• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh Lia Amelia* (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh Lia Amelia* (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MEMENUHI HAK MASYARAKAT ATAS LINGKUNGAN HIDUP YANG SEHAT BERDASARKAN PERDA KABUPATEN BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2008

Oleh Lia Amelia*

(Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan) ABSTRAK

Peranan Dinas Kebersihan dan Pertamanan dibutuhkan dalam memenuhi hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat, di lingkungan Kabupaten Bogor, berdasarkan legislasi hukum positif di Indonesia berdasarkan asas Otonomi Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dinas Daerah menjadi peraturan penting dalam mewadahi Peranan Dinas Kebersihan dan Pertamanan secara optimal, sehingga pengkajian mendalam terhadap ketentuan peraturan ini merupakan hal penting dalam meninjau kembali tugas dan peranan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor.

Latar Belakang

Peranan Kualitas lingkungan hidup harus dijaga kelestariannya agar kesejahteraan dan mutu hidup generasi mendatang lebih terjamin. Perilaku manusia yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya tersebut dari hari kehari berkembang menjadi aktivitas yang lebih dinamis dan serba kompleks.

Guna mendorong aktivitas manusia yang dinamis dan kompleks tersebut diperlukan dukungan prasarana kota, seperti prasarana air bersih, prasarana air buangan/hujan, dan prasarana persampahan serta sanitasi yang memadai baik secara kuantitatif maupun

kualitatif, agar seluruh aktivitas penduduk tersebut dapat berjalan dengan aman, tertib, lancar dan sehat.1

Perkembangan situasi dan kondisi pemerintahan Indonesia dewasa ini, tidak terlepas dari pengaruh dan maraknya tuntutan profesi. Salah satu dampaknya adalah terjadi perubahan mendasar terhadap tatanan pemerintahan, yaitu dengan adanya penggantian Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Perubahan tersebut diharapkan mampu

1 R, Rudi, P Hendro, Hari Tri, Dimensi Keruangan

(2)

memberikan wewenang untuk daerah dalam peningkatan pembangunan.

Berdasarkan prinsip Undang-Undang di atas, pelaksanakan Pemerintahan Daerah secara luas, nyata dan tanggung jawab dititik beratkan pada daerah kabupaten dan kota, bukan kepada Daerah Provinsi. Kebijakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penyelenggaraan pemerintah akan berjalan efektif dan efisien jika antara yang memberikan pelayanan dan perlindungan dengan yang diberi pelayanan dan perlindungan berada dalam jarak hubungan yang relatif dekat.

Harapan yang ingin didapatkan pemerintah daerah adalah agar dapat melaksanakan fungsi pemerintahan umum dan memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat dan tepat. Penyelenggaraan pemerintah di daerah sebagaimana tertuang dalam Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan dalam Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah menggunakan asas Otonomi Daerah Pembantuan. Selanjutnya menurut Pasal 151 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur perencanaan pembangunan daerah menyebutkan bahwa rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh

dengan mendorong partisipasi masyarakat. Tuntutan akan pembangunan yang membawa ke situasi yang lebih baik, merupakan konsekuensi logis dari dinamika kehidupan masyarakat yang selalu ditandai dengan adanya perubahan. Perubahan sosial merefleksi proses transformasi, ada perubahan sosial yang meliputi institusi tertentu termasuk juga hubungan diantara institusi tersebut.

