• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Pola Kuman Dan Resistensinya Pada Pasien Sepsis Dewasa Terhadap Antibiotik Di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2014."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1998 WHO melaporkan bahwa infeksi merupakan penyebab kematian kedua setelah kardiovaskular dengan angka mencapai 13,3 juta orang yang meninggal pada tahun 1998. Hal ini setara dengan kematian manusia sebanyak 25 orang setiap menit (Bion et al., 2001). Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke dalam tempat di dalam tubuh yang secara normal dalam kondisi steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat terjadi karena agen infeksi seperti kuman, jamur virus, protozoa, dan cacing parasit (WHO, 2001). Bakteremia merupakan kondisi terdapatnya kuman yang hidup pada aliran darah (Daniela, 2010). Bakteremia dapat terjadi dikarenakan kuman yang normal terdapat pada lapisan mulut, kulit, atau lapisan saluran cerna masuk ke dalam aliran darah melalui abrasi, luka terbuka, atau kerusakan. Selain itu, kuman dapat masuk ke dalam aliran darah karena luka kecil karena sikat gigi (Cabell et al., 2003). Bakteremia merupakan hal yang menentukan terjadinya sepsis. Sepsis merupakan hasil dari infeksi kuman yang parah. Selain itu, sepsis dapat berlanjut menjadi sepsis shock dengan tanda disfungsi ginjal atau hati yang disertai dengan hipotensi (Cunha, 2008).

Sepsis merupakan salah satu infeksi yang masuk ke dalam 10 besar penyebab kematian (Hoyert et al., 2001). Secara keseluruhan kematian karena severe sepsis dan septic shock berkisar antara 30%-60% dengan jumlah kasus severe sepsis dan septic

shock telah diperkirakan mencapai 934.000 dan 1.110.000 kasus pada tahun 2010 dan

2020 (Morrell et al., 2009). Terdapat hubungan antara usia lanjut dengan kejadian severe sepsis dan septic shock terutama pada orang tua. Resiko terjadinya sepsis

meningkat 13 kali lipat pada pasien dengan usia 65 tahun atau lebih (Artero et al., 2012). 455 kasus sepsis di rumah sakit Universitario Dr. Peset, Spanyol menunjukkan bahwa angka kejadian sepsis paling tinggi terjadi pada pasien dengan umur >70 tahun

(2)

(Artero et al., 2012). Selain itu, kejadian sepsis tejadi di Malaysian public Hospital dengan angka kematian 21,58% pada laki-laki dan 12,16% pada perempuan (Gillani et al., 2009).

Kuman penyebab sepsis dapat berasal dari infeksi pada paru-paru, saluran kencing, kulit, sistem saraf pusat, dan infeksi pada bagian perut termasuk saluran empedu dan Community acquired methicillin-resistant Staphylococcus aureus (Cunha, 2008 dan SWAB, 2010). Kematian pada pasien sepsis sebagian besar disebabkan oleh kuman Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter sp., Klebsiella pneumoniae, dan lebih dari sepertiga kematian

disebabkan oleh MRSA (methicillin resistant Streptococcus aureus) (Gillani et al., 2009). Pasien yang menderita sepsis akan mengalami beberapa komplikasi seperti komplikasi organ. Pasien sepsis dengan kegagalan fungsi organ memiliki kemungkinan meninggal lebih besar. Kematian pasien sepsis tanpa kegagalan fungsi organ diperkirakan sekitar 15% dan meningkat menjadi 70% jika pasien mengalami 3 atau lebih kegagalan fungsi organ. Komplikasi organ meliputi paru-paru, ginjal, dan jantung (Artero et al., 2012).

Salah satu tahap dalam first line penatalaksanaan sepsis adalah terapi antibiotik secara empirik (Morrell et al., 2009). Namun, perkembangan resistensi kuman yang sangat pesat terlihat dengan ditemukan kuman yang resisten terhadap antibiotik pada tahun 1979 sampai 2011. Beberapa kuman yang telah resisten terhadap antibiotik seperti gentamicin-R Enterococcus, vancomycin-R Enterococcus, levofloxacin-R Pneumococcus, imipenem-R Enterobacteriaceae, vancomicin-R Staphylococcus, ceftriaxone-R Nesseria gonorrhoeae, dan ceftaroline-R

