• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN MAHASISWA JURUSAN GIZI POLTEKKES MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN DENGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN MAHASISWA JURUSAN GIZI POLTEKKES MAKASSAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

9

HUBUNGAN KEBIASAAN MAKAN

DENGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN

MAHASISWA JURUSAN GIZI POLTEKKES MAKASSAR

Abdullah Tamrin1, Aswita Amir1, Mustamin1, Diah Nadiatul Izzah2 1

Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar 2

Alumni Diploma III Gizi, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar

Abstract

Background: Hard activity and social life of university student greatly affect his behavior,

specially food habits, like eating unregularly, not breakfast, or even lunch and diner together. So it can cause lack of energy intake. When energy is less, then the more protein is broken down into energy. Therefore, the application needs to be right food habits for enough energy and protein intake.

Objectives: to determine the relation of food habits with adequacy of energy and protein

level nutrition student of Politeknik Kesehatan Makassar.

Methods: This research is analytic. There are 47 subject were selected by cluster sampling. Food habits obtained from Food Frequency Quesionary which is then processed by summing the scores of each item of food and then compared with the average score of the total score of the whole subject. adequacy of energy and protein levels obtained through a 2x24 hour recall are then processed by software Nutrisurvei 2004 compared with AKG. Relationships between variables are known through the chi square test. The data presented by frequency distribution tables and narrative.

Result:The results showed that 40.4% subjects food habits are good, and 59.6% less. 34.0% energy adequacy level is sufficient, and 66.0% less. 80.9% protein adequacy level is sufficient, and 19.1% less. The results of statistical tests between the variables of food habits with adequate energy and protein levels showed that there was no significant association.

Conclusions: there is no relationship between food habits with adequate energy and protein levels.

Keywords: Food Habits, adequacy of energy and protein level

PENDAHULUAN

Mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki peran sebagai generasi penerus bangsa yang diharapkan memiliki perilaku hidup sehat. Aktivitas yang padat serta kehidupan sosial pada mahasiswa sangat mempengaruhi perilaku hidupnya, terkhusus kebiasaan makannya sehari-hari seperti makan yang tidak teratur, tidak sarapan pagi atau bahkan terkadang makan siang dan makan malam disatukan.

Sebagian besar mahasiswa penyewa kamar yang tinggal jauh dari keluarga kebanyakan mereka memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan yang tidak sehat, kurang istirahat karena tidur larut malam dan kurang olahraga. Bagi laki-laki menjadi semakin kompleks karena merokok, kecanduan kopi bahkan mengonsumsi alkohol. Parahnya hal semacam ini tidak diimbangi dengan asupan gizi yang baik (Putra, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muharrom (2006) tentang hubungan pola

(2)

10

konsumsi dengan status gizi mahasiswa yang tinggal di asrama putra kampus Universitas Airlangga, diperoleh bahwa meskipun sebagian mahasiswa telah memiliki status gizi normal, tetapi masih ada yang mengalami kekurangan energi dan terbiasa makan dua kali sehari. Ada beberapa cara mahasiswa penyewa kamar untuk memperoleh makanan yaitu makan bayar, beli di warung, rantangan dan masak sendiri. Hal ini dilakukan 3 kali atau 2 kali per hari, tergantung kepada keinginan mahasiswa tersebut. Khusus mereka yang makan sendiri atau makan bayar, keteraturan makannya sangat tergantung kepada kedisiplinan mereka mengatur waktu dan keuangan. Tidak jarang dijumpai mahasiswa yang makan pagi dan siang disatukan karena terlambat bangun atau kondisi keuangan yang kurang baik, karena biasanya yang dialami mereka yang kos, ada waktu tertentu uang mereka banyak dan ada waktu tertentu uang mereka sedikit atau sama sekali tidak ada (Simanjuntak, 1998 dalam Putra 2008).

