• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang di capai, kemampuan kerja. Di lihat dari asal katanya, kinerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang di capai, kemampuan kerja. Di lihat dari asal katanya, kinerja"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

13 A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang di capai, kemampuan kerja. Di lihat dari asal katanya, kinerja

adalah terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja atau prestasi kerja. Dan dalam pengertian yang simpel kinerja adalah hasil dari pekerjaan organisasi, yang di kerjakan oleh karyawan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan petunjuk (manual), arahan yang di berikan oleh pimpinan (manajer), kompetensi atau kemampuan karyawan mengembangkan nalarnya dalam bekerja. (Abdullah, 2013). Pendapat lain menyatakan kinerja SDM adalah hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas persatuan periode waktu yang dicapai SDM dalam melaksanakan tugas kerja sesuai dengan tanggung jawab yang di berikan kepadanya (Mangkunegara, 2014). Sedangkan kinerja keperawatan adalah prestasi kerja yang di tunjukkan perawat pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas asuhan keperawatan sehingga menghasilkan output yang baik kepada customer (organisasi, pasien, perawat sendiri) dalam kurun waktu tertentu (Kurniadi ,2013).

Kinerja keperawatan berdasarkan beberapa definisi diatas dapat di simpulkan adalah prestasi kerja yang di tunjukkan oleh perawat

(2)

pelaksana dalam melaksanakan tugas-tugas asuhan keperawatan sehingga menghasilkan output yang baik dalam kuantitas maupun kualitas sesuai dengan arahan yang di berikan oleh pimpinan, kompetensi atau kemampuan perawat dalam bekerja.

2. Model Teori Kinerja

Gibson, Ivancevich & Donally (1997) dan Ilyas (2001) dalam Kurniadi, (2013). menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu faktor individu, organisasi dan psikologis. Faktor individu meliputi kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Faktor psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Faktor organisasi berakibat tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu, yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, supervisi, struktur dan desain pekerjaan. Sub-variabel imbalan akan berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja individu. (Kopelman, 1986 dalam Nursalam, 2014).

Kinerja perawat pelaksana akan di pengaruhi oleh faktor-faktor demografis yaitu umur, jenis kelamin, dan lama kerja. Adapun faktor psikologis perawat pelaksana yang di gunakan adalah persepsi, sikap dan motivasi. Semuanya akan tercermin dari hasil kinerja asuhan keperawatannya. (Kurniadi, 2013).

(3)

Skema 2.1

Model Teori Perilaku dan Kinerja

Sumber: Kurniadi (2013) Menurut Gibson, Ivancevich & Donally (1997).

3. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personal dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Robbins (2002) dalam Nursalam (2014), mengemukakan bahwa kinerja karyawan (Employee Performance) adalah tingkat dimana karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekejaan. Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses yang mengukur kinerja karyawan. Penilaian kinerja pada umumnya mencakup aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan. Program penilaian kinerja biasanya di laksanakan sekali setahun. Penilaian karyawan juga dapat menimbulkan loyalitas terhadap perusahaan bila pemimpin mengembangkan dan memajukan karyawan

Variabel individu

1. Kemampuan dan

keterampilan (mental/ fisik)

2. Latar belakang (keluarga,

tingkat sosial,

pengalaman)

3. Demografis (umur, etnis, jenis kelamin)

Perilaku Individu

(apa yang dikerjakan)

Kinerja

(hasil yang diharapkan)

Variabel psikologis 1. Sikap 2. Kepribadian 3. Belajar 4. Motivasi 5. Persepsi Variabel organisasi 1. Sumber daya 2. Kepemimpinan 3. Imbalan 4. Struktur 5. Desain pekerjaan 6. Supervisi 7. Kontrol

(4)

melalui pemberian sarana pendidikan khusus dan pelatihan bagi karyawan yang memerlukannya.

Kinerja di tentukan oleh tujuan yang hendak di capai dan untuk melakukannya di perlukan adanya motif. Tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan. Dengan demikian, tujuan dan motif menjadi indikator utama dari kinerja. Namun kinerja memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi, peluang, standar dan umpan balik. Kaitan di antara ketujuh indikator tersebut di gambarkan oleh Hersey, Blanchard dan Jonhson dalam Wibowo (2016). seperti gambar dibawah ini:

Skema 2.2 Indikator Kinerja

Sumber: Hersey, Blanchard dan Jonhson, Management of Organizational, 1996 dalam Wibowo (2016).

4. Penilaian Kinerja Pelayanan Asuhan Keperawatan

Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer perawat guna mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat. Melalui evaluasi regular dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manajer harus dapat mencapai beberapa tujuan. Penilaian kerja ini berguna

Motive Competence Feedback Standard Oppurtunity Means Goals

(5)

untuk membantu kepuasan perawat dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja perawat, memberitahu perawat bahwa kerja mereka kurang memuaskan serta mempromosikan jabatan dan kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan khusus, memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahan, serta menentukan pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus. (Nursalam, 2007).

Kinerja keperawatan yang akan di nilai adalah penerapan asuhan keperawatan dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi sampai evaluasi. (Kurniadi, 2013). Gillies menyatakan bahwa penilaian kinerja perawat adalah suatu proses menilai tentang hasil asuhan keperawatan pada pasien untuk mengevaluasi kelayakan dan keefektifan tindakan. Perawat yang melakukan tindakan akan bertanggung jawab, di mana hal ini akan meningkatkan akontabilitas perawat itu sendiri. Tolok ukur penilaian yang berorientasi kepada perawat adalah berdasarkan standar proses keperawatan (Kurniadi, 2013). Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien di gunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar Praktik Keperawatan telah di jabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. (Simamora, 2013).

(6)

a. Standar I : Pengkajian Keperawatan

Kriteria pengkajian keperawaatan, meliputi pengumpulan data di lakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Sumber data adalah pasien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain. Data yang di kumpulkan, di fokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan pasien masa lalu, status kesehatan pasien saat ini, status bio-logis-psikologis-sosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal, resiko tinggi penyebab masalah.

b. Standar II : Diagnosa Keperawatan

Kriteria proses meliputi: analisis data, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan. Rumusan diagnosa keperawatan terdiri dari masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE). Bekerja sama dengan pasien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan, melakukan keperawatan ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.

c. Standar III : Perencanaan Keperawatan

Kriteria prosesnya, penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan. Bekerja sama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan pasien, mendokumentasikan rencana pasien.

