S Alex (2011), ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Tahun demi tahun ayam betina dari seluruh dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar. Arah seleksi ditunjukkan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi dapat diambil telurnya dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi mulai spesifik.

Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam boiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur. Selain itu, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga akhirnya dikenal dengan ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik

dipertahankan (“terus dimurnikan”). Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam

petelur unggul. (S Alex, 2011)

Menginjak awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab dengan pola kehidupan masyarakat dipedesaan. Memasuki periode 1940-an orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Disini, orang mulai membedakan antara ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang dikampung. Sementara ayam orang belanda disebut ayam orang luar negeri yang kemudian lebih akrab dengan sebutan ayam negeri (kala itu masih merupakan ayam negeri galur murni). Ayam semacam ini masih bisa dijumpai di tahun 1950-an yang dipelihara oleh beberapa orang pengggemar ayam. Hingga akhir periode 1980-an, orang indonesia tidak banyak mengenal klasifikasi ayam. Ketika itu, sifat ayam dianggap seperti ayam kampung saja, bila telurnya enak dimakan maka dagingnya juga enak dimakan. Namun pendapat itu tidak benar, ayam negeri/ayam ras ini ternyata bertelur banyak tetapi tidak enak dagingnya. (S Alex, 2011)

Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup lama hingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam broiler yang memang khusus untuk pedaging, semetara ayam petelur dwiguna / ayam petelur coklat mulai menjamur pula. Disinilah masyarakat mulai sadar

(17)

enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung. (S Alex, 2011)

Sementara itu, telur ayam ras cokelat mulai tinggi, sedangkan telur ayam kampung mulai terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional saja. Persaingan inilah yang menandakan maraknya peternakan ayam petelur. Ayam kampung memang bertelur dan dagingnya memang dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam dwiguna secara komersial unggul. Penyebabnya, dasar genetis antara ayam kampung dan ayam ras petelur dwiguna ini memang berbeda jauh. Ayam kampung dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa baiknya. Sehingga ayam kampung dapat mengantisipasi perubahaniklim dengan sangat baik dibandingkan ayam ras. Hanya kemampuan genetisnya saja yang membedakan produksi kedua ayam ini. Walaupun ayam ras itu juga berasal dari ayam liar di asia dan Afrika (S Alex, 2011).

Menurut S Alex, (2011) Berdasarkan tujuan pemeliharaan atau biasa disebut tipe ayam, ayam dapat dikelompokkan menjadi:

2.1.1 Tipe Petelur

Ayam tipe petelur memiliki karakteristik bersifat nervous atau mudah terkejut, bentuk tubuh ramping, cuping telinga bewarna putih dan kerabang telur bewarna putih. Karakteridtik lainnya yaitu produksi telur tinggi (200 butir/ekor/tahun), efisien dalam pengguanaan ransum untuk membentuk telur, dan tidak memiliki sifat mengeram.

2.1.2 Tipe Pedaging

Karakteristik ayam tipe pedaging bersifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah.

2.1.3 Tipe Dwiguna

Ayam tipe dwiguna memiliki karakteristik sifat tenang, bentuk tubuh sedang, produksi telur sedang, pertumbuhan ssedang dan kulit bewarna coklat. Klasifikasi ayam di Indonesia

Menurut S Alex, (2011) Berdasarkan kondisi perkembangan peternakan ayam di Indonesia, dapat dibuat klasifikasi yang khas untuk pengembangan perunggasan yaitu:

2.1.4 Ayam Ras

Ayam ras adalah jenis ayam dari luar negeri yang bersifat unggul sesuai dengan tujuan pemeliharaan karena telah mengalami perbaikan mutu genetis. Jenis ayam ini ada dua tipe yaitu tipe pedaging dan tipe petelur.

(18)

Ayam lokal adalah jenis ayam asli Indonesia, masih alami dan belum banyak mengalami perbaikan mutu genetis. Ayam lokal disebut juga ayam bukan ras (buras), untuk membedakannya dengan ayam ras. Di beberapa daerah, dikembangkan masyarakat sehingga memiliki karakteristik yang relatif homogen, baik bentuk tubuh maupun warna bulu. Kemudian ayam tersebut diberi nama berdasarkan nama daerah atau nama tertentu. Misalnya ayam kedu, ayam sentul, dan ayam nunukan. Sementara karakteristik ayam lokal yang dipelihara oleh sebagian besar masyarakat di pedesaan masih alami. Bentuk tubuh dan warna bulu sangat beragam yang biasanya disebut ayam kampung

Jenis-Jenis Ayam Ras Petelur 2.1.1 Tipe Ayam Petelur Ringan

Tipe ayam ini disebut dengan ayam petelur putih. Ayam petelur ringan ini mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan berjengger merah. Ayam ini berasal dari galur murni white leghorn. Ayam galur ini sulit dicari, tapi ayam petelur ringan komersial banyak dijual di Indonesia dengan berbagai nama. Setiap pembibit ayam petelur di Indonesia pasti memiliki dan menjual ayam petelur ringan (petelur putih) komersial ini. Ayam ini mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi hen house. Sebagai petelur, ayam tipe ini memang khusus untuk bertelur saja sehingga semua kemampuan dirinya diarahkan pada kemampuan bertelur, karena dagingnya hanya sedikit. Ayam petelur ringan ini sensitif terhadapa cuaca panas dan keributan, dan ayam ini mudah kaget bila kaget ayam ini produksinya akan cepat turun, begitu juga bila kepanasan

2.1.2 Tipe Ayam Petelur Medium

Bobot tubuh ayam ini cukup berat. Meskipun itu, beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat juga. Dipasaran orang mengatakan telur cokelat lebih disukai daripada telur putih, kalau dilihat dari warna kulitnya memang lebih menarik yang cokelat daripada yang putih, tapi dari segi gizi dan rasa relatif sama. Satu hal yang berbeda adalah harganya dipasaran, harga telur cokelat lebih mahal daripada telur putih. Hal ini dikarenakan telur cokelat lebih berat daripada telur putih dan produksi telur cokelat lebih sedikit daripada telur putih. Selain itu daging dari

(19)

ayam petelur medium akan lebih laku dijual sebagai ayam pedaging dengan rasa yang enak (Sianturi ECJ, 2011).

2.2 Ayam petelur afkir

Ayam Petelur Afkir Ayam afkir merupakan ayam ras petelur yang sudah tidak produktif lagi untuk bertelur namun tetap bernilai ekonomis dimata peternak atau produsen ketika distribusikan ke pasar-pasar tradisional. Ayam ras afkir memiliki berat tubuh antara 2 kg – 2,5 kg dan berusia antara 18 – 20 bulan. Kualitas karkas ayam jenis ini relatif kurang baik, karena memiliki kandungan lemak relatif tinggi, meskipun jaringan ikat daging relatif baik. Daging ayam afkir pada dasarnya memiliki kualitas yang dikenal alot dan banyak kandungan lemaknya. Daging ayam petelur afkir memiliki kandungan protein 23,34% dan lemak 2,28% (Sujarwanta dkk, 2012).

