• Tidak ada hasil yang ditemukan

T E C H N I C A L R E V I E W

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "T E C H N I C A L R E V I E W"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I

Konsorsium PETUAH (Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau)

Pengetahuan Hijau Berbasis Kebutuhan dan Kearifan Lokal untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Green Knowledge with Basis of Local Needs and Wisdom to Support Sustainable Development)

PEATLAND RESTORATION: PEMANFAATAN LAHAN

GAMBUT

Latar Belakang

Hutan alami merupakan sumberdaya alam yang mampu menyediakan layanan lingkungan yang lengkap, antara lain sebagai gudang karbon, hidrologi, polinisasi, kesehatan, dan ekoturisme (Ferraro et al., 2011) dengan ketersediaan yang sangat tinggi dan berkelanjutan, Disisi lain, pada bentang lahan dataran rendah dan pantai, kasus di wilayah Provinsi Sumatera Selatan, dibawah hutan terdapat deposit bahan organik yang sangat tebal dan terbentuk berjuta tahun yang lalu dan merupakan cadangan karbon dikenal sebagai sebagai gambut (Prayitno, 2014).

Keberadaan gambut secara alami pada bentang lahan dataran rendah dan pantai sebagai ekosistem rawa basah yang mempunyai nilai tinggi dan akan terus lestari jika tidak ada intervensi manusia. Keberadaan gambut akan terusik dan bahkan menjadi bencana apabila terjadi perubahan kondisi hutan dan perlakuan yang bersifat mengurangi air pada bentang lahan tersebut. Sebaran lahan gambut di Sumetera Selatan disajikan pada Gambar 1 dan Tabel 1.

No Sebaran lahan gambut di Kabupaten Luas ha % 1 Banyuasin 320.274 21,7 2 Muara Enim 46.972 3,2 3 Musi Banyuasin 275.644 18,7 4 Musi Rawas 39.834 2,7

5 Ogan Komering Ilir 792.720 53,7

TOTAL 1.475.444 100,0

Lahan gambut di Sumatera Selatan saat ini telah berubah dari hutan primer rawa gambut menjadi bentuk lainnya sebagi akibat dari alih fungsi lahan. Tutupan lahan gambut di sumatera Selatan disajikan pada Tabel 2. Kondisi ini memperlihatkan bahwa kegiatan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh Pemerintah dan pihak lain telah berdampak pada kondisi tutupan lahan. Perkembangan kegiatan perkebunan, kususnya agroekosistem kelapa sawit dan hutan tanaman, cukup tinggi menggantikan hutan rawa gambut.

T E C H N I C A L R E V I E W

CoE PLACE TR No. 2 – March 2016

Gambar 1. Peta Sebaran Lahan Gambut di Provinsi

Tabel 1. Luas Lahan Gambut di Provinsi Sumatera Selatan

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan (2015) dan WBH (2015)

(2)

Policy Recommendations

 kondisi yang diperlukan: (a) harus mendukung vegetasi asli seperti Tumeh & Jelutong untuk tumbuh kembali; (b) harus melakukan pembasahan lahan gambut dengan refunctioning mekanisme pengisian air alami & buatan manusia.

 kondisi yang cukup: (a) Perlu dilakukan sebagai upaya kemitraan sosial; (b) harus dalam satu atau lain cara menjadikan lahan gambut memberikan sumber pendapatan secara ekologis bagi masyarakat setempat.

 upaya berkelanjutan untuk menjaga benfits ekonomi ekologi lanskap untuk tiga pihak yaitu: (a) investor sudah ada di zona lahan gambut; (b) Masyarakat di desa-desa di sekitarnya; (c) Pemerintah daerah sebagai fasilitator asli.

 manajemen tata ruang yang akan dijalankan oleh lembaga tingkat makro (tingkat provinsi & kabupaten) & lembaga agribisnis tingkat mikro di setiap desa seperti yang tersirat dalam UU Pemerintah No.6 tahun 2014.

