• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Generasi Selfing Kelapa Dalam Mapanget untuk Seleksi Pohon Induk Sumber Polen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karakteristik Generasi Selfing Kelapa Dalam Mapanget untuk Seleksi Pohon Induk Sumber Polen"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

24

Karakteristik Generasi

Selfing

Kelapa Dalam Mapanget untuk Seleksi Pohon

Induk Sumber Polen

WEDA MAKARTI MAHAYU DAN HENGKY NOVARIANTO Balai Penelitian Tanaman Palma

Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001 E-mail: wedamakartimahayu@gmail.com Diterima 23 Januari 2014 / Direvisi 21 April 2014 / Disetujui 14 Mei 2014

ABSTRAK

Kelapa Dalam Mapanget (DMT) adalah hasil seleksi massa positif dan negatif terhadap karakter produksi dari 100 pohon terpilih di Kecamatan Mapanget, Sulawesi Utara. Beberapa nomor terpilih yang teridentifikasi potensi hasil tinggi adalah DMT-10, DMT-32, dan DMT-55 yang selanjutnya di-selfing hingga generasi keempat. Kemajuan seleksi dan peningkatan homozigositas kelapa DMT selfing diharapkan dapat meningkatkan potensi produksi varietas hibrida yang dihasilkan dengan pertambahan tinggi batang lambat dan seragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman karakter morfologi kelapa Dalam Mapanget generasi OP, S3 dan S4 sebagai panduan dalam seleksi pohon induk sumber polen dalam perakitan kelapa hibrida. Penelitian ini dilaksanakan di KP. Kayuwatu dan KP. Kima Atas BalitPalma, Provinsi Sulawesi Utara pada bulan September hingga November 2013. Pengamatan dilakukan terhadap karakter vegetatif, generatif dan produksi dan dihitung nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien keragamannya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa koefisien keragaman karakter pada generasi selfing ketiga dan keempat Kelapa DMT pada umumnya meningkat bila dibanding dengan populasi menyerbuk terbuka. Nilai KK sedang hingga tinggi pada populasi Kelapa DMT-S3 adalah: jumlah buah/tandan (sedang), jumlah bunga betina/mayang (sedang), tebal tangkai mayang (sedang). Sedangkan pada populasi kelapa DMT-S4 adalah: jumlah tandan/pohon (sedang), jumlah buah/tandan (sedang), jumlah bunga betina/mayang (tinggi) dan tinggi batang bebas daun (sedang). Karakter yang mengalami peningkatan nilai rata-rata sebagai dampak dari kemajuan seleksi pada perlakuan selfing adalah: jumlah daun, jumlah anak daun, lebar anak daun, panjang anak daun, jumlah buah/tandan (S3), jumlah tandan/pohon, berat buah utuh (S4), berat buah tanpa sabut (S4), berat tempurung (S4), berat air (S4), berat daging buah.

Kata kunci: Seleksi massa, penyerbukan sendiri, efek silangdalam, populasi silangdalam.

ABSTRACT

Characteristic of Mapanget Tall Selfed Generation for Coconut Parent Selection

as Pollen Source

Mapanget tall (DMT) coconut variety originated from positive and negative mass selection of 100 coconut provenance based of production in the Mapanget District, North Sulawesi Province, Indonesia. Some of the selected palms were high yielding, such as: DMT-10, DMT-32, and the DMT-55. Self pollination up to the fourth generations was carried out from those three provenance. The objectives of this study were to determine morphological character variations among Mapanget Tall coconut of OP, S3 and S4 generation that can be used to select pollen sources parents for developing more uniform and high yielding coconut hybrid. The research was conducted in the Kayuwatu and Kima Atas Experimental Garden, Indonesia Palm Research Institute, North Sulawesi Province in September to November 2013. The data collected include vegetative, generative, and yield characters. Means, standard deviation and coefficient of variance (cv) for each characters were calculated for each of the parameters. Results of the evaluations indicated selfing to the third and fourth generation showed higher coefficient of variability for the observed characters than that of open pollinated Mapanget coconut populations. The cv was moderate in the S3 population for parameters of harvested fruits per bunch (medium), female flowers per bunch (medium), and stalk thichnes (medium). While the S4 population are: bunch per palm (medium), harvested fruits per bunch (medium), female flowers per bunch (high) and plant height (medium). The following characters have higher means in the selfed population: leaf number per palm, leaflet number, leaf width, leaf length, harvested fruits per bunch (S3), bunch per palm, whole fruit weight (S4), nut weight (S4), shell weight (S4), coconut milk weigth (S4), meat weight.

Keywords: Mass selection, self pollinating, inbreeding depression, selfed population.

PENDAHULUAN

Tanaman kelapa dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe Dalam dan tipe Genjah. Setiap tipe memiliki kelebihan dan kelemahan menurut tujuan

budidaya-nya. Kelapa Dalam mempunyai potensi produksi lebih unggul dibanding dengan kelapa Genjah. Kualitas kopra, minyak dan serabut kelapa Dalam lebih baik apabila dibanding kelapa Genjah (Pandin, 2010). Akan tetapi, kelapa Dalam memiliki waktu

(2)

25 berbunga lebih lama (7-10 tahun) dibanding kelapa

Genjah (3-4 tahun).

Pola penyerbukan kelapa tipe Genjah umum-nya menyerbuk sendiri/autogami sedangkan kelapa tipe Dalam umumnya menyerbuk silang/allogami (Novarianto, 2010). Oleh karena itu, secara fenotipe kelapa Genjah lebih homogen dan genotipenya lebih homozygous, sedangkan kelapa tipe Dalam lebih heterogen dengan karakter genotipe heterozygous. Secara garis besar pola penyerbukan pada kelapa dibagi empat kelompok: allogami sempurna, autogami langsung, autogami semi langsung, dan autogami tak langsung (Novarianto, 2005). Allogami sempurna merupakan penyerbukan silang antar pohon yang berbeda jenis/genetiknya, autogami langsung adalah penyerbukan yang terjadi pada satu bunga ( putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama), autogami semi langsung terjadi apabila putik diser-buki oleh serbuksari dari bunga lain tetapi masih dalam satu pohon yang sama. Sedangkan autogami tak langsung adalah penyerbukan yang terjadi antara dua pohon yang berbeda namun sama secara genetik.

