• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

12 2.1 Aset

Aset adalah harta kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan perusahaan untuk dapat menghasilkan produk atau jasa guna memenuhi tujuan umum perusahaan. Tanpa aset, perusahaan tidak dapat beroperasi untuk menjalankan usahanya, karena itu aset harus dimiliki oleh setiap perusahaan. Kriteria utama suatu aset adalah manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset tersebut, yaitu potensi untuk memberikan sumbangan. Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif, yang dapat menghasilkan kas atau setara kas, atau mampu mengurangi pengeluaran kas atau menurunkan biaya bagi perusahaan.

2.1.1 Pengertian Aset

Dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku di Indonesia disebutkan bahwa “Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomik di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan” (IAI, 2015:9).

Definisi aset menurut International Financial Reporting Standards (IFRS) Chapter 4 – The elements of financial statements adalah sebagai berikut :

(2)

“An asset is a resource controlled by the entity as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the entity” (IASB, 2015:4)

Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa aset memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Aset merupakan hasil dari peristiwa masa lalu,

2. Aset merupakan manfaat ekonomi yang diperoleh di masa depan, dan 3. Aset dikuasai oleh perusahaan, dalam artian dimiliki ataupun

dikendalikan oleh perusahaan.

2.1.2 Klasifikasi Aset

Secara umum aset pada neraca dikelompokkan menjadi aset lancar (current asets) dan aset tidak lancar (non-current asets). Dalam PSAK No.1 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:1.7) disebutkan bahwa perusahaan menyajikan aset lancar terpisah dari aset tidak lancar, aset lancar disajikan menurut ukuran likuiditas.

Berikut penjelasan tentang klasifikasi aset :

1. Aset lancar (Current Asset). Menurut Rudianto (2012:46) “Aset lancar adalah harta kekayaan perusahaan yang diperkirakan akan berubah menjadi uang dalam kurun waktu kurang dari satu tahun sejak disusunnya laporan keuangan perusahaan tersebut”. Aset lancar meliputi : (cash), piutang usaha (accounts receivable), wesel tagih (notes receivable), perlengkapan usaha (supplies), penghasilan yang masih akan diterima (accruals receivable), persediaan barang (inventory), dan biaya yang dibayar dimuka (prepaid expense).

(3)

2. Aset tidak lancar (Non-Current Assets). Menurut Prihadi (2011:34) : aset tidak lancar merupakan aset yang mempunyai karakter berumur lebih dari satu tahun atau satu siklus usaha. Beberapa jenis aset tidak lancar yaitu : aset tetap, aset tidak berwujud, dan aset keuangan yang bersifat jangka panjang (investasi pada perusahaan lain).

a. Investasi jangka panjang (Long Term Investment). Investasi jangka panjang dapat berupa saham dan obligasi dari dan pinjaman kepada perusahaan lain, harta kekayaan yang tidak digunakan dalam operasi rutin perusahaan misalnya gedung yang disewakan kepada pihak lain, mesin yang digunakan di waktu yang akan datang, dana yang diperuntukkan bagi tujuan khusus selain pembayaran utang jangka pendek, pinjaman kepada anak perusahaan atau perusahaan afiliasi.

b. Aset Tetap (Fixed Asset). Menurut Surya (2012:149), aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau menyediakan barang atau jasa, untuk disewakan, atau untuk keperluan administrasi; dan diharapkan dapat digunakan lebih dari satu periode. Aset tetap meliputi : tanah (land), bangunan atau gedung (building), mesin-mesin (machinery), perabot dan peralatan kantor (office furniture and equipment), alat pengangkutan (delivery equipment), konstruksi dalam pengerjaan (construction in process) dan sumber-sumber alam (natural resources).

c. Aset Tidak Berwujud (Intangible Asset). Menurut Kieso, Weygandt, Kimmel

(4)

“Intangible assets are rights, privileges, and competitive advantages that results from the ownership of long-lived assets that do not possess physical substance. Evidence of intangible assets may exist in the form of contracts or licenses”.

Menurut Prihadi (2011:224) untuk dapat disebut aset tak berwujud, sifat yang dimilikinya harus memenuhi tiga syarat yaitu :

1) They are identifiable, 2) They lach physical existence, 3) They are not monetary assets. Aset tidak berwujud meliputi : hak cipta (copyrights), hak monopoli (franchises and licenses), hak paten (patents), merek dagang (trademarks), dan goodwill.

2.2 Aset Tetap

Aset tetap merupakan aset tidak lancar yang memiliki wujud fisik, diperoleh dan dimiliki untuk digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan dalam kurun waktu lebih dari satu tahun, serta merupakan komponen aset yang paling material nilainya di dalam neraca (laporan posisi keuangan) bagi sebagian besar perusahaan.

2.2.1 Pengertian Aset Tetap

Dalam PSAK No.16 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:16.2) menyatakan bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang : (a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan (b) diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Agar dapat diklasifikasikan sebagai aset tetap menurut PSAK 16, suatu aset harus memiliki karakteristik-karakteristik berikut :

(5)

1. Aset tersebut digunakan dalam operasi. Hanya aset yang digunakan dalam operasi normal perusahaan saja yang dapat diklasifikasikan sebagai aset tetap .

2. Aset tersebut memiliki masa (umur) manfaat yang panjang. Lebih dari satu periode.

3. Aset tersebut memiliki substansi fisik. Aset tetap memiliki ciri substansi fisik kasat mata sehingga dibedakan dari aset tak berwujud seperti hak paten dan merk dagang.

Pengertian aset tetap menurut Rudianto (2012:256) adalah :

“Aset tetap adalah barang berwujud milik perusahaan yang sifatnya relatif permanen dan digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, bukan untuk diperjualbelikan”.

Menurut Kartikahadi, Sinaga, Syamsul, Siregar, Wahyuni (2016:362) pengertian aset tetap adalah sebagai berikut :

“Aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan yang adminisratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode”.

Pengertian aset tetap menurut Martani, Veronica NPS, Wardhani, Farahmita, Tanujaya (2012:271), adalah sebagai berikut :

(6)

1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif dan;

2. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode”.

Pengertian aset tetap menurut Kieso et al (2013:410), adalah sebagai berikut :

“Plant assets are resources that have three caharacteristics : They have a physical substance (a definite size and shape), are used in the operations of a business, and are not intended for sale to customers. These assets are expected to provide services to the company for a number of years. Except for land, plant assets decline in service potential over their useful lives”.

Pengertian aset tetap Menurut Waren, Reeve, Duchac (2014 : 448), adalah sebagai berikut :

“Fixed assets are long-term or relatively permanent assets such as equipment, machinery, buildings, and land. Fixed assets have the following characteristics : 1. They exist physically and, thus, are tangible assets; 2. They are owned and used by the company in its normal operation; 3. They are not offered for sale as part of normal operations”.