Tabel 2. Tutupan Lahan Gambut di Wilayah Provinsi Sumatera Selatan

No Tutupan lahan gambut Luas

ha %

1 Hutan Manggrove Primer 717 0,05

2 Hutan Manggrove sekunder 1.664 0,11

3 Hutan rawa sekunder 102.382 6,93

4 Hutan tanaman 357.646 24,23

5 Perkebunan 156.663 10,61

6 Pemukiman 23.927 1,62

7 Pertambangan 574 0,04

8 Pertanian lahan kering 17.178 1,16

9 Pertanian lahan kering campuran 22.091 1,50

10 Rawa 30.436 2,06

11 Rumput kering dan rumput rawa 63.875 4.33

12 Sawah 113.133 7,66

13 Semak belukar 115.065 7,79

14 Sema belukar rawa 381.814 25,86

15 Tambak 8.924 0,60

16 Tanah terbuka 79.156 5,36

17 Tubuh air 1.099 0,07

(3)

Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I

Perubahan tata guna lahan gambut menjadi peruntuka lainnya khusunya kegiatan pertanian dan perkebunan merubah kondisi hidrologi lahan. Pembuatan kanal atau saluran drainase mempunyai dampak pada penurunan muka air tanah dan mendorong proses evaporasi sangat tinggi, sehingga potensi kekeringan dan kebakaran lahan gambut cenderung tinggi. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dan khususnya Sumatera Selatan yang terjadi setiap tahun selama 18 tahun terakhir dengan puncaknya tahun 2015 telah menciptakan kondisi lahan gambut semakin terdegradasi. Sebaran hotspot dari tahun 2003 sampai 2015 di Provinsi Sumatera Selatan disajikan pada Tabel 3 dan Sebaran kebakaran pada kawasan tutupan lahan pada tahun 2015 disajikan pada Tabel 4.

KENDALA DAN PERMASALAHAN

pemanfaatan lahan gambut dengan restorasi lahan gambut yang telah rusak atau terbakar memiliki kendala dan permasalahan sebagai berikut :

1) Kendala yang didapati adalah data lahan gambut yang akan direstorasi dan legalitas kepemilikan lahan gambut 2) Permasalahan yang akan dihadapi secara konseptual

lahan gambut menjadi rentan terhadap kebakaran ketika 5 karakteristik ekologis rusak karena campur tangan manusia menghilangkan vegetasi pada kubah gambut

sehingga rawa api:

a. Proses perubahan evapo-tranpirasi menjadi evaporasi akan menyebabkan kubah gambut tidak lagi basah sedangkan proses evaporasi tetap, dan CH4 & O2 kapiler dibuka;

b. Proses Hidro-orological sedang down (curah hujan rendah/musim kering), menyebabkan permukaan air bawah permukaan turun;

c. Fungsi resapan air dari kubah akan turun dan sangat mudah untuk menjadi kering;

d. Bio-geophisically lebih buruk ketika daerah tersebut telah menjadi konsesi perusahaan, meskipun ini mungkin pada saat yang sama memberikan upaya rehabilitasi dengan semacam kesempatan keuangan

e. Dalam setiap zona lahan gambut yang rusak rakyat yang terkena dampak cenderung pasif untuk menanggapi program pemerintah.

Tabel 3. Sebaran hotspot dari tahun 2003 sampai 2015 di Provinsi Sumatera Selatan

No Kab/Kota 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015* 1 Banyuasin 267 722 140 1.624 227 126 372 40 646 799 57 436 1.404 2 Lahat 104 206 179 478 328 150 216 56 184 208 104 127 230 3 Lubuk Linggau 17 14 6 17 27 10 22 10 4 0 18 7 18 4 Muara Enim 330 289 298 1.196 569 432 534 150 932 936 252 494 809 5 Musi Banyuasin 483 1.078 275 1.731 476 326 648 139 1.166 1.320 339 617 4.669 6 Musi Rawas 380 452 312 1.614 561 423 803 136 581 1.105 413 317 647 7 OKU 107 186 148 526 208 115 187 26 214 278 81 215 356 8 OKUS 99 240 94 316 243 62 193 33 243 245 64 183 289 9 OKUT 59 135 48 425 120 39 126 19 115 154 21 57 254 10 Ogan Ilir 87 178 105 435 204 102 215 54 267 267 74 153 197 11 OKI 387 2.100 185 8.362 523 377 2.827 103 2.452 2.761 238 4.229 13.256 12 Pagar Alam 1 0 2 6 1 3 4 3 6 0 1 12 5 13 Palembang 3 6 2 17 5 5 8 4 11 4 0 6 11 14 Prabumulih 10 13 28 16 30 28 46 25 21 0 25 25 20 15 Empat Lawang - - - 79 112 16 PALI - - - 115 192 17 Muratara - - - 162 553 TOTAL 2.334 5.619 1.822 16.763 3.522 2.198 6.201 798 6.842 8.077 1.662 7.234 23.022 Sumber: Satelit Terra Aqua MODIS NASA. * = Data sampai Nopember 2015