Jika ditinjau dari aspek kesehatannya, ayam afkir memiliki kandungan gizi yang kurang bila dibandingkan dengan ayam-ayam lain. Ayam petelur afkir sering disetarakan dengan ayam pedaging, namun ayam petelur afkir memiliki kualitas daging yang rendah, boleh dikatakan kualitas daging yang alot dan banyak kandungan lemak. Dengan kualitas seperti itu, seharusnya konsumen berasumsi untuk tidak membeli ayam ras petelur afkir, tetapi kenyataannya masih banyak masyarakat yang berminat untuk mengkomsumsi. Kualitas kimiawi daging ayam petelur afkir cukup tinggi yaitu kadar air 73,20%, kadar protein 19,85%, kadar lemak 1,20%, kadar mineral 1,05% dan aw 0,9% dan dapat diandalkan sebagai sumber protein hewani yang cukup tinggi (Sagala, 2007).

Menurut Rasyaf (2010), Ayam petelur afkir adalah ayam betina petelur dengan produksi telur rendah sekitar 20 sampai 25% pada usia sekitar 96 minggu dan siap untuk dikeluarkan dari kandang (Gillespie and Flanders, 2010). Ayam petelur afkir oleh peternak dimanfaatkan sebagai ayam potong untuk penghasil daging dan mempunyai kualitas daging lebih rendah dibanding ayam broiler, karena mempunyai bau spesifik dan alot, tetapi merupakan sumber penghasilan baru bagi peternak jika harga jual tinggi

Daging ayam petelur afkir memiliki potensi untuk menjadi produk daging olahan, karena mempunyai kandungan nutrien tidak jauh berbeda dengan daging ayam broiler dan mempunyai kandungan lemak tinggi (Rasyaf, 2010).

Kandungan lemak pada daging menentukan kualitas daging, karena lemak menentukan cita rasa dan aroma daging. Alternatif untuk membuat produk olahan daging ayam petelur afkir dengan cara dibuat abon, karena abon dapat meningkatkan kualitas cita rasa, daya simpan, nutrisi dan fisik dari daging mentah (Soeparno, 2005).

(20)

Moehd. B K. (2007) tanaman pepaya (Carica papaya) merupakan jenis tanaman yang diklasifikasikan kedalam famili Caricaceae, berupa herba yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Meksico dan Coasta Rica

Dalam sistematika tumbuhan, tanaman pepaya diklasifikasikan ke dalam : Divisio : Magnoliopyta

Kelas : Magnoliopsida Ordo : Violales Familia : Caricaceae Genus : Carica

Spesies : Carica papaya L

Dalam klasifikasi tanaman, pepaya termasuk dalam famili Caricaceae. Famili ini memiliki empat genus, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta, dan Cylicomorph. Ketiga genus petama merupakan tanaman asli Amerika tropis, sedangkan genus ke empat merupakan tanaman yang beasal dari Afrika. Genus Carica memiliki 24 spesies, salah satu diantaranya adalah pepaya. Tanaman dari genus Carica banyak diusahakan petani karena buahnya enak dimakan. Genus lainnya hanya lazim untuk dinikmati keindahan habitusnya (Moehd. B K. 2007).

Pepaya merupakan tanaman herba. Batangnya berongga, biasanya tidak beracun, dan tingginya dapat mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun tunggal, berukuran besar, dan bercangkap. Tangkai daun panjang dan berongga. Bunganya terdiri dari tiga jenis, yaitu bunga jantan, bunga betina, dan bunga semurna. Bentuk buah bulat sampai lonjong. Batang, daun, dan buahnya mengandung getah yang memiliki daya enzimatis, yaitu dapat memecah protein. Pertumbuhan tanaman papaya termasuk cepat karena antara 10-12 bulan setelah ditanam buahnya telah dapat dipanen (Moehd. B K. 2007).

Menurut Pantastico et al. dalam Pandjaitan (2014). Pepaya merupakan salah satu komoditas buah tropika Indonesia. Pepaya merupakan tanaman yang ideal ditanam pada pekarangan rumah maupun perkebunan. Tanaman pepaya dapat tumbuh optimal pada penyinaran matahari yang tidak terlalu terik dan pada suhu berkisar 22-26 0C. Curah hujan (CH) berkisar 1000-2000 mm/tahun, dengan bulan kering (CH < 60 mm) 3-4 bulan, serta beriklim basah (PKBT 2004). Kandungan gizi yang terdapat pada pepaya juga begitu beragam. Menurut Villegas (1997) tiap 100 g buah pepaya yang dapat dimakan mengandung 86.6 g air, 0.5 g protein, 0.7 g serat, 3 mg kalium, 450 mg vitamin A, 74 mg vitamin C, dan gula (sukrosa (48.3 %), glukosa (29.8 %) danfruktosa (21.9 %).

Pepaya dalam kegiatan budidaya dimulai dari penanaman. Pepaya sendiri dapat mulai menghasilkan buah yang siap untuk dipanen pada rentang umur 9-12

(21)

bulan terhitung setelah buah mekar. Penampilan warna pada buah pepaya yang belum matang yakni hijau tua dan daging buah masih sangat keras sedangkan pada saat pepaya tua warna akan mulai terdegradasi menjadi kuning diikuti pelunakan daging buah. Pemanenan buah harus dilakukan dengan ketuaan optimum. Penundaan pemanenan dapat meningkatkan kepekaan komoditi hortikultura terhadap pembusukan sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai jual komoditi tersebut (Pantastico et al. dalam Panjaitan 2014).

Pepaya merupakan buah yang mempunyai nilai nutrisi baik, dapat dimanfaatkan dalam bentuk buah segar dan produk hasil olahan. Menurut Suketi (2010), buah pepaya mengandung 1.0-1.5% protein, 1.0-1.5% vitamin A, dan 69– 71 mg (100 g) -1 vitamin C. Mineral yang terkandung dalam buah pepaya di antaranya kalsium sebesar 11–31 mg (100 g) -1 dan kalium sebesar 39–337 mg (100 g) -1. Kandungan lain dalam buah pepaya adalah 0.1% lemak rendah,7-13% karbohidrat, 35–59 kkal (100 g) -1, 200 kJ energi dan 85-90% air. Bagian tanaman buah pepaya seperti akar, daun, buah dan biji mengandung fitokimia: polisakarida, vitamin, mineral, enzim, protein, alkaloid, glikosida, saponin dan

flavonoid yang semuanya dapat digunakan sebagai nutrisi dan obat

2.4 Enzim Papain

Papain (EC 3.4.22.2) merupakan salah satu enzim hidrolase yang bersifat proteolitik hasil isolasi dari penyadapan getah buah pepaya (Carica

papaya, L). Selain mengandung papain sebanyak 10 %, getah buah pepaya

juga tersusun atas enzim kemopapain dan lisozim sebesar 20 % dan 45 % (Winarno 1997 dalam Rosdianti 2008). Papain tersusun atas 212 residu asam amino yang membentuk sebuah polipeptida rantai tunggal dengan bobot molekul sebesar 23.000 Dalton (Harrison et al. 1997 dalam Rosdianti 2008).

Menurut Muchtadi (1992) dalam Rosdianti (2008), aktivitas papain dipengaruhi oleh konsentrasi, pH, suhu, waktu inkubasi, kekuatan ion, dan tekanan. Selain itu, Belitz dan Grosch (1999) menyatakan bahwa papain termasuk ke dalam golongan protease sulfihidril yang aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh adanya satu atau lebih gugus S-H pada sisi aktifnya.