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai aset tetap diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa aset tetap merupakan aset yang memiliki wujud/bentuk fisik, mempunyai nilai yang relatif besar (material), memiliki nilai umur manfaat yang panjang (lebih dari satu periode), dimiliki dan digunakan dalam kegiatan operasional usaha perusahaan dan diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomis dimasa yang akan datang, dan tidak dimiliki untuk diperjualbelikan.

(7)

Aset tetap dapat berupa kendaraan, mesin, bangunan, tanah, dan sebagainya. Dari berbagai jenis aset tetap yang dimiliki perusahaan, untuk tujuan akuntansi dapat dikelompokkan ke dalam kelompok : a) aset tetap yang umurnya tidak terbatas, seperti tanah tempat kantor atau bangunan pabrik berdiri, lahan pertanian, lahan perkebunan, dan lahan peternakan. Aset tetap jenis ini adalah aset tetap yang dapat digunakan secara terus menerus selama perusahaan menghendakinya tanpa harus memperbaiki atau menggantinya. b) aset tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa manfaatnya bisa diganti dengan aset lain yang sejenis, seperti bangunan, mesin, kendaraan, komputer, mebel, dan sebagainya. Aset tetap yang kedua adalah jenis aset tetap yang memiliki umur ekonomis maupun umur teknis yang terbatas. Karena itu, jika secara ekonomis sudah tidak menguntungkan (beban yang dikeluarkan lebih besar dari manfaatnya), maka aset seperti ini harus diganti dengan aset lain. c) aset tetap yang umur manfaatnya terbatas dan apabila sudah habis masa manfaatnya tidak dapat diganti dengan yang sejenis, seperti tanah pertambangan dan hutan. Kelompok aset tetap yang ketiga merupakan aset tetap sekali pakai dan tidak dapat diperbaharui (Rudianto, 2012:257).

2.2.2 Pengakuan Aset Tetap

Dalam PSAK No.16 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:16.1) menyatakan bahwa, biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika :

a) kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut; dan

(8)

b) biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.

Suku cadang, peralatan siap pakai dan peralatan pemeliharaan diakui ketika memenuhi definisi dari aset tetap. Namun, jika tidak maka suku cadang peralatan siap pakai dan peralatan pemeliharaan diklasifikasikan sebagai persediaan. Pernyataan ini tidak menentukan unit ukuran dalam pengakuan suatu aset tetap.

Biaya perolehan suatu aset tetap hanya dapat diakui dalam catatan akuntansi entitas jika dan hanya jika biaya perolehannya dapat diukur secara andal dan memberikan manfaat ekonomis dimasa depan. Hal ini juga diterapkan untuk, jika setelah perolehan awal, terdapat biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aset tetap tersebut. Hanya pengeluaran yang memenuhi syarat diatas, memiliki manfaat ekonomis dimasa depan dan dapat diukur secara andal yang dapat diakui sebagai bagian dari aset tetap (Kartikahadi dkk, 2016:364). Entitas mengevaluasi berdasarkan prinsip pengakuan ini terhadap seluruh biaya perolehan aset tetap pada saat terjadinya. Biaya tersebut termasuk biaya awal untuk memperoleh atau mengkonstruksi aset tetap dan biaya-biaya selanjutnya yang timbul untuk menambah, mengganti bagian, atau memperbaikinya (IAI, 2015:16.3).

2.2.2.1Pengukuran Awal Aset Tetap

Aset tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara diantaranya, perolehan aset dengan pembelian tunai, pembelian angsuran, penerbitan surat berharga, sewa guna usaha (leasing), perolehan pertukaran dengan aset lain, perolehan dengan cara membangun sendiri, dan perolehan dari hibah dan sumbangan. Aset tetap yang memenuhi kualifikasi pengakuan sebagai aset diukur pada biaya perolehan.

(9)

Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan pada aset ketika pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK lain ( IAI, 2015:16.2-16.3).

Dalam IAS 16 (2016), biaya perolehan didefinisikan sebagai beikut: “Cost includes 1) its purchase price, including import duties and non-refundable purchase taxes, after deducting trade discounts and rebates; 2) an costs directly attributable to bringing the asset to the location and condition necessary for it to be capable of operating in the manner intended by management; and 3) the estimated costs of dismantling and removing the item and restoring the site, unless those costs relate to inventories produced during that period”.

Menurut Rudianto (2012:259) “Harga perolehan adalah keseluruhan uang yang dikeluarkan untuk memperoleh suatu aset tetap sampai siap digunakan oleh perusahaan.”

Kartikahadi dkk (2016:363) menyatakan bahwa “biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika: (a) besar kemungkinan manfaat ekonomi masa depan berkenaan dengan aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan (b) biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.”

Menurut PSAK No.16 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:16.4) biaya perolehan aset tetap meliputi:

a. Harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak

(10)

b. Setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung utnuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan supaya aset tersebut siap digunakan sesuai dengan intensi manajemen.

c. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset tetap, kewajiban tersebut timbul ketika aset tetap diperoleh atau sebagai konsekuensi pengguanaan aset tetap selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk memproduksi persediaan selama periode tersebut.

Kartikahadi dkk (2016:365) menyatakan bahwa : aset berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset tetap pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aset tetap meliputi:

a. Harga pembeliannya;

b. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset tetap ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset tetap siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen;

c. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk mengha silkan persediaan. Biaya perolehan aset tetap adalah setara harga tunai pada tanggal pengakuan. Jika pembayaran ditangguhkan melampaui jangka waktu kredit normal, maka perbedaan antara harga tunai dan total pembayaran diakui sebagai

(11)

beban bunga selama periode kredit kecuali beban bunga tersebut dikapitalisasi sesuai dengan PSAK 26: Biaya Pinjaman. (IAI, 2015:16.5)

Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa harga/biaya perolehan adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan yang berhubungan dengan pembelian, perakitan, biaya pembongkaran, biaya pemindahan serta biaya restorasi lokasi suatu aset tetap sampai dapat digunakan oleh perusahaan.

2.2.3 Pengukuran Aset Tetap Setelah Pengakuan Awal

Setelah pengakuan awal, pengukuran terhadap aset tetap dapat dilakukan dan entitas memiliki pilihan untuk menggunakan dasar pengukuran aset tetapnya. Dalam PSAK No.16 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:16.6) disebutkan bahwa “entitas memilih model biaya atau model revaluasi sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelas yang sama”. Model pengukuran manapun yang dipilih oleh entitas, biaya penyusutan, penurunan nilai, biaya-biaya setelah perolehan awal diterapkan dengan cara yang sama.

