• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL-MODEL KESEJAHTERAAN SOSIAL ISLAM Perspektif Normatif Filasafis dan Praktis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL-MODEL KESEJAHTERAAN SOSIAL ISLAM Perspektif Normatif Filasafis dan Praktis"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL-MODEL KESEJAHTERAAN SOSIAL

ISLAM Perspektif Normatif Filasafis dan

(2)

JUDUL

Kesejahteraan

SOSIAL

ISUWi/

Perspektif Normatif Filosofis dan

Praktis

(3)
(4)

MODEL-MODEL KESEJAHTERAAN SOSIAL ISLAM Perspektif Normatif Filosofis dan Praktis

Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga UIN Sunan Kalijaga, 2007

viii + 206 halaman: 14,5 cm x 21 cm ISBN: 979-9492-83-1

Editor: Suisyanto, Moh. Abu Suhud, Waryono Penata Isi: Agung Istiadi Rancang Sampul: Imam S

Penerbit:

Fakultas Dakwah

jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta Bekerjasama dengan IISEP-CIDA Cetakan I : Juni 2007

Percetakan:

PT. LKiS Pelangi Aksara Salakan Baru No. I Sewon Bantul Jl. Parangtritis Km. 4,4 Yogyakarta Telp.: (0274) 387194, 7472110 Faks.: (0274) 417762 e-mail:

elkispelangi@yahoo.com

KATA PEIMGAIXITAR

erkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara simultan mempengaruhi perubahan kehidupan sosial dengan berbagai aspeknya, karena memang perubahan menjadi ciri utama sebuah ilmu

Tim Penulis: 1. Misbahul Ulum 2. Zulkifli Lessy

3. Pajar Hatma Indra Jaya 4. Nurjannah

5. Sriharini

6. M. Fajrul Munawir 7. Noorkamilah

(5)

pengetahuan sehingga dengan ilmu, manusia mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dan dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Perubahan merupakan proses kehidupan yang tidak pernah berhenti pada suatu titik. Perubahan merupakan tanda adanya kehidupan dan sebaliknya tidak berubah sebagai tanda kematian. Perubahan IPTEK dalam kehidupan global inilah yang menjadi salah satu pengaruh transformasi IAIN Sunan Kalijaga menjadi UIN Sunan Kalijaga, tepatnya sejak terbitnya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomer: 50 tahun 2004 tang 21 Juni 2004.

Perubahan IAIN menjadi UIN ini bukan sekedar perubahan nama, tetapi perubahan dari berbagai aspek yang terus berproses sejak persiapan sampai sekarang. Perubahan tersebut setidaknya meliputi 9 aspek: kelembagaan, akademik, kemahasiswaan, penelitian dan publikasi, pengabdian kepada masyarakat, sarana dan prasarana, keuangan, teknologi informasi dan kerjasama. Pengembangan bidang akademik meliputi 17 aspek: reintegrasi epistemologi pengembangan keilmuan, penyusunan desain keilmuan integratife interkonektif dan kerangka dasar kurikulum, perumusan 9 prinsip pengembangan bidang akademik, redesain kurikulum dan silabi, penyusunan rencana program perkuliahan semester (RPKPS), penulisan modul bahan ajar dan lain-lain. (Amin Abdullah; 2006, Transfomasi IAIN Sunan Kalijaga menuju UIN Sunan Kalijaga).

(6)

Model'Model Kesejahteraan Sosial Islam

Buku yang ada di tangan pembaca ini merupakan bagian dari proses perubahan dan pengembangan bidang akademik UIN Sunan Kalijaga, di samping itu juga sebagai kelanjutan dari penulisan buku Islam, Dakwah dan Kesejahteraan Sosial yang telah terbit tahun 2005. Buku ini terdiri dari 7 judul dan 7 penulis, yang secara langsung ikut terlibat dalam proses perubahan dan pengembangan bidang akademik UIN Sunan Kalijaga.

Buku ini disusun senafas dengan semangat integrasi- interkoneksi yang dikembangkan di UIN Sunan Kalijaga, yang secara khusus membangun integrasi antara ilmu-ilmu sosial khususnya kesejahteraan sosial dengan dasar keislaman yang bersumber dari al-Qur'an dan hadits serta sumber lain yang relevan. Tulisan pertama mengurai: Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat

(Refleksi Sosiologis Surat al-Ra'd Ayat 11) yang ditulis oleh: Misbahul Ulum. Tulisan ini mendeskripsikan Surat al-Ra'du ayat 11 dari perspektif sosiologi yang terdiri dari kekuatan diri sebagai penggerak perubahan serta aspek-aspek perubahan dalam dalam kehidupan sosial; kedua tulisan Zulkipli Lessy dengan judul Keadilan dan Kesejahteraan Sosial dalam Islam (Peran Pekerja Sosial dalam Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Sosial). Dalam hal ini penulis menguraikan makna keadilan sosial secara umum dan juga dalam perspektif Islam dan bagaimana peran pekerja sosial (dalam hal ini da'i dan penyuluh agama) dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial dalam kehidupan; sementara Pajar Hatma Indra Jaya mengulas penguatan landasan keilmuan pengembangan masyarakat Islam. Dalam uraiannya dibahas mengapa ilmu sosial tidak atau kurang memberi kontribusi terhadap penyelesaian masalah sosial yang ada. Ilmu pengembangan masyarakat Islam diharapkan menjadi alternatif yang dapat mengisi kekosongan tersebut. Disinggung juga perbandingannya dengan sosiatri, AKS dan STKS. PMI di samping mengadopsi teori-teori sosial khususnya social work

yang sudah ada juga mendasarkan kajiannya pada sumber keislaman al-Qur'an dan al-Hadits serta sumber lain yang relevan. Semua itu secara singkat tapi padat diurai dalam kerangka ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu pengembangan ’masyarakat Islam. Berikutnya Nurjanah membahas implikasi filsafat konstruktivisme untuk pemberdayaan masyarakat. Dalam uraianya dibahas integrasi antara filsafat konstruktivisme dan Islam dalam proses pemberdayaan masyarakat dengan berbagai implikasinya dalam kehidupan bersama. Sriharini secara lebih spesifik menyuguhkan tulisannya dengan judul vi

(7)

Kata Pengantar Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin. Di dalamnya dibahas tentang pemberdayaan dengan pendekatan kultural secara menyeluruh dan partisipatif yang diilhami dari surat al-Ma'un, yang terdiri dari pemberdayaan politik, sosial budaya, ekonomi dan spiritual. Fungsi Masjid antara Realita dan Idealita sebagai judul yang dipilih M. Fajrul Munawir. Tulisan ini mengupas fungsi masjid masa Rasulullah dan khalifah Islam, kemudian fenomena masjid masa kini (kelemahan dan kekurangannya) dan ditutup dengan tawaran mewujudkan peran masjid dalam kehidupan masyarakat secara ideal. Noorkamilah mengakhiri buku ini dengan judul Mem- bangun Kesejahteraan Sosial dengan Mengelola Sampah Padat Berbasis Masyarakat. Dalam uraiannya memuat bagaimana hubungan sampah dengan lingkungan hidup, cara mengelola sampah dengan prinsip

menjaga lingkungan hidup yang sehat, bersih (thaharah) dan

menguntungkan masyarakat dan diakhiri dengan manfaat sampah bagi hidup manusia.

Akhirnya semoga kehadiran buku ini menjadi salah satu jawaban terhadap pertanyaan seputar ilmu pengembangan masyarakat Islam dan menjadi obat kegelisahan kurangnya bahan bacaan. Khususnya jurusan PMI, kepada Rektor, Dekan Fakultas Dakwah, Ketua PIC UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan para penulis disampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya dan semoga mendapat balasan yang lebih baik dari Allah. Selanjutnya kepada pembaca diharapkan kritik yang membangun untuk kesempurnaan buku ini.

Yogyakarta, Desember 2006 Tim Editor Suisyanto Mohamad Abu Suhud Waryono

(8)

DAFTAR 151

KATA PENGANTAR ❖ v D A FT A R ISI ❖ vii KONSEP TAGYlR DAN PENGEMBANGAN POTENSI DIRI

MASYARAKAT (Refleksi Sosiologis Surat Ar-Ra'd Ayat 11) ❖ 1

Misbahul Ulum

A. Konsep Sosiologis Surat Ar-Ra'd Ayat 11 *4

B. Aspek-aspek Tagyirdan Pengembangan Potensi Diri ♦>

18 Daftar Pustaka ❖ 27

KEADILAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

DALAMlSLAM (Peran Pekerja Sosial dalam Mewujudkan Keadilan & Kesejahteraan Sosial) ❖ 29

Zulkipli Lessy

A. Pendahuluan ♦> 29

B. Makna Keadilan Sosial ❖ 30

C. Makna Kesejahteraan Sosial ❖ 33

D. Peran Pekerja Sosial ❖ 36

E. Peran Pekerja Sosial dalam Mewujudan Keadilan dan Kesejahteraan Sosial dalam Islam ❖ 42

F. Kesimpulan ♦> 48 Daftar Pustaka

PENGUATAN LANDASAN KEILMUAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT ISLAM ♦> 51 Pajar Hatma Indra Jay a

