• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi salah satu bahan pertimbangan penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan.Pemaparan penelitian terdahulu ini berfungsi sebagai referensi dan pendukung dalam pengkajian pada penelitian penulis.Berikut ini beberapa penelitian terdahulu berupa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis.

Tabel. 2 Penelitian Terdahulu

No. Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan & Persamaan

1. J-PIPS, Vol. 2 No.2

oleh Aniek Rahmaniah “ETNOGRAFI MASYARAKAT GUNUNG KAWI KABUPATEN MALANG” 2016

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Etnografi memandang budaya bukan semata-mata sebagai produk melainkan proses, sehingga kebudayaan akan menyangkut nilai, motif, peranan moral, etik, dan maknanya sebagai sebuah sistem

Perbedaan:

Etnografi memandang

agama sebagai

keyakinan yang hidup

dan ada dalam

masyarakat, yang berarti masyarakat

memperlakukan agama sebagai kebudayaan, maka agama adalah sebagai keyakinan yang

(2)

sosial. Kebudayaan tidak hanya cabang nilai, melainkan merupakan keseluruhan institusi hidup manusia, dengan kata lain, kebudayaan merupakan hasil belajar manusia termasuk di dalamnya tingkah laku. Itulah sebabnya etnografi akan mengungkap seluruh tingkah laku sosial

budaya melalui

deskripsi yang holistik.

hidup pada masyarakat, bukan agama dalam konteks suci berdasakan al-Qur’an dan Hadits. Persamaan: Menggunakan metode kualitatif, sama-sama menggunakan metode Etnografi. 2. Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 18 No. 2 oleh Bambang Hariyanto “Potret Keberagaman dan Kearifan Lokal Di Gunung Kawi” 2017

Hasil temuan dari penelitian Bambang menunjukkan bahwa masyarakat Jawa dikenal dengan tradisi budayanya yang kental dan dipengaruhi oleh ajaran dan kepercayaan dari kebudayaan Hindu-Budha serta budaya

Perbedaan:

Masyarakat Gunung Kawi masih memegang adat-istiadat yang turun-temurun. Sistem pengetahuan yang

diperoleh juga

didasarkan pada tradisi-tradisi yang diwarisinya dari nenek moyang

(3)

animisme dan dinamisme sebelum Hindu-Budha itu datang.

Ketika agama Islam datang dan disebarkan oleh para ulama Islam di Jawa, atau lebih dikenal sebagai Wali Songo, mereka melakukan langkah akulturasi sebagai media atau prasarana untuk mengajarkan ajaran agama Islam ke dalam lingkungan masyarakat Jawa yang masih menganut agama dan kepercayaan

sebelumnya.

Pencampuran ini dilakukan agar tidak terjadi kekagetan terhadap budaya baru (culture shock) pada

mereka. Terdapat toleransi yang tinggi dalam sistem religi pada masyarakat Gunung Kawi, terbukti dengan beberapa tempat ibadah

yang berdiri

berdampingan di sekitar areal makam Gunung Kawi.

Persamaan: Sama-sama menggunakan metode penelitian

kualitatif deskriptif dan perspektif Clifford Geezrt.

(4)

masyarakat Jawa, sehingga mereka pada

akhirnya dapat

menerima dan

mengamalkan ajaran agama Islam secara sukarela dan tanpa adanya pemaksaan dan peperangan. 3. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 1 No. 4, ISSN 1410-5675 oleh Eka Kurnia Firmansyah dan Nurina Dyah Putrisari“Sistem

Religi dan

Kepercayaan Masyarakat

Kampung Adat Kuta Kecamatan

Tambaksari

Kabupaten Ciamis” 2017

Hasil temuan dari penelitian Eka dan Nurina dapat diketahui bahwa masyarakat

Kampung Kuta

merupakan masyarakat adat yang masih teguh

memegang dan

menjalankan tradisi dengan pengawasan kuncen dan ketua adat. Penduduk Kampung

Kuta merupakan

pemeluk agama Islam yang taat, akan tetapi dalam kehidupan

sehari-Perbedaan:

dilaksanakan sejak jaman Jepang untuk mencegah penyebaran penyakit-penyakit pes, kolera yang menjadi pagebluk pada jaman itu. Sebagai kunjungan

ziarah untuk

memanjatkan doa agar keinginannya lekas terkabul, seperti meminta kekayaan misalnya. Persamaan: Sama-sama memeluk