Mahasiswa dapat digolongkan ke usia dewasa awal, dimana pada usia tersebut rentan terhadap perubahan-perubahan yang ada di lingkungan sekitarnya, khususnya pengaruh pada konsumsi makanan yang berdampak pada kebiasaan makan seperti bersifat acuh terhadap makanan, lupa waktu makan karena padatnya aktifitas, makan berlebih, mengikuti trend dengan mengonsumsi fastfood dan sebagainya tanpa memperhatikan kecukupan gizi yang mereka butuhkan (Moehji, 2003)

Kebiasaan makan mahasiswa tersebut dapat menyebabkan kurangnya asupan energi sehingga mempengaruhi tingkat kecukupan energi. Mahasiswa termasuk usia dewasa awal dan menurut hasil Riskesdas 2010 mengemukakan rata-rata kecukupan energi penduduuk Indonesia usia dewasa berkisar antara 79,4%-92,5% dan sebanyak 40,7% penduduk usia dewasa mengonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal (Balitbangkes, 2010).

Protein merupakan salah satu zat gizi yang menyumbang energi sebesar 4 kkal tiap gramnya. Asupan protein juga merupakan salah satu indikator sumber masalah yang berdampak pada status gizi manusia tidak terkecuali mahasiswa. Protein merupakan salah satu komponen dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air (Almatsier, 2009). Hubungan metabolisme terdapat antara energi dan protein, yaitu bahwa protein merupakan salah satu

penghasil utama energi. Jadi bila energi kurang cukup dalam hidangan, maka protein lebih banyak dipecah menjadi energi dan ini berarti semakin kurang protein yang tersedia untuk keperluan lain dalam metabolisme, termasuk untuk sintesa protein tubuh (Sediaoetama, 2008). Menurut hasil Riskesdas 2010, usia 19-55 tahun menunjukkan 37,4% mengonsumsi energi dibawah 70% dan 49,2% mengonsumsi protein dibawah 80% dari angka kecukupan gizi. Di Sulawesi Selatan juga menujukkan kecukupan energi <70% sebesar 43,4% dan kecukupan protein 80% sebesar 27,2%. (Balitbangkes, 2010)

Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Gizi bertempat di Jalan Paccerakkang Km.14 Daya Makassar, menurut hasil observasi sehari-hari dimana sebagian besar mahasiswanya adalah penyewa kamar yang bertempat tinggal di sekitar kampus tersebut, dapat dilihat bahwa mahasiswa mempunyai kebiasaan makan dua kali sehari (tidak sarapan pagi karena terlambat bangun pagi atau tidak selera makan) dan masih tingginnya konsumsi makanan fastfood. Hal ini dipengaruhi oleh karena terbatasnya uang saku dan padatnya aktivitas mahasiswa di kampus yakni kebiasaan mengisi waktu satu harian di kampus dari pukul 08.00 wita hingga pukul 16.00 wita bahkan lebih dengan aktivitas di ruang laboratorium, ruang kuliah, diskusi kelompok, dan kegiatan organisasi mahasiswa. Selain itu, Mahasiswa Jurusan Gizi juga merupakan calon tenaga ahli gizi di masa mendatang, oleh karena itu secara tidak langsung calon tenaga ahli gizi juga dituntut agar memiliki kebiasaan makan yang baik sehingga memenuhi kecukupan energi dan proteinnya

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai “Hubungan Kebiasaan Makan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Makassar”.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional yang dilaksanakan di Kampus Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar pada bulan Januari-Februari tahun 2014

Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Makassar Jurusan Gizi tingkat I dan II. Data mahasiswa diperoleh dari bagian kemahasiswaan Jurusan Gizi, selanjutnya

(3)

11

subjek dipilih menggunakan cluster sampling.

Total subjek sebanyak 47 orang.

Data kebiasaan makan dikumpulkan dengan metode wawancara oleh peneliti menggunakan instrument formulir FFQ. Data asupan energi dan protein diperoleh dengan metode wawancara menggunakan formulir recall 24 jam yang dikumpulkan selama 2 hari tidak berturut-turut.

Data kebiasaan makan diolah dengan cara menjumlahkan skor setiap item bahan makanan yang dikonsumsi oleh setiap subjek, kemudian dibandingkan dengan skor rata-rata dari jumlah skor seluruh subjek. Data tingkat kecukupan energi dan protein diolah menggunakan program komputer dan menggunakan software gizi Nutrisurvey 2004 kemudian dibandingkan dengan AKG. Data kebiasaan makan dikategorikan baik jika skor ≥ skor rata-rata dan kurang jika skor < skor rata-rata. Data tingkat kecukupan energi dan protein dikategorikan cukup jika ≥77% dari AKG dan kurang jika <77% dari AKG.

