• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang - Undang Dasar paradigma yang semula bersifat material ( physical asset ) bergeser menuju

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang - Undang Dasar paradigma yang semula bersifat material ( physical asset ) bergeser menuju"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada masa pembangunan saat ini Bangsa Indonesia sedang menuju proses demokratisasi dan transparansi dalam proses menuju masyarakat adil dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan kesejahteraan dan harkat martabat manusia, yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945.

Permasalahan mengenai jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia yang tidak simbang dangan jumlah lapangan kerja yang tersedia menjadi topik yang sering didengar. Terlebih lagi terjadinya pergeseran lapangan pekerjaan masyarakat Indonesia dari sektor agraris menuju ke sektor industri dan jasa. Karena adanya perubahan jenis pekerjaan mengakibatkan adanya perubahan paradigma yang semula bersifat material ( physical asset ) bergeser menuju persaingan pengembangan pengetahuan ( knowledge based competition ).1 Perubahan tersebut menuntut adanya efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya manusia sebagai landasan bagi setiap organisasi / institusi agar mampu bersaing dan memiliki keunggulan kompetitif.2

1

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi Cetakan ke 3, Jakarta Sinar Grafika, 2013, hlm 75

2Lancort & Ulrich dalam wahibur Rokhman, 2002, Pemberdayaan dan Komitmen: Upaya

Mencapai Kesuksesan Organisasi dalam Menghadapi Persaingan Global, Amara Books, Jogjakarta, hlm.122

(2)

Berdasarkan data Tingkat Pengangguran Terbuka dari Badan Pusat Statistik tahun 2018 mengalami penurunan berupa :3

Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2018 sebanyak 131,01 juta orang, naik 2,95 juta orang dibanding Agustus 2017.Penduduk yang bekerja sebanyak 124,01 juta orang, bertambah 2,99 juta orang dari Agustus 2017, dan ketersediaan lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase penduduk yang bekerja terutama pada Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (0,47 persen poin), Industri Pengolahan (0,21 persen poin), dan Transportasi (0,17 persen poin). Sementara lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan utamanya pada Pertanian (0,89 persen poin), Jasa Lainnya (0,11 persen poin), dan Jasa Pendidikan (0,05 persen poin).

Akan tetapi masih ada permasalahan mengenai kedudukan yang tidak seimbang antara pengusaha dan pekerja masih terjadi dan menjadi faktor yang menyebabkan posisi tawar menawar tidak efektif dan cenderung tidak seimbang. Selain itu pengusaha sering beranggapan bahwa pekerja hanya sebagai objek dalam hubungan kerja. Pekerja dianggap sebagai faktor ekstern yang berkedudukan sama dengan pelanggan pemasok atau pelanggan pembeli yang berfungsi menunjang keberlangsungan perusahaan dan bukan faktor intern sebagai bagian yang tidak terpisahkan atau sebagai unsur konstitutif yang menjadikan perusahaan.4 Sehingga keadaan ini menimbulkan kecenderungan pengusaha untuk berbuat sewenang – wenang kepada pekerjanya. Menurut buku Asri Wijayanti, “Pekerja dianggap sebagai faktor

3

www.bps.com, diakses pada tanggal 3 Desember 2018, pukul 00.30.

4

(3)

ekstern yang berkedudukan sama dengan pemasok atau pelanggan yang berfungsi menunjang kelangsungan perusahaan dan bukan sebagai bagian faktor intern yang tidak terpisahkan atau sebagai unsur konstitutif yang menjadikan perusahaan”5

.

Mengingat hal tersebut, pengawasan dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja sangat diperlukan, dimana dengan adanya pengawasan dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja yang tidak hanya diukur secara yuridis saja tetapi juga harus diukur secara sosiologis dan filosifis6, karena pada dasarnya setiap pembangunan selalu disertai dengan perubahan-perubahan termasuk perubahan-perubahan dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah, pengambilan keputusan tersebut ternyata telah mengubah sikap dan perilaku masyarakat termasuk pekerja atau buruh dalam menyampaikan aspirasinya.

Dalam Pasal 28 E Ayat (3) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas dinyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”, dan Pasal tersebut pula juga telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi,dimana Konvensi ILO Nomor 98 membahas mengenai berlakunya Dasar – dasar untuk Berorganisasi dan untuk

5Ibid., hlm 9

6Zainal Asikin, Dasar – Dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, hlm.

