• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Desa Huta Namora

Daerah tempat penelitian saya ini terletak di Desa Huta Namora, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Kecamatan Pangururan terdiri dari beberapa desa yaitu Aek Nauli, Huta Bolon, Huta Namora, Huta Tinggi, Lumban Pinggol, Lumban Suhi-Suhi Dolok, Lumban Suhi-Suhi Toruan, Panampangan, Parbaba Dolok, Pardomuan I, Pardomuan Nauli, Pardugul, Parhorasan, Parlondut, Parmonangan, Parsaoran I, Rianiate, Saitnihuta, Sialanguan, Sianting-anting, Sinabulan, Siopat Sosor, Sitoluhuta, Situngkir, Tanjung Bunga dengan jumlah Kelurahan sebanyak tiga (3) yaitu Kelurahan Pasar Pangururan, Pintu Sona, Siogung Ogung.

(2)

Secara administratif Desa Huta Namora merupakan salah satu Desa yang termasuk ke dalam Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dengan batas-batas wilayah terdiri dari :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pintusona 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Rianiate 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Toba 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Paraduan

Desa Huta Namora terbagi atas 3 dusun yakni dusun Siholi-holi, dusun Gudang, dan dusun Siambalo. Desa Huta Namora merupakan wilayah Kabupaten Samosir yang berada pada kawasan dataran tinggi bukit barisan dengan ketinggian 36,37 meter di atas permukaan laut, di bawah kaki gunung Pusuk Buhit dengan topografi wilayah landai dan datar, serta dikelilingi Danau Toba yang penuh dengan eceng gondok. Suhu rata-ratanya berkisar antara 17º-29º C (Celsius) dan luas wilayah Desa Huta Namora adalah 7 Km2 .

Pola permukiman di Desa Huta Namora bentuknya memanjang dan berderet mengikuti pinggiran jalur jalan aspal. Masyarakat Desa Huta Namora bermukim di sepanjang pinggiran jalan umum dan pinggiran Danau Toba, dimana hampir semua perkampungan warga sudah dilalui oleh jalan aspal. Bangunan yang mendominasi adalah rumah permanen dan semi permanen, sedangkan yang terbuat dari kayu dan papan tinggal sedikit jumlahnya.

(3)

2.2 Sarana Fisik

2.2.1 Sarana Jalan dan Transportasi

Sarana jalan yang terdapat di desa ini dalam kondisi yang baik. Jalan sebagai pendukung sarana transportasi darat cukup tersedia di Desa Huta Namora ini. Sarana jalan yang terdapat di Desa Huta Namora adalah jalan aspal dan berada dalam kondisi yang baik. Sarana jalan dilalui berbagai jenis angkutan darat seperti angkutan umum berupa bus Danau Toba Wisata, becak motor, mobil sewa, sepeda dan sepeda motor.

Dari data yang diperoleh dari lapangan diketahui terdapat satu sarana bus umum yang digunakan untuk sarana transportasi pelajar ke sekolah, yaitu bus Danau Toba Wisata. Untuk angkutan darat penduduk biasanya menggunakan sepeda motor. Angkutan darat/Land Transportation ini merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk bepergian ke desa lain. Selain itu angkutan darat juga sebagai sarana untuk memperlancar masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti aktivitas berdagang di pasar ataupun belanja ke pasar. Sarana transportasi menjadi alat mendorong timbulnya kegiatan perekonomian. Sebagai sarana yang penting, dari segi kuantitas angkutan di Desa Huta Namora tergolong dapat menjangkau daerah yang lebih pelosok.

Selain sepeda motor, alat transportasi lainnya adalah becak motor. Becak biasanya digunakan untuk mengangkut barang dagangan ke pasar, dan untuk mengantar masyarakat yang belanja ke pasar. Mengingat setiap hari rabu di kecamatan Pangururan merupakan hari pekan. Tarif sewa yang biasa ditawarkan adalah Rp. 5.000 per orang untuk sekali perjalanan, namun untuk jarak tempat yang

(4)

jauh harga yang ditawarkan lebih mahal. Alat transportasi lainnya yang digunakan adalah sepeda, biasanya digunakan pelajar untuk ke sekolah. Data mengenai transportasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