Data-data primer dikumpulkan diolah dan dianalisis menggunakan program komputer dengan uji chi square.

HASIL

Karakteristik Subjek a. Umur

Tabel 01.

Distribusi Subjek Berdasarkan Umur Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes

Makassar Umur n % 17 tahun 18 tahun 19 tahun 20 tahun 8 23 13 3 17.0 48.9 27.7 6.4 Total 47 100

Tabel 01 menunjukkan bahwa pada umumnya subjek berumur 18 tahun sebanyak 23 orang (48.9%).

b. Jenis Kelamin

Tabel 02.

Distribusi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Mahasiswa

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Makassar Jenis Kelamin n % Laki-laki Perempuan 5 42 10.6 89.4 Total 47 100

Tabel 02 menunjukkan bahwa pada umumnya subjek berjenis kelamin perempuan sebanyak 42 orang (89.4%).

c. Suku

Tabel 03.

Distribusi Subjek Berdasarkan Suku Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes

Kemenkes Makassar Suku n % Bugis Makassar Toraja Mandar Jawa Manado Lainnya 21 11 7 1 2 1 4 44.7 23.4 14.9 2.1 4.3 2.1 8.5 Total 47 100

Tabel 03 menunjukkan bahwa pada umumnya subjek bersuku bugis sebanyak 21 orang (44.7%).

Kategori Frekuensi Makan

Tabel 04.

Distribusi subjek Berdasarkan Kategori Frekuensi Makan Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Makassar Bahan Makanan Frekeuensi Makan Total Baik Kurang n % n % n % Makanan pokok Lauk hewani Lauk Nabati Sayuran Buah 16 21 20 14 19 34.0 44.7 42.6 29.8 40.4 31 26 27 33 28 66.0 55.3 57.4 70.2 59.6 47 47 47 47 47 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0

(4)

12

Tabel 04 menunjukkan bahwa pada umumnya subjek frekuensi makannya kurang dari seluruh jenis bahan makanan yaitu makanan pokok sebanyak 31 orang (66%), lauk hewani sebanyak 26 orang (55.3%), lauk nabati sebanyak 27 orang (57.4%), sayuran sebanyak 33 orang, dan buah sebanyak 28 orang (59.6%).

Kebiasaan Makan

Tabel 05.

Distribusi Subjek Berdasarkan Kebiasaan Makan Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes

Kemenkes Makssar Kebiasaan Makan n % Baik Kurang 19 28 40.4 59.6 Total 47 100

Tabel 05 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki kebiasaan makan yang baik sebanyak 19 orang (40.4%) dan subjek yang memiliki kebiasaan makan yang kurang sebanyak 28 orang (59.6%).

Tingkat Kecukupan Energi Tabel 06.

Distribusi Subjek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi Mahasiswa Jurusan Gizi

Poltekkes Kemenkes Makssar

Kecukupan Energi n % Cukup Kurang 16 31 34.0 66.0 Total 47 100

Tabel 06 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki tingkat kecukupan energi baik sebanyak 16 orang (34.0%) dan subjek yang memiliki tingkat kecukupan energi kurang sebanyak 31 orang (66.0%).

Tingkat Kecukupan Protein Tabel 07.

Distribusi Subjek Berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein Mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Makssar Kecukupan Protein n % Cukup Kurang 38 9 80.9 19.1 Total 47 100

Tabel 07 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki tingkat kecukupan protein baik sebanyak 38 orang (80.9%) dan subjek yang memiliki tingkat kecukupan protein kurang sebanyak 9 orang (19.1%).

Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Tingkat Kecukupan Energi Tabel 08.

Distribusi Subjek Berdasarkan Hubungan Kebiasaan Makan dengan Tingkat Kecukupan Energi Mahasiswa Jurusan GiziPoltekkes Kemenkes Makassar

Kebiasaan Makan

Tingkat Kecukupan Energi

Total Nilai ρ Cukup Kurang n % n % n % Baik Kurang 9 7 19.1 14.9 10 21 21.3 44.7 19 28 40.4 59.6 0.112 Total 16 34.0 31 66.0 47 100.0

Tabel 08 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki kebiasaan makan yang baik pada umumnya memiliki tingkat kecukupan energi kurang sebanyak 10 orang (21.3%)

dan subjek yang memiliki kebiasaan makan yang kurang juga pada umumnya memiliki tingkat kecukupan energi kurang sebanyak 21 orang (44.7%).

