• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA USAHA POLA INTEGRASI TANAMAN TERNAK KAMBING DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI LAMPUNG TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA USAHA POLA INTEGRASI TANAMAN TERNAK KAMBING DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI LAMPUNG TIMUR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA USAHA POLA INTEGRASI TANAMAN TERNAK

KAMBING DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI

LAMPUNG TIMUR

(The Economic Analysis on Food Crop-Goat Integrated System in Dryland of

Buana Sakti Village, East Lampung)

MARSUDIN SILALAHI danR.D.TAMBUNAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung, Jl. Hi. Z.A. Pagar Alam No. 1A Rajabasa, Bandar Lampung 35145

ABSTRACT

An assessment of crops-goat integrated system was conducted in dry land of Buana Sakti Village, Batang Hari, East Lampung Regency. Ten cooperated farmers were involved as respondent in this study to assess: (1) the utilization of legume crops such as Glirisidia, (2) flushing technology, (3) the introduction of superior PE bucks, and (4) periodical medication for goats. The study was to assess the effect of technology applied on the goats farming to the improvement of farmers’ income. The results show that cooperated farmers had tried to plant Glirisidia around their lands. Eighty percent of cooperated farmers used legume crops, such as Glirisidia, as the main feed especially in dry season. The introduction of superior bucks and flushing technology resulted in higher birth weight and were dominant to PE which indicated with long ears, long lags, and black dots in both front lags. The food crop-goat integrated system has improved farmers’ income up to 14.04%.

Key Words: Goat, Glirisidia, Concentrate

ABSTRAK

Suatu pengkajian adaptasi sistem integrasi tanaman ternak kambing di lahan kering di Kabupaten Lampung Timur telah dilakukan di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batang Hari, Kabupaten Lampung Timur. Sebanyak 10 keluarga petani (kooperator) digunakan sebagai responden. Teknik budidaya ternak kambing yang diintroduksikan meliputi: teknologi budidaya tanaman leguminosa pohon Gamal sebagai hijauan makanan ternak, teknologi flushing, introduksi pejantan PE unggul, dan pengobatan secara berkala. Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui dampak penerapan teknologi tatalaksana pemeliharaan ternak kambing dan perubahan pendapatan peternak. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa peternak telah mulai menanam gamal disekitar pagar ladang peternak. Sekitar 80% peternak telah menggunakan hijauan seperti gamal untuk pakan ternak terutama pada musim kemarau. Introduksi PE pejantan unggul dan teknologi

flushing menghasilkan bobot lahir yang lebih tinggi, dan anak yang lahir dominan kearah kambing PE dengan

tanda-tanda ekterior telinga panjang, kaki panjang dan adanya bercak hitam pada kedua kaki depan yang merupakan peciri kambing PE. Pola integrasi usahatani–ternak mampu mendukung pendapatan petani sekitar 14,04%.

Kata Kunci: Kambing, Gamal, Konsentrat

PENDAHULUAN

Sampai saat ini peternakan kambing kacang masih didominasi oleh peternak tradisional yang tersebar di pelosok daerah Indonesia. Pemeliharaan ternak yang dilakukan petani masih bersifat usaha penunjang, namun mempunyai peranan cukup penting karena dapat membantu meningkatkan pendapatan

(CHANIAGO, 1993). Menurut SOEDJANA (1993) besar kecilnya pendapatan usaha ternak tergantung dari tingkat produktivitas ternaknya, dimana faktor terbesar dipengaruhi oleh pakan. Pada usaha peternakan kambing rakyat tradisional, pakan hanya memanfaatkan vegetasi alam dan limbah pertanian. Vegetasi yang tersedia dilahan petani cukup bervariasi, selain rumput diantaranya hijauan leguminosa

(2)

dengan kandungan nutrisi yang lebih baik dari rumput atau limbah pertanian lainnya. Hasil penelitian MATHIUS et al. (1989) menunjukkan bahwa leguminosa (glirisidia) sebagai ransum campuran dengan rumput gajah dapat meningkatkan jumlah konsumsi dan bobot hidup. Namun demikian, leguminosa ini belum dimanfaatkan secara luas oleh peternak di desa karena berbagai faktor dan kendala (BATUBARA et al., 2003).

Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing dan pendapatan peternak adalah pemeliharaan dengan pola integrasi antara ternak dan tanaman. Pola integrasi antara ternak dan tanaman merupakan komponen dalam mendukung perbaikan lahan pertanian (HARYANTO et al., 2002) dan didukung oleh pengembangan kelembagaan Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu (SUNTORO et al., 2002). Kegiatan ini cukup memiliki prospek dalam mendukung konsep Low Exsternal Input Sustainable Agriculture (LEISA) sebagai langkah efisiensi usahatani, sehingga mampu meningkatkan usahatani dan pendapatan rumah tangga petani.

Teknologi budidaya integrasi tanaman ternak/kambing dengan teknologi konservasi adalah teknologi yang saling mendukung (sinergis) dan aman terhadap lingkungan. Namun penerapan budidaya integrasi tanaman-ternak dengan dukungan teknologi konservasi masih terbatas, sehingga sistem ini perlu dikembangkan dan disebar luaskan kemasyarakat tani lahan kering di Propinsi Lampung.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukan analisa usaha pola integrasi tanaman-ternak kambing yang telah diterapkan pada pengkajian sebelumnya. Adapun tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui dampak penerapan teknologi tatalaksana pemeliharaan ternak kambing dan perubahan pendapatan peternak.

MATERI DAN METODE

Pengkajian dilakukan di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batang Hari, Kabupaten Lampung Timur, bekerja sama dengan kelompok tani. Monitoring pelaksanaan pengkajian dilakukan setiap bulan untuk mempelajari potensi produksi dan reproduksi. Pengkajian ini merupakan kegiatan penelitian on-farm yang memperkenalkan teknologi baru dan

memperbaiki teknik konvensional, melibatkan peneliti, penyuluh dan aparat Dinas Peternakan setempat. Peternak koperator dibina dan diberikan pelatihan teknologi beternak kambing.

Pengkajian ini menggunakan ternak kambing Kacang milik petani yang diusahakan oleh 10 peternak kooperator. Dilakukan introduksi pejantan PE unggul sebanyak 2 ekor yang disilangkan dengan induk kambing lokal dan pemberian pakan tambahan berupa konsentrat dan mineral blok kepada induk bunting dan menyusui. Untuk menjaga kesehatan kambing dilakukan pengobatan secara berkala.

Pakan yang digunakan adalah hijauan yang tersedia disekitar lokasi peternak yang ketersediaannya sangat tergantung kepada musim. Pada pengkajian ini juga dilakukan penanaman tanaman legumenosa jenis glirisidia disekitar rumah petani dan di guludan atau teras yang dibuat sebagai pencegah terjadinya erosi.

Data yang dikumpulkan meliputi aspek teknis dan aspek integrasi. Dari aspek teknis berupa data produksi (berat lahir, kenaikkan bobot hidup/hari) dan data reproduksi. Dari aspek integrasi dihitung perubahan pendapatan peternak setelah dilakukan pengkajian. Data dianalisis secara Deskriptif dan kelayakan usaha dianalisis dengan R/C ratio.

HASIL DAN PEMBAHASAN Skala pemilikan ternak

Walaupun hanya sebagai penunjang usaha pertanian, ternyata memelihara kambing memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi pendapatan petani (SABRANI dan KNIPSCHEER, 1982). Jumlah ternak yang dipelihara peternak kooperator bervariasi antara 3 – 15 ekor dengan rataan 7,7 ekor, dengan komposisi 37% dewasa, 40% muda dan 22% anak (Tabel 1.). Rataan pemilikan kambing lebih rendah (7,7 ekor) dibandingkan dengan tahun pertama pengkajian (2005) yaitu 8,1 ekor (SILALAHI et al., 2007). Terjadinya penurunan tersebut tidak terlepas dari musim kemarau yang berkepanjangan serta sulitnya mencari pakan ternak, sementara hijauan yang berasal dari tanaman glirisidia yang ditanam belum mencukupi.