Gugus sulfihidril ini berperan dalam reaksi hidrolisis substrat menyangkut pembentukan ikatan kovalen tiol ester antara gugus karboksil dan sulfihidril protein papain. Papain dapat menghidrolisis amida pada residu asam amino arginin, lisin, glutamin, histidin, glisin, dan tirosin (Leung 1996 dalam Rosdianti 2008).

Aktivitas enzim papain ditandai dengan proses pemecahan substrat menjadi produk oleh gugus histidin dan sistein pada sisi aktif enzim. Beveridge (1996) dalam Rosdianti (2008) memaparkan bahwa selama proses katalisis

(22)

hidrolisis gugus-gugus amida, mula-mula gugus sistein (Cys-25) yang bersifat sangat reaktif berikatan dengan substrat pada sisi aktif papain sehingga dihasilkan ikatan kovalen substrat dengan enzim yang berbentuk tetrahedral. Kemudian gugus histidin (His-159) terprotonasi sehingga berikatan dengan nitrogen yang terdapat di dalam substrat. Akibatnya gugus amin pada substrat terdifusi dan kedudukannya digantikan oleh molekul-molekul air yang pada akhirnya menghidrolisis hasil intermediet sehingga engembalikan enzim ke dalam bentuk dan fungsinya seperti semula.

Aktivitas katalitik enzim papain juga dipengaruhi oleh karakteristik getah pepaya yang digunakan untuk isolasi enzim papain serta proses pengeringan getah. Menurut IDEA (2000) dalam Rosdianti (2008) ,isolasi getah pepaya perlu dilakukan pada pagi hari agar tidak terjadi proses oksidasi pada getah. Pengeringan dalam waktu singkat pada suhu dibawah 50 C menghasilkan produk yang lebih bersih dan lebih aktif. Pengeringan getah pepaya menggunakan spray dryer mampu menghasilkan papain kasar dengan aktivitas proteolitik yang lebih baik daripada pengeringan menggunakan pengering kabinet atau sinar matahari. Teknik pengendapan dengan alkohol dapat menghasilkan perolehan papain dengan aktivitas lebih tinggi dan menurunkan kadar impuritis logam pada produk akhir.

Aktivitas enzim papain cukup spesifik karena papain hanya dapat mengkatalisis proses hidrolisis dengan baik pada kondisi pH serta suhu dalam kisaran tertentu. Kemampuan papain pada sebagian besar substrat protein lebih ekstensif daripada protease pankreas seperti tripsin dan pepsin (Leung 1996 dalam Rosdianti 2008).

Daya proteolitik papain sangat aktif pada suasana reduktif, karena itu adanya penambahan bahan-bahan pereduksi akan dapat meningkatkan aktivitas papain. Aktivitas papain dapat diukur dengan beberapa metode antara lain metode penggumpalan susu dengan satuan Milk Clotting Units (MCU/mg), dan metode hidrolisis kasein dengan satuan Casein Digestion Unit (CDU/mg) atau Tyrosine Unit (TU/mg) (Muhidin 1999; EDC 2001 dalam Rosdianti 2008)

Papain mempunyai sifat kestabilan yang relatif tinggi terhadap faktor suhu dan pH. Aktivitas enzim ini berada pada daerah pH yang luas dan tergantung pada substrat (4,5 - 10,0). Papain biasanya aktif pada pH antara 5,0 hingga 7,0 dengan titik isoelektrik 8,75 dan suhu optimum 60-75 C. Winarno (1986) dalam Rosdianti (2008) menyatakan bahwa kestabilan enzim papain baik sekali pada larutan yang mempunyai pH 5,0, pH optimal untuk substrat albumin maupun kasein adalah 7,0 dan untuk substrat gelatin 5,0. Keaktifan enzim papain hanya menurun 20 % pada pemanasan 70 C selama 30 menit dan 50 % pada pemanasan suhu 76 sampai 85  C selama 56 menit pada pH 7,0.

(23)

Enzim papain sangat sensitif terhadap zat pengoksidasi seperti H2O2, iodoasetat, gugus alkil, ion logam (Cu2+, Au2+, Ag2+, Zn2+, Hg3+) atau zat pengemulsi yang akan mengikat gugus tiol. Papain dapat diaktifkan oleh zat pereduksi seperti sistein dan glutation, serta zat pengkelat EDTA. Aktivitas papain masih dapat dipertahankan apabila enzim tersebut distabilkan dalam bentuk kristal melalui penambahan antioksidan Na-Bisulfit 0,7 %, 2,3-dimerkaptopropanol, sistein, dan EDTA dengan kondisi penyimpanan pada suhu 5C selama enam hingga 12 bulan (EDC 1999 dalam Rodianti 2008).

Enzim papain adalah enzim yang terdapat pada getah papaya merupakan jenis enzim proteolitik yaitu enzim yang mengakatalisa reaksi pemecahan rantai polipeptida pada protein dengan cara menghidrolisa ikatan peptidanya menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti dipeptida dan asam amino. (Winarno, 1983 dalam Endahwati 2011)

Enzim papain termasuk enzim proteolitik dan enzimnya disebut protease. Sifat kimia enzim protease tergantung dari jenis gugusan kimia yang yang terdapat dalam enzim tersebut. Karena papain memiliki gugus sulfihidril pada lokasi aktifnya maka enzim papain termasuk dalam golongan enzim proteolitik sulfihidril. Enzim papain mempunyai keaktifan sintetik yaitu kemampuan untuk membuat protein baru atau senyawa yang menyerupai protein yang disebut plastein. Disamping keaktifan untuk memecah protein (Endahwati 2011).

Menurut Dudung Muhidin (2001) dalam Endahwati (2011) Kualitas papain sangat ditentukan oleh kekuatan / kemampuan papain untuk memecah protein. Kemampuan protein ini disebut aktivitas proteolitik (proteolytic activity) yang sering dinyatakan dengan satuan unit. Sehubungan dengan metode analisanya maka dikenal beberapa macam satuan unit diantaranya FCCU (Food Chemical Codex Units), MCU ( Milk Clotting Units), CDU ( Casein Disgestion Units), dan SU ( Soxhlet Units), namun metode yang paling sederhana, mudah dan banyak digunakan dalam penelitian kualitas papain dalam perdagangan dunia adalah Milk Clotting Units ( metode penggumpalan susu) yang satuannya disebut MCU. Metode ini didasarkan pada waktu yang digunakan oleh satuan berat papain untuk menggumpalkan satu satuan volume susu dalam suhu tertentu. Papain yang dihasilkan dari getah dan daun ternyata memiliki aktivitas proteolitik sekitar 200 MCU/gr sedangkan dari buah sekitar 400 MCU/gr.