TABEL 1

SARANA TRANSPORTASI DESA HUTANAMORA

No Jenis Transportasi Jumlah (Unit)

1 Bus Umum 1

2 Sepeda Motor 850

3 Becak Motor 70

4 Sepeda 20

Sumber: Monografi Desa Hutanamora 2014/2015

Untuk listrik Desa Huta Namora sudah tersedia jaringan listrik PLN, sehingga hampir semua Rumah Tangga sudah menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi keperluan penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan air, masyarakat di Desa Huta Namora menggunakan air PAM. Masyarakat yang tidak menggunakan PAM, melakukan aktivitas seperti mencuci kain, piring, mandi dan mengambil air minum dari Danau Toba.

Keadaan penduduk Desa Huta Namora tampak pada terjalinnya keakraban diantara keluarga maupun para tetangga. Mereka berkumpul disore hari sehabis pulang dari ladang. Biasanya kaum perempuan atau ibu-ibu akan berkumpul di halaman rumah dan kaum laki-laki biasanya kumpul di kedai tuak berbincang banyak hal. Sangat jarang terjadi gesekan-gesekan di dalam masyarakat, karena keakraban

(5)

mereka tidak terjalin begitu saja, mereka saling berinteraksi dan bertegur sapa satu dengan lainnya.

2.2.2 Sarana Pendidikan

Dewasa ini pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan masyarakat. Penduduk Desa Huta Namora juga demikian, orangtua sadar akan pentingnya pendidikan untuk anak-anak mereka. Anak-anak mulai bersekolah dari jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) hingga jenjang pendidikan kuliah (Universitas). Mereka sekolah keluar desa, kota bahkan provinsi, hal tersebut terjadi dikarenakan Desa Huta Namora belum memiliki sarana pendidikan hingga jenjang perkuliahan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Desa Huta Namora diketahui terdapat 128 anak yang sekolah di SD, 271 anak yang sekolah di SMP, 382 anak yang sekolah di SMA dan 80 orang yang sedang kuliah. Penduduk sebagai tenaga kerja usia 20-26 tahun sebanyak 106 orang dan usia 27-40 sebanyak 782 orang. Desa Huta Namora memiliki sarana pendidikan berupa gedung sekolah. Sarana pendidikan tersebut terdiri dari 1 unit kelompok bermain atau play group, 2 unit SD Negeri, dan 1 unit SMP Negeri. Bagi anak yang ingin melanjutkan pendidikan SMA, mereka harus sekolah di ibukota yaitu kecamatan Pangururan.

(6)

TABEL 2

SARANA PENDIDIKAN

No Sarana Pendidikan Jumlah (Unit)

1 PAUD 1

2 SD 2

3 SLTP 1

Sumber: Monografi Desa Hutanamora 2014/2015 2.3 Komposisi Penduduk

2.3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Bisa dikatakan masyarakat Desa Huta Namora adalah penduduk yang homogen, dari agama yang dianut masyarakat Desa Huta Namora hampir keseluruhan adalah beragama Kristen Protestan. Etnik yang mendiami Desa Huta Namora adalah Batak Toba dengan pedoman hidup yang digunakan dalam bermasyarakat adalah berpegang teguh pada filsafat tatanan hidup Dalihan Na Tolu. Bila dilihat dari gaya hidup dan pola pikir masyarakat Desa Huta Namora termasuk cepat menerima gaya hidup baru sepanjang tidak bertentangan dengan adat dan agama, dan memiliki semangat yang tinggi untuk memajukan anak dan keturunan.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk Desa Huta Namora yang banyak, jumlah penduduk Desa Huta Namora dalam data statistik tahun 2014/2015 diperoleh dari kantor kepala Desa Huta Namora adalah 2562 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 586 KK, dimana mayoritas penduduk adalah bersuku Batak Toba dan sebagian kecil suku Jawa yang datang merantau dan tinggal di Desa Huta Namora.

(7)

Komposisi keagamaan masyarakat Desa Huta Namora terdiri dari agama Kristen Protestan, Katolik, dan Islam. Masyarakat Desa Huta Namora mayoritas beragama Kristen Protestan dengan penganut sebanyak 1387 jiwa atau 60% dari jumlah keseluruhan penduduk. Penduduk yang beragama Katolik merupakan penduduk yang terbanyak kedua yang berjumlah 1113 jiwa atau 38%. Masyarakat yang beragama Islam di Desa Huta Namora ini tergolong sedikit dengan jumlah 32 jiwa atau 2% dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada di Desa Huta Namora.