Frekuensi penyerbukan sendiri atau silang bervariasi antara 75-95% atau penyimpangan 5-25% (Novarianto, 2010). Kelapa tipe Dalam pada umum-nya menyerbuk silang, sehingga keturunanumum-nya mem-punyai penampilan yang sangat beragam karena genotipenya heterozigot (Wardiana, 1996). Melalui seleksi yang terarah pada setiap generasi menyerbuk sendiri, akan diperoleh individu-individu tanaman yang lebih homozigot. Persilangan antara galur yang telah homozigot dengan tanaman yang cenderung homozigot akan menghasilkan hibrid dengan efek heterosis (Novarianto, 2005). Tanaman hibrida adalah hasil persilangan antar dua tetua yang memiliki genotipe berbeda, tetapi umumnya homozigot. Hasil keturunan persilangan antar dua genotipe homozigot yang berbeda akan menghasilkan turunan F1 yang lebih vigor dan produktif dari kedua tetuanya. Kelapa hibrida yang dirakit pada umumnya dipilih pola persilangan tipe Genjah x tipe Dalam. Penampilan morfologi dan produksi kelapa hibrida ini masih beragam, diakibatkan tetua jantan, yaitu kelapa Dalam memiliki genotipe yang heterozigot. Jika kelapa tipe Genjah yang secara alami homozigot disilangkan dengan kelapa tipe Dalam yang memiliki genotype homozigot, maka akan diperoleh kelapa hibrida yang lebih seragam, vigor dan berproduksi tinggi.

Salah satu metode pemuliaan yang sering diterapkan pada tanaman menyerbuk silang adalah selfing, yaitu melakukan penyerbukan sendiri secara buatan untuk mendapatkan genotipe lebih homozigot (Novarianto, 2005). Populasi turunan yang terbentuk setelah beberapa generasi akan membentuk galur murni yang seragam. Selfing akan menimbulkan

depresi silangdalam, yaitu penurunan vigoritas tanaman sebagai akibat dari akumulasi pasangan gen-gen resesif. Efek silangdalam dapat pula terjadi melalui perkawinan antara keluarga dekat yang disebut depresi silangdalam biparental, sedangkan selfing, yaitu perkawinan yang terjadi dalam individu yang sama (Pandin, 2010). Persilangan antar individu yang berkerabat dekat pada tanaman menyerbuk silang cenderung akan menghasilkan keturunan yang lemah, ukuran buah lebih kecil, kurang subur dan banyak individu yang cacat (Miftahorrachman et al., 2007).

Kelapa Dalam Mapanget (DMT) adalah hasil seleksi massa positif dan negatif terhadap karakter produksi yang asal mulanya dari 100 pohon terpilih. Beberapa nomor terpilih diantaranya DMT-10, DMT-32, dan DMT-55. Pada ketiga nomor genotipe ini telah dilakukan selfing hingga generasi ke empat. Menurut Novarianto et al. (2001) Kelapa Dalam Mapanget 32-S3 sudah dapat digunakan sebagai salah satu tetua dalam perakitan kelapa unggul. Sedangkan Pandin (2009), menyatakan Kelapa Dalam Mapanget 32 generasi S4 telah dapat digunakan sebagai materi persilangan untuk mendapatkan turunan dengan tingkat heterosigositas tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman karakter morfologi kelapa Dalam Mapanget generasi OP, S3 dan S4 untuk menjadi dasar dalam melakukan seleksi pohon induk sumber polen dalam perakitan kelapa hibrida unggul.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di KP. Kayuwatu dan KP. Kima Atas BalitPalma, Provinsi Sulawesi Utara pada bulan September hingga November 2013. Materi tanaman kelapa yang digunakan pada penelitian ini adalah varietas kelapa Dalam Mapanget. Kelapa Dalam Mapanget diperoleh melalui seleksi massa positif oleh Dr. Tammes dari Kecamatan Mapanget, Sulawesi Utara. Benih hasil seleksi sebanyak 100 pohon terpilih ditanam di KP. Mapanget pada tahun 1927/1928. Setelah ber-produksi dan dievaluasi potensi hasil dari tiap nomor famili, dilanjutkan dengan kegiatan seleksi massa negatif, yaitu menebang nomor family yang kurang produktif. Jumlah nomor famili, yang tersisa adalah 43 nomor. Materi tersebut digunakan dalam perakitan kelapa KB (Kelapa Baru) dan beberapa nomor dimurnikan melalui selfing.

Beberapa nomor famili yang digunakan untuk penyerbukan sendiri adalah nomor 10, 32 dan 55. Hasil penyerbukan sendiri menghasilkan tanaman generasi pertama (DMT-S1) dan di tanam di KP. Mapanget, sedangkan hasil penyerbukan terbuka

(3)

26

(open pollinated) (DMT-OP) di tanaman di KP. Kayuwatu, keduanya ditanam pada tahun 1957/1958. Setelah generasi pertama (DMT-S1) berproduksi, dibuat penyerbukan sendiri lagi, dan generasi kedua ini di tanam di KP. Kima Atas. Selanjutnya pe-murnian dilakukan lagi melalui penyerbukan sendiri untuk generasi ke tiga (DMT-S3) untuk nomor famili 10, 32 dan 55. Hasil turunannya ditanam pada bulan Pebruari 1983 di KP. Kima Atas. Generasi keempat (DMT-S4) dari tiga nomor famili ini ditanam bulan Mei 1997 di KP. Kima Atas.