Menurut Wardah (2012), enzim papain merupakan enzim protease yang terkandung dalam getah papaya, baik dalam buah, batang maupun daunnya. Sebagai enzim yang berkemampuan sebagai memecahkan molekul protein, dewasa ini papain menjadi suatu produk yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik di kehidupan rumah tangga maupun industri. Enzim papain digunakan dalam industri pengolahan daging. Daging dari hewan tua pun dapat menjadi lunak jika diberi enzim papain. Enzim papain juga digunakan sebagai

(24)

bahan penghancur sisa atau buangan hasil industri pengalengan ikan menjadi bubur ikan atau konsentrat protein hewani. Pada industri penyamakan kulit, Enzim papain sering digunakan untuk melembutkan kulit. Dan juga enzim papain berperan penting dalam industri bir. Enzim papain juga dapat digunakan sebagai bahan krim pembersih kulit, terutama muka. Dan masih banyak manfaat enzim papain lainnya. Sedangkan cara memproduksi enzim papain sangatlah mudah. Bahan baku yang perlu dipersiapkan adalah getah papaya. Dan sedangkan bahan pembantunya yaitu air dan sulfat. Cara pengambilan getah papaya tersebut yaitu dilakukan pada buah papaya yang sudah berumur 2.5 - 3 bulan. Dan waktu yang untuk melakukan penyedapan adalah sekitar pukul 05.30 - 08.00 wib atau pukul17.30 - 18.30 wib. Sedangkan cara pengolahan getah papaya tersebut agar menjadi enzim papain kasar maka harus dikerjakan dengan 2 cara, yaitu : Pengeringan dengan sinar matahari, pengeringan ini hanya mengandalkan sinar matahari. Pengeringan dengan pengering kabinet, pengeringan ini menggunakan alat listrik yang berbentuk kabinet.

Martantyo, D. dkk (2013). enzim papain adalah salah satu enzim protease yang diperoleh dari getah papaya. Prosesnya adalah dengan isolasi untuk mendapatkan enzim papain. Enzim papain memiliki manfaat untuk pelunakkan daging. Sebagai seorang sarjana teknik kimia maka perlu mengetahui bagaimana proses isolasienzim papain serta mekanisme dari kinetikareaksi enzimatis. Untuk mengisolasi enzim dari tanamandilakukan 3 proses pemisahan, yaitu Ekstraksi padat cair Merupakan salah satu metode pemisahan cair- padatan. Pada proses ini, komponen yang tidaklarut dipisahkan dari bahan padatan dengan bantuan solvent. Ketika solvent dicampurdengan sampel, maka solvent akan melarutkanekstrak dengan difusi sampai terjadi keseimbangan konsentrasi. Sentrifugasi merupakan cara memisahkan bagian seperti partikel dalam medan gaya sentrifugal partikelyang berukuran berbeda dalam berbagai ukuran. Densitas dan bentuk akan mengendap searah sentrifugal dengan kepentingan berbeda. Presipitasi banyak agen pemisah yang digunakan untuk mengendapkan protein seperti garam proteolitik, polimer, panas, pH, dan solventorganic.

Enzim dapat mempercepat reaksi biologis,dari reaksi yang sederhana sampai reaksi yangsangat rumit. Enzim bekerja dengan caramenempel pada permukaan molekul zat-zatyang bereaksi sehingga mempercepat prosesreaksi. Percepatan reaksi terjadi karena enzimmenurunkan energi pengaktifan yang dengansendirinya akan mempermudah terjadinyareaksi. Enzim mengikat molekul substratmembentuk kompleks enzim substrat yang bersifat sementara dan lalu terurai membentuk enzim bebas dan produk (Lehninger, 1995).

Lebih lanjut Lehninger, (1995). Memaparkan Mekanisme terentuknya enzim subtrat adalah sebagai berikut: Enzim menyesuaikan diri disekitar substrat

(25)

gaya tarik antara enzim dan substrat, ikatan substrat menjadi tegang. Ikatan tegang ini mempunyai energy tinggi dan lebih mudah terpatahkan, sehingga reaksi lebih mudah dan membentuk kompleks enzim- produk. Karena produk dan substrat tidak sama, maka kesesuaian antara produk dan enzim tidak sempurna. Bentuk produk menyebabkan kompleks berdisosiasi dan permukaan enzim siap untuk menerima substrat lain. Teori aktivitas enzimini disebut teori bersesuaian terimbas (Induced-fit Theory).

Enzim yang berperan penting dalam hidrolisis protein ada 2 yaitu proteolitik yang dapat memecah ikatan protein menjadi peptida, dan peptidase yang dapat memecah ikatan peptida menjadi asam amino. Dengan kombinasi protease dan peptidase dapat memecah 90% ikatan peptida. Enzim papain tergolong protease sulhidril. Aktivitasnya tergantung pada adanya gugus sulfhidril pada sisi aktifnya. Enzim ini dapat dihambat oleh senyawa oksidator, alkilator, dan logam berat. Enzim papain mempunyai daya tahan panas paling tinggi diantara enzim-enzim proteolitik lainnya. Aktivitas enzim selain dipengaruhi oleh proses pembuatannya juga dipengaruhi oleh umur dan jenis varietas pepaya yang digunakan (Demam, 1997).

Enzim papain dapat diperoleh dengan menyadap getah buah papaya dengan pisau.Buah pepaya yang masih melekat di pohon digores memanjang dari pangkal sampai ujung buah dengan kedalaman goresan kurang lebih 2 mm dan getah pepaya dalam cawan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyadapan getah buah pepaya agar diperoleh hasil yang maksimal adalah sebagai berikut: umur buah antara 2,5 - 3 bulan, waktu penyadapan dilakukan pagi hari sebelum pukul 08.00 dan sore hari setelah matahari terbenam, dan banyak goresan tiap kali penyadapan adalah 4 kali goresan (Fitriani, 2006).

Menurut Deman (1997) dalam Purnika (2014) papain juga tidak mengandung karbohidrat seperti pada bromelin dan ficin sehingga mempunyai energi aktivasi yang lebih rendah karena lebih murni dibandingkan enzim lain. Kualitas papain ditentukan oleh aktivitas proteolitik, semakin tinggi aktifitas proteolitiknya semakin baik kualitas enzimnya. Penelitian yang dilakukan didapatkan tepung papain kasar tanpa penambahan zat pengaktif dengan aktivitas proteolitik sebesar 0,7015 TU menggunakan pengeringan sinar matahari suhu 55 °C selama 8 jam. Penggunaan lama waktu pengeringan ini cenderung mengakibatkan aktivitas proteolitik tepung papain kasar mengalami kerusakan. Sehingga memerlukan cara untuk meningkatkan aktivitas proteolitik tepung papain kasar dengan penambahan zat pengaktif dan pengeringan yang dapat mengurangi kerusakan enzim.

Enzim merupakan protein atau komplek protein yang mengkatalis reaksi kimia dengan menurunkan energi aktivasi reaksi sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Dalam klasifikasinya, papain termasuk enzim hidrolase,

(26)

yaitu enzim yang bekerja menghidrolisis suatu ikatan. Aktivator papain antara lain adalah sistein, sulfida, dan sulfit sedangkan inhibitor papain yaitu logam berat, karbonil, dan p-kloromerkurobenzoat (Rathi et al. 2007 dalam Wiranti 2014)

Papain merupakan protease sulfihidril yang merupakan protein sederhana dengan sebuah rantai tunggal polipeptida yang terdiri dari 212 residu asam amino dengan sistein-25 sebagai tempat gugus aktif tiol (-SH) esensial. Titik isoelektrik papain adalah 8.75 dengan bobot molekul 21 000 - 23 700 dalton dan dengan kandungan sulfur sebesar 1.2%. Kualitas papain kasar bergantung pada proses pengeringan. Pengeringan dalam waktu singkat pada temperatur di bawah 50 oC dapat menghasilkan produk yang lebih aktif. Selain itu, aktivitas papain dipengaruhi juga oleh jenis buah, umur buah, dan penanganan pascapanennya (Muchtadi et al. 1992; Leung 1996 dalam Wiranti 2014)

1. Manfaat Papain

Manfaat getah pepaya sebagai pelunak daging telah lama diketahui. Hingga kini selain kebutuhan dan permintaan enzim papain semakin meningkat, pemanfaatannya pun kian berkembang dan tidak hanya terbatas sebagai pelunak daguing saja. Berbagai industri makanan dan minuman,

(27)

sejenis lainnya. Prospek pemasaran papain tampaknya kian cerah (Fitriani, 2006).

