• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

3 METODOLOGI

3.1 Kerangka Pemikiran

Pemikiran utama yang melandasi perlunya penelitian ini adalah bahwa industri kerapu budi daya di Indonesia belum dapat berkembang dengan pesat, sedangkan potensi industri ini sangat besar dan diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi pembangunan nasional. Belum berkembangnya industri ini terjadi karena masih rendahnya kinerja dalam mata rantai produksi yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka mortalitas dan rendahnya produktivitas pada usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Kondisi ini dipengaruhi oleh belum terbentuknya struktur industri yang mantap yang menjamin aliran material, finansial, dan informasi dari hulu ke hilir maupun aliran sebaliknya dari hilir ke hulu.

Dalam penelitian ini dilakukan rancang bangun model dinamis yang dapat digunakan untuk mensimulasikan berbagai skenario pengelolaan pada level taktis maupun level strategis yang dapat meningkatkan daya saing agroindustri kerapu budi daya. Pengelolaan level taktis ditujukan untuk meningkatkan keuntungan melalui skenario perbaikan teknologi pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen untuk menekan tingkat mortalitas (meningkatkan sintasan) atau mempercepat pertumbuhan (growth) ikan melalui perbaikan input benih, pakan, obat-obatan, kualitas air, dan maintenance peralatan produksi. Skenario pengelolaan level strategis ditujukan untuk memperkuat struktur agroindustri kerapu budi daya secara keseluruhan melalui penataan kapasitas produksi agregat yang sejalan dengan fluktuasi permintaan pasar secara agregat sehingga tidak terjadi oversupply. Pengelolaan level strategis lainnya adalah kebijakan pengaturan harga yang dapat menyeimbangkan distribusi keuntungan antar pelaku usaha untuk menghindarkan penumpukan pada sektor usaha tertentu saja.

Model dinamis yang dirancangbangun untuk simulasi skenario pengelolaan level taktis adalah model peningkatan keuntungan produksi yang terdiri atas (1) submodel peningkatan keuntungan pembenihan, (2) submodel peningkatan keuntungan pembesaran, dan (3) submodel peningkatan keuntungan penanganan pascapanen. Model dinamis untuk simulasi skenario pengelolaan level strategis adalah model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.

(2)

Model ini digunakan untuk simulasi optimalisasi skala produksi kerapu secara agregat dan simulasi pemerataan distribusi keuntungan antar mata rantai produksi. Proses simulasi skala produksi dilakukan dengan menggunakan variabel proyeksi permintaan pasar ikan kerapu secara agregat pada berbagai kemungkinan. Simulasi optimalisasi distribusi keuntungan dilakukan dengan menggunakan variabel harga jual pada berbagai kemungkinan.

Kerangka konsep pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dalam rangka peningkatan keuntungan dan penguatan struktur industri dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Kerangka konseptual sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya.

Kondisi aktual agroindustri kerapu budi daya merupakan sistem dunia nyata (real world) yang diobservasi. Observasi terhadap kinerja aktual masing-masing elemen dalam agroindustri kerapu budi daya digunakan sebagai bahan

Analisis finansial agroindustri kerapu

budi daya

Kondisi aktual agroindustri kerapu budi daya

Observasi kinerja agroindustri kerapu budi daya

Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pembenihan Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pembesaran Pengembangan model dinamis peningkatan keuntungan pascapanen

Pengembangan model dinamis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya

Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran Simulasi perencanaan kapasitas prod optimal Simulasi pemerataan distribusi keuntungan

Rekomendasi peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya

Rekomendasi penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen Analisis proyeksi pasar ekspor ikan kerapu

Pemeringkatan program peningkatan keuntungan agroindustri perikanan BD kerapu (AHP)

Observasi struktur agroindustri kerapu budi daya

(3)

untuk merancangbangun model peningkatan keuntungan pembenihan, model peningkatan keuntungan pembesaran dan model peningkatan keuntungan pascapanen agroindustri kerapu budi daya. Ketiga model ini dilengkapi dengan observasi struktur industri di dunia nyata selanjutnya digunakan untuk menyusun model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya yang merupakan penggabungan dari ketiga model terdahulu. Dengan demikian terdapat 4 model yang digunakan dalam penelitian ini.

Model peningkatan keuntungan yang telah melalui tahap verifikasi dan validasi digunakan untuk simulasi dalam rangka maksimalisasi tingkat keuntungan pada pembenihan, pembesaran, dan pascapanen melalui optimasi faktor produksi. Untuk melengkapi hasil simulasi tersebut dilakukan pula analisis finansial dengan menggunakan informasi aktual di lapangan. Hasil simulasi ini selanjutnya digunakan untuk merekomendasikan kebijakan taktis/operasional meliputi di bidang teknis dan manajemen untuk meningkatkan produktivitas pada masing-masing subsistem industri. Pemeringkatan kebijakan taktis operasional berdasarkan tingkat kepentingannya dilakukan dengan menggunakan metode AHP.

Tidak semua variabel teknis dapat disimulasikan dengan menggunakan model dinamis peningkatan nilai tambah. Untuk melengkapi analisis tersebut maka dilakukan akuisisi pendapat pakar tentang faktor teknis lebih detail yang mempengaruhi kinerja pembenihan, pembesaran, dan pascapanen, untuk selanjutnya diperingkatkan menggunakan AHP. Penggabungan antara hasil simulasi model dinamis (hard system methodology) dan hasil AHP (soft system methodology) memberikan hasil yang lebih lengkap.

Sejalan dengan analisis peningkatan nilai tambah, analisis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya dilakukan dengan menggunakan model hasil penggabungan. Berdasarkan model tersebut dilakukan simulasi penentuan kapasitas produksi optimal yang berimbang untuk masing-masing elemen industri dengan mempertimbangkan perkembangan pasar akhir dan simulasi perimbangan perolehan keuntungan pada masing-masing elemen industri berdasarkan pertimbangan tingkat harga dan tingkat teknologi. Hasil simulasi tersebut digunakan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan strategis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.

(4)

3.2 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap persiapan, pengumpulan data, rancang bangun model, validasi model, verifikasi, dan implementasi model seperti dapat dilihat pada Gambar 7. Tahap persiapan meliputi kegiatan studi pustaka, penyusunan daftar pertanyaan dan perlengkapan lainnya. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data yang meliputi data kondisi lingkungan eksternal agroindustri kerapu budi daya terutama perkembangan pasar ikan kerapu, kebijakan pengembangan perikanan kerapu di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Data tentang kinerja agroindustri kerapu budi daya terutama aspek finansial pembenihan, budi daya dan industri pengolahan dikumpulkan langsung kepada responden (data primer) dan dari laporan maupun hasil penelitian terdahulu (data sekunder). Dalam melihat kinerja industri perikanan kerapu dilihat pula tingkat teknologi dan skala usaha yang berkembang di masyarakat. Selanjutnya, data yang dikumpulkan adalah data mengenai hubungan (keterkaitan) antar pelaku usaha pembenihan, pembudidaya dan penanganan pascapanen, terutama menyangkut pola kerjasama yang berlaku di lapangan.