(5)

harinya diwarnai oleh

kepercayaan-kepercayaan bersifat mitos dan animisme. Kepercayaan terhadap tabu dan adanya mahluk halus atau kekuatan gaib masih tampak pada pandangan mereka terhadap tempat keramat berupa hutan keramat. Hutan keramat tersebut sering didatangi oleh orang-orang yang ingin mendapatkan

keselamatan dan kebahagiaan hidup. Hanya saja, di hutan keramat tersebut tidak boleh meminta sesuatu yang menunjukkan ketamakan seperti kekayaan.

agama Islam yang taat, meskipun beberapa menganut ajaran Hindu-Budha. Akan tetapi dalam kehidupan sehari-harinya diwarnai oleh

kepercayaan-kepercayaan bersifat mitos dan animisme.

4. Jurnal Humaniora oleh Sutiyono

Berdasarkan hasil penelitian lapangan di

Perbedaan:

(6)

“TRADISI MASYARAKAT SEBAGAI KEKUATAN SINKRETISME DI TRUCUK, KLATEN” 2011

Klaten masih banyak orang Jawa yang melakukan upacara slametan, karena mempunyai hajatan keluarga. Upacara slametan masih dianggap sebagai aktivitas penting untuk mencari keselamatan, ketenangan, dan terjadinya keseimbangan kosmos. Keseimbangan kosmos adalah terjaganya hubungan yang harmonis antara mikrokosmos (manusia) dan makrokosmos (tuhan atau dunia gaib). Jika terjadi

disharmonisasi, maka akan terjadi malapetaka menimpa dunia bawah. Seperti dideskripsikan

ritual di Gunung Kawi, mulai dari ritual gumbregan, grebek suro, kirab sesaji dan lain-lain. Persamaan:

Terdapat toleransi yang tinggi dalam sistem religi pada masyarakat Gunung Kawi, terbukti dengan beberapa tempat ibadah yang berdiri berdampingan di sekitar areal makam Gunung Kawi. Dalam hal budaya terdapat sinkretisme antara sistem religi dengan budaya atau adat-istiadat Jawa dalam ritual-ritual keagamaan mereka.

(7)

Geertz, slametan itu mengharmoniskan hubungan antara orang Jawa dengan danyang

yang menguasai

desanya (Geertz, 1989).

Berdasarkan uraian tabel di atas yang memuat tentang penelitian terdahulu maka dapat dilihat bahwa dari keempat judul penelitian terdahulu tersebut memiliki tema yang sama yaitu sama-sama mengkaji tentang sinkretisme budaya masyarakat jawa dalam ritual keagamaan. Meskipun memiliki kesamaan namun setiap penelitian memiliki fokus yang berbeda-beda dengan hasil temuan yang berbeda pula.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1. Konsep Sinkretisme

Dalam mendakwah agama islam, para Walisanga menawarkan agama islam kepada masyarakat jawa yang saat itu masih kental dengan paham kejawen-nya. Sebagai pihak yang menawarkan, para Walisanga melakukan kompromi-kompromi, agar apa yang ditawarkan bisa diterima oleh masyarakat jawa sebagai pihak yang ditawari. Kompromi-kompromi yang terjadi, kemudian melahirkan sinkretisme agama islam-kejawen. Cara-cara para Walisanga dalam menghadapi budaya lama, yaitu menjaga, memelihara dan memberikan toleransi (Keeping), menambah (Addition), memodifikasi (Modification), mendevaluasi (Devaluation), menukar atau mengganti motivasi (Exchange), mengganti keseluruhan

(8)

(Substitution), menciptakan ritual baru(Creation of new ritual) dan penolakan (Negation). (Santosa, 2012)

Sinkretisme agama islam-kejawen adalah hasil usaha pencampuran unsur-unsur agama islam dan kejawen yang dilakukan oleh para Walisanga dalam rangka menyiarkan agama islam di kalangan masyarakat jawa. Berikut adalah uraian dari masing-masing cara tersebut:

a. Toleransi (Keeping)

Para Walisanga memberikan toleransi terhadap adat tradisi lama yang dinilai baik, contohnya adalah tradisi tingkeban, yaitu upacara memperingati kehamilan tujuh bulan atau dengan istilah lain mitoni.Dalam kaitan ini tidak terjadi pencampuran unsur-unsur agama islam dengan kejawen.