Di Indonesia pemanfaatan getah pepaya sebagai pelunak daging sudah dikenal sejak dulu. Cara yang umum dilakukan adalah dengan membungkus daging tersebut beberapa saat dengan daun-daun pepaya yang telah dicacah. Setelah itu barulah daging dimasak. Saat ini enzim papain sebagai pelunak daging mudah dibeli di pasar, terutama di pasar swalayan. Cara pemakaian papain sangat mudah. Setelah ditusuk tusuk dengan garpu, daging ditaburi dengan tepung papain dan baru kemudian dimasak. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan merendam daging dalam larutan papain. Penusukan dengan garpu atau perendaman dimaksudkan agar papain dapat meresap ke dalam daging (Fitriani, 2006).

Penggunaan papain pada daging akan menambah nikmat rasa daging. Daging akan menjadi empuk sehingga mudah dipotong, digigit, dan dikunyah. Selain itu daging akan mudah dicerna sehingga nilai gizi protein daging yang diserap tentunya akan meningkat. Industri minuman dan makanan banyak yang menggunakan enzim papain. Diantaranya industri-industri pembuatan keju, pengembang kue, biskuit, dan roti. Industri makanan ternak menggunakan papain untuk menghasilkan konsentrat protein ikan. Industri farmasi menggunakan papain untuk pengobatan penderita gangguan saluran pencernaan, penderita dispepsia, dan gastritis (Fitriani, 2006).

2 . Jenis Papain

Menurut Fitriani, (2006). Dalam dunia perdagangan dikenal dua jenis papain, yaitu papain kasar (crude papain) dan papain murni. Papain kasar adalah getah pepaya yang dikeringkan kemudian dihaluskan menjadi Getah pepaya yang merupakan bahan dari tepung kering ini terdiri dari empat macam enzim proteolitik yang saling berbeda sifat fisik dan katalisnya. Keempat enzim yang dimaksud adalah papain, chimospapain A, chimospapain B, dan ppain peptidase A. Oleh karena sifat chimospapain A dan chimospapain B agak mirip, maka keduanya dapat disebut sebagai chimospapain saja. Keempat jenis enzim proteolitik tersebut biasanya disebut papain kasar. Sifat enzimatis papain kasar ini sangat tinggi karena terdiri dari gabungan keempat enzim tersebut. Papain murni adalah hasil pemisahan pemurnian papain kasar menjadi keempat enzim proteolitik. Papain murni banyak digunakan dalam industri farmasi.

Hasil peneitian yang dilakukan oleh Nuhriawangsa (2012) pada artikel yang berjudul “Pemanfaatan Pepaya Muda Dan Daun Pepaya Untuk

Meningkatkan Kualitas Daging Itik Afkir” adalah sebagai berikut:

Hasil uji fisik yang berupa keempukan memperlihatkan bahwa daging itik petelur afkir dengan konsentrasi 20 % lebih empuk dibanding 10% dan penggunaan daging dari buah pepaya juga dapat menghasilkan daging yang

(28)

lebih empuk dibanding daun pepaya. Uji susut masak memperlihatkan dengan menggunakan konsentrasi 20% lebih besar dibanding 10% dan dan menggunakan daging buah lebih besar dibanding daun buah. Hasil uji panel kempukan memperlihatkan dengan konsentrasi 20% menghasilkan daging yang lebih empuk dibanding 10% dan penggunaan daging buah juga menghasilkan daging yang lebih empuk dibanding daun pepaya.

Konsentrasi enzim 20% dan bagian daging buah merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kesukaan keempukan bagi panelis. Hasil uji jus daging dengan konsentrasi 20% lebih disukai dibanding 10% dan menggunakan daun lebih disukai dibanding daging buah pepaya. Hasil uji panel flavor menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai penggunaan konsentrasi 10% dibanding 20% dan daging buah lebih disukai dibanding daun pepaya.

(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis data penelitian yang dilakukan disajikan pada tabel anava sebagai berikut.

Tabel 4. Ringkasan Anava

Sumber variasi Dk jk kt F hitung F tabel 10%

perlakuan Konsentrasi Perendaman Interaksi Galat/kekeliruan 8 2 2 4 532 682,33 540,71 134,89 6,72 98,85 85,29 270,36 67,45 1,68 0,19 459 1455 362 9 2,59 4,70 4,70 3,40 total 540

Perlakuan konsentrasi dan perendaman

Dari hasil analisis data diketahui bahwa hipotesa nol (Ho) ditolak dan hipotesa alternatif (Hi) diterima. Sehingga ada pengaruh perlakuan pemberian ekstrak daun pepaya dan lama perendaman terhadap tingkat keempukan daging ayam petelur afkir. Nilai F hitung perlakuan memilki nilai signifikan yaitu 459 yang lebih besar dibandingkan dengan nilai F tabel 2,59 pada taraf 10%. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda signifikan dan tidak berbeda signifikan dilakukan uji BNT, dengan hasil sebagai pada tabel 7 berikut.

Dari hasil uji BNT diketahui bahwa perlakuan konsentrasi 20% pada perendaman 15 menit memberikan pengaruh yang paling baik terhadap keempukan daging ayam petelur afkir dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Nilai perbandingan antar perlakuan dibandingkan dengan nilai BNT. Jika selisih nilai antar perlakuan lebih besar dari nilai BNT maka kedua perlakuan tersebut memiliki pengaruh yang berbeda signifikan. Sementara jika selisih nilai antar perlakuan lebih kecil dari BNT maka kedua perlakuan tersebut tidak berbeda signifikan.

Dari tabel 5 ditemukan perbandingan antar perlakuan yang pengaruhnya berbeda signifikan dan tidak berbeda signifikan. Dari semua perbandingan diketahui bahwa ada 3 perlakuan yang pengaruhnya tidak berbeda signifikan terhadap tingkat keempukan daging karena selisih nilai perbandingan lebih kecildibandingkan dengan nilai BNT . Perlakuan tersebut adalah perlakuan konsentasi 5% selama 5 menit dengan konsentrasi 5% selama 10 menit,

(30)

konsentrasi 5% selama 15 menit dengan konsentrasi 10% selama 5 menit, dan konsentrasi 10% selama 15 menit dengan konsentrasi 15% selama 5 menit.