Tahap selanjutnya adalah perancangan model yang mengikuti tahapan dalam pendekatan sistem, yaitu dari analisa kebutuhan hingga analisis stabilitas. Berdasarkan hasil perancangan ini diperoleh model utama yang digunakan dalam proses simulasi yang terdiri atas (1) model peningkatan keuntungan industri, yang terdiri atas submodel pembenihan, submodel budi daya, dan submodel pascapanen serta (2) model penguatan struktur industri yang terdiri atas submodel perencanaan kapasitas produksi dan submodel pemerataan distribusi keuntungan. Selanjutnya model tersebut digunakan dalam simulasi untuk diimplementasikan untuk memperoleh kebijakan pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Sejalan dengan tahap simulasi dilakukan juga analisis finansial untuk menyempurnakan hasil analisis dan implementasi sehingga diperoleh hasil perumusan kebijakan yang lebih baik. Dalam proses perumusan kebijakan dilakukan pemeringkatan rumusan kebijakan berdasarkan efektivitasnya mencapai tujuan. Proses pemeringkatan faktor, kriteria dan alternatif dilaksanakan dengan menggunakan metode AHP.

(5)

PERSIAPAN PENELITIAN (PENYUSUNAN PROPOSAL, PENYUSUNAN KUESIONER,& PERLENGKAPAN

PENELITIAN

KETERKAITAN ANTAR PELAKU USAHA: - RANTAI PRODUKSI - RANTAI PEMASARAN - PERMODALAN - PEMBINAAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN EKSTERNAL: - PERDAGANGAN REGIONAL/ INTERNASIONAL - KEBIJAKAN NASIONAL - KEBIJAKAN DAERAH IDENTIFIKASI SISTEM ANALISA KEBUTUHAN RANCANG BANGUN MODEL

MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AI PERIKANAN B D KERAPU

IMPLEMENTASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN

AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA

DATA

SEKUNDER

DATA

PRIMER PUSTAKA KAJIAN PENDAPAT PAKAR

P E N G U M P U L A N D A T A P E R A N C A N G A N M O D E L M O D E L I M P L E M E N T A S I FORMULASI PERMASALAHAN ANALISIS STABILITAS ANALISIS SENSITIVITAS VERIFIKSI &

VALIDASI MODEL IMPLEMENTASI KOMPUTER

MODEL PENINGKATAN KEUNTUNGAN PRODUKSI

MODEL PENGUATAN STRUKTUR INDUSTRI

KEBIJAKAN PENGELOLAAN AGROINDUSTRI

KERAPU BUDI DAYA

KINERJA PELAKU USAHA: (PEMBENIHAN, BUDI DAYA, PEN.PASCAPANEN) - TINGKAT TEKNOLOGI - SKALA USAHA - KINERJA FINANSIAL ANALISIS FINANSIAL AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA

SIMULASI MODEL

PEMERINGKATAN PRIORITAS KEBIJAKAN (AHP)

Gambar 7 Tahapan penelitian rancang bangun model dinamis pengelolaan industri perikanan kerapu.

(6)

Dalam pengembangan model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, diterapkan pendekatan sistem yang tahapannya secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Tahapan pendekatan sistem dalam rancang bangun model pengelolaan agroindustri perikanan budi daya kerapu.

Reevaluasi dari penampilan

ANALISIS SISTEM

PERMODELAN SISTEM

SPESIFIKASI SISTEM DETAIL Lengkap ?

Cukup ?

MODEL ABSTRAK OPTIMAL

Cukup? Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya IMPLEMENTASI Puas ? Tidak Ya KEBUTUHAN SISTEM OPERASIONAL OPERASI PUAS? Tidak Ya

GUGUS SOLUSI YG LAYAK

RANCANG BANGUN IMPLEMENTASI

Informasi normatif dan positif

(7)

Tahapan dalam pendekatan sistem yang berhubungan dengan rancang bangun model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya adalah tahap analisis sistem dan tahap permodelan sistem, dengan uraian sebagai berikut:

3.2.1 Analisis sistem (1) Analisis kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan tahap awal pengkajian suatu sistem. Analisa ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisis kebutuhan menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Pada tahap ini ditentukan komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem. Komponen-komponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada (Marimin 2005).

(2) Formulasi permasalahan

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan agroindustri kerapu budi daya terutama adalah adanya konflik kepentingan (conflict of interest) antar pelaku-pelaku dalam bisnis tersebut. Untuk mengetahui permasalahan secara detail maka dilakukan analisis tentang berbagai keinginan atau kepentingan (interest) masing-masing pelaku yang terlibat, yaitu pembenihan, pembudidaya, pelaku agroindustri, pedagang, nelayan, pemerintah, serta pelaku yang terlibat lainnya. Berdasarkan daftar keinginan tersebut selanjutnya dilakukan identifikasi konflik kepentingan sehingga dapat diketahui potensi permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan agroindustri kerapu budi daya.

(3) Identifikasi sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop). Diagram lingkar sebab-akibat tersebut selanjutnya diinterpretasikan ke dalam konsep kotak gelap (black box). Hasil analisis ini dijadikan dasar bagi penentuan elemen dari sistem dan penentuan variabel-variabel yang termasuk dalam kelompok input, proses maupun output.

(8)

3.2.2 Permodelan Sistem

(1) Rekayasa model dan implementasi komputer

Dalam rekayasa model dilakukan pentransferan diagram pengaruh ke dalam bahasa simulasi yang khusus untuk permodelan sistem dinamis. Dalam hal ini digunakan Software POWERSIM untuk permodelan tersebut. POWERSIM merupakan pemrograman komputer yang bersifat ”object oriented”, berbeda dengan bahasa pemrograman terdahulu yang bersifat ”code oriented”, sehingga POWERSIM lebih ”user friendly”. Objek-objek yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka yang terdiri atas level, yang merupakan akumulasi dari suatu aliran yang merupakan ”noun” dari suatu sistem, flow merupakan aliran yang masuk atau keluar dari suatu level, yang merupakan ”verb” dari suatu sistem, lingkaran menunjukkan suatu variabel pengontrol yang dapat juga merupakan fungsi dari komponen lainnya, belah ketupat menunjukkan suatu konstanta, tanda panah menunjukkan hubungan (links) satu arah. Jika kita membuat sebuah hubungan, maka atribut asal objek menjadi variabel yang membantu menentukan nilai atribut objek penerima.