A. Pendahuluan ❖ 51

B. Menjadi Pekerja Sosial Profesional ♦> 54

C. Pekerja Sosial Dalam Perkembangan Di Barat ♦> 55

D. Pekerja Sosial Mazab Sunan Kalijaga ♦> 58

E. Kerangka Keilmuan Jurusan PMI ❖ 64

F. Analisis Masalah Sebagai Awal Dari Epistemologi PMI ♦> 70 G. Masyarakat Islam Puncak Ontologi dan Epistemologi PMI ❖ 73

Daftar Pustaka ❖ 75

IMPLIKASI FILSAFAT KONSTRUKTIVISME UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ❖ 77

Nurjannah

A. Pendahuluan ❖ 77

B. Pemberdayaan Masyarakat ❖ 79

C. Filsafat Konstruktivisme ❖ 83

D. Islam, Konstruktivisme, dan Pemberdayaan Masyarakat ❖ 87

E. Implikasi Filsafat Konstruktivisme untuk Pemberdayaan

Masyarakat ♦> 93

F. Penutup ❖ 104 D aftar P u staka ❖ 106

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN ❖ 109

(9)

Daftar Isi

Sriharini

A. Pendahuluan ♦> 109

B. Pengertian Kemiskinan ❖ 110

C. Dimensi Kemiskinan ❖ 114

D. Upaya Pengentasan Kemiskinan di Indonesia ❖ 116

E. Pemberdayaan Masyarakat Miskin ♦MIS

F. Penutup ♦> 126 Daftar Pustaka

FUNGSI MASJID: ANTARA REALITA DAN IDEALITA ❖ 131

M. Fajrul Munawir

A. Pendahuluan ♦> 131

B. Peran dan Fungsi Masjid di Masa Rasulullah SAW ❖ 133

C. Peran dan Fungsi Masjid Masa Khilafah Islamiyyah ❖ 138

D. Fenomena Masjid Saat Sekarang ❖ 142

E. Mengapa Masjid Kita Sepi?: Melacak Akar Masalah ♦> 146

F. Mengagendakan Sebuah Masjid Ideal ❖ 135

G. Penutup ❖58 Daftar Pustaka 1 ❖ 160

MEMBANGUN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN MENGELOLA

SAMPAH PAD AT BERBASIS MASYARAKAT ♦> 163 Noorkamilah

A. Pendahuluan ♦> 163

B. Sampah dan Isu Lingkungan ❖ 166

C. Pengelolaan Sampah Padat Berbasis Masyarakat ❖ 175

D. Sampah dan Kesejahteraan Sosial; Sebuah Ilustrasi ❖ 184

E. Penutup ♦> 197 Daftar Pustaka ❖ 198

Biografi Penulis ❖ 201

PEDOMAN TRANSLITERASI

(10)

Model'Model Kesejahteraan Sosial Islam

' = a

c.

II

v = b

J = q

= c

II

*

= ts

J =1

C j

r = ™

c = h

u = n

t

= kh

J

= w

■> = d

h

^ = dz

= ah

j r

* =

/

j = z

II

0“ = s

Untuk Madd dan Diftong

ui = sy

^ = a panjang

(_K> = sh

i = i panjang

o

-

» = dl

u = u panjang

II

-4

J

= aw

•k = zh

J

= uw

II

t = gh

II

x

(11)

Konsep

Tagyir

dan Pengembangan Potensi Diri

Masyarakat

(Refleksi Sosiologis Surat Ar-Ra’d Ay at 11)

Misbahul Ulum

A.

Pendahuluan

^pengembangan masyarakat adalah sebuah ikhtiyar praksis 0r untuk mengarahkan masyarakat kepada kemandirian, sehingga mereka mampu menganalisa sendiri isu-isu sosial serta dapat menemukan solusi atas permasalahan mereka. Sebagai sebuah aksi sosial dalam menyelesaikan problem sosial, pengembangan masyarakat memberi perhatian yang besar pada perubahan masyarakat, yakni perubahan menuju ke arah yang lebih baik.1 Perubahan tersebut dimulai dari tingkat personal masyarakat, sampai pada level sosial melalui perubahan institusi sosial yang ada dalam masyarakat

Kemudian bagaimana konsepsi Islam tentang perubahan sosial? Sejarah telah mencatat, bahwa perubahan sosial merupakan misi utama agama tersebut sejak pertama kali al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. lima belas abad yang lalu. Masyarakat Arab di Makkah adalah masyarakat pertama yang bersentuhan dengannya, mengalami perubahan pola pikir, sikap dan tingkah laku.2 Perubahan yang terjadi tersebut sesuai dengan yang dikehendaki oleh Islam, sebagaimana fungsi al-Qur'an diturunkan untuk melakukan perubahan-perubahan positif.

Pada ayat di atas, secara eksplisit disebutkan bahwa al-Qur'an merupakan pendorong dan pemandu dalam proses perubahan, yakni mengeluarkan manusia dari adz-Dzhulumah (ketimpangan antara yang

ideal dan real) menuju kepada an-Nur (masyarakat ideal). Manusia diarahkan untuk menuju suatu tatanan masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai yang dibawa Islam (al-Qur'an), karena sebagai 1 Dalam surat Ibrahim (14) ayat: 1, al-Qur'an menyebutkan:

“Aliflam raa, (ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang".

(12)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam

syarat terjadinya perubahan adalah adanya nilai atau ide.2 Dan Islam menyebutnya dengan amar ma'ruf nahi munkar yang mempunyai misi menciptakan perubahan masyarakat guna menemukan solusi praksis atas masalah sosial yang mereka hadapi. al-Qur'an menyebut perubahan itu dengan istilah tagyir.

Namun dalam al-Qur'an tidak ditemukan satupun ayat yang menyebutkan lafal tagyir dalam bentuk mashdar (kata dasar), akan tetapi pada beberapa ayat terdapat kata-kata jadian dari tagyir yang disebut dalam bentuk fi'il-nya. (kata kerja), yaitu "yugayyiru", "falyugayyirunna" dan"yatagayyar"3 Penggunaan bentukfi'il dalam penjelaskan tagyir menunjukkan, bahwa perubahan masyarakat bukan suatu peristiwa yang terjadi dan ditetapkan oleh Allah begitu saja, akan tetapi merupakan suatu proses hukum sebab-akibat.

Tagyir disebut dengan lafal "yugayyiru" terdapat pada surat ar-Ra'd (13) ayat 11.

o * o* * ■*' o " ^ *

^ . Ja i 111 A \ ^

Pada ayat yang lain tagyir disebut dengan lafal "falyugayyirunna",

yaitu dalam surat an-Nisa' (4) ayat 119.

2Ibid., hal. 246.

3 Muhammad Fuad Abdul al-Baqy, Mu jam al-Mufahras li al-Fdd al-Qur'an al-Karim (Beirut: Dar al-Fikr,

1981), hal. 507 dan 508.

2

(13)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat „0" , ' C i O >i x / * , 0 - * ^ 0 f.vt" jbi J3 ^ J o ; « # ^ ^ oi 1 . ^ o// Jii > x , ✓ ^^1• * ^^ ^ vi/ jp Uj jlialiji J > C J J S J aiJl J L* J p - $ J s > y j

Dan tagyir disebut dengan lafal "yatagayyar" pada surat Muhammad (47) ayat 15. , / / 1 *s > . ( 9 O > ' r ® t ®. T'' 0 ** 1' 1x 08 - 11 ^ tt -11 1 •' jS* c-L* ^ # ^ " 7 ^ # a s » _ -XPj ^3' ✓ / x > s j 0 * % * . ^ o f ^ r ' ® t * 11 - • t 0 ^ 0 ^ i * - ' £ ' • i 0 - ' ■8 1 r ' j © " aJJ j-* j4^'J jd^i J* J* // ^ ^ 5 ^ Jj© IS* 0 1 ' 0®•* i' . " * I ""1 r*o ay^-) cP r^-5 * ' ' ' ' ?

. pjs>£ Uc*l ^JaJLs s.L« Iji— J jlli^ j jJ\>- ^

Hanya sekali saja al-Qur'an menyebut tagyir dalam bentuk isim

(kata benda), yaitu dengan lafal "mugayyiran" sebagaimana terdapat pada surat al-Anfal (8): 53.

1 JJJUj* ji ^Js- \ jJ*J* d\j jL

JilSta

# " '

*1 J A S « s ' * < > *- '

.^JjlP 4^ (j^J) LL*

Kata tagyir atau kata-kata jadiannya pada setiap surat di atas menjelaskan hal yang sama, yaitu tentang perubahan kondisi masyarakat, kecuali pada surat Muhammad (47): 15 yang berisi penjelasan tentang perumpamaan penghuni surga. Surat an-Nisa' (4): 119 membicarakan tentang perubahan kondisi kaum akibat penyesatan setan yang menyuruh mereka untuk mengubah ciptaan Allah, yaitu dengan memotong telinga hewan, sehingga mereka mengalami penderitaan sebagai akibat dari perbuatan mereka sendiri.

Sementara surat al-Anfal ayat 53 menjelaskan keruntuhan atau kebinasaan suatu kaum sebagai akibat dari perbuatan mereka. Pada ayat sebelumnya (52) dan sesudahnya (54) dipaparkan bagaimana terjadinya keruntuhan Fir'aun dan orang-orang sebelumnya akibat perbuatan mereka dengan mendustakan-Nya.