Bahan tanaman yang digunakan untuk pe-nelitian ini adalah DMT-OP nomor famili 32 dan 55 (nomor 10 telah ditebang), DMT-S3 dan DMT-S4 nomor famili 10, 32 dan 55. Populasi DMT S1 dan sebagian DMT S2 telah ditebang. Pada saat dilakukan pengamatan tahun 2013, umur kelapa DMT-OP, DMT-S3 dan DMT-S4 masing-masing adalah 56 tahun, 31 tahun dan 17 tahun. Untuk contoh dipilih masing-masing 30 pohon pada setiap populasi meng-gunakan metode purposive sampling. Keragaman karakter dari 30 pohon contoh mewakili populasi dasar secara proporsional.

Pengamatan dilakukan terhadap karakter vegetatif, generatif dan produksi berdasarkan STANTECH COGENT yang dimodifikasi. Karakter-karakter yang diamati antara lain:

1. Jumlah daun/pohon (helai): dihitung jumlah seluruh pelepah daun hijau pada mahkota pohon.

2. Panjang petiol (cm) : diukur dari pangkal pelepah sampai bagian pelepah disekitar anak daun terbawah.

3. Lebar petiol (cm): diukur lebar pelepah pada sekitar anak daun terbawah.

4. Jumlah anak daun (helai): dihitung jumlah seluruh anak daun pada salah satu sisi rachis, yaitu sisi kiri.

5. Lebar anak daun (cm): diukur pada bagian tengah anak daun, dan dilakukan ulangan pada anak daun yang berbeda sebanyak tiga kali, anak daun contoh diambil pada bagian tengah rachis. 6. Panjang anak daun (cm): diukur mulai dari

pangkal hingga ujung anak daun, dan dilakukan ulangan pada anak daun yang berbeda sebanyak tiga kali, anak daun contoh diambil pada bagian tengah rachis.

7. Lingkar batang 1,5 m (cm): diukur lingkar batang pada ketinggian 1,5 m di atas permukaan tanah. 8. Tinggi batang bebas daun (m): diukur dari

pangkal batang hingga bagian batang di bawah pelepah daun tertua.

9. Jumlah bunga betina/mayang: dihitung rata-rata jumlah bunga betina dari dua tandan paling atas.

10. Tebal tangkai mayang (cm) : diukur tebal tangkai di bawah spikelet terbawah.

11. Panjang tangkai mayang (cm): diukur dari pangkal sampai pada bagian spikelet terbawah. 12. Jumlah tandan/pohon: dihitung seluruh tandan

buah yang ada termasuk tandan (tangkai) bunga yang telah terbuka penuh sampai tandan buah tertua.

13. Jumlah buah/tandan (buah): dihitung rata-rata jumlah buah tiga tandan terbawah.

14. Berat buah (g):ditimbang dan dihitung rata-rata berat buah kelapa utuh dari 2 buah kelapa/ pohon contoh.

15. Berat buah tanpa sabut (g): ditimbang dan dihitung rata-rata berat buah tanpa sabut.

16. Berat sabut (g): ditimbang dan dihitung rata-rata berat sabut

17. Berat tempurung (g): ditimbang dan dihitung rata-rata berat tempurung

18. Berat air (g): dihitung rata-rata berat buah tanpa sabut dikurangi rata-rata berat buah tanpa air. 19. Berat daging (g): ditimbang dan dihitung

rata-rata berat daging buah kelapa

20. Tebal daging (cm) : diukur dan dihitung rata-rata tebal daging buah kelapa

Pengukuran karakter vegetatif, generatif dan produksi dari masing-masing populasi dihitung nilai rata-rata, standar deviasi dan koefisien keragaman-nya. Standar deviasi dihitung dengan menggunakan program Excel, sedangkan koefisien keragaman (KK) dihitung dengan rumus:

S KK = x 100% X KK = Koefisien Keragaman S = Standar Deviasi = Rata-rata

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis nilai koefisien keragaman pada empat belas karakter morfologi daun dan morfologi batang yang diamati pada populasi open pollinated (DMT-OP), generasi ke tiga selfing (DMT-S3) dan generasi keempat selfing (DMT-S4) disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis data morfologi daun mem-perlihatkan bahwa nilai rata-rata semua karakter morfologi daun mengalami peningkatan pada kelapa DMT-S3 dan DMT-S4 dibanding tetuanya (DMT-OP). Karakter jumlah daun kelapa DMT-S3 dan DMT-S4 adalah 26,03 helai dan 26,20 helai lebih banyak dibandingkan DMT-OP dengan nilai rata-rata 22,97

(4)

27 Tabel 1. Karakteristik morfologi daun/mahkota dan morfologi batang populasi kelapa Dalam Mapanget

OP, S3, dan S4.

Table 1. Leaf and stem morfologhy characteristics of OP, S3 and S4 Mapanget Tall Coconut.

No Character Karakter

Parameter

OP S3 S4

X SD KK X SD KK X SD KK

Morfologi daun/Leaf morphology

1. Jumlah daun/pohon (helai)

Leaf number per palm 22.97 2.46 10.70 26.03 3.34 12.82 26.20 5.03 19.21 2. Jumlah anak daun (helai)

Leaflets number 102.47 6.32 6.17 105.93 6.65 6.28 113.03 8.78 7.76 3. Lebar anak daun (cm)

Leaflet width 5.23 0.43 8.26 5.40 0.64 11.81 5.43 0.66 11.42 4. Panj anak daun (cm)

Leaflet length 115.45 7.61 6.58 122.47 14.79 12.08 120.36 15.77 13.11 5. Panjang petiol (cm) Petiol length 107.30 19.36 18.05 113.57 13.32 11.73 153.97 20.87 13.55 6. Lebar petiol (cm) Petiol width 4.48 0.54 12.17 7.56 0.77 10.21 8.00 0.82 10.24 7. Tebal petiol (cm) Petiol thichnes 1.81 0.25 13.57 2.61 0.28 10.57 3.16 0.34 10.75 8. Panjang tangkai mayang (cm)