2.2.3.1Model Biaya

Pada model ini setelah pengakuan sebagai aset, aset tetap dicatat pada biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset (IAI, 2015:16.6). Metode berbasis harga perolehan (biaya) merupakan metode penilaian aset yang didasarkan pada jumlah pengorbanan ekonomis yang

(12)

dilakukan perusahaan untuk memperoleh aset tetap tertentu sampai aset tetap tersebut siap digunakan. Itu berarti nilai aset yang disajikan dalam laporan keuangan adalah jumlah rupiah historis pada saat memperoleh aset tetap tersebut dikurangi dengan akumulasi penyusutannya jika ada (Rudianto, 2012:258).

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran aset tetap menggunakan model biaya adalah nilai yang dicatat berdasarkan harga perolehan historis aset tersebut dikurangi dengan akumulasi penyusutan selama aset tersebut dimiliki. Akumulasi penyusutan berarti kumpulan dari seluruh beban penyusutan selama beberapa periode akuntansi. Berikut tabel 2.1 penggunaan model biaya.

Tabel 2.1

Penggunaan Model Biaya

Dampak pada Perubahan ke Model Biaya Relevan dan keandalan

informasi

Informasi yang diberikan lebih kurang relevan.

Laba rugi Laba menjadi lebih besar, karena :

- Biaya penyusutan relative lebih kecil daripada model revaluasi.

- Keuntungan penjualan aset tetap diakui sebagai laba rugi tahun berjalan.

Laporan posisi keuangan Aset dan ekuitas menjadi lebih kecil.

Beban Penyusutan Beban penyusutan menjadi lebih kecil, karena

jumlah yang didepresiasi menjadi lebih kecil.

Biaya tambahan lainnya Tidak terdapat biaya tambahan untuk

(13)

Tabel 2.1 (lanjutan)

Dampak pada Perubahan ke Model Biaya Proses pembukuan dan

administrasi

Tetap sebagaimana adanya.

Debt to equity ratio Debt to equity ratio menjadi lebih besar karena nilai aset menjadi lebih kecil. Hal ini tidak menguntungkan jika entitas memiliki nilai utang yang besar.

Rasio keuangan (ROE & ROI) Laba yang lebih besar dengan aset dan ekuitas yang lebih kecil, akan memberikan ROI dan ROE yang lebih tinggi, sehingga entitas tampak lebih menguntungkan.

Sumber : Kartikahadi dkk (2016:390)

2.2.4 Penyusutan Aset Tetap

Penyusutan adalah metode pengalokasian biaya aset tetap untuk menyusutkan nilai aset secara sistematis selama periode manfaat dari aset tersebut (Martani dkk, 2012:312).

Menurut Harrison Jr, Horngren, Thomas, Suwardy (2012:410) “penyusutan adalah pengalokasian sistematis atas biaya aset selama umur manfaatnya”.

Menurut Kieso et al (2013:413), penyusutan didefinisikan :

“Depreciation is the process of allocating to expense the cost of a plant asset over its useful (service) life in a rational and systematic manner.”

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyusutan adalah suatu metode pengalokasian harga perolehan aset tetap setelah dikurangi

(14)

nilai sisa yang dialokasikan ke dalam periode yang menerima manfaat dari aset tetap tersebut. Kecuali tanah tidak disusutkan, karena pada dasarnya nilai tanah tidak berkurang walaupun digunakan atau berjalannya waktu.

Dalam PSAK No. 16 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:16.9-16.10) disebutkan bahwa “metode penyusutan yang digunakan mencerminkan pola pemakaian manfaat ekonomik masa depan aset yang diharapkan oleh entitas”. Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah tersusutkan dari aset secara sistematis selama umur manfaatnya. Metode tersebut antara lain metode garis lurus, metode saldo menurun, dan metode unit produksi. Metode penyusutan garis lurus menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset jika nilai residunya tidak berubah. Metode saldo menurun menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat aset. Metode unit produksi menghasilkan pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang diharapkan dari suatu aset.

Menurut Kieso et al (2013:415) : “Depreciation is generally computed using one of the following methods :

1. Straight-line method (companies expense the same amount of depreciation for each year of the asset’s useful life);

2. Units-of-activity (useful life is expressed in terms of the total units production or use expected from the asset, rather than as a time period);

3. Declining-balance (produces a decreasing annual depreciation expense over the asset’s useful life)”.

Metode penyusutan aset dipilih berdasarkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis masa depan dari aset dan diterapkan secara konsisten dari periode ke periode, kecuali terdapat perubahan dalam pola pemakaian manfaat ekonomik masa depan yang diperkirakan aset tersebut.

(15)

2.2.5 Penghentian Pengakuan Aset Tetap

Dalam PSAK No.16 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:16.10-16.11) disebutkan bahwa : jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat: (a) pada saat pelepasan; atau (b) ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomik masa depan yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap dimasukkan dalam laba rugi ketika aset tersebut dihentikan pengakuannya (kecuali PSAK 30: Sewa mensyaratkan perlakuan yang berbeda dalam transaksi jual dan sewa-balik). Keuntungan tidak boleh diklasifikasikan sebagai pendapatan. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan suatu aset tetap ditentukan sebesar selisih antara jumlah hasil pelepasan neto, jika ada, dan jumlah tercatatnya.

Martani dkk (2012:287) menyatakan: “Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat: (1) Dilepaskan; (2) Tidak ada manfaat ekonomis masa depan yag diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya.”

2.3 Revaluasi Aset Tetap

Menurut Waluyo (2013:191) mendefinisikan revaluasi aset tetap adalah sebagai berikut:

“Revaluasi aset tetap adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan yang diakibatkan adanya kenaikan nilai aset tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalan laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh

(16)

devaluasi atau sebab lain, hal ini mengakibatkan nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak mencerminkan nilai yang wajar”.

Pada umumnya revaluasi terhadap aset tetap dimaksudkan untuk menilai kembali aset akibat adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut dipasaran, sehingga aset tetap dapat dilaporkan sebagai nilai pasar wajarnya. Nilai pasar wajar (fair market value) yaitu harga yang dilekatkan pada proses jual beli dipasar pada saat tertentu dimana penjual dan pembeli masing-masing melakukan secara sadar tanpa paksaan, serta mengetahui atau memiliki pengetahuan mengenai keadaan pasar serta kegunaan aktiva yang dimaksud. Selisih penilaian kembali aset tetap dicatat sebagai pos modal, yaitu disajikan dalam kelompok modal diantara tambahan modal disetor dan laba ditahan.