(2) Verifikasi dan validasi model

Verifikasi model merupakan tahap pembuktian bahwa model komputer yang telah disusun pada tahap sebelumnya mampu melakukan simulasi dari model abstrak yang dikaji (Eriyatno 1999). Menurut Sargent (2001) yang mengutip Schlesinger et al. (1979), verifikasi model didefinisikan sebagai proses meyakinkan bahwa program komputer dari model yang dibuat beserta implementasinya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan perilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model.

Tahap validasi model, adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, dimana dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi dilakukan secara iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model komputer (Eriyatno 1999). Cara yang dilakukan untuk memvalidasi model adalah dengan menguji keabsahan tanda-tanda aljabar, tingkat kepangkatan dan besaran (order of magnitude), format respons (linier, eksponensial, atau logaritmik), arah

(9)

perubahan peubah apabila input atau parameter diganti-ganti, dan pengamatan terhadap nilai batas peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem.

Sargent (2001) yang mengutip Schlesinger et al. (1979) mendefinisikan validasi model sebagai pensubstansian bahwa model yang dikomputerisasikan tersebut dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan dan konsisten dengan maksud dari penerapan model. Dalam proses pemodelan, validasi dan verifikasi dilakukan untuk setiap tahap pemodelan, yaitu validasi terhadap model konseptual, verifikasi terhadap model komputer dan validasi operasional serta validitas data. Verifikasi dan validasi model tersebut dapat dilakukan secara iteratif dalam proses penyusunan model.

(3) Analisis sensitivitas dan stabilitas

Tahap analisis sensitivitas dilakukan untuk menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Peubah keputusan yang akan ditelaah tingkat kepentingannya akan diutamakan pada peubah-peubah yang bersifat teknis seperti tingkat mortalitas benih atau ikan yang dipelihara, rasio pakan dan pertumbuhan ikan, dan peubah-peubah lain yang dapat ditetapkan sebagai peubah eksogen. Berdasarkan analisis ini maka faktor-faktor yang kurang penting dapat dihilangkan sehingga pemusatan studi dapat lebih ditekankan pada peubah keputusan kunci serta menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan.

Tahap selanjutnya dari rekayasa model adalah analisis stabilitas, yaitu untuk menguji sejauh mana model tersebut bersifat stabil. Perilaku tidak stabil dapat terjadi apabila parameter diberi nilai yang di luar batas tertentu sehingga mengakibatkan perilaku acak dan tidak mempunyai pola yang tidak realistik. Parameter-parameter yang akan diberi nilai diluar batas untuk analisa stabilitas antara lain adalah volume permintaan ikan kerapu atau tingkat harga yang turun hingga level terendah, atau kelangkaan pakan ikan dll.

3.2.3 Implementasi model

Tahap ini merupakan pengoperasian model untuk mempelajari secara mendetail kebijakan yang dipermasalahkan. Dalam tahap ini dapat dilibatkan pengambil keputusan yang bertindak sebagai pengarah pada proses kreatif-interaktif tersebut. Beberapa permasalahan yang dianalisis melalui pengaplikasian model ini antara lain adalah sebagai berikut:

(10)

(1) Alternatif penggunaan teknologi mana yang paling tepat untuk meningkatkan keuntungan produksi pada kondisi permintaan pasar dan persaingan usaha yang dialami oleh agroindustri kerapu budi daya.

(2) Seberapa besar kapasitas produksi agroindustri kerapu budi daya yang harus dikembangkan dengan melihat perkembangan permintaan pasar saat ini dan kecenderungannya di masa yang akan datang. Hal ini penting bagi pemerintah untuk menyusun perencanaan pengembangan agroindustri kerapu budi daya.

(3) Sejauh mana perubahan pada demand (ekspor) dan kebijakan pemerintah (subsidi atau penetapan harga dasar) berpengaruh terhadap keseimbangan tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha dalam rantai pasokan agroindustri kerapu budi daya (pembenihan), pembesaran dan agroindustri.

3.3 Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis data

Pengumpulan data dilakukan terutama untuk melengkapi rancang bangun model, terutama dalam mengisi parameter-parameter yang terdapat dalam model yang disusun. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka jenis, sumber, dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

3.3.2 Metode pengumpulan data

Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang terdiri atas data pendapat mereka tentang kelayakan usaha diperoleh dari perusahaan swasta maupun milik pemerintah (Balai Budi daya Laut) pembenihan dan pembesaran ikan kerapu yang berada di Lampung dan Batam. Data sekunder untuk keperluan penelitian ini diperoleh dari Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya DKP, BPS, BPPT serta hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Khusus untuk data impor kerapu di Hong Kong, dilakukan kontak dengan Hong Kong Trade Council melalui sarana internet.

(11)

Tabel 2 Jenis, sumber dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini

Subsistem Jenis Data Sumber data Jenis Data / Cara

Pengumpulan data

Struktur Biaya – Manfaat Usaha Pembenihan Pada berbagai skala dan Tingkat Teknologi

• Pembenihan skala besar • Pembenihan skala sedang • Pembenihan skala kecil

• Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

Data parameter teknis produksi pembenihan: jumlah induk, fekunditas, hatching rate, growth rate, mortality rate, feed ratio

• Pembenihan skala besar • Pembenihan skala sedang • Pembenihan skala kecil

• Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

Data parameter ekonomis pembenihan: Harga Induk, harga benih, harga pakan, tenaga kerja, biaya listrik/ BBM, biaya air dll.

• Pembenihan skala besar • Pembenihan skala sedang • Pembenihan skala kecil

• Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

Data time series volume penjualan benih dan perkembangan harga per bulan.

• Pembenihan skala besar • Pembenihan skala sedang • Pembenihan skala kecil

• Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur Pembenihan (Hatchery)

Data pola hubungan bisnis dan kelembagaan (kemitraan, cara pembayaran, aliansi dll.

• Pembenihan skala besar • Pembenihan skala sedang • Pembenihan skala kecil

• Pembenihan sepenggal (backyard hatchery) • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur • Pendapat pakar Struktur Biaya – Manfaat Usaha

Pembesaran Pada berbagai skala dan Tingkat Teknologi

• Pengusaha pembudidaya • Petani pembudidaya • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

Data parameter teknis produksi pembesaran: padat tebar, growth rate, mortality rate, feed ratio, lama budi daya.

