• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pembentukannya tidak terlepas dari ketentuan UU Nomor 5 tahun 1962 tentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pembentukannya tidak terlepas dari ketentuan UU Nomor 5 tahun 1962 tentang"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

10 2.1 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

2.1.1 Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Filosofi dibentuknya Badan Usaha Milik Daerah secara konseptual pembentukannya tidak terlepas dari ketentuan UU Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah yang merupakan cikal bakal munculnya BUMD. Dulu sebelum adanya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sabagaimana dirubah dengan ketentuan Nomor 12 tahun 2008 istilah yang digunakan adalah Perusahaan Daerah. Menurut ketentuan dalam undang-undang nomor 5 tahun 1962 pasal 2 perusahaan daerah, yang dimaksud dengan perusahaan daerah adalah :

“semua perusahaan yang didirikan berdasarkan undang-undang ini yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan Undang-Undang”

Ketentuan UU Nomor 32 tahun 2004 dan UU Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah hanya mengatur tentang kewenangan daerah untuk membentuk sebuah BUMD dengan mendasarkan pada sebuah peraturan daerah. Undang-Undang ini tidak secara detail mengatur tentang bagaimana prosedur dan mekanisme pembentukan sebuah Perda. Dalam ketentuan tersebut pada pasal 177 dijelaskan : “Pemerintah Daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan perda yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.”

(2)

Ketentuan tersebut sebenarnya secara substansi hampir sama dengan ketentuan yang ada di dalam UU Nomor 5 tahun 1962 hanya saja berbeda istilah yang dipakai. Dalam UU Nomor 5 tahun 1962 dipakai istilah perusahaan daerah dan dalam UU Nomor 32 tahun 2004 sebagaimana dirubah dalam UU Nomor 12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah diistilahkan dengan BUMD.

2.2 Bank

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, menyebutkan Bank adalah sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Abdullah (2005) dalam Francisca dan Siregar (2009) mendefinisikan bank merupakan bagian dari lembaga keuangan yang memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan dana yang dihimpunnya kepada masyarakat yang kekurangan dana.

2.2.1 Bank Umum

Pengertian Bank Umum sebagaimana dijelaskan pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah :

“Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”

(3)

2.2.2 Aktivitas Bank Umum

Bank Umum merupakan bank yang memiliki tugas utama yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberi layanan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. Kegiatan Bank Umum menurut Dendawijaya, pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 6 (enam) kegiatan utama, yaitu perkreditan, marketing, treasury, operations, pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), dan audit.

2.2.3 Penerapan GCG Bagi Bank Umum

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Perbankan tersebut, untuk meningkatkan penerapan praktik tata kelola perusahaan yang baik secara menyeluruh bagi perbankan di Indonesia Bank Indonesia sebagai otoritas yang bertugas dalam mengatur dan mengawasi bank mengeluarkan Peraturan Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia nomor 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 serta Surat Edaran Bank Indonesia nomor 9/12/DPNP Tanggal 30 Mei 2007 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum.

(4)

2.3 Good Corporate Governance

Good Corporate Governance sebagaimana dimuat dalam Pedoman Good Corporate Governance Perbankan Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance pada 17 Oktober 2006 adalah suatu tata kelola yang mengandung lima prinsip utama yaitu keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), tanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).

2.3.1 Definisi Good Corporate Governance (GCG)

Istilah Good Corporate Governance pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee di tahun 1992 yang menggunakan istilah tersebut dalam laporan mereka yang kemudian dikenal sebagai Cadbury Report. Laporan ini dipandang sebagai titik balik (turning point) yang sangat menentukan bagi praktik Good Corporate Governance di seluruh dunia.

Governance diambil dari kata latin, gobernance yang artinya mengarahkan dan mengendalikan. Dalam ilmu manajemen bisnis, kata tersebut diadaptasi menjadi corporate governance yang sebagai upaya mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control) kegiatan organisasi termasuk perusahaan.

Adapun pengertian lain yang dikeluarkan oleh Komite Cadbury (Surya dan Yustiavandana, 2006), mendefenisikan Corporate Governance sebagai :

"Corporate Governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan

(5)

yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungiawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya".