(14)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam

Sedangkan surat ar-Ra'd ayat IT lebih menekankan pada hukum kemasyarakatan tentang kebangkitan dan kemunduran, kesejahteraan dan kesengsaraan masyarakat itu tergantung pada sikap dan tindakan mereka. Muhammad Ali ash-Shabuny dalam kitab tafsirnya Shafwah at-Tafdsir menafsirkan ayat 11 surat ar-Ra'd sebagai salah satu hukum Allah (sunnatullah) tentang kemasyarakatan,4 yaitu "perbuatan yang

diusahakan oleh manusia dapat berimplikasipada perubahan kondisi suatu masyarakat". Menurut penulis konsep perubahan dalam surat ar-Ra'd ayat 11 inilah yang sesuai dengan konteks pembahasan ini, yakni tentang perubahan kondisi suatu masyarakat sebagai akibat dari perubahan pada diri (nafs) mereka.

Dari sinilah kemudian memunculkan pertanyaan, bagaimana konsep tagyir dalam surat ar-Ra'd ayat 11, khususnya bagaimana ayat tersebut berbicara tentang realitas masyarakat dan visi ayat tersebut tentang masyarakat terutama pada konsep perubahan masyarakat serta relevansinya dengan pengembangan masyarakat.

B. Konsep Sosiologis Surat Ar

-

Ra’d Ayat 11

1.

Deskripsi Surat Ar-

Ra’d Ayat 11

a) Pengertian Surat Ar-Ra’d

Ar-Ra'd secara bahasa bermakna gemuruh.5 Penamaan surat ini diambil dari lafal ar-Ra'd pada salah satu ayatnya, yaitu pada ayat ke-13;

0 * > O Z . J Us Js

. . . -Xp jj\

Surat ke-13 dari 114 surat yang ada dalam al-Qur'an ini terdiri dari 43 ayat. Sementara dalam penentuan kategori surat Makkiyah dan Madaniyyah, ada perbedaan pendapat. Menurut sahabat al- Hasan, Atho' dan Ibn Jabir surat ini termasuk dalam kategori surat Makkiyah. Berbeda dengan pendapat Ibn Abbas dan Qatadah yang mengatakan, bahwa surat ar-Ra'd diturunkan di Madinah kecuali dua ayat yang turun di Makkah, yaitu ayat 31 dan 327

b) Asbabun Nuzul Surat Ar-Ra’d ayat 11

Mengenai sebab-sebab diturunkannya ayat 11 surat ar- Ra'd adalah sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dari sahabat Ibnu Abbas, bahwa pada suatu hari Arbad bin Qais dan Amir bin Thufail da tang menemui Nabi untuk menanyakan apa

4 Muhammad Ali ash-Shabuny, Shafwah at-Tafdsir (Beirut: Dar al-Fikr, tt), jilid. II, hal. 73. 5 Ahmad Warson Munawwir, 4 Kamus Al-Munawwir (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1984), hal. 544.

(15)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat

yang mereka dapatkan ketika masuk Islam. Nabi menjawab, bahwa jaminan mereka adalah hak dan kewajiban sebagaimana kaum muslimin lainnya.

Kemudian mereka pergi dan merencanakan pembunuhan terhadap Nabi, atas pertolongan Allah pembunuhan itu gagal. Akhirnya mereka pulang dan sesampainya di desa Raqmi mereka disambar petir (ar-Ra'd), sehingga mereka berdua tewas seketika.6

2.

Refleksi Sosiologis Surat Ar

-

Ra’d Ayat 11

Salah satu kandungan terpenting dalam surat ar-Ra'd adalah ayat yang berbicara tentang hukum kausalitas atau sebab akibat, yakni pada ayat ke-11 yang berbunyi;

o O S' } X/ % J A . ,

"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri".

Ayat di atas berbicara tentang konsep perubahan masyarakat

(tagyir), yang menurut M. Quraisy Syihab ditafsirkan sebagai sebuah proses perubahan yang memberi posisi manusia menjadi pelaku perubahan. Dalam posisinya sebagai pelaku perubahan, di samping manusia berperan sebagai totalitas atau manusia sebagai wujud pribadi-pribadi personal, dalam ayat tersebut manusia diposisikan juga sebagai bagian dari komunitas atau masyarakat. Pemakaian kata qaum menunjukkan bahwa proses perubahan yang dimaksud dalam ayat 11 surat ar-Ra'd adalah sebuah proses perubahan masyarakat (sosial).7 Dengan kata lain perubahan yang terjadi tidak hanya pada satu dua orang saja, namun perubahan yang menjadi gerakan sosial dan mampu menggerakkan masyarakat menuju sebuah tata nilai ideal.

Sebagai sebuah refleksi sosiologis, yang coba dicari dan diungkap dari ayat di atas adalah "apa yang al-Qur'an katakan tentang realitas masyarakat", dan menjawab apa visi sosial al- Qur'an tentang masyarakat.

Beberapa konsep sosiologis dalam ayat 11 surat ar-Rad adalah sebagai berikut:

a. Konsep Tagyir

6 Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi, Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul, cet. ke-2 (Beirut: Maktabah

Riyadh al-Hadisah, tt), hal. 130. lihat juga A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul, Studi Pendalaman Al-Qur'an, cet. Ke-1 (Jakarta: Rajawali, 1989), hal. 238-239.

7 M. Quraisy Syihab, op. cit, hal. 242.

5

(16)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam 1) Tagyir Dalam Al-Qur'an.

Kata tagyir merupakan bentuk masdhar dari gayyara- yugayyiru,

yang dalam surat ar-Ra'd ayat 11 disebut dua kali, yaitu "innallaha Id yugayyiru md bi qaumin" yang pelakunya adalah Allah, serta pada lafal "hatta yugayyru md hi anfusihim" yang menempatkan manusia

(qaum) sebagai pelakunya.

Dalam bahasa Arab, tagyir diartikan dengan baddala asy- Syai'a gairahu atau mengganti sesuatu dengan yang lain. Tagyir juga dapat digunakan untuk perubahan dari satu kondisi menjadi kondisi yang lain, seperti digunakan dalam kalimat "gayyartu dari idza banaituha bind'an gaira al-ladzi kana.8 Dalam konteks pembahasan

ini, tagyir diartikan dengan makna kedua, yaitu proses perubahan masyarakat (qaum) dari satu kondisi menuju kondisi yang lain, atau perubahan masyarakat dari keburukan menuju kebaikan min asy-Syarr Hid al-Khair.

Dalam al-Qur'an kata tagyir disebut dalam bentuk fi'il berupa

yugayyiru pada surat ar-Ra'd (13): 11, faayugayyirunna pada surat an-Nisa' (4): 119, yatagayyar pada surat Muhammd (47): 15 dan disebut dalam bentuk isim yaitu mugayyiran pada surat al-Anfal (8): 53.9 Kata tagyir pada setiap surat tersebut menjelaskan hal yang sama, yaitu tentang perubahan kondisi masyarakat, kecuali pada surat Muhammad yang berisi tentang penjelasan tentang perumpamaan penghuni surga.

2) Konsep Perubahan Masyarakat.

Ayat 11 surat ar-Ra'd membicarakan tentang dua macam perubahan dengan dua pelaku yang berbeda. Pertama, perubahan

masyarakat yang pelakunya adalah Allah SWT, dan kedua,

perubahan keadaan diri manusia yang pelakunya adalah manusia.10 Untuk perubahan pertama besifat mutlak dan tidak memerlukan pembahasan lagi, namun untuk perubahan yang kedua memerlukan penafsiran serta pembahasan yang lebih mendalam.

Berdasarkan surat ar-Ra'd ayat 11, teridentifikasi bahwa ada dua hal pokok dalam proses perubahan sosial menurut Islam.

Pertama, Islam memandang bahwa perubahan sosial harus dimulai dari perubahan individu. Kedua, secara berangsur- angsur,

8 Abdul Halim Muntashar, Ibrahim Anis dan Athiyah Ash-Shuwalihy, Al-Mu’jam Al-Wasith (Mesir: Dar

al-Ma'arif, 1973), II: 778.

9 Muhammad Fuad al-Baqy, op. cit, hal. 507 - 508. 10 M. Quraisy, 6 op. cit, hal. 246.

(17)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat

perubahan individual ini harus disusul dengan perubahan struktural. Dalam hal ini Jalaluddin Rahmat mang- ajukan argumentasi, bahwa setelah mengajarkan kewajiban muslim terhadap sesamanya (aspek individual), Islam menetapkan institusi zakat (aspek institusional).11

Dalam al-Qur'an, dijelaskan bahwa perubahan masyarakat terlaksana bila dipenuhi dua syarat pokok: (a) adanya nilai atau ide; dan (b) adanya pelaku-pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai tersebut. Pertama, manusia adalah pelaku yang menciptakan sejarah, tujuannya gambaran masa depan yang telah ada dalam benak manusia.

Syarat kedua perubahan masyarakat adalah adanya nilai- nilai atau ide. Nilai terpenting yang mendasari serta mengarah- kan seluruh aktivitas manusia lahir dan batin, dan kepadanya pula bermuara semua gerak tingkah laku manusia, adalah tauhid (ke-Esa-an Allah).

