• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum terhadap Pengirimpada Pengiriman Barang ke Luar Negeri (Studi di PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perlindungan Hukum terhadap Pengirimpada Pengiriman Barang ke Luar Negeri (Studi di PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL ILMIAH

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGIRIM PADA PENGIRIMAN BARANG KE LUAR NEGERI (Studi di PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan)

Oleh:

WAHYUNI ADRIYANI SIMBOLON NIM. 0910110245

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM MALANG

(2)

JURNAL ILMIAH

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGIRIM PADA PENGIRIMAN BARANG KE LUAR NEGERI (Studi di PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan)

Oleh: Wahyuni Adriyani Simbolon

ABSTRAK

Karya ilmiah yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Pengirim Pada Pengiriman Barang Ke Luar Negeri (Studi di PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan). Pelaksanaan pada pengiriman barang ke luar negeri tentunya tidak terlepas dari hambatan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Namun, di balik faktor-faktor penghambat, PT. Pos Indonesia (Persero) telah memberikan upaya dalam mengatasi hal-hal yang menjadi hambatan dalam proses pengiriman barang ke luar negeri. Upaya pada faktor eksternal ini merupakan pembatasan tanggung jawab pengangkut karena merupakan faktor yang berada di luar kekuasaan manusia dan tidak dapat dicegah atau dihentikan oleh manusia. Apabila upaya yang diberikan PT. Pos Indonesia (Persero) tidak dilakukan secara efektif, maka akan menimbulkan suatu tanggung jawab pengangkut apabila terjadi keterlambatan, kehilangan, atau kerusakan. Mengenai tanggung jawab sudah diatur pada klausula-klausula surat muatan udara yang biasanya disebut dengan resi pembayaran. Namun, klausula mengenai hilang atau rusak sebagian isinya yang tidak diberikan ganti rugi adanya pertentangan dengan Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonnantie-Staatsblad 1939 No. 100) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Hal ini mengakibatkan tidak adanya perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kehilangan atau kerusakan sebagian isinya. Perlindungan hukum hanya diperoleh pada konsumen yang seluruh barangnya mengalami kehilangan atau kerusakan.

(3)

ABSTRACT

The scientific work entitled Legal Protection For The Transmitter In The Delivery Of Goods To Foreign Countries (Study in PT. Pos Indonesia (Persero) Branch South Surabaya). Implementation of the delivery of goods to overseas certainly not without obstacles, both internal and external factors. However, behind the inhibiting factors, PT. Pos Indonesia (Persero) has granted an effort to overcome the things that become obstacles in the process of sending goods abroad. Efforts in this external factor is the carrier's limitation of liability as are factors that are beyond human control and can not be prevented or stopped by man. If the efforts exerted by PT. Pos Indonesia (Persero) is not done effectively, it will cause a carrier's liability in case of delay, loss, or damage. Regarding responsibility is set on a letter clauses air cargo which is usually referred to the receipt of payment. However, the clause regarding lost or damaged some of its contents are not compensable contradiction with the Air Transport Ordinance (Luchtvervoer Ordonnantie-Staatsblad 1939 No. 100) and Law no. 1 of 2009 on Aviation. This resulted in the lack of legal protection for consumers who experience a loss or damage to some of its contents. Legal protection is only obtained in the entire consumer goods suffered loss or damage.

Keywords: Legal Protection

1. Pendahuluan

Indonesia sebagai negara kepulauan, sangat memerlukan suatu perkembangan mengenai sistem hukum yang mengatur tentang pengangkutan, agar dapat lebih maju dan siap dalam menghadapi persaingan ekonomi global. Proses globalisasi yang semakin lama dan semakin intens dapat memberikan implikasi bahwa setiap negara dituntut untuk lebih mengantisipasi dan beradaptasi dengan kecenderungan globalisasi dan bisa

(4)

menuju peradaban dunia (compression of the world) yang semakin tanpa batas (borderless).1

Pengaruh dari globalisasi pada perkembangan ekonomi Indonesia di antaranya adalah tumbuhnya kreativitas para pelaku ekonomi serta semakin mendunia produk-produk buatan Indonesia. Dengan adanya globalisasi, para pelaku ekonomi memang dituntut untuk semakin kreatif dalam menciptakan produk yang tidak hanya mampu bersaing dengan sesama produk buatan dalam negeri, namun juga harus mampu bersaing dengan produk dari negara lain.