(7)

d. Standar IV : Implementasi Keperawatan

Kriteria proses meliputi: bekerjasama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pasien, memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan yang di gunakan, mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon pasien.

e. Standar V : Evaluasi Keperawatan

Kriteria prosesnya adalah menyusun perencanaan evaluasi hasil dan intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan, melakukan validasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasama dengan pasien dan keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, melakukan pendokumentasian hasil evaluasi dan memodivikasi perencanaan.

B. Kompetensi

1. Pengertian Kompetensi

Menurut Spencer dan Spencer (1993) mengatakan kompetensi merupakan karakteristik dasar perilaku individu yang berhubungan dengan kriteria acuan efektif dan atau kinerja unggul di dalam pekerjaan

(8)

atau situasi. (Surdamanto, 2014). Pendapat lain, menyatakan kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta di dukung oleh sikap kerja yang di tuntut oleh pekerjaan tersebut. (Wibowo, 2016).

Kompetensi berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan adalah kemampuan individu dalam melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap yang menjadi karakteristik individu itu sendiri secara profesionalisme dalam suatu bidang tertentu. Karakteristik dasar kompetensi juga memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria/ standar kerja yang dijadikan acuan efektif dalam menilai kinerja individu di tempat kerja tersebut.

2. Karakteristik Kompetensi

Karakteristik kompetensi menurut Spencer and Spencer (1993) dalam Wibowo (2016), terdapat lima aspek yaitu:

a. Motif (Motives), adalah sesuatu yang secara konsisten di pikirkan atau di inginkan orang yang menyebabkan ia melakukan tindakan. b. Sifat (Traits), adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku

atau bagaimana seseorang merespons sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya, percaya diri, kontrol diri, stres atau ketabahan.

(9)

c. Konsep diri (Self concept), adalah sikap, nilai-nilai atau citra diri seseorang. Misalnya, seseorang yang dinilai menjadi pimpinan seyogianya memiliki perilaku kepemimpinan sehingga perlu adanya tes tentang leadership ability.

d. Pengetahuan (Knowledge), adalah pengetahuan atau informasi yang di miliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta tes untuk memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak dapat melihat apakah seseorang melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang di miliki.

e. Keterampilan (Skills), adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk berpikir analitis dan konseptual.

Berdasarkan karakteristik-karakteristik kompetensi diatas maka kompetensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu keterampilan/ keahlian (skill competency) dan pengetahuan (knowledge competency) yang sifatnya dapat di ihat (visible) dan mudah dikembangkan dalam program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, sedangkan citra diri, watak, motif yang dikategorikan sebagai variabel sikap (attitude) yang sifatnya tidak tampak (hidden) dan lebih sulit untuk dikembangkan melalui program pelatihan dan pengembangan SDM. (Sudarmanto, 2014).

(10)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi

Menurut Michael Zwell (2000), kompetensi seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (Wibowo, 2016)

a. Keyakinan dan Nilai-nilai

Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh keyakinan seseorang terhadap dirinya maupun terhadap orang lain. Apabila seorang individu memiliki keyakinan akan kemampuannya dalam melakukan sesuatu, maka hal tersebut dapat dilakukan dengan baik. Oleh karena itu setiap orang harus berpikir positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.

b. Keahlian/ keterampilan.

Keahlian/ keterampilan individu dalam mengerjakan sesuatu akan meningkatkan rasa percaya diri, dan menunjukkan bahwa individu tersebut mempunyai kompetensi dalam bidangnya.

c. Pengalaman

Individu dengan sejumlah pengalaman tertentu akan sangat membantu dalam melakukan suatu pekerjaan, karena didalam pengalaman banyak hal yang dapat dipelajari dan diingat. Akumulasi dari pengetahuan dan pengalaman dalam diri orang akan menjadikan seseorang memiliki kompetensi yang tidak disadari dalam dirinya, Pengalaman seseorang akan menyempurnakan kompetensi yang menjadi tanggung jawabnya.

(11)

d. Karakteristik Kepribadian

Kepribadian individu akan mempengaruhi cara individu dalam menyelesaikan permasalahan atau tantangan yang di hadapi dan lingkungan di mana individu tersebut berada. Dengan demikian kepribadian juga dapat mempengaruhi keahlian seseorang dalam sejumlah kompetensi. Misalnya bagaimana orang menyelesaikan konflik, menunjukkan kepedulian interpersonal, kemampuan bekerja dalam tim dan membangun relasi.

e. Motivasi

Motivasi merupakan faktor yang cenderung dapat diubah. Motivasi merupakan dorongan yang membuat individu mampu untuk melakukan sesuatu. Motivasi seperti penghargaan, pengakuan dan perhatian terhadap individu dapat berpengaruh positif terhadap kinerja individu tersebut.

f. Isu-isu Emosional

Kondisi emosional seseorang akan berpengaruh dalam setiap penampilannya, termasuk dalam penampilan kerjanya. Rasa percaya diri membuat orang akan dapat melakukan suatu pekerjaan dengan lebih baik, begitu juga sebaliknya ketakutan membuat kesalahan, perasaan malu, perasaan tidak suka, selalu berpikir negatif terhadap seseorang, pengalaman masa lalu yang selalu negatif sangat berpengaruh terhadap penguasan kompetensi seseorang.

(12)

g. Kapasitas Intelektual

Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan pemikiran analitis. Kapasitas intelektual salah satunya di pengaruhi oleh pengalaman dan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kecakapan dalam kompetensi ini.

h. Budaya Organisasi

Budaya organisasi juga mempengaruhi kompetensi SDM dalam kegiatan sebagai berikut:

1) Penempatan karyawan yang tepat menurut prinsip manajemen SDM “The right man on the right place” (menempatkan seseorang sesuai dengan keahliannya). Seorang karyawan yang menempati posisi yang sesuai dengan bidang keahliannya, dapat dipastikan kompetensinya akan lebih baik daripada yang asal di tempatkan.

2) Sistem penghargaan yang proporsional, akan mengkomunikasikan kepada karyawan bagaimana organisasi menghargai kompetensi karyawannya.