Dari dan kepada tauhid inilah akan memancar kesatuan- kesatuan lainnya, seperti kesatuan alam semesta dalam penciptaan, eksistensi dan tujuannya, kesatuan kehidupan dunia dan akhirat, kesatuan natural dan supranatural, kesatuan ilmu dengan berbagai disiplin dengan'amal, kesatuan iman dan re- siko, kesatuan asal manusia, dan kesatuan-kesatuan yang lain.12

3) Iradah Manusia Atas Perubahan Masyarakat (Tagyir)

Perubahan kondisi suatu qaum atau masyarakat merupakan ketentuan mutlak Allah SWT yang terjadi sebagai akibat dari perubahan yang dilakukan oleh manusia. Menurut Ja'far Idris ada empat hal yang dapat diambil dari surat ar-Ra'd ayat ll,13 yaitu: (1) . Tuhan mempunyai kebebasan berkehendak secara mutlak. (2) . Manusia yang kebebasan berkehendaknya terbatas. (3). Suatu upaya perubahan yang diupayakan manusia dalam dirinya. (4). Suatu perubahan kondisi manusia yang dilakukan oleh Allah SWT sebagai hasil perubahan dalam diri manusia itu. Lebih lanjut Sayyid Quthb memberi batasan pada dua bentuk perubahan dalam ayat 11 surat ar-Ra'd.14 Pertama, perubahan yang ditetapkan Allah sebagai ketentuan yang mutlak, sebab Allah memiliki kekuasaan

11 Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual (Bandung: Mizan, 1991), hal. 1. 12 M. Quraisy Syihab, Op. Cit, hal. 250.

13 Ja'far S. Idris, Islam dan Perubahan Sosial, diterjemahkan oleh Rahmani Astuti dan A. Nashir Budiman,

cet. ke-4 (Bandung: Mizan, 1993), hal. 33.

14 Sayyid Quthb, Fi Dzilalil Qur'an, cet. ke-1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1971), jilid. V, hal. 82.

7

(18)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam

yang mencakup segalanya atau iradah syamilah, di mana semua kekuasaan mengikuti iradah ini.

Kedua adalah perubahan yang terjadi atas dasar kekuasaan manusia (Iradah al-Insaniyyah), yaitu kekuasaan manusia untuk melakukan perubahan. Akan tetapi kehendak manusia (Masyi'ah an-Nas) itu tetap selalu mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT (Masyi'ah Allah).

Sama halnya dengan iradah manusia untuk melakukan

perubahan masyarakat (tagyir), usaha manusia sebatas kebebasan yang telah Allah berikan. Usaha yang dilakukan oleh manusia tersebut akan berimplikasi pada perubahan kondisi masyarakat, sebagaimana hukum kemasyarakatan yang ada dalam surat ar-Ra'd ayat 11. yaitu tentang "perbuatan yang diusahakan oleh manusia dapat berimplikasi pada perubahan kondisi

(19)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat

suatu masyarakat",15 Walaupun Allah mengetahui apa yang akan terjadi pada manusia, tetapi ketetapan Allah tersebut berjalan sesuai dengan sunnatullah'(hukum Allah) tentang kemasyarakat- an, yaitu kemajuan dan kemunduran masyarakat tergantung pada sikap dan tindakan mereka.16

h. Konsep Md Bi Anfusihim

Titik tekan surat ar-Ra'd ayat 11 selanjutnya adalah target perubahan masyarakat yang akan dicapai, yaitu pada lafal md bi anfusihim. Menurut Dr. Ahmad Mubarrok, MA. Anfus dalam ayat 11 surat ar-Ra'd ditujukan untuk sisi dalam manusia yang berperan sebagai penggerak tingkah laku manusia. Sisi dalam tersebut sebagai wadah dari berbagai potensi yang mempunyai peranan sangat besar bagi perbuatan manusia, serta dapat mempertahankan, menambah atau bahkan mengurangi tingkat sosial ekonomi manusia.17

1) Nafs Dalam Al-Qur'an.

Al-Qur'an menyebut nafs dalam bentuk kata jadian anfus, nufusun, mutanaffisunf yatanaffasu, tanaffasa. Dalam bentuk mufrad, nafs disebut 77 kali tanpa idafah dan 65 kali dalam bentuk idafah.

Dalam bentuk jamak nufus disebut 2 kali, sedang dalam bentuk jamak anfus disebut 158 kali. Sedang kata tanaffasa, yatanaffisu dan

al-mutanaffisun masing-masing hanya disebut satu kali.

Term nasf dalam al-Qur'an semua disebut dalam bentuk isim

atau kata benda. Sedangkan kata tanaffasa dalam ayat wa as-Shubh idza tanaffas18 dan kata yatanaffasu dalam ayat falyatanafas al- Mutanafisun19 meskipun kata-kata ini berasal dari sumber kata

15 Muhammad Ali ash-Shabuny, op. cit, Hal. 73.

16Di dalam ilmu Kalam pada pembahasan tentang ketetapan Allah atau qadha(ketetapan Allah pada

zaman 'azali) dan qadr(ketetapan Allah pada zaman 'azaliyang teijadi) dijelaskan, bahwa ketetapan Allah tersebut dibagi menjadi dua, pertama ketetapan yang bersifat mubram atau ketetapan Allah yang bersifat pasti dan mutlak serta tidak dapat diubah-ubah lagi seperti ajal atau kematian. Kedua ketetapan Allah yang bersifat mua'allaq,yaitu ketetapan Allah yang digantungkan. Artinya ketetapan tersebut dapat berubah sesuai dengan usaha manusia, seperti kaya atau miskin, maju atau mundur, sejahtera atau sengsara.

17 A. Mubarrok, Konsep jiwa dalam al-Qur'an, cet. Ke-1 (Jakarta: Paramadina, 2000), ha]. 49-53. 18 QS. at-Takwir (81): 18.

19 QS. al-Muthaffifin (83): 26.

(20)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam

nafasad nafisa, namun dalam kata jadian tersebut kata-kata ini mem-

punyai makna yang tidak berhubungan langsung dengan nafs.

Dalam al-Qur'an, kata nafs mempunyai beberapa makna,20 yaitu:

a) Nafs sebagai diri atau seseorang, seperti dalam QS. Ali 'Imran (3) : 61, QS. Yusuf (12): 54, dan QS. adz-Dzariyat (51): 21.

b) Nafs sebagai diri Tuhan, QS. al-An'am (6): 54.

c) Nafs sebagai person sesuatu, QS. Furqan (25): 3, dan QS. al-An'am (6): 130.

d) Nafs sebagai roh, QS. al-An'am (6): 93.

e) Nafs sebagai jiwa, QS. asy-Syams (91): 7, dan al-Fajr (9): 27.

f) Nafs sebagai totalitas manusia, QS. al-Ma'idah (5): 32, dan QS. al-Qashash (28): 19,33.

g) Nafs sebagai sisi dalam manusia yang melahirkan tingkah laku, QS. ar-Ra'd (13): 11, dan al-Anfal (8): 53.

2) Nafs Sebagai Penggerak Tingkah Laku.

"Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah isi dari nafs mereka" kandungan lain surat ar- Ra'd ayat 11 tersebut adalah peran nafs yang dapat dioptimal- kan sebagai penggerak tingkah laku manusia. Dalam nafs

terdapat dua dimensi, yaitu kebaikan dan keburukan.21 Dengan dua dimensi yang ada dalam nafs, maka ada kecenderungan kualitas nafs dapat meningkat atau menurun.

Nafs sebagai sisi dalam manusia dan menjadi wadah dari berbagai potensi, menjadi penentu posisi dan peran manusia dalam bidang sosial, ekonomi, politik, keilmuan dan sebagainya, tergantung seberapa tinggi kualitas nafs manusia tersebut. Kualitas nafs akan berimplikasi pada kualitas SDM.22 Atas dasar itulah, salah satu aspek dalam masyarakat yang menjadi fokus utama pengembangan adalah nafs atau istilah lainnya adalah potensi diri manusia. Allah berfirman dalam surat al-Anfal (8): 53;

* ' ' .

*J ' ' ^ * } Ot

.^-lip Aiii O^J

"Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah

,22 A. Mubarrok, op.cit, hal. 44. 21 Lihat QS. asy-Syams (91): 8.

22 A. Mubarrok, 10 Op. Cit, hal. 56.

(21)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat

sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni'mat yang telah dianugerahkan -Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

Muhammad Mutawalla Asy-Sya'rawi mengatakan, bahwa

surat ar-Ra'd ayat 11 menegaskan peran nafs dalam

mempengaruhi perbuatan manusia. Lebih lanjut Asy- Sya'rawi menjelaskan bahwa semua hal yang dikerjakan oleh jawdrih atau anggota badan itu lahir dan bersumber dari nafs, karena nafs

dapat menggerakkan semua anggota badan manusia. Jika nafs

itu baik (shalihh), maka. jawdrih akan menjadi baik (istiqamah),

dan sebaliknya ketika nafs manusia rusak, jawdrih menjadi rusak pula.23

Dari ayat di atas jelas bahwa kemajuan, kekuasaan dan kejayaan suatu kaum adalah bergantung pada apa yang ada dalam anjus mereka. Allah tidak akan mendatangkan atau menghilangkan kesejahteraan suatu kaum tanpa peran mereka, dan peran tersebut bersumber dari apa yang ada dalam anjus

mereka.24

Pada surat ar-Ra'd (13) ayat 11, ada dua kalimat yang menunjukkan keadaan suatu kaum, yaitu kalimat md bi qaumin

dan md bi anfusihim. Dalam kaidah bahasa Arab huruf md pada dua kalimat tersebut mengandung arti berita (md khabariyyah).