• Pengusaha pembudidaya • Petani pembudidaya • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

Data parameter ekonomis pembesaran: harga benih, harga jual, harga pakan, biaya listrik/BBM, biaya TK, • Pengusaha pembudidaya • Petani pembudidaya • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur Pembesaran (Grow Out)

Data time series volume produksi dan penjualan ikan dan perkembangan harga per bulan.

• Pengusaha pembudidaya • Petani pembudidaya • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

Struktur Biaya – Manfaat Usaha Agroindustri pada berbagai modus usaha • Pedagang pengumpul • Eksportir • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

Data parameter teknis agroindustri: padat tebar, growth rate, mortality rate, feed ratio, lama penampungan, jenis alat transport dll. • Pedagang pengumpul • Eksportir • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur Penanganan Pascapanen (Penampu-ngan, grading, dan penjualan)

Data parameter ekonomis penampungan: harga beli, harga jual, harga pakan, biaya listrik/BBM, biaya TK, biaya pengankutan (ekspor). • Pedagang pengumpul • Eksportir • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

(12)

Tabel 2 (lanjutan)

Data time series volume

penjualan ikan lokal maupun ekspor dan perkembangan harga per bulan. • Pedagang pengumpul • Eksportir • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

Struktur Biaya - Manfaat Usaha Pabrik Pakan Ikan pada berbagai modus usaha

• Industri / pabrik pakan • Industri kecil • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

Data parameter teknis produksi pakan : jenis dan komposisi bahan baku, tahapan produksi, kapasitas produksi, tingkat produksi.

• Industri / pabrik pakan • Industri kecil • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

Data parameter ekonomis produksi pakan: harga bahan baku, harga jual pakan, biaya listrik/BBM, biaya TK, biaya penjualan.

• Industri / pabrik pakan • Industri kecil • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur Produsen Pakan Buatan (Pakan Pabrik)

Data time series volume penjualan pakan lokal maupun ekspor dan perkembangan harga per bulan.

• Industri / pabrik pakan • Industri kecil • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur

Struktur Biaya - Manfaat Usaha Penangkapan ikan rucah pada berbagai modus usaha

• Nelayan

• Tempat Pelelangan Ikan

• Data Primer / Kuesioner

• Telaah laporan / literatur

Data parameter teknis produksi pakan rucah : jenis perahu, alat tangkap, produktivitas, Tenaga kerja.

• Nelayan

• Tempat Pelelangan Ikan

• Data Primer / Kuesioner

• Telaah laporan / literatur

Data parameter ekonomis produksi pakan rucah: harga ual pakan, biaya BBM, biaya TK, biaya retribusi.

• Nelayan

• Tempat Pelelangan Ikan • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur Produsen Pakan Rucah (Nelayan)

Data time series volume produksi dan penjualan pakan serta perkembangan harga per bulan.

• Nelayan

• Tempat Pelelangan Ikan

• Data Primer / Kuesioner

• Telaah laporan / literatur

Data time series impor negara tujuan (Hong Kong) per bulan, berdasarkan jenis ikan, volume, nilai dan negara asal.

• Statistik Perdagangan Hong Kong; • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur Pasar

Data time series ekspor ikan kerapu hidup berdasarkan negara tujuan per bulan, dirinci menurut jenis, volume, nilai dan jalur transportasi.

• Pelabuhan / Bandara ekspor di Kepri. • Eksportir kerapu. • Data Primer / Kuesioner • Telaah laporan / literatur Penyediaan Teknologi

Data tentang penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas industri kerapu.

• Pendapat Pakar Teknologi Budi daya Kerapu; • Wawancara / Kuesioner • Telaah laporan / literatur Kelemba-gaan

Data tentang pola hubungan kerja yang ideal untuk pengembangan industri perikanana kerapu.

• Pendapat Pakar Teknologi Budi daya Kerapu;

• Wawancara / Kuesioner

• Telaah laporan / literatur

Untuk perkembangan teknologi dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam ”depth interview” terhadap pakar (expert) menggunakan kuesioner sebagai alat bantu. Pemilihan responden sebagai pakar dilakukan berdasarkan

(13)

kriteria bahwa yang bersangkutan mempunyai pengalaman dan reputasi di bidangnya. Analisis dengan menggunakan metode AHP dilakukan menggunakan informasi yang digali dari para pakar di bidang perikanan kerapu. Kuesioner digunakan sebagai alat bantu dalam wawancara.

3.4 Metode Pengolahan Data

Pengolahan data yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pengolahan terhadap data yang digunakan dalam komponen dalam Model Sistem Dinamik yang alat utamanya menggunakan Progran Komputer POWERSIM STUDIO. Pengolahan data terutama dilakukan untuk merumuskan hubungan antar elemen yang terlibat dalam sistem. Data struktur biaya usaha diolah dengan menggunakan metode analisis finansial dengan tolok ukur kelayakan net B/C ratio, net present value (NPV), internal rate of return, payback period (PBP) dan break event point (BEP) guna mengetahui kinerja perusahaan. Perumusan strategi peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya dilaksanakan dengan menggunakan metode AHP.

3.5 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil studi kasus di Batam yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga Agustus 2006. Pengolahan data dan penyusunan disertasi dilakukan di Jakarta dan Bogor.

(14)

4 KERAGAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA

Untuk dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang perilaku sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, maka dilakukan analisis situasional tentang agroindustri kerapu budi daya di lokasi yang dijadikan kasus. Dalam analisis ini diuraikan gambaran tentang lokasi studi, perkembangan usaha pembenihan, pembudidayaan dan penanganan pascapanen, dan pemasaran ikan kerapu.

4.1 Deskripsi Kawasan Perikanan Kerapu Budi daya

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil kasus di daerah barelang (Batam, Rempang dan Galang), yang merupakan kawasan yang dikelola oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIP Batam) dan Pemerintah Kota Batam. Daerah ini terdiri atas beberapa pulau utama, yaitu Batam, Setoko, Rempang Galang dan Galang Baru (Lampiran 5). Luas daratan Barelang adalah 715 km2 (71.500 ha) yang terletak pada 0o , 25’, 29” - 1o, 15’, 00” LU dan 103 o , 34’, 35” – 104 o , 26’, 04” BT. Kawasan ini dihuni oleh penduduk yang jumlahnya meningkat pesat dari 462.528 jiwa pada tahun 2000 menjadi sebanyak 636.629 jiwa pada tahun 2005.