Dalam Buletin Teknis 11 Revaluasi Aset Tetap (IAI, 2016:2&4) disebutkan bahwa, entitas dapat memilih melakukan revaluasi aset tetap untuk:

a. Tujuan akuntansi. Revaluasi aset tetap untuk tujuan akuntansi mengikuti ketentuan dalam PSAK 16: Aset Tetap. PSAK 16 menyatakan bahwa revaluasi aset tetap dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dengan jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada akhir periode pelaporan, dan jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelas yang sama direvaluasi.

b. Tujuan pajak. Jika entitas melakukan revaluasi aset tetap hanya untuk tujuan pajak, maka konsekuensi pajak yang timbul dari revaluasi tersebut diakui dalam laba rugi. Pada periode entitas memperoleh persetujuan dari

(17)

otoritas perpajakan, maka: (a) jumlah pajak yang telah dibayar diakui sebagai beban pajak dalam laba rugi; (b) timbul perbedaan temporer yang dapat dikurangkan, karena dasar pengenaan pajak atas aset tetap menjadi lebih tinggi dari jumlah tercatat secara akuntansi.

c. Tujuan akuntansi dan pajak. Jika entitas melakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan akuntansi dan pajak, maka pajak kini dan tangguhan diakui di penghasilan komprehensif lain atau laba rugi, bergantung pada peristiwa yang menyebabkan timbulnya konsekuensi pajak kini dan tangguhan tersebut. Secara akuntansi, kenaikan nilai tercatat aset akibat revaluasi diakui di penghasilan komprehensif lain. Pada periode entitas memperoleh persetujuan dari otoritas perpajakan, maka: (a) jumlah pajak yang telah dibayar diakui di penghasilan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi; (b) jumlah tercatat suatu aset tetap yang direvaluasi secara pajak dan akuntansi akan menjadi sama dengan dasar pengenaan pajaknya, sehingga tidak terdapat perbedaan temporer atas aset yang direvaluasi tersebut. (c) pada setiap akhir periode pelaporan, entitas menentukan perbedaan temporer yang mungkin timbul atas nilai tercatat aset dalam laporan keuangan dan dasar pengenaan pajaknya.

2.3.1 Revaluasi Aset Tetap Untuk Tujuan Perpajakan (PMK RI No. 191/PMK.010/2015 dan PMK RI No. 233/PMK.03/2015)

Pada tanggal 15 Oktober 2015 Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva

(18)

Tetap untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan yang Diajukan pada Tahun 2015 dan 2016 (PMK191/2015), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.233/PMK.03/2015 (PMK 233/2015). Revaluasi aset tetap untuk tujuan pajak tunduk pada peraturan perpajakan, yang diantaranya mengatur bahwa :

1. Revaluasi aset tetap tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat jangka waktu lima tahun,

2. Dapat dilakukan untuk sebagian atau seluruh aset tetap,

3. Masa manfaat aset tetap setelah revaluasi disesuaikan kembali menjadi manfaat penuh untuk kelompok aset tersebut, dan

4. Dasar penyusutan aset tetap adalah nilai pada saat revaluasi aset tetap. Dalam revaluasi aset tetap untuk tujuan pajak, entitas mengungkapkan informasi mengenai selisih lebih revaluasi aset tetap tersebut dalam catatan atas laporan keuangan sesuai PMK 233/2015 (Buletin Teknis 11 Revaluasi Aktiva Tetap, 2016:1&2). Selisih lebih revaluasi aset tetap adalah selisih antara nilai baru aktiva setelah dilakukan revaluasi dengan sisa nilai buku secara fiskal sebelum penilaian kembali. Atas selisih lebih tersebut dikenakan tarif sebagai berikut:

a. 3%, untuk permohonan sampai dengan 31 Desember 2015 dan penilaian kembali selesai paling lambat 31 Desember 2016;

b. 4%, untuk permohonan periode 1 Januari 2016 sampai dengan 30 Juni 2016 dan penilaian kembali paling lambat 30 Juni 2017; atau

c. 6%, untuk permohonan periode 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Desember 2016

(19)

Jika dibandingkan dengan tarif yang terdapat pada PMK 79/2008, tentunya tarif yang terdapat di PMK 191/2015 jauh lebih rendah. Tarif yang terdapat pada PMK 79/2008 adalah 10%, sedangkan tarif yang berlaku pada PMK 191/2015 berkisar antara 3% hingga 6%. Sehingga, dengan pemanfaatan insentif ini, wajib pajak dapat merestrukturisasi postur dan nilai aktiva yang tampak pada laporan keuangan sehingga lebih wajar.

Secara garis besar, kebijakan ini adalah bentuk insentif perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak. Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan insentif ini adalah Wajib Badan dalam negeri, Bentuk Usaha Tetap, Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan pembukuan dan Wajib Pajak yang pada saat penetapan penilaian kembali nilai aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai belum melewati jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap terakhir berdasarkan PMK 79/2008. Sedangkan objek yang dapat diajukan permohonan revaluasi aktiva tetap berdasarkan PMK 191/2015 adalah sebagian atau seluruh aktiva tetap berwujud yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.

2.4 Pajak Penghasilan (PPh) Badan

Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 angka 3 “badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

(20)

melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.

2.4.1 Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak (Resmi, 2014:74).

Dalam Undang-undang No.36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 1 menyatakan bahwa :

“Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak”.

Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh badan seperti yang dimaksud dalam UU No.28 tahun 2007.

2.4.2 Subjek Pajak Penghasilan

Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan (Resmi, 2014:75). Adapun subjek dari PPh Badan yaitu :

(21)

1. Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.

2. Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia.

Wajib pajak badan adalah badan seperti yang dimaksud pada UU No.28 tahun 2007 pasal 1 angka 2, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.4.3 Objek Pajak Penghasilan

Objek pajak penghasilan merupakan sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak (Resmi, 2014:79). Objek pajak penghasilan badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

(22)

2.4.4 Beban Pajak Penghasilan

PSAK No.46 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:46.2 & 146.3) menyatakan bahwa “beban pajak (penghasilan pajak) adalah jumlah gabungan pajak kini dan pajak tangguhan yang diperhitungkan dalam menentukan laba rugi pada suatu periode. Beban pajak (penghasilan pajak) terdiri dari beban pajak kini (penghasilan pajak kini) dan beban pajak tangguhan (penghasilan pajak tangguhan). Pajak kini adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang (dipulihkan) atas laba kena pajak (rugi pajak) untuk suatu periode”.

Menurut Martani dkk (2015:246) menyatakan bahwa:

“Beban atau pendapatan pajak tangguhan merupakan konsekuensi pajak akibat pengakuan aset atau liabilitas dalam laporan keuangan yang berbeda secara temporer dengan dasar pengenaan pajaknya.”