Pembangunan kabupaten Bogor dilaksanakan oleh beberapa dinas-dinas yang di wilayah Kabupaten Bogor. Dalam ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008, dinyatakan bahwa Dinas Kebersihan dan Pertamanan mempunyai tugas yang pada intinya melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan, yaitu :

(1) Merumuskan kebijakan teknis di bidang kebersihan dan pertamanan;

(2) Menyelenggarakan urusan kebersihan dan pertamanan;

(3) Pembinaan dan pelaksanakan tugas; (4) Pengelolaan ketatausahaan;

(5) Pelaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Dalam salah satu Peran institusi yaitu mengacu kepada penanggulangan sampah yang merupakan sosok penting dalam peranan Dinas Kebersihan dalam menjaga kebersihan,

(3)

di mana hal ini di titik beratkan kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang notabanenya merupakan dinas yang peranannya sangat penting dalam mengatasi berbagai permasalahan mengenai pengelolaan kebersihan. Apalagi dengan diberlakukannya Otonomi Daerah, maka dalam pelaksanaan prinsip otonomi yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab dititik beratkan pada Pemerintah Kota / Kabupaten sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan sistem desentralisasi. Sebagai konsekuensinya, maka urusan - urusan Pemerintahan akan lebih banyak diserahkan kepada Pemerintah Kota / Kabupaten.

Untuk mewujudkan suatu lingkungan yang bersih, maka tidak akan terlepas kaitannya dengan masalah sampah yang dari hari ke hari semakin menumpuk. Makin menumpuknya volume sampah tersebut karena adanya pertambahan penduduk yang semakin meningkat dan disertai juga dengan adanya aktivitas manusia yang semakin berkembang dan pembangunan yang dilakukan juga terus meningkat, sehingga sisa atau bekas makanan dan sisa barang industri yang biasa di kenal sebagai sampah akan semakin bertambah pula. Kabupaten Bogor dalam luas wilayah yang sangat besar memiliki suatu kesinambungan yang rentan terhadap kebersihan dalam lingkup pengelolaan sampah, di sini dapat dilihat bahwa beban yang ditanggung oleh

pemerintah daerah / kota sangat berat. Salah satu dampak dari pembangunan kabupaten Bogor adalah terjadinya pertambahan penduduk yang semakin pesat, yang diantaranya dapat diakibatkan oleh besarnya arus urbanisasi dan pertumbuhan alami (kelahiran) penduduk Kabupaten Bogor itu sendiri, yang mengakibatkan semakin banyak juga sampah yang dihasilkan oleh masing-masing penduduk yang ada di kota Bogor.

Dalam hal ini dalam menjalankan peranannya Dinas Kebersihan dan Pertamanan memiliki suatu pengawasan yang sifatnya konsisten, dan konsekuesinya demi terciptanya pemenuhan hak masyarakat dalam menjaga kebersihan. Dalam suatu pemahaman bahwa pengawasan yang dimaksud merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Pemerintah Kabupaten Bogor, khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan kebersihan dalam peranan yang lebih luas tidak hanya mengacu kepada permasalahan sampah. Dengan pengawasan yang lebih optimal dalam pengelolaan kebersihan sehingga peranannya dapat terpenuhi dengan baik.

(4)

Konsep Otonomi Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Secara historis, asal-usul kata pemerintah daerah berasal dari bahasa Yunani dan latin kuno seperti koinotes (komunitas) dan demos (rakyat atau distrik), commune (dari bahasa perancis) yaitu suatu komunitas swakelola dari sekelompok penduduk suatu wilayah. Ide dasar tentang commune adalah suatu pengelompokan alamiah dari penduduk yang tinggal pada suatu wilayah tertentu dengan kehidupan kolektif yang dekat dan memiliki minat dan perhatian yang bermacam-macam.2

Koesoemahatmadja, dan Miftah Thoha memberikan pendapat bahwa Otonomi pada dasarnya adalah sebuah konsep politik.3

Muatan politis yang terkandung dalam istilah ini, adalah bahwa dengan kebebasan dan kemandirian tersebut, suatu daerah dianggap otonom kalau memiliki kewenangan (authority) atau kekuasaan (power) dalam penyelenggaran pemerintahan terutama untuk menentukan kepentingan daerah maupun masyarakatnya sendiri.

Pada masa abad pertengahan kekuasaan Raja didasarkan atas kekuasaan Tuhan yang bersandar pada teori kedaulatan Tuhan di mana teori ini menyatakan bahwa kekuasaan

2 Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty,

2000), hal. 152-170.