Kawasan Barelang merupakan daerah kepulauan sehingga potensial untuk pengembangan perikanan, terutama budi daya laut. Kawasan ini sangat berdekatan dengan Singapura yang merupakan pasar yang potensial untuk produk-produk perikanan. Penduduk Singapura juga banyak yang berkunjung ke Batam pada akhir pekan sehingga merupakan konsumen tetap untuk produk perikanan melalui restoran-restoran setempat. Kedekatan kawasan Barelang ke Singapura dan pasar potensial lainnya seperti Hong Kong, menjadikan Barelang sebagai salah satu lokasi pengumpulan produk perikanan kerapu untuk diekspor ke negara tujuan. Selain berasal dari perairan sekitar Kepulauan Riau, ikan kerapu hidup yang dikumpulkan oleh pedagang di Barelang berasal dari perairan lainnya seperti Sumatera Utara, selat malaka dan Bangka Belitung.

Banyak terdapat petani atau pengusaha yang membudidayakan ikan kerapu di kawasan Barelang dan pulau-pulau sekitarnya baik dalam skala tradisional hingga skala komersial. Usaha tersebut berupa pembesaran benih yang berasal dari pembenihan (hatchery), pembesaran ikan kerapu hidup ukuran kecil (under size) hasil tangkapan nelayan hingga ukuran konsumsi. Ikan yang

(15)

dibudidayakan pada umumnya dijual kepada pedagang pengumpul yang ada di Batam, atau dijual ke pengusaha restoran yang banyak terdapat di kawasan Barelang.

4.2 Aspek Teknis Agroindustri Kerapu Budi Daya 4.2.1 Industri pembenihan kerapu

Pembenihan merupakan usaha memproduksi benih ikan dengan cara mengawinkan induk-induk ikan dewasa, menetaskan telur, memelihara larva hingga ukuran tertentu yang siap ditebarkan di karamba jaring apung untuk dibesarkan. Induk-induk ikan dipelihara dalam bak-bak berukuran 150 – 200 m3 dengan kedalaman air 2 hingga 3 meter dan diberi makanan yang sesuai agar dapat bereproduksi sesering mungkin. Secara periodik, terutama pada saat bulan gelap, induk ikan betina akan memijah (melepaskan telur) dan dibuahi oleh ikan jantan. Telur-telur yang dibuahi akan mengambang di permukaan air dan segera dipisahkan dari bak pemijahan untuk ditetaskan di bak pemeliharaan larva. Dalam waktu 18 hingga 20 jam setelah pemijahan, telur tersebut akan menetas dan menjadi larva (Setiadharma et al. 2001).

Sampai dengan umur 2 hari, larva belum diberi makan karena masih memiliki kuning telur (egg yolk), dan pada umur 2 hinga 5 hari larva mulai diberi makan zooplankton (Brachionus sp.), dan umur 5 hingga 30 hari diberi plankton yang lebih besar dan mulai hari ke-15 diberi makanan buatan sesuai dengan ukuran larva. Pada umur 20 hinga 40 hari, larva juga diberi nauplii artemia yang diperkaya dengan berbagai vitamin penguat. Selama pemeliharaan larva dilakukan penyiponan dasar bak setiap 2 hari untuk membuang sisa-sisa kotoran dan pergantian air sebanyak 20% - 30% hingga 50% - 80% setiap hari, sesuai dengan umur larva. Pada umur 40 hingga 45 hari dilakukan pemanenan larva, dimana pada saat itu 60% hingga 80% larva telah mengalami metamorfosa (Setiadharma et al. 2001).

Pembenihan ikan kerapu merupakan kegiatan usaha yang memerlukan biaya investasi yang cukup besar sehingga hanya dilakukan oleh pengusaha atau unit usaha milik pemerintah. Investasi yang cukup besar diperlukan untuk membangun sistem penyediaan air (pompa, bak penampungan, bak treatment, penyaringan, pipa distribusi dan drainase), sistem pemeliharaan ikan yang terdiri atas bak-bak induk dan larva serta bangunan pelindungnya, sistem penyediaan pakan alami (plankton) yang terdiri atas kultur murni di laboratorium dan bak-bak pembiakan plankton, sistem perlistrikan (power supply) dan sistem aerasi (blower), gudang pakan, dan bahan tambahan serta perkantoran.

(16)

Pengelolaan pembenihan memerlukan tenaga profesional karena kegiatannya memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, jadwal yang ketat dan waktu pengamatan 24 jam. Sebagai contoh, induk-induk ikan biasanya memijah pada malam hari (jam 22.00 – 24.00) dan sebelum menetas telur harus segera dipindahkan ke bak pemeliharaan larva melalui proses pemilahan telur yang dibuahi dan telur mati serta penempatan dalam bak larva dengan kepadatan yang sesuai. Selama pemeliharaan, perlu diberikan makanan dengan jadwal tertentu dan dilakukan penyiponan serta monitoring kualitas air untuk mencegah timbulnya penyakit dan kematian larva.

Selain usaha pembenihan skala besar yang lengkap terdapat juga yang disebut dengan hatchery sepenggal, yaitu usaha pembenihan yang hanya memiliki fasilitas untuk menetaskan telur dan membesarkan larva ikan kerapu. Pembenihan ini disebut juga dengan “backyard hatchery”. Pembenihan seperti ini tidak memelihara induk, tetapi membeli telur yang dipijahkan di pembenihan besar kemudian memeliharanya di dalam bak-bak semen hingga menjadi benih ikan yang siap ditebar di karamba jaring apung. Pembenihan sepenggal ini juga memelihara plankton untuk pakan ikan dan dilengkapi dengan sistem aerasi.

Di kawasan Barelang terdapat 2 pembenihan ikan kerapu yang terdiri atas 1 milik pemerintah (Departemen Kelautan dan Perikanan) dan 1 milik swasta, yaitu PT. Nalendra. Jenis ikan yang dibenihkan oleh kedua pembenihan tersebut antara lain adalah kerapu macan, kerapu tikus, sunu dan ikan kakap. Kapasitas produksi pembenihan milik pemerintah adalah 2 juta ekor per tahun. Berdasarkan hasil diskusi, pembenihan ikan laut milik pemerintah tersebut masih menghadapi kendala-kedala sehingga pembenihan tersebut belum mencapai hasil yang maksimal. Produksi benih oleh swasta pada saat survei dilakukan, difokuskan pada jenis kakap dengan produksi sebesar 2 juta ekor / tahun. Pembenihan swasta tersebut memproduksi benih kakap dan kerapu macan.