3) Pengambilan keputusan yang adil dan proporsional dalam memberdayakan karyawan akan berdampak positif terhadap kinerja karyawan.

4) Filosofi organisasi, visi, misi dan nilai-nilai yang di anut oleh organisasi akan memandu pada pencapaian kompetensi karyawan. 5) Kebiasaan dan prosedur memberi informasi kepada karyawan tentang berapa banyak kompetensi yang diharapkan oleh

(13)

organisasi juga dapat memperbaiki dan meningkatkan kompetensi karyawan.

6) Komitmen pada pelatihan dan pengembangan juga berarti mengkomunikasikan kepada karyawan tentang pentingnya kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang karyawan.

4. Kompetensi Dalam Keperawatan

Penataan kompetensi harus mulai dilakukan, baik kompetensi akademik maupun profesional. Kompetensi ini harus disusun agar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang dikutip dari UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003. Bab II Pasal 3 ini menyatakan secara tegas bahwa pendidikan tidak hanya ingin melahirkan dan mencetak manusia-manusia yang pintar dalam intelektualitas semata-mata, namun juga memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Nursalam, 2007).

Menurut International Council Of Nursing (ICN) dalam Nursalam (2007), kompetensi seorang perawat adalah sesuatu yang ditampilkan secara menyeluruh oleh seorang perawat dalam memberikan pelayanan profesional kepada klien, mencakup pengetahuan, keterampilan dan pertimbangan yang dipersyaratkan dalam situasi praktik. Dalam definisi keperawatan, disepakati bahwa penampilan perawat mengacu pada standar pelayanan yang dikehendaki. Kompetensi mencerminkan hal-hal sebagai berikut:

(14)

a. Pengetahuan, pemahaman, dan pengkajian

b. Serangkaian keterampilan kognitif, teknikal atau psikomotor, dan interpersonal

c. Kepribadian, sikap dan perilaku. Sikap yang perlu ditonjolkan sebagai sosok perawat yang siap bekerja adalah 3 S (Salam, Senyum dan Semangat).

Mengacu pada ICN, pengertian kompetensi yang digunakan dalam kerangka kerja untuk perawat generalis adalah tingkat kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang ditunjukkan melalui penerapan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan unjuk kerja yang dipersyaratkan (ICN, 1997 dalam Nursalam, 2007). Dengan menguasai kompetensi tersebut, maka perawat akan mampu:

a. Mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan

b. Mengorganisasikan pekerjaan tersebut agar dapat di laksanakan c. Memutuskan apa yang harus di lakukan bila terjadi sesuatu yang

berbeda dengan rencana semula

d. Mengunakan kemampuan yang di milikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda

(transfer/ adaption skills).

e. Mengelola lingkungan dengan sumber-sumber yang ada untuk melaksanakan tugas (job/ role environtment skills).

(15)

5. Standar Kompetensi Perawat Indonesia

Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati, sedangkan kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja (performance) yang ditetapkan. PPNI (2013). Menurut PPNI (2013), setiap perawat yang bekerja memiliki kompetensi sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya secara profesional. Standar kompetensi perawat dikelompokkan dalam tiga (3) area kompetensi sebagai berikut:

a. Area praktik profesional, etis, legal dan peka budaya

Kompetensi inti dalam ranah ini adalah perawat bertanggung gugat terhadap praktik profesional; melaksanakan praktik keperawatan dengan prisip etis dan peka budaya; dan melaksanakan praktik secara legal.

b. Area pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan

Kompetensi inti dalam ranah ini perawat menerapkan prinsip dasar dalam pemberian asuhan keperawatan dan pengelolannya yang terdiri dari:

1) Melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan maupun asuhan keperawatan; melakukan pengkajian keperawatan, menyusun rencana keperawatan; melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana; mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan; menggunakan komunikasi terapeutik dan

(16)

hubungan interpersonal dalam pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan.;

2) Menerapkan kepemimpinan dan manjemen dalam pengelolaan pelayanan keperawatan yang terdiri dari menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman; membina hubungan interprofesional dalam pelayanan maupun asuhan keperawaatan; menjalankan fungsi delegasi dan supervisi baik dalam pelayanan asuhan keperawaatan.

c. Area pengembangan kualitas personal dan profesional

Kompetensi inti dalam ranah ini adalah perawat melaksanakan peningkatan profesional dalam praktik keperawatan; melaksanakan peningkatan mutu pelayanan maupun asuhan keperawatan; mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab profesi.

6. Uji Kompetensi Perawat Pelaksana RS Hermina

Uji kompetensi adalah kegiatan yang dilakukan mulai dari proses

assessment sampai dengan pelaksanaan uji kompetensi agar diketahui kemampuan seorang tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang profesional dan aman dalam lingkup praktik lapangan secara menyeluruh.

a. Sistem uji kompetensi

1) Persyaratan uji kompetensi perawat pelaksana: a) Masa kerja di RS Hermina

(17)

Pendidikan D III Keperawatan: PK I minimal 3 tahun; PK II minimal 6 tahun; PK III minimal 8 tahun; PK IV minimal 12 tahun.

Pendidikan SI Keperawatan/ Ners: PK I minimal 2 tahun; PK II minimal 4 tahun; PK III minimal 6 tahun; PK IV minimal 10 tahun.

b) Sudah mengikuti diklat inti sesuai kelompok pelayanan (bedah, perinatologi, kebidanan, perawatan umum, perawatan anak dan perawatan gawat darurat)

c) Sudah melalui rotasi tempat tugas sesuai kelompok pelayanan d) Hasil penilaian kompetensi dasar (terkait dengan sikap

perawat) dan kompetensi teknis (terkait dengan pengetahuan dan keterampilan perawat) minimal pada level 3a artinya penilaian kompetensi baik-sudah mandiri penuh

2) Uji kompetensi dilaksanakan oleh bagian Diklat Departemen HRD dengan materi uji teori dan uji praktek sesuai dengan tools

kompetensi yang sudah ditetapkan.

3) Peserta yang lulus uji kompetensi perawat pelaksana berhak mendapatkan tunjangan kemahiran sesuai tingkat kompetensi, tunjangan diberikan tanpa melalui evaluasi pasca uji kompetensi dan tunjangan tersebut bersifat tidak melekat.

b. Prosedur uji kompetensi

1) Tim penguji perawat pelaksana adalah perawat pendidik dari departemen keperawatan Hermina Hospital Group (HHG).