3 Miftah Thoha, “Menejemen Pembangunan Daerah

Tingkat II” dalam Prisma, No. 12, 1985. Majalah.

tertinggi yang memiliki adalah Tuhan. Pemegang dari kekuasaan ini di dunia adalah Raja dan Paus. Menurut ajaran Marsilius Raja adalah wakil dari Tuhan untuk melaksanakan dan memegang kedaulatan di dunia. Karena itu, Raja merasa dapat berbuat apa saja karena perbuatannya merupakan kehendak Tuhan. Raja tidak merasa bertanggung jawab pada siapapun kecuali pada Tuhan, dan kemudian muncul gagasan kedaulatan negara. Namun dari gagasan itu akhirnya timbul kekuasaan yang sewenang-wenang dengan dalil dan idealime yang bersandar pada paham-paham tersebut. Dari hal tersebut muncul perlawanan dari kaum monarkomaken dengan Johannes Althusius sebagai pelopornya. Dalam ajarannya Althusius tidak lagi mendasarkan kekuasan Raja itu atas kehendak Tuhan, tetapi atas kekuasaan rakyat, dimana rakyat menyerahkan kekuasaan kepada Raja dalam suatu perjanjian yang disebut perjanjian penundukan.4

Di era sekarang, konsep kedaulatan rakyat ini mendapatkan tempat yang utama. Isu yag muncul adalah isu mengenai pembatasan kekuasaan negara. Pada prinsipnya negara tetap diselenggarakan oleh orang-orang tertentu, namun orang-orang tersebut harus mendapat legitimasi dan kontrol dari rakyatnya. Oleh karena itu,

4 Soehino, Op. cit. Hal. 159-160

(5)

pemikiran-pemikiran yang sebelumnya hanya berbentuk teori-teori dan konsep-konsep umum, berkembang pada pemikiran-pemikiran yang mulai menggali persoalan-persoalan pelembagaan. Berkaitan dengan konsep Pemerintahan Lokal dalam hal ini otonomi daerah, ajaran kedaulatan rakyat mempunyai pengaruh yang besar, di mana pada dasarnya dengan adanya otonomi daerah ada semacam pembagian kekuasaan dengan mendesentralisasikan kewenangan yang selama ini tersentralisasi di tangan pemerintah pusat. Karena itu, ada semacam pegeseran kekuasaan dari pusat ke daerah.

Dengan demikian dengan terselenggaranya otonomi daerah adalah upaya untuk mewujudkan demokratis di mana aspek aspirasi rakyat dalam hal ini kepentingan yang terdapat di tiap daerah dapat terakomodir dengan baik. Otonomi daerah memungkinkan “kearifan lokal” masing-masing daerah dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai prakarsa dan inisiatif masyarakat di daerah. Aspek pembatasan kekuasaan pun akan berjalan dengan maksimal sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan oleh pemerintah pusat.

Sebagaimana umum diketahui bahwa dalam rangka demokratisasi dan pembatasan kekuasaan, dikenal adanya prinsip pemisahan kekuasaan (Separation of Power). Teori yang paling populer mengenai soal ini adalah gagasan pemisahan kekuasaan negara

(Separation of Power) yang dikembangkan oleh seorang sarjana Perancis bernama Montesquieu.

Menurutnya, kekuasaan negara haruslah dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif. Fungsi legislatif biasanya dikaitkan dengan peran lembaga parlemen atau „legislature‟, fungsi eksekutif dikaitkan dengan peran pemerintah dan fungsi yudikatif dengan lembaga peradilan.5

Lebih lanjut lagi sebenarnya otonomi daerah jika dikaitkan dengan teori Montesquieu tersebut merupakan mekanisme untuk mengatur kekuasaan Negara yang dibagikan secara vertikal dalam hubungan „atas-bawah‟.