Tabel 5. Perbandingan Antar Perlakuan Perlakuan Notasi k1 5 dengan k1 10 -k1 5 dengan k1 15 + k1 5 dengan k2 5 + k1 5 dengan k2 10 + k1 5 dengan k2 15 + k1 5 dengan k3 5 + k1 5 dengan k3 10 + k1 5 dengan k3 15 + k1 10 dengan k1 15 + k1 10 dengan k2 5 + k1 10 dengan k2 10 + k1 10 dengan k2 15 + k1 10 dengan k3 5 + k1 10 dengan k3 10 + k1 10 dengan k3 15 + k1 15 dengan k2 5 -k1 15 dengan k2 10 + k1 15 dengan k2 15 + k1 15 dengan k3 5 + k1 15 dengan k3 10 + k1 15 dengan k3 15 + k2 5 dengan k2 10 + k2 5 dengan k2 15 + k2 5 dengan k3 5 + k2 5 dengan k3 10 + k2 5 dengan k3 15 + k2 10 dengan k2 15 + k2 10 dengan k3 5 + k2 10 dengan k3 10 + k2 10 dengan k3 15 + k2 15 dengan k3 5 -k2 15 dengan k3 10 + k2 15 dengan k3 15 + k3 5 dengan k3 10 + k3 5 dengan k3 15 + k3 10 dengan k3 15 +

(31)

Perlakuan konsentrasi 5% selama 5 menit pengaruhnya tidak berbeda signifikan dengan perlakuan konsentrasi 5% selama 10 menit karena konsentrasi ekstrak daun pepaya yang digunakan masih 5% sehingga kandungan enzim papain sedikit dan belum maksimal dalam menguraikan ikatan protein dalam daging. Akibatnya pada lama perendaman 10 menit belum memberikan efek yang signifikan terhadap tingkat keempukan daging dibandingkan dengan perendaman 5 menit. Nilai rata-rata perlakuan konsentrasi 5% selama 5 menit dengan konsentrasi 5% selama 20 menit hampir sama yaitu 1,00 dan 1,33 yang jika dinotasikan adalah sangat keras.

Perlakuan konsentrasi 5% selama 15 menit memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi 10% selama 5 menit sehingga selisih nilai yang hasilkan negatif yaitu -0,07 jauh dari nilai BNT yang ditentukan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi yang lebih tinggi (10 %) belum bisa memberikan pengaruh karena waktu perendaman hanya lima menit, sedangkan konsentrasi yang lebih rendah (5 %) memberikan pengaruh karena waktu perendaman lebih lama yaitu 15 menit. Kejadian yang sama terjadi pada konsentrasi 10% selama 15 menit dengan konsentrasi 20% selama 5 menit, dengan selisih nilai negatif yaitu sebesar -0,05. Nilai rata-rata konsentrasi 5% selama 15 menit dan konsentrasi 10% selama 5 menit adalah 1,92 dan 1,85 yang jika dinotasikan adalah mendekati sedikit keras.

Nilai rata-rata setiap perlakuan beserta notasi tingkat keempukan daging disajikan dalam tabel 6.

Tabel 6. Tingkat Keempukan Daging Pada Setiap Perlakuan Perlakuan

Rata-rata Notasi Konsentrasi Perendaman

K1 5 menit 1,00 Sangat keras

10 menit 1,33 Sangat keras

15 menit 1,92 Mendekati sedikit keras K2 5 menit 1,85 Mendekati sedikit keras

10 menit 2,72 Diantara sedikit keras dan medium

15 menit 3,17 Medium

K3 5 menit 3,12 Medium

10 menit 3,93 Mendekati sedikit lunak

15 menit 4,55 Diantara sedikit dan sangat lunak

Perlakuan konsentrasi

Pemberian konsentrasi ekstrak daun pepaya berpengaruh terhadap tingkat keempukan daging dengan nilai F hitung sebesar 1455 yang sangat berbeda

(32)

signifikan dengan nilai F tabel 10 % sebesar 4,70. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pada masing masing konsentrasi dilakukan uji BNT (terlampir).

Tabel 7. Perbandingan Masing-masing Konsentrasi

Perlakuan Notasi

K 5 % K 10 % +

K 5 % K 20 % +

K 10 % K 20 % +

Keterangan: + berbeda signifikan - tidak berbeda signifikan

Dari tabel 9. Diketahui bahwa setiap konsentrasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keempukan daging. Konsentasi 5 % dengan konsentrasi 10 % berbeda signifikan dengan nilai selisih sebesar 1,16 diatas nilai BNT sebesar 0,59. Konsentrasi 10 % dengan konsentrasi 20 % berbeda signifikan dengan nilai selisih sebesar 1,29. Dan konsentrasi 5 % dengan 20 % berbeda signifikant dengan nilai selisih tersebesar yaitu 2,45.

Dari hasil uji BNT diketahui bahwa perlakuan konsentrasi 20% memberikan pengaruh yang paling baik terhadap keempukan daging ayam petelur afkir dibandingkan dengan konsentrasi 5% dan 10%. Semakin besar konsentrasi ekstrak daun pepaya yang digunakan maka pengaruhnya semakin tinggi terhadap keempukan daging. Nilai keempukan daging dari konsentrasi 5 %, 10 % dan 20 % semakin naik yaitu 1,42, 2,58, dan 3,87 dengan notasi keras, sedikit keras ke medium dan mendekati sedikit empuk. Asumsi yang dapat diambil adalah semakin tinggi esktrak daun pepaya, maka semakin tinggi kandungan enzim papain yang terdapat didalamnya. Sehingga semakin tinggi Kandungan enzim papain yang bereaksi dengan daging, maka proses pelepasan ikatan protein pada daging semakin cepat sehingga daging akan semakin empuk yang dibuktikan dengan nilai keempukan pada konsentrasi 20 % yang semakin besar dibangkan dengan konsentrasi 5 % dan 10 %.

Tingkatan keempukan daging dipengaruhi oleh jumlah protein jaringan ikat dalam urat daging, semakin tua umur ternak maka daging semakin alot karena meningkatnya protein jaringan ikat, terutama kolagen (Swatland, 1984) dalam Nuhriawangsa (2012). Protein jaringan ikat dapat didegradasi dengan penggunaan enzim papain (Triyantini, 1993) Nuhriawangsa (2012). Aktivitas enzimatik dipengaruhi dengan adanya pengaruh konsentrasi enzim. Semakin banyak enzim maka akan semakin banyak substrat yang diubah menjadi produk (Lehninger, 1990) Nuhriawangsa (2012). Ikatan protein jaringan ikat akan dihidrolisi oleh enzim papain menjadi protein yag lebih sederhana dan tingkat hidrolisis protein tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, pada daging yang diperlakukan dengan konsentrasi 20 % lebih empuk, karena diduga mempunyai kandungan enzim papain lebih tinggi dibanding 10 % dan 5 %.

(33)

Menurut Ismadi (1987) dalam Nuhriawangsa (2012), Untuk hidrolisis protein tersebut dibutuhkan aktivitas enzim, dimana aktivitas enzim tersebut dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi enzim, yaitu Semakin tinggi tingkat konsentrasi enzim maka proses hidrolisis protein semakin cepat dan semakin banyak protein jaringan ikat yang terdegradasi. Soeparno (1992) dalam Nuhriawangsa (2012) mengemukakan nahwa Protein jaringan ikat akan terhidrolisis menjadi produk yang baru berupa senyawa protein yang lebih sederhana. Protein jaringan ikat merupakan faktor yang mempengaruhi kealotan daging.