World Bank dan United Nations Development Program (UNDP) dalam Mardiasmo (2004: 23) mengemukakan beberapa pengertian good corporate governance sebagai berikut :

 World Bank memberikan definisi governance sebagai : “The way state power is used in managing economic and social resources for development of society”

 United Nations Development Program (UNDP) mendefinisikan governance sebagai : “The exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all level”

World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat, sedangkan United Nations Development Program (UNDP) lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi, dan administratif dalam pengelolaan negara. Berdasarkan definisi tersebut govenance berarti suatu pengelolaan perusahaan dalam mengarahkan dan mengendalikan kegiatan organisasi yang sesuai dengan prinsip-pinsip Good Corporate Governance (GCG).

World Bank dalam Mardiasmo (2004: 24) Good Corporate Governance (GCG) adalah sebagai berikut:

"Suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi

(6)

dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and polittical framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha."

Menurut Organizotion for Economics Co-operation and Development (OECD) yang dikutip oleh Siswanto dan Aldridge (2008: 2), definisi good corporate governance yaitu :

“corporate governance is the system by which business corporations are directed and control. The corporate governance structure specifies the distribution of right and responsibilities among different participant in the corporation, such as the board, the managers, shareholders and other stakeholder, and spells out the rule and procedure for making decision on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance.”

Definisi tersebut menjelaskan bahwa Good Corporate Governance adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan perusahaan. Corporate Governance mengatur pembagian tugas hak dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, para manajer, dan semua anggota stakeholder non pemegang saham.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance adalah sistem yang mengatur, mengelola, dan mengawasi proses pengendalian usaha untuk menaikan nilai saham sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditur, dan masyarakat sekitar. Good Corporate Governance berusaha menjaga kesimbangan diantara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat.

(7)

2.3.2 Manfaat Good Corporate Governance

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) (2001:4) manfaat dari penerapan good corporate governance antara lain :

1. “Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

4. Pernegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen. Khusus bagi BUMD akan dapat membantu penerimaan bagi APBD.”

Selain manfaat tersebut menurut Iman S. Tunggal dan Amin W Tunggal (2002 : 9), dengan menerapkan Corporate Governance yang baik akan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. “Perbaikan dalam komunikasi,

2. Memperkecil potensial benturan (konflik kepentingan), 3. Fokus pada strategi-strategi utama,

4. Peningkatan dalam produktifitas dan efisiensi, 5. Kesinambungan manfaat,

6. Promosi citra perusahaan,

7. Peningkatan kepuasan pelanggan, 8. Perolehan kepercayaan investor,

9. Dapat mengukur target kinerja manajemen perusahaan.”

Intemalisasi manfaat prinsip-prinsip good corporate governance sangat diperlukan, karena mampu mendorong pengelolaan perusahaan secara profesional,

(8)

transparan, akuntabel, efektif dan efisien. Pelaksanaan corporate governance yang baik, keputusan-keputusan penting perusahaan tidak lagi hanya ditetapkan oleh satu pihak yang dominan (misalnya direksi), akan tetapi ditetapkan setelah mendapatkan masukan dari, dan dengan mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). Selain itu, corporate governance yang baik dapat mendorong pengelolaan organisasi yang lebih demokatis (karena melibatkan banyak kepentingan), lebih akuntabel (karena ada sistem yang akan meminta pertanggungjawaban atas setiap tindakan) dan lebih transparan serta akan meningkatkan keyakinan bahwa pensahaan dan organisasi lainnya dapat menyumbangkan manfaat tersebut dalam jangka panjang.

2.3.3 Tujuan Good Corporate Governance

Good Corporate Governance memiliki 5 tujuan, yaitu melindungi hak dan kepentingan pemegang saham, melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang saham, meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham, meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham, meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja Dewan Pengurus (board of directors) dan manajemen perusahaan, dan meningkatkan mutu hubungan boards of directors dan manajemen senior perusahaan. Penerapan pelaksanaan prinsip GCG secara optimal akan mampu mendorong peningkatan kinerja perusahan. Corporate governance yang baik merupakan langkah yang penting dalam membangun

(9)

kepacayaan pasar dan mendorong arus investasi internasional yang lebih stabil dan bersifat jangka panjang. (Siswano Sutojo dan Jhon E. Aldridge, 2008)