b. Adisi (Addition)

Dalam upacara-upacara tradisi kejawen ditambahkan unsur-unsur agama islam, seperti dalam upacara perkawinan jawa ditambahkan akad nikah secara islam, dan dalam upacara slametan ditambahkan dengan doa-doa islam. Dalam kaitan ini terjadi pencampuran unsur-unsur islam dengan Kejawen.

c. Modifikasi (modification)

Para Walisanga menginterpretasikan tradisi lama kearah pengertian yang baru atau menambah fungsi baru terhadap budaya lama, contohnya adalah pertunjukan wayang, yang semula hanya sebagai tontonan kemudian dijadikan tuntunan. Dalam kaitan ini tidak terjadi percampuran antara unsur-unsur islam dan kejawen dalam kegiatan ritual. Pertunjukan wayang oleh para Walisanga digunakan hanya sebagai media dakwah.

(9)

d. Negasi (Negation)

Negasi berarti menolak tradisi lama, contohnya penghancuran patung-patung Hinduisme sebagai penolakan terhadap penyembahan patung- patung.Cara-cara seperti ini tidak mencerminkan metode dakwah Walisanga yang bersifat kompromis.(Asahadi et al., 2015)

2.2.2. Sistem Religi / Kepercayaan

Kata agama menurut bahasa Sansekerta memiliki arti tradisi.Secara terminology memiliki arti sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.Sedangkan dalam pengertiannya, agama memiliki tiga unsur yaitu, manusia, penghambaan dan Tuhan. Menurut Haviland, berdasarkan cara beragama, agama dibagi menjadi tiga :

1.Tradisional

Beragama semata-mata karena terikat oleh tradisi atau garis keturunan. Biasanya penganutnya memiliki keyakinan akan kebenaran agama yang dianutnya. Ia akan sukar untuk menerima pembaruan, apalagi bertukar agama lain.

2.Formal

Yaitu beragama karena terpengaruh oleh lingkungan atau kebiasaan yang ada disekitarnya.Kebanyakan penganutnya tidak kuat dalam memegang prinsip keagamaan yang dianut.Ia akan medah sekali terpengaruh oleh lingkungan bila suatu saat ia berpindah pada tempat yang baru.

3.Rasional

Yaitu beragama berdasarkan penggunaan akal pemikirannya.Ia akan mencoba memahami dan menghayati setiap ajaran agama dengan ilmu pengetahuan dan pegalamannya.

(10)

4.Metode pendahulu

Cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati di bawah wahyu. Penganutnya bersifat ingin mencari ilmu kepada seseorang yang dianggap lebih mengerti tentang agama, sebelum ia memegang teguh ajarannya.

Dalam praktiknya, ciri agama adalah kepercayaan kepada makhluk dan kekuatan supernatural.Dalam usaha yang tidak dapat diusahakan.Manusia lebih begantung pada do’a dan kegiatan upacara keagamaan. Ada yang beranggapan bahwa adanya makhluk yang menaruh perhatian kepada manusia, sehingga bila manusia meminta kepadanya akan dikabulkan.

ANIMISME dan ANIMATISME

Salah satu kepercayaan yang dianut oleh sebagian masyarakat adalah animisme, menganggap alam semesta dijiwai oleh berbagai macam roh.Kepercayaan animisme cocok bagi penganutnya yang mempercayai bahwa dirinya bagian dari alam, bukan sebagai superior bagi alam.Bagi mereka, dewa dan dewi kurang penting bila dibandingkan dengan roh-roh dalam hutan.Bilapun ada, dewa dan dewi hanya dianggap sebagai pencipta bumi dan menjadikannya layak dihuni manusia.

Sedangkan animatisme adalah kepercayaan pada manna, manna tidak bersifat fisik namun dapat mengungkapkan diri secara fisik.Contonya, seorang prajurit yang menang dalam perang dianggap bukan berasal dari dirinya melainkan karena manna yang terdapat pada jimat yang tergantung pada lehernya.Jika kalah, dianggap bahwa doanya tidak dikabulkan karena adanya dewa yang marah terhadapnya.