Proses hidrolisis secara enzimatik didahului dengan berekasinya enzim dengan substrat, sehingga terbentuk kompleks enzim substrat. Hidrolisis terus berlangsung sehingga akan terbentuk enzim dan produk, yang akan berlangsung sampai substrat akan terdegradasi semua (Lehninger, 1990) dalam Nuhriawangsa 2012. Protein jaringan ikat akan terhidrolisis menjadi produk yang baru berupa senyawa protein yang lebih sederhana. Protein jaringan ikat merupakan faktor yang mempengaruhi kealotan daging (Soeparno, 1992) dalam Nuhriawangsa 2012.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat purnomo (2007) dalam Hermansyah (2013) yang menyatakan bahwa enzim papain adalah enzim yang terdapat dalam getah pepaya, merupakan jenis enzim proteolitik yaitu enzim yang mengkatalis ikatan peptida pada protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti dipeptida dan asam amino. Selain itu Winarno, (1983) dalam Endahwati (2011) menyatakan bahwa papain merupakan enzim proteolitik yaitu enzim yang mengakatalisa reaksi pemecahan rantai polipeptida pada protein dengan cara menghidrolisa ikatan peptidanya menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti dipeptida dan asam amino.

Beveridge (1996) dalam Rosdianti (2008) memaparkan bahwa aktivitas enzim papain ditandai dengan proses pemecahan substrat menjadi produk oleh gugus histidin dan sistein pada sisi aktif enzim. selama proses katalisis hidrolisis gugus-gugus amida, mula-mula gugus sistein (Cys-25) yang bersifat sangat reaktif berikatan dengan substrat pada sisi aktif papain sehingga dihasilkan ikatan kovalen substrat dengan enzim yang berbentuk tetrahedral. Kemudian gugus histidin (His-159) terprotonasi sehingga berikatan dengan nitrogen yang terdapat di dalam substrat. Akibatnya gugus amin pada substrat terdifusi dan kedudukannya digantikan oleh molekul-molekul air yang pada akhirnya menghidrolisis hasil intermediet sehingga mengembalikan enzim ke dalam bentuk dan fungsinya seperti semula.

Kondisi enzim yang terkandung dalam ekstrak daun pepaya semakin baik karena daun pepaya terlarut dalam molekul air. Pernyataan tersebut sesuai dengan

(34)

pendapat (Wong, 1989 diacu dalam Budiman, 2003) dalam Syahputra (2016), yaitu berdasarkan klasifikasi the international union of biochemistry, papain termasuk enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat dengan pertolongan molekul air. Aktivitas katalisis papain dilakukan melalui hidrolisis yang berlangsung pada sisi-sisi aktif papain. Pemisahan gugus-gugus amida yang terdapat di dalam protein tersebut berlangsung melalui pemutusan ikatan peptida

Perlakuan lama perendaman

Lama perendaman berpengaruh terhadap tingkat keempukan daging dengan nilai F hitung 362 lebih besar dibandingkan dengan F tabel 10 % sebesar 4,70. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pada masing-masing perendaman dilakukan uji BNT (terlampir).

Tabel 8. Perbandingan Lama Perendaman

Perlakuan Notasi

5 menit 10 menit +

5 menit 15 menit +

10 menit 15 menit

-Keterangan: + Berbeda signifikan - Tidak berbeda signifikan

Dari tabel 10. Diketahui bahwa pengaruh lama perendaman 5 menit dengan 10 menit berbeda signifikan dengan selisish nilai sebesar 0,67. Pengaruh lama perendaman 5 menit dengan 15 menit berbeda signifikan dengnan selisih nilai sebesar 1,22. Dan pengaruh lama perendaman 10 menit dengan 15 menit tidak berbeda signifikan dengan selisih nilai 0,05 lebih kecil dengan BNT yaitu 0,59.

Dengan demikian lama perendaman 15 menit memberikan pengaruh paling baik terhadap keempukan daging dibandingkan dengan perendaman 10 menit dan 5 menit. Sehingga diasumsikan bahwa semakin lama daging direndam maka nilai keempukannya semakin tinggi. Data membuktikan bahwa enzim papain membutuhkan waktu untuk bereaksi dengan daging. waktu antara 0 sampai 15 menit memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat keempukan daging dengan nilai rata-rata 3,21 dan jika dinotasikan melewati keempukan medium.

Hasil uji BNT menyatakan bahwa perendaman 5 menit sampai 10 menit berpengaruh signifikan terhadap tingkat keempukan daging dibandingkan dengan waktu perendaman 10 sampai 15 menit. Perendaman 5 sampai 10 menit memiliki selisih 0,67 lebih besar dari nilai BNT yaitu 0,59. Sedangkan perendaman 10

(35)

Sehingga perendaman 5 menit sampai 10 menit merupakan waktu dimana enzim papain melakukan reaksi dengan protein secara optimal. Kuswanto, (1991) dalam Nuhriawangsa (2012) menyatakan bahwa protein-protein tersebut oleh enzim papain akan dihidrolisis menjadi senyawa yang sederhana. Terputusnya ikatan silang antara protein-protein tersebut menyebabkan jaringan daging akan lebih empuk bila dikonsumsi.

Korelasi konsentrasi dengan lama perendaman

Hasil analisis menujukkan bahwa terdapat korelasi yang nyata antara faktor konsentrasi dengan faktor lama perendaman terhadap keempukan daging. dengan nilai F hitung interaksi sebesar 9,00 lebih besar dibandingkan dengan nilai F tabel 10 % sebesar 3,40. Dari data tersebut membuktikan bahwa terdapat hubungan konsentasi dengan waktu perendaman, yaitu semakin besar konsentrasi ekstrak daun pepaya yang digunakan tidak akan berpengaruh jika waktu perendaman kurang. Begitupun sebaliknya, walaupun waktu perendaman lama sementara konsentrasi yang digunakan kecil, maka maka pengaruhnya tidak signifikan.

Enzim papain dapat menghidrolisis ikatan-ikatan peptida (Ismadi, 1987) dalam Nuhriawangsa (2012). Kerja enzim papain dalam konsentrasi tinggi akan berpengaruh signifikan apabila waktu yang diberikan cukup, sehingga reaksi enzim subtrat terjadi secara optimal dan proses degradasi ikatan protein dalam daging terurai sempurna. Proses hidrolisis secara enzimatik didahului dengan berekasinya enzim dengan substrat, sehingga terbentuk kompleks enzim substrat. Hidrolisis terus berlangsung sehingga akan terbentuk enzim dan produk, yang akan berlangsung sampai substrat akan terdegradasi semua (Lehninger, 1990) Nuhriawangsa (2012). Akibatnya daging akan menjadi lebih empuk apabila konsentrasi yang digunakan besar dan perendaman dilakukan dalam waktu yang lama.

Enzim papain dapat menghidrolisis ikatan-ikatan peptida (Ismadi, 1987). Proses hidrolisis secara enzimatik didahului dengan berekasinya enzim dengan substrat, sehingga terbentuk kompleks enzim substrat. Hidrolisis terus berlangsung sehingga akan terbentuk enzim dan produk, yang akan berlangsung sampai substrat akan terdegradasi semua (Lehninger, 1990).

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Perlakuan konsentrasi dan lama perendaman berpengaruh pada keempukan daging ayam petelur afkir dimana perlakuan konsentrasi 10% pada perendaman 15 menit memberikan pengaruh yang paling baik.

2. Konsentrasi ekstrak daun pepaya berpengaruh pada keempukan daging ayam petelur afkir dimana pada konsentrasi 20% memberikan pengaruh yang paling baik.