Terdapat 3 unit bangunan ibadah di Desa Huta Namora yaitu 1 unit Gereja Katolik, 2 unit Gereja Protestan dan 1 unit Gereja Bethel. Sedangkan tempat ibadah Islam hanya ada satu mesjid, yang terletak di Kelurahan Pangururan. Keberagaman agama di Desa Huta Namora tidak menimbulkan perselisihan antar warga. Untuk lebih jelasnya komposisi penduduk Desa Huta Namora berdasarkan agama dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Jumlah (%)

1 Kristen Protestan 1387 (60%)

2 Katolik 1113 (38%)

3 Islam 32 (2%)

(8)

Keberadaan agama Islam di Desa Huta Namora umumnya dianut oleh orang Jawa yang datang merantau ke Desa Huta Namora. Bangunan mesjid sebagai sarana ibadah mereka sendiri belum ada di Desa Huta Namora. Mereka akan melakukan ibadah di mesjid yang berada di Kelurahan Pangururan. Tempat ibadah mereka sendiri belum ada di Desa Huta Namora. Mereka juga merayakan hari besar keagamaan mereka dan biasanya mereka memberi makanan hari raya kepada masyarakat yang beragama Kristen. Toleransi keagaman di Desa Huta Namora terpelihara dengan baik.

Penganut agama Kristen juga mendapat perlakuan yang sama, mereka tidak diganggu ketika merayakan natal atau ritual keagamaan yang lain. Kehidupan beragama umat Kristen terlihat dari selalu ramainya gereja pada hari minggu. Mereka juga memiliki perkumpulan agama untuk melakukan doa bersama Kehidupan beragama penganut agama Kristen terlihat dari selalu ramainya gereja pada hari minggu. Mereka juga memiliki perkumpulan agama untuk melakukan doa bersama secara bergantian dirumah-rumah tetangga mereka. Kehidupan bertetangga para penganut agama yang satu dengan agama yang lain pun tetap harmonis dan menjaga ketentraman dengan tidak memunculkan sentimentil keagaman dimasyarakat.

2.3.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian adalah sumber penghasilan yang diperoleh masyarakat dari hasil aktivitas rutin yang dilakukan. Penghasilan penduduk menjadi modal penting dalam memajukan suatu daerah. Begitu juga dengan kualitas manusianya yang perlu diperhatikan agar menjadi faktor pendorong kemajuan desa.

(9)

Ada beberapa jenis mata pencaharian yang digeluti oleh masyarakat Desa Huta Namora seperti petani, pedagang, pegawai negeri, pengusaha, buruh, tukang, wirausaha dan lain sebagainya. Mata pencaharian penduduk kebanyakan adalah bertani, berdagang, wirausaha dan juga sektor jasa lainnya. Mata pencaharian bertani dan berkebun di daerah ini didukung oleh lahan pertanian yang luas. Pertanian yang utama yaitu tanaman padi yang merupakan makanan pokok karena menurut masyarakat tanaman ini memiliki nilai jual paling mahal Disamping itu masyarakat juga menanam palawija seperti terong, kacang panjang, cabe, jagung dan kacang tanah.

TABEL 4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa)

1 Petani 882 2 Pedagang 40 3 PNS 20 4 Tukang 1 6 Wirausaha 60 7 Wiraswasta 471 8 Nelayan 10 9 Pensiunan 11

Sumber: Kantor Kepala Desa Huta Namora

Selain bertani, mata pencaharian penduduk yang paling utama adalah wirausaha, seperti membuka depot air minum, pengrajin batu bata, pengrajin anyaman eceng gondok dan pandan, membuka toko, rumah makan, warung untuk

(10)

keperluan sehari-hari, membuka kedai kopi dan berdagang hasil-hasil bumi jika ada hari pekan di kecamatan lain. Sedangkan mata pencaharian penduduk dari sektor jasa adalah membuka perbengkelan, mengajar, pegawai negeri dan swasta dan lain sebagainya.