2.4 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance

Prinsip-prinsip internasional mengenai Corporate Governance mulai muncul dan berkembang baru-baru ini. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah mengembangkan seperangkat prinsip-prinsip good corporate governance dan dapat diterapkan secara luwes (fleksibel) sesuai dengan keadaan, budaya, dan tradisi di masing-masing negara. Prinsip-prinsip ini diharapkan menjadi guidance atau pedoman bagi para regulator (pemerintah) dan pelaku usaha dalam mengolaborasi best practice good corporate governance bagi peningkatan nilai dan sustainability perusahaan. Prinsip-prinsip tersebut menurut OECD yang dikutip oleh Imam dan Amin (2009: 9) mencakup :

1. “Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (the rights shareholders) 2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (the equtable

treatment of shareholders)

3. Peranan stakeholders yang terkait dorgan perusahaan (the role of stakeholders)

4. Keterbukaan dan transparansi (disclosure and transparency) 5. Akuntabilitas dewan komisaris (the responsibilities of the board).”

Para pemegang saham memiliki hak-hak diantaranya adalah harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan dan dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.

(10)

Keterbukaan informasi yang penting bagi pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing juga melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam dilakukan untuk mewujudkan persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham. Adanya keterbukaan dan transparansi dalam hal ini pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan (stakeholders).

Prinsip-prinsip Good Corporate Goventance (GCG) pada setiap bank umum sebagaimana diungkapkan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, diantaranya meliputi Transparansi (Transparancy), Akuntabilitas (Accountability), Pertanggungiawaban (Responsibility), Kernandirian (independency), Kewajaran (fairness).

2.4.1 Transparansi (Tranparency)

Transparansi yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan. Dalam mewujudkan transparansi, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.

Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan transparan.

(11)

Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya. Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan tersebut memiliki dana dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko serta pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital). Menurut Iman dan Amin transparansi merupakan pengungkapan informasi kinerja perusahaan, baik ketepatan waktu maupun akurasinya (keterbukaan dalam proses, decision making, control, fairness, quality, standardization, eficiency time and cost).

Kerangka kerja corporate governance harus memastikan bahwa pengungkapan yang tepat waktu dan akurat dilakukan terhadap semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan mencakup situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan. Menurut Surya dan Yustiavandana, penerapan prinsip transaparansi dilakukan untuk mereduksi penyalahgunaan wewenang oleh direksi atau komisaris sehingga akan lebih memudahkan pengawasan bagi tindakan-tindakan yang diambil oleh para anggota direksi dan komisaris. Dengan demikian, perusahaan terkait kewajiban untuk memberikan data informasi yang berkaitan dengan kinerjanya selama ini. lnformasi tersebut tidak hanya informasi keuangan melainkan juga termasuk informasi mengenai manajemen perusahaan dari berbagai transaksi bisnis yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut selama ini.

(12)

Menurut Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) (2002), dalam transparansi mencakup :

1. “Mengembangkan sistem akuntansi berdasarkan akuntansi dan praktik terbaik untuk memastikan kualitas dari laporan keuangan dan disclosure.

2. Mengembangkan teknologi informasi manajemen untuk memastikan penilaian kinerja yang terbaik dan proses pengambilan keputusan yang efektif komisaris dan manajemen.

3. Mengembangkan manajemen risiko dalam tingkatan perusahaan, untuk memastikan seluruh risiko dapat dikelola pada tingkat yang dapat ditolerir. 4. Mempublikasikan informasi keuangan dan informasi lain yang material yang

berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu.” Inti dari prinsip transparansi adalah bahwa kerangka corporate governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan ini meliputi informasi mengenai keadaan keuangan, kinerja perusahaan. Disamping itu, informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga harus merninta auditor ekstemal melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keungan.

2.4.2 Akuntabilitas (Accountability)

Accountability (akuntabilitas) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. Bila prinsip accountability (akuntabilitas) ini diterapkan secara efektif, maka perusahaan akan terhindar dari agency problem (benturan kepentingan peran).

(13)

Pengelolaan perusahaan harus didasarkan pada pembagian kekuasaan diantara manajer perusahaan, yang bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan (oversight) dan pengawasan. Menurut Iman dan Amin (2002) akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perseroan. Akuntabilitas merupakan penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan antara board of commissioners, board of directors, shareholders, dan auditor (pertanggungiawaban wewenang, traceable, reasonable). Dalam hal ini, direksi (beserta manajer) bertanggungiawab atas keberhasilan pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi dalam rangka pengelolaan perusahaan. Pemegang saham bertanggungjawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan.