3. Lama perendaman berpengaruh pada keempukan daging ayam petelur afkir dimana lama perendaman 15 menit memberikan pengaruh yang paling baik. 4. Ada korelasi antara konsentrasi dan lama perendaman pada tingkat

keempukan daging ayam petelur afkir dengan nilai F hitung 9 lebih besar dibandingkan F tabel 10 % yaitu 3,40

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan nilai konsentrasi yang lebih tinggi untuk mengetahui kemampuan enzim papain melunakkan daging 2. Perlu dilakukan penelitian perbedaan kemampuan enzim papain pada

beberapa varietas tumbuhan pepaya.

3. Perlu dilakukan pengulangan penelitian dengan manggunakan alat pengukur keempukan (pnetrometer) untuk mengetahui tingkat validitas dan keakuratan data dengan teknik skoring

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Alex, S. 2011. Jurus Sukses Beternak Ayam Petelur. Pustaka baru pres. Yogyakarta

Beveridge AJ. 1996. A theoretical study of the active sites of papain and

S195C rat trypsin: Implication for the low reactivity of mutant serine proteinases. J Protein Sci 5:1355:1365.

Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry. Germany: Springer.

Deman John, M. 1997. Kimia Makanan. Guru Besar Dapertemen Ilmu Makanan.Ontario Agricultural College.University of Guelph.Ontario Canada.

Endahwati, Luluk. 2011. Aplikasi Penggunaan Enzym Papain dan Bromelin

Terhadap Perolehan VCO. UPN Press. Yogyakarta

Fitriani,V. 2006.Getah Sejuta Manfaat.PT. Trubus Swadaya. Edisi April 2006. Jakarta.

Kartika, B. Dkk. 1988. Pedoman Uji Indrawi Bahan Pangan. Universitas Gajah Mada :Yogyakarta

Kuswanto, K.R., 1991. Teknologi Enzim. PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Lehninger, A.L., 1990. Principles of Biochemistry. Pent. M. Thenawijaya. Jilid 2 Penerbit Erlangga Surabaya.

Leung AY. 1996. Encyclopedia of Common Natural Ingredients Used in Food,

Drugs, and Cosmetics. USA: Interscince.

Martantyo, D. Dkk. (2013). Isolasi Enzim Papain dari Getah Buah dan Sari Daun Pepaya. [online]. Tersedia: https://www.academia.edu/8754398/Isolasi_ Enzim_Papain_dari_Getah_Buah_dan_Sari_Daun_Pepaya_Carica_papaya [Desember 2015]

(38)

Moehd. Baga Kalie. (2007). Pepaya. Penebar Swadaya. [online]. Tersedia:

http://sativaamor.blogspot.com/2012/04/tanaman-pepaya-carica-pepaya.html. [November 2015]

Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan. Bogor (ID): PAU IPB.

Nuhriawangsa Adi MP. 2012. Pemanfaatan Pepaya Muda Dan Daun

Pepaya Untuk Meningkatkan Kualitas Daging Itik Afkir. [online].

Tersedia: http://agritech.ump.ac.id/index.php/AGRITECH/article/ view/35. [ 15 Desember 2015]

Pandjaitan, Pahlevi M . 2014. Prediksi Umur Panen Pepaya Berdasarkan Total

Padatan Terlarut, Kandungan Protein dan Kadar Air dengan Nir Spektroskopi. Skripsi. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas

Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

PKBT (Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika). 2004. Riset Unggulan Strategis

Nasional Pengembangan Buah Unggulan Indonesia : Pepaya. PKBT-IPB.

Bogor

Purnika, Dewi. (2014). Laporan Biokimia Tanaman. [online]. Tersedia:

http://biokimiatanaman.blogspot.sg/2014/04/enzim-papain.html [Desember 2015]

Rachmawati, Nanik.( 2015). Pemanfaatan Daging Ayam Petelur Afkir Sebagai Bahan Dasar Bakso. [online]. Tersedia: http://repository.unib.ac.id/ 10378/. [15 Desember 2015]

Rathi A, Gandekar SV. 2007. Manufacturing process of papain [internet]. diakses 2014 Februari 14] Tersedia pada: http://www.bvucoepune.edu.in/pdf's /Research%20and%20Publication/Research%20Publications_2007-08/National%20Journal_2007-08/Manufacturing%20process%20Mrs%20 Gadekar%20SV.pdf

Rosdianti, Ida. 2008. Pemanfaatan Enzim Papain dalam Produksi Hidrolisat

Protein dari Limbah Industri Minyak Kelapa. Skripsi. Program Studi

Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

(39)

Rasyaf, M., 2010. Pengelolaan Produksi Telur. Edisi ke-8. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sianturi, E.C.J, 2011. Analisis Kelayakan Usaha Ayam Ras Petelur pada Dian

Layer Farm di Desa Sukadamai Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor.

Skipsi. Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Suketi, Ketty. Dkk. 2010. Karakter Fisik dan Kimia Buah Pepaya pada Stadia

Kematangan Berbeda. J. Agron. Indonesia 38 (1) : 60 - 66 (2010). Bogor

Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cet. Ke-4. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Suparno, Sudiarto dan Winarno.S.T. 2013. Peternak Sapi Madura Non IB

Memiliki Persepsi dan Sikap Terhadap Program IB Kasus: Dikecamatan Waru Kabupaten Pamekasan. Jurnal hayati, 10: 0261- 0382

Syahputra, S. (2016) Pengaruh Pemberian Enzim Papain Pada Pakan Terhadap

Kelangsungan Hidup Dan Laju Pertumbuhan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus). skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Wardah, Nurul . (2013). Enzim Papain dari Pepaya. [online]. Tersedia: http:// yoroelz09.blogspot.co.id/2012/12/enzim-papain-dari-pepaya.html.

[Desember 2015]

Winarno F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wiranti , Ninuk G. 2014. Pembuatan Pepton Kacang Tanah Dengan Enzim

Papain Kasar Untuk Media Pertumbuhan Bakteri. Skipsi. Departemen

Teknologi Industri Perrtanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Gambar

Tabel 5. Perbandingan Antar Perlakuan Perlakuan Notasi k1 5 dengan k1 10  -k1 5 dengan k1 15 + k1 5 dengan k2 5 + k1 5 dengan k2 10 + k1 5 dengan k2 15 + k1 5 dengan k3 5 + k1 5 dengan k3 10 + k1 5 dengan k3 15 + k1 10 dengan k1 15 + k1 10 dengan k2 5 + k1

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari ketiga siklus yang telah dilakukan dalam penelitian, terlihat adanya peningkatan yang signifikan mengenai keterampilan menyimak peserta didik yang

 Anggota Komite Bank yang berasal dari pihak independen, tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau keluarga dengan anggota Dewan

Tabel 3 menyajikan persamaan skor ukuran tubuh sapi Pesisir yang memiliki keragaman total sebesar 0,856 yang merupakan proporsi keragaman terbesar diantara komponen-komponen

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan (1) Untuk mengetahui penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam upaya meningkatkan hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) saluran pemasaran keripik kelapa pada PT. Dinaya Sambiana Loemintoe di Dusun Cikoranji Desa Cimindi Kecamatan Cigugur

Banyak karya yang telah dibuat, salah satunya adalah tentang bagaimana bilangan pecahan campuran dapat digunakan untuk menentukan tripel Pythagoras yaitu dalam

Jika nilai beberapa fungsi f(x) pada x tertentu mengambil bentuk yang sama, tetapi limitnya dapat beraneka ragam (mengambil nilai yang berbeda-beda, tak-hingga,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan, mengetahui besarnya produksi yang dihasilkan dan nilai