Salah satu contoh pengangkut yang melayani pengiriman barang ke luar negeri adalah PT. Pos Indonesia yang merupakan sebuah badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang layanan pos internasional hingga ke 80 negara yang berbentuk barang, surat, ataupun paket dengan menggunakan di antara 2 (dua) produk layanan pengiriman, antara lain Express Mail Service atau disingkat dengan EMS dan Paket Luar Negeri. Pada umumnya, konsumen sering menggunakan layanan pengiriman EMS dikarenakan jangka waktu yang cepat dengan menggunakan sarana pengangkutan melalui udara.

Dalam melakukan pengiriman barang ke luar negeri tidak terlepas dari hambatan dan kendala yang mengakibatkan kerusakan atau kehilangan pada barang milik konsumen tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan adanya faktor manusia (human error) dan faktor alam (force majeure) yang memang tidak memungkinkan untuk melakukan pengiriman dengan tepat pada waktu yang

1

Latif Adam dan Maxensius Tri Sambodo, Infestasi dan Perdagangan Luar Negeri:Dinamika Globalisasi dan Perannysa Dalam Pertumbuhan Ekonomi, diambil dari Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan VOL XVI (2) 2008 , (Jakarta : LIPI Press, 2008), hlm 15-16, diakses pada tanggal 10 Oktober 2012.

(5)

telah disepakati oleh pengirim dan pengangkut, serta faktor gangguan keamanan dan ketertiban, seperti peperangan, kerusuhan, pemberntakan, pencurian, dan lain-lain.

Suatu contoh kasus yang sering terjadi di PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan bahwa adanya ketidaksesuaian keterangan konsumen pada Formulir CP71 (layanan paket luar negeri) atau blangko EMS (Layanan EMS) yang menyatakan bahwa wujud barang berupa permainan anak-anak dan ternyata bukan permainan anak-anak melainkan barang yang WHUPDVXN NDWHJRUL ³EDUDQJ \DQJ GLODUDQJ´ \DLWX airsoft gun.

Hal ini mengarah pada seberapa jauh instansi penelitian memberikan kebijakan dalam hal mengatasi permasalahan yang sering terjadi mengenai kehilangan atau kerusakan pada barang milik konsumennya.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat ditarik suatu perumusan masalah penelitian, antara lain:

1. Apa yang menjadi hambatan PT. Pos Indonesia (Persero) dalam proses pengiriman barang ke luar negeri?

2. Bagaimana upaya yang diberikan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) untuk mengatasi hal-hal yang menjadi hambatan?

3. Bagaimana tanggung jawab PT. Pos Indonesia (Persero) terhadap konsumen apabila terjadi kehilangan atau kerusakan?

(6)

3. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris dan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, karena melihat dan meneliti mengenai upaya yang diberikan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) dalam meminimalisir hambatan yang sering dialami instansi tersebut mengenai pengiriman barang ke luar negeri serta meneliti sejauh mana pelaksanaan perlindungan hukum yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) terhadap konsumen apabila terjadi kerusakan atau kehilangan pada barang. Lokasi penelitian adalah PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan.

Jenis bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer berupa hasil wawancara serta dokumen-dokumen yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian, serta bahan hukum sekunder sebagai penunjang bahan hukum primer. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan pihak terkait, sedanngkan data sekunder studi kepustakaan yang diperoleh di Perpustakaan Umum Kota Surabaya, Pusat Dokumentasi Ilmu Hukum (PDIH) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya, dan akses internet melalui berbagai situs.

Metode analisis yang digunakan dalam penilitian ini adalah teknik deskriptif analisis. Deskriptif adalah memberikan gambaran serta keadaan yang terjadi pada objek yang diteliti. Sedangkan analisis adalah data dan informasi yang penulis peroleh dikaji lebih lanjut dan secara substansial sesuai dengan permasalahan yang ada dihubungkan pada teori dan peraturan

(7)

perundang-undangan yang berlaku serta pendapat para ahli. Kemudian ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan.