(4)

STATE OF THE ART (TERKAIT PERMASALAHAN DAN STRATEGY PENYELESAIAN)

RESTORASI LAHAN GAMBUT

(STUDI KASUS: LAHAN GAMBUT BENTANG LAHAN KAYUAGUNG, KABUPATEN OKI

Perkembangan dan Karakteristik Kondisi Lahan Gambut Kayuagung, Kabupaten OKI

Bentang lahan gambut Kayuagung merupakan hutan rawa primer yang membentang dari Kecamatan Pedamaran hingga Tulung Selapan yang mempunyai jarak sekitar 40 kilometer, atau dari Kecamatan Kayuagung hingga Pampangan dengan jarak relative sama (Gambar 2).

Perubahan lahan gambut terjadi dimulai dengan adanya kegitaan HPH dari tahun 1980 hingga 2000 dan dilanjutkan dengan penebangan tidak terkendali oleh masyarakat dan pihak lain dengan menebang pohon tanpa kendali. Kondisi vegetasi lahan telah berubah didominasi oleh tumbuhan pioneer (Gambar 3 dan 4).

Tahun 2005 SSFFMP (south Sumatra forest fire

kedalaman gambut sekitar 4 hingga 5 meter, disajikan pada Gambar 5a dan 5b.

Gambar 2. Bentang Lahan Gambut Kayuagung Kabupaten OKI (SSFFMP, 2004)

Tabel 4. Sebaran Kebakaran Lahan Gambut dalam Ijin Konsesi

No Tutupan lahan gambut Luas

ha %

1 Hutan Manggrove sekunder 138 0,06

2 Hutan rawa sekunder 28.795 11,79

3 Hutan tanaman 89.566 36,68

4 Perkebunan 26.213 10,73

5 Pemukiman 10 0,00

6 Pertambangan 30 0,01

7 Pertanian lahan kering 5.268 2,16

8 Pertanian lahan kering campuran 1.493 0,61

9 Rawa 5.299 2,17

10 Rumput kering dan rumput rawa 538 0,22

11 Sawah 653 0,27

12 Semak belukar 13,075 5,35

13 Sema belukar rawa 60.007 24,57

14 Tanah terbuka 13.032 5,34

15 Tubuh air 92 0,04

TOTAL 244.210 100,00

Dari sebaran gambut di Provinsi Sumatera Selatan tersebut terjadi kebakaran tahun 2015:

- pada peat dome 255.148 ha (59,8%), peat land 171.757 ha (40,2%), total 426.905 ha.

- Jumlah hotspot tahun 2015 sebanyak 27.507 titik yang tersebar di lahan gambut 19.408 titik (70,6%) dan non lahan gambut 8.099 titik (29,4%)

(5)

Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I

Gambar 3. Kondisi Tanaman Pioner pada Lahan Gambut Terbakar , Kab OKI (Photografer: Prayitno, 2004)

Gambar 4. Kondisi Vegetasi pada Lahan Gambut Terbakar , Kab OKI (Photografer: Prayitno, 2004)

-8,00 -7,00 -6,00 -5,00 -4,00 -3,00 -2,00 -1,00 0,00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930313233343536373839404142434445464748495051525354555657 Titik Pengamatan Ke dal am an G am but (m ete r)

Gambar 5a. Kedalaman Gambut Pada Lintasan 1 sampai 54, Jalur Air Sugihan-Lebung Gajah Kecamatan Tulung Selapan , Kabupaten Ogan Komering Ilir (PPMAL Unsri, 2005).

-6,00 -5,00 -4,00 -3,00 -2,00 -1,00 0,00 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 Titik Pengamatan Ke da lam an G am bu t (m ete r)

Gambar 5b. Kedalaman Gambut Pada Lintasan 59 sampai 96, Jalur Penyabungan-Lebung Hitam Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir (PPMAL Unsri, 2005).

(6)

Gambar 6a. Tanaman kelapa sawit di lahan Gambut, Kab OKI (Photografer: Prayitno, 20013)

Gambar 6b. Tanaman Karet di Lahan Gambut, Kab OKI (Photografer: Prayitno, 2134)

Gambar 7. Restorasi Lahan Gambut di lahan Gambut Kayuagung, OKI

Pemanfaatan Lahan Gambut Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir

Kondisi lahan gambut Kayuagung yang telah terdegradasi cenderung akan selalu terjadi kebakaran lahan pada setiap tahunnya, karena tidak adanya vegetasi sebagai penahan panas sinar matahari dan juga terjadinya penurunan air dari bentang lahan menuju titik terendah lahan gambut. Proses pengeringan lahan gambut terjadi pada musim kemarau.