Kerangka kerja corporate governance harus memastikan pedoman stratejik perusahaan, pemonitoran manajemen yang efektif oleh dewan komisaris, dan akuntabilitas dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Inti dari prinsip akuntabilitas dewan komisaris (board of directors) adalah bahwa kerangka corporate govemance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen yang dilakukan oleh dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.

Menurut Ridwan Khairandy dan Camelia Malik (2007) dalam prinsip akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak

(14)

lanjut dan kegiatan perusahaan dibidang administrasi keuangan bukan hanya kepada pemegang saham tetapi kepada semua pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini prinsip akuntabilitas juga menyangkut perlindungan dan jaminan kepada setiap pemegang saham, agar dapat menyampaikan hak suaranya untuk berpartisipasi dalam RUPS tahunan maupun RUPS lainnya. Berkaitan dengan hal ini maka kehadiran anggota direksi dan komisaris independen diperlukan agar dapat menghasilkan pengelolaan perusahaan yang lebih objektif dan berranggungiawab. Melalui prinsip akurtabilitas dalam good corporate governance, maka pemisahan antara pemilik atau pemegang saham dan pengurus dalam rangka pengelolaan perusahaan menjadi tegas dan jelas.

Menurut Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) (2002), dalam akuntabilitas mencakup :

1. “Membentuk komite audit untuk memperkuat fungsi penawaran oleh komisaris.

2. Membentuk dan menetapkan kembali peran dan fungsi internal auditor sebagai mitra bisnis strategi.

3. Menetapkan sistem penilaian kinerja melalui akuntansi dan sistem informasi yang baik.

4. Menggunakan auditor eksternal yang berkualitas dan independen.”

2.4.3 Pertanggungjawaban (Responsibility)

Responsibility (pertanggungjawaban) adalah kesesuaian atau kepatuhan didalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku termasuk yang berkaitan dengan

(15)

masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat.

OECD menyatakan bahwa prinsip tanggung jawab ini menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada shareholders dan stakeholders. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate governance dapat direalisasikan, yaitu untuk mengakomodasikan kepentingan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis, dan sebagainya.

Prinsip tanggung jawab ini juga berhubungan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku, termasuk juga prinsip-prinsip yang mengatur tentang penyusunan dan penyampaian laporan keuangan perusahaan. Setiap peraturan dan ketentuan hukum yang berlaku tentu akan diikuti dengan sangsi yang jelas dan tegas. Selain itu juga harus diingat bahwa ketentuan yang dibuat tentu antara lain bertujuan agar kepentingan pihak tertentu terutama masyarakat tidak dirugikan. Oleh karena itu kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku akan dapat menghindarkan perusahaan dari sangsi hukum sebagaimana diatur dalam peraturan terkait, dan juga sangsi moral dari masyarakat.

Menurut Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) (2002), dalam pertanggungjawaban mencakup :

1. “Mempertimbangkan tanggungjawab sosial. 2. Menghindari penyalahgunaan kekuasaan. 3. Menjadi professional dan mematuhi etika. 4. Lingkungan bisnis yang baik.”

(16)

2.4.4 Kemandirian (Independency)

Independency atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Independensi penting sekali dalam proses pengambilan keputusan. Hilangnya independensi dalam proses pengambilan keputusan akan menghilangkan objektivitas dalam pengambilan keputusan tersebut.

Menurut Iman dan Amin (2002), kemandirian adalah sebagai keadaan dimana perusahaan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme korporasi. Dalam hal ini ditekankan bahwa dalarn mejalankan fungsi, tugas, dan tanggungiawabnya, komisaris, direksi, dan manajer atau pihak-pihak yang diberi tugas untuk mengelola kegiatan perusahaan terbebas dari tekanan ataupun pengaruh baik dari dalam maupun dari luar perusahaan.