4. Hasil dan Pembahasan

A. Hambatan PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan Pada Pengiriman Barang Ke Luar Negeri

Ada berbagai faktor-faktor penghambat yang dapat menyebabkan terjadinya kerugian pada konsumen, antara lain:

a. Faktor Internal adalah faktor penghambat dari dalam yang sering terjadi dalam proses pengangkutan, yaitu faktor manusia yang biasanya disebut dengan human error. Faktor penghambat yang dialami oleh PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan, antara lain :2

1) Identifikasi Barang Konsumen

a) Konsumen tidak memberitahukan secara lengkap pada Form CP71 (Paket Luar Negeri) atau blangko EMS (Express Mail Service) mengenai wujud dan sifat barang; b) Konsumen tidak memberitahukan yang sebenarnya,

apakah barang tersebut termasuk kategori barang yang dilarang menurut ketentuan Bea dan Cukai ataukah barang tersebut termasuk kategori barang yang bernilai tinggi, contohnya ijasah, paspor, Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan lain-lain.

2

Wawancara dengan Bpk. M. Anis Subekhan selaku Manajer Pelayanan PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan, tanggal 2 Mei 2013.

(8)

2) Kelancaran Barang

a) Apabila pihak MPC (Mail Processing Centre) melakukan kesalahan pencantuman kode kiriman sehingga mengakibatkan keterlambatan pengiriman atau bahkan hilangnya barang kiriman.

b) Apabila terdapat kelalaian dalam pengemasan barang dapat mengakibatkan barang rusak, seperti contoh kasusnya konsumen yang mengirimkan beberapa jenis tas yang dijadikan untuk sampel perusahaan rusak akibat tertindih dengan barang lainnya.

3) Apabila saat dilakukannya pemeriksaan Bea Cukai terdapat 1 VDWX EDUDQJ \DQJ EHUNDWHJRUL ³EDUDQJ \DQJ GLODUDQJ´ PDND Bea Cukai akan menolak semua barang yang akan dikirim. Hal ini akan menghambat barang para konsumen yang lainnya. Kategori barang yang dilarang tersebut meliputi: barang yang dapat dan/atau mudah meledak, menyala, atau terbakar sendiri, narkotika dan/atau obat-obat terlarang, pornografi atau barang cetakan/benda yang menyinggung kesusilaan, barang cetakan/rekaman yang isinya dapat mengganggu keamanan dan ketertiban serta stabilitas nasional, dan lain-lain.

4) Apabila dalam pemeriksaan Bea Cukai terdapat barang yang harus disertai dengan Surat Izin, seperti Makanan yang sudah mendapatkan izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(9)

(BPOM). Maka, pengirim diharuskan untuk melengkapi apa yang sudah ditentukan oleh Bea Cukai.

5) Apabila terdapat barang yang dapat membahayakan pengiriman, kiriman pos atau keselamatan orang lain. Seperti halnya, jenis barang-barang tersebut meliputi barang yang karena sifatnya dapat merusak/mengotori kiriman lain dan atau membahayakan orang lain atau pegawai pos. Salah satu contoh kasusnya adalah adanya ketidaksesuaian keterangan konsumen pada Formulir CP71 atau blangko EMS yang menyatakan bahwa wujud barang berupa permainan anak-anak dan ternyata bukan permainan anak-anak melainkan airsoft gun.

b. Faktor Eksternal adalah faktor alam dan faktor gangguan keamanan dan ketertiban yang berada di luar kekuasaan manusia dan tidak dapat dicegah atau dihentikan oleh manusia. Jadi, apabila terjadi keterlambatan, kehilangan, atau kerusakan yang diakibatkan karena faktor eksternal ini, maka pihak pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian. Contoh kasusnya adalah Faktor yang mengakibatkan keterlambatan pada barang konsumen dialami oleh pihak MPC (Mail Processing Centre) Surabaya yang mana seharusnya barang sudah dikirim ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta, namun terhambat karena adanya kesulitan dalam mencari jadwal keberangkatan melalui maskapai penerbangan. Hal itu disebabkan adanya hujan deras dan cuaca buruk sehingga