(18)

2) Perawat yang telah mendapatkan persetujuan mengikuti uji kompetensi perawat pelaksana berdasarkan hasil rapat HRD rumah sakit maka diajukan ke Departemen Keperawatan HHG. 3) Kemudian Departemen Keperawatan HHG memberikan

rekomendasi ke bagian Diklat Departemen HRD untuk proses pelaksanaan uji kompetensi.

4) Hasil penilaian uji kompetensi akan dibahas dalam rapat tim (Departemen Keperawatan dan tim penguji), kemudian keputusan nilai ditandatangani oleh Departemen HRD bagian diklat dan diserahkan pada Departemen Keperawatan HHG untuk dilaporkan kepada Direksi HHG, kemudian hasil dikirim ke direktur rumah sakit terkait dengan tembusan Departemen HRD.

5) Hasil kelulusan tersebut disampaikan oleh bagian Personalia dalam rapat tim HRD untuk memberikan tunjangan kompetensi sesuai dengan level kemahirannya.

6) Manajer keperawatan memanggil peserta yang telah lulus uji kompetensi untuk pemberitahuan tentang kelulusan dan penyetaraan jenjang karir serta memberikan motivasi

7) Perhatian penting dalam penilaian uji kompetensi dasar tentang nilai kejujuran, ketelitian dan komunikasi tidak boleh kurang dari 5, walaupun nilai akhir total 3a apabila ketiga aspek kompetensi dasar tersebut nilai kurang dari 5 maka uji kompetensi tidak di lanjutkan.

(19)

Skema 2.3

Prosedur pelaksanaan Uji Kompetensi Tenaga Perawat Pelaksana

(Sumber: Departemen Keperawatan RS Hermina, 2011).

c. Aspek uji kompetensi perawat pelaksana HHG 1) Pengetahuan

a) Mampu menjelaskan konsep proses keperawatan dengan arahan dan bimbingan kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi definisi, tahap-tahap dan penjabaran tahapan proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi keperawatan.

b) Mampu melakukan asuhan keperawatan dengan arahan dan bimbingan kepala ruang dan pembimbing klinik (CI).

c) Mengetahui konsep komunikasi terapeutik dengan arahan dan bimbingan kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi definisi komunikasi terapeutik, tahapan hubungan terapeutik, penjelasan tahapan terapeutik yang meliputi fase Yang Bersangkutan: Self Assestmen Kepala ruang memberikan penilaian Departemen keperawatan HHG Rapat HRD RS Rapat Komite Keperawatan RS Diklat Dirut HHG Penyelenggaraan Ujian Departemen keperawatan HHG Direktur RS Manajer keperawatan Rapat HRD RS

(20)

pra interaksi, fase orientasi, fase kerja sesuai langkah- langkah dalam SPO dan fase terminasi.

2) Keterampilan

a) Mampu menerima pasien baru dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI).

b) Mampu memulangkan pasien sesuai prosedur dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI). c) Mampu melakukan prosedur mengukur tanda-tanda vital (TD,

suhu, nadi, pernapasan) dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI).

d) Mampu merujuk pasien antar Hermina/ luar Hermina dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi pengertian, tujuan dan prosedur. e) Mampu mengoperasionalkan alat-alat kesehatan (alkes)

dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi pengertian, tujuan dan prosedur:

Alkes diruang perawatan: infus pump, EKG, suction, nebulizer Alkes dipoli mata: mikroskop mata, lensometer, autorepraktokeratometer, sneelen card, optalmoscope, tonometry

Alkes poli THT: head lamp, otoscope Alkes poli kulit : mesin cauter

(21)

f) Mampu memberikan cairan dan obat dengan sesuai prosedur metode 7 benar (persiapan, menghitung dosis pemberian) dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) meliputi pengertian, tujuan, cara pemberian, indikasi pemberian, penghitungan dosis dan prosedur metode 7 benar di jalankan.

g) Mampu menyiapkan alat praktek sesuai prosedur dan mampu sebagai asisten dokter dipoliklinik umum dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi pengertian, tujuan dan prosedur.

h) Mampu menjadi asisten dokter dalam melakukan NGT dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi pengertian, tujuan dan prosedur. i) Mampu melakukan prosedur pemberian transfusi darah dengan

arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi pengertian, tujuan dan prosedur. j) Mampu melakukan resusitasi dasar secara mandiri (A,B,C)

sesuai SPO dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi pengertian, tujuan dan prosedur termasuk alur, persiapan alat, obat-obatan serta administrasi pengeluaran.

k) Mampu melakukan prosedur pemasangan dan aff kateter dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi pengertian, tujuan dan

(22)

prosedur termasuk alur administrasi, persiapan alat maupun pasien dan pendokumentasian.

l) Mampu mendeteksi kegawatdaruratan diperawatan umum seperti gangguan hemodinamik, kardiovaskuler, neurogenik, gangguan sistem pernafasan, gangguan metabolik dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi pengertian, tanda-tanda dan tata laksana.

m) Mampu mempersiapkan secara administrasi tindakan: BNO IVP, EEG, Echo, Endoscopi dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi pengertian, tujuan dan prosedur.

n) Mampu melakukan prosedur tindakan huknah rendah dan tinggi dengan arahan dan bimbingan dari kepala ruang dan pembimbing klinik (CI) yang meliputi pengertian, tujuan dan prosedur termasuk cuci tangan, APD, sterilisasi instrument pengelolaan sampah medis dan non medis.

3) Sikap dinilai berdasarkan bagian dari self assestment yaitu kompetensi dasar. Komponen dari penilaian kompetensi dasar adalah jujur terbuka terhadap semua masalah, disiplin terhadap peraturan yang berlaku, peduli care terhadap tugas, tanggung jawab atas hasil tugas, kerjasama tim, bekerja dengan teliti, kemauan belajar dan menerima masukan, loyal, komunikasi baik, ramah dan berpenampilan rapih.