Benih yang dihasilkan pembenihan skala rumah tangga biasanya berkualitas rendah. Benih unggul dapat dilihat dari ciri-ciri morfologis seperti bentuk tubuh normal (tidak bengkok) dan proporsional, bagian tubuh lengkap (operculum tidak terbuka). Selain itu ciri-ciri lainnya adalah tahan hidup pada kondisi ekstrim. Benih yang unggul dapat ditelusuri juga dari rekaman terhadap kualitas induk yang melahirkan benih tersebut. Induk yang digunakan sedapat mungkin cukup umur, sehat dan pasangannya tidak berasal dari perairan yang sama.

Pembenihan kerapu di Barelang belum mampu memasok kebutuhan pembudidaya kerapu untuk kawasan tersebut, sehingga benih kerapu masih harus didatangkan dari daerah lain terutama Bali dan Situbondo. Jenis benih yang

(17)

didatangkan antara lain adalah kerapu macan, kerapu tikus dan ikan kakap. Di Batam terdapat juga hatchery sepenggal yang memelihara larva berukuran kecil hingga berukuran yang siap ditebarkan di karamba jaring apung.

4.2.2 Industri pembesaran kerapu

Kegiatan pembesaran kerapu, yaitu pemeliharaan ikan di dalam KJA di selat atau teluk, banyak dilakukan oleh masyarakat Barelang. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, KJA yang digunakan oleh petani ikan di Barelang terbuat dari kayu berukuran 8 m x 8 m yang dibagi dalam 4 kotak dan dilengkapi dengan pelampung dari drum plastik dan diberi jangkar. Masing-masing kotak berukuran 3 m x 3 m untuk meletakkan jaring polietilen 3 m x 3 m x 3 m bermata jaring 0,75 – 1,25 inci.

Dilihat dari skala usahanya, pembesaran ikan kerapu di Barelang dapat digolongkan ke dalam skala perusahaan dan skala rumah tangga. Pembesaran kerapu skala perusahaan memiliki jumlah KJA hingga 200 kotak, sedangkan skala rumah tangga berkisar antara 4 hingga 16 kotak. Pembesaran skala perusahaan dikelola secara lebih profesional, yaitu dengan menempatkan tenaga kerja di rumah tingga yang dibangun di atas KJA, sedangkan pembesaran tradisional biasanya dikelola secara sambilan dan menempatkan KJAnya di belakang rumah di pinggir pantai.

Setiap KJA ditebari ikan sebanyak 20 – 25 ekor per m3, atau 500 hingga 600 ekor per kotak. Sebagian petani ikan menggunakan benih yang berasal dari pembenihan (hatchery) dan sebagian lagi membesarkan ikan-ikan yang ”undersize” untuk dipelihara hingga ukuran konsumsi. Ikan undersize tersebut mereka beli dari nelayan yang sengaja menangkap ikan dalam keadaan hidup untuk dijual kepada para pembudidaya atau pedagang pengumpul.

Proses pembesaran ikan kerapu tergolong tidak rumit sebagaimana halnya pembenihan. Pembesaran dimulai dengan pemasangan jaring polietilen dalam kerangka karamba. Selanjutnya benih ikan ditebarkan ke dalam jaring untuk selanjutnya dipelihara. Untuk benih ikan yang masih berukuran kecil, biasanya terlebih dahulu ditempatkan pada jaring halus (waring) hingga cukup besar dan kuat untuk ditempatkan di KJA. Para pembudidaya ikan kerapu di Barelang hampir semuanya menggunakan ikan rucah sebagai pakan ikan yang dipelihara. Hanya sebagian kecil yang menggunakan pakan buatan (pakan pabrik). Ikan

(18)

rucah dibeli dari nelayan (bagan) secara langsung atau melalui tempat pelelangan ikan (TPI) setempat. Ikan tersebut selanjutnya disimpan dalam ”cool box” agar tetap segar pada saat dicacah dan diberikan kepada ikan. Lama pemeliharaan ikan di dalam KJA berkisar antara 6 hingga 9 bulan, tergantung pada ukuran benih pada saat di tebarkan dan jenis ikan. Ikan kerapu tikus membutuhkan waktu pemeliharaan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan kerapu macan.

4.2.3 Industri pascapanen dan perdagangan kerapu

Kegiatan penanganan pascapanen ikan kerapu di kawasan Barelang pada umumnya menyatu dengan kegiatan perdagangan dan ekspor ikan kerapu. Di kawasan Barelang terdapat satu pedagang besar yang bertindak sebagai eksportir kerapu ke Hong Kong yaitu PT Trimina Dinasti Agung. Pedagang ini memiliki lokasi penampungan ikan kerapu dan ikan laut hidup lainnya berupa karamba-karamba jaring apung. Di lokasi ini dilakukan kegiatan penanganan pascapanen yang meliputi penyeragaman ukuran (grading), penyeragaman jenis, pemulihan kesehatan ikan, pengepakan, pengiriman (pengangkutan) ikan hidup. Pengiriman ke negara pengimpor dilakukan dengan menggunakan kapal angkut ikan hidup atau menggunakan jasa angkutan pesawat terbang.

Jumlah dan jenis ikan yang diperdagangkan terutama adalah ikan kerapu macan, kerapu tikus dan kerapu sunu yang hampir kesemuanya diekspor ke Hong Kong, Volume perdagangan ikan kerapu yang hampir kesemuanya melalui pedagang tersebut yang jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Volume ekspor ikan kerapu asal Barelang Tahun 2002 dan 2003

Volume Ekspor (kg)

No Jenis Kerapu

2002 2003

1 Macan (Tiger grouper) t.a.d*) 18.394

2 Sunu halus (Leopard c.trout) 30.072 20.585

3 Sunu kasar (Spotted c.trout) 29.337 21.396

4 Hitam 28.451 15.903

5 Lumpur (Green grouper) 29.930 16.984

6 Napoleon (Humphead wrasse) 7.795 5.331

7 Bakau 32.121 19.775

8 Gepeng 27.402 19.928

9 Ringau t.a d 10.725

Sumber: PT Trimina Dinasti Agung. *) tidak ada data

Sebagian besar kerapu yang diperdagangkan merupakan hasil tangkap di laut yang ditampung oleh nelayan dalam keadaan hidup, dan sebagian lagi merupakan hasil budi daya, terutama untuk jenis-jenis kerapu macan, dan kerapu tikus.

(19)

4.3 Aspek Pasar Ikan Kerapu Hidup

4.3.1 Perkembangan pasar ikan kerapu hidup di Hong Kong

Hong Kong merupakan pasar utama bagi ikan kerapu hidup yang berasal dari kawasan Asia dan Mediterania. Perkembangan perdagangan ikan kerapu di Hong Kong sangat berpengaruh terhadap produksi ikan kerapu di negara produsen utama, termasuk Indonesia. Berdasarkan data primer yang diperoleh dari Kantor Statistik Perdagangan Hong Kong, maka ada paling tidak 9 jenis kerapu yang diperdagangkan, yaitu kerapu kertang (giant grouper), kerapu tikus (high finned grouper), kerapu lumpur (green grouper), kerapu macan (tiger grouper), kerapu malabar (flowery grouper), kerapu sunu leopard (leopard coral trout), kerapu sunu totol (spotted coral trout), kerapu lainnya (other grouper) dan ikan napoleon (humphead wrasse).