Menurut Budiman (2013) “beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (laba dalam laporan keuangan untuk pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak).” Menurut Sari (2014:290) “pajak tangguhan terjadi akibat perbedaan temporer antara pembukuan dan pajak, sedang perbedaan permanen antara pembukuan dan pajak tidak mempunyai efek baik terhadap perhitungan beban pajak menurut pembukuan maupun terhadap perhitungan pajak terutang”.

Revaluasi aset tetap seringkali digunakan untuk menghemat pajak yang harus dibayar. Dengan dilakukannya penilaian kembali aset tetap, nilai aset tetap yang direvaluasi tersebut akan bertambah besar yang berdampak pada beban

(23)

penyusutan yang juga menjadi lebih besar pada tahun-tahun yang akan datang, dan secara langsung akan mengurangi laba perusahaan. Laba perusahaan yang berkurang tersebut akan membuat penghasilan kena pajak perusahaan lebih kecil dan akan meminimalkan pajak terutang dan beban pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh perusahaan dalam beberapa periode ke depan sesuai dengan periode penyusutan yang digunakan perusahaan.

2.5 Arus Kas

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 2 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:2.2) “arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas”. Tujuan laporan arus kas adalah untuk menyediakan informasi mengenai perubahan arus kas yaitu penerimaan (arus masuk) dan pengeluaran (arus keluar) kas dari suatu entitas selama satu periode langsung (Martani dkk, 2015:383).

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa arus kas merupakan jumlah kas yang mengalir masuk dan keluar dalam suatu periode tertentu. Dengan kata lain, arus kas adalah perubahan yang terjadi dalam pos kas suatu periode tertentu.

2.5.1 Laporan Arus Kas

Pengertian Laporan Keuangan Arus Kas menurut PSAK No. 2 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:2.3) “laporan arus kas melaporkan arus kas selama

(24)

periode tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi dan pendanaan”.

Sedangkan menurut Kieso et al (2013:624) definisi laporan arus kas adalah:

“The statement of cash flows reports the cash receipts, cash payments and net change in cash resulting form the operating, investing and financing activities during a period”.

Tujuan Laporan Arus Kas menurut PSAK No. 2 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:2.1) yaitu, laporan arus kas bertujuan untuk memberikan informasi tentang arus kas entitas yang berguna dalam menyediakan pengguna laporan keuangan dasar untuk menilai kemampuan entitas untuk menggunakan arus kas tersebut. Dalam proses pengambilan keputusan ekonomik oleh pengguna mensyaratkan evaluasi kemampuan entitas dalam menghasilkan kas dan setara kas serta kepastian perolehannya. Pernyataan ini adalah mensyaratkan ketentuan atas informasi mengenai perubahan historis dalam kas dan setara kas dari suatu entitas melalui laporan arus kas yang mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi dan pendanaan selama suatu periode.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan arus kas merupakan laporan yang menyajikan informasi mengenai penerimaan kas, pembayaran kas dan hasil perubahan dalam nilai bersih dari aktivitas operasi, investasi dan pendanaan pada suatu periode tertentu.Sedangkan, tujuan dari laporan arus kas adalah menyediakan informasi tentang aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan dalam suatu periode akuntansi yang dapat

(25)

dijadikan sebagai sumber informasi bagi penggunanya untuk mengetahui perubahan arus kas suatu entitas dalam periode tertentu.

2.5.2 Komponen Laporan Arus Kas

Komponen laporan arus kas mengklasifikasikan penerimaan dan pengeluaran kas dalam tiga kategori utama, yaitu aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Dalam arus kas terdapat rasio-rasio yang dapat digunakan untuk menyediakan informasi dalam pengukuran kinerja perusahaan. Menurut Tulasi (2006) rasio arus kas dibedakan menjadi Sufficiency Ratios, Efficiency Ratios dan Investing and Finacial Ratios. Pada arus kas, aliran kas merupakan penyesuaian net income bagi accruals and deferrals sehingga lebih menitik-beratkan pada konsep cash revenue dan cash expenditure. Sehingga perhitungan cash flow ratios didasarkan pada trichotomy cash flows (operasi, investasi dan pendanaan) dan cash basis (Laitinen, 1994).

2.5.2.1Arus Kas Aktivitas Operasi

Kieso et al (2013:624) menyatakan bahwa :

“Operating activities include the cash effects of transactions that create revenues and expenses. They thus enter into the determination of net income”.

Menurut PSAK No.2 penyesuaian 2014 (IAI, 2015:2.2&2.3) “aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan entitas dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan”. Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan

(26)

perusahaan. Oleh karena itu, arus kas tersebut pada umumnya dihasilkan dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi.

Beberapa contoh arus kas dari aktivitas operasi adalah :

1. Penerimaan kas dari penjualan barang dan pemberian jasa; 2. Penerimaan kas dari royalti, fees, komisi dan pendapatan lain;

3. Pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa;

4. Pembayaran kas kepada dan untuk kepentingan karyawan;

5. Penerimaan dan pembayaran kas oleh entitas asuransi sehubungan dengan

premi, klaim, anuitas dan manfaat polis lain;

6. Pembayaran kas atau penerimaan kembali (restitusi) pajak penghasilan kecuali jika dapat diidentifikasikan secara spesifik sebagai aktivitas pendanaan dan investasi;

7. Penerimaan dan pembayaran kas dari kontrak yang dimiliki untuk tujuan diperdagangkan atau diperjualbelikan.

Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator utama untuk menentukan apakah operasi entitas telah menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi entitas, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa bantuan sumber pendanaan dari luar (IAI, 2015:2.3).

Terdapat rasio yang dapat digunakan dalam arus kas operasi salah satunya yaitu efficiency ratios. Rasio tersebut meliputi salah satunya arus kas operasi yang dapat digunakan untuk mengetahui kas yang dihasilkan oleh perusahaan dengan aset yang tersedia dalam perusahaan yaitu cash flow return on asset ratio.

(27)

Menurut Giacomino dan Mielke (1993:57) “cash flow return on assets ratio (CFRAR), adalah variable independen yang diukur berdasarkan arus kas bersih dari aktivitas operasi terhadap total aset perusahaan”. Dapat dihitung dengan :

Cash Flow From Operation

CFRAR = X 100%

Total assets

2.5.2.2Arus Kas Aktivitas Investasi

Kieso et al (2013:624) menyatakan bahwa :

“Investing activities include (a) acquiring and disposing of investments and property, plant and equipment,and (b) lending money and collecting the loans”.