Sebagaimana diketahui dalam berbagai literatur bahwa pemisahan kekuasaan dan pembagian kekuasaan itu sama-sama merupakan konsep mengenai pemisahan kekuasaan (Separation of Power) yang, secara akademis, dapat dibedakan antara pengertian sempit dan pengertian luas.

Dalam pengertian luas, konsep pemisahan kekuasaan (separation of power) itu juga mencakup pengertian pembagian kekuasaan yang biasa disebut dengan istilah „division of power’ (‘distribution of power’).

Pemisahan kekuasaan merupakan konsep hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal,

5 Jimly Asshiddiqie, “Otonomi Daerah dan Parlemen

(6)

sedangkan konsep pembagian kekuasaan bersifat vertikal. Secara horizontal, kekuasaan Negara dapat dibagi ke dalam beberapa cabang kekuasaan yang dikaitkan dengan fungsi lembaga-lembaga negara tertentu, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sedangkan dalam konsep pembagian kekuasaan (distribution of power atau division of power) kekuasaan negara dibagikan secara vertikal dalam hubungan „atas-bawah.6

Dalam hubungan konsep pembagian kekuasaan yang dimaksud dapat diberikan suatu pemahaman bahwa pembagian kekuasaan mengandung asas-asas dalam pelaksanaan Otonomi daerah. Dalam ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan terkait asas-asas yang berlaku dalam konsep pembagian kekuasaan, adapun menurut ketentuan peraturan tersebut bahwa, yaitu :7

1. Dalam ayat (1) bahwa Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum dan Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:

a. Asas Kepastian Hukum;

b. Asas tertib penyelenggara negara; c. Asas kepentingan umum;

d. Asas keterbukaan; e. Asas proporsionalitas; f. Asas profesionalitas; g. Asas akuntabilitas; h. Asas efisiensi; dan i. Asas efektivitas.

6 Ibid.

7 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan

Daerah, UU No. 32 Tahun 2004, Pasal 20.

2. Dalam ayat (2), bahwa dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Dalam ayat (3) bahwa dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Dalam suatu penjabaran terkait mengenai konsep dari pembagian kekuasaan, perihal kekhususan dalam asas-asas ini didasarkan pada ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3), di mana ke dua ayat ini mengkhususkan kinerja dari tugas daerah terhadap pusat, maka oleh sebab itu dalam berbicara landasan asas pelaksanaan Pemerintahan Daerah, maka dalam asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan menjadi dasar dari pembahasan.

Hak Masyarakat Atas Lingkungan Hidup Yang Sehat

Meninjau permasalahan hak masyarakat suatu negara dapat dilihat dalam hubungan dengan hak sebagai Warga Negara, dalam suatu keterkaitan pemahaman tersebut.Menurut Jimly Asshiddiqie,8 pengertian mengenai hak warga negara yang termasuk ke dalam hak masyarakat suatu negara merupakan hak-hak yang dijamin di dalam dan oleh UUD Tahun 1945, selain itu pengertian tentang hak asasi manusia dan hak

8 Jimly Asshiddiqie, Konstitusional Perempuan Dan

(7)

asasi warga negara dapat dikaitkan dengan pengertian “constitutional rights” yang dijamin dalam UUD 1945.

Berhubungan dengan hak warga negara/masyarakat negara, dalam ketentuan ketentuan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, diatur di dalamnya macam-macam hak warga negara, yang di mana salah satunya adalah hak setiap warga negara yang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan;9

Dalam perspektif pernyataan yang diberikan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 terkandung suatu pemahaman bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain.

Berhubungan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menjamin lingkungan yang sehat, dibentuklah suatu peraturan perundang-undangan yang mengacu

9 Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Amandemen ke-2. Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

kepada perlindungan dan pengelolaan lingkup hidup, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam ketentuan peraturan ini pun dinyatakan tujuan utama tentang pengaturan hak atas konsitusional, yaitu hak setiap atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.10

Selain itu dalam ketentuan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat seseorang berhak atas, yaitu : 1. Pendidikan lingkungan hidup,

UNESCO memberikan definisi pendidikan lingkungan hidup, yaitu :11 “Environmental Education is the process of recognizing values and clarifying concepts in order to develop skills and attitudes necessary to understand and appreciate the interrelatedness among man, his culture and his biophysical surroundings. Environmental education also entails practice in decision-making and self-formulating of a code of behavior about issues concerning environmental quality.”

