• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sampah merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan di berbagai wilayah termasuk Indonesia. Menurut Ramang, R, dkk. (2007) permasalahan sampah tidak dapat terelakkan terutama di daerah perkotaan yang memiliki tingkat pertumbuhan dan jumlah penduduk yang tinggi. Konsekuensi dari permasalahan tersebut dapat menimbulkan permasalahan yang serius terhadap lingkungan. Sistem pengolahan dan penanganan sampah yang minim dan kurangnya perhatian, maka limbah sampah yang tidak tertangani dengan baik dapat mendatangkan masalah bagi kesehatan lingkungan seperti pencemaran terhadap tanah, air dan udara.

Definisi ‘sampah’ menurut Lembaga Penelitian Universitas Indonesia (1989), mendefinisikan sampah sebagai limbah padat atau setengah padat yang berasal dari kegiatan manusia dalam suatu lingkungan, yang terdiri dari bahan organik dan anorganik. Berdasarkan sumbernya maka sumber sampah dapat berasal dari sampah pemukiman, sampah dari kegiatan dan aktivitas komersil, sampah industri dan sampah alami (Peavy et al, 1985). Tak dapat dipungiri bahwa aktivitas manusia dalam berbagai hal memberikan sumbangsih besar terhadap permasalahan sampah di berbagai tempat apalagi dengan semakin meningkatnya populasi manusia tentunya diiringi dengan bertambahnya kebutuhan, maka semakin besar pula terjadinya masalah-masalah yang mempengaruhi lingkungan dimana manusia itu berada salah satunya yakni pencemaran lingkungan, termasuk masalah sampah. Seperti yang dikutip dari Majalah Sustaining PARTNERSHIP hal. 23 menyatakan bahwa sampah dan penduduk adalah dua hal yang saling berkait. Pertambahan penduduk menyebabkan volume sampah meningkat. Berlaku hukum kasualitas dimana pertambahan penduduk berbanding lurus dangan timbulan sampah. Sehingga, Pemerintah Kabupaten/Kota menghadapi permasalahan pengelolaan sampah.

(2)

2 Berbagai penyelesaian permasalahan sampah mulai disadari baik oleh pemerintah maupun masyarakat, hal ini terlihat dengan bermunculannya konsep-konsep penyelesaian permasalahan sampah salah satunya yakni dengan konsep zero waste (nir-limbah) dengan pendekatan 3R (Reduce, Reuse dan Recycle). Menurut Anom Wibisono (2008) Zero Waste atau nir limbah adalah salah satu alternatif dalam memecahkan permasalahan sampah perkotaan, dengan pola pendekatan pengolahan sampah pada sumber melalui metode partisipatoris, dimana peran aktif masyarakat dalam mengurangi dan mengolah sampahnya sendiri secara dini merupakan keutamaan untuk mencapai lingkungan pemukiman yang bersih dan sehat. Konsep zero waste bertujuan untuk menanggulangi masalah persampahan sehingga sampah dapat diolah, didaur ulang dan digunakan kembali sebagai sumber daya alternatif baru yang bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun lingkungan serta dapat mengurangi jumlah timbunan sampah pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Konsep zero waste pun dapat diterapkan mulai dari skala individu/rumah tangga, skala kawasan hingga skala kota.

Permasalahan sampah dewasa ini tidak hanya dapat dijumpai pada area kota maupun urban saja, tetapi mulai dijumpai pada kota kecil hingga lingkup pedesaan. Lingkungan pedesaan yang seharusnya dapat terbebas dari permasalahan sampah dikarenakan tingkat aktivitas yang tak sepadat di kotapun mulai mengalami permasalahan yang sama, salah satu penyebabnya karena peralihan fungsi kawasan menjadi lokasi objek wisata. Akibatnya, meningkatnya jumlah aktivitas wisata pada area atau kawasan tersebut dan mendatangkan sampah yang merupakan hasil dari kegiatan wisata maupun pola perilaku para wisatwan. Kondisi ini kemudian diperparah dengan kurangnya penyediaan sarana dan prasarana yang memadai seperti fasilitas penanganan sampah.