Jadi md bi qaumin artinya adalah apa yang ada pada suatu kaum, dan md bi anfusihim artinya apa yang ada pada nafs (sisi dalam)

mereka.25 Dalam kaitannya dengan konsep perubahan

masyarakat (tagyir), maka yang menjadi fokus kajian adalah kandungan kalimat kedua pada ayat tersebut, yakni md bi anfusihim.

Surat ar-Ra'd ayat 10 berikut, mengisyaratkan bahwa manusia memiliki sisi dalam dan sisi luar.

'ji* yj ^ 0*3

^ ' ' * 0* "Sama saja (bagi Tuhan), siapa di antaramu yang merahasiakan ucapannya, dan siapa yang berterus terang dengan ucapan itu, dan

20 Lihat Muhammad muta walla asy-Sya'rawi, A t-Tafsir asy-Sya'rawi (Kairo: al-Akhyar al-Yaum, 1991), VIII: hal. 7243.

24 A. Mubarrok, Op. Cit. hal. 52. 25Ibid., hal. 43.

11

(22)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam

siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari".

Kesanggupan manusia untuk merahasiakan dan berterus

terang (asarra wa jahara) dengan ucapannya merupakan

petunjuk adanya sisi dalam dan sisi luar dari manusia. Al-Qur'an juga menyebut dengan tegas hubungan sisi dalam dan sisi luarnya. Jika sisi luar manusia dapat dilihat pada perbuatan lahirnya, maka sisi dalam mereka adalah berfungsi sebagai penggeraknya.26

Dalam surat asy-Syams (91) ayat 9 dijelaskan, bahwa kualitas nafs dapat meningkat, jika manusia dapat menjaga- nya dari dorongan syahwat atau hawa nafsu, dan mensuci- kannya. Sebaliknya, pada ayat 10 dari surat yang sama menjelaskan pula bahwa jika nafs tersebut dikotori dengan perbuatan maksiat dan menjauhi kebajikan, maka kualitas nafs akan menjadi lebih rendah.

Dengan dua potensi dalam nafs, yaitu potensi kebaikan dan keburukan, menjadikannya berpengaruh terhadap perbuatan atau sisi luar (jawdrih) manusia.27 Jika dalam kualitas

yang tinggi, maka nafs mempunyai kecenderungan untuk

menggerakkan manusia pada perbuatan yang baik. Namun jika kualitas nafs rendah, maka kecenderungannya menggerakkan pada perbuatan yang buruk. Nafs tidak bekerja secara langsung dalam mempengaruhi perbuatan, tetapi bekerja melalui sub-sistem’yang bersifat ruhaniyyah. Sub-sistem sebagai alat

penggerak, yang berupa qalb, bashirah, ruh dan 'aql

memungkinkan manusia untuk dapat mengopti- malkan potensi memahami, berpikir dan merasa.28

3) Konsep Potensi Diri

Kalimat md bi anfusihim dalam surat ar-Ra'd ayat 11 mengisyaratkan, bahwa nafs itu merupakan sisi dalam manusia yang juga merupakan wadah bagi suatu potensi, dan sesuatu itu sangat besar peranannya bagi perbuatan manusia. Apa yang

ada dalam nafs manusia berperan besar dalam

mempertahankan, menambah atau bahkan mengurangi tingkat

26Nafsdiartikan sebagai jiwa, dengan kata lain sisi dalam manusia adalah jiwa, seperti dalam QS.

as-Syams (91): 7. lihat juga hubungan antara sisi dalam dan sisi luar manusia dalam QS. al-Anfal (8): 53.

27 Muhammad asy-Sya'rawi, op. cit, hal. 7243. 28 A. Mubarrok, 12 Op. Cit, hal. 53.

(23)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat

sosial ekonomi masyarakat. Surat ar-Ra'd ayat 11 menghubungkan apa yang ada pada sisi dalam nafs dengan perubahan masyarakat (tagyir) besar dalam kehidupan manusia di muka bumi ini.

Dalam melakukan perubahan, akan selalu melibatkan gagasan, perasaan dan kemauan. Oleh sebab itu, apa yang menjadi isi anfus pada kalimat md bi anfusihim dalam surat ar-Ra'd ayat 11 adalah suatu potensi, atau sekurang-kurang- nya di antara salah satu muatan anfus adalah potensi, yaitu potensi

untuk merasa, berpikir dan berkemauan. Jadi term md bi

anfusihim mengandung makna bahwa nafs adalah sebuah wadah yang di dalamnya terdapat aneka fasilitas, di antaranya adalah potensi diri.29

Al-Qur'an menegaskan tentang nafs sebagai wadah yang di dalamnya menampung seluruh unsur nafs manusia, baik yang disadari maupun tidak. Sebagaimana firman Allah dalam surat Thaha (20): 7.

"Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, mdka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi".

Dari ayat di atas, terdapat dua kata yang menegaskan sisi dalam manusia yang tidak tampak, yaitu as-sirr dan akhfa.

Menurut Al-Maragi,30 as-sirr atau rahasia adalah apa yang dirahasiakan seseorang kepada orang lain, sedangkan makna

akhfa atau yang tersembunyi adalah apa yang terlintas dalam hati dan sudah tidak disadari, atau dalam istilah ilmu jiwa disebut alam bawah sadar.

c. Konsep Qaum

1) Qaum Dalam Al-Qur'an.

Pada surat ar-Ra'd ayat 11 kata qaum merupakan fa'il

(pelaku) dari fi'il (kata kerja) yugayyiru. Karena pada lafal la yugayyiru md hi anfusihim, penggunaan dhamir atau kata ganti pada lafal yugayyiru adalah kata ganti jamak, yang dalam ilmu nahwu disebut dengan jama' mudzakar salim atau kata ganti orang laki-laki jamak. Hal ini menunjukkan, bahwa dlamir

tersebut adalah kata ganti dari lafal qaum.

Kata qaum disebutan dalam al-Qur'an sebanyak 322 kali

29Ibid., hal. 52.

30 Ahmad Musthafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi (Beirut: Dar al-Ihya' al-Turas al'Arabiyyah, 1985), VI: 96. 13

(24)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam

dalam 47 surat.31 Qaum mempunyai makna kaum, rakyat,

bangsa.32 Sementara dalam bahasa Indonesia kata qaum yang kemudian menjadi "kaum" diartikan sebagai golongan masyarakat atau bangsa.33

Dalam bahasa Arab qaum bersumber dari kata qiyam yang berarti "berdiri atau bangkit", yakni dipergunakan untuk menunjukkan sekumpulan manusia yang bangkit untuk berperang membela sesuatu.

Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an surat al Hujuraat (49): 11.

^^ L5~^ fy J* (j*

' * -» 0 * O- i °. " ^ , o ’ * X " . » > 0 •J^4\jd>- J^ l5—p ^

"Haz orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok- olokkan kaum yang lain (karena) bolehjadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) danjangan pula zoanita- wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) bolehjadi wanita- wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok- olokkan'.)".

Dari ayat di atas dapat diambil pengertian, bahwa penggunaan kata qaum pada surat ar-Ra'd ayat 11 menunjuk- kan pelaku perubahan adalah sekumpulan manusia yang mempunyai tujuan yang sama, atau diistilahkan dengan

masyarakat atau bangsa. Qaum merupakan sekelompok

manusia yang berkumpul dan terdiri dari berbagai jenis golongan, suku, bahasa, yang semua perbedaan tersebut disatukan oleh ikatan-ikatan tertentu, ikatan itulah yang mendasari tejrbentuknya faham kebangsaaan.

2) Pandangan Al-Qur'an Tentang Masyarakat.

Ada beberapa kata yang digunakan al-Qur'an dalam menunjukkan istilah masyarakat atau kumpulan manusia, antara lain: qaum, ummah, syu'ub dan qabail. Di samping menggunakan istilah tersebut, al-Qur'an juga menggunakan sifat-sifat tertentu untuk menjelaskan tentang masyarakat, seperti al-mala', al-mustakbirun, al-mustadh'afun dan lain-lain. Akan tetapi sebagaimana yang telah penulis uraikan di atas, bahwa qaum lebih mewakili istilah masyarakat dewasa ini.

31 Muhammad Fuad al-Baqy, op. tit, hal. 582-585. 32 Ahmad Warson, Op. Cit,. hal. 1262.

33 Pius A. Partono dan Dahlan Al-Bary, 14 Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), hal. .318.

(25)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat

Manusia adalah "makhluk sosial". Dalam ayat kedua surat al-'Alaq disebutkan, bahwa khalaqal insana min 'alaq. 'Alaq tidak hanya diartikan sebagai segumpal darah, tetapi dapat dipahami pula sebagai "dinding dalam keadaan selalu bergantung kepada pihak lain atau tidak dapat hidup sendiri".34

Dalam Surat al Hujuraat (49): 13, disebutkan: ^ O J J 0 / 0 ^ J, J O y S> x )

# "

\jij\*s} JjlliJ

"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal".