(5)

13

Hasil analisis chi Square diperoleh

nilai ρ=0.112 lebih besar dari nilai α=0.05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan dengan tingkat kecukupan energi.

Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Tingkat kecukupan Protein

Tabel 09 menunjukkan bahwa subjek yang memiliki kebiasaan makan yang baik pada umumnya memiliki tingkat kecukupan

protein baik sebanyak 16 orang (34.0%) dan subjek yang memiliki kebiasaan makan yang kurang juga pada umumnya memiliki tingkat kecukupan protein baik sebanyak 22 orang (46.8%).

Hasil analisis fisherman diperoleh nilai ρ=0.465 lebih besar dari nilai α=0.05 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan dengan tingkat kecukupan protein.

Tabel 09.

Distribusi Subjek Berdasarkan Hubungan Kebiasaan Makan dengan Tingkat Kecukupan Protein Mahasiswa Jurusan GiziPoltekkes Kemenkes Makassar

Kebiasaan Makan Tingkat Kecukupan Protein Total Nilai ρ Cukup Kurang n % n % n % Baik Kurang 16 22 34.0 46.8 3 6 6.4 12.8 19 28 40.4 59.6 0.465 Total 38 80.9 9 19.1 47 100.0 PEMBAHASAN Kebiasaan Makan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Makassar yang memiliki kebiasaan makan yang baik sebanyak 19 orang (40.4%) dan kurang sebanyak 28 orang (59.6%). Jadi secara umum, mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Makassar yang memiliki kebiasaan makan yang kurang lebih banyak dibandingkan yang memiliki kebiasaan makan yang baik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irwan (2012) yang menyatakan bahwa pola makan mahasiswa perokok Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Makassar pada umumnya kurang (78,57%).

Kebiasaan makan merupakan cara individu atau kelompok memilih pangan apa yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, dan sosial budaya (Sulistyoningsih, 2011). Kebiasaan makan pada umumnya menyerupai pola makan, hanya saja kebiasaan makan tidak memperhitungkan jumlah atau kuantitas

makanan yang dikonsumsi

(http://manjilala.info/pengertian-pola-makan-dan-kebiasaan-makan).

Kebiasaan makan ini merupakan sikap yang sifatnya menetap. Kebiasaan makan merupakan tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan yang meliputi

sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Pilihan makanan pada subjek bukalah pilihan salah atau benar, tetapi pilihan atas kebiasaan dan kesukaan terhadap makanan yang akan dimakan. Pemilihan makan dapat bersifat positif dan negatif (Khumaidi, 1994 dalam Syamsiah 2010).

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan terhadap penyediaan bahan-bahan makanannya, tetap masih merupakan kendala-kendala (Kartasapoetra, 2010). Beberapa kendala penyebab kebiasaan makan kurang mahasiswa disebabkan karena padatnya aktivitas mahasiswa terlebih bagi mahasiswa yang memiliki aktivitas di organisasi sehingga minimnya waktu yang dimiliki oleh mahasiswa dalam memperoleh makanan. Selain itu kemampuan finansial mahasiswa juga turut menjadi salah faktor penentu kebiasaan makan karena menyangkut kemampuan dalam memperoleh makanan baik kualitas maupun kuantitasnya (Sulistyoningsih, 2011). Personal

preference atau hal-hal yang disukai sangat

berpengaruh terhadap kebiasaan makan karena orang sering kali memulai kebiasaan makannya sejak dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Perasaan suka dan tidak suka terhadap makanan tergantung asosiasinya terhadap makanan tersebut (Adriani, 2013).