Sekitar tahun 2005 bentang lahan gambut kayuagung belum ada kegiatan pertanian dan perkebunan. Namun Seiring dengan perkembangan waktu, bentang lahan gambut Kayuagung sebagian besar telah berubah sebagian besar menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan sebagian kecil menjadi lahan pertanian (Gambar 6a dan 6b). Disisi lain, kedalaman gambut pada bentang lahan gambut Kayuagung adalah lebih dari 3 meter

Restorasi lahan lahan gambut di Sumatera Selatan dilakukan oleh BPK Palembang tahun 2010 seluas 4 hektar untuk kebun konservasi plasma nutfah ramin (Gonystylus bancanus) dan budidaya pola campuran ramin dan jelutung (Dyera lowii).

Upaya Restorasi Lahan Gambut Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir

Upaya terbaik dalam kegiatan restorasi gambut adalah 1). mengidentifikasi karaktersitk lahan gambut, 2) Sosialisasi Kebakaran lahan dan dampaknya, 3). Kegiatan Rewetting Lahan Gambut dan 4). Revegetasi pada Lahan Gambut Non Agroekosistem Kelapa Sawit dan HTI

1. Identifikasi Karakteristik Lahan Gambut

Kegiatan identifikasi karakteristik bentang lahan gambut pada suatu lokasi adalah sangat penting dan berpengaruh terhadap kegiatan kegiatan dalam restorasi lahan gambut.

Kegiatan yang perlu dilakukan adalah

1. Penyediaan peta lokasi dan luasan gambut oleh instansi yang telah ditunjuk oleh pemerintah,

2. Membuat peta kedalaman gambut dalam skala detail, 3. Membuat peta hidrologi dalam skala detail,

4. Membuat peta tata guna lahan dalam skala detail, 5. Penetapan kerusakan lahan gambut oleh

pemerintah/instansi tentang status kondisi lahan gambut (tingkat kerusakan/degradasi) dan perlakuan yang dilakukan pada lahan gambut tersebut.

2. Sosialisasi tentang Kebakaran Hutan dan Lahan serta Dampaknya terhadap Masyarakat sekitar Hutan dan Stakeholder pengguna Lahan Gambut

a. Kegiatan restorasi lahan gambut perlu disosialisakian kepada masyarakat dan sebaiknya segala kegiatan restorasi melibatkan masyarakat. Masyarakat ikut bertanggung jawab dan memiliki.

b. Kegiatan restorasi gambut sebaiknya sejalan dengan kegiatan masyarakat yang tergantung pada hutan/lahan gambut, dan tidak mematikan kegiatan masyarakat.

c. Kegiatan utama dalam restorasi gambut terutama pada upaya peningkatan muka air tanah (rewetting) dengan kegiatan penyekatan sungai dan kanal harus

(7)

Konsorsium PETUAH “Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau”– MCA-I

3. Rewetting (Pembasahan Lahan Gambut) pada Lahan Gambut dengan Agroekosistem Kelapa Sawit: pintu air terkendali.

Kegiatan yang perlu dilakukan adalah:

1. Upaya meningkatkan kemampuan untuk menampung air (sumber air hujan/sungai) pada lahan dan meninimalkan kehilangan air dari lahan,

2. Penyekatan sungai untuk meningkatkan muka air tanah.

3. Menambahan pintu air pada kanal/saluran (primer/sekunder/tersier) untuk meningkatkan muka air tanah. Bila dimungkinkan terdapat individual manajemen air setiap blok.

4. Desain teknik sekat/tabak spesifik lokasi untuk Sungai/kanal/saluran yang ada di lahan berdasarkan panjang, lebar dan dalam dari sungai atau saluran. 5. Desain sekat/tabat/pintu air dapat dipilih sesuai

dengan keperluan pada lokasi setempat. Beberapa desain pintu yang dapat digunakan adalag Multiple flap gate dan stop log. Material yang digunakan juga dapat disesuaikan dengan fungsinya.