(3)

dan Enterobacter spp. (16% dan 0%). Penelitian lain yang dilakukan di ruang ICU RS Fatmawati, Indonesia didapatkan hasil bahwa terjadi resistensi terhadap antibiotik meropenem, gentamisin, dan levofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa (25%; 39,1%; 42,2%), Staphylococcus epidermidis (32,4%; 0%; 50%), dan Escherichia coli (7,7%; 38,5%; 53,8%) (Radji et al., 2011). Penemuan strain ST239

MRSA di Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Filipina menunjukkan adanya resistensi terhadap trimetoprim-sulfametoksazol, siprofloksasin, tobramisin, gentamisin, eritromisin, dan tetrasiklin (Chen & Huang, 2014).

RSUD Dr. Moewardi merupakan rumah sakit rujukan terutama untuk daerah Jawa Tengah. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan resistensi kuman terhadap antibiotik pada sepsis dewasa sebagai masukan kepada RSUD Dr. Moewardi agar memperhatikan bahwa pada pasien tertentu perlu ada perubahan antibiotika.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut

1. Bagaimana pola kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi? 2. Bagaimana pola resistensi kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD

Dr. Moewardi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut 1. Mengetahui pola kuman pada pasien sepsis dewasa di RSUD Dr. Moewardi

(4)

D. Tinjauan Pustaka 1. Sepsis

Sepsis merupakan SIRS (Systemic Inflammatory Respon Syndrome) akibat dari infeksi (Ntusi et al., 2010). Pasien yang mengalami sepsis memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:

Tabel 1. Terminologi dan definisi sepsis

Terminologi Definisi Systemic inflammatory respons

syndrome (SIRS)

Dikatakan SIRS bila didapatkan 2 atau lebih: 1. Suhu >38ºC atau <36ºC

2. Denyut nadi >90x/menit

3. Respirasi >20x/menit atau PCO2 <32 mmHg 4. Lekosit darah >12.000/mm3 atau <4.000 mm3

Sepsis Sindrom klinis yang ditandai dengan adanya infeksi

dan SIRS

Sepsis berat Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ,

hipoperfusi atau hipotensi, termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan kesadaran

Syok septik Sepsis dengan hipotensi yang tidak membaik dengan

resusitasi cairan yang adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ

(Cayono, 2007)

Kuman penyebab sepsis dapat berasal dari infeksi pada paru-paru, saluran kencing, kulit, sistem saraf pusat, dan infeksi pada bagian perut termasuk saluran empedu dan Community acquired methicillin-resistant Staphylococcus aureus (Cunha, 2008 dan SWAB, 2010). Kematian pada pasien sepsis sebagian besar disebabkan oleh kuman Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter sp., Klebsiella pneumoniae, dan lebih dari sepertiga kematian

(5)

Pneumococcus, imipenem-R Enterobacteriaceae, vancomicin-R Staphylococcus,

ceftriaxone-R Nesseria gonorrhoeae, dan ceftaroline-R Staphylococcus (CDC, 2013).

Tabel 2. Pedoman penggunaan antibiotik pada pasien sepsis di RSUD Dr. Moewardi

2. Isolasi Kuman

Biakan murni dari kuman bisa didapatkan melalui beberapa metode isolasi kuman. Metode yang dapat digunakan untuk melakukan isolasi kuman antara lain sebagai berikut:

a. Cara goresan (Streak Plate Method)

(6)

b. Cara taburan (Pour Plate Method)

Sampel kuman dimasukkan ke dalam media cair pada tabung kemudian dilakukan pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan memasukkan beberapa µL media yang berisi kuman ke dalam media kedua dan media kedua yang berisi kuman dimasukkan ke dalam media ketiga. Setiap tabung yang berisi media dan kuman kemudian dituang ke dalam cawan petri steril dan ditunggu hingga mengeras. Media yang telah mengeras kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37⁰C (Grainger et al., 2001).

3. Uji Identifikasi Kuman

Kultur kuman yang telah tumbuh kemudian diambil dan dicampurkan dalam tabung reaksi yang berisi larutan salin serta diatur kekeruhannya hingga setara dengan kekeruhan McFarland 0,5. Larutan salin yang telah setara kekeruhannya kemudian diletakkan pada cassette yang bersebelahan dengan slot reagent pada cassette tersebut. Rak yang telah berisi larutan salin dengan reagent slot dimasukkan ke dalam alat vitex dan dilakukan identifikasi kuman menggunakan alat vitex (Ligozzi et al., 2002).