(6)

14

Food recall merupakan pencatatan

konsumsi pangan yang digunakan untuk mengetahui nilai kalori dari makanan yang dikonsumsi yang dilakuan selama dua hari tidak berturut-turut. Rerata total asupan energi dihitung dari konsumsi pangan harian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian yang memiliki tingkat kecukupan energi yang baik adalah sebanyak 16 orang (34.0%) dan subjek penelitian yang memilki tingkat kecukupan energi yang kurang adalah sebanyak 31 orang (66.0%). Hal ini berarti bahwa pada umumnya subjek penelitian masih mengonsumsi energi dibawah angka kecukupan energi yang dianjurkan perhari. Hal ini jika terus berlanjut akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan seperti penurunan status gizi sehingga akan menyebabkan penurunan prestasi belajar hingga akhirnya berdampak pada kualitas sumber daya manusia.

Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran zat gizi yang diperoleh dari makanan. Dengan demikian agar manusia tercukupi kebutuhan energinya diperlukan zat-zat gizi yang cukup ke dalam tubuhnya. Manusia yang kurang makan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan fisik maupun daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat gizi yang diterima tubuhnya guna menghasilkan energi.

Konsep makanan sebagai sumber energi ternyata energi makanan dalam proses-proses yang terjadi dalam tubuh hanya sebagian saja yang diubah menjadi tenaga, sedangkan lainnya diubah menjadi panas yang akan keluar dari tubuh. Berbagai jenis makanan tidak sama banyak dalam menghasilkan energi, padahal manusia harus mendapatkan sejumlah makanan tertentu setiap harinya yang menghasilkan energi, terutama untuk mempertahankan proses kerja tubuh dan menjalankan kegiatan-kegiatan fisik. Oleh karena itu, perlu diketahui atau menentukan banyaknya energi yang berasal dari makanan apakah telah mencukupi atau tidak (Kartasapoetra, 2010).

Tingkat Kecukupan Protein

Asupan protein dinilai dari pencatatan konsumsi pangan dengan cara food recall yang dilakukan selama dua hari tidak berturut-turut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian yang memiliki tingkat kecukupan protein yang baik adalah sebanyak 38 orang (80.9%) dan subjek penelitian yang memiliki tingkat kecukupan protein yang

kurang adalah sebanyak 9 orang (19.1%). Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya subjek penelitian telah memenuhi angka kecukupan protein per harinya.

Awal kehidupan membutuhkan protein dengan proporsi yang tepat. Periode pertumbuhan yang pesat, kebutuhan akan protein lebih diperhitungkan pada tiap unit masukan energi daripada unit pertambahan berat badan. Masa rasio spesifik dari protein energi dalam diet, besarnya konsumsi energi dan protein yang sesuai akan menjamin masa pertumbuhan. Kebutuhan protein menurut FAO/WHO/UNU (1985) merupakan konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh (Adriani, 2013). Angka Kecukupan Protein (AKP) masa dewasa awal sekitar 50-65 gram/hari menurut angka kecukupan gizi (AKG, 2004).

Subjek penelitian pada umumnya memiliki angka kecukupan protein yang baik. Hal terlihat bahwa dari seluruh frekuensi mengonsumsi jenis bahan makanan dengan kategori baik, lauk hewani dan lauk nabati memiliki persentase paling tinggi sebagaimana yang telah diketahui bahwa lauk hewani dan lauk nabati merupakan sumber protein tertinggi dari kelompok jenis bahan makanan. Kelompok bahan pangan nabati (tumbuh-tumbuhan) kacang-kacangan dan beragam jenis biji-bijian serta olahannya punya kandungan protein tinggi, misalnya kacang kedele (35%), kacang tanah (25%). Selain itu, bahan pangan hewani juga terdapat keragaman dalam kandungan protein, misalnya daging ternak besar (sapi, kerbau), ternak kecil (domba, kambing) dan daging ayam rata-rata mengandung 18% protein. Kelompok bahan pangan udang (21%) dan bandeng (20%) juga memiliki kandungan protein tinggi (Sajogyo, 1994).

Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Tingkat Kecukupan Energi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian dengan kebiasaan makan yang baik pada umumnya memliki tingkat kecukupan energi yang kurang yaitu sebanyak 10 orang (21.3%) dan subjek penelitian dengan kebiasaan makan kurang memiliki tingkat kecukupan energi juga kurang yaitu sebanyak 21 orang (44.7%). Hal ini berarti bahwa pada umumnya subjek penelitian memiliki kebiasaan makan kurang dan tingkat kecukupan energi yang kurang. Hasil analisis

chi Square menunjukkan bahwa tidak ada

(7)

15

makan dengan tingkat kecukupan energi

(ρ=0.112).