Sama halnya dengan kondisi pada kawasan pesisir pantai di Kabupaten Bantul. Sebagai kabupaten yang batas administrasi bagian selatannya berbatasan langsung dengan Laut Selatan Samudera Hindia, menyebabkan kawasan pesisir pantai di sepanjang pantai Bantul memiliki potensi sebagai objek wisata pantai yang sangat menguntungkan dari segi sektor pariwisata.

(3)

3 Kondisi ini menyebabkan kawasan pedesaan pesisir pantai Bantul beralih fungsi menjadi destinasi objek wisata pantai. Hal ini dapat dilihat dengan sederetan objek wisata pantai dinataranya seperti pantai Parangtritis, pantai Parangkusumo, pantai Samas, pantai Kuwaru dan pantai Baru Pandansimo.

Namun permasalahan pantai yakni permasalahan sampah menjadi salah satu permasalahan yang tengah dihadapi. Salah satunya yakni kondisi persampahan pada pantai Baru Pandansimo Bantul, pantai yang cukup ramai dikunjungi tiap minggu ini mengakibatkan meningkatanya jumlah pengunjung dan aktivitas wisata yang pada akhirnya mendatangkan sampah di lokasi objek wisata tersebut. Dengan minimnya penyediaan fasilitas penanganan sampah seperti tempat sampah yang terbatas, pola perilaku masyarakat lokal dan para wisatawan yang cenderung membuang sampah sembarangan serta menejemen pengangkutan dan pengolahan sampah yang kurang diperhatikan mengakibatkan kondisi persampahan di pantai Baru Pandansimo semakin mengkhawatirkan.

Adapun sampah yang dapat ditemui dikawasan pantai Baru Pandansimo adalah jenis sampah organik maupun sampah anorganik. Sampah organik seperti sampah dedauan, kotoran ternak maupun limbah makanan sea food yang belum dikelola dengan cermat sehingga penyelesaiannya cenderung dengan cara dikubur kedalam tanah maupun dibakar, sedangkan sampah anorganik berupa sampah plastik merupakan jenis sampah yang dapat terlihat dengan jelas berserakan dan mengganggu keindahan kawasan pantai Baru Pandansimo, kondisi ini tidak lain disebabkan karena perilaku para pengunjung atau wisatawan yang dengan sembarangan membuang sampah pada wilayah pantai. Jika permasalahan sampah tidak ditangani dengan baik maka kedepannya dapat merusak keindahan dan menurunkan daya tarik objek wisata pantai Baru Pandansimo bahkan dapat merusak kelestarian lingkungan alamnya. Padahal warga lokal pesisir pantai yang kebanyakan bekerja sebagai nelayan dan petani juga menggantungkan hidupnya pada kegiatan pariwisata lewat penyediaan usaha dan jasa komersil.

Setting fisik dan pola aktivitas kawasan pantai Baru Pandansimo pun menjadi faktor penyumbang permasalahan persampahan seperti land use

(4)

4 (penggunaan lahan) dengan fungsi tertentu mendatangkan sampah dari hasil aktivitasnya diantaranya area pemukiman dengan sampah rumah tangganya, bangunan warung dengan sampah makanan atau area peternakan dengan limbah berupa kotoran ternak, serta tata vegetasi turut menyumbangkan produksi sampah dedauan. Pola aktifitas khususnya berupa aktifitas pada area wisata menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya penumpukan jumlah sampah kawasan seperti pada perilaku dari pedagang maupun penggunjung wisata dalam membuang sampah secara sembarangan.

Penanganan masalah sampah tidak hanya dapat diselesaikan secara teknis seperti pengolahan sampah menjadi pupuk maupun sumber energi saja tetapi juga dapat berupa pendekatan lewat desain kawasan yang seringkali terlupakan dalam perencanaan dan perancangan sebuah kawasan yakni dengan rancangan master plan berkonsepkan zero waste.