Perkembangan volume impor ikan kerapu di Hong Kong dari tahun 2000 hingga tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan volume yang diimpor, maka jenis kerapu sunu leopard dan kerapu lumpur memegang peringkat tertinggi pertama dan kedua. Dilihat dari nilainya, kedua jenis kerapu ini juga memegang urutan tertinggi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4 Perkembangan volume impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis

(satuan: kg) Tahun Jenis Kerapu 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Giant Grouper (Krp. Kertang) 20,816 2,687 3,668 23,873 30 000 1 590 High Finned (Krp. Tikus) 4,370 7,753 11,943 7,066 1 466 704 Green Grouper (Krp. Lumpur) 1,559,260 1,470,281 1,182,634 1,754,079 1 487 643 1 148 360 Tiger Grouper (Krp. Macan) 50,994 51,230 123,696 216,270 328 921 422 867 Flowery Grouper (Krp. Batik) 120,177 104,402 139,722 97,077 239 386 294 426

Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard)

1,617,862 1,989,836 2,237,650 2,179,914 2 345 822 2 382 256

Spotted Coral Trout (Krp. Sunu Totol) 82,079 95,153 93,799 87,392 56 682 41 648 Humphead Wrasse (Napoleon) 42,899 12,291 28,642 16,274 9 252 22 097 Other Grouper*) (Kerapu Lainnya) 1,827,680 1,966,136 1,495,441 1,397,728 1 273 800 1 706 617 Total 5,326,137 5,699,769 5,317,195 5,779,673 5,772,972 6,020,565

Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).

*)Terdiri atas: brown-spotted grouper, bared cheek spotted grouper, red grouper, yellow-edged lyretail, speckled blue grouper, yellow grouper, slender grouper, malabar grouper, etc

(20)

Tabel 5 Perkembangan nilai impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: $ HK) Tahun JENIS KERAPU 2002 2003 2004 2005 2006*) Giant Grouper (Kerapu Kertang) 369,000 2,387,000 3,000,000 287,000 75,000 High Finned (Kerapu Tikus) 3,137,000 2,255,000 387,000 99,000 10,000 Green Grouper (Kerapu Lumpur) 64,307,000 90,020,000 74,304,000 64,058,000 25,114,000 Tiger Grouper (Kerapu Macan) 12,869,000 18,420,192 26,291,000 32,717,000 29,140,000 Flowery Grouper (Kerapu Batik) 8,541,000 7,541,000 19,294,000 23,526,000 8,488,000

Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard)

322,351,000 311,452,000 336,610,000 324,554,000 194,289,000

Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol)

12,763,000 10,411,000 6,424,000 3,788,000 991,000 Humphead Wrasse (Ikan Napoleon) 6,622,000 3,441,000 1,462,241 3,199,000 1,107,000 Other Grouper (Kerapu Lainnya) 162,100,000 56,321,764 93,192,000 120,989,000 49,689,000

Total Nilai Kerapu 593,059,000 502,248,956 560,964,241 573,217,000 308,903,000

Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah). *) Januari-Juni.

Perkembangan harga jual ikan kerapu di pasaran Hong Kong dapat dilihat pada Tabel 6. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa harga tertinggi ditempati oleh Kerapu Tikus dan Ikan Napoleon, dengan kecenderungan harga yang fluktuatif.

Tabel 6 Perkembangan rata-rata harga ikan kerapu di Hong Kong ($ HK) Tahun No Jenis Kerapu 2002 2003 2004 2005 2006*) 1 Kerapu Kertang 108 99 100 180 145 2 Kerapu Tikus 260 252 172 166 195 3 Kerapu Lumpur 54 52 50 57 53 4 Kerapu Macan 104 87 80 77 78 5 Kerapu Batik 60 81 80 80 80

6 Kerapu Sunu Leopard 144 141 144 137 138

7 Kerapu Sunu Totol 138 120 116 93 80

8 Napoleon 234 207 174 203 141

9 Kerapu Lainnya 110 40 73 71 76

*) Januari-Juni.

Dari 9 jenis ikan kerapu yang diimpor oleh Hong Kong, Indonesia merupakan pemasok tetap untuk 8 jenis kerapu, kecuali giant grouper (kerapu kertang). Volume pasokan jenis kerapu berdasarkan negara pemasok dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan data yang diperoleh, secara kumulatif, negara pemasok kerapu ke Hong Kong yang terbesar adalah Philipina, diikuti oleh

(21)

Indonesia, Thailand dan Australia. Apabila dilihat untuk masing-masing jenis kerapu yang dipasok ke Hong Kong, maka untuk kerapu kertang, pemasok terbesar adalah Taiwan dan Maldives, pemasok terbesar kerapu tikus adalah Indonesia dan Philipina, pemasok terbesar kerapu lumpur adalah Thailand, Philipina dan Taiwan, pemasok terbesar kerapu macan adalah Indonesia dan Philipina. Untuk kerapu batik, pemasok terbesar adalah Philipina, Taiwan, Thailand dan Indonesia. Untuk kerapu sunu leopard, pemasok terbesar adalah Australia, Philipina dan Indonesia. Sementara itu untuk kerapu sunu totol, pemasok terbesar adalah Philipina. Indonesia dan Malaysia. Untuk ikan napoleon, pemasok terbesar adalah Philipina dan Thailand.