(3)

Tabel 1. Rataan skala pemilikan dan rataan bobot hidup ternak kambing berdasarkan status fisiologisnya Status fisiologis ternak Jumlah ternak

(ekor)

% dari total

Rataan bobot hidup (kg/ekor) Rataan pemilikan/ peternak (ekor) Dewasa (> 12 bulan) Betina 22 29 32,8 2,2 Jantan 7 8 39,7 0,7 Muda (8 – 12 bulan) Betina 14 18 21,2 1,4 Jantan 17 22 26,1 1,7 Anak (< 8 bulan) Betina 6 8 12,2 0,6 Jantan 11 14 14,2 1,1 Total 77 100 7,7

Tabel 1 menunjukkan bahwa komposisi ternak berdasarkan status fisiologis terlihat cukup baik yaitu kambing dewasa 37%, kambing muda 40% dan kambing anak 22%. Perbandingan kambing pejantan dengan betina pada fase dewasa sudah ideal yaitu tersedia 7 ekor pejantan untuk 22 ekor betina, sehingga bisa dilakukan seleksi terhadap pejantan yang kurang baik. Namun apabila kita lihat

komposisi jantan dan betina pada kambing muda dan anakan terlihat bahwa komposisi jantan lebih besar dari kambing betina. Kambing yang dipelihara peternak secara eksterior terlihat bersih dan bulu bersinar (Gambar 1). Hal ini karena menggunakan kandang sistem panggung sehingga peternak mudah membersihkan kotoran dan sisa pakan.

(4)

Keragaman perubahan bobot hidup kambing

Keragaman perubahan bobot hidup kambing selama pengkajian (150 hari) pengamatan disajikan pada Tabel 2. Dari rataan pertambahan bobot hidup (PBB) kambing berdasarkan status fisiologisnya, pada fase anak lebih tinggi (41,5 g/ekor/hari) dibandingkan fase muda (40,5 g/ekor/hari) dan dewasa (37,5 g/ekor/hari). Untuk setiap fase ternyata rataan pertambahan bobot hidup kambing jantan lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Pertambahan bobot hidup ini terlihat lebih baik dari hasil penelitian sebelumnya yaitu 36 g/ekor/hari pada dewasa, 33 g/ekor/hari pada kambing muda dan 36.5 g/ekor/hari pada anak. Akan tetapi, hasil pengkajian ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian DANIEL et al. (2004) dimana bobot hidup anak naik sebesar 57 g/ekor/hari. Rendahnya pertambahan bobot anak kambing pada pengkajian ini disebabkan tingginya tingkat pemilikan ternak per rumah tangga kooperator. Dilain pihak, usaha pokok peternak kooperator adalah usaha tani lahan kering yang hanya mengusahakan tanaman pangan palawija dan tanaman tahunan, sementara pemeliharaan ternak kambing hanya sebagai usaha sampingan.

Tingginya rataan pertambahan bobot hidup anak kambing ini akibat diterapkannya

pemberian pakan konsentrat pada induk bunting dan menyusui (flushing), serta makin kecilnya keragaman genetik dengan diterapkannya persilangan PE pejantan unggul dengan induk kambing peternak kooperator. Hasil pengkajian ini lebih baik dibandingkan awal pengkajian yaitu 32,5 g/ekor/hari.

Tatalaksana pemberian pakan

Pakan yang diberikan peternak masih didominasi rumput alam, sedangkan pemberian limbah pertanian masih jarang dan sifatnya masih terbatas dari hasil limbah tanaman sendiri (Gambar 2.). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa leguminosa pohon gamal telah digunakan oleh 8 orang (80%) peternak sebagai pakan tambahan, dimana 50% pakan kambing dari rumput lapang. Dua peternak (20%) menggunakan pakan rumput lapangan sebagai pakan utama, tidak menggunakan gamal dan limbah pertanian pun belum lazim digunakan sebagai pakan ternak kambing. Gamal yang berasal dari penerapan teknologi konservasi melalui pola penanaman hijauan makanan ternak, penanamannya dilakukan menurut garis kontour pada teras miring lahan petani. Selain berfungsi sebagai pakan ternak juga untuk mencegah erosi dan memperbaiki struktur tanah.

Tabel 2. Keragaan perubahan bobot hidup kambing kacang berdasarkan status fisiologisnya

Status fisiologis ternak Berat awal (kg/ekor) Berat akhir (kg/ekor) Pertambahan bobot hidup (g/ekor) Dewasa (>12 bulan) Betina 28,00 32,80 32 Jantan 33,25 39,70 45 Muda (8 – 12 bulan) Betina 15,05 21,20 40 Jantan 19,95 26,10 41 Anak (<8 bulan) Betina 6,40 12,20 38 Jantan 7,45 14,20 45

(5)

Gambar 2. Pakan dan pemanfaatan hasil limbah ternak

Tingkat reproduktivitas akibat flushing dan persilangan kambing PE dengan kambing Kacang

Tingkat reproduktivitas ternak selama pengkajian disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Dari 22 induk yang dijadikan materi perlakuan (12 induk diberi flushing dan 10 ekor non

flushing) terlihat bahwa 11 induk yang diberi flushing melahirkan anak kembar dengan rataan bobot lahir 3,5 kg dan litter size 1.92, sedangkan yang non flushing dari 10 induk perlakuan hanya 2 ekor induk yang melahirkan anak kembar dengan rataan bobot lahir 2,91 kg dan litter size 1,2.