Dalam ayat di atas, secara tegas dinyatakan bahwa manusia diciptakan terdiri dari laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar mereka saling mengenal potensi masing-masing dan dapat memanfaat- kannya semaksimal mungkin. Dengan demikian, jelas bahwa secara fithri manusia diciptakan sebagai makhluk sosial dan hidup secara bermasyarakat merupakan suatu keniscayaan.

Al-Qur'an menekankan kebersamaan anggota masyarakat seperti gagasan bersama, tujuan bersama, kebangkitan dan kemunduran bersama. Hal inilah yang memunculkan konsep

amar ma'rufnahi munkar, dan konsep fardhu kifayah di mana semua anggota masyarakat akan memikul dosa bila tidak melaksanakan kewajiban tertentu. Namun pada sisi lain al-Qur'an juga tetap mengakui peranan individu, agar setiap orang bertanggung jawab atas diri dan masyarakatnya.35

3) Al-Qur'an Tentang Masyarakat Ideal

Dalam surat Ibrahim (14): 1, al-Qur'an menyebutkan:

.jji\ Ji ouIjIji ^ 'LA r ^

y y y / ✓ > , ^

" Aliflam raa, (ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang".

Ayat di atas secara tegas menekankan akan peran al- Qur'an

34 M. Quraisy Syihab, Waumsan Al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 1996), hal. 320 Ibid., hal. 321.

15

(26)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam

sebagai penggerak manusia, dari azh-Zhulumah

(ketimpangan antara yang ideal San real) menuju kepada an- Nur

(masyarakat ideal). Manusia diarahkan untuk menuju suatu tatanan masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai yang dibawa Islam (al-Qur'an), sehingga mencapai cita-cita masyarakat ideal.

Idealitas masyarakat tersebut didasarkan pada nilai ke-

tauhid-an (ke-Esa-an), atau dengan kata lain masyarakat ideal adalah masyarakat yang memiliki tanggung jawab sosial dalam perbuatan cinta kasih (al-Ma'un (107): 1-7), menegak- kan nilai-nilai yang baik (al-Khair), menganjurkan cara-cara yang susila

(al-Ma'ruf) dan mencegah cara-cara yang a-moral (al-Munkar).

Masyarakat ideal tersebut oleh M. Dawam Raharjo diistilahkan dengan masyarakat yang berdasarkan tata nilai rabbaniyyah, atau masyarakat yang mendasarkan seluruh aktivitasnya pada asas

taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.36 Masyarakat ideal atau masyarakat yang mendasarkan seluruh aktifitasnya pada asas

taqwa, mempu- nyai sikap dan sifat sebagai berikut:

a) Menuju pengampunan Tuhan

b) Mengorbankan hartanya dengan tidak memandang

keadaan (sehingga ia selalu giat untuk menuntut ilmu dan bekerja keras atau memiliki etos yang tinggi)

c) Sanggup menahan amarahnya

d) Mampu memaafkan kesalahan orang lain e) Tidak menganiaya diri sendiri

f) Berbuat kebaikan kepada orang lain

g) Setiap berbuat kesalahan segera ingat kepada Tuhan kemudian me minta ampun

h) Serta tidak mengulang kembali kesalahan yang

diketahuinya.37

Sementara dalam struktur sosialnya, masyarakat ideal dipimpin oleh penguasa yang disebut dengan ulu al~Amr, yaitu mereka yang diminta oleh masyarakat untuk mengurusi

kepentingan umum,38 memerintah berdasarkan al-Qur'an dan tauladan Nabi, memegang amanat dan menjamin hak- hak masyarakat, serta menilai masalah-masalah kemanusia-

M M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur'an, hal. 684. wIbid., hal. 165.

38 QS. an-Nisa' (4): 59. 16

(27)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat an secara adil.39

B.

Aspek-aspek

Tagyir

dan Pengembangan

Potensi Diri

Berikut akan dikemukakan aspek tagyir atau perubahan masyarakat menurut surat ar-Ra'd ayat 11 dan penyadaran serta pengembangan potensi diri masyarakat sebagai satu aksi pengembangan masyarakat.

1.

Perubahan

Personal

Dalam kedudukannya sebagai totalitas, manusia memiliki sisi luar atau tingkah laku (jawarihy40 dan sisi dalam atau

kepribadian (nafs). Dalam sistem kehidupan manusia, sisi luar akan dipengaruhi oleh sisi dalam, tingkah laku dipengaruhi oleh kepribadian, dan jazvarih dipengaruhi oleh nafs.

Sementara itu sisi dalam manusia atau nafs memiliki kecenderungan pada hal-hal yang baik dan keburukan, sehingga kecenderungan ini akan berpengaruh pada sisi luar manusia yang nampak pada perbuatannya. Dengan kata lain, sisi luar manusia dipengaruhi oleh tingkat kualitas sisi dalamnya. Dalam hal ini kapasitas nafs mempunyai peran sebagai penggerak

jawarih, karena dalam nafs terdapat potensi memahami, berpikir, merasa dan kemauan.41

Oleh sebab itu, untuk melakukan perubahan pada individu-individu dilakukan dengan mengubah kualitas nafs. mereka, yakni dengan meningkatkan potensi manusia untuk memahami, berpikir, merasa dan potensi kemauan mereka untuk melakukan perubahan. Peningkatan sisi dalam manusia untuk mencapai kualitas nafs yang tinggi haruslah didas'arkan ide atau nilai yang menjadi dasar dalam mengarahkan manusia, dan setiap masyarakat pasti memiliki nilai atau norma yang mereka yakini sebagai ideal. Nilai-nilai moral (idealistis) tersebut akan menjadi gambaran masyarakat tertentu.42

Dalam hal ini, yaitu kaitan antara nilai dan perubahan

39 QS. al-Baqarah (2): 58.

40 Sisi luar (lahiriyyah) diistilahkan oleh asy-Sya'rawi dengan jazvarihyang mempunyai arti anggota

badan. Dalam konteks ayat 11 surat ar-Ra'd jawarih diartikan dengan perbuatan atau tingkah laku manusia. Lihat Muhammad asy-Sya'rawi, op. cit, hal. 7241.

41 A. Mubarrok, Op. Cit, hal. 53.

42Dalam teori perubahan sosial menurut Emile Durkheim dikatakan bahwa, proses perubahan sosial

diawali dan diberi inspirasi dari nilai moral, nilai-nilai dan keyakinan. Tom Cambell, Tujuh Teori Sosial, Diterjemahkan Oleh: Budi Hardiman, (Yogyakarta: Pustaka Kanisisus, 1994), hal. 14.

17

(28)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam

masyarakat, Jalaluddin Rahmat mengartikan perubahan individu sebagai berikut43:

Perubahan individu dapat diartikan sebagai perubahan pemikiran dan pemahaman agama, sehingga dapat diperoleh pemahaman agama secara komprehensif yang meliputi moral-spiri- tual dan moral-sosial, di mana keduanya merupakan satu kesatuan. Moral-spiritual menyangkut dimensi ketakwaan, yang berarti mampu membedakan yang benar dan salah, serta menyangkut kepribadian, mentalitas, budaya dan aqidah.

Dari pengertian di atas dapat dipahami, bahwa nilai atau ide terpenting yang mendasari manusia dalam melakukan segala perbuatannya, adalah spiritualitas atau agama. Agama adalah nilai yang bersifat universal, karena dalam setiap agama apapun pasti mengakui akan Tuhan yang dalam Islam disebut dengan tauhid (ke-Esa-an).

Tauhid adalah suatu prinsip yang menembus semua dimensi dan mengatur seluruh khazanah fundamental keimanan dan aksi manusia.44 Dari tauhid ini akan muncul prinsip-prinsip lainnya seperti humanisasi, keadilan, dan lain sebagainya. Dengan penghayatan terhadap nilai tahuhid inilah yang akan membawa pada perubahan sikap, pola pikir, bahkan sampai pada perbuatan, sebagaimana telah dilakukan oleh masyarakat Islam awal.

Al-Qur'an, mempunyai peran sebagai pendorong dan pemandu dalam mengarahkan umat manusia pada perubahan, yaitu mengeluarkan manusia dari azh-Zhulumah (ketimpangan antara ideal dan real) menuju kepada an-Nur (masyarakat ideal).45 Dalam al-Qur'an telah dijelaskan bagaimana mem- bangun sebuah masyarakat ideal, yaitu dimulai dengan melakukan perubahan sikap, pola pikir dan tingkah laku individu-individu dalam masyarakat.

Langkah pertama adalah memberi dasar atau landasan pada masyarakat dengan pemahaman terhadap aqidah, segala sesuatu

yang berhubungan langsung dengan pandangan tauhid dan

penentangan terhadapnya. Al-Qur'an menjelaskannya secara tegas sejak dini dan langsung, sebagaimana terdapat pada wahyu-wahyu pertama.46 Sedangkan sikap dan pola pikir serta perbuatan

43 Jalaluddin Rahmat, Op. Cit, hal. 1.

44 M. Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur'an, op. at, hal. 249. 45 Lihat QS. Ibrahim (14): 1.

46Termasuk dalam wahyu-wahyu yang pertama turun adalah al-'Alaq (96): 1-8, al-Muddasir (74): 1-10, Quraisy (106): 1-4, al-Balad (90): 1-11, adh-Dhuha (93): 1-11, ath-Thariq (86): 1-10, 'Abasa (80): 1-32

18

(29)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat

manusia yang berkaitan dengan kehidupan sosial, namun tidak berkaitan langsung dengan aqidah, al-Qur'an melakukan pembimbingan secara bertahap. Misalnya pela- rangan minuman keras (miras), zina, riba, perbudakan, dan lain- lain, yang telah mengakar dan membudaya serta telah menjadi bagian dari pandangan masyarakat.47

2.