(4)

Berunding Bersama.7Maka dari itu kedua konvensi tersebut dapat dijadikan landasan pekerja untuk berorganisasi dengan mendirikan Serikat Pekerja8. Hal ini diatur lebih lanjut pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, dengan adanya pengaturan ini diharapan memberikan perlindugaan hukum terhadap pekerja.

Sebagaimana ketentuan Pasal 1 Angka 17 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 junto Pasal 1 Angka 1 Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja,Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja baik di perusahaan mapun diluar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.

Di dalam penjabaran tersebut dapat ditarik pemahaman bawasanya setiap pekerja boleh mendirikan suatu serikat pekerja di perusahaan dan Serikat Pekerja di luar perusahaan. Serikat Pekerja di perusahaan yaitu serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan (Pasal 1 Aangka 2 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja). Sedangkan yang dimaksud Serikat Pekerja di luar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang tidak bekerja di perusahaan (Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja).

7Zaeni Asyhadie , Hukum Kerja ( Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja ), Jakarta, PT

Raja Grafindo Persada, 2012, hlm 20

(5)

Berdasarkan sifat dari Serikat Pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh memiliki sifat yakni: bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab yang bertujuan utuk memberikan perlindungan , pembelaan hak dan kepentigan serta mengkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja dan keluarganya .9

Undang - Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, menganut multi union system yaitu memberikan kebebasan kepada pekerja/buruh untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, menegaskan bahwa pembentukan serikat pekerja dapat dilakukan jika10:

- Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh atas kehendak bebas tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha , pemerintah dan pihak manapun dan setiap pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjan, atau bentuk lain sesuai kehendak pekerja, ( Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja );

- Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) serikat pekerja/serikat buruh atas kehendak bebas tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha , pemerintah dan pihak manapun dan setiap pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha,

9

Koesparmono Irsan, Hukum Tenaga Kerja ( Suatu Pengnntar ), Jakarta, Erlangga, 2016, hlm 33

10

Maimun,SH, Hukum Ketenagakerjaan ( Suatu Pengantar),Jakarta, PT Pradnya Paramita, 2003, hlm29

(6)

jenis pekerjan, atau bentuk lain sesuai kehendak pekerja ( Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja );

- Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) federasi serikat pekerja/serikat buruh atas kehendak bebas tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha , pemerintah dan pihak manapun dan setiap pekerja dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjan, atau bentuk lain sesuai kehendak pekerja ( Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.

Serikat Pekerja juga dapat dibentuk berdasarkan kesamaan sektor usaha, jenis usaha, atau lokasi tempat kerja dan dapat berafiliasi dengan serikat pekerja Internasional atau orgnisasi Internasional lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku.11

Berdasarkan hal tersebut pembentukan serikat pekerja/serikat buruh dapat dilakukan jika : “ Setiap serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dimana sekurang-kurangnya memuat ( Pasal 11 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja) :

1. Nama dan lambang;

2. Dasar negara, asas, dan tujuan; 3. Tanggal pendirian;

4. Tempat kedudukan;

11Abdul Rachmad Budiono,SH,MH, Hukum Perburuhan di Indonesia, jakarta, PT Raja Grafindo

(7)

5. Keanggotaan dan kepengurusan;

6. Sumber dan pertanggung jawaban keuangan; dan

7. Ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

Serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat buruh harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku dan jenis kelamin, sedangkan pasal 13 dalam Undang - Undang Nomor 21 tentang Serikat Buruh memberikan kebebasan bagi serikat pekerja / serikat buruh untuk mengatur tentang keanggotaan berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga masing-masing serikat buruh, meskipun begitu Undang - Undang juga memberikan syarat berkaitan dengan keanggotaan serikat buruh, sebagai berikut:

1. Seorang pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh di satu perusahaan.

2. Dalam hal seorang pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.

Demikian halnya jika buruh hendak berhenti dari keanggotaan suatu serikat buruh, maka Serikat Pekerja menyatakan bahwa pekerja yang bersangkutan harus membuat pernyataan pengunduran dirinya secara tertulis.