(23)

C. Sistem Penghargaan

1. Pengertian Sistem Penghargaan

Sistem penghargaan atau yang sering disebut kompensasi bagi organisasi/ perusahaan berarti penghargaan/ ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja. (Nawawi, 2011). Pendapat Armstrong (2003) menyatakan bahwa penghargaan mencakup finasial dan non finansial. Penghargaan finansial berkaitan dengan pemberian gaji dasar dan gaji variabel serta ketentuan mengenai tunjangan dan pensiun karyawan. (Sudarmanto, 2014). Singer (1990) juga menyatakan program insentif didesain untuk memperkuat hubungan antara produktivitas dan penghargaan yang diterima.

Sistem penghargaan berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem penghargaan merupakan setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang diberikan kepada organisasi mencakup finansial dan non finansial, untuk meningkatkan produktivitas. Sistem penghargaan pegawai merupakan mekanisme cara atau sistem yang dipakai organisasi dalam merespon kinerja pegawainya. Penghargaan pegawai terkait dengan sejauh mana pengakuan organisasi atas prestasi kerja yang dilakukan oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan.

(24)

2. Tujuan

Tujuan utama adalah untuk menarik orang yang cakap untuk bergabung dalam organisasi, menjaga pekerja agar datang untuk bekerja, dan memotivasi pekerja untuk mencapai kinerja tingkat tinggi (Gibson, Ivancevich dan Donnelly dalam Wibowo, 2014). Penghargaan diharapkan dapat meningkatkan motivasi pekerja karena merasa bahwa pekerjaannya dihargai sehingga meningkatkan kinerja pekerja. Disamping itu apabila penghargaan cukup dan adil, individu akan mencapai tingkat kepuasan dalam bekerja. Kepuasan kerja pekerja akan mencegah terjadinya ketidakhadiran, pemborosan waktu, turnover dan, di sisi lain dapat membangkitkan semangat kerja, sehingga pekerja terdorong untuk berprestasi dan berkinerja lebih baik (Sudarmanto (2014).

3. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penetapan Penghargaan

Dalam menentukan besar kecilnya pemberian penghargaan, seorang manajer harus cerdik dalam mempertimbangkan perbedaan individual, dengan cara menentukan faktor-faktor yang memengaruhinya, yaitu: (Sunyoto, 2015)

a. Pendidikan, pengalaman dan tanggungan

Ketiga faktor tersebut harus mendapatkan perhatian. Bagaimanapun juga tingkat upah seorang sarjana dari yang belum sarjana harus dibedakan, demikian pula antara yang berpengalaman dengan yang belum berpengalaman. Khalayak umum sudah menganngap suatu

(25)

keadilan bahwa pegawai yang mempunyai tanggungan keluarga besar mempunyai upah yang lebih besar dri kawan sekerjanya yang mempunyai tanggungan keluarga yang kecil.

b. Kemampuan perusahaan

Jika perusahaan mengalami keuntungan, para pegawai perusahaan harus turut menikmatinya melalui kenaikan tingkat upah atau pembagian keuntungan dan sebaliknya.

c. Keadaan ekonomi

Keadaan ekonomi atau ongkos hidup adalah salah satu faktor penting dalam realisasi keadilan dalam pemberian upah.

d. Kondisi-kondisi pekerjaan

Orang yang bekerja di daerah terpencil atau di lingkungan pekerjaan yang berbahaya harus mempeoleh upah yang lebih besar daripada mereka yang bekerja di daerah yang ada tempat-tempat hiburan atau dilingkungan pekerjaan yang tidak berbahaya.

4. Jenis- Jenis Penghargaan

Menurut Decenzo & Robbins (2002) membagi penghargaan/ imbalan dalam dua aspek, yaitu: (Sudarmanto (2014).

a. Penghargaan atau imbalan instristik yang mencakup partisipasi dalam pengambilan keputusan, diskresi dan kebebasan yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih, pekerjaan yang lebih menarik, kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, penganekaragaman kegiatan.

(26)

b. Penghargaan atau imbalan ekstrinstik, yang mencakup: penghargaan finansial dan non finansial.

1) Penghargaan finansial, diantaranya adalah gaji, komisi, insentif, bonus, pembagian keuntungan perusahaan, jaminan sosial (contohnya program pensiun, asuransi kesehatan dan liburan). 2) Penghargaan non finansial, diantaranya adalah perlengkapan

kantor, penugasan pekerjaan yang lebih baik, promosi jabatan.

5. Sistem Penghargaan Dengan Berbasis Kompetensi

Merupakan suatu sistem, dalam pemberian penghargaan (gaji, insentif/ bonus) dengan mendasarkannya pada kompetensi yang dicapai oleh seorang pegawai/ karyawan. Apabila suatu organisasi telah menerapkan manajemen SDM dengan model kompetensi, maka persyaratan jabatan telah ditetapkan dengan standar kompetensi tertentu. Setiap jabatan dalam organisasi telah ditentukan dimensi-dimensi kompetensi yang dipersyaratkan dan, bahkan sampai skala nilai atau level tertentu. Dimensi kompetensi yang telah ditentukan, akan dijadikan dalam dasar penilaian atau evaluasi kinerja seseorang yang memangku jabatan tersebut (job holder). (Sutrisno, 2012).

Dengan demikian, pada saat evaluasi atau penilaian kinerja, setiap pegawai dengan jabatan yang diembannya akan dinilai atau diukur sejauh mana pencapaian standar kompetensinya. Kinerja pegawai akan diketahui pencapaian level kompetensinya. Oleh karena itu, tantangan

(27)

yang paling utama adalah cara mengukur pencapaian kompetensi seseorang secara objektif dan bebas dari bias kepentingan subjektivitas penilai.

6. Hubungan Antara Sistem Penghargaan Dengan Kinerja.

Armstrong 1987 dalam Sudarmanto (2014), menyatakan bahwa sistem penghargaan dapat meningkatkan kinerja individu dan kinerja organisasi, sehingga mendorong pencapaian misi dan strategi organisasi serta membantu mencapai keberlangsungan keuntungan kompetitif dan meningkatkan shareholder. Sistem penghargaan idealnya dapat memotivasi pegawai untuk lebih meningkatkan kinerja oleh karenanya bentuk penghargaan sedapat mungkin membuat orang tertarik dan mendorong untuk mencapainya. Penghargaan diberikan kepada pekerja segera setelah orang tersebut menyelesaikan pekerjaanya. Jarak waktu pemberian penghargaan yang terlalu lama dari aktivitas pekerjaan dapat menyebabkan penghargaan menjadi tidak efektif atau orang sudah lupa terhadap prestasi yang dicapainya.