Kebiasaan makan turut menentukan masukan gizi yang merupakan suatu proses organisme, menggunakan makanan yang dikonsumsi melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahakan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ-organ serta menghasilkan energi. Meskipun seseorang memiliki kebiasaan makan yang baik atau mengonsumsi beranekaragam makanan belum tentu menjamin tercukupinya jumlah energi yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan kuantitas atau jumlah dari makanan bahan makanan yang dikonsumsi akan menentukan jumlah zat gizi yang akan katabolis menjadi energi (Adriani, 2013).

Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Tingkat Kecukupan Protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian dengan kebiasaan makan yang baik pada umumnya memliki tingkat kecukupan protein yang baik yaitu sebanyak 16 orang (34.0%) dan subjek penelitian dengan kebiasaan makan kurang memiliki tingkat kecukupan protein juga baik yaitu sebanyak 22 orang (46.8%). Hal ini berarti bahwa pada umumnya subjek penelitian memiliki kebiasaan makan kurang dan tingkat kecukupan energi yang baik. Hasil analsis

Fisher’s Exact test menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan dengan tingkat kecukupan protein (ρ=0.465).

semakin banyak seseorang mengonsumsi lauk hewani dan nabati maka semakin besar peluang terpenuhinya angka kecukupan protein yang dibutuhkan sebagaimana yang diketahui bahwa lauk hewani dan lauk nabati merupakan sumber protein tertinggi dari kelompok jenis bahan makanan. Untuk mencapai baik kurangnya tingkat kecukupan protein seseorang, tidak hanya kualitas bahan makanan yang mempengaruhi, namun kuantitas dari bahan makanan yang dikonsumsi.

KESIMPULAN

1. Kebiasaan makan mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Makassar pada umumnya kurang yaitu sebanyak 28 orang (59.6%).

2. Tingkat Kecukupan Energi (TKE) mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes

Makassar pada umumnya kurang yaitu sebanyak 31 orang (66.0%).

3. Tingkat Kecukupan Protein (TKP) mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Makssar pada umumnya baik yaitu sebanyak 38 orang (80.9%).

4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan dengan tingkat kecukupan energi mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Makassar.

5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan dengan tingkat kecukupan protein mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Makassar.

SARAN

Disarankan agar mempertahankan kebiasaan makan dan pola hidup yang sehat. Namun, asupan zat gizi perlu ditingkatkan agar mencapai tingkat kecukupan energi dan protein yang cukup.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Merryana dan Bambang Wirjatmadi. (2013). Pengatar Gizi Masyarakat. Jakarta; Kencana Prenada Media Group.

Almatsier, Sunita. (2009). Prinsip Dasar Ilmu

Gizi. Jakarta; Gramedika Pustaka

Utama.

Almatsier, Sunita. (2010). Penuntun Diet. Jakarta; Gramedika Pustaka Utama. Balitbangkes. (2010). Riset Kesehatan Dasar

2010. Jakarta; Balitbangkes

Depkes. (1996) 13 Pesan Dasar Gizi

Seimbang. Jakarta:Departemen

Kesehatan .Republik Indonesia

Dewinurainy. (2012). Gambaran Asupan Energi, Tingkat Pendapatan Orang Tua dan Status Gizi Anak sekolah di SD Inpres Pajjaiyang Kelurahan

Sudiang Raya Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar. Karya

Tulis Ilmiah Program D-III Jurusan Gizi Poltekkes Makassar.

Dorland, W.A. Newman. (2010). Kamus

Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta;

Buku Kedokteran EGC.