Menurut PSAK No.2 Penyesuaian 2014 (IAI, 2015:2.2&2.4) “aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aset jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas”. Pengungkapan terpisah arus kas yang timbul dari aktivitas investasi adalah penting karena arus kas tersebut merepresintasikan sejauh mana pengeluaran yang telah terjadi untuk sumber daya yang diintensikan untuk menghasilkan penghasilan dan arus kas masa depan. Beberapa contoh arus kas yang timbul dari aktivitas investasi adalah:

1. Pembayaran kas untuk memperoleh aset tetap, aset takberwujud, dan aset jangka panjang lain;

2. Penerimaan kas dari penjualan aset tetap, aset takberwujud dan aset jangka panjang lain;

3. Pembayaran kas untuk memperoleh instrumen utang atau instrumen

(28)

pembayaran kas untuk instrumen yang dianggap setara kas atau instrumen yang dimiliki untuk tujuan diperdagangkan atau diperjualbelikan);

4. Penerimaan kas dari penjualan instrumen utang dan instrumen ekuitas entitas lain dan kepentingan dalam bentura bersama (selain penerimaan kas dari instrumen yang dianggap setara kas atau instrumen yang dimiliki untuk tujuan diperdagangkan atau diperjualbelikan);

5. Uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain (selain uang muka dan pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan);

6. Penerimaan kas dari pelunasan uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain (selain uang muka dan kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan);

7. Pembayaran kas untuk futures contracts, forward contracts, option contracts dan swap contracts, kecuali jika kontrak tersebut dimiliki untuk tujuan diperdagangkan atau diperjualbelikan, atau jika pembayaran tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan; dan

8. Penerimaan kas dari futures contracts, forward contracts, option contracts dan swap contracts, kecuali jika kontrak tersebut dimiliki untuk tujuan diperdagangkan atau diperjualbelikan, atau jika penerimaan tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan.

Terdapat rasio yang dapat digunakan dalam arus kas investasi yaitu investing ratios. Rasio investasi menggambarkan kemampuan berinvestasi perusahaan dalam suatu periode tertentu, salah satunya yaitu “operating investing activity menunjukkan perbandingan antara investasi pada pembelian gedung,

(29)

pabrik dan peralatan yang digunakan untuk kegiatan operasi perusahaan dengan rata-rata aktiva yang dinyatakan dalam persentase tertentu” (Tulasi, 2006:52). Dapat dihitung dengan :

Net property plant and equipment (PPE) investing

Operating investing activity = X 100%

Average total assets

2.5.2.3Arus Kas Aktivitas Pendanaan

Kieso et al (2013:625) menyatakan bahwa :

“Financing activities include (a) obtaining cash from issuing debt and repaying the amounts borrowed, and (b) obtaining cash from shareholders,repurchasing shares, and paying dividens”.

Menurut PSAK No.2 Penyesuaian 2014 (IAI, 2015:2.2&2.4) “aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi kontribusi ekuitas dan pinjaman entitas”. Pengungkapan terpisah arus kas yang timbul dari aktivitas pendanaan adalah penting karena berguna untuk memprediksi klaim atas arus kas masa depan oleh para penyedia modal entitas. Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas pendanaan adalah:

1. Penerimaan kas dari penerbitan saham atau instrumen ekuitas lain;

2. Pembayaran kas kepada pemilik untuk memperoleh atau menebus saham entitas;

3. Penerimaan kas dari penerbitan obligasi, pinjaman, wesel, hipotek, dan pinjaman jangka pendek dan jangka panjang lain;

(30)

4. Pelunasan pinjaman; dan

5. Pembayaran kas oleh lessee untuk mengurangi saldo liabilitas yang berkaitan dengan sewa pembiayaan.

Terdapat rasio yang dapat digunakan dalam arus kas pendanaan yaitu financing ratios. Rasio pendanaan salah satunya meliputi rasio yang menggambarkan persentase aset yang didanai oleh kreditur selama periode tertentu, salah satunya yaitu financing policies. Menurut Rujoub, Cook, Hay (1995:78) financing policies menggambarkan perbandingan antara cash flow from financing dengan total assets perusahaan”. Dapat dihitung dengan :

Cash Flow From Financing

Financing Policies = X 100%

Total Assets

2.6 Hasil Penelitian Terdahulu

Tinjauan tentang studi terdahulu yang relevan dengan tema yang akan penulis teliti adalah sebagai berikut:

(31)

Tabel 2.2

Hasil Penelitian Terdahulu

No

Nama Peneliti/

Judul

Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

1 Egi Firmansyah, 2012 Pengaruh negosiasi debt contract dan political cost terhadap perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap (Studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2010) Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan arus kas operasi tidak

mempengaruhi perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap. Hal tersebut dikarenakan kreditur lebih melihat arus kas secara keseluruhan yang disediakan oleh perusahaan daripada hanya berfokus pada arus kas operasi saja. Meneliti pengaruh arus kas aktivitas operasi terhadap perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap. 1. Variabel penelitian yang tidak hanya arus

kas aktivitas

operasi, tapi juga

arus kas

investasi, arus

kas pendanaan,

dan beban pajak penghasilan dalam keputusan perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap. 2. Revaluasi aset tetap yang dimaksud adalah tentang revaluasi aset tetap untuk tujuan akuntansi. Sedangkan untuk penelitian saat ini

revaluasi aset

tetap yang

dimaksud adalah

untuk tujuan

(32)

Tabel 2.2 (lanjutan)

Sumber: Kajian Peneliti, 2017 No

Nama Peneliti/

Judul

Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

2 Mario Agung Ramadhan, 2014 Pengaruh negosiasi debt contract dan political cost terhadap perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap (Studi empiris pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2010-2012) Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan arus kas operasi tidak

mempengaruhi perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap. Hal tersebut dikarenakan kreditur lebih melihat arus kas secara keseluruhan yang disediakan oleh perusahaan daripada hanya berfokus pada arus kas operasi saja. Meneliti pengaruh arus kas aktivitas operasi terhadap perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap. 1. Variabel penelitian yang tidak hanya arus

kas aktivitas

operasi, tapi juga

arus kas

investasi, arus

kas pendanaan,

dan beban pajak penghasilan dalam keputusan perusahaan untuk melakukan revaluasi aset tetap. 2. Revaluasi aset tetap yang dimaksud adalah tentang revaluasi aset tetap untuk tujuan akuntansi. Sedangkan untuk penelitian saat ini

revaluasi aset

tetap yang

dimaksud adalah

untuk tujuan

(33)

2.7 Kerangka Pemikiran

Revaluasi aset tetap adalah penilaian kembali aset tetap. Tindakan penilaian kembali ini dilakukan karena aktiva tetap yang didasarkan pada harga perolehan (historical cost), sehingga dianggap kurang mencerminkan nilai atau potensi nyata yang dimiliki oleh perusahaan, sebagai akibat adanya fluktuasi harga atau nilai tukar yang cukup tinggi.