(10)

terdapat gangguan penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta pada bulan Desember 2012. Kacaunya jadwal penerbangan bukan karena pesawat tidak bisa beroperasi melainkan crew kabin pesawat harus berjuang terlebih dahulu untuk dapat menembus kemacetan agar tiba di Bandara Soekarno-Hatta. 3

B. Upaya PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan

Upaya-upaya yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan dalam mengatasi faktor-faktor penghambat baik faktor internal maupun eksternal yang mengakibatkan kerugian pada konsumen adalah sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Bentuk upaya yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan, antara lain: 4

1) Konsumen harus tunduk pada ketentuan Pasal 10 Luchtvervoer Ordonnantie-Staatsblad 1939 No. 100 yang berbunyi:

Surat muatan udara harus berisi:

a. Tempat dan tanggal surat muatan udara dibuat; b. Tempat pemberangkatan dan tempat tujuan;

c. Pendaratan-pendaratan antara yang direncanakan di tempat-tempat antara kedua tempat tersebut, dengan tidak mengurangi hak pengangkut udara untuk mengajukan syarat, bahwa bila perlu ia dapat mengadakan perubahan dalam pendaratan-pendaratan itu;

d. Nama dan alamat pengangkut pertama; e. Nama dan alamat pengirim;

f. Nama dan alamat penerima, bila perlu; g. Jenis barang;

3

Wawancara dengan Bpk. Sukadi selaku Manajer SDM dan Sarana Kantor Pos MPC Surabaya , tanggal 3 Mei 2013.

4

Wawancara dengan Bpk. M. Anis Subekhan selaku Manajer Pelayanan PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan, tanggal 13 Mei 2013.

(11)

h. Jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda khusus atau nomer barang-barang, bila perlu;

i. Berat, juga jumlah atau besar atau ukuran barang-barang; (Lvervoer II.)

j. Keadaan luar barang-barang dan pembungkusnya;

k. Biaya pengangkutan udara, bila ditetapkan dengan perjanjian, tanggal dan tempat pembayaran dan orang-orang yang harus membayar;

l. Jika pengiriman dilakukan dengan jaminan pembayaran (rembours), harga barang-barang dan jumlah biaya, bila ada;

m. Jumlah nilai barang-barang yang dinyatakan sesuai dengan ketentuan pasal 30 ayat (2);

n. Dalam rangkap berapa surat muatan udara dibuat; (Lvervoer 8'.)

o. Surat-surat yang diserahkan kepada pengangkut untuk menyertai barang-barang;

p. Lamanya pengangkutan udara dan peturduk ringkas tentangjalur penerbangan yang akan ditempuh, bila tentang hal ini telah diadakan, perjanjian;

q. Pemberitahuan, bahwa pengangkutan ini tunduk kepada ketentuan-ketentuan mengenai tanggung-jawab yang diatur dalam ordonansi ini atau traktat. (Lver-voer 1, 11, 14, 23 2 , 25 dst., 28, 29 dst.; 32; VWarschau 8)

Jadi, konsumen diharapkan dapat memberikan keterangan yang selengkap-lengkapnya dan sebenarnya mengenai wujud dan sifat barang yang akan dikirim, sehingga saat pemeriksaan Bea dan Cukai di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Jakarta tidak merugikan barang konsumen yang lainnya;

2) Apabila barang dianggap mencurigakan oleh pihak Kantor Pos, maka pengirim harus bersedia untuk membuka isi dari kirimannya;

3) Konsumen harus melengkapi surat-surat menurut ketentuan Bea Cukai, seperti halnya jenis makanan atau obat-obatan yang memerlukan surat izin Badan Pengawasan Makan dan Obat (BPOM).