(11)

Islam memiliki arti “penyerahan” diri sepenuhnya kapada Tuhan. Para pengikutnya (disebut : muslim) meyakini bahwa Allah menurunkan firman-NYA kepada manusia melalui para nabi dan rosul utusanfirman-NYA. Kepercayaan dasar islam dikemukakan melalui du kalimat syahadatain atau kalimat persaksian. Bila seseorang meyakini dan melafalkan kalimat ini, dianggap sebagai muslim atau muallaf. Kaum muslim mempercayai bahwa Allah mewahyukan Al-Quran sebagai sumber fundamental Islam kepada Nabi Muhammad. Islam memberikan banyak amalan keagamaan, seperti kewajiban memegang teguh lima rukun islam :

1.Mengucapkan dua kalimat syahaddad

2.Mendirikan lima waktu sholat wajib dalam sehari 3.Berpuasa saat Ramadhan

4.Membayar zakat kepada yang membutuhkan

5.Menunaikan haji bagi yang mampu, mampu baik secara fisik ataupun materi

2.2.3.Agama dan Budaya

Ritual atau tradisi bisa disebut juga dengan budaya karena pada dasarnya semua itu adalah produk dari manusia. Apabila kita berbicara tentang kebudayaan maka kita akan langsung berhadapan dengan makna dan arti tentang budaya itu sendiri. Seiring dengan berjalannya waktu, banyak para ilmuwan yang sudah menfokuskan kajiannya untuk mempelajari fenomena kebudayaan yang ada di masyarakat, mulai dari sarjana barat sebut saja Clifford Geertz, Mark R. Woodward, Andrew Beatty, Robert W. Hefner, Niels Mulder, serta sarjana dari

(12)

Indonesia seperti Nur Syam, Mahmud Manan, Edwin Fiatiano, Budiwanti, Muhaimin, serta masih banyak peneliti-peneliti lain yang mengkaji fenomena keagamaan. Secara umum budaya sendiri atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris kebudayaan disebut culture yang berasal dari kata latin colere yaitu mengolah atau mengerjakan dapat diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani, kata culture juga kadang sering diterjemahkan sebagai “Kultur” dalam bahasa Indonesia.

Konsepsi tentang agama dan budaya lebih mendalam dikemukakan oleh Clifford Geertz, Meskipun pada sejarah sebelumnya sudah ada beberapa tokoh yang juga pernah mengungkapkan tentang permasalahan agama dan juga budaya seperti Mark R. Woodward, Max Weber dan Emile Durkheim, namun Clifford Geertz mengupas lebih dalam dan menjelaskan tentang agama dan sistem budaya. Clifford Geertz berkeyakinan bahwa agama adalah sistem budaya sendiri yang dapat membentuk karakter masyarakat.Walaupun Clifford Geertz mengakui bahwa ide yang demikian tidaklah baru, tetapi agaknya sedikit orang yang berusaha untuk membahasnya lebih mendalam.Clifford Geertz menyatakan bahwa agama, sebagai sistem kebudayaan, tidak terpisah dengan masyarakat.Agama tidak hanya seperangkat nilai yang tempatnya diluar manusia tetapi agama juga merupakan sistem pengetahuan dan sistem simbol yang mungkin terjadinya pemaknaan.

2.2.4. Kebudayaan Adat Jawa

(13)

telah tua umurnya sepanjang orang Jawa ada sejak itu pula orang Jawa memiliki citra progresif dengan mengekspresikan karyanya lewat budaya. Budaya Jawaadalah pancaran atau pengejawantahan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, cita-cita, ide dan semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatandan kebahagiaan hidup lahir batin (Endraswara, 2005: 1).

Budaya Jawa lahir dan berkembang, pada awalnya, di pulau Jawa yaitu suatupulau yang panjangnya lebih dari 1.200 km dan lebarnya 500 km bila diukur dari ujung-ujungnya yang terjauh.Letaknya di tepi sebelah selatan kepulauanIndonesia, kurang lebih tujuh derajat di sebelah selatan garis khatulistiwa(Endraswara, 2005:6).

Budaya Jawa bersifat sinkretis yang menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu- Jawa, dan Islam serta animisme. Menurut Achmadi seperti dikutip Endraswara(2005: 12-13), bahwa dalam segala perkembangannya itu, kebudayaan Jawamasih tetap pada dasar hakikinya, yang menurut berbagai kitab Jawa Klasik danpeninggalan lainnya dapat dirumuskan dengan singkat sebagai berikut:

a) Orang Jawa percaya dan berlindung kepada Sang Pencipta

Zat YangMahatinggi, penyebab dari segala kehidupan, adanya dunia dan seluruh alamsemesta dan hanya ada Satu Tuhan, Yang awal dan Yang akhir;

b) Orang Jawa yakin bahwa manusia adalah bagian dari kodrat alam.