Pengelolaan perusahaan secara independen merupakan salah satu tindakan dalam rangka melancarkan prinsip GCG, dengan kata lain masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Prinsip ini memastikan bahwa masing-masing organ perusahaan melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan dan tidak saling mendominasi dan atau melernpar tanggungiawab antara satu dengan yang lain, sehingga terwujud sistem pengendalian internal yang efektif dan perusahaan dapat terhindar dari berbagai macam masalah, dengan begitu aktifitas perusahaan dapat dijalankan dengan baik dan dinamis.

(17)

Menurut Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) (2002), dalam kemandirian mencakup :

1. “Menggunakan tenaga ahli setiap divisi/bagian dalam perusahaan

2. Tidak melibatkan pengaruh atau intervensi dari pihak luar yang tidak sesuai dengan prinsip korporasi yang sehat.

3. Menghindari benturan kepentingan antar perusahaan dan direksi. 4. Menjalankan aktifitas perusahaan dengan baik dan dinamis

5. Membuat kebijakan intern dalam perusahaan yang sesuai dengan hokum dan peraturan yang berlaku.”

2.4.5 Kewajaran (Fairness)

Fairness yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Prinsip ’Kewajaran atau Keadilan’ ini merupakan keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Prinsip fairness ini juga dapat diartikan sebagai upaya dan tindakan yang tidak membeda-bedakan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap organisasi atau perusahaan terkait. Prinsip fairness ini harus menjamin adanya perlakuan yang setara (adil) terhadap semua pihak terkait, terutama para pemegang saham minoritas maupun asing. Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat peraturan korporasi yang melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas; membuat pedoman

(18)

perilaku perusahaan (corporate conduct) dan dan atau kebijakan-kebijakan yang melindungi korporasi terhadap perlakuan buruk orang dalam, self-dealing, dan konflik kepentingan; menetapkan peran dan tanggung jawab dewan komisaris, direksi, komite, termasuk sistem remunerasi; menyajikan informasi secara wajar/pengungkapan penuh material apapun; mengedepankan equal job opportunity. (Tjager et al., 2003).

Menurut Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) (2002), dalam kewajaran mencakup :

1. “Menetapkan aturan perusahaan untuk melindungi kepentingan pemegang saham khususnya pemegang saham minoritas.

2. Menetapkan code of corporate conduct dan atau kebijakan kepatuhan untuk melindungi dari kesalahan yang berasal dari dalam (self dealing).

3. Menetapkan peran dan tanggungjawab komisaris manajemen.

4. Wajar dalam mengemukakan setiap informasi material diungkapkan secara penuh (full disclosure).”

2.5 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini mencoba menguji penerapan prinsip-prinsip good corporate governance pada bank bjb. dimana telah terdapat permasalahan yaitu lemahnya monitoring penyaluran kredit kepada nasabah. Sebagaimana diketahui bahwa pemberian kredit adalah tulang punggung kegiatan perbankan, pendapatan terbesar bank adalah dari pendapatan bunga dan propisi kredit. Aktivitas bank yang terbanyak secara langsung ataupun tidak langsung berkaitan erat dengan kegiatan perkreditan.

(19)

Melalui pemberian kredit akan banyak usaha pembayaran nasabah melalui rekening, demikian pula penyetoran-penyetoran nasabah (Sarita & Putera, 2011).

Suatu kredit dinyatakan bermasalah jika bank benar-benar tidak mampu menghadapi risiko yang ditimbulkan oleh kredit tersebut. Risiko kredit didefinisikan sebagai risiko kerugian sehubungan dengan pihak ketiga (counterparty) tidak dapat dan tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya (Idroes dalam Rahmawulan, 2008). Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit adalah tercermin dari besarnya Non Performing Loan (NPL).

2.5.1 Manfaat Penerapan Prinsip Good Corporate Governance

Banyak penelitian yang menguji bahwa adanya penerapan Good Corporate Governance akan menghasilkan kinerja perusahaan yang baik, dengan good corporate governance proses pengambilan keputusan akan berlangsung secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keputusan yang optimal, dapat meningkatkan efisiensi serta terciptanya budaya kerja yang lebih sehat. Ketiga hal ini jelas akan sangat berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, sehingga kinerja perusahaan akan mengalami peningkatan. Berbagai penelitian telah membuktikan secara empiris bahwa penerapan good corporate governance akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara positif (Sakai & Asaoka 2003; Black et al., 2003).