Nafs

dan Pembentukan Masyarakat

Konsep Tagyir atau perubahan masyarakat dalam surat ar- Ra'd ayat 11 menitikberatkan pada perubahan kualitas nafs

manusia, dengan asumsi bahwa nafs adalah potensi dasar manusia yang mampu menjadi pendorong segala perbuatan dan tindakan manusia, di mana potensi-potensi tersebut akan mem- bentuk kepribadian. Hubungan nafs dan badan atau jiwa dan raga adalah pembagian fungsi antara badan sebagai kapal dan jiwa sebagai nahkodanya, yang mengemudikan dan memimpinnya.

Ilmu kejiwaan atau psikologi memandang, bahwa kepribadian manusia terbentuk oleh beberapa unsur. Sigmun Freud dalam

psikoanalisis-nya menyatakan, bahwa kepribadian manusia dibentuk oleh Id, Super Ego dan Ego48. Id adalah sifat dasar manusia, naluri kebinatangan atau keinginan bawah sadar manusia. Al-Qur'an mengistilahkan Id dengan nafs al-ammarah,

yaitu nafs yang cenderung mendorong manusia pada naluri

kebinatangannya. Dalam surat Yusuf (12): 53 disebutkan:

* * £ t' ' 0 * r 0 ^ f ? /-s,

0^ ^—ij JCA ^J\ ojL**)! jl j

£ J ot

jjy**

"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmad oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Unsur kedua pembentuk kepribadian adalah Super Ego, yakni

(kecuali ayat 23), al-A'la (87): 1-9 dan 14, al-Insyiqaq (84): 1-12, al-Gasyiyah (88): 17-20, adz-Dzariyat (51): 1-6, an-Najm (53): sebagian dan ar-rahman (55): 1-78. Dalam ayat-ayat tersebut mengandung tema-tema: (1) kebaikan dan kekuasaan Tuhan, (2) kembali kepada penilaian Tuhan, (3) response manusia dalam bentuk syukur dan pengabdian, (4) response manusia berupa sikap pemurah kepada sesama manusia, dan (5) tugas Nabi Muhammad sebagai utusan Allah. M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur'an, hal. 646.

47 M. Quraisy Syihab, Membumikan al-Qur'an, Op. Cit, hal. 250.

48 Untuk uraian yang panjang tentang psikoanalisis lihat Sigmund Freud, Psikoanalisis Sigmund Freud,

diterjemahkan oleh: Ira Puspitorini, cet. Ke-2 (Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2002).

19

(30)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam

tempat yang menyimpan nilai-nilai luhur seperti moral, norma, sikap-sikap, dan nilai-nilai kebaikan lainnya. Super Ego merupakan nilai-ideal yang lahir dari penanaman oleh faktor ekstemal manusia, seperti masyarakat atau agama. Dalam al-Qur7an unsur ini disebut dengan nafs al-muthma'innah atau jiwa ilahiyyah (ke-Tuhan-an), sebagaimana disebutkan dalam surat al-Fajr (89): 27.

xj O j.O , ^ <<

A-LLoJsll l^jlL

"Hai jiivayang tenang".

Super Ego selalu menyuruh manusia untuk melakukan hal- hal yang benar menurut pandangan masyarakat atau agama. Hal ini tentu saja bertentangan dengan Id yang senantiasa ingin melakukan hal-hal yang baik menurut dirinya sendiri.

Pertarungan antara Id dan Super Ego yang selalu berebut peran dalam mempengaruhi jiwa manusia, ditengahi oleh Ego atau persepsi manusia pada fisik dan social. Dengan kata lain Ego selalu mencari kompromi di antara pertarungan Id dan Super Ego. Ego mengarahkan‘manusia untuk melakukan dorongan- dorongan Id tanpa mengakibatkan sesuatu yang tidak diinginkan oleh persepsi faktor ekternal manusia. Ego di dalam al-Qur'an disebut dengan

nafs al-lawwamah atau jiwa kemanusiaan. Firman Allah dalam surat al-Qiyamah (75): 2. menyebutkan:

Xi^ii LJA YJ

“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)".

Sekarang bagaimana manusia menentukan jalan dengan mengetahui naluri-naluri dasarnya yang harus dikendalikan, apakah memilih kebaikan atau keburukan?. Pengendalian yang dilakukan oleh Ego menjadi penentu arah mana yang mereka pilih, dan dari konsep inilah akan memberi bimbingan pada pembentukan masyarakat yang lebih manusiawi.49

3.

Perubahan Masyarakat

Di samping membicarakan manusia sebagai totalitas yang tidak hanya terdiri dari lahiriyyah saja, akan tetapi manusia dilihat juga dari dalam diri manusia atau bathiniyyah, surat ar-Ra'd ayat 11 juga menekankan manusia sebagai anggota masyarakat. Artinya

49 M. Dawam Raharjo, 20 Op. Cit, hal. 272.

(31)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat

perubahan pada manusia secara individual diharapkan akan membawa arus perubahan pada level sosial atau masyarakat.

Setelah terbentuk pribadi-pribadi atau individu yang mempunyai kualitas nafs yang tinggi, sehingga nafs tersebut mampu mendorong individu tersebut untuk menggerakkan potensi sikap, berpikir, merasa dan berkemauan. Maka dari sini secara berangsur-angsur perubahan individual tersebut akan disusul dengan perubahan sosial. Pribadi-pribadi atau individu yang telah memiliki kualitas nafs yang tinggi, yakni individu yang mau berpikir (sadar) sudah pasti memiliki kehendak untuk mengubah tatanan sosialnya yang timpang.

Menurut Jalaluddin rahmat, perubahan sosial adalah perubahan institusional, dan dalam prakteknya lebih ditujukan pada perubahan struktur sosial yang timpang, hegemonik dan dominatif, atau perubahan struktur sosial yang akan dibangun.50 Struktur sosial adalah pola-pola organisasi sosial, yaitu bagaimana organisasi sosial berhubungan dengan organisasi sosial yang lain dan masyarakatnya; individu yang menjadi bagian dari struktur yang ada.

Untuk melakukan perubahan institusinal dengan mengubah struktur sosial, dibutuhkan suatu upaya kolektif semua anggota mayarakat (qaum) untuk melakukan perubahan struktur atau tatanan sosial menjadi lebih baik. Oleh sebab itu, kesadaran individual yang telah tercapai harus diikuti dengan penyadaran masyarakat (kolektif). Hal itu dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan semangat kebangsaan, sehingga dalam setiap diri individu-individu masyarakat akan muncul kesadaran (kemauan berpikir) untuk melakukan perubahan.

Perubahan masyarakat (sosial) akan sulit tercapai bila hanya menekankan pada salah satu dari dua dimensi, manusia sebagai totalitas dan struktur sosial dalam masyarakat. Kedua-duanya harus diubah, karena memiliki sifat saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Kesadaran individu-individu akan

mendorong munculnya kesadaran kolektif masyarakat (qaum)

untuk melakukan perubahan, dan sebaliknya struktur atau tatanan sosial yang baik dapat menciptakan kepribadian individu-individu yang baik pula.

32 Jalaluddin Rahmat, Op. Cit,,hal. 1.

21

(32)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam

4.

Pengembangan Potensi Diri (SDM)

Seperti yang telah diutarakan pada pada pembahasan di atas, bahwa pengembangan masyarakat adalah penyadaran manusia atas potensi diri (md bi anfusihim) yang mereka miliki, supaya dapat dimanfaatkan untuk menganalisa isu-isu sosial dan menemukan solusi atas permasalahan yang mereka hadapi.

Tujuan pengembangan masyarakat adalah untuk membangun kekuatan masyarakat, sehingga mereka mampu memahami realitas struktural yang menindas dan mereka sadar akan posisinya dalam realitas tersebut. Bila kesadaran itu tumbuh, maka akan tumbuh pula kehendak yang kuat untuk melakukan perubahan.

Ciri-ciri masyarakat dapat dikatakan kuat apabila, antara lain: a. Mereka tidak mudah ditundukkan, dieksploitasi, dan

dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu.

b. Selalu kritis dalam melihat permasalahan terutama yang menyangkut kebijakan atau aturan yang merugikan mereka. c. Teguh dan konsisten dalam memperjuangkan kepentingan

bersama.

d. Memiliki kesetia-kawanan dan solidaritas yang tinggi antara sesama anggota masyarakat.51

Untuk dapat membangun kekuatan masyarakat, pengem-bangan masyarakat harus mampu mengoptimalkan potensi- potensi lokal mereka, yaitu potensi memahami, berpikir, merasa, dan berkemauan, atau dengan kata lain memanfatkan semak- simal mungkin Sumber Day a Manusia (SDM) yang ada. Agar mampu menjalankan perannya, maka pengembangan masyarakat dapat mengadopsi sistem manajemen sumber daya manusia yang biasa digunakan dalam organisasi ataupun perusahaan.