Pemerintah menerbitkan PMK 191/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan bagi pemohon yang diajukan pada tahun 2015 & 2016, sebagaimana telah diubah dengan PMK 233/2015 atau lebih dikenal sebagai Kebijakan Revaluasi Aktiva Tetap. Secara garis besar, kebijakan ini adalah bentuk insentif perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak. Jika dibandingkan dengan tarif yang terdapat pada PMK 79/2008, tentunya tarif yang terdapat di PMK 191/2015 jauh lebih rendah. Tarif yang terdapat pada PMK 79/2008 adalah 10%, sedangkan tarif yang berlaku pada PMK 191/2015 berkisar antara 3% hingga 6%.

Dengan melakukan penilaian kembali aset tetap sesuai PMK 191/2015 dan PMK 233/2015, nilai aset tetap akan bertambah besar yang menyebabkan beban penyusutan pada tahun-tahun yang akan datang menjadi lebih besar dan mengurangi laba perusahaan, sehingga meminimalkan pajak terutang perusahaan dan tarif pajak yang akan dibayarkan atas selisih lebih penilaian aset lebih rendah.

Dengan pemanfaatan insentif ini wajib pajak dapat merestrukturisasi postur dan nilai aset yang tampak pada laporan keuangan termasuk laporan arus kas secara keseluruhan yaitu arus kas operasi, arus kas investasi dan arus kas

(34)

pendanaan perusahaan sehingga lebih wajar dan berguna untuk pembuatan keputusan keuangan perusahaan. Walaupun akan ada kas keluar dalam laporan arus kas perusahaan untuk pembayaran pajak atas revaluasi aset tetap.

2.7.1 Pengaruh Beban Pajak Penghasilan Terhadap Keikutsertaan Revaluasi Aktiva Tetap (PMK RI Nomor 191 dan Nomor 233 Tahun 2015)

Melalui revaluasi suatu nilai aset tetap akan bertambah besar yang akan menyebabkan beban penyusutan pada tahun-tahun yang akan datang menjadi lebih besar dan secara langsung akan mengurangi laba perusahaan. Menurunnya laba perusahaan akan meminimalkan pajak terutang yang dibayarkan oleh perusahaan, meskipun dengan melakukan revaluasi laba perusahaan menjadi berkurang sebenarnya kebijakan ini memiliki manfaat lain seperti laporan posisi keuangan akan menunjukkan posisi keuangan perusahaan yang wajar sehingga laporan keuangan dapat menyajikan informasi yang lebih akurat. “tujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan agar perusahaan dapat melakukan perhitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya”.

Menurut Waluyo (2013:191) “tujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan agar perusahaan dapat melakukan perhitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya”. Dengan dilakukannya revaluasi aset tetap, perusahaan dapat menyehatkan posisi keuangannya sehingga lebih mencerminkan kemampuan dan

(35)

nilai perusahaan yang sebenarnya, dan dapat menghemat pajak penghasilan terhutang. Dalam hal ini Pajak Penghasilan (PPh), penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap merupakan peluang untuk memperoleh penghematan pajak (tax saving), atau keuntungan pajak (tax Benefit). Hal ini ditunjukan dengan beban pajak (tax burden) yang dapat diminimalisasi melalui penyusutan aktiva tetap tersebut, dan kompensasi kerugian perusahaan (Ilyas & Wicaksono, 2015:141) H1 : Beban pajak penghasilan berpengaruh terhadap keikutsertaan revaluasi aktiva tetap (PMK RI Nomor 191 dan Nomor 233 Tahun 2015).

2.7.2 Pengaruh Arus Kas Aktivitas Operasi Terhadap Keikutsertaan Revaluasi Aktiva Tetap (PMK RI Nomor 191 dan Nomor 233 Tahun 2015)

Arus kas dari aktivitas operasi diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan entitas, mencakup pengaruh kas dari transaksi yang menghasilkan pendapatan dan beban yang berpengaruh pada penetapan laba rugi bersih. Sumber kas ini umumnya dianggap sebagai ukuran terbaik dari kemampuan perusahaan dalam memperoleh dana yang cukup untuk dapat melanjutkan usahanya. Nilai arus kas yang berasal dari aktivitas operasi dapat mencerminkan bagaimana operasi perusahaan berjalan serta akan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi kewajibannya, memelihara kemampuan operasi, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar.

(36)

Menurut Cotter dan Zimmer (1995) (Firmansyah dan Sherlita, 2012) bahwa penilaian kembali atas aset tetap akan memberikan nilai yang lebih tinggi pada aset jaminan perusahaan yang dapat membantu untuk meyakinkan debtholders tentang kemampuan perusahaan untuk membayar utang melalui potensi mewujudkan aset perusahaan lebih tinggi sesuai nilai pasar, sehingga revaluasi aset akan mengembalikan kapasitas pinjaman perusahaan.

Nilai suatu aset tetap akan bertambah bila dilakukan revaluasi aset tetap, hal tersebut akan berpengaruh pada arus kas operasi sesuai teori diatas dan juga akan membuat total aset yang dimiliki perusahaan lebih besar. Maka itu, perlu dilakukan pengukuran seberapa besar arus kas bersih dalam aktivitas operasi yang dihasilkan oleh perusahaan atas total aset yang tersedia. Bila arus kas bersih yang dihasilkan atas total aset juga bertambah besar, maka besar kemungkinan perusahaan untuk mengikuti revaluasi aset tetap karena dapat meningkatkan nilai total aset.

H2 : Arus kas dari aktivitas operasi berpengaruh terhadap keikutsertaan revaluasi aktiva tetap (PMK RI Nomor 191 dan Nomor 233 Tahun 2015).

2.7.3 Pengaruh Arus Kas Aktivitas Investasi Terhadap Keikutsertaan Revaluasi Aktiva Tetap (PMK RI Nomor 191 dan Nomor 233 Tahun 2015)

Arus kas dari aktivitas investasi, yaitu arus kas dari transaksi yang mempengaruhi investasi dari aktiva tetap dan perolehan dari instrumen investasi lain. Aktivitas Investasi adalah aktivitas perolehan atau pelepasan aktiva jangka panjang yang mencakup penerimaan kas dari penjualan aktiva tetap dan

(37)

pembelian kas untuk mesin produksi. Arus kas aktivitas investasi mencerminkan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan. Informasi dari laporan arus kas aktivitas investasi digunakan investor untuk pengambilan keputusan investasinya.