Good corporate governance akan memungkinkan dihindarinya atau sekurangkurangnya dapat diminimalkannya tindakan penyalahgunaan wewenang oleh

(20)

pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan. Hal ini tentu akan menekan kemungkinan kerugian bagi perusahaan maupun pihak berkepentingan lainnya sebagai akibat tindakan tersebut. Chtourou et al. (2001) menyatakan bahwa penerapan prinsip-prinsip corporate governance yang konsisten akan menghalangi kemungkinan dilakukannya rekayasa kinerja (earnings management) yang mengakibatkan nilai fundamental perusahaan tidak tergambar dalam laporan keuangannya.

Kinerja yang baik akan menyebabkan perusahaan memiliki risiko kredit yang rendah. Penelitian terdahulu juga menguji bagaimana pengaruh penerapan Good Corporate Governance terhadap penyaluran kredit, dengan menerapkan Good Corporate Governance diharapkan akan meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga penerapan Good Corporate Governance akan berpengaruh terhadap kredit berkualitas. Ketika suatu bank mengimplementasikan GCG dengan baik, maka hendaknya diikuti dengan membaiknya manajemen risiko kredit, yang kemudian akan meningkatkan kinerja bank.

Kinerja perbankan ditentukan sejauh mana keseriusannya dalam menerapkan good corporate governance. Semakin tinggi penerapan good corporate governance yang diukur dengan nilai komposit corporate governance self assessment semakin tinggi pula tingkat ketaatan perbankan tersebut. Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment) atas Pelaksanaan Good Corporte Governance (GCG) per 31 Desember 2015, berdasarkan hasil analisis dari kriteria/indikator prinsip-prinsip good corporate governance, hasil penilaian sendiri (selfassessment) yang dilakukan oleh bank bjb

(21)

menunjukan manajemen bank bjb telah melakukan penerapan Good Corporate Governance yang secara umum baik dengan peringkat 2.

Di Indonesia, tujuan dan manfaat GCG dapat diketahui dari keputusan Menteri Negara BUMN melalui SK. No. Keputusan 23/M-PM.PBUMN/2000, Pasal 6, Penerapan GCG dalam rangka menjaga kepentingan PERSERO bertujuan untuk :

a. Pengembangan dan peningkatan nilai perusahaan;

b. Pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif;

c. Peningkatan disiplin dan tanggung jawab dari orga PERSERO dalam rangka menjaga kepentingan perusahaan termasuk pemegang saham, kreditur, karyawan, dan lingkungan dimana PERSERO berada, secara timbal balik sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;

d. Meningkatkan kontribusi PERSERO bagi perekonomian nasional; e. Meningkatkan iklim investasi; dan

f. Mendukung program privatisasi.

Untuk mendapatkan manfaat dari GCG tersebut suatu perusahaan publik dapat diarahkan dan dikendalikan sesuai dengan harapan yang berkepentingan. Tujuan utama dari pengelolaan perusahaan yang baik memberikan perlindungan yang memadai dan perlakukan yang adil kepada nasabah dan pihak yang berkepentingan lainnya melalui peningkatan perlindungan secara maksimal, bukanlah sekedar upaya untuk menjaga agar perusahaan bekerja sesuai peraturan dan norma yang berlaku secara universal, tetapi terutama bahwa pengelolaan yang baik itu dapat diketahui oleh public dan para pihak yang berkepentingan, sehingga memperoleh keyakinan bahwa taruhannya di perusahan publik adalah suatu keputusan yang benar.

Referensi

Dokumen terkait

Pasar Kota Medan Berdasarkan ketentuan dari Pasal 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 disebutkan bahwa pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja tersebut meliputi :

BTDC dalam mendukung penerapan tata kelola yang baik suatu perusahaan yang dapat dirumuskan kedalam program CSR (Corporate Social Responsibility) dimana CSR sudah mutlak ada

Sesuai dengan amanat Pasal 81 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan dan pengelolaan Badan Usaha Milik

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara junctis Pasal 66 ayat (2) Peraturan Pemerintah

bahwa sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 81 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat Desa melalui

Sesuai ketentuan dalam Pasal 41 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Pasal 333 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Indeks Praktik GCG yang diukur dengan bobot skor berdasarkan Peraturan Menteri BUMN Tahun 2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate

Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang berkaitan dengan transparansi proses Nominasi