D. Pendidikan dan Masa Kerja 1. Pendidikan

a. Pengertian

Pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peranan penting dalam proses memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan profesional individu. Melalui pendidikan, seseorang di persiapkan

(28)

untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan mengembangkan metode berpikir secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan di kemudian hari. Hal tersebut nantinya akan nampak pada kinerjanya, yang pada akhirnya akan menjamin produktivitas kerja yang semakin meningkat. (Sedarmayanti, 2009).

Pengertian pendidikan sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan pendidikan adalah usaha untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Dengan memerhatikan pengertian pendidikan seperti yang dikemukakan diatas, maka dapat dikatakan bahwa peran pendidikan adalah sebagai landasan untuk membentuk, mempersiapkan, membina dan mengembangkan kemampuan SDM yang sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan dimasa yang akan datang. (Nursalam, 2007).

Investasi terhadap SDM merupakan salah satu hal yang penting sehingga dapat dikatakan bahwa apabila suatu organisasi ingin tumbuh dan berkembang, perlu melakukan investasi SDM. Wahana yang diakui paling efektif untuk memenuhi kebutuhan mental spiritual, sepanjang ditinjau dari segi pengembangan sumber daya manusia adalah melalui kegiatan pendidikan.

(29)

b. Peran Pendidikan

Peran pendidikan adalah sebagai landasan untuk membentuk, mempersiapkan, membina dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang.

Dengan demikian majunya peradaban dan aspirasi manusia, maka semakin diperlukan orang yang mempunyai pengetahuan dalam jumlah dan mutu yang semakin tinggi. Pengetahuan diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga dan produktif sebab kinerja masa kini adalah kinerja yang didasarkan pada pikiran/ akal, bukan lagi pada tenaga. Karena itu pembentukan manusia yang terdidik dalam jumlah, mutu dan pemanfaatannya merupakan indikasi yang penting dalam kaitannya dengan potensi suatu organisasi. (Sedarmayanti, 2009).

c. Pendidikan berkelanjutan dan In- Service

Keperawatan merupakan profesi yang berdasar pada ilmu pengetahuan, sehingga pasien sebagai konsumen mengharapkan dan menuntut pelayanan kesehatan yang sesuai dengan penguasan teknologi (Levett-Jones, 2005 dalam Potter-Perry, 2010). Program pendidikan berkelanjutan merupakan salah satu cara untuk membantu perawat dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan perawat tersebut.

(30)

Dalam Nursalam (2007), pendidikan tinggi keperawatan berperan besar dalam membina sikap, pandangan dan kemampuan profesional; meningkatkan mutu pelayanan/ asuhan keperawatan profesional; mengembangkan pendidikan keperawatan formal dan tidak formal; menyelesaikan masalah keperawatan dan mengembangkan iptek keperawatan melalui penelitian; serta meningkatkan kehidupan keprofesian.

d. Jenjang Pendidikan Keperawatan

Sesuai dengan amanah UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Organisasi Profesi yaitu Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Asosiasi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI), bersama dukungan dari Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), telah menyusun dan memperbaharui kelengkapan sebagai suatu profesi. Sejak 2008 PPNI, AIPNI dan dukungan serta bekerjasama dengan Kemendiknas melalui project Health Profession Educational Quality (HPEQ), menperbaharui dan menyusun kembali Standar Kompetensi Perawat Indonesia, Naskah Akademik Pendidikan Keperawatan Indonesia, Standar Pendidikan Ners, standar borang akreditasi pendidikan ners Indonesia dan semua standar tersebut mengacu pada Peraturan Presiden Nomor.8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan saat ini sudah diselesaikan menjadi dokumen negara yang berkaitan dengan arah dan kebijakan tentang pendidikan keperawatan Indonesia.

(31)

Standar-standar yang dimaksud diatas juga mengacu pada perkembangan keilmuan keperawatan, perkembangan dunia kerja yang selalu berubah tertulis dalam dokumen Naskah Akademik Pendidikan Keperawatan, yang berkaitan dengan jenis, jenjang, gelar akademik dan Level KKNI;

Jenis Pendidikan Keperawatan di Indonesia adalah :

1) Pendidikan vokasi, yaitu pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan dan penguasaan keahlian keperawatan tertentu sebagai perawat.

2) Pendidikan Akademik, yaitu pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu keperawatan yang mencakup program sarjana, magister, doktor.

3) Pendidikan Profesi, yaitu pendidikan yang diarahkan untuk mencapai kompetensi profesi perawat.

2. Masa Kerja a. Pengertian

Masa kerja adalah rentang waktu untuk melakukan suatu kegiatan atau rentang waktu seseorang sudah bekerja (Tim penyusun KBBI, 2010). Masa kerja dapat menggambarkan pengalaman seseorang dalam menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya, petugas dengan pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan bimbingan dibandingkan dengan petugas yang pengalaman kerjanya sedikit. Semakin lama seseorang

(32)

bekerja pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga kecakapan kerjanya semakin baik. (Handoko, 2007). Kreitner dan Kinicki (2004) dalam Wibowo (2016) menyatakan bahwa, masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai jaminan hidup di hari tua.

b. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi pengalaman kerja Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi pengalaman kerja seseorang adalah waktu, frekuensi, jenis tugas, penerapan, dan hasil (Kreitner dan Kinicki 2004)

1) Waktu

Semakin lama seseorang melaksanakan tugas akan memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak.

2) Frekuensi

Semakin sering melaksanakan tugas sejenis umumnya orang tersebut akan memperoleh pengalaman kerja yang lebih baik. 3) Jenis tugas

Semakin banyak jenis tugas yang dilaksanakan oleh seseorang maka umumnya orang tersebut akan memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak.

(33)

4) Penerapan

Semakin banyak penerapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang dalam melaksanakan tugas tentunya akan dapat meningkatkan pengalaman kerja orang tersebut.

5) Hasil

Seseorang yang memiliki pengalaman kerja lebih banyak akan dapat memperoleh hasil pelaksanaan tugas yang lebih baik. Perusahaan akan cenderung memilih pelamar yang berpengalaman daripada yang tidak berpengalaman, mereka yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas yang nanti akan diberikan.