Stalk length 34.20 3.37 9.85 42.75 5.20 12.15 56.30 8.03 15.88 9. Tebal tangkai mayang (cm)

Stalk thicknes 2.13 0.30 13.96 2.12 0.54 25.44 2.10 0.35 16.83

Morfologi Batang/Stem morphology

1. Tinggi batang bebas daun (m)

Plant height 19.65 1.57 7.98 13.90 1.68 12.08 8.04 1.86 23.13 2. Lingkar batang 150 (cm) Stem girth at 150 cm 103.2 8.54 8.27 96.8 9.25 9.55 87.9 9.33 10.62 3. Lingkar batang 20 (cm) *) Stem girth 20 cm 166.80 145.10 157.89 4. Lingkar batang 150 (cm) *) Stem girth at 150 cm 101.10 92.98 86.53 5. Tingi 11 bekas daun (cm) *)

11 leafscars heigth 113.90 100.45 94.08

Keterangan: *) = Data populasi kelapa DMT No.32 (Pandin, 2010). Note: *) = Characteristic of DMT No. 32 population (Pandin, 2010).

helai. Demikian pula pada karakter jumlah anak daun (leaflet) yang paling banyak hingga paling rendah ditemukan pada kelapa S4, S3 dan DMT-OP, yaitu berturut-turut 113,03 helai, 105,93 helai, dan 102,47 helai. Karakter lebar anak daun juga bertambah pada kelapa DMT hasil penyerbukan sendiri, DMT-S3 dan DMT-S4 masing-masing 5,40 cm dan 5,43 cm ternyata lebih lebar dari tetuanya DMT-OP 5,23 cm. Hal yang sama dapat terjadi pada karakter panjang anak daun untuk DMT-OP 115,45 cm menjadi lebih panjang, yaitu 122,47cm dan 120,36 cm pada DMT-S3 dan DMT-S4. Karakter panjang petiol dari 107,3 cm pada DMT-OP menjadi 113,57 cm dan 153,97 cm pada DMT-S3 dan DMT-S4. Peningkatan lebar petiol terjadi pada populasi selfing, lebar petiol pada DMT-OP 4.48 cm menjadi 7,56 cm pada DMT-S3 dan 8,00 cm pada DMT-S4. Selain itu, tebal petiol yang 1,81 cm pada DMT-OP menjadi 2,61 cm pada DMT-S3 dan 3,16 cm pada DMT-S4.

Peningkatan jumlah daun pada populasi selfing diikuti pula dengan peningkatan produksi (Tabel 2). Nilai rata-rata jumlah tandan/pohon DMT-S3 dan DMT-S4 lebih tinggi dibanding DMT-OP. Jumlah tandan/pohon pada populasi DMT-OP yang semula 13,27 buah menjadi 17,43 buah (DMT-S3) dan 16,07 buah (DMT-S4). Jumlah daun pada tanaman kelapa berkorelasi positif dengan jumlah tandan buah, dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap jumlah buah dan produksi (Novarianto, 2011). Tanaman kelapa yang menghasilkan banyak daun berpeluang untuk menghasilkan tandan buah yang banyak pula. Novarianto (2010) menyatakan bahwa, pada setiap ketiak daun biasanya akan keluar satu tandan buah. Organ daun merupakan tempat dimana fotosintesis berlangsung untuk menghasilkan asimilat yang dibutuhkan bagi pertumbuhan, perkembangan dan produksi.

(5)

28

Peningkatan nilai rata-rata panjang petiol, lebar petiol dan tebal petiol DMT-S3 dan DMT-S4 memberi dampak positif bagi pertumbuhan tanaman. Pening-katan ini memberikan peluang tanaman kelapa pada populasi tersebut dapat menopang daun dan anak daun yang jumlahnya lebih tinggi dibanding generasi DMT-OP, tanpa kehilangan fungsinya dalam me-nopang tandan selama proses pembentukan dan perkembangan buah. Pola distribusi daun yang mengekspresikan bentuk tajuk akan menentukan banyaknya intersepsi cahaya yang terkait dengan laju fotosintesis yang menentukan produktivitas tanaman (Lubis et al., 2013).

Pada karakter mayang kelapa terlihat bahwa peningkatan terjadi pada panjang tangkai mayang, dari 34,20 cm pada DMT-OP menjadi 42,75 cm dan 56,30 cm masing-masing pada DMT-S3 dan DMT-S4. Tebal tangkai mayang hampir sama antara kelapa DMT-OP, DMT-S3 dan DMT-S4, yaitu berturut-turut 2,13 cm, 2,12 cm dan 2,10 cm. Seleksi pada karakter mayang yang diinginkan adalah tangkai mayang yang pendek, lebar dan tebal mayang, agar tandan buah tidak mudah patah.

Morfologi batang lebih dipengaruhi oleh umur tanaman kelapa, yaitu pada saat pengamatan kelapa DMT-OP telah berumur 56 tahun, kelapa DMT-S3 berumur 31 tahun, dan kelapa DMT-S4 berumur 17 tahun. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa karakter tinggi batang dan lingkar batang pada posisi 20 cm dan 150 cm dari permukaan tanah pada umumnya kelapa DMT-OP lebih tinggi dan lebih besar lingkar batangnya dari kelapa DMT-S3 dan DMT-S4. Pada morfologi batang, yaitu karakter tinggi 11 bekas daun, diketahui bahwa pertambahan tinggi kelapa DMT-S3 dan DMT-S4 lebih lambat. Sifat ini merupakan salah satu sifat yang diinginkan untuk mengatasi masalah panen kelapa saat ini. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Pandin (2010), yaitu populasi S3 dan S4 Kelapa Dalam Mapanget No. 32 telah me-ngalami depresi silangdalam pada karakter lingkar batang pada 20 cm dan 150 cm di atas permukaan tanah serta tinggi 11 bekas daun (Gambar 1). Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa lingkar batang pada ketinggian 150 cm di atas permukaan tanah antara populasi DMT S4 No: 10, 32 dan 55 (diagram K) relatif sama dengan hasil pengukuran pada populasi DMT S4 No: 32 (diagram M*). Hal ini menunjukkan bahwa selfing pada masing-masing populasi DMT No: 10, 32 dan 55 memberikan pengaruh yang sama, yaitu depresi silangdalam pada karakter lingkar batang 150 cm di atas permukaan tanah baik pada generasi S3 maupun S4.