2.4 Organisasi Sosial di Desa Huta Namora

Organisasi sosial merupakan suatu perkumpulan atau wadah yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan yang sama. Adapun organisasi sosial yang ada di Desa Huta Namora antara lain ;

1. Karang Taruna

Karang Taruna merupakan wadah pengembangan generasi muda yang berada di Desa Huta Namora. Organisasi ini dibentuk oleh pemuda/i setempat di Desa Huta Namora. Organisasi ini memiliki tujuan untuk melakukan kegiatan pemuda/i Desa Huta Namora. Organisasi ini berada dibawah pengawasan kepala desa dan perangkat desa.

2. Kelompok Tani

Pertanian merupakan sektor ekonomi utama sebagai mata pencaharian penduduk desa. Hampir 75% penduduk Desa Huta Namora bergerak dalam bidang pertanian. Organisasi kelompok tani memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi atau penghasilan. Kelompok ini dibentuk oleh masyarakat yang berprofesi sebagai petani di Desa Huta Namora. Terdapat dua kelompok tani di Desa Huta Namora yaitu kelompok tani Namora 1 yang terletak di dusun Siholi-holi, dan kelompok tani Namora 2 terletak di dusun Gudang Huta Namora.

(11)

3. Kelompok PKK

Kelompok PKK ini dibentuk oleh ibu-ibu Desa Huta Namora yang bertujuan untuk melakukan pemberdayaan terhadap keluarga guna meningkatkan kesejahteraan melalui beberapa kegiatan yang diadakan oleh kelompok PKK. Kegiatan yang dilakukan biasanya kegiatan menanam tanaman obat keluarga, arisan PKK, gotong royong, mengikuti kegiatan lomba yang biasa diadakan oleh PKK pusat dan lain-lain. Kelompok PKK Desa Huta Namora diketuai oleh ibu kepala Desa Huta Namora.

4. Kelompok Jumat Bersih

Kelompok ini dibentuk oleh Kepala Desa Huta Namora dan anggotanya merupakan masyarakat Desa Huta Namora sendiri. Kelompok ini memiliki tujuan untuk melakukan kegiatan kebersihan desa setiap hari Jumat. Masyarakat mulai membersihkan selokan, dan membabat rumput liar di pinggiran jalan. Kegiatan ini berlangsung sampai saat ini karena adanya kesadaran dan partisipasi dari masyarakat Desa Huta Namora.

2.5 Sejarah Menganyam di Desa Huta Namora

Desa Huta Namora merupakan daerah sentra pengrajin anyaman di Samosir. Aktivitas menganyam pandan di Desa Huta Namora sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Tidak diketahui pasti sejak tahun berapa aktivitas menganyam ini ada di Desa Huta Namora. Masyarakat memanfaatkan pandan atau biasa disebut bayon sebagai bahan utama menganyam. Pengetahuan menganyam oleh pengrajin di Desa Huta Namora diperoleh secara turun temurun dari nenek moyang dan orang tua yang memang sudah menjadi pengrajin anyaman sejak dulu. Aktivitas menganyam ini

(12)

dilestarikan dan dikembangkan sebagai warisan budaya. Masyarakat menyebut aktivitas menganyam ini dengan mangaletek.

“Anggo mangaletek bayon nga leleng dung adong di hita on. Hu ingot dope na parjolo au mangaletek bayon, marumur ma au disi lima taon. Nga diajari au paiashon bayon dohot mangaletek, ikkon wajib do binoto mangaletek bayon asa boi mangan.”

“Kalo menganyam pandan sudah lama di desa ini. Masih saya ingat waktu pertama kali saya menganyam pandan, saya masih berumur lima tahun. Saya sudah mulai diajari orang tua membersihkan pandan dan menganyam, kami wajib tahu menganyam pandan biar bisa makan (Gusta Sitanggang, 85 tahun).”

Daun pandan dianyam menjadi tikar dan tempat beras yang biasa dibawa oleh masyarakat ke pesta adat Batak Toba, atau biasa disebut tandok. Proses menganyam dilakukan dengan cara daun pandan dipisahkan dari pelepahnya kemudian dipotong kecil-kecil, untuk proses ini memerlukan waktu 1 hari. Kemudian daun pandan tersebut direbus selama satu jam lalu ditiriskan dengan air dingin dan didiamkan selama satu hari. Setelah itu, dijemur hingga benar-benar kering dan dipepes lagi agar daun lembek sehingga mudah untuk dianyam.