Tabel 7 Perkembangan volume impor ikan kerapu Hong Kong berdasarkan negara pemasok tahun 2000 - 2005 (satuan: kg)

Tahun No Neg.Pemasok 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1 Kamboja 34,587 21,520 25,815 18,851 25 638 6,395 2 Taiwan 361,117 263,276 31,173 197,630 304 113 209,120 3 Indonesia 698,894 1,266,736 1,189,266 991,382 1 057 919 1,309,366 4 Philipina 1,108,600 1,126,403 1,398,603 1,559,637 1 543 772 1,720,993 5 Thailand 1,734,941 1,343,117 769,070 1,354,652 1 021 060 874,686 6 Mainland China 132,310 29,800 0 1,000 1,562 7 Vietnam 133,726 128,313 98,686 19,359 26 584 17,994 8 Maladewa 38 0 59,000 57,000 80 097 70,200 9 Brunei 4,853 4,206 4 208 3,619 10 Malaysia 365,745 389,758 386,365 619,020 853 634 718,231 11 Singapura 11,034 1,416 4,344 12,346 29 746 21,537 12 Australia 724,944 1,090,583 1,242,955 926,833 819 371 976,176 13 Marshall Island 59,977 16,840 1 198 14 USA 490 158 15 Myanmar 3 421 1,631 16 Togo 126 66 17 New Zealand 1 867 1,720 18 Canada 200 19 Namibia 3,304 20 Papua New Guinea 59,675 21 India 60 24,090 22 Lainnnya 15,348 34,641 51,941 4,633 Total (kg) 5,326,137 5,699,769 5,317,195 5,779,673 5,772,972 6,020,565

(22)

4.3.2 Pangsa pasar kerapu Indonesia di Hong Kong

Indonesia merupakan salah satu dari 21 negara pemasok ikan kerapu ke Hong Kong. Ditinjau dari volume, ekspor kerapu Indonesia di pasaran Hong Kong meningkat dari 698.894 kg pada tahun 2000 menjadi 1.309.366 kg pada tahun 2005 (Tabel 8). Kontribusi kerapu Indonesia di pasaran Hong Kong menunjukkan kecenderungan yang juga meningkat, yaitu dari 13,12% pada tahun 2000, menjadi 21,75% pada tahun 2005 (Tabel 9). Berdasarkan jenis ikan kerapu yang dipasok, maka Indonesia mendominasi jenis kerapu macan, kerapu tikus dan kerapu lainnya. Kontribusi terbesar dicapai oleh kerapu tikus pada tahun 2003 yang mencapai 74,58% dari impor kerapu tikus Hong Kong, dan kerapu macan yang pada tahun 2005 mencapai 53,17% pangsa pasar ikan tersebut di Hong Kong.

Tabel 8 Volume ekspor kerapu Indonesia ke Hong Kong berdasarkan jenis kerapu Tahun Jenis Kerapu 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Giant Grouper (Kerapu Kertang) 81 - - - - High Finned (Kerapu Tikus) 269 2,270 6,058 5,270 450 116 Green Grouper (Kerapu Lumpur) 103,434 116,576 58,211 33,474 40,653 17,480 Tiger Grouper (Kerapu Macan) 2,917 11,378 26,746 31,306 69,754 224,830 Flowery Grouper (Kerapu Batik) 42,792 486 483 339 2,968 3,950

Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) 49,195 265,148 274,327 319,122 412,826 330,493

Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol)

27,664 23,574 11,874 25,672 13,041 5,550 Other Grouper (Kerapu Lainnya) 471,167 846,805 806,572 573,673 517,683 722,028 Humphead Wrasse (Napoleon) 1,375 499 4,995 2,526 544 4,919 Total 698,894 1,266,736 1,189,266 991,382 1,057,919 1,309,366

(23)

Tabel 9 Kontribusi pasokan kerapu Indonesia terhadap impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (%) Tahun Jenis Kerapu 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Giant Grouper (Kerapu Kertang) 0.39 - - - - - High Finned (Kerapu Tikus) 6.16 29.28 50.72 74.58 30.70 16.48 Green Grouper (Kerapu Lumpur) 6.63 7.93 4.92 1.91 2.73 1.52 Tiger Grouper (Kerapu Macan) 5.72 22.21 21.62 14.48 21.21 53.17 Flowery Grouper (Kerapu Batik) 35.61 0.47 0.35 0.35 1.24 1.34

Leopard Coral Trout

(Krp. Sunu Leopard) 3.04 13.33 12.26 14.64 17.60 13.87

Spotted Coral Trout

(Kerapu Sunu Totol) 33.70

24.77 12.66 29.38 23.01 13.33 Other Grouper (Kerapu Lainnya) 25.78 43.07 53.94 41.04 40.64 42.31 Humphead Wrasse (Napoleon) 3.21 4.06 17.44 15.52 5.88 22.26 Total 13.12 22.22 22.37 17.15 18.33 21.75

Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).

Berdasarkan analisis terhadap perkembangan pangsa pasar kerapu Indonesia di pasar Hong Kong yang merupakan pasar utama ikan kerapu, dan juga perkembangan pasokan ikan kerapu dari negara-negara lain, maka ada indikasi yang kuat bahwa Indonesia memiliki spesialisasi dalam memproduksi ikan kerapu macan dan kerapu tikus. Meskipun harga kerapu macan tidak terlalu tinggi, namun memiliki kecenderungan permintaan yang meningkat, sedangkan kerapu tikus yang memiliki tingkat harga yang tinggi tidak diproduksi oleh negara lain, sehingga dapat dijadikan menjadi komoditas kerapu sebagai unggulan Indonesia. Di samping itu, perairan Indonesia relatif aman dari serangan badai (taifun) yang sering melanda negara-negara sub tropis. Serangan badai yang pada awal tahun 2007 melanda negara produsen kerapu seperti Taiwan, Filipina, Vietnam dan Thailand telah mengakibatkan kelangkaan suplai dan melonjaknya harga jual. Indonesia harus dapat memanfaatkan keunggulan ini sebagai produsen utama kerapu di dunia.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut buku Bimbingan khusus bagi Anak Tunalaras (1992) di dalam kurikulum SLB-E dijelaskan bahwa : Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi

Dengan keragaman fungsi tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan jenis-jenis anggrek di Distrik Oksibil, Kabupaten

Setelah Presiden Hosni Mubarak jatuh, militer Mesir menghadapi tantangan serius bagaimana mereka menstranformasikan diri menjadi organisasi militer yang profesional dan

Prototipe alat pengaduk dodol menghasilkan mutu dodol yang baik, dengan nilai 12.26 dari hasil uji organoleptik, pada putaran pengadukan 20 rpm dan kapasitas 4 kg, serta

- Peserta merupakan siswa/siswi SMP & SMA sederajat tingkat Provinsi Riau - Terdiri dari 2 orang peserta. - Tema : -Rendahnya minat penggunaan bahasa indonesia -Penyebab

Meningkatnya konsentrasi ambien menyebabkan meningkatnya dampak pencemaran pada kesehatan manusia dan nilai ekonomi dari gangguan kesehatan tersebut (Gambar 4 dan Gambar 5).. Gambar

Penerapan metode penemuan terbimbing yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa tentang materi keliling dan luas daerah layang-layang di kelas VII A SMP Negeri 1 Toribulu

Sistem pendiagnosa penyakit asma pada anak ini dibuat dengan metode Certainty Factor dengan inferensi runut maju atau Forward Chaining berdasarkan gejala-gejala