Dalam terjemahan bahasa Indonesia, yaitu :

10 Indonesia, Undang-Undang tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU No. 32 Tahun 2009, Pasal 65 ayat (1).

11 UNESCO, Environmental Education, (New York:

Division of Science, Technical and Environmental Education, 1985), hal. 7.

(8)

"Pendidikan Lingkungan Hidup adalah proses mengenali nilai-nilai dan memperjelas konsep-konsep lingkungan

hidup dalam rangka untuk

mengembangkan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai keterkaitan antara manusia, budaya dan lingkungan biofisik nya. Pendidikan lingkungan juga memerlukan praktik dalam pengambilan keputusan dan diri merumuskan suatu kode perilaku tentang isu-isu tentang kualitas lingkungan.”

Dari pengertian yang diberikan oleh UNESCO memberikan suatu kesimpulan dalam pendidikan lingkungan hidup terdapat suatu pemahaman tentang keterikatan saling menghargai antara manusia dengan manusia lainnya dalam lingkup situasi budaya dan lingkungan biofisika dan untuk mengetahui suatu kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat dalam menunjang kelangsungan hidup manusia.

Selain itu ada beberapa komponen yang perlu diberikan dalam pendidikan lingkungan yaitu :12

a. Kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan dan tantangan lingkungan; b. Pengetahuan dan pemahaman tentang

lingkungan dan tantangan lingkungan; c. Sikap kepedulian terhadap lingkungan dan

motivasi untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas lingkungan;

12 UNESCO, Environmental Education, (New

York: Division of Science, Technical and Environmental Education, 1985), hal. 10.

d. Keterampilan untuk mengidentifikasi dan membantu menyelesaikan tantangan lingkungan;

e. Partisipasi dalam kegiatan yang mengarah pada resolusi tantangan lingkungan

2. Akses informasi;

Hak atas Akses informasi lingkungan hidup merupakan suatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peran serta dalam pengelolaan lingkungan hidup, di samping akan membuka peluang

bagi masyarakat untuk

mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Informasi lingkungan hidup dalam hal ini berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan, dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan hidup, baik pemantauan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas lingkungan hidup dan rencana tata ruang.13

13Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 32 Tahun 2009. Penjelasan Umum.

(9)

3. Akses partisipasi ;

Akses partisipasi dapat diartikan sebagai salah satu upaya pemenuhan hak masyarakat dalam suatu peran serta masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan melalui Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Landasan hukum peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan terdapat dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu :

a. Ayat (1), Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

b. Ayat (2), peran masyarakat dapat berupa:

1) Pengawasan sosial;

2) Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau; 3) Penyampaian informasi dan/atau

laporan.

c. Ayat (3), peran masyarakat dilakukan untuk:

1) Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

2) Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;

3) Menumbuhkembangkan

kemampuan dan kepeloporan masyarakat;

4) Menumbuhkembangkan

ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan

5) Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam

rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.

4. Akses keadilan.

Akses terhadap keadilan adalah salah satu bentuk pengejahwantahan dari prinsip negara hukum dan pengakuan hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam UUD Tahun 1945. Keseluruhan hak dan kewajiban yang digariskan dalam UUD Tahun 1945 merupakan kesatuan upaya untuk mencapai tujuan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu mencapai keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Tercapainya keadilan sosial ini juga menjadi tujuan konsepsi akses terhadap keadilan.14

Adapun akses keadilan terhadap lingkungan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai situasi di mana akses pada manfaat lingkungan dan sumber daya alam, serta risiko dan bahaya lingkungan yang menyertainya didistribusikan secara adil dan tanpa diskiriminasi. Termasuk dalam keadilan lingkungan adalah dinikmatinya akses pada informasi tentang lingkungan dan sumber daya alam dan partisipasi dalam pengambilan keputusan oleh semua pihak.15

14Kelompok Kerja Akses terhadap Keadilan

Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan, (Jakarta : Direktorat Hukum dan HAM, 2009), hal. 20.

(10)

Pemenuhan Hak Masyarakat Atas Lingkungan Hidup Yang Sehat Oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan

Permasalahan yang kompleks dalam pemenuhan Hak Masyarakat Atas Lingkungan Hidup perlu dipertimbangan dalam segi pertambahan jumlah penduduk yang dapat menimbulkan suatu perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat yang semakin meningkat sehingga berdampak kepada permasalahan penumpukan hasil organic tanpa daur ulang yaitu sampah.

Dalam permasalahan tersebut hal yang perlu dipertimbangan adalah pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan.

Permasalahan lainnya yaitu menyangkut kesadaran masyarakat dalam memenuhi hak pribadinya untuk ikut dan turut serta dalam menjaga kebersihan. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidupnya akan terbangun dengan baik apabila pendidikan tentang lingkungan hidup itu sendiri telah diberikan dan sampai kepada mereka, baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal.

Sikap dan tindakan yang ramah dan berpihak pada lingkungan hidup merupakan perwujudan dari kesadaran yang telah terbentuk melalui pemahaman dan penghayatan yang baik terhadap fungsi lingkungan hidup itu sendiri bagi mereka. Oleh sebab itu, pendidikan lingkungan hidup menjadi salah satu pilar dalam memberikan kontribusinya bagi pembangunan yang berkelanjutan. Pelatihan guru menjadi kunci utama keberhasilan pendidikan lingkungan hidup. Dengan keterampilan (skills) dan pengetahuan yang memadai yang mereka dapat dari pelatihan, diharapkan mereka mampu mengajarkan pendidikan lingkungan hidup di sekolah dengan baik. Lebih lanjut, mereka diharapkan mampu mengintegrasikan materi pendidikan lingkungan hidup itu sendiri ke dalam mata ajaran kurikulum yang ada, mengingat pendidikan lingkungan hidup disarankan untuk tidak disampaikan berdiri sendiri. Pendidikan lingkungan hidup tidak memiliki kurikulum tersendiri di sekolah hanya beberapa sekolah saja yang sudah menerapkan kurikulum tersendiri. Perubahan sikap akan mudah dibangun pada usia dini, Pendidikan Dasar. Oleh sebab itu, pendidikan lingkungan hidup untuk jalur formal pada saat ini berpusat pada Pendidikan Dasar.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah sudah

(11)

diberlakukan. Setiap rumah tangga sebagai penghasil sampah tidak bisa lagi mengabaikan urusan sampahnya dengan alasan sudah membayar iuran kebersihan. Pengelolaan sampah tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah dengan “kumpul, angkut, buang” ke TPA saja, tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Masalah sampah tidak bisa diselesaikan hanya oleh Pemerintah. Sudah saatnya sebagai penghasil sampah kita ikut membantu, bahkan ikut bertanggung jawab minimal mengurus sampahnya sendiri.

Beberapa ketentuan dalam UU No. 18 Tahun 2008 yang terkait dengan peran serta masyarakat, yaitu:

a. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. (Pasal 4) b. Setiap orang dalam pengelolaan sampah

rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. (Pasal 12).

c. Pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan

fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah. (Pasal 13). d. Pengelolaan sampah rumah tangga dan

sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas: (Pasal 19).

1) Pengurangan sampah; 2) Penanganan sampah.