4. Uji Resistensi Kuman

a. Pembuatan media Mueller Hinton

Media Mueller Hinton sebanyak 1 liter mengandung 64 gram media. Media Mueller Hinton yang telah dibuat, kemudian dituang kedalam petri dengan ketebalan media antara 3-4 mm

b. Pembuatan suspensi kuman

(7)

c. Inokulasi kuman pada media

Suspensi kuman yang telah setara dengan standart McFarland 0,5, kemudian ditanam pada media. Suspensi kuman diambil menggunakan kapas steril kemudian diratakan pada permukaan media.

d. Cakram antibiotik

Cakram antibiotik diletakkan diatas media yang telah diratakan dengan suspensi kuman. Media kemudian diinkubasi dengan keadaan terbalik selama 16-18 jam pada suhu 35⁰C.

e. Interpretasi data

Media yang telah diinkubasi kemudian diukur zona hambat pada masing-masing antibiotik dan dibandingkan dengan standar zona hambat CLSI (Clinical and Laboratory Standart Institute) (CDC, 2003).

5. Resistensi Kuman

Selama 20 tahun terakhir, kuman Gram positif yakni cocci telah menjadi kuman patogen yang menyebabkan infeksi di rumah sakit, karena kemampuan kuman tersebut untuk beradaptasi dengan antibiotik. Jenis kuman lain yaitu Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang sebagian besar resisten dengan

antibiotik glikopeptida seperti vankomisin, sehingga dilakukan pembatasan penggunaan antibiotik untuk penanganan kuman tersebut (Bion et al., 2001). Tingginya resistensi kuman terhadap antibiotik tidak lepas dari peran kuman tersebut untuk beradaptasi dengan antibiotik. Adaptasi tersebut dapat berupa beberapa mekanisme kuman terhadap antibiotik, antara lain sebagai berikut:

a. Perubahan struktur antibiotik

(8)

b. Resistensi penghancuran streptomisin dan obat yang terkait

Resistensi kuman terhadap antibiotik golongan aminoglikosida terjadi karena adanya penambahan gugus kimia pada antibiotik. Penambahan gugus kimia pada antibiotik tersebut terjadi karena adanya enzim yang dihasilkan oleh kuman. Enzim tersebut akan menambahkan gugus kimia pada struktur antibiotik. Gugus kimia yang berada pada struktur antibiotik tersebut akan menyebabkan terjadinya kegagalan antibiotik untuk menghambat kerja ribosom kuman dalam sintesis protein.

c. Perubahan tempat target antibiotik

Mekanisme resistensi kuman terhadap antibiotik yang lain dapat terjadi dengan berubahnya tempat target antibiotik. Resistensi pada jalur ini dapat terjadi melalui 2 jalur mekanisme yaitu mutasi pada gen yang mengkode target antibiotik dan enzim yang secara biokimia mengubah target antibiotik.

d. Perubahan penyusun dinding sel

Resistensi kuman dapat dipicu karena perubahan komponen penyusun dinding sel kuman. Resistensi kuman terhadap antibiotik vankomisin terjadi karena adanya perubahan reseptor vankomisin dari D-ala-D-ala menjadi D-ala-D-laktat sehingga terjadi kegagalan pergantian antara D-ala-D-ala dengan vankomisin.

e. Pengeluaran antibiotik dari dalam sel oleh protein pump

Mekanisme resistensi kuman dapat berlangsung dengan pengeluaran antibiotik dari dalam sel oleh protein pump pada membran sel. Protein pump diatur secara langsung oleh kuman dan protein pump hanya akan bekerja ketika terdapat antibiotik. Protein pump tersusun dari protein yang mirip dengan protein yang berperan dalam pengeluaran hasil metabolik sel atau hasil samping sel.