6. Design WATER MANAGEMENT pada lahan agroekosistem kelapa sawit sebagai satu kesatuan.

3.b. Rewetting (Pembasahan Lahan Gambut) Lahan Gambut Non HTI/Agroekosistem Kelapa sawit. Kegiatan yang perlu dilakukan adalah:

1. Upaya meningkatkan kemampuan untuk menampung air (sumber air hujan/sungai) pada lahan dan meninimalkan kehilangan air dari lahan,

2. Penyekatan sungai dan kanal untuk mencegah illegal logging dan meningkatkan muka air tanah. mendapatkan persetujuan masyarakat, terkait fungsi sungai sebagai sarana tansportasi, ekonomi masyarakat. Resikonya adalah akan dibongkar masyarakat, boikot dan permasalahan di lapangan. 3. Peningkatan muka air tanah dengan penyekatan

sungai, dimungkinkan digunakan untuk budidaya ikan setempat yang telah beradaptasi dan dapat berkembang biak. Budidaya ikan tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan dan bahkan dapat menciptakan aktivitas ekonomi masyarakat.

4. Design WATER MANAGEMENT untuk suatu bentang lahan yang terdiri dari beberapa lahan agroekosistem kelapa sawit menjadi satu KESATUAN HIDROLOGI GAMBUT

5. Data potensi air hujan dan debit sungai sebagai sumber air perlu dihitung setiap bulan selama periode tertentu disediakan.

6. Data potensial kehilangan air dari lahan tiap bulan selama periode tertentu.

7. Data prakiraan potensi jumlah air yang tertampung pada bentang lahan setiap bulan selama periode tertentu.

3.c. Jenis Teknik Penyekatan/Tabat

1. Sekat kayu satu lapis yang dilapisi plastik atau bahan geotextile (Baba dan Sidiq, 2009)

2. Sekat isi dua lapis (composite dam) (Baba dan Sidiq, 2009)

3. Bendungan system tabat atau tabat beringkat.

4. Revegetasi (Penanaman Kembali dengan Tanaman Konservasi-tahunan atau agroforestri) pada Lahan Gambut Non HTI/ Agroekosistem Kelapa sawit. Kegiatan yang perlu dilakukan adalah:

1. Perencanaan/penataan areal revegetasi, memperhatikan:

a. Pemilihan jenis tanaman (tahunan/ hutan/ Agroforestri) mengikuti kebijakan yang berlaku. b. Penentuan lokasi penanaman tanaman

tahunan/hutan atau agroforesti berdasarkan karakteristik gambut (kedalaman gambut), ketinggian muka air tanah dan ketinggian tanah pada lahan.

2. Penataan pola tanam pada kegiatan revegetasi (tahunan/hutan/Agroforestri) perlu memperhatikan: a. Aksesibilitas Masyarakat

b. Jenis tanaman yang diperlukan masyarakat (untuk keperluan hidup)

c. Jenis tanaman yang tidak disukai hama dan satwa (pada lokasi teretntu)

d. Disesuaikan dengan kondisi karakteristik lahan (tanah dan air lahan)

5. Pemilihan Jenis Tanaman memperhatikan:

a. Memilih tanaman cepat tumbuh untuk menciptakan iklim mikro yang baik dan mudah tumbuh,

b. Setelah iklim mikro tercipta dapat dikombinasikan tanaman cepat dan lambat tumbuh

c. Pemilihan tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dirawat, bukan pertanian intensif

d. Jenis tanaman yang dapat mendukung ketahanan pangan

KESIMPULAN/REKOMENDASI

Rekomendasi yang diberikan yaitu harus ada komitmen yang kuat untuk memenuhi kondisi berikut:

1) kondisi yang diperlukan: (a) harus mendukung vegetasi asli seperti Tumeh & Jelutong untuk tumbuh kembali; (b) harus melakukan pembasahan lahan gambut dengan refunctioning mekanisme pengisian air alami & buatan manusia.

2) kondisi yang cukup: (a) Perlu dilakukan sebagai upaya kemitraan sosial; (b) harus dalam satu atau lain cara menjadikan lahan gambut memberikan

(8)

sumber pendapatan secara ekologis bagi masyarakat setempat.

3) upaya berkelanjutan untuk menjaga benfits ekonomi ekologi lanskap untuk tiga pihak yaitu: (a) investor sudah ada di zona lahan gambut; (b) Masyarakat di desa-desa di sekitarnya; (c) Pemerintah daerah sebagai fasilitator asli.

4) manajemen tata ruang yang akan dijalankan oleh lembaga tingkat makro (tingkat provinsi & kabupaten) & lembaga agribisnis tingkat mikro di setiap desa seperti yang tersirat dalam UU Pemerintah No.6 tahun 2014.

ACKNOWLEDGMENT

This Technical Review produced by Konsorsium “PETUAH” Perguruan Tinggi untuk Indonesia Hijau and funded by the Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia

REFERENSI

Baba S. Barkah dan M. Sidiq. 2009. Panduan Penyekatan Parit/Kanal dan Pengelolaannya Bersama Masyarakat Di areal Hutan Rawa Gambut MRPP Kabupaten Musi Banyuasin. Report No. 20.TA. FINAL / SOP. No. 03. PSF Rehabilitation.

Ferraro, P. J., Kathleen Lawlory, Katrina L. Mullanz, and Subhrendu K. Pattanayak. 2011. Forest Figures: Ecosystem Services Valuation and Policy Evaluation in Developing CountriesReview of Environmental Economics and Policy, pp. 1–26. doi:10.1093/reep/rer019.

Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia

Prayitno, M.B. 2014. Neraca Karbon pada Agroekosistem

Kelapa Sawit di Lahan Gambut. Disertasi. Program Studi Doktor Ilmu Pertanian FP Unsri.

Suryadiputra, I N.N., Alue Dohong, Roh, S.B. Waspodo, Lili Muslihat, Irwansyah R. Lubis, Ferry Hasudungan, dan Iwan T.C. Wibisono. 2005.

Panduan Penyekatan Parit dan Saluran di Lahan Gambut Bersama Masyarakat. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International –Indonesia

Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.

South Sumatra Forest Fire management Project. 2005. Laporan Survai Karaktersitik Gambut Kayuagung OKI. Tidak dipublikasi.

Authors

Dr. Muh. Bambang Prayitno Department of Soil Science Agriculture Faculty Sriwijaya University

The Konsorsium ‘PETUAH’ PerguruanTinggiuntuk Indonesia Hijau – MCA Indonesia policy briefs present research-based information in a brief and concise format targeted policy makers and researchers. Readers are encouraged to make reference to the briefs or the underlying research publications in their own publications. ISSN XXXX-XXXX

Authors

Dr. Muh. Bambang Prayitno Department of Soil Science Agriculture Faculty Sriwijaya University

The Konsorsium ‘PETUAH’ PerguruanTinggiuntuk Indonesia Hijau – MCA Indonesia policy briefs present research-based information in a brief and concise format targeted policy makers and researchers. Readers are encouraged to make reference to the briefs or the underlying research publications in their own publications. ISSN XXXX-XXXX

Gambar

Gambar  1.    Peta  Sebaran  Lahan  Gambut  di  Provinsi
Tabel  2. Tutupan Lahan Gambut di Wilayah Provinsi Sumatera Selatan
Tabel 3.  Sebaran hotspot dari tahun 2003 sampai 2015 di Provinsi Sumatera Selatan
Gambar 2. Bentang Lahan Gambut Kayuagung  Kabupaten OKI  (SSFFMP, 2004)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Buku ini merupakan kumpulan tulisan dari tokoh-tokoh politik Indonesia pasca Proklamasi, didalamnya terdapat empat tulisan Aidit yang menggambarkan pola pemikiran

kredit melalui kurir yang ditunjuk dengan suatu perjanjian khusus, pihak kurir akan memberikan bukti penerimaan kartu kepada bagian pengiriman (bank) setelah kartu diterima

Ada sudut pandang yang sama pada berita ditanggal 15 September 2019 tersebut dari kedua media online itu yakni sama-sama memberitakan bentuk protes masyarakat terhadap kabut asap

Ayam pedaging merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan dan pertambahan berat badan

Dari optimasi Program linier dengan menggunakan Lingo setelah didapat jumlah produk Phonska yang dikirim, dapat ditentukan berapa jumlah truk yang harus dialokasikan

Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1 bahwa dari 153 embrio tahap 1 sel hasil ICSI ditransfer ke 12 ekor resipien menghasilkan 33 (22%) embrio tertanam di rahim, selanjutnya

Dimohon konfirmasi ke sekolah bahwa hari Sabtu Dosen Pembimbing tdk bisa Hadir (087820215158). Konfirmasi dengan sekolah/lembaga Mitra Konfirmasi dengan sekolah/lembaga

Pemanfaatan bulu ayam sebagai bahan baku pakan ikan, harus didahului beberapa perlakuan untuk memecah ikatan sulfur dari sistin yang membentuk keratin dalam bulu ayam..