(6)

Tabel 3 menunjukkan hasil pengkajian pada tahun 2007 lebih baik dibandingkan dengan tahun pertama dilakukannya pengkajian ini terutama pada bobot lahir anak yaitu 3,5 g dan 2,91 g (tahun 2007) VS 3,27gr dan 2,85 g (tahun 2006) VS 2,38g dan 2,24g (tahun 2005). Naiknya rataan bobot lahir ini akibat penggunaan pakan konsentrat pada induk bunting dan menyusui yang memperlihatkan kecenderungan bobot lahir anak lebih tinggi dibandingkan dengan kambing yang tidak diberi konsentrat, dan secara ekterior anak kambing lebih sehat dan aktif. Menurut RINI

dan BERNADINUS (2001), pemberian konsentrat pada induk bunting dan menyusui dapat menurunkan mortalitas anak kambing. Hal ini disebabkan dengan makin baiknya gizi ransum, produksi susu induk menjadi lebih tinggi, sehingga dapat membantu memperkuat daya tahan tubuh anak.

Tabel 3. Parameter reproduksi, jumlah anak lahir, bobot lahir dan Litter Size kambing dengan flushing dan non-flushing

Parameter Flushing Non-flushing

Jumlah ternak melahirkan (ekor) 12 10 Jumlah anakan (ekor) 23 12 Rataan bobot lahir

(kg/ekor)

3,5 2,91

Litter Size 1,92 1,2

Hasil persilangan antara kambing PE pejantan unggul dan kambing betina lokal serta hasil persilangan antara pejantan lokal dengan kambing betina lokal ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Parameter reproduksi, jumlah anak lahir, bobot lahir dan Litter Size kambing kacang yang di silangkan dengan pejantan PE dan kambing pejantan lokal

Parameter Pejantan

PE

Pejantan lokal Jumlah ternak melahirkan

(ekor)

14 8

Jumlah anakan (ekor) 27 9

Rataan Bobot Lahir (kg/ekor)

3,70 2,41

Litter Size 1.93 1.13

Dari Tabel 4 terlihat bahwa induk yang dikawinkan dengan PE pejantan unggul menghasilkan anak kembar dengan litter size 1,93 dengan rataan bobot lahir 3,7 kg. Sementara 8 induk yang dikawinkan dengan pejantan lokal hanya satu ekor yang melahirkan anak kembar dengan litter size 1,13 dan rataan bobot lahir 2,41 kg. Perbedaaan ini akibat anak yang lahir dominan kambing PE, dengan kata lain ada perbaikan keturunan.

Analisa usahatani dan ternak kambing Hasil analisa usaha tani peternak kooperator disajikan pada Tabel 5. Petani umumnya mengusahakan tanaman cabai, padi, jagung dan kacang panjang serta tanaman tahunan. Nilai penerimaan bersumber dari rataan penjualan hasil usahatani dari peternak kooperator. Pada saat dilakukan pengkajian umumnya petani menanam cabai dan kacang panjang. Tingkat keuntungan yang dihasilkan petani relatif tinggi dengan R/C ratio 2,84, nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari usaha ternak. Dengan nilai R/C ratio 2,84, berarti secara finansial usahatani layak dilakukan.

Tabel 5. Analisis usaha tani di lahan kering desa buana sakti Kec. Batang Hari Kab. Lampung Timur tahun 2007

Peubah Total nilai (Rp)

Penerimaan 10.087.500 Biaya Produksi Bibit 280.000 Pupuk 1.560.000 Obat-obatan 310.000 Sub total 2.150.000 Tenaga kerja 1.400.000 Total Biaya 3.550.000 Keuntungan bersih 6.537.500 R/C Ratio 2,84

Analisa pendapatan usahatani integrasi dengan ternak kambing menunjukkan nilai efisiensi ekonomi usaha ternak kambing adalah 1,97 (Tabel 6). Hal ini berarti usaha ternak kambing layak diusahakan karena dengan pengeluaran modal sebesar 1 rupiah menghasilkan pendapatan sebesar 1,97 rupiah

(7)

dan jumlah ini belum termasuk nilai jual anak. Apabila dihitung dengan nilai jual anak maka nilai efisiensi ekonomi ternak kambing naik menjadi 2.23. Perhitungan ini didasarkan pada pertambahan selisih bobot hidup harian.