Sifat pertumbuhan batang yang diinginkan pada tanaman kelapa adalah tidak cepat tinggi, pertumbuhan daun pada batang lebih rapat sehingga lebih mudah melakukan pemanenan. Pandin (2010)

melaporkan bahwa selfing yang dilakukan pada kelapa DMT mengakibatkan batang menjadi lebih kecil dan pendek. DMT S4 dapat digunakan sebagai tetua dalam merakit kelapa Dalam unggul berbatang lebih pendek. Individu tanaman yang diserbuki sendiri menampakkan berbagai kekurangan, seperti: tanaman bertambah pendek, cenderung rebah, peka terhadap penyakit dan bermacam macam karakter lain yang tidak diinginkan (Lubis et al., 2013).

Hasil analisis nilai KK terhadap karakter morfologi mahkota/daun dan morfologi batang pada populasi DMT-OP, DMT-S3 dan DMT-S4 dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa karakter jumlah daun, jumlah anak daun, lebar anak daun, panjang petiol, panjang tangkai mayang, dan lingkar batang 150 cm memiliki nilai keragaman yang rendah atau seragam. Tinggi batang bebas daun memiliki nilai keragaman yang rendah pada populasi OP dan S3 kemudian me-ningkat pada populasi S4 (23,13%). Tebal tangkai mayang menunjukkan keragaman yang rendah pada populasi OP dan S4 namun meningkat pada populasi S3 (25.44%). Karakter generatif, produksi dan komponen buah, karakter morfologi daun/mahkota dan morfologi batang cenderung lebih seragam pada populasi OP, S3 maupun S4. Menurut Miftahorrachman (2010) apabila suatu sifat memiliki keragaman yang rendah, maka setiap individu dalam populasi tersebut secara teoritis sama sehingga tidak akan diperoleh perbaikan sifat melalui kegiatan pemuliaan. Menurut Tampake et al. (1992), terdapat tiga kriteria dalam penentuan keragaman karakter, yaitu: rendah (KK = 0-20%), sedang (KK = 20-50%), dan tinggi (KK >50%). Pada program pemuliaan tanaman, seleksi dilakukan terhadap karakter-karakter yang memiliki tingkat keragaman sedang hingga tinggi. Seleksi yang dilakukan terhadap populasi yang beragam akan menghasilkan kemajuan seleksi.

Nilai rata-rata beberapa karakter mengalamai peningkatan sebagai akibat dari kemajuan seleksi yang dilakukan dalam proses pemilihan pohon induk saat pembentukan generasi selfing kelapa DMT. Karakter yang mengalami peningkatan tersebut antara lain: jumlah daun, jumlah anak daun, lebar anak daun, panjang anak daun, panjang petiol, lebar petiol, tebal petiol dan panjang tangkai mayang (Gambar 1). Karakter yang mengalami peningkatan merupakan karakter yang berhubungan dengan produksi. Seleksi dalam proses pemilihan pohon induk selama pembentukan generasi selfing dilakukan secara terarah berdasarkan karakter produksi, sehingga kemajuan seleksi yang diperoleh pada turunannya terdapat pada karakter produksi. Beberapa karakter yang mengalami penurunan sebagai akibat depresi silangdalam, yaitu lingkar

(6)

29 batang 20 cm, lingkar batang 150 cm dan tinggi 11

bekas daun.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat beberapa karakter yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan seleksi dengan mudah, yaitu jumlah daun dan tinggi 11 bekas daun. Seleksi pohon induk pada populasi kelapa DMT-S3 dan DMT-S4 dapat dilakukan dengan memilih pohon kelapa dengan jumlah daun hijau >26 helai/pohon. Jumlah daun berkorelasi positif dengan produktivitas tanaman kelapa. Selain itu, pohon induk sebaiknya dipilih dengan karakter tinggi 11 bekas daun yang pendek dengan tujuan varietas hibrida yang diper-oleh memiliki karakter pertambahan tinggi batang yang lambat.

Karakter-karakter generatif, produksi dan komponen buah Kelapa DMT pada generasi OP diketahui bahwa karakter yang memiliki nilai KK <20% adalah jumlah tandan/pohon, berat buah utuh, berat buah tanpa sabut, berat daging buah dan tebal daging buah. Karakter-karakter yang memiliki nilai KK 20-50% adalah: jumlah bunga betina/mayang, jumlah buah/tandan, berat sabut, berat tempurung dan berat air. Populasi OP adalah populasi Kelapa Dalam Mapanget tanpa adanya seleksi maupun hibridisasi buatan. Oleh karena itu, keragaman ber-bagai karakter Kelapa DMT OP pada Tabel 2 meng-gambarkan karakter asli dari populasi Kelapa DMT.