Menurut Kodoatie (2005) dalam Bambang Riyanto (2008: 28) Master plan infrastruktur suatu wilayah kabupaten atau kota harus dibuat bersamaan dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Kabupaten/Kota, mengingat masing-masing saling mendukung dan saling mempengaruhi baik dalam rencana pengembangan, pengelolaan dan rencana tindak pembangunan. Bilamana master plan infrastruktur telah dibuat maka untuk komponen-komponen infrastruktur perlu dibuat master plannya karena masing-masing komponen infrastruktur, seperti persampahan misalnya

Gambar. 1.1

Kondisi Sampah di area wisata (Kiri) dan penanganan sampah dengan cara dibakar (kanan) pada Pantai Baru Pandansimo, Bantul

(5)

5 mempunyai karakteristik berbeda-beda, baik teknis, sosial, ekonomi maupun lingkungan.

Pendekatan dalam desain kawasan menjadi penting diantaranya berupa pendekatan terhadap elemen-elemen pembentuk sebuah kawasan seperti bagaimana penataan tata guna lahan (land use) yang sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan permasalahan lingkungan, sistem sirkulasi yang tidak hanya terhubung dengan baik tetapi menunjang dalam hal pengangkutan dan pengelolaan sampah, hingga pada sarana dan prasarana penunjang kawasan yang lain yang kesemuanya dapat mendukung terciptanya kawasan yang bebas sampah. Pada kasus persampahan di kawasan pantai Baru Pandansimo juga seharusnya dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan penataan kawasan yang baik sehingga dapat menjadikan kawasan pantai Baru Pandansimo sebagai kawasan pesisir pantai yang bebas sampah (zero waste).

1.2. Perumusan Masalah

Dari penjabaran latar belakang diatas menunjukan bahwa kondisi sampah Pantai Baru Pandansimo Bantul cukup mengkhawatirkan, jenis sampah organik maupun anorganik belum ditangai dengan baik, terutama dengan minimnya fasilitas fisik penanganan dan pengolahan sampah, serta pengaruh aktifitas masyarakat dan wisatawan yang kurang sadar akan kebersihan lingkungan.

Dari permasalahan diatas maka dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana setting fisik dan pola aktivitas kawasan Pantai Baru Pandansimo serta hubungannya dengan sampah kawasan?

2. Seperti apa solusi/pemecahan permasalahan sampah pantai Baru Pandansimo lewat arahan penataan master plan dengan penerapan konsep zero waste (nir-limbah)?

(6)

6 1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain adalah mengetahui bagaiamana pengaruh setting fisik kawasan terhadap keberadaan permasalahan sampah serta mengetahui pengaruh atau hubungan antara pola aktivitas yang turut mempengaruhi keberadaan sampah kawasan yang terjadi di pantai Baru Pandansimo, serta menerapkan konsep zero waste pada master plan kawasan yang bertujuan memberikn arahan perancangan sebagai solusi terhadap permasalahan sampah. Berikut adalah rincian tujuan penelitian diantarannya:

1. Mengetahui setting fisik dan pola aktivitas kawasan serta hubungannya dengan keberadaan sampah di Pantai Baru Pandansimo.

2. Memberikan solusi/pemecahan permasalahan sampah pantai Baru Pandansimo lewat arahan penataan master plan dengan konsep zero waste (nir-limbah).

1.4. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil dari penelitian ini nantinya berupa arahan penataan kawasan pantai Baru Pandansimo berbasis zero waste yang dapat digunakan sebagai salah satu acuan atau sebagai bahan kajian lain yang memberikan manfaat dan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Bantul maupun pihak-pihak lain yang terkait dalam menangani permasalahan sampah pada pantai Baru Pandansimo maupun pantai-panati lain yang mengalami permasalahan yang sama.

(7)

7 1.5. Kerangka Penelitian

Berikut ini adalah kerangka penelitian yang juga menjabarkan tentang tahapan dan kerangka pemikirnan yang akan diaplikasikan dalam penelitian dimaksud.