“Dulu waktu masih buat tikar dari pandan, proses mengambil pandan ini lumayan sulit karna durinya banyak kali dek. Habis diambil, duri daun pandan kemudian dibersihkan pake pisau kecil dan dipotong menjadi 4 atau 5 bagian tergantung lebar daun pandan. Untuk membersihkan eceng gondok ini membutuhkan waktu 1 hari juga karna durinya harus benar-benar dibersihkan (Merli Sinurat, 56 tahun).”

Dulu anyaman tikar dari pandan khusus dibuat untuk kepentingan para raja sebagai alas tidur dan duduk para raja. Namun seiring berjalannya waktu, kini anyaman tikar dari pandan sudah digunakan semua orang yang dapat dibeli dengan

(13)

harga relatif murah. Anyaman tikar dari pandan ini dipergunakan saat pesta adat pernikahan sebagai tempat duduk mempelai. Anyaman ini juga digunakan untuk alas tidur dan duduk karena dianggap jauh lebih enak daripada tikar masa sekarang yang terbuat dari bahan plastik (www.partukoan.com).

Namun seiring perjalanannya, pandan semakin sulit untuk ditemukan di Desa Huta Namora. Jumlah pandan yang semakin sedikit dikarenakan masyarakat Desa Huta Namora mulai malas untuk menanamnya. Pandan tumbuh dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga masyarakat beralih ke eceng gondok yang lebih mudah diperoleh tanpa harus menanamnya. Peralihan dari pandan ke eceng gondok dimulai sejak tahun 2012 hingga saat ini. Tidak semua pengrajin anyaman pandan beralih ke eceng gondok. Masih ada beberapa pengrajin pandan di Desa Huta Namora. Tidak ada jumlah pasti yang diberikan oleh pihak desa terkait keberadaan pengrajin pandan ini.

Peralihan ini tidak lepas dari hasil penelitian dan pengembangan gagasan baru oleh Dinas Koprindag, yang membuahkan hasil bahwa eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama menganyam untuk menggantikan pandan. Masyarakat Desa Huta Namora menerima inovasi ini, dan melakukan aktivitas menganyam dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Menurut aliran behavioristik dalam buku Rose Diniari F. Soe’oed tentang Entrepreneurial Behavior (2012:8) bahwa individu merupakan makhluk dinamis dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Suatu perilaku individu merupakan hasil belajar dari lingkungan.

(14)

Melalui kreativitas yang dibangun masyarakat sejak dulu yaitu menganyam pandan, menjadi alat yang mempermudah masyarakat untuk menganyam eceng gondok ini. Dalam buku Primadi Tabrani tentang Kreativitas dan Humanitas (2006:17) mengemukakan bahwa kreativitas tidak saja merupakan kapasitas atau kemampuan dasar manusia, akan tetapi lebih jauh lagi disamping rasionalitas merupakan identitas manusia, yang menunjukkan keunggulannya dari binatang.

“Menganyam eceng gondok ini sudah seperti menganyam pandan dulu, walaupun tehnik dasar,cara dan prosesnya sedikit berbeda. Namun karna sudah terbiasa juga sejak dulu menganyam, jadi belajar menganyam eceng gondok ini tidak terlalu sulit lah (Merli Sinurat, 56 tahun).”

2.6 Usaha Kerajinan Eceng Gondok Desa Huta Namora

Keberadaan pengrajin anyaman eceng gondok di Samosir awalnya tersebar di beberapa Desa. Ada empat Desa yang penduduknya melakukan aktivitas menganyam yaitu Desa Huta Namora, Desa Rianiate, Desa Pasar Pangururan, Desa Sianjur mula-mula. Dengan bantuan dari Dinas Koprindag, pada tahun 2012 para pengrajin dari keempat desa ini mengikuti pelatihan ke Tasikmalaya selama dua minggu. Seluruh biaya penginapan, biaya makan, ditanggung oleh Dinas Koprindag dan para pengrajin mendapat uang saku.