Hasil pengamatan nilai rata-rata karakter jumlah bunga betina terlihat hampir sama, yaitu antara 12,87 – 13,73 buah/tandan. Efek silangdalam belum terlihat pada karakter jumlah bunga betina. Rata-rata jumlah buah/tandan tertinggi pada kelapa DMT-S3 6,77 butir, diikuti DMT-OP 5,62 butir dan DMT-S4 5,24 butir. Rata-rata jumlah tandan/pohon kelapa DMT-S3 dan DMT-S4, yaitu 17,43 dan 16.07 buah, lebih banyak dari DMT-OP 13,27 buah. Selanjutnya, peningkatan karakter pada komponen buah terjadi pada berat buah utuh. Berat buah utuh kelapa DMT-S4 memiliki rata-rata 1454,21 g, mening-kat dibanding tetuanya DMT-OP 1313,56 g, sedang-kan pada DMT-S3 terjadi penurunan berat buah. Berat buah tanpa sabut yang meningkat 10% menjadi 1068,95 g dibanding tetuanya DMT-OP 901,27 g. Populasi selfing memiliki karakter berat sabut ber-kurang pada populasi DMT-S4 dengan berat tem-purung cukup stabil dan volume air bertambah banyak. Komponen yang paling berpengaruh ter-hadap produksi kopra adalah berat daging buah. Pada Tabel 2 terlihat bahwa rata-rata berat daging buah tertinggi pada kelapa DMT-S4 450 g/butir, diikuti DMT-S3 391,03 g/butir kemudian tetuanya DMT-OP 373,30 g/butir. Pohon induk yang dipilih dalam perakitan varietas disarankan memiliki buah yang berat karena berpengaruh terhadap ke-cepatan berkecambah dan menghasilkan tanaman

yang vigorous dengan persentase yang tinggi (Miftahorrachman et al., 1996).

Nilai rata-rata yang relatif sama pada karakter jumlah buah/tandan dan berat buah utuh pada populasi OP, S3 dan S4 (Tabel 2) menggambarkan kemampuan optimum tankai tandan dalam me-nopang perkembangan buah kelapa. Peningkatan produksi sebagai dampak dari seleksi terarah ber-dasarkan karakter produksi saat pembentukan populasi selfing terlihat pada karakter jumlah tandan/ pohon dan berat daging buah yang meningkat secara nyata (Tabel 2). Peningkatan jumlah tandan/pohon berkaitan erat dengan peningkatan nilai rata-rata karakter vegetatif (Tabel 1). Novarianto (2010) me-nyatakan bahwa, pada setiap ketiak daun biasanya akan keluar satu mayang bunga/tandan buah.

Pada Tabel 2, karakter dengan nilai KK <20% pada populasi Kelapa DMT S3 terdapat pada jumlah tandan/pohon dan tebal daging buah, sedangkan karakter dengan nilai KK 20-50% adalah jumlah bunga betina/mayang, jumlah buah/tandan, berat buah utuh, berat buah tanpa sabut, berat sabut, berat tempurung, berat air dan berat daging buah. Kriteria nilai keragaman seluruh karakter generatif dan produksi antara populasi S3 dan OP ada pada kriteria yang sama, kecuali pada karakter komponen buah. Nilai KK berat buah utuh, berat buah tanpa sabut dan berat daging buah mengalami peningkatan dari nilai keragaman rendah (<20%) menjadi sedang (20-50%).

Berdasarkan hasil penelitian, karakter pada populasi kelapa DMT S4 dengan nilai KK <20% adalah berat daging buah dan tebal daging buah, sedangkan karakter dengan nilai KK 20-50% adalah jumlah buah/tandan, jumlah tandan/pohon, berat buah utuh, berat buah tanpa sabut, berat sabut, berat tempurung dan berat air. Jumlah bunga betina/ tandan pada DMT S4 merupakan satu-satunya karak-ter dengan nilai KK tinggi (>50%). pJumlah bunga betina/mayang sangat dipengaruhi oleh musim, faktor lingkungan lainnya dan varietas kelapa (Novarianto, 2005).

Apabila dibanding dengan populasi DMT OP, beberapa karakter pada populasi DMT S4 mengalami perubahan nilai keragaman, dari rendah (<20%) menjadi sedang (20-50%), yaitu: jumlah tandan/ pohon, berat buah utuh dan berat buah tanpa sabut. Nilai keragaman jumlah bunga betina/tandan ber-ubah sedang (20-50%) menjadi tinggi (>50%). Apabila dibandingkan antara populasi DMT S3 dengan S4, nilai keragaman karakter yang mengalami perubahan adalah jumlah bunga betina/tandan (sedang menjadi tinggi), jumlah tandan/pohon (rendah menjadi sedang) dan berat daging (sedang menjadi rendah). Karakter tebal daging buah pada populasi DMT OP, S3 dan S4 menunjukkan KK yang rendah/seragam dengan kisaran nilai rata-rata yang tidak berbeda.

(7)

30

Tabel 2. Rataan (x), standar deviasi (Sdev), dan koefisien keragaman (KK) dari karakter generatif, hasil dan buah kelapa Dalam Mapanget OP S3 dan S4.

Table 2. Means (x), standard deviation, and variation coefficient of generative, yield and fruit characters of OP, S3 and S4 of Mapanget Tall Coconut.

No. Character Karakter OP Parameter/Parameters S3 S4

X Sdev KK X Sdev KK X Sdev KK

Generatif/Generative

1. Jumlah bunga ♀/tandan (buah)

Female flowers per bunch 13.73 4.60 33.44 13.53 6.66 49.27 12.87 7.6 58.04 Karakteristik Hasil/Yield characters

1. Jumlah buah/tandan (butir)

Harvested fruits per bunch 5.62 2.52 44.99 6.77 2.92 43.48 5.12 2.62 44.34 2. Jumlah tandan/pohon (buah)

Bunch per palm 13.27 1.98 14.94 17.43 2.49 14.27 16.07 3.79 23.57

Karakter Buah/Fruit characters

1. Berat buah utuh (g)

Whole fruit weight 1313.56 224.20 17.07 1185.86 246.55 20.79 1454.21 343.49 23.62 2. Berat buah tanpa sabut (g)

Nut weight 901.27 147.79 16.40 864.66 201.27 23.28 1068.95 233.27 21.82 3. Berat sabut (g) Husk weight 412.29 115.72 28.07 321.21 97.71 30.42 385.26 153.07 39.73 4. Berat tempurung (g) Shell weight 210.17 45.04 21.43 192.07 45.26 23.56 221.58 74.31 33.54 5. Berat air (g)