(8)

Dan dalam ketentuan Pasal 25 Ayat 1 Huruf C dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentangSerikatPekerja “ Serikat pekerja/ serikat buruh, federasi, dan konfederasi serikat pekerja/ serikat buruh yang telah berhak mempunyai nomor bukti pencataan berhak mewakili pekerja / buruh

dalam lembaga ketenaga kerjaan,” maka dari itu serikat pekerja harus di

daftarkan ke Dinas Ketenagakerjaan.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka setelah dibentuknya serikat pekerja, federasi serikat pekerja, konfederasi serikat pekerja harus didaftarkan dan dicatatkan di Dinas Ketenagakerjan Kabupaten atau Kota setempat wilayah domisili dari serikat pekerja, federasi serikat kerja maupun konfederasi serikat pekerja. Jika serikat pekerja, Federasi maupun Konfederasi serikat kerja telah di catatkan dan daftarkan maka serikat pekerja akan memperoleh bukti pencatatan dan sudah memiliki hak dan kewajiban sebagai serikat pekerja salah satunya berhak mewakili anggotanya beracara di Pengadilan Hubungan Industrial.

Terkait dengan persoalan keabsahan Serikat Pekerja mewakili anggotanya terdapat kasus dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Tingkat I Nomor 42/PDT.SUS-PHI/2016/PN SMG dan Putusan Kasasi Nomor 349.K/PDT-SUS-PHI/2017, yang mana dihasilkan putusan yang berbeda terhadap tersebut, uraikan singkat kasus sebagai berikut:

1. Pihak yang ada dalam Perkara Perselisihan Hubungan Industrial ini antara lain yakni: Mochmad Nasori selaku Penggugat , umur 46 tahun, laki – laki, yang merupakan karyawan PT Sinar Mas Multifinace yang bertempat tinggal

(9)

di Dukuh Karangwidoro RT 001/RW. 006, Kelurahan Karang Asem Utara, Kabupaten Batang, yang dalam hal ini diwakili oleh kuasanya M.A Tholib, selaku anggota DPC PPMI ( Dewan Pengurus Cabang Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia ) Kota Pekalongan yang beralamat di Jalan Terinasi Nomor 9 Pajang Wetan, Kota Pekalongan, yang telah di tunjuk dan berwenang untuk dan atas nama organisasi sesuai Surat keputusan DPP PPMI Nomor 77/KPTS/DPPPPMI/XII/2015 melawan PT Sinar Mas Multifinance selaku Tergugat, yang berkedudukan di jalan Jendral Soedirman Kabupaten Batang.

Dalam kasus ini Mochamad Nasori selaku Penggugat yang merupakan pekerja yang bekerja di perusahaan Tergugat dengan status hubungan kerja karyawan tetap sejak bulan Juli 2011 dibagian Marketing Motor di Outlet Batang kurang lebih 4 bulan, kemudian bulan Oktober 2011 dimutasi secara lisan di bagian Debtcollector Divisi Motor Outlet Batang selama kurang lebih 1 tahun, dan dimutasi kembali secara lisan ke bagian Marketing sampai dengan gugatan ini diajukan. Penggugat merasa diputus hubungan kerja secara sepihak oleh Tergugat pada tanggal 28 April 2015. Penggugat telah mengupayakan musyawarah melalui perundingan bipartit dengan Tergugat atas Pemutusan Hubungan Kerja sepihak tersebut, namun perundingan yang telah diupayakan tidak menghasilkan persetujuan maka Penggugat mengajukan Permohonan Perselisihan Hubungan Industrial pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Batang, dimana tidak mencapai kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat, sehingga pihak Mediator mengeluarkan Anjuran Tertulis Nomor: 560/1234, tertanggal 18 Agustus 2015.

(10)

Karena tidak memperoleh kesepakatan maka diajukanlah gugatan a quo melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Semarang guna mendapatkan penyelesaian dan kepastian hukum atas Perselisihan Hubungan Industrial yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat, dalam Putusan Tingkat I Nomor 42/PDT.SUS-PHI/2016/PN SMG mengenai legal

standing kuasa hukum penggugat dalam mewakili pekerja di Pengadilan

Hubungan Industrial, Majelis Hakim memberikan putusan berupa menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya , dimana dalam hal ini Majelis berpendapat bahwa eksepsi mengenai legal standing kuasa Pengugat dalam sudah masuk dalam materi pokok perkara sehingga tidak perlu diperiksa lagi.