Manusiadan kodrat alam senantiasa saling mempengaruhi namun sekalus manusiaharus sanggup melawan kodrat untuk mewujudkan kehendaknya, cita-cita,atupun fantasinya untuk hidup selamat sejahtera dan bahagia lahir batin. Hasilperjuangannya (melawan kodrat) berarti kemajuan

(14)

dan pengetahuan bagilingkungan atau masyarakatnya.Maka terjalin kebersamaan dan hidup rukun dengan rasa saling menghormati, tenggang rasa, budi luhur, rukun damai.

c) Rukun damai

Tertib pada lahirnya dan damai pada batinnya, sekaligusmembangkitkan sifat luhur dan perikemanusiaan.Orang Jawa menjunjungtinggi amanat semboyan memayu hayuning bawana yang artinya memeliharakesejahteraan dunia.Dasar hakiki kebudayaan Jawa mengandung banyak unsur, termasuk adab padaumumnya, adat-istiadat, sopan santun, kaidah pergaulan (etik), kesusastraan,kesenian, keindahan (estetika), mistik, ketuhanan, falsafah dan apapun yangtermasuk unsur kebudayaan pada umumnya (Endraswara, 2005 : 3).

Berdasarkan keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa budaya Jawa ataubiasa disebut dengan adat Jawa melekat akan tradisi nenek moyang yang di dalamnya tercampur unsur pra-Hindu, Hindu-Jawa, dan Islam serta animism pada kebiasaan atau aturan-aturan budaya yang dibentuk demi kesejahteraanhidup manusia terutama masyarakat Jawa atau Orang Jawa.

2.2.5. Ritual Keagamaan

Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Yang ditandai dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu adanya waktu, tempat-tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta orangorang yang menjalankan upacara.(Koentjaraningrat, 1985).

(15)

Pada dasarnya ritual adalah rangkaian kata, tindakan pemeluk agama dengan menggunakan benda-benda, peralatan dan perlengkapan tertentu, ditempat tertentu dan memakai pakaian tertentu pula.Begitu halnya dalam ritual upacara kematian, banyak perlengkapan, benda-benda yang harus dipersiapkan dan dipakai.Ritual atau ritus dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan.Seperti upacara menolak balak dan upacara karena perubahan atau siklus dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, pernikahan dan kematian.(Imam Suprayogo, 2001)

Salah satu tokoh antropologi yang membahas ritual adalah Victor Turner.Ia meneliti tentang proses ritual pada masyarakat Ndembu di Afrika Tengah. Menurut Turner, ritus-ritus yang diadakan oleh suatu masyarakat merupakan penampakan dari keyakinan religius. Ritus-ritus yang dilakukan itu mendorong orang-orang untuk melakukan dan mentaati tatanan sosial tertentu. (Turner, 1990)

2.3. Landasan Teori

Teori yang digunakan untuk menganalisis data yang akan dihasilkan dalam penelitian ini adalah teori agama oleh Clifford Geertz.

Pemikiran Geertz lebih kepada memandang hubungan antara tradisi Islam dan lokal bernuansa sinkretisme.Di mana fokus pemikiran Geertz lebih kepada penduduk pedalaman.Yang mana dalam bukunya, “The Religion of Java” menggambarkan mengenai sinkretisme antara budaya Jawa, Islam, Hindu dan Budha yang dikonsepsikan sebagai agama Jawa.

Masuk kepada pemikiran Geertz, Geertz memandang orang beragama berdasarkan pengalaman pribadi pemeluk agamanya, bukan melihat dari kaca mata dirinya.Orang Jawa meyakini agama sesuai kemampuan nalar berpikir dan

(16)

oleh tuntutan dari misi agama tersebut.Sehingga dengan demikian Geertz memilih padanan kata yang pas untuk merepresentasikan keadaan masyarakat Mojokuto waktu itu. Lahirlah tiga konsep keberagamaan orang Jawa (1) abangan, yang merepresentasikan pada aspek animisme yang dalam perspektif Geertz melingkupi elemen petani; (2) santri, mewakili penekanan pada aspek Islam sinkretisme dan umumnya Geertz menghubungkan dengan elemen pedagang; dan (3) priyayi, menekankan pada aspek Hinduisme yang oleh Geertz dilogongkan dalam elemen birokrat. Tentu semua elemen yang terkategorikan itu berdasarkan terapan yang diciptakan sendiri oleh orang Jawa. Ketiga unsur elemen mencerminkan cara orang Mojokuto (Pare) memahami situasi yang ada.