Coconut milk weight 317.80 101.29 31.87 281.55 108.04 38.37 397.37 148.59 37.39 6. Berat daging buah (g)

Meat thicknes 373.30 60.15 16.11 391.03 80.89 20.68 450 75.37 16.75 7. Tebal daging buah (cm)

Thicknes of meat 1.18 0.10 8.56 1.17 0.08 6.84 1.14 0.09 8.30 Hal ini berarti perlakuan selfing pada kelapa DMT

tidak membawa kemajuan seleksi pada karakter tebal daging buah. Diduga, potensi peningkatan tebal daging buah kelapa DMT telah mencapai titik optimum sehingga tidak dapat ditingkatkan melalui kegiatan seleksi. Karakter yang stabil pada nilai KK sedang adalah: jumlah buah/tandan,berat buah utuh, berat buah tanpa sabut, berat sabut, berat tempurung dan berat air.

Perubahan kriteria nilai keragaman yang cen-derung meningkat terdapat pada beberapa karakter generatif, produksi dan komponen buah dari populasi generasi selfing kelapa DMT (Tabel 2). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Lubis et al. (2013) tentang pengaruh selfing terhadap karakter tanaman jagung (Zea mays L.). Seluruh karakter yang diamati pada tanaman jagung generasi F3 selfing memiliki keragaman fenotipik yang luas, sedangkan pada generasi F4 selfing tanaman jagung tersebut menun-jukkan sebagian besar karakter yang diamati memiliki keragaman fenotipik luas dan beberapa karakter memiliki keragaman yang sempit.

Nilai keragaman yang tinggi pada populasi kelapa DMT-S3 dan DMT-S4 yang didukung hasil penelitian tentang generasi selfing ke-3 dan ke-4 jagung menunjukkan bahwa perlakuan selfing pada generasi tersebut belum dapat menciptakan kondisi

populasi yang homogen dan homozigot antar individu dalam suatu populasi, tetapi telah terjadi peningkatan homozigositas pada individu kelapa dibanding tetuanya, yaitu kelapa DMT-OP (Pandin, 2009). Nilai rata-rata dari turunan hasil selfing tidak tergantung dari intensitas perlakuan selfing pada suatu individu, tetapi intensitas perlakuan selfing menyebabkan adanya perbedaan antara potensi optimum suatu individu dengan nilai aktual karakter individu yang disebabkan adanya depresi silang-dalam. Sedangkan nilai aktual dan potensial karakter individu hasil persilangan normal (non-selfed) bersifat setara (Ferriol et al., 2011).

Keragaman dalam populasi pada perlakuan persilangan yang sama ini ditimbulkan karena adanya akumulasi alel-alel pada individu yang terdiri atas gen-gen yang bersifat homozigot resesif sehingga menimbulkan depresi silangdalam dan alel-alel pada individu lain yang terdiri atas gen-gen homozigot dominan dan heterozigot yang menghasilkan fenotipik tanaman yang vigor (Gambar 1). Berda-sarkan hasil penelitian Pandin (2009) dengan menggunakan SSR, kelapa DMT No. 32 memiliki genotipe mengarah pada peningkatan homozigositas (DMT-32 S2 = 26%, DMT-32 S3 = 51%, dan DMT-32 S4 = 59%). Peningkatan akumulasi gen-gen homozigot resesif pada generasi selfing tersebut

(8)

31

(A) (B)

Gambar 1. Representasi keragaman pada populasi kelapa Dalam Mapanget generasi selfing ke-4 (DMT-S4; A = tanaman DMT-S4 hasil selfing dengan daya hasil buah yang tinggi; (B) = tanaman DMT-S4 hasil selfing yang menunjukkan dampak depresi silangdalam..

Figure 1. Representative variation of Mapanget Tall Coconut selfed generation (DMT-S4) population; A = DMT-S4 selfed generation accession showing high nut yield; B DMT-S4 selfed generation accession showing inbreeding depression.

menyebabkan munculnya individu dengan karakter yang terdepresi pada populasi selfing. Sebaliknya, pada individu dengan genotipe homozigot dominan akan muncul sebagai individu yang vigorous.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa tidak semua karakter pada populasi selfing kelapa DMT mengalami penurunan nilai rata-rata. Beberapa karakter seperti jumlah bunga betina/ tandan, tebal daging buah, tebal tangkai mayang dan lingkar batang 1,5 m mengalami penurunan nilai rata-rata, sedangkan karakter vegetatif dan generatif lainnya mengalami peningkatan. Peningkatan ini merupakan hasil dari seleksi terarah berdasarkan karakter produksi dalam pemilihan pohon induk generasi selfing.

Pandin (2009) menyatakan bahwa kelapa DMT No. 32 generasi S2, S3 dan S4 mengalami penurunan vigoritas yang terlihat pada penurunan produksi buah dan tandan buah. Hasil penelitian Donata (2009) berbeda dengan hasil penelitian ini, jumlah buah/ tandan generasi S3 lebih banyak dari OP dan jumlah tandan/pohon generasi S3 dan S4 lebih banyak dibanding OP. Perbedaan ini terjadi karena per-bedaan obyek pengamatan. Pandin (2009) meng-gunakan populasi kelapa DMT No. 32 sebagai obyek pengamatan sedangkan penelitian ini menggunakan populasi kelapa DMT No.10, 32 dan 55. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wardiana (1996) yang menyatakan bahwa tidak semua nomor famili kelapa Dalam Bali mengalami depresi silangdalam setelah diselfing. Depresi silangdalam hanya terjadi pada beberapa nomor famili pada sebagian karakter yang diamati.