Penerimaan terbesar disumbangkan oleh usaha tani yaitu sekitar 85,96% dari total pendapatan peternak, sementara dari usaha ternak kambing menyumbangkan 14,04%. Sumbangan sub-sektor peternakan ini sudah baik mengingat usaha ini merupakan usaha sambilan, terlihat dari kecilnya skala pemilikan ternak. Kecilnya skala pemilikan ini tidak terlepas dari kondisi lokasi pengkajian dan curahan tenaga kerja untuk mengurus kambing. Pada lokasi pengkajian yang dominan mengurus kambing adalah pria dewasa yaitu 85% yang sebagian besar waktunya digunakan mencari pakan ternak dan membersihkan kandang, sedangkan wanita hanya berperan 15% untuk memberikan pakan pada pagi dan sore hari.

Pola efisiensi usahatani ternak kambing terjadi pada pemanfaatan leguminosa dari teras miring dan limbah pertanian yang mampu menghemat tenaga kerja untuk mengambil rumput yang mencapai 50%. Sebaliknya pola efisiensi pengelolaan usahatani terjadi pada penghematan biaya penggunan pupuk yang mencapai 40%.

Dalam usahatani konservasi, komoditas tanaman pangan dan ternak dapat dipadukan dalam suatu sistem (crop animal system). Menurut NITIS (1992), sinergisme antar komponen-komponen seperti: pembuatan guludan, pengelolaan bahan organik (limbah pertanian dan kotoran ternak), tanaman lorong (alley cropping), rehabilitasi lahan dan komoditas pertanian sebagai subsistem dapat menjadi suatu model usahatani berwawasan konservasi tanah yang ramah lingkungan dan berkesinambungan.

Tabel 6. Analisis usaha ternak kambing di lahan kering Desa Buana Sakti Kabupaten Lampung Timur

Peubah Jumlah ternak (ekor) PBBH Total nilai (Rp)

Penerimaan Nilai tambah ternak

Dewasa Betina 22 32 3.854.400 Jantan 7 43 1.647.975 Muda Betina 14 41 3.142.650 Jantan 17 40 3.723.000 Anak Betina 6 600.000 Jantan 11 1.650.000 Penjualan kompos 60 1.5 4.927.500 Total penerimaan 17.295.525 Pengeluaran Biaya pemeliharaan 60 350 7.665.000 Biaya obat-obatan 500.000 Penyusutan kandang 600.000 Total Pengeluaran 8.765.000 Keuntungan R/C ratio 1,97 R/C ratio + anak 2,23

(8)

KESIMPULAN

Dari hasil pengkajian pola integrasi ternak kambing dengan usaha tani (tanaman) di lokasi pengkajian dapat disimpulkan bahwa:

1. Pola integrasi usahatani-ternak mampu mendukung pendapatan petani yang mencapai 14,04% dari proporsi pendapatan petani peternak.

2. Pemberian konsentrat pada induk bunting dan sedang menyusui serta penggunaan pejantan PE unggul sebagai pemacek dapat meningkatkan rataan berat lahir anak 3,27 kg perlakuan flushing vs 2,85 kg non flushing dan 3,15 kg pada persilangan PE dengan kambing kacang vs 2,38 kg persilangan pejantan lokal dengan kambing kacang dan litter size anak lahir 2,0 vs 1,63 pada perlakuan flushing 1,93 vs 1,40 pada perlakuan persilangan.

3. Pemberian leguminosa pohon gamal dan limbah pertanian cukup mendukung usaha ternak karena mampu menghemat tenaga kerja dalam pengambilan hijauan pakan ternak, dan pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

BATUBARA, LP, SIMON P. GINTING, KISTON

MANIHURUK, JUNJUNGAN SIANIPAR, ANDI

TARIGAN. 2003. Pemanfaatan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai ransum kambing potong. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor.

CHANIAGO, TD. 1993. Sistem Managemen Pengelolaan Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Salatiga

DANIEL, B. AGUSTINUS, N., KAIRUPAN dan F.F. MUNIER. 2004. Pemanfaatan daun gamal (Gliricidia maculata) sebagai pakan ternak kambing pada perkebunan kakao di Sulaewsi Tengah. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Denpasar, 20 – 22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN.