Selama mengikuti pelatihan, para pengrajin belajar tehnik dasar dan cara menganyam eceng gondok menjadi produk kerajinan seperti tas, topi, tempat botol minuman, tempat pulpen, vas bunga, keset kaki, taplak meja dan berbagai produk kerajinan lainnya. Setelah mengikuti pelatihan, para pengrajin pulang ke Samosir dan mulai menganyam eceng gondok sebagai usaha kecil rumah tangga. Namun Desa

(15)

yang tetap melanjutkan aktivitas menganyam eceng gondok sampai saat ini adalah Desa Huta Namora, sementara pengrajin dari desa lainnya tidak melanjutkan aktivitas menganyam eceng gondok ini.

“Godang do anggo i tikki isi na dohot pelatihan mangaletek ombur-ombur on. Dang holan sian Desa Huta Namora, ale dung sidung sian i, dang adong be na malanjutton mambaen kerajinan on. Holan hami na sian Huta on ma tetap malanjutton mangaletek ombur-ombur on. Na lain nai holan asal dohot do latihan, gabe hera na marsihepeng nama anggi, ala adong do i lean uang pelatihan lao uang masuk name.”

Banyaknya waktu itu kami yang ikut pelatihan menganyam eceng gondok ini. Gak cuman dari Desa Huta Namora, tapi pulang dari situ gak ada lagi yang lanjut buat kerajinan ini. Cuman kami yang di Desa inilah yang tetap lanjut menganyam eceng gondok, yang lainnya kebanyakan ikut latihan karna ada uang saku dikasi untuk uang masuk kami (Merli Sinurat, 56 tahun).”

Usaha kerajinan eceng gondok Desa Huta Namora ini mendapat perhatian lanjut dari Dinas Koprindag. Kemudian tahun 2012 Dinas Koprindag membentuk satu kelompok pengrajin eceng gondok dan menjadikan rumah salah satu pengrajin yaitu Bu Merli Sinurat menjadi sentra kerajinan. Kelompok pengrajin ini terdiri dari 15 orang yang sudah mengikuti pelatihan ke Tasikmalaya.

Desa Huta Namora menjadi sentra kerajinan eceng gondok, karena desa ini merupakan desa yang melakukan aktivitas menganyam sejak dulu di Samosir. Selain itu hal ini juga didukung karena letak desa yang dekat dengan Danau Toba, dan masyarakat dengan mudah memperoleh eceng gondok. Optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan potensi Sumber Daya Alam seperti tanaman eceng gondok merupakan pengembangan potensi usaha-usaha industri yang dihubungkan dengan ekonomi

(16)

kreatif dan inovatif sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Potensi pengembangan industri kreatif kerajinan sudah ada sejak turun-temurun di masyarakat Kabupaten Samosir.

Kegiatan menganyam eceng gondok ini awalnya berlangsung di rumah sentra kerajinan anyaman. Namun sekarang usaha kerajinan ini sudah dilakukan di rumah masing-masing pengrajin, karena sulit mencocokkan waktu antar pengrajin mengingat pekerjaan utama mereka adalah bertani. Kegiatan menganyam eceng gondok ini merupakan pekerjaan sampingan para pengrajin. Kegiatan ini dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Mereka bekerja sama, tidak terlalu tampak pembagian kerja untuk masing-masing anggota keluarganya. Contohnya saja untuk mengambil eceng gondok dari Danau Toba, dapat dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan, walaupun pekerjaan ini tergolong cukup sulit dilakukan. Begitu juga dengan menganyam, dapat dilakukan oleh perempuan dan laki-laki.

Proses pengerjaannya dimulai dari tahap awal pengumpulan eceng gondok, pembersihan eceng gondok hingga tahap akhir yaitu menganyam eceng gondok. Bahan-bahan yang digunakan adalah eceng gondok kering, air bersih, dan bahan pewarna. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk menganyam adalah pisau, mesin press, gunting, palu, mesin khusus untuk menjahit furing dalam tas, dan cetakan kayu yang dibuat sendiri oleh pengrajin dan bentuknya tergantung pada jenis produk kerajinan.