Kreitner dan Kinicki (2004) menyatakan bahwa cara yang dapat dilaksanakan untuk memperoleh pengalaman kerja adalah melalui pendidikan, pelaksanaan tugas, media informasi, penataran, pergaulan, dan pengamatan. Penjelasan dari cara memperoleh pengalaman kerja adalah sebagai berikut (Kreitner dan Kinicki 2004) :

1) Pendidikan

Berdasarkan pendidikan yang dilaksanakan oleh seseorang, maka orang tersebut dapat memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak dari sebelumnya.

2) Pelaksanaan tugas

Melalui pelaksanaan tugas sesuai dengan kemampuannya, maka seseorang akan semakin banyak memperoleh pengalaman kerja.

(34)

3) Media informasi

Pemanfaatan berbagai media informasi, akan mendukung seseorang untuk memperoleh pengalaman kerja yang lebih banyak.

4) Penataran

Melalui kegiatan penataran dan sejenisnya, maka seseorang akan memperoleh pengalaman kerja banyak dari orang yang menyampaikan bahan penataran tersebut.

5) Pergaulan

Melalui pergaulan dalam kehidupan sehari-hari, maka orang akan semakin banyak memperoleh pengalaman kerja untuk diterapkan sesuai dengan kemampuannya.

6) Pengamatan

Selama seseorang mengadakan pengamatan terhadap suatu kegiatan tertentu, maka orang tersebut akan dapat memperoleh pengalaman kerja yang lebih baik sesuai dengan taraf kemampuannya.

E. Model Teori Keperawatan Patricia Benner sebagai Dasar Manajemen Pengelolaan SDM Keperawatan

Teori Keperawatan yang dikembangkan oleh Patricia Benner diadaptasi dari “Model Dreyfus” yang dikemukakan oleh Dreyfus bersaudara yaitu Hubert dan Stuart Dreyfus. Dalam Alligood (2014), model teori keperawatan yang di kemukakan Patricia Benner lebih dikenal dengan Teori “From Novice To

(35)

Expert”, menjelaskan tentang 5 tingkat akuisisi peran dan perkembangan profesi meliputi: (1) Novice, (2) Advanced Beginner, (3) Competent, (4) Proficient, dan (5) Expert.

Konsep ini menjelaskan bahwa perawat mengembangkan keterampilan dan pemahaman tentang perawatan pasien dari waktu ke waktu dari kombinasi dasar pendidikan yang kuat dan pengalaman pribadi. Dalam Sudarta (2015), Benner mengusulkan bahwa perawat bisa mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tanpa benar-benar belajar teori. Benner menjelaskan hal ini sebagai perawat “knowing how” without “knowing that”. Benner menjelaskan lebih lanjut bahwa perkembangan pengetahuan di bidang masing-masing seperti keperawatan terdiri dari perluasan pengetahuan melalui penelitian dan pemahaman melalui pengalaman klinis.

Teori ini mengidentifikasi lima tingkat pengalaman perawat, yaitu: 1. Novice

Tingkat Novice adalah seseorang yang tidak memiliki latar belakang pengalaman sebelumnya pada situasi yang sedang dihadapinya saat ini. Sehingga perintah yang jelas, aturan dan atribut yang obyektif harus diberikan untuk memandu penampilannya. Pada tingkatan ini, novice

sulit untuk melihat situasi yang relevan dan irrelevan. Secara umum level ini dapat diaplikasikan untuk mahasiswa keperawatan, tetapi Benner juga mengklasifikasikan perawat yang berasal pada level yang lebih tinggi ke

novice jika mereka ditempatkan pada area atau situasi yang baru dan belum dikenalnya.

(36)

2. Advance Beginner

Ketika seseorang menunjukkan penampilan mengatasi masalah yang dapat diterima pada situasi nyata maka seseorang tersebut berada pada tahap Advance Beginner dalam Model Dreyfus. Advance beginner

mempunyai responsibilitas yang lebih besar untuk melakukan manajemen asuhan pada pasien, sebelumnya mereka mempunyai lebih banyak pengalaman. Benner menempatkan perawat yang baru lulus pada tahap ini.

3. Competent

Menyelesaikan pembelajaran dari situasi praktik klinis yang nyata dan dengan mengikuti kegiatan yang lain, merupakan proses perubahan

advance beginner menjadi competent. Tahap competent dari model Dreyfus ditandai dengan kemampuan mempertimbangkan dan membuat perencanaan yang diperlukan terhadap suatu situasi.

Konsisten, kemampuan memprediksi, dan manajemen waktu adalah penampilan utama pada tahap competent. Perawat competent dapat menunjukkan reponsibilitas yang lebih pada respon pasien, lebih realistik dan dapat menampilkan kemampuan kritis pada dirinya. Tingkat

competent adalah tingkatan yang penting dalam pembelajaran klinis, karena pengajar harus mengembangkan pola terhadap elemen atau situasi yang memerlukan perhatian yang dapat diabaikan. Competent harus mengetahui alasan dalam pembuatan perencanaan dan prosedur pada situasi klinis. Untuk dapat menjadi proficient, competent harus diizinkan untuk memandu respon terhadap situasi.

(37)

Point pembelajaran yang penting dari belajar mengajar aktif pada tingkatan competent adalah untuk melatih perawat membuat transisi dari

competent ke proficient.

4. Proficient

Perawat pada tahap ini menunjukkan kemampuan baru dalam melihat perubahan yang relevan pada situasi, meliputi pengakuan dan mengimplementasikan respon keterampilan dari situasi yang dikembangkan. Mereka akan mendemonstrasikan peningkatan percaya diri pada pengetahuan dan keterampilannya. Pada tingkatan ini mereka banyak terlibat dengan keluarga dan pasien.

5. Expert

Benner menjelaskan pada tingkatan ini perawat expert mempunyai pegangan intuisi dari situasi yang terjadi sehingga mampu mengidentifikasi area dari masalah tanpa kehilangan pertimbangan waktu untuk membuat diagnosa alternatif dan penyelesaian. Perubahan kualitatif pada expert adalah “mengetahui pasien” yang berarti mengetahui tipe pola respon dan mengetahui pasien secara holistik sebagai manusia.