(9)

dan kloramfenikol, namun beberapa antibiotik seperti eritromisin dan penisilin serta obat yang terkait dapat terjadi resistensi karena mekanisme protein pump.

f. Produksi substrat berlebih

Resistensi kuman juga dapat terjadi karena produksi substrat yang berlebih oleh kuman. Substrat yang berlebihan akan menyebabkan penurunan interaksi antara antibiotik dengan target karena jumlah antibiotik yang sedikit dibandingkan dengan substrat. Resistensi terhadap antibiotik melalui jalur ini terjadi pada sulfonamida dan trimetoprim. Resistensi kuman terhadap sulfonamida terjadi karena produksi berlebih dari PABA sehingga memungkinkan PABA berikatan dengan sisi aktif enzim. Selain itu, produksi enzim yang berlebih dalam sel menyebabkan penurunan efektifitas trimetoprim yang berikatan dengan enzim. Penurunan efektifitas ini terjadi karena ketidakcukupan antibiotik untuk berikatan dengan enzim sehingga masih terdapat beberapa enzim dalam keadaan aktif.

g. Penurunan permeabilitas

Kuman membutuhkan nutrisi dari lingkungan serta membuang hasil samping atau metabolik ke lingkungan. Salah satu jalan untuk keluar dan masuk bahan dari aktivitas kuman tersebut dapat melalui pori-pori. Pori-pori tersebut sering digunakan antibiotik sebagai jalan untuk masuk ke sel kuman. Oleh karena itu, kuman mengatur untuk memperkecil pori-pori sehingga mempersulit antibiotik untuk masuk ke sel kuman. Resistensi kuman dengan penurunan permeabilitas biasanya terjadi pada kuman Gram negatif. Kuman Gram negatif memiliki kemampuan untuk mengatur pori-pori membran sehingga antibiotik tidak dapat masuk ke sel kuman. Pseudomonas aeruginosa merupakan kuman yang resisten terhadap beberapa

antibiotik karena kemampuan kuman tersebut untuk mencegah masuknya antibiotik ke dalam sel kuman. Resistensi kuman juga terjadi pada E. coli 0157:H7 terhadap streptomisin, sulfonamida, dan tetrasiklin.

h. Perubahan enzim yang mengaktifkan antibiotik

(10)

Antibiotik dalam keadaan inaktif ini akan diaktifkan oleh enzim yang terdapat di dalam kuman tertentu, sehingga antibiotik akan menjadi aktif dan akan menimbulkan efek. Pirazinamid merupakan salah satu antibiotik yang digunakan untuk pengobatan tuberkulosis. Antibiotik ini akan diaktifkan oleh enzim yang berada di dalam sel kuman sehingga menjadi aktif. Namun, beberapa enzim tersebut mengalami mutasi sehingga kehilangan kemampuan untuk mengubah antibiotik menjadi bentuk aktifnya. Ketidakmampuan enzim untuk mengubah antibiotik ini yang menjadikan kuman Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap antibiotik. Selain pirazinamid, isoniazid merupakan obat tuberkulosis yang memerlukan aktivasi oleh enzim KatG untuk menjadi aktif. Namun, beberapa enzim KatG pada Mycobacterium tuberculosis telah mengalami mutasi sehingga terjadi kegagalan antibiotik untuk menghambat pembentukan dinding sel (Guilfoile, 2007).

E. Keterangan Empiris

Gambar

Tabel 1. Terminologi dan definisi sepsis
Tabel 2. Pedoman penggunaan antibiotik pada pasien sepsis di RSUD  Dr. Moewardi

Referensi

Dokumen terkait

Bagi perancang struktur, perencanaan ini dapat dipakai sebagai pedoman atau masukan, yaitu sistem perencanaan dengan prinsip daktilitas tingkat tiga, dengan memperhatikan beban

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada dunia pengelasan serta kemajuan industri terutama industri baja, alat berat, bejana tekan, mesin- mesin

[r]

Disajikan kondisi/konteks tertentu terkait dengan teks tertulis fungsional pendek berbentuk advertisement, dapat ditentukan dan diciptakan dengan tepat sesuai konteks

proyek Pemeliharaan Berkala Jalan Dalam Kota Kabupaten Wonogiri, untuk.. mengetahui kelayakan waktu dan biaya pelaksanaan

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji potensi cadangan karbon pada perkebunan karet pada umur yang homogen, (2) Membangun persamaan Allometrik untuk menduga biomassa

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yakni suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran selengkap- lengkapnya tentang pembinaan karier kepangkatan dan

Perbedaan respirasi aerob dan anaerob Respirasi aerob Respirasi anaerob Melibatkan mitokondria Tidak melibatkan mitokondria Mengalami dekarboksilasi oksidatif Tidak mengalami