(17)

Waktu yang dibutuhkan untuk membuat kerajinan eceng gondok ini tergantung pada jenis produk kerajinan yang akan dibuat dan tingkat kesulitan membuatnya. Misalnya untuk membuat alas kaki para pengrajin dapat menganyam satu alas kaki dalam satu hari, sedangkan untuk membuat tas tergantung pada bentuk tas yang akan dibuat. Untuk membuat satu tas sandang biasanya membutuhkan waktu satu hari, sedangkan untuk membuat tas ransel membutuhkan waktu dua hari. Karena menganyam tas bentuk ransel lebih rumit daripada tas bentuk sandang. Begitu juga dengan alas meja, para pengrajin dapat menganyam satu buah alas meja dalam satu hari.

Biaya yang dikeluarkan untuk membuat kerajinan anyaman eceng gondok ini tergantung pada jenis produk kerajinan, apabila produk kerajinan yang dianyam alami biaya yang dikeluarkan sedikit. Alami yang dimaksud disini adalah, eceng gondok yang dianyam tidak dicampur bahan pewarna. Warna produk kerajinan sesuai dengan warna asli eceng gondok, karena terkadang konsumen lebih suka produk kerajinan dengan warna eceng gondok yang alami daripada eceng gondok yang diwarnai. Namun berbeda dengan kerajinan yang menggunakan bahan pewarna dan pernak-pernik sebagai hiasan kerajinan. Untuk produk kerajinan ini akan membutuhkan biaya lebih banyak.

Penjualan kerajinan eceng gondok tergantung pada pesanan. Mengingat lokasi pemasaran yang masih sangat kurang. Para pengrajin biasanya mendapat pesanan dari pihak sekolah, guru, siwa/i, dan masyarakat di desa itu sendiri maupun yang diluar Desa Huta Namora. Produk kerajinan yang biasa dipesan adalah seperti tas, tempat

(18)

pulpen, alas kaki dan alas meja. Harga kerajinan ini berkisar antara Rp. 15.000 – Rp. 120.000, tergantung jenis produk kerajinan. Dampak usaha kerajinan eceng gondok ini sangat positif. Dengan usaha kerajinan eceng gondok ini, penghasilan para pengrajin bertambah atau meningkat.

Masyarakat Desa Huta Namora juga sangat senang dengan adanya usaha kerajinan eceng gondok ini. Eceng gondok di Danau Toba menjadi berkurang, aktivitas masyarakat seperti mencuci kain, piring, mandi dan memancing lebih mudah. Perkembangan usaha kerajinan anyaman eceng gondok ini dari tahun 2012 sampai tahun 2016 mengalami perkembangan walaupun tidak begitu pesat. Hal ini juga didukung dengan adanya peraturan dari Dinas Pendidikan yang mewajibkan seluruh siswa/i dan guru sekolah di Samosir menggunakan tas eceng gondok. Dan tahun 2016 ini, seluruh sekolah yang ada di Samosir akan diwajibkan menggunakan alas kaki dan vas bunga eceng gondok.

Usaha kerajinan anyaman eceng gondok ini merupakan usaha yang menjanjikan seperti dikatakan para pengrajin, karena bahan baku yang sudah disediakan oleh alam dan tidak membutuhkan modal yang banyak. Hanya saja kendala yang saat ini dihadapi adalah masih kurangnya lokasi-lokasi pemasaran hasil kerajinan anyaman eceng gondok.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Perubahan bersifat direncanakan ini dilakukan bagi individu, kelompok atau masyarakat yang ingin mengadakan perubahan yang kearah yang lebih maju atau mencapai tingkat perkembangan

melalui kerja sama , siswa dapat menerapkan konsep/prinsip dan strategi pemecahan masalah yang relevan berkaitan dengan penggunaan konsep irisan dari himpunan.. Pengertian irisan

Dalam melaksanakan Rencana Strategis Bappeda Kabupaten Kulon Progo Tahun 2011-2016, LAKIP Tahun 2015 yang merupakan bagian dari informasi pengukuran kinerja

Shazam sebagai subjek penelitian ini merupakan sebuah film yang berasal dari Amerika serikat, yang digunakan oleh para pembuatnya sebagai sebuah media komunikasi

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “ Analisis

Rerata skor Mobiluncus dan jumlah skor kriteria Nugent sesudah pemberian terapi lebih rendah pada kelompok metronidazol, namun tidak terdapat perbedaan skor

Pelaksanaan praktik kedokteran di Rumah Sakit Marinir Cilandak harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan;