• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Sediaan Gel Dan Krim Dari Ekstrak Rimpang Jahe Merah Zingiber Officinale Roscoe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Formulasi Sediaan Gel Dan Krim Dari Ekstrak Rimpang Jahe Merah Zingiber Officinale Roscoe"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI SEDIAAN GEL DAN KRIM DARI EKSTRAK

RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe)

SKRIPSI

OLEH:

ESTER NATALIA PANJAITAN NIM 081501071

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

FORMULASI SEDIAAN GEL DAN KRIM DARI EKSTRAK

RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara OLEH:

ESTER NATALIA PANJAITAN NIM 081501071

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN GEL DAN KRIM DARI EKSTRAK

RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe)

OLEH:

ESTER NATALIA PANJAITAN NIM 081501071

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: Oktober 2012

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. Dra. Saodah, M.Sc., Apt. NIP 195008221974121002 NIP 194901131976032001

Pembimbing II, Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002

Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195107031977102001 NIP 195109081985031002

Poppy Anjelisa Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Medan, Oktober 2012 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan

rahmat, kasih dan karunianNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

yang berjudul ”Formulasi Sediaan Gel dan Krim dari Ekstrak Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan

ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas

sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Bapak Drs. Awaluddin

Saragih, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku

pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama

penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini serta kepada Ibu Prof. Julia

Reveny, M.Si., Ph.D., Apt., selaku penasehat akademis yang telah memberikan

bimbingan kepada penulis. Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt., Bapak Drs. Suryadi

Achmad, M.Sc., Apt., dan Ibu Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, M.Si., Apt.,

selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan

serta Bapak kepala Laboratorium Obat Tradisional dan Ibu kepala Laboratorium

Farmasetika Dasar yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis

(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada

terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, H. Panjaitan dan D. Siagian,

yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, juga

kepada Abang dan Adik-adikku yang selalu setia memberi doa, dorongan, dan

semangat, serta kepada Teman-teman farmasi, terkhusus STF 2008, yang telah

memberi bantuan, dukungan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian.

Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu

diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaannya. Harapan

saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan kefarmasian.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Ester Natalia Panjaitan NIM 081501071

(6)

FORMULASI SEDIAAN GEL DAN KRIM DARI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe)

ABSTRAK

Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah satu dari temu-temuan suku Zingiberaceae yang sudah digunakan sebagai obat secara turun-temurun karena mempunyai komponen volatile (minyak atsiri) dan non volatile (oleoresin) paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis jahe yang lain yaitu kandungan minyak atsiri sekitar 2,58-3,90% dan oleoresin 3%. Rimpang jahe merah biasa digunakan sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, antiinflamasi, menurunkan kadar kolesterol, mencegah depresi, impotensi, dan lain-lain.

Tahapan penelitian ini adalah pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan gel berbasis HMPC (Hidroksi Propil Metil Selulosa) dan krim menggunakan dasar vanishing cream dengan konsentrasi ekstrak rimpang jahe merah 2%, 4%, 6%, dan 8% pada kedua jenis sediaan, penentuan mutu fisik sediaan selama 12 minggu pada suhu kamar meliputi pemeriksaan stabilitas dan homogenitas, penentuan pH, viskositas (gel), dan tipe emulsi (krim), dan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, serta uji penilaian organoleptik sediaan dengan metode Hedonik menggunakan 20 panelis berdasarkan parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan. Ekstrak diperoleh secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%, kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan freeze

dryer sehingga diperoleh ekstrak kental.

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia diperoleh kadar air 7,96%, kadar sari larut air 21,78%, kadar sari larut etanol 10,43%, kadar abu total 3,42%, dan kadar abu tidak larut asam 1,32%. Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan gel dan krim menunjukkan bahwa tidak ada terjadi perubahan konsistensi, warna, dan aroma kecuali pada sediaan gel 8% yang mengalami perubahan konsistensi yaitu pemisahan fase selama penyimpanan. Sediaan gel dan krim yang dihasilkan homogen dan mempunyai range pH 5,3-6,0 pada sediaan gel dan 6,7-7,1 pada sediaan krim. Sediaan gel mengalami penurunan viskositas selama penyimpanan. Sediaan krim yang dihasilkan memiliki tipe emulsi m/a. Pada uji iritasi, sediaan gel 6% dan 8% serta sediaan krim 8% dapat menyebabkan kulit kemerahan dan gatal-gatal. Hasil uji penilaian organoleptik menunjukkan bahwa sediaan gel 4% paling disukai oleh panelis berdasarkan parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan.

(7)

GEL AND CREAM FORMULATIONS OF RED GINGER EXTRACT (Zingiber officinale Roscoe)

ABSTRACT

Red ginger (Zingiber officinale Roscoe) is one of retrieval findings Zingiberaceae tribes that have been used as medicine for generations because it have volatile content and non volatile content are highest when compared to other types of ginger which is about 2.58 to 3.90% volatile content and 3% oleoresin. Red ginger rhizome is commonly used as a cure colds, indigestion, as an analgesic, antipyretic, anti-inflammatory, lower cholesterol, prevent depression, impotence, and others.

Stages of this study is an examination of the characteristics of botanicals, extracts manufacturing, manufacturing-based gel preparation HMPC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose) and cream using vanishing cream base with red ginger rhizome extract concentrations of 2%, 4%, 6%, and 8% in both types of preparations, the determination of the physical quality of the preparation for 12 weeks at room temperature include checking the stability and homogeneity, the determination of pH, viscosity (gel), and the type of emulsion (cream), and irritation of the skin test volunteers, as well as organoleptic assessment test preparation hedonic method using 20 panelists parameters based on the smell, sensation in the skin, and the color of the preparation. The extract obtained by percolation using ethanol 96%, then concentrated using a rotary evaporator and dried using a freeze dryer to obtain viscous extract.

The result of the characteristics of the crude gained 7.96% water content, water-soluble extract content of 21.78%, ethanol-soluble extract content 10,43%, total ash of 3.42% and acid insoluble ash content of 1.32%. The result of the stability of the gel and cream preparations showed no change consistency, color, and smell than the gel 8% gel preparations that are changing the consistency of the phase separation during storage. Gel and cream preparations produced homogeneous and has a pH range from 5.3 to 6.0 in the gel preparations and from 6.7 to 7.1 in cream preparations. The preparation gel viscosity decreased during storage. Preparations cream resulting emulsion has type m/a. In irritation test, gel preparation 6% and 8%, and 8% cream dosage may cause skin redness and itching. Organoleptic assessment test results showed that 4% gel preparations most preferred by the panelists based on parameters the smell, sensation in the skin, and the color of the preparation.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 4 1.3 Hipotesis ... 4 1.4 Tujuan Penelitian ... 4 1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Uraian Tumbuhan ... 6

2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh ... 6

2.1.2 Morfologi tumbuhan ... 6

2.1.3 Sistematika tumbuhan ... 7

2.1.4 Nama asing ... 8

(9)

2.1.6 Kegunaan ... 9

2.1.7 Penggolongan tumbuhan ... 9

2.2 Simplisia dan Ekstrak ... 11

2.2.1 Simplisia ... 11 2.2.2 Ekstrak ... 11 2.3 Kulit ... 13 2.3.1 Struktur kulit ... 13 2.3.2 Fungsi kulit ... 14 2.4 Gel ... 14

2.5 Hidroksi propil metil sellulosa (HPMC) ... 17

2.6 Krim ... 17

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Alat dan Bahan ... 19

3.1.1 Alat-alat ... 19

3.1.2 Bahan-bahan ... 19

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel ... 20

3.2.1 Pengumpulan sampel ... 20

3.2.2 Identifikasi sampel ... 20

3.2.3 Pengolahan sampel ... 20

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 21

3.3.1 Pemeriksaan makroskopik ... 21

3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 21

3.3.3 Penetapan kadar air ... 21

3.3.4 Penetapan kadar sari larut air ... 22

(10)

3.3.6 Penetapan kadar abu total ... 23

3.3.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 23

3.4 Pembuatan Ekstrak ... 23

3.5 Pembuatan Sediaan ... 24

3.5.1 Pembuatan sediaan gel ... 24

3.5.1.1 Formulasi basis gel ... 24

3.5.1.2 Formulasi sediaan gel ... 25

3.5.2 Pembuatan sediaan krim ... 26

3.5.2.1 Formulasi dasar krim ... 26

3.5.2.2 Formulasi sediaan krim ... 27

3.6 Penentuan mutu fisik sediaan ... 28

3.6.1 Pemeriksaan stabilitas sediaan ... 28

3.6.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan ... 28

3.6.3 Penentuan pH sediaan ... 28

3.6.4 Penentuan viskositas sediaan gel ... 29

3.6.5 Penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 29

3.6.6 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 29

3.7 Uji penilaian organoleptik sediaan ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ... 32

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 32

4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ... 32

4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik ... 32

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ... 33

(11)

4.4 Hasil Pembuatan dan Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 34

4.4.1 Hasil pembuatan sediaan ... 34

4.4.2 Hasil penentuan mutu fisik sediaan ... 36

4.4.2.1 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan ... 36

4.4.2.2 Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan ... 38

4.4.2.3 Hasil penentuan pH sediaan ... 39

4.4.2.4 Hasil penentuan viskositas sediaan gel ... 40

4.4.2.5 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 41

4.4.2.6 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan .... 42

4.5 Hasil Uji Penilaian Organoleptik Sediaan Gel ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Rancangan formula sediaan gel ... 25

3.2 Rancangan formula sediaan krim ... 27

3.3 Skala numerik pada uji penilaian organoleptik sediaan gel ... 31

4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ... 33

4.2 Hasil pengamatan sediaan gel secara visual saat sediaan selesai dibuat ... 34

4.3 Hasil pengamatan sediaan krim secara visual saat sediaan selesai dibuat ... 35

4.4 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan gel ... 36

4.5 Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan krim ... 37

4.6 Hasil penentuan pH sediaan gel... 39

4.7 Hasil penentuan pH sediaan krim ... 39

4.8 Hasil penentuan viskositas sediaan gel ... 40

4.9 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan ... 41

4.10 Hasil uji iritasi sediaan gel terhadap kulit sukarelawan ... 42

4.11 Hasil uji iritasi sediaan krim terhadap kulit sukarelawan ... 43

4.12 Hasil uji penilaian organoleptik sediaan gel ... 46

4.13 Hasil uji penilaian organoleptik sediaan krim ... 46

4.14 Hasil penentuan mutu fisik dan uji penilaian organoleptik sediaan ... 47

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat hasil identifikasi tumbuhan jahe merah ... 53

2. Gambar tumbuhan jahe merah ... 54

3. Gambar makroskopik rimpang jahe merah ... 55

4. Gambar simplisia dan serbuk simplisia rimpang jahe merah ... 56

5. Hasil mikroskopik serbuk simplisia rimpang jahe merah dengan medium kloralhidrat ... 57

6. Hasil mikroskopik serbuk simplisia rimpang jahe merah dengan medium air suling ... 58

7. Gambar alat yang digunakan ... 59

8. Bagan kerja pembuatan serbuk simplisia dan karakterisasi simplisia rimpang jahe merah ... 60

9. Bagan kerja pembuatan ekstrak rimpang jahe merah ... 61

10. Bagan kerja pembuatan basis gel ... 62

11. Bagan kerja pembuatan, penentuan mutu fisik, dan uji penilaian organoleptik sediaan gel ... 63

12. Bagan kerja pembuatan dasar krim ... 64

13. Bagan kerja pembuatan, penentuan mutu fisik, dan uji penilaian organoleptik sediaan krim ... 65

14. Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia rimpang jahe merah ... 66

15. Perhitungan penetapan kadar air serbuk simplisia rimpang jahe merah ... 67

16. Perhitungan penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia rimpang jahe merah ... 68

17. Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol serbuk simplisia rimpang jahe merah ... 69

(14)

18. Perhitungan penetapan kadar abu total serbuk simplisia

rimpang jahe merah ... 70

19. Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia rimpang jahe merah ... 71

20. Gambar hasil sediaan gel ... 72

21. Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan gel ... 73

22. Contoh perhitungan nilai viskositas sediaan gel ... 74

23. Gambar hasil sediaan krim ... 76

24. Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan krim ... 77

25. Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 78

26. Format lembar informasi untuk sukarelawan ... 79

27. Format surat pernyataan persetujuan ikut serta dalam penelitian (Inform consent) ... 80

28. Format uji penilaian organoleptik sediaan berdasarkan parameter aroma sediaan ... 81

29. Format uji penilaian organoleptik sediaan berdasarkan parameter sensasi di kulit ... 82

30. Format uji penilaain organoleptik sediaan berdasarkan parameter warna sediaan ... 83

31. Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan gel berdasarkan parameter aroma sediaan ... 84

32. Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan gel berdasarkan parameter sensasi di kulit ... 87

33. Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan gel berdasarkan parameter warna sediaan ... 89

34. Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan krim berdasarkan parameter aroma sediaan ... 91

35. Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan krim berdasarkan parameter sensasi di kulit ... 93

36. Contoh perhitungan uji penilaian organoleptik sediaan krim berdasarkan parameter warna sediaan ... 95

(15)

FORMULASI SEDIAAN GEL DAN KRIM DARI EKSTRAK RIMPANG JAHE MERAH (Zingiber officinale Roscoe)

ABSTRAK

Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah satu dari temu-temuan suku Zingiberaceae yang sudah digunakan sebagai obat secara turun-temurun karena mempunyai komponen volatile (minyak atsiri) dan non volatile (oleoresin) paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis jahe yang lain yaitu kandungan minyak atsiri sekitar 2,58-3,90% dan oleoresin 3%. Rimpang jahe merah biasa digunakan sebagai obat masuk angin, gangguan pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, antiinflamasi, menurunkan kadar kolesterol, mencegah depresi, impotensi, dan lain-lain.

Tahapan penelitian ini adalah pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan sediaan gel berbasis HMPC (Hidroksi Propil Metil Selulosa) dan krim menggunakan dasar vanishing cream dengan konsentrasi ekstrak rimpang jahe merah 2%, 4%, 6%, dan 8% pada kedua jenis sediaan, penentuan mutu fisik sediaan selama 12 minggu pada suhu kamar meliputi pemeriksaan stabilitas dan homogenitas, penentuan pH, viskositas (gel), dan tipe emulsi (krim), dan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, serta uji penilaian organoleptik sediaan dengan metode Hedonik menggunakan 20 panelis berdasarkan parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan. Ekstrak diperoleh secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%, kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan freeze

dryer sehingga diperoleh ekstrak kental.

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia diperoleh kadar air 7,96%, kadar sari larut air 21,78%, kadar sari larut etanol 10,43%, kadar abu total 3,42%, dan kadar abu tidak larut asam 1,32%. Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan gel dan krim menunjukkan bahwa tidak ada terjadi perubahan konsistensi, warna, dan aroma kecuali pada sediaan gel 8% yang mengalami perubahan konsistensi yaitu pemisahan fase selama penyimpanan. Sediaan gel dan krim yang dihasilkan homogen dan mempunyai range pH 5,3-6,0 pada sediaan gel dan 6,7-7,1 pada sediaan krim. Sediaan gel mengalami penurunan viskositas selama penyimpanan. Sediaan krim yang dihasilkan memiliki tipe emulsi m/a. Pada uji iritasi, sediaan gel 6% dan 8% serta sediaan krim 8% dapat menyebabkan kulit kemerahan dan gatal-gatal. Hasil uji penilaian organoleptik menunjukkan bahwa sediaan gel 4% paling disukai oleh panelis berdasarkan parameter aroma, sensasi di kulit, dan warna sediaan.

(16)

GEL AND CREAM FORMULATIONS OF RED GINGER EXTRACT (Zingiber officinale Roscoe)

ABSTRACT

Red ginger (Zingiber officinale Roscoe) is one of retrieval findings Zingiberaceae tribes that have been used as medicine for generations because it have volatile content and non volatile content are highest when compared to other types of ginger which is about 2.58 to 3.90% volatile content and 3% oleoresin. Red ginger rhizome is commonly used as a cure colds, indigestion, as an analgesic, antipyretic, anti-inflammatory, lower cholesterol, prevent depression, impotence, and others.

Stages of this study is an examination of the characteristics of botanicals, extracts manufacturing, manufacturing-based gel preparation HMPC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose) and cream using vanishing cream base with red ginger rhizome extract concentrations of 2%, 4%, 6%, and 8% in both types of preparations, the determination of the physical quality of the preparation for 12 weeks at room temperature include checking the stability and homogeneity, the determination of pH, viscosity (gel), and the type of emulsion (cream), and irritation of the skin test volunteers, as well as organoleptic assessment test preparation hedonic method using 20 panelists parameters based on the smell, sensation in the skin, and the color of the preparation. The extract obtained by percolation using ethanol 96%, then concentrated using a rotary evaporator and dried using a freeze dryer to obtain viscous extract.

The result of the characteristics of the crude gained 7.96% water content, water-soluble extract content of 21.78%, ethanol-soluble extract content 10,43%, total ash of 3.42% and acid insoluble ash content of 1.32%. The result of the stability of the gel and cream preparations showed no change consistency, color, and smell than the gel 8% gel preparations that are changing the consistency of the phase separation during storage. Gel and cream preparations produced homogeneous and has a pH range from 5.3 to 6.0 in the gel preparations and from 6.7 to 7.1 in cream preparations. The preparation gel viscosity decreased during storage. Preparations cream resulting emulsion has type m/a. In irritation test, gel preparation 6% and 8%, and 8% cream dosage may cause skin redness and itching. Organoleptic assessment test results showed that 4% gel preparations most preferred by the panelists based on parameters the smell, sensation in the skin, and the color of the preparation.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai

tanaman berkhasiat obat menjadi salah satu upaya dalam penanggulangan masalah

kesehatan yang dihadapi. Pengetahuan tentang tanaman obat ini merupakan

warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman yang secara turun-temurun telah

diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya sampai saat ini

(Wijayakusuma, 1996).

Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan modern yang semakin pesat

dan canggih di zaman sekarang ini, ternyata tidak mampu menggeser atau

mengesampingkan begitu saja obat tradisional, tetapi justru saling melengkapi.

Hal ini terbukti dari banyaknya peminat pengobatan tradisional. Namun yang

menjadi masalah dan kesulitan bagi para peminat obat tradisional adalah

kurangnya pengetahuan dan informasi yang memadai mengenai berbagai jenis

tumbuhan yang dipakai sebagai obat tradisional untuk pengobatan penyakit

tertentu dan cara pemanfaatannya (Dalimartha, 2000).

Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan juga mendukung

pengobatan tradisional yang berkembang di Indonesia, terutama untuk

mengantisipasi harga obat yang mahal. Untuk itu, telah terbit Surat Keputusan

Menteri Kesehatan tentang pembentukan Sentra Pengembangan dan Penerapan

Pengobatan Tradisional (Sentra P3T) (Dalimartha, 2000).

Salah satu tumbuhan berkhasiat obat diantaranya adalah rimpang dari

(18)

satu dari temu-temuan suku Zingiberaceae yang berperan penting dalam berbagai

aspek di masyarakat Indonesia. Rimpang jahe merah sudah digunakan sebagai

obat secara turun-temurun karena mempunyai komponen volatile (minyak atsiri)

dan non volatile (oleoresin) paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis jahe

yang lain yaitu kandungan minyak atsiri sekitar 2,58-3,90% dan oleoresin 3%.

Rimpang jahe merah biasa digunakan sebagai obat masuk angin, gangguan

pencernaan, sebagai analgesik, antipiretik, antiinflamasi, menurunkan kadar

kolesterol, mencegah depresi, impotensi, dan lain-lain (Hapsoh, dkk., 2010).

Contoh pemanfaatan rimpang jahe merah secara tradisional untuk

pengobatan reumatik adalah rimpang secukupnya dibakar, kemudian dicuci bersih

dan diparut, selanjutnya ditempelkan pada bagian yang sakit dan dilakukan secara

teratur sampai sembuh, sedangkan untuk pengobatan pegal-pegal adalah rimpang

sebesar ibu jari dibakar dan dibersihkan, kemudian direbus bersama dengan susu

perah secukupnya, lalu diminum (Anonim b., 2008).

Hasil uji preklinis terhadap mencit pada sebuah penelitian di tahun 2009

menunjukkan bahwa ekstrak rimpang jahe merah 4% pada sediaan topikal

memberikan efek antiinflamasi yang hampir sama dengan antiinflamasi NSAID

(Saida, 2009). Hasil penelitian Septiana, dkk., (2002) menunjukkan bahwa ekstrak

air rimpang jahe merah mempunyai aktivitas antioksidan terhadap asam linoleat

dengan menghambat pembentukan malonaldehida. Beberapa hasil penelitian

menujukkan kemampuan jahe mencegah kanker, diantaranya ekstrak etanol jahe

merah dengan konsentrasi 0,2-1 mg/ml dapat menghambat pertumbuhan sel tumor

pada manusia dan hamster secara in-vitro (Unnikrishnan and Kuttan, 1988).

Pada penelitian ini, ekstrak rimpang jahe merah diformulasi menjadi 2

(19)

menggunakan dasar vanishing cream. Sediaan gel mempunyai keuntungan

diantaranya tidak lengket, mudah mengering dan membentuk lapisan film

sehingga mudah dicuci. HPMC dapat menghasilkan gel yang netral, jernih, tidak

berwarna, stabil pada pH 3-11, mempunyai resistensi yang baik terhadap serangan

mikroba serta memberikan kekuatan film yang baik bila mengering pada kulit

(Suardi, dkk., 2008).

Dasar vanishing cream yang digunakan umumnya adalah krim dengan tipe

emulsi minyak dalam air yang berarti mengandung air dalam persentasi yang

besar sehingga mudah tercuci. Setelah pemakaian krim, air akan menguap

meninggalkan sisa berupa selaput tipis asam stearat (Ansel, 1989). Selain mudah

tercuci, krim tipe m/a tidak meninggalkan bekas di kulit dan menimbulkan rasa

nyaman karena menghasilkan sensasi dingin setelah air menguap pada daerah

yang digunakan (Lachman, dkk., 1994).

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian untuk

mengetahui karakteristik simplisia rimpang jahe merah, pembuatan ekstrak,

pembuatan sediaan gel berbasis HPMC dan sediaan krim menggunakan dasar

vanishing creram dengan konsentrasi ekstrak 2%, 4%, 6%, dan 8%, penentuan

mutu fisik sediaan selama 12 minggu pada suhu kamar meliputi pemeriksaan

stabilitas dan homogenitas, penentuan pH, viskositas (gel), dan tipe emulsi (krim),

dan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, serta uji penilaian organoleptik sediaan

dengan metode Hedonik menggunakan 20 panelis berdasarkan parameter aroma,

sensasi di kulit, dan warna sediaan sehingga akan diketahui formula sediaan mana

(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada

penilitian ini adalah:

a. Bagaimana karakteristik simplisia rimpang jahe merah jika dapat

dibandingkan dengan yang terdapat pada Materia Medika Indonesia (MMI)?

b. Apakah ekstrak rimpang jahe merah dapat diformulasi menjadi sediaan gel

dan krim?

c. Apakah dapat ditentukan formula sediaan yang paling baik berdasarkan mutu

fisik dan uji penilaian organoleptik sediaan?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penilitian ini

adalah:

a. Hasil karakterisasi simplisia rimpang jahe merah memenuhi syarat

karakterisasi yang tertera pada MMI.

b. Ekstrak rimpang jahe merah dapat diformulasi menjadi sediaan gel dan krim.

c. Formula sediaan yang paling baik berdasarkan mutu fisik dan uji penilaian

organoleptik sediaan dapat ditentukan.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui:

a. Karakterisasi simplisia rimpang jahe merah.

b. Bagaimana cara pembuatan sediaan gel dan krim dari ekstrak rimpang jahe

(21)

c. Formula sediaan yang paling baik berdasarkan mutu fisik dan uji penilaian

organoleptik sediaan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh pada penelitian ini adalah untuk pengembangan

obat tradisional khususnya memberikan informasi mengenai pemanfaatan

rimpang jahe merah dalam formulasi sediaan gel dan krim sebagai antiinflamasi

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, morfologi

tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama asing, kandungan kimia dan kegunaan

tumbuhan.

2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh

Jahe merah merupakan tanaman obat dan rempah berupa tumbuhan

rumpun berbatang semu yang berasal dari India sampai Cina dan tersebar di

daerah tropis seperti benua Asia dan Kepulauan Pasifik (Hasanah, dkk., 2004).

Tanaman ini dapat tumbuh sampai pada ketinggian 900 m dari permukaan

laut, tetapi akan lebih baik tumbuhnya pada ketinggian 200-600 m dari permukaan

laut (Paiman, 1991).

Daerah utama produsen jahe merah di Indonesia adalah Jawa Barat

(Sukabumi, Sumedang, Majalengka, Cianjur, Garut, Ciamis, dan Subang), Banten

(Lebak dan Pandeglang), Jawa Tengah (Magelang, Boyolali, Salatiga), Jawa

Timur (Malang Probolinggo, Pacitan), Sumatera Utara (Simalungun), Bengkulu,

dan lain-lain (Hasanah, dkk., 2004).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Tanaman jahe merah tergolong terna, berbatang semu, beralur, tinggi

sekitar 30-60 cm. Rimpangnya bercabang-cabang, agak melebar, bagian dalamnya

berwarna kuning muda dengan ujung merah muda. Rimpang jahe berkulit agak

tebal, berwarna coklat, membungkus daging umbi yang berserat, beraroma khas,

(23)

Bentuk daun bulat panjang dan tidak lebar. Berdaun tunggal, berbentuk

lanset dengan panjang 15-23 mm, lebar 8-15 mm; tangkai daun berbulu, panjang

2-4 mm; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5-10 mm, dan tidak berbulu.

Perbungaan berupa malai tersembul di permukaan tanah, berbentuk tongkat atau

bundar telur yang sempit, 2,75-3 kali lebarnya; panjang malai 3,5-5 cm, lebar

1,5-1,75 cm; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm; sisik pada gagang

terdapat 5-7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, panjang sisik

3-5 cm. Bunga memiliki 2 kelamin dengan 1 benang sari dan 3 putik bunga daun

pelindung, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang

2,5 cm, lebar 1-1,75 cm; mahkota bunga berbentuk tabung 2-2,5 cm, helainya

agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5-2,5 mm,

lebar 3-3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap berbintik-bintik berwarna putih

kekuningan, panjang 12-15 mm; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm;

tangkai putik ada 2 (Hapsoh, dkk., 2008).

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Sistematika tanaman jahe merah menurut Tjitrosupomo (1991) adalah

sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Marga : Zingiberis

Spesies : Zingiber officinale Roscoe

(24)

2.1.4 Nama Asing

Nama asing tanaman jahe merah adalah halia, haliya padi, haliya udang

(Malaysia); luya, allam (Filipina); adu, ale, ada (India); sanyabil (Arab); chiang

p’I, khan ciang, kiang, sheng chiang (Cina); gember (Belanda); ginger (Inggris); gingembre, herbe au giingimbre (Perancis) (Hapsoh, dkk., 2008).

2.1.5 Kandungan kimia

Komposisi kimia jahe merah terdiri dari minyak atsiri 2-4% yang

menyebabkan bau harum, dimana komponen utamanya adalah zingiberen (35%),

kurkumin (18%), farnesene (10%), serta bisabolene dan b-sesquiphellandrene

dalam jumlah kecil, 40 hidrokarbon monoterpenoid yang berbeda seperti

1,8-cineole, linalool, borneol, neral, dan geraniol. Di samping itu, rimpang jahe merah

juga mengandung lemak, lilin, karbohidrat, vitamin A, B, dan C, mineral

senyawa-senyawa flavonoid, enzim proteolitik yang disebut zingibain, kamfena,

limonene, sineol, zingiberal, gingerin, kavikol, zingiberin, zingiberol, minyak

damar, pati, asam malat, asam oksalat (Govindarajan, 1982).

Rimpang jahe merah juga mengandung minyak tidak menguap yaitu

oleoresin sampai 3%, merupakan senyawa fenol dengan rantai karbon samping

yang terdiri dari tujuh atau lebih atom karbon. Komponen ini merupakan

pembentuk rasa pedas yang tidak menguap pada jahe. Komponen dalam oleoresin

jahe terdiri atas gingerol, gingerdiols, gingerdiones, dihidrogingerdiones, shagaol,

paradols, dan zingerone (Govindarajan, 1982).

2.1.6 Kegunaan

Rimpang jahe merah biasa digunakan sebagai obat masuk angin, obat

gosok pada pengobatan penyakit encok dan sakit kepala, bahan obat, bumbu

(25)

pencernaan, sebagai antioksidan, antitusif, analgesik, antipiretik, antiinflamasi,

menurunkan kadar kolesterol, mencegah depresi, impotensi, dan lain-lain

(Hapsoh, dkk., 2010).

2.1.7 Penggolongan tumbuhan

Berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya dikenal 3 jenis jahe,

yaitu jahe putih/kuning besar atau sering disebut jahe gajah, jahe putih kecil/jahe

emprit, dan jahe merah. Berikut dijelaskan gambaran umum ketiga jenis jahe

tersebut.

a. Jahe putih/kuning besar/jahe gajah/jahe badak (Zingiber officinale var.

officinale)

Batang berbentuk bulat, hijau muda, diselubungi pelepah daun sehingga

agak keras. Tinggi tanaman 55,88-88,38 cm. Daun tersusun berselang-seling dan

teratur, permukaan daun bagian atas hijau muda jika dibandingkan dengan

bagian bawah. Ukuran daun yaitu panjang 17,42-21,99 cm, lebar 2,00-2,45 cm,

lebar tajuk 41,05-53,81 cm dan jumlahnya dalam satu tanaman mencapai 25-31

lembar.

Ukuran rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpang lebih

menggembung jika dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris rimpang

berwarna putih kekuningan. Berat rimpang 0,18-1,04 kg dengan panjang

15,83-32,75 cm. Jenis jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun

berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.

Rimpang memiliki aroma yang kurang tajam dan rasanya kurang pedas.

Kandungan minyak atsiri 0,82-1,66%, kadar pati 55,10%, dan kadar serat 6,89%.

Jahe gajah diperdagangkan sebagai rimpang segar setelah dipanen pada umur 8-9

(26)

Ruasnya utuh, daging rimpangnya cerah, bebas luka dan bersih dari batang semu

dan akar.

b. Jahe putih/kuning kecil/jahe sunti/jahe emprit (Zingiber officinale var. rubrum)

Memiliki rimpang dengan bobot 0,5-0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang

kecil-kecil dan berlapis, berwarna putih kekuningan, dengan tinggi rimpangnya 11

cm, panjang 6-30 cm, dan diameter 3,27-4,05 cm. Ruasnya kecil, agak rata sampai

agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua.

Tinggi tanaman sekitar 40-60 cm, sedikit lebih pendek dari jahe besar.

Bentuk batang bulat, hijau muda, hampir sama dengan jahe besar, hanya lebih

ramping dan jumlahnya lebih banyak.

Daunnya berselang-seling dengan teratur, hijau muda, dan berbentuk

lancet. Jumlah daun dalam satu batang 20-30 helai, panjang daun 20 cm dengan

lebar daun 25 cm.

Kandungan minyak atsiri 1,5-3,5%, kadar pati 54,70%, dan kadar serat

6,59%. Kandungan minyak atsirinya lebih besar daripada jahe gajah, sehingga

rasanya lebih pedas, di samping seratnya tinggi.

c. Jahe merah atau jahe sunti (Zingiber officinale var. amarum)

Memiliki rimpang dengan bobot 0,5-0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang

kecil berlapis-lapis, daging rimpang merah jingga sampai merah, ukuran lebih

kecil dari jahe kecil. Diameter rimpang 4 cm, tinggi 5,26-10,40 cm, dan panjang

12,50 cm. Jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan

minyak atsiri yang paling tinggi dibandingkan dengan jahe jenis lain sehingga

cocok untuk ramuan obat-obatan.

Daun terletak berselang-seling teratur, lancet, dan berwarna hijau muda

(27)

atsiri 2,58-3,90%, dan kadar pati 44,99%. Jahe merah memiliki kegunaan yang

paling banyak jika dibandingkan jenis jahe yang lain. Jahe ini merupakan bahan

penting dalam industri jamu tradisional (Hapsoh, dkk., 2008).

2.2 Simplisia dan Ekstrak

2.2.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia

hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang

berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes, 2000).

2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Depkes, 2000).

Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat

di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini

memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut

cair yang sesuai. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

(28)

Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, 2000).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi

yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi, adalah proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan

prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi

kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada temperatur

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus

menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali.

b. Cara Panas

1. Refluks adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses

pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

(29)

2. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

4. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30oC) dan temperatur

sampai titik didih air.

2.3 Kulit

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, menutupi

permukaan lebih dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan

kegunaan. Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi

seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat 5% dari total berat badan

(Lachman, dkk., 1994).

2.3.1 Struktur kulit

Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada

umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan

hipodermis (Lachman, dkk., 1994).

Lapisan Eidermis

Epidermis merupakan bagian terluar yang dibentuk oleh epitelium dan

(30)

yaitu selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Pada epidermis tidak

ditemukan pembuluh darah, sehingga nutrisi diperoleh dari transudasi cairan pada

dermis karena banyaknya jaringan kapiler pada papila (Lachman, dkk., 1994;

Junqueira dan Kelley, 1997).

Lapisan Dermis

Dermis atau korium tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang

elastik. Pada permukaan dermis tersusun papila-papila kecil yang berisi pembuluh

darah kapiler. Tebal lapisan dermis kira-kira 0,3-1,0 mm. Dermis merupakan

jaringan penyangga berserat yang berperan sebagai pemberi nutrisi pada

epidermis (Lachman, dkk., 1994; Junqueira dan Kelley, 1997).

Hipodermis

Hipodermis yaitu bukan merupakan bagian dari kulit, tetapi batasnya tidak

jelas. Kedalaman dari hipodermis akan mengatur kerutan-kerutan dari kulit

(Lachman, dkk., 1994; Junqueira dan Kelley, 1997).

2.3.2 Fungsi kulit

Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan

selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit

mempunyai banyak fungsi yaitu di dalamnya terdapat ujung saraf peraba,

membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh, juga

mempunyai sedikit kemampuan ekstori, sekretori dan absorbsi (Pearce, 2004).

2.4 Gel

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus

cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai

(31)

terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat

dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral

dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada

produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri

(Herdiana, 2007).

Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak

terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri

dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini

dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989). Polimer-polimer yang biasa

digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin,

karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti

metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang

merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel

dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan

dengan sifat mengembang dari gel (Lachman, dkk., 1994).

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.

1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila

ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara

kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara

spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel,

1989).

2. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang

(32)

Istilah hidrofilik berarti suka pada air. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut

dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari

bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan

memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umumnya

mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet

(Voigt, 1994).

Keuntungan sediaan gel :

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut:

- kemampuan penyebarannya baik pada kulit

- efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

- tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

- kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

- pelepasan obatnya baik

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya

kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan

bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di samping

penggunaan bahan-bahan pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis

ini sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan

dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan

terhadap penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena

itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol,

meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan

(33)

2.5 Hidroksi propil metil selulosa (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri

serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam

eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera

menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga

secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi

lainnya (Rowe, dkk., 2005; Anonim a., 2006).

HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pengsuspensi, dan

sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid

pelindung yaitu dapat mencegah tetesan air dan partikel dari penggabungan atau

aglomerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen (Rowe, et al., 2005).

Metode melarutkan HPMC sebagai berikut (Anonim, 2006):

1) Sediakan air panas

2) Tambahkan air panas lebih dari 80oC sebanyak 1/3 atau 2/3 kali dari jumlah

HPMC, sebab HPMC mudah larut dalam air panas dan HPMC di sebar merata

pada permukaan air panas. Tambahkan sisa air dingin, aduk dan dinginkan

campuran.

3) Tambahkan pelarut organik seperti etanol, propilen glikol atau minyak sebagai

peningkat kelarutan, lalu tambahkan air dapat menyebabkan HPMC benar-benar

larut.

2.6 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang

mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar krim

(34)

yang diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak (A/M) atau minyak dalam air

(M/A). Tipe A/M mudah kering dan rusak. Kandungan air dalam krim tidak

kurang dari 60%. Zat pengemulsi hampir sama dengan emulgator. Pemilihan

surfaktan berdasarkan jenis dan sifat krim yang dikehendaki.

Contoh zat pengemulsi adalah:

- Surfaktan anion, kation, dan non anion

- TEA dan asam stearat (tipe M/A)

- Gol. Sorbitan

- Poliglikol

- Sabun

- Adeps lanae untuk krim tipe A/M

- Setil alkohol

- Cetaceum dan emulgid

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting

agar emulsi stabil. Emulgator dapat bekerja dengan membentuk film (lapisan) di

sekeliling tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya

koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah (Anief, 2000).

Vanishing cream adalah dasar krim dengan tujuan pengobatan kulit,

maupun kosmetika. Kandungan asam stearat yang berlebihan dan merupakan

lapisan film asam stearat yang tinggal pada kulit bila krim digunakan dan airnya

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini dilakukan secara ekperimental berdasarkan

rancangan acak lengkap, yang meliputi pengumpulan, identifikasi, pengolahan

sampel, karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, pembuatan dan penentuan

mutu fisik sediaan, serta uji penilaian organoleptik sediaan. Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional dan Laboratorium Farmasetika

Dasar, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas

laboratorium, blender (Panasonic), desikator, freeze dryer (Edward), mikroskop

(Olimpus), mortir dan stamfer, neraca kasar (Home Line), neraca listrik (Vibra

AJ), oven listrik (Memmert), penangas air, perkolator, pH meter (HANNA), rotary evaporator (Stuart), seperangkat alat destilasi, stopwatch (Samsung), tanur

(Nabertherm), dan viskosimeter bola jatuh (Haake 597 G. B.).

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan

tumbuhan dan bahan kimia. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah rimpang

jahe merah (Zingiber officinale Roscoe) yang tua dan segar. Bahan kimia yang

digunakan dalam penelitian ini adalah air suling, asam klorida encer, asam stearat,

(36)

dapar pH 4,01 dan 7,01, metilen biru, metil paraben, natrium biborat, propilen

glikol, TEA, dan toluena.

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel 3.2.1 Pengumpulan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang

digunakan adalah rimpang jahe merah yang tua dan segar, yang diperoleh dari

Pasar Pancur Batu di Jl. Let. Jend. Jamin Ginting No. 18, Km 12, Kecamatan

Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Gambar

tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 55.

3.2.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani

Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor.

Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 54.

3.2.3 Pengolahan sampel

Rimpang jahe merah yang tua dan segar dibersihkan dari kotoran yang

melekat kemudian dicuci dengan air mengalir hingga bersih dengan bantuan sikat

pembersih, ditiriskan, disortasi, kemudian ditimbang dan dicatat sebagai berat

basah. Selanjutnya diiris dengan ketebalan 1-3 mm, kemudian dikeringkan dengan

cara diangin-anginkan di udara terbuka yang terlindung dari sinar matahari

langsung. Sampel yang telah dianggap kering diserbuk dengan menggunakan

blender dan ditimbang berat serbuk simplisianya sebagai berat kering. Bagan

(37)

3.3 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik

dan mikroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,

kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam (Depkes, 1995; WHO, 1992).

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman

67.

3.3.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi

simplisia rimpang jahe merah dengan cara memperhatikan warna, bentuk, dan

tekstur sampel.

3.3.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia rimpang jahe merah

dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah

diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian

dilihat di bawah mikroskop. Dilakukan juga pemeriksaan mikroskopik

menggunakan air suling sebagai pengganti kloralhidrat. Hasil mikroskopik dapat

dilihat pada Lampiran 5-6 halaman 58-59.

3.3.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).

Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung

penyambung, dan tabung penerima 10 ml.

a. Penjenuhan toluena

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

(38)

jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume

air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang

telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah

toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian

besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap

detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan

toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan

mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume

air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai

dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air

dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.3.4 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama

24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml)

dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan

selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam

cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa

dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang

larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes,

1995).

3.3.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama

(39)

selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20

ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah

ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari

larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes,

1995).

3.3.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,

kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran

dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang

sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.3.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci

dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan

ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang

dikeringkan di udara (Depkes, 1995).

3.4 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak rimpang jahe merah dilakukan secara perkolasi

menggunakan etanol 96%.

Cara kerja: sebanyak 400 g serbuk simplisia dibasahi dengan etanol 96% dan

(40)

dituang cairan penyari etanol sampai semua simplisia terendam dan terdapat

selapis cairan penyari di atasnya, mulut tabung perkolator ditutup dan dibiarkan

selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir

dengan kecepatan perkolat diatur 1 ml/menit, perkolat ditampung. Perkolasi

dihentikan bila 500 mg perkolat terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa.

Perkolat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada

suhu ± 40oC sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan menggunakan

freeze dryer (-40oC) (Ditjen POM, 1979). Bagan ekstraksi dapat dilihat pada

Lampiran 9 halaman 45.

3.5 Pembuatan Sediaan 3.5.1 Pembuatan sediaan gel 3.5.1.1 Formulasi basis gel

Sediaan gel dibuat dengan menggunakan basis gel berdasarkan formula

menurut Suardi, dkk., (2008), yaitu:

R/ HPMC 3,5

Propilen glikol 15

Metil paraben 0,18

Air suling ad 100

Setelah dilakukan orientasi basis gel dengan variasi persentasi HPMC

sebesar 2,5%, 2,75%, 3%, dan 3,5%, maka ditetapkan bahwa formula basis gel

yang akan digunakan adalah formula dengan persentasi HPMC sebesar 3% karena

dinilai mempunyai daya alir yang paling diinginkan dalam pembuatan sediaan gel

(41)

R/ HPMC 3

Propilen glikol 12,86

Metil paraben 0,18

Air suling ad 100

Cara pembuatan: air suling sebanyak 20 kali berat HPMC dipanaskan hingga

mendidih, kemudian diangkat dan HPMC dikembangkan di dalamnya selama 15

menit, setelah kembang ditambahkan metil paraben yang telah dilarutkan di dalam

air suling panas. Ditambahkan propilen glikol sedikit demi sedikit sambil digerus

sampai homogen, lalu ditambahkan sisa air suling yang dibutuhkan. Bagan kerja

pembuatan basis gel dapat dilihat di Lampiran 10 halaman 63.

3.5.1.2 Formulasi sediaan gel

Rancangan formula sediaan gel yang mengandung ekstrak rimpang jahe,

yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1Rancangan formula sediaan gel

Keterangan:

G1: basis gel tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) G2: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% G3: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% G4: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% G5: sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe merah 8%

Cara pembuatan: ditimbang ekstrak rimpang jahe merah 2 g, dimasukkan ke

dalam lumpang, diteteskan dengan beberapa tetes pelarut etanol 96% kemudian

digerus. Ditambahkan basis gel sedikit demi sedikit sambil digerus sampai

homogen dan terakhir cukupkan hingga mencapai 100 g sediaan gel. Perlakuan Bahan Sediaan gel

G1 G2 G3 G4 G5

Ekstrak (g) - 2 4 6 8

(42)

yang sama dilakukan untuk membuat sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe

merah 4%, 6%, dan 8%. Bagan kerja pembuatan sediaan gel dapat dilihat pada

Lampiran 11 halaman 64.

3.5.2 Pembuatan sediaan krim 3.5.2.1 Formulasi dasar krim

Sediaan krim yang digunakan adalah krim dengan tipe minyak dalam air

dan dibuat berdasarkan formula standar vanishing cream (FMS, 1971), yaitu:

R/ Asam stearat 142 Gliserin 100 Natrium biborat 2,5 Trietanolamin 10 Air suling 750 Nipagin q.s.

Cara pembuatan: ditimbang semua bahan yang diperlukan. Bahan yang terdapat

dalam formula dipisahkan menjadi 2 kelompok, yaitu fase minyak dan fase air.

Fase minyak yaitu asam stearat dilebur di atas penangas air dengan suhu 70-75°C,

sedangkan fase air yaitu TEA, gliserin, dan metil paraben, dilarutkan dalam air

suling panas. Kemudian fase minyak dipindahkan ke dalam lumpang panas. Fase

air ditambahkan secara perlahan-lahan ke dalam fase minyak dengan pengadukan

yang konstan sampai diperoleh massa krim. Bagan kerja pembuatan dasar krim

dapat dilihat di Lampiran 12 halaman 65.

Ada 5 formula sediaan krim yang akan dibuat dengan masing-masing berat

sediaan yaitu 100 g. Oleh karena itu, dibutuhkan sekitar 500 g dasar krim untuk

membuat semua formula sediaan dalam penelitian ini, maka formula dasar krim

(43)

R/ Asam stearat 71 Gliserin 50 Natrium biborat 1,25 Trietanolamin 5 Air suling 375 Nipagin 0,5

3.5.2.2 Formulasi sediaan krim

Rancangan formula sediaan krim yang mengandung ekstrak rimpang jahe,

yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2Rancangan formula sediaan krim

Keterangan:

K1: dasar krim tanpa ekstrak rimpang jahe merah (blanko) K2: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 2% K3: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 4% K4: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 6% K5: sediaan krim dengan ekstrak rimpang jahe merah 8%

Cara pembuatan: ditimbang ekstrak rimpang jahe merah 2 g, dimasukkan ke

dalam lumpang, diteteskan dengan beberapa tetes pelarut etanol 96% kemudian

digerus. Ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit sambil digerus sampai

homogen dan terakhir cukupkan hingga mencapai 100 g sediaan krim. Perlakuan

yang sama dilakukan untuk membuat sediaan gel dengan ekstrak rimpang jahe

merah 4%, 6%, dan 8%. Bagan kerja pembuatan sediaan krim dapat dilihat di

Lampiran 13 halaman 66.

Bahan Sediaan krim

K1 K2 K3 K4 K5

Ekstrak (g) - 2 4 6 8

(44)

3.6 Penentuan Mutu Fisik Sediaan

Penentuan mutu fisik sediaan dilakukan terhadap sediaan gel dan krim,

meliputi pemeriksaan stabilitas dan homogenitas, penentuan pH, viskositas (gel),

dan tipe emulsi (krim) dan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan.

3.6.1 Pemeriksaan stabilitas sediaan

Sebanyak 70 g dari masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam

pot plastik. Selanjutnya dilakukan pengamatan berupa perubahan konsistensi,

warna, dan aroma pada saat sediaan selesai dibuat serta dalam penyimpanan

selama 12 minggu pada suhu kamar (Ansel, 1989).

3.6.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan

Sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada dua keping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen

dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.6.3 Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan mengunakan pH meter selama

penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar.

Cara kerja: alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar

standar pH netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat

menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling,

lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu

ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian

elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut, sampai alat menunjukkan harga pH

yang konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH sediaan

(45)

3.6.4 Penentuan viskositas sediaan gel

Penentuan viskositas sediaan hanya dilakukan terhadap sediaan gel dengan

menggunakan viskometer bola jatuh selama penyimpanan 12 minggu pada suhu

kamar.

Cara kerja: sediaan dan bola dimasukkan ke dalam tabung gelas dalam. Tabung

dan jaket kemudian dibalik, dengan demikian posisi bola berada di puncak tabung

gelas dalam. Waktu yang dibutuhkan bola untuk jatuh di antara dua tanda diukur

dengan teliti. Dihitung nilai viskositasnya (Moechtar, 1989).

3.6.5 Penentuan tipe emulsi sediaan krim

Penentuan tipe emulsi hanya dilakukan terhadap sediaan krim. Penentuan

tipe emulsi dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengenceran fase dan dengan

pengecatan atau pewarnaan.

Pengenceran fase dilakukan dengan mengencerkan 1 g sediaan krim

tangan dengan 50 ml air dalam beaker gelas. Jika sediaan terdispersi secara

homogen dalam air, maka sediaan termasuk emulsi tipe m/a. Sedangkan jika

sediaan tidak terdispersi secara homogen dalam air, maka sediaan termasuk

emulsi tipe a/m (Syamsuni, 2006).

Pengecatan atau pewarnaan dilakukan dengan menambahkan larutan

metilen biru sebanyak 1 tetes pada 100 mg sediaan, lalu diaduk. Bila metilen biru

tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a, tetapi bila metilen biru

tersebar tidak merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi a/m (Syamsuni, 2006).

3.6.6 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dilakukan dengan cara uji tempel

(46)

pada lengan bawah bagian dalam yang dibuat pada lokasi lekatan dengan

luastertentu (2,5 x 2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati apa yang terjadi.

Uji ini dilakukan sebanyak 3 kali sehari (pagi, siang, dan sore hari) selama

3 hari berturut-turut. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan,

gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan

(Wasitaatmadja, 1997).

Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi berjumlah 12 orang,

dengan kriteria sebagai berikut:

1. Wanita berbadan sehat

2. Usia antara 20-35 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi

4. Bersedia menjadi sukarelawan untuk uji iritasi

5. Sukarelawan adalah orang terdekat dan sering berada di sekitar pengujian

sehingga lebih mudah diawasi dan diamati bila ada reaksi yang terjadi pada

kulit yang sedang diuji (Ditjen POM, 1985).

3.7 Uji Penilaian Organoleptik Sediaan

Uji penilaian organoleptik dilakukan dengan metode Hedonik (Soekarto,

1985), yaitu dengan melakukan analisis menurut uji kesukaan (parameter aroma,

sensasi di kulit, dan warna sediaan) menggunakan 20 orang panelis yang disuguhi

contoh sediaan yang mengandung ekstrak rimpang jahe merah. Untuk melihat

tingkat kesukaan panelis terhadap sediaan berdasarkan masing-masing parameter,

(47)

Tabel 3.3Skala numerik pada uji penilaian organoleptik sediaan Skala hedonik Skala numerik

Amat sangat suka Sangat suka Agak suka Netral

Agak tidak suka Sangat tidak suka

5 4 3 2 1 0

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang

Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),

Bogor menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah benar rimpang jahe

merah (Zingiber officinale Roscoe, Suku: Zingiberaceae). Hasil identifikasi

sampel dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 54.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia 4.2.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik dari simplisia rimpang jahe merah adalah

rimpang agak pipih, bagian ujung bercabang; cabang pendek, pipih, bentuk bulat

telur terbalik, pada setiap ujung cabang terdapat parut melekuk ke dalam. Dalam

bentuk potongan, panjang 5 cm sampai 15 cm, umumnya 3 cm sampai 4 cm, tebal

1 cm sampai 6,5 cm, umumnya 1 cm sampai 1,5 cm. Bagian luar berwarna coklat

kekuningan, beralur memanjang, kadang-kadang ada serat yang bebas. Bekas

patahan pendek dan berserat menonjol. Gambar makroskopik simplisia rimpang

jahe merah dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 56.

4.2.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia jahe merah

memperlihatkan adanya serat, sel parenkim berisi tetes minyak yang berwarna

(49)

mikroskopik serbuk simplisia rimpang jahe merah dapat dilihat pada Lampiran

5-6 halaman 58-59.

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

Karakteristik serbuk simplisia rimpang jahe merah yang diperoleh, dapat

dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini, dimana hasil perhitungan karakterisasi dapat

dilihat pada Lampiran 15-19 halaman 68-72.

Tabel 4.1Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

No Parameter Hasil pemeriksaan (%) Persyaratan MMI (%) 1. 2. 3. 4. 5. Kadar air

Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol Kadar abu total

Kadar abu tidak larut asam

7,96 21,78 10,43 3,42 1,32 ≤ 10 ≥ 15,6 ≥ 4,3 ≤ 5 ≤ 3,9

Hasil penetapan kadar air serbuk simplisia rimpang jahe merah memenuhi

persyaratan dari buku Materia Medika Indonesia yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar

air yang melebihi persyaratan memungkinkan terjadinya pertumbuhan jamur.

Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam air.

Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air adalah glikosida, gula, gom, protein,

enzim, zat warna, dan asam organik. Penetapan kadar sari larut etanol untuk

mengetahui kadar sari yang larut dalam pelarut polar. Senyawa-senyawa yang

dapat larut dalam etanol adalah glikosida, antrakinon, steroid terikat, klorofil, dan

dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak dan saponin (Depkes, 1986).

Penetapan kadar abu total untuk mengetahui kadar zat anorganik yang terdapat

pada simplisia, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui

Gambar

Tabel 3.1 Rancangan formula sediaan gel
Tabel 3.2 Rancangan formula sediaan krim
Tabel 3.3 Skala numerik pada uji penilaian organoleptik sediaan Skala hedonik Skala numerik
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia
+7

Referensi

Dokumen terkait

(yaitu jenis repitisi atau pengulangan yang digeser atau diturunkan kurang dari setengahnya. Pengulangan dilakukan secara vertikal). Modul yang digunakan : Pucuk Rebung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model Brain-Based Learning berbantuan media

ISOLASI DAN KARAKTERISASI JAMUR ENDOFIT AKAR Rhizophora stylosa DARI HUTAN MANGROVE WANATIRTA KULON PROGO DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERINYA TERHADAP Staphylococcus aureus DAN

Pada masyarakat Gayo saat ini terdapat beberapa faktor perkawinan Munik (kawin lari) perkawinan tersebut terjadi karena beberapa faktor, yaitu lamaran atau

1) Pendidikan karakter yang berakar pada konsep etis spiritual dan pembentukan nilai-nilai hidup.Manusia memiliki kemampuan IQ (kecerdasan formal), EQ (kecerdasan

Kepala sekolah professional tidak saja dituntut untuk melaksanakan berbagai tugasnya di sekolah, tetapi ia juga harus mampu menjalin kerjasama dengan

Beberapa siswa menjawab berdasarkan opini mereka (pengetahuan siswa) mengenai contoh lain dari berbagai daur hidup hewan yang ada dalam kehidupan sehari-hari.. Siswa diberi

Hasil pengujian alat pres daur ulang didapatkan bahwa kemampuan pemanasan maksimal alat, yaitu pada suhu 70ºC. Setelah tercapai suhu 70ºC, maka kontroler pada alat akan