HARYANTO, B, I. INOUNU, B. ARSANA dan K. DIWYANTO. 2002. Panduan Teknis. Sistem Integrasi Padi-Ternak. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta. MATHIUS, I.W, D. YULISTIANI dan AGUSTINUS

WILSON. 1989. Tatalaksana pemberian pakan kambing-domba. Kumpulan peragaan dalam rangka penelitian ternak kambing-domba di pedesaan. Balitnak/CR-CRSP. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 49 – 89.

NITIS. 1992. Usahatani Sistim Tiga Strata. Balai Informasi Pertanian. Bali. Departemen Pertanian.

SABRANI, M. and H.C. KNIPSHEER. 1982. Small ruminants for small farmers. Indonesia Agricultural Research and Development Program. 4(3): 86 – 87.

SILALAHI,M.,R.D.TAMBUNAN dan E.BASRI. 2007.

Perbaikan Tatalaksana Pemeliharaan Ternak Kambing Kacang di Lahan Kering Desa Buana Sakti Kabupaten Lampung Timur. Pros. Seminar Nasional Inovasi dan Alih Teknologi Spesifik Lokasi Mendukung Revitalisasi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Departemen Pertanian

SOEDJANA, T.D. 1993. Ekonomi pemeliharaan ternak ruminansia kecil. Dalam: Produksi kambing dan domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surakarta. hlm. 367-417.

SUNTORO, M.SYUKUR,SUGIARTO, HENDIARTO dan H. SUPRIYADI. 2002. Pedoman Umum. Kegiatan percontohan Peningkatan Produktivitas padi terpadu 2002, Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta

(9)

DISKUSI Pertanyaan:

Dalam kegiatan ini tidak terlihat adanya integrasi tanaman ternak dan masing-masing usaha sepertinya berdiri sendiri. Apakah dengan memelihara kambing akan menjadikan kegiatan budidaya cabe/kacang panjang lebih efisien dan menguntungkan?

Jawaban:

Hubungan langsung Integrasi ternak kambing dengan tanaman hijauan pakan ternak (glirisidia) secara langsung memang belum terlihatnyata akan tetapi dengan pemeliharaan ternak kambing dapat menghemat penggunaan pupuk kimia dengan pupuk yang berasal dari kotoran kambing (pukan) sebesar 40% dari biaya pemupukan dan penanaman hijauan pakan ternak (glirisidia) pada lahan pekarangan rumah peternak dan pada lahan miring serta pagar pembatas pada lahan petani dapat menghemat tenaga kerja mencari pakan hingga 50% terutama pada musim kemarau dan musim tanam

Gambar

Tabel 1.  Rataan skala pemilikan dan rataan bobot hidup ternak kambing berdasarkan status fisiologisnya
Gambar 2. Pakan dan pemanfaatan hasil limbah ternak

Referensi

Dokumen terkait

%enyawa-senyawa koordinasi terbentuk antara atom logam atau ion logam dan %enyawa-senyawa koordinasi terbentuk antara atom logam atau ion logam dan molekul dengan satu atom atau

2.1.12 Dalam hal Penyedia Barang/Jasa yang sudah ditunjuk menjadi pemenang dalam Pelelangan Umum ini dan tidak bersedia menandatangani Surat Perjanjian atau menolak penunjukan PT

Pertama yaitu oleh Tulus (2006), berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari masing-masing variable independent terhadap kepatuhan wajib

materi pelajaran, selalu mengulang materi dan merasa tertantang dalam mengerjakan tugas yang sulit, percaya diri dalam bertanya jika ada yang belum dipahami. Pada siswa

Rendahnya tingkat indeks demokrasi di Sumatera barat dipengaruhi oleh tiga aspek yang diukur dengan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), yakni kebebasan Sipil

“Hukum materiil sipil dan untuk sementara waktupun hukum materiil pidana sipil yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah Swapraja dan orang-orang yang dahulu

 pemilik kapal atau yang menyewakan kapal harus menyampaikan data daya muat kapal yang sebenarnya kepada penyewa pada waktu negosiasi penyewaan atau setidak-tidaknya sebelum

Tim Kebijakan Multikampus ITB diundang untuk presentasi dalam rapat MWA yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 27 Agustus 2016. Telah terbit Peraturan