Dengan semakin maju dan berkembang suatu masyarakat, semakin banyak pula sampah yang dihasilkan, terutama sampah dari bahan plastik dan organik. Pemerintah Daerah pun kesulitan dalam menanggulangi masalah sampah, sehingga ada baiknya masalah sampah ini turut dipikul oleh tiap rumah tangga, tiap kompleks perumahan, asrama-asrama, pasar industri pabrik dan perusahaan. Terlibatnya semua pihak maka tugas dari Pemerintah Daerah dapat diperingan, sehingga tak akan terdapat timbunan-timbunan sampah dalam tempat penimbunan sampah sementara, tak ada sampah yang dibuang di suatu tempat di pinggir sungai atau badan air lainnya, yang dapat menutup sungai dan mencemari air sungai tersebut.

Untuk mewujudkan kota bersih dan hijau, pemerintah telah mencanangkan berbagai program yang pada dasarnya bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sampah contohnya Program Adipura. Apresiasi

(12)

pemerintah dan masyarakat selalu dituntut untuk melakukan pengelolaan sampah sehingga pada gilirannya sampah dapat diolah secara mandiri dan menjadi sumberdaya. Mencermati fenomena di atas maka sangat diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat dalam upaya mewujudkan perkotaan dan perdesaan yang bersih dan hijau Dengan uraian diatas jelaslah betapa pentingnya penanganan sampah rumah tangga agar tercipta lingkungan yang bersih dan terjaga.

Jadi dalam hal ini permasalahan yang ada hanyalah dalam lingkup sampah sehingga dalam upaya penyelesaiannya diharapkan adanya kesadaran dari masyarakat, yang dimana kesadaran tersebut timbul antara lain melalui pendidikan sejak dini.

Penutup

Dari pembahasan di atas tersebut dapat diberikan suatu kesimpulan bahwa peranan Dinas Kebersihan Kabupaten Bogor memiliki peranan yang sangat penting dalam memberikan lingkungan masyarakat yang sehat, dengan system tugas dan kewenangan yang diberikan oleh Peraturan Daerah berdasarkan asas otonomi daerah, diharapkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan dapat berjalan sesuai dengan kehendak dan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, atas Hak seseorang untuk Hidup Sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. “Otonomi Daerah dan Parlemen Di Daerah”. Makalah.

Asshiddiqie, Jimly. Konstitusional Perempuan Dan Tantangan Penegakannya. Artikel.

Miftah Thoha. “Menejemen Pembangunan Daerah Tingkat II” dalam Prisma, No. 12, 1985. Majalah.

Rudi, R, dkk. Dimensi Keruangan Kota, Artikel, Universitas Indonesia, 2001.

Soehino.Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty. 2000. UNESCO, Environmental Education, (New York:

Division of Science, Technical and Environmental Education, 1985.

Kelompok Kerja Akses terhadap Keadilan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan. Jakarta : Direktorat Hukum dan HAM, 2009.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYIMPULKAN HASIL PERCOBAAN GAYA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN SAVI (SOMATIC, AUDITORY, VISUALITATION, INTELLECTUALLY) (Penelitian

▪ EIGRP adalah protokol routing yang hanya di adopsi oleh router cisco atau sering disebut sebagai proprietary protocol pada CISCO, dimana EIGRP ini hanya bisa digunakan sesama

Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan kombinasi jagung manis dengan bubur rumput laut berpengaruh nyata terhadap semua parameter sifat kimia (

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehinga dapat menyelesaikan penulisan skripsi penelitian yang berjudul : ‘’ Evaluasi Tingkat Kepuasan

Tujuan penelitian adalah: (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pengelolaan pembangunan perdesaan partisipatif, di Kabupaten Bone dan Kabupaten

Tingkat pendapatan rumahtangga (household income) merupakan indikator yang tidak bisa diandalkan untuk mengukur tinggi atau rendahnya kesejahteraan seseorang karena

Infusa batang Brotowali (T. crispa) dapat meningkatkan nafsu makan pada dosis 5,12 g/kgBB selama 10 hari pertama pemberian infusa, setelah itu nafsu makan tidak meningkat lagi.