KESIMPULAN

1. Koefisien keragaman karakter pada generasi selfing ketiga dan keempat kelapa Dalam Mapanget pada umumnya meningkat apabila dibanding dengan populasi menyerbuk terbuka. Salah satu syarat karakter-karakter yang dapat dijadikan pedoman untuk melakukan seleksi adalah karakter yang memiliki nilai KK sedang hingga tinggi, sehingga kemajuan seleksi yang akan diperoleh cukup signifikan untuk generasi hibrida yang diinginkan. Karakter vegetatif, generatif, dan produksi dengan nilai KK tinggi pada populasi S3 adalah jumlah buah/tandan, jumlah bunga betina/ mayang, tebal tangkai mayang. Kriteria KK dengan nilai sedang hingga tinggi pada populasi S4 adalah jumlah tandan/pohon, jumlah buah/ tandan, jumlah bunga betina/mayang (tinggi) dan tinggi batang bebas daun (sedang).

2. Karakter yang mengalami peningkatan nilai rata-rata sebagai dampak dari kemajuan seleksi pada perlakuan selfing adalah jumlah daun, jumlah anak daun, lebar anak daun, panjang anak daun, jumlah buah/tandan (S3), serta jumlah tandan/pohon, berat buah utuh, berat buah tanpa sabut, berat tempurung, berat air (S4), berat daging buah. 3. Diharapkan dengan adanya kemajuan seleksi dan

peningkatan homozigositas populasi kelapa DMT selfing dapat meningkatkan potensi produksi dengan pertambahan tinggi batang lambat dengan penampilan varietas hibrida yang dihasilkan akan lebih seragam.

(A)

(9)

32

DAFTAR PUSTAKA

Ferriol, M., C. Pichot dan F. Lefevre. 2011. Variation Of Selfing Rate And Inbreeding Depression Among Individuals And Across Generations Within An Admixed Cedruss Population. Heredity 106: 146-157.

Lubis, Y.A., A.P.P. Lollie, Rosmayati. 2013. Pengaruh Selfing Terhadap Karakter Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Pada Generasi F4 Selfing. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1 (2): 304-317. Advantage: jurnal.usu.ac.id/index.php/agro-ekoteknologi. [diakses tanggal 18 Agustus 2014].

Miftahorrachman, Mangindaan dan H. Novarianto. 1996. Diversitas Genetik Komponen Buah Kultivar Kelapa Dalam Sulawesi Utara. Zuriat. 7(1): 7-15.

Miftahorrachman, T. Meity, T.. Elsje. 2007. Ke-kerabatan Genetik Antar Enam Aksesi Plasma Nutfah Kelapa Asal Provinsi Gorontalo. Buletin Palma No. 33: 28-36.

Miftahorrachman. 2010. Korelasi Dan Analisis Koefisien Lintas Karakter Tandan Bunga Terhadap Buah Jadi Kelapa Genjah Salak. Buletin Palma. No.38: 60-66.

Miftahorrachman. 2009. Sidik Lintas Karakter Produksi Dengan Karakter Vegetatif Pada Aksesi Pinang Bolaang Mongondow. Buletin Palma. No.37: 119-126.

Novarianto, H. 2005. Plasma Nutfah Dan Pemuliaan Kelapa. Manado. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain.

Novarianto, H. 2010. Karakteristik Bunga Dan Buah Hasil Persilangan Kelapa Hibrida Genjah x Genjah. Buletin Palma. No.39: 100-110.

Novarianto, H. 2011. Penampilan Bibit Kelapa Hibrida Genjah x Genjah. Buletin Palma 12(1): 18-26.

Pandin, D.S. 2009. Depresi Silangdalam Kelapa Dalam Mapanget Berdasarkan Penanda Mikrosatelit (SSR). Buletin Palma. No.37: 127-137.

Pandin, D.S. 2010. Observasi Karakter Morfologi Batang Kelapa Dalam Mapanget Akibat Penyerbukan Sendiri. Buletin Palma. No.38: 67-72.

Tampake, H., D. Pranowo dan H.T. Luntungan. 1992. Keragaman Fenotipik Sifat-Sifat Generatif Dan Komponen Buah Beberapa Jenis Kelapa Di Lahan Gambut Pasang Surut, Sumatera Selatan. Buletin Balitka 18: 21-27.

Wardiana, E. 1996. Depresi Silangdalam Beberapa Karakter Pada Sepuluh Nomor Famili Kelapa Dalam Bali. Zuriat. 7 (2): 64-68.

Gambar

Figure 1.  Representative variation of Mapanget Tall Coconut selfed generation (DMT-S4) population; A = DMT-S4  selfed generation accession showing high nut yield; B DMT-S4 selfed generation accession showing  inbreeding depression

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk media yang akan digunakan yaitu pembuatan ulang buku cerita bergambar. kisah Ramayana dengan kemasan baru, visualisasi yang di persimepl dan

Menurut penelitian kualitatif yang dilakukan Sulandar, Martyastanti , Mutaqwarohmah (2009) tentang bentuk–bentuk produktivitas orang lanjut usia (lansia) ditemukan

Komposisi %engan karakter 'oto Mengkomunikasikan Presentasi kar)a isan Praktek 1 2 + .P Dasar otogra! Digital II &#34; Komposisi dan Ketajaman$ 3ah)u Dharsito$ 4le2 Me%ia

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurul Fatia (2012) Dengan judul “Perbedaan Pengaruh SenaPenurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus

Walaupun sudah banyak festival maupun acara kuliner yang dikemas dalam berbagai parade kebudayaan Indonesia di luar negeri, namun tetap saja, belum ada peraturan atau undang-

Adapun hambatan-hambatan dan upaya yang dilakukan dalam penerapan pendidikan antikorupsi menurut I Putu Hedi Sasrawan adalah: 1) Penegakan hukum yang tidak konsisten dan

skripsi dengan judul ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN DI NEW DUTA FOTO DI PASAR KARANGJATI KABUPATEN SEMARANG dengan baik. Skripsi ini

Seperti halnya dengan penelitian Lestari (2016) yang menjelaskan bahwa jika Pendapatan perkapita meningkat maka perubahan dalam pola konsumsi pun akan meningkat