(8)

8 1.6. Keaslian Penelitian

Adapun beberapa penelitian yang sama atau sejenis baik dalam hal pemilihan lokus yang sama dengan fokus yang berbeda maupun sebaliknya yang sudah dilakukan maupun sementara dilakukan oleh peneliti yang lain.

Tabel. 1.1.

Keaslian Penelitian

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut diatas maka penelitian ini mengambil judul Arahan Penataan Master Plan Kawasan Pantai Baru Pandansimo Bantul dengan Penerapan Konsep Zero Waste. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif yang bertujuan mendeskripsikan permasalah sampah kawasan pantai Baru Pandansimo secara spasial (fisik) dan non spasial, serta terukur (kuantitas) sehingga dapat menjelaskan permasalahan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian dimaksud.

Peneliti

Judul Penelitian Lokus Tujuan Penelitian Metode Penelitian Temuan Penelitian Ahmad Darmawi (2013) Pengomposan Daun Cemara Udang (Casuarina Equisetifolia L) Sebagai Upaya Menciptakan Kawasan Zero Waste Di Pantai Baru Kabupaten Bantul Pantai Baru Pandansimo Kabupaten Bantul  Mengurangi kuantitas sampah daun cemara.  Memanfaatkan

sampah daun cemara menjadi kompos.  Mengetahui variasi

campuran

bioactivator yang

lebih efektif untuk mempercepat proses pengomposan. Metode kuantitatif lewat Pengukuran dan Perhitungan Timbulan Sampah Daun Cemara Udang menjadi kompos dengan menggunakan Bioactivator.

 Jumlah atau Komposisi sampah daun cemara udang untuk pengomposan  Evaluasi proses

pengomposan terhadap Konsep zero waste dari Aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.

 Presentase penurunan jumlah timbulan sampah cemara udang dengan teknik pengomposan. Rizki Fitriyani (2013) Pemanfaatan Limbah Tulang-Tulang Ikan Menjadi Pelet Pakan Ikan Untuk Menciptakan Kawasan Zero Waste Di Pantai Baru Pandansimo Kabupaten Bantul Pantai Baru Pandansimo Kabupaten Bantul  Mengetahui pemanfaatan limbah tulang ikan menjadi pelet ikan.

 Mengetahui pengaruh pemanfaatan limbah tulang ikan menjadi pelet dalam perannya terhadap konsep kawasan zero waste.

Metode deskriptif kuantitatif yakni dengan melakukan pengukuran dan penimbulan terhadap sampah tulang ikan.

 Jumlah atau Komposisi timbulan sampah tulang ikan yang akan digunakan sebagai pelet ikan.  Presentase sampah

tulang ikan yang akan digunakan sebagai pelet ikan.

 Presentase penurunan jumlah timbulan sampah sisa makanan (tulang ikan) dengan pengolahan menjadi pakan ikan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Analisa Vitamin C terhadap Media Fermentasi Pembuatan Selulosa Bakteri dengan Penambahan 0,5 g Vitamin C ( Asam Askorbat) pada suhu berbeda.. Kadar asam askorbat pada

Menurut Sugiyono (2005: 62) “data primer adalah sumber langsung yang memberikan data pada pengumpul data.” Sementara itu Ruslan (2003: 29) mengatakan “data primer adalah

1) Bab I berisi pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, terminologi, metode penelitian

Bab I, Pendahuluan. Bab ini berisi gambaran umum mengenai penelitian yang akan dilakukan yang mencakup antara lain latar belakang, perumusa nmasalah, batasan masalah,

Berdasarkan hal-hal yang telah penulis uraikan dalam pembahasan mengenai kesesuaian penetapan tersangka korupsi oleh KPK tanpa bukti permulaan yang cukup dengan asas due of

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

Suatu foto udara diambil dari ketinggian 6000 ft di atas permukaan rata-rata dengan fokus kamera 6 in (152.4 mm) dan format ukuran 9 in (23 cm).. INTERPRETASI FOTO UDARA.  Definisi

Agar pelaksanaan proses pembelajaran sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga dapat menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kompetensinya dan dapat