Faramitha. (2009). Gambaran Pola Makan,

Asupan Zat Gizi dan Status Gizi

Mahasiswa Jurusan Fisioterapi

Politeknik Kesehatan Makassar yang Tinggal di Pondokan dan di Rumah Sendiri. . Karya Tulis Ilmiah Program

(8)

16

Gibson, Rosalind S. (2005). Principle of

Nutritional Assesment. US Amerika;

Oxford University. Heryanti, Evi. (2009).

lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126539... Kebiasaan% 20 makan-Literatur. (diakses 30 Juni 2013)

Irwan. (2012). Gambaran Pola Makan dan

Status Gizi Mahasiswa Perokok di Jurusan Gizi dan Jurusan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar Tahun 2012. Karya Tulis Ilmiah Program D-III

Jurusan Gizi Poltekkes Makassar. Kartasapoetra, G. dan Marsetyo. (2010). Ilmu

Gizi. Jakarta; Rineka Cipta.

Manjilalala. (2013). Pengertian Pola Makan

dan Kebiasaan Makan.

http://manjilala.info/pengertian-pola-makan-dan-kebiasaan-makan/ (diakses 20 Februari 2014)

Menkes RI. (2004). Angka Kecukupan Gizi

Tahun 2004. Jakarta; Keputusan Menkes RI

Moehji, Syamien. (2003). Ilmu Gizi. Jakarta; Bharatara

Muchtadi, Deddy. (2009). Pengantar Ilmu Gizi. Bogor; Alfabeta

Proverawati, Atikah, dkk. (2011). Ilmu Gizi

untuk Keperawatan dan Gizi

Kesehatan. Yogyakarta; Nuha Medika

Putra. (2008).

repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/20338/4/Chapter% 20II.pdf . Universitas Sumatera Utara. (diakses 1 Juli 2013)

Sajogyo, dkk. (1994). Gizi Baik yang Merata di

Pedesaan dan di Kota. Yogyakarta;

Gadjah Mada Universty Press.

Sediaoetama, Achmad Djaeni. (2008). Ilmu

Gizi untuk mahasiswa dan Profesi.

Jakarta; Dian Rakyat.

Sejarah Jurusan Gizi Poltekkes Makassar. http://gizidaya.tripod.com/id1.html (diakses 21 Februari 2014)

Sirajuddin, dkk. (2012). Bahan Ajar Survei

Konsumsi Makanan. Makassar;

Politeknik Kesehatan Makassar Jurusan Gizi.

Sulistyoningsih, Hariany. (2011). Gizi untuk

Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta;

Graha Ilmu

Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakhri, dan Ibnu Fajar. (2012). Penilaian

Status Gizi. Jakarta; Buku Kedokteran

EGC.

Syamsiah, Sitti. (2010). Hubungan Pengetahuan Gizi dan Kebiasaan

Makan Penderita Hipertensi pada Lansia di Puskesmas Mattirotasi Kabupaten Maros. Karya Tulis Ilmiah

Program D-IV Jurusan Gizi Poltekkes Makassar.

Widajanti, Laksmi (2009). Survei Konsumsi

Gizi. Semarang; Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu dibutuhkan perancangan identitas dan media promosi untuk meningkatkan kesadaran merk (Brand Awareness) RAB Group dan memperkenalkan kepada masyarakat dan

Berdasarkan analisa kemampuan dan kemauan pelanggan terhadap tarif resmi air bersih yang berlaku, kemampuan masyarakat dalam membayar tarif dengan pendekatan pendapatan rumah

Struktur organisasi yang digunakan pada UKM Cahaya Bakery adalah.. struktur organisasi sederhana (simple stucture) yaitu

Grasi merupakan hak kepala negara untuk memberikan pengampunan kepada orang yang telah dijatuhi pidana dan berkekuatan hukum tetap. Grasi tidaklah menghilangkan putusan

Mendorong keberlanjutan program BDMP melalui sinkronisasi dengan kegiatan SKPD Pemda Bima yang pelaksanaanya diintegrasikan dengan fasilitas yang tersedia di Kampus

Dari uraian kajian mengenai peran agroindustri hulu dan hilir dalam perekonomian dan distribusi pendapatan masyarakat Indonesia dapat diambil kesimpulan bahwa dalam

Ada pun usaha- usaha yang telah dilakukan Pemerintah Kota Pekalongan di antaranya melakukan sosialisasi kepada UKM dan IKM yang ada di Kota Pekalongan tentang pentingnya

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh reputasi auditor, disclosure, audit client tenure, dan ukuran perusahaan terhadap opini audit going concern