F. Penelitian Terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Hafizurrachman, dkk (2011), menunjukkan kinerja perawat di RSUD dipengaruhi oleh semua variabel, yang berarti model teoritis yang diusulkan pada penelitian ini dapat digunakan. Kemampuan perawat merupakan variabel terbesar yang

(38)

mempengaruhi kinerja perawat (83,6%). Disimpulkan bahwa variabel kinerja perawat dipengaruhi oleh banyak variabel antara lain variabel sejarah kesehatan keluarga, perilaku gaya hidup, lingkungan kehidupan, dan kemampuan perawat.

Penelitian juga dilakukan oleh Siahaan, dkk (2009), menyatakan bahwa mayoritas responden memiliki kinerja baik dalam pemberian asuhan keperawatan sebanyak 71%, sedangkan responden yang kinerjanya buruk sebanyak 29%. Berdasarkan Depkes RI, standar pencapaian kinerja dalam pemberian asuhan keperawatan minimal 75%..

Penelitian yang dilakukan oleh Manik (2014), menyatakan pengaruh total kompetensi terhadap kinerja paramedis sebesar 38,87%; pengaruh total kompensasi terhadap kinerja paramedis sebesar 33,27%; pengaruh total kompetensi dan kompensasi terhadap kepuasan kerja paramedis sebesar 72,14%; dan pengaruh total kepuasan kerja terhadap kinerja sebesar 75,55%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terbukti ada pengaruh yang signifikan kompetensi dan kompensasi terhadap kepuasan kerja dan berimplikasi terhadap kinerja paramedis di Rumah Sakit Cibabat Kota Cimahi.

Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatimah, dkk (2013), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kompetensi, komitmen organisasi dan kepuasan kerja dengan kinerja perawat. Berdasarkan nilai uji Chi-square diperoleh hasil kompetensi p=

(39)

0,000, komitmen organisasi p= 0,000 dan kepuasan kerja p= 0,005. Karena itu, kompetensi, komitmen organisasi dan kepuasan kerja menentukan kinerja perawat. Peningkatan ketiga hal tersebut akan meningkatkan kinerja perawat.

Hasil penelitian yang dilakukan Royani, dkk (2012), menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara sistem penghargaan dengan kinerja 65 perawat (p(persepsi perawat)= 0,720; p(observasi)= 0,716; α= 0,05). Sub variabel pengaruh dan pertumbuhan diri adalah sub variabel yang paling berhubungan dengan kinerja perawat.

Penelitian juga dilakukan oleh Rahayu, dkk (2009), menunjukkan tidak ada hubungan antara system reward dan sub variabel dari system reward

(gaji pokok, tunjangan fungsional, insentif dan pengembangan karir) dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di RSUD Sragen. Hal ini terlihat dari nilai p value gaji pokok 0,114; nilai p

value tunjangan fungsional 0,264; nilai p value insentif 0,821; nilai p

value pengembangan karir 0,721; nilai p value system reward 0,244. Hasil tersebut berarti p valuenya lebih dari 0,05 yang menunjukkan tidak ada hubungan.

Penelitian yang dilakukan Faizin dkk (2008), hasil analisa uji chi-square menunjukkan taraf signifikan yang dihasilkan kurang dari 5% yaitu 0,002. Dengan demikian ada hubungan tingkat pendidikan perawat terhadap

(40)

kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Pandan Arang Kabupaten Boyolali.

Penelitian juga dilakukan oleh Aulia, dkk (2014), menunjukkan hasil uji thitung = 1,881, nilai ini lebih besar dari nilai ttabel=1,668 (DF= 67;0,05). Oleh karena nilai signifikan pendidikan dan pelatihan = 0,065 > 0,05 dan karena thitung =1,881> ttabel = 1,668, ini berarti hipotesis nol ditolak, artinya variabel pendidikan dan latihan memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja.

(41)

G. Kerangka Teori Penelitian

Skema 2.4

Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Sudarmanto (2014), Sedarmayanti (2009), Kurniadi (2013), Simamora (2013), Alligood (2014).

Berdasarkan kerangka teori diatas maka dapat diuraikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Gibson, Ivancevich & Donally (1997) dan Ilyas (2001) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu faktor individu, organisasi dan psikologis. Salah satu dari faktor individu yaitu kemampuan, keterampilan, serta pendidikan dan masa kerja yang merupakan salah satu bagian dari demografis perawat juga merupakan salah satu faktor dari kompetensi. Hal ini senada dengan sistem penghargaan yang juga Pendidikan dan

Masa Kerja

Sistem Penghargaan

1. Intrinsik 2. Ekstrinsik (Decenzo & Robbins (2002) dalam

Sudarmanto (2014). Kompetensi 1. Pengetahuan

2. Keterampilan/ 3. Sikap Menurut RS Hermina Teori Benner : Kompeten Kinerja Perawat Depkes, (2004) 1. Pengkajian 2. Diagnosa Keperawatan 3. Rencana Keperawatan 4. Implementasi Keperawatan 5. Evaluasi Keperawata Kurniadi dan Simamora (2013)

(42)

merupakan salah satu bagian dari faktor organisasi yang berakibat tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Sumber standar yang digunakan sebagai rujukan bagi perawat Indonesia dalam melaksanakan praktik keperawatan salah satunya adalah berasal dari PPNI dan Depkes RI, meliputi lima (5) standar yaitu pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kacang tanah di lahan kering Desa

Dari pengamatan yang dilakukan ketika kedua orang pengawai diminta untuk memasukkan metadata ke dalam WINISIS dan aplikasi data entry katalog, diketahui bahwa

Air merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia. Seseorang tidak dapat bertahan hidup tanpa air, karena itulah air merupakan salah satu penopang hidup bagi

Sama halnya dengan proses konsep desain, gambar atau produk yang dihasilkan pada tahap ini juga akan mengalami beberapa kali proses revisi dari klien dan pihak lainnya

Pada saat transformator memberikan keluaran sisi positif dari gelombang AC maka dioda dalam keadaan forward bias sehingga sisi positif dari gelombang AC tersebut

Sejak ditetapkan RRI sebagai lembaga yang dapat menerima pendapatan yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan

Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan

Mayoritas responden menjawab pada posisi kurang setuju yakni 48 responden (48%) dengan alasan bahwa masih banyak prosedur pengurusan perizinan yang dirasakan berbelit