Akan tetapi dalam Putusan Kasasi Nomor 349.K/PDT-SUS-PHI/2017 berdasarkan pertimbangan tersebut Mahkamah Agung berpendapat, menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 yang berhak menerima kuasa dari Pekerja yang ingin mengajukan gugatan dalam perkara Perselisihan Hubungan Industrial adalah pengurus dari serikat pekerja yang tercatat pada instasi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada perusahaan yang bersangkutan dimana pekerja telah menjadi anggotanya, dan dalam hal ini Kuasa Penggugat tidak dapat menunjukkan bukti pencatatan organisasinya pada Instasi Bidang Ketenagakerjaan pada perusahaan yang bersangkutan, dengan demikian kuasa Penggugat memiliki tidak legal standing untuk mewakili Penggugat. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut eksepsi Tergugat diterima dan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. Oleh karena, eksepsi Tergugat diterima dan Majelis Hakim Kasasi mengabulkan

(11)

Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi PT Sinar Mas Multifinance tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 42/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Smg

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa dalam kasus gugatan anatara Muhamad Nasori ( Pengugat ) melawan PT Sinar mas Multifinance ( Tergugat ) mengandung unsur, yaitu perbedaan pendapat Majelis Hakim Tingkat Pertama dan Tingkat Kasasi mengenai eksepsi legal standing federasi serikat pekerja Tim Pembela Pekerja Muslim Indonesia ( TPPMI ) dalam mewakili anggotanya. Unsur dalam kasus tersebut menimbulkan persoalan mengenai keabsahan Tim Pembela Pekerja Muslim Indonesia ( TPPMI ) dalam mewakili anggotanya, sehingga menarik untuk diteliti.

(12)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang Masalahan yang telah diuraikan di atas, maka penulis menyusun pokok – pokok permasalahan yang akan dibahas yakni :

Apa dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim pada Putusan Tingkat Pertama Nomor 42/PDT-SUS-PHI/2016/PN SMG sehingga berbeda dengan Putusan Kasasi Nomor 349.K/PDT-SUS-PHI/2017?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui apakah dasar pertimbangan Majelis Hakim Putusan Tingkat Pertama Nomor 42/PDT-SUS-PHI/2016/PN SMG dan Putusan Kasasi Nomor 349.K/PDT-SUS-PHI/2017 mengenai Eksepsi Tergugat mengenai keabsahan Serikat Pekerja mewakili anggotanyasudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –undangan yang berlaku.

4. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini akan disusun dengan menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.12 Yuridis Normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga

12

JohnnyIbrahim,2006,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,Malang: Bayumedia Publishing,hlm. 295

(13)

atau pejabat yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri, tertutup, dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.13

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan

(statute aproach) dan pendekatan kasus (case aproach). Pendekatan

perundang -undangan digunakan untuk mengetahui keseluruhan peraturan hukum khususnya hukum ketengakerjaan di Indonesia. Pendekatan kasus bertujuan untuk mempelajari penerapan norma - norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus - kasus yang telah diputus, sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus peneltian,yaitu perkara Ketenagakerjaan .14

2. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data Sekunder yang terdiri dari :

1. Bahan HukumPrimer:

- Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh;

- Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

13

Ronny HanitijoSoemitro,1988,Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,Jakarta: GhaliaIndonesia, hlm. 13-14

(14)

- Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;

- Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Tingkat Pertama Nomor 42/PDT.SUS-PHI/2016/PN SMG;

- Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Tingkat Kasasi Nomor 349.K/PDT-SUS-PHI/2017;

- Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Nomor Kep.16/Men/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

2. Bahan hukum sekunder, berupa: skripsi, thesis, disertasi hukum, jurnal – jurnal hukum, disamping itu juga, kamus – kamus hukum dan kometar – komentar atas putusan pengadilan.

Referensi

Dokumen terkait

Agar aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosis kerusakan pada sepeda motor bertransmisi otomatis ini dapat dikembangkan menjadi lebih baik, maka terdapat beberapa

kasus Ferrini dimana pengadilan Italia menyatakan bahwa Italia berhak menjalankan yurisdiksi atas Jerman sehubungan dengan gugatan yang dibawa oleh seseorang yang

Pesan tersebut berupa pesan manifest (tampak) dan pesan latent (tidak tampak).. Nyanyian Musim Hujan mengisahkan tentang kehidupan masyarakat di sebuah kampung

a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasianpersonel secara maksimum. Dalam mengelola perusahaan, manajemen menetapkan sasaran yang

Kata kunci: Implementasi dan pendidikan profetik. Latar belakang penelitian ini bertolak pada keadaan di Indonesia saat ini yang krisis moral karena masih kurangnya akan

Kepemimpinan transformasional, komitmen karyawan dan motivasi secara simultan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan pada perusahaan

Siswa menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Hal ini tidak berarti siswa harus menyelesaikan masalah secara sendiri-sendiri. Siswa perlu

Varietas Dian Arum memiliki warna sepal putih kehijauan dengan ujung kemerahan, petal putih, aroma bunga yang harum, jumlah kuntum bunga banyak dan tersusun teratur,