Agama dijelaskan dengan kalimat panjang, padat dan jelas. Geertz mengatakan dalam bukunya “Thick Description”, agama merupakan sistem simbol yang bertujuan untuk melahirkan motivasi kuat, dengan membentuk tatanan eksistensi umum yang berdasarkan fakta dan pada akhirnya perasaan dan motivasi itu akan terlihat sebagai realitas yang unik.

Geertz berasumsi bahwa masyarakat dan budaya sudah seperti darah dan daging yang saling menyatu satu sama lain. Yang pasti budaya itu terus dilestarikan.Kedudukan dan peran masyarakat tidak lepas dari sistem sosial budaya. Untuk melihat peristiwa sosial, tidak perlu mencari hubungan sebab akibat akan tetapi berupaya memahami makna yang dihayati dalam sebuah kebudayaan itu sendiri. Sebab kebudayaan diumpamakan oleh Clifford Geetz seperti “jaringan-jaringan makna”, dan manusia adalah bergantung pada jaring-jaring makna itu.Karena itulah kebudayaan bersifat semiotik dan kontekstual.

Dengan demikian Geertz mampu menangkap makna yang dalam di kalangan masyarakat yang ditelitinya.Tampak definisi Geertz tentang agama berbeda

(17)

sekali dengan definisi Comte, Frazer maupun Karl Marx.Ia memang tidak mendefinisikan agama secara umum tetapi ia mendefinisikan agama berdasarkan apa yang dihayati oleh masyarakat penganut agama yang bersangkutan. Dari pada itu Geertz membandingkan Islam di Indonesia dan di Maroko. Secara syariat Islam di Indonesia dan Maroko sama. Di Indonesia Islam berkembang secara gradual, liberal, dan akomodatif.Di Maroko Islam berkembang lebih perfeksionis, puritan dan tak kenal kompromi.Di Indonesia ada kebatinan, ketenangan, kesabaran, keseimbangan, peniadaan diri, elitisme, dan sensibilitas. Di Maroko ada aktifisme, semangat, keberanian, moralisme, dan penegasan diri .

Geertz memaknai kebudayaan sebagai suatu sistem yang terdiri dari struktur-struktrur makna berupa sekumpulan tanda yang dengannya masyarakat melakukan suatu tindakan, yang mereka dapat hidup di dalamnya atau pun menerima celaan atas makna tersebut dan kemudian menghilangkannya.Analisa tentang kebudayaan tidak bisa dilihat sebagimana ilmu sains yang ingin menemukan suatu hukum, tapi adalah penafsiran yang ingin menemukan makna-makna di dalamnya. Dalam menafsirkan kebudayaan menurut Geertz kadangkala harus diuji ulang oleh kebudayaan lain.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Tapi kalau melihat definisi Clifford Geertz tentang santri dan abangan maka itu sudah tumpul, seperti yang saya tulis di Gatra ini.. Penelitian Clifford Geertz itu dilakukan

Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa variabel kualitas produk, persepsi harga, berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan pada konsumen produk

Implementasi IDS pada server menggunakan jejaring sosial (facebook, twitter, dan whatsapp) sebagai media notifikasi memudahkan administrator dalam mengidentifikasi

M embaca merupakan salah satu kemampuan dasar yang perlu di miliki siswa untuk dapat memasuki dunia belajar. Keberhasilan membaca pada siswa sekolah dasar ikut

Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview Hasil dari studi evidence base ini menggambarkan bahwa persepsi perawat tentang faktor yang meningkatkan

anom_omar@yahoo.com 30 A L QU RA N • Sumber dan rujukan utama dalam hidup manusia • Mengandungi segala aspek kehidupan manusia • Tiada kelemahan dan kekurangan

Melalui proses belajar maka masyarakat secara bertahap akan memperoleh kemampuan/ daya dari waktu ke waktu, dengan demikian akan terakumulasi kemampuan yang

Asumsi dasar teori ini ialah bahwa semua elemen harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat bisa menjalankan fungsinya dengan baik dalam penelitian ini