Dewasa ini semakin disadari, bahwa sumber daya manusia memegang peranan penting dalam kehidupan, karena mesin yang paling canggihpun tidak akan berarti apa-apa bila tidak digunakan manusia. Untuk itu penempatan sumber daya manusia sebagai unsur terpenting merupakan sebuah keniscayaan, hal ini ditujukan untuk memperluan ruang gerak masyarakat dalam menggunakan imajinasi, inovasi dan kreativitasnya.52

Sebesar apapun kekuatan yang diberikan kepada masyarakat tanpa ada kesadaran akan potensi sumber daya mereka, maka

51 Aritonang dkk, Op. Cit, hal. 49.

52 Sondang P. Siagian, 22 Manajemen Sumber Daya Manusia, cet. Ke-10 (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hal. 8.

(33)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat

tidak akan melahirkan kesadaran dan kekuatan untuk melakukan perubahan. Pengembangan masyarakat harus mampu menjalankan perannya sebagai fasilitator sekaligus sebagai motivator dalam menggali serta memanfaatkan potensi lokal masyarakat.53

Langkah-langkah yang harus ditempuh pengembang masyarakat (social worker) dalam pengembangan sumber daya masyarakat adalah dengan melaksanakan kegiatan pengembangan. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut54:

a. Penentuan Kebutuhan

Penentuan kebutuhan merupakan langkah menentukan anggaran yang harus dikeluarkan untuk membiayai pengem-bangan sumber daya manusia, hal ini penting dilakukan untuk menghindari masalah pendanaan di tengah-tengah proses pengembangan. Tetapi ada hal lain yang tidak kalah penting adalah kebutuhan nyata (real need) yang dibutuhkan oleh peserta, sehingga pelatihan atau apapun bentuknya sesuai betul dengan kebutuhan real peserta/masyarakat.

b. Penentuan Sasaran

Sasaran yang akan dicapai dalam pengembangan sumber daya manusia dapat bersifat teknikal dan juga dapat pula menyangkut keprilakuan, atau mungkin kedua-duanya. Berbagai sasaran tersebut harus dijelaskan sekongkrit mungkin. Kegunaan sasaran adalah sebagai tolok ukur keberhasilan pengembangan dan sebagai bahan penentuan langkah selanjutnya.

c. Penetapan Isi Program

Bentuk dan sifat suatu program pengembangar ditentukan oleh dua faktor, yaitu hasil analisis kebutuhan dan sasaran yang hendak dicapai.

d. Identifikasi Prinsip-Prinsip Belajar

Ada lima prinsip belajar yang diterapkan pada kegiatan pengembangan SDM, yaitu partisipasi masyarakat, repetisi atau pengulangan, relevansi bahan yang dipelajari, penga- lihan pengetahuan dan ketrampilan dan prinsip umpan balik atau

follow up dari kegiatan belajar.

e. Pelaksanaan Program

Pelaksanaan program pengembangan bersifat fleksibel, di mana dituntut kreativitas pengembang umtuk menyesuai- kan

53 Asrom Aritonang dkk, Op. Cit, hal. 81.

f* Sondang P. Siagian, Op. Cit, hal. 186-203.

23

(34)

Model'Mpdel Kesejahteraan Sosial Islam dengan kondisi masyarakat f. Penilaian Pelaksanaan Program

Pengembangan dikatakan berhasil jika terjadi perubahan masyarakat, hal ini bisa dilihat dari dua hal, yaitu (1) peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas (2) perubahan prilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja.

G Penutup

Perubahan seorang ataupun masyarakat secara umum dipengaruhi dua faktor; pertama faktor dari dalam dan fakor dari luar. Faktor dalam diri manusia yang dikenal dengan "potensi diri" dengan segala aspeknya (nafs, qolb, iman dll). Faktor luar seperti pendidikan, lingkungan, ilmu pengetahuan, teknologi dan lain-lain, merupakan faktor pendukung yang memberi kontribusi terhadap faktor dalam diri manusia dalam proses perubahan. Namun demikian aspek dari dalam diri manusialah yang paling dominan sebagai penggerak utama perubahan tersebut. Potensi diri inilah yang menjadi penentu bagi seseorang untuk berubah atau tidak berubah, termasuk untuk menerima atau menolak pengaruh dari luar.

Tulisan ini merupakan kajian awal tentang potensi diri manusia dalam menggerakkan perubahan, penulis berharap dapat dikaji lebih luas dan mendalam karena masih banyak ayat lain yang berbicara tentang potensi diri manusia.

Daftar Pustaka

A. Mubarrok. Konsep Jiwa dalam Al-Qur'an. Jakarta: Paramadina, 2000

.

A. Mudjab Mahali. Asbabun Nuzul, Studi Pendalaman Al-Qur'an.

Jakarta: Rajawali, 1989.

Abdul Halim Muntashar, Ibrahim Anis dan Athiyah Ash- Shuwalihy.

Al-Mu'jam Al-Wasith. Mesir: Dar al-Ma'arif, 1973.

Ahmad Musthafa al-Maragi. Tafsir al-Maragi. Beirut: Dar Ihya' al-Turas al'Arabiyyah, 1985.

Ahmad Warson Munawwir. Kamus Al-Munawwir. Yogyakarta:

Pustaka Progresif, 1984.

Asrom Aritonang, Hegel Teromi dan Syaiful Bahari. Pendampingan Komunitast Pedesaan. Jakarta: Sekretariat Bina Desa, 2001. Al-Qur'an.

(35)

Konsep Tagyir dan Pengembangan Potensi Diri Masyarakat

Ahkam al-Qur'an. Kairo: Dar asy-Syu'ub, 1989.

Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi. t.t. Lubdb Nuqul fi Asbdb an-Nuzul. Beirut: Maktabah Riyadh al-Hadisah.

Jalaluddin Rahmat. Islam Aktual. Bandung: Mizan, 1991.

Ja'far S. Idris. Islam dan Perubahan Sosial Terjemahan: Rahmani Astuti dan A. Nashir Budiman. Bandung: Mizan, 1993.

M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur'an, Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1995.

Muhammad Ali ash-Shabuny. Shafwah at-Tafdsir. Beirut: Dar al- Fikr, 1984.

Muhammad Fuad al-Baqy. Mu'jam Mufahras li Fdd Qur'an al-Karim. Beirut: Dar al-Fikr, 1981.

Muhammad Mutawalla asy-Sya'rawi. At-Tafsir asy-Sya'rawi. Kairo: al-Akhyar al-Yaum, 1991.

Pius Partono dan Dahlan Al-Bary. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994.

Sayyid Quthb. Fi Dzilalil Qur'an. Beirut: Dar al-Fikr, 1971. Sigmund Freud. Psikoanalisis Sigmund Freud, Terjemahkan Oleh: Ira Puspitorini. Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2002.

Sondang P. Siagian. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003.

Tom Cambell. Tujuh Teori Sosial, Terjemahkan Oleh: Budi Hardiman. Yogyakarta: Pustaka Kanisisus, 1994.

Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Sosial dalam

Islam

(Peran Pekerja Sosial dalam Mewujudkan Keadilan &

K

esejahteraan Sosial)

Zulkipli Lessy

A Pendahuluan

1-Qur'an sebagai pedoman hidup umat manusia banyak membicarakan tentang pentingnya keadilan sosial serta kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Pengakuan bahwa al- Qur'an sebagai kitab umat Islam yang banyak membicarakan tentang hal ini tidak hanya diakui oleh umat Islam, tetapi juga diakui oleh umat lainnya. Sebagaimana dikatakan oleh S.

Gambar

Figur 2.1: Skema hubungan sampah dengan kesejahteraan manusia
Tabel 1: Beberapa Pengertian Sampah
Figur 3:  Hubungan antara Elemen Fungsional dalam Sistem  Pengelolaan Sampah Padat Sumber: Tchobanoglous, Theisen dan Vigil  1993 , /z.22.

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan sampah yang dilakukan di Kelurahan Kedung Halang Kota Bogor dalam pengelolaan sampah masih menggunakan metode pengumpulan secara langsung dan dipindahkan serta

Secara istilah, kata hak asasi berarti kewenangan dasar yang dimiliki olehseseorang yang melekat pada diri orang itu untuk melakukan sesuatu sesuai dengan pilihan

Pengelolaan sampah sampah di RW 09, 10 dan 11 Kelurahan Bandarharjo belum dilakukan secara optimal baik oleh masyarakat maupun pemerintah terkait .Timbulan sampah

Konsep Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat kota pekanbaru saat ini kebanyakan hanya dalam konteks pengangkutan sampah dari sumber sampah ke tempat pembuangan

swadaya ini dilakukan secara generatif yaitu perbanyakan tanaman melalui biji (benih) untuk dijadikan bibit sengon. Masyarakat pengembang tanaman sengon ini sebagian

Dari Hasil wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa belum tercapainya kasus pengelolaan sampah khususnya di bank sampah sekolah, karna dari wawancara yang dilakukan

2002: 1.20 mengungkapkan 4 empat pilihan pengelolaan sampah pengurangan sampah dari sumber, daur ulang, sampah menjadi energi dan landfilling yang dapat dilakukan secara interaktif

Studi lain yang berkaitan adalah penelitian yang dilakukan Sriliani Surbakti 2009 tentang potensi pengelolaan sampah menuju Zero Waste berbasis masyarakat di Kecamatan Kebunkandang