Dalam arus kas aktivitas investasi penjualan berupa aset tetap akan memberikan arus kas masuk bagi perusahaan. Dengan sisa aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan berupa tanah, bangunan dan lainnya perusahaan dapat melakukan revaluasi aset tetap terutama terhadap aset tanah karena nilainya cukup signifikan, revaluasi tersebut akan meningkatkan arus kas masuk aktivitas investasi pada periode-periode yang akan datang dengan penjualan aset tetap tersebut. Oleh karena itu, bila adanya peningkatan arus kas masuk dari aktivitas investasi yang akan diperoleh pada periode selanjutnya, maka kemungkinan besar perusahaan akan melakukan revaluasi aset tetap.

H3: Arus kas masuk dari aktivitas investasi berpengaruh terhadap keikutsertaan revaluasi aktiva tetap (PMK RI Nomor 191 dan Nomor 233 Tahun 2015)

2.7.4 Pengaruh Arus Kas Aktivitas Pendanaan Terhadap Keikutsertaan Revaluasi Aktiva Tetap (PMK RI Nomor 191 dan Nomor 233 Tahun 2015)

Arus kas dari aktivitas pendanaan adalah akibat dari transaksi atau peristiwa penerimaan dan pengeluaran kas kepada para pemegang saham yang disebut juga sebagai pendanaan ekuitas, sedangkan penerimaan kas dan

(38)

pengeluaran kas kepada kreditor disebut sebagai pendanaan utang. Rasio aktivitas arus kas pendanaan terhadap aset tetap membantu memberikan informasi keuangan bagi para pengguna untuk mengevaluasi kebijakan pendanaan perusahaan, tingginya rasio mengindikasikan bahwa perusahaan belum memanfaatkan aset nya secara efektif. Sebaliknya, bila rasio rendah mengindikasikan aset telah dimanfaatkan secara efektif (Rujoub et al, 1995).

Revaluasi aset tetap penting untuk perusahaan yang membutuhkan pembiayaan, sebab bila revaluasi dilakukan maka nilai aset tetap menjadi lebih tinggi dan membuat perusahaan mampu menarik pendanaan lebih besar. Selain itu, bila nilai aset tetap bertambah maka pembanding untuk hutang dan ekuitas perusahaan akan semakin besar, sehingga rasio yang dihasilkan akan lebih kecil dan dapat memperlihatkan informasi keuangan yang dapat menarik para shareholders untuk memberikan pendanaan bagi perusahaan. Total aset yang bertambah besar pun menjadi pembanding yang dapat memperkecil rasio kebijakan pendanaan perusahaan, rasio yang semakin kecil mengindikasikan perusahaan telah memanfaatkan asetnya secara efektif.

H4 : Arus kas dari aktivitas pendanaan berpengaruh terhadap keikutsertaan revaluasi aktiva tetap (PMK RI Nomor 191 dan Nomor 233 Tahun 2015)

(39)

2.7.5 Pengaruh Beban Pajak Penghasilan, Arus Kas Operasi, Arus Kas Investasi dan Arus Kas Pendanaan Terhadap Keikutsertaan Revaluasi Aktiva Tetap (PMK RI Nomor 191 dan Nomor 233 Tahun 2015)

Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan setidaknya terdapat dua alasan perusahaan enggan mengikuti kebijakan revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan yaitu terkendala kewajiban membayar beban PPh atas selisih lebih penilaian aset dan permasalahan cash flow dimana harus ada uang tunai yang keluar untuk membayar pajak, sedangkan revaluasi tidak ada uangnya namun nilai perusahaan akan naik.

Bila perusahaan melakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan maka ada kewajiban membayar pph final atas selisih lebih penilaian kembali aset tetap tetapi revaluasi aset tetap akan menambah nilai aset secara signifikan, nilai aset yang naik dapat mengurangi beban pajak penghasilan terutang perusahaan pada periode-periode yang akan datang, karena pembayaran pph final tersebut dilakukan hanya sekali sedangkan manfaat berkurangnya beban pajak penghasilan terutang akan terasa selama beberapa tahun kedepan, sehingga kemungkinan besar perusahaan memilih untuk ikut serta dalam kebijakan ini.

Arus kas secara keseluruhan terdiri dari arus kas aktivitas operasi, arus kas aktivitas investasi dan arus kas aktivitas pendanaan. Dalam suatu bisnis, kas memiliki peranan krusial untuk menjaga operasional perusahaan berjalan dengan baik. Mengingat pentingnya peran kas bagi perusahaan, dibutuhkan manajemen kas yang dapat mengelola kas secara teratur dan efektif meningkatkan

(40)

kesejahteraan perusahaan. Manajemen Kas sangat erat keterkaitannya dengan mekanisme untuk mengoptimalkan penghimpunan dan pengeluaran kas untuk keputusan keuangan perusahaan (Ross, Westerfield, & Jordan, 2008).

Mengelola kas perusahaan penting untuk kesuksesan perusahaan baik dari segi operasional maupun finansial. Perusahaan dapat membuat keputusan keuangan untuk melakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan, karena bila penerimaan arus kas bersih yang dihasilkan oleh suatu aset tetap perusahaan besar, maka akan semakin besar pula penerimaan arus kas bersih di periode mendatang yang dihasilkan dari aset tetap perusahaan setelah dilakukan revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan

H5 : Beban pajak penghasilan, arus kas operasi, arus kas investasi dan arus kas pendanaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap keikutsertaan revaluasi aktiva tetap (PMK RI Nomor 191 dan Nomor 233 Tahun 2015)

(41)

nkhjh

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Pemikiran Beban Pajak

Penghasilan

Arus Kas Operasi

Arus Kas Investasi

Keikutsertaan Revaluasi Aktiva Tetap (PMK RI Nomor 191 dan Nomor 233

Tahun 2015)

Arus Kas Pendanaan

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi desain bangunan yang nyaman pada pusat rehabilitasi ditunjukkan dengan penataan ruang dan tampilan bangunan yang telah disesuaikan dengan kebutuhan dan

Hasil analisis perlakuan posisi bud chips dan mulsa bagasse terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa (Tabel 5) perlakuan posisi bud chips, perlakuan dosis mulsa

Berapa banyak orang yang lebih pendek dan sekaligus juga lebih ringan dari pada paling tidak satu orang lainnya. (Urutan pertama paling ringan, urutan ke-6

Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) Bab 15 tentang "Aset Tetap" bahwa aset tetap merupakan aset yang berwujud (a) dimiliki

Nilai Aktiva Bersih (NAB) dalam konsepnya yaitu nilai aktiva reksa dana yang telah dikurangi nilai kewajiban reksadana itu sendiri, dalam pengertiannya NAB reksa dana adalah

Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa aset tetap merupakan suatu aset yang mempunyai bentuk fisik, mempunyai nilai yang

Dari beberapa definisi yang diungkapkan peniliti diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa aset tetap merupakan aset yang memiliki bentuk fisik, nilainya relatif besar,