(12)

4) Pengecekan ulang terhadap pencantuman kode pengiriman sehingga dapat mencegah adanya kesalahan pengiriman yang menyebabkan keterlambatan bahkan hilangnya barang kiriman. 5) Pengemasan ulang pada barang berkategori barang yang bernilai tinggi, meliputi arloji, kamera, barang elektronik, dan barang kiriman yang bernilai tinggi lainnya seperti dokumen penting berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), ijasah, paspor, dan lain-lain. Contohya adalah konsumen yang mengirimkan handphone, maka barang akan dikemas dengan menggunakan kayu agar barang tidak rusak akibat tertindih dengan barang lainnya. Tak hanya itu, pihak PT. Pos Indonesia (Persero) juga menyarankan kepada konsumen untuk mengasuransikan barang tersebut.

b. Faktor Eksternal

Faktor Eksternal ini merupakan pembatasan tanggung jawab pengangkut. Faktor alam sendiri tidak dapat dihindari dan dicegah oleh manusia, namun faktor gangguan keamanan dan ketertiban mengenai karantina, seperti barang konsumen yang berupa hewan, ikan, bibit tanaman/tanaman atau produk turunannya, maka barang tersebut harus dikarantina selama 1-2 minggu atau hingga dikeluarkannya Surat Persetujuan oleh Balai Karantina bahwa barang tersebut dapat dikirim ke luar pabean wilayah Indonesia atau sebaliknya. Pihak konsumen harus mengikuti ketentuan yang berlaku di Balai Karantina.

(13)

Namun, apabila barang konsumen yang berupa beberapa ikan peliharaan dan ditemukan sudah mati, maka pihak PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan akan memberitahukan kepada konsumen yang bersangkutan bahwa barang tersebut tidak dapat dikarantina karena ikan peliharaan tersebut sudah mati.5

C. Tanggung Jawab Pengangkut Apabila terjadi Keterlambatan, Kehilangan, dan Kerusakan

Kewajiban pengangkut timbul karena adanya perjanjian pengangkutan yang mewajibkannya untuk menjaga keselamatan barang yang diangkutnya hingga saat diserahkannya barang tersebut kepada orang yang ditujukan oleh pengirimya. Seandainya barang-barang tersebut terjadi kehilangan atau kerusakan, maka pengangkut harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat tidak dilaksanakannya kewajiban tersebut.6

Hak dan kewajiban para pihak dalam pengangkutan barang sangat erat kaitannya dengan tanggung jawab pengangkut. Dalam hukum Indonesia tanggung jawab pengangkut diatur dalam Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonnantie-Staatsblad 1939 No. 100) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

5

Wawancara dengan Bpk. M. Anis Subekhan selaku Manajer Pelayanan PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan, tanggal 13 Mei 2013.

6

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 : Hukum

(14)

Pasal 25 ayat (1), (2), (3) Luchtvervoer Ordonnantie (Stb. 1939-100) mengatur tentang kapan pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kehilangan atau kerusakan pada barang apabila peristiwa penyebab kerugian tersebut terjadi selama dalam pengangkutan udara.7

Sedangkan pada UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang tanggung jawab pengangkut antara lain:

a. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita akibat keterlambatan, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional (pasal 146 UU Penerbangan);

b. Besarnya ganti kerugian untuk kerusakan atau kehilangan sebagian atau seluruh kargo yang dimaksud pada pasal 145 dihitung berdasarkan berat kargo yang dikirim yang hilang, musnah, atau rusak (pasal 168 ayat (2) UU Penerbangan);

Ketentuan mengenai besarnya pemberian ganti rugi yang diberikan PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan apabila terjadi keterlambatan, kehilangan, atau kerusakan barang milik konsumennya, baik barang yang tidak diasuransikan maupun barang yang diasuransikan telah diatur pada klausula-klausula di surat muatan udara atau biasa disebut dengan resi pembayaran.

7

Toto T. Suriaatmadja, Pengangkutan Kargo Udara: Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2005, hlm. 7

(15)

Pada besarnya ganti rugi pada barang yang tidak disuransikan pada klausula resi pembayaran menyatakan bahwa :

³%HVDU XDQJ JDQWL UXJL XQWXN

a. Keterlambatan ialah separuh dari biaya pengiriman EMS yang bertalian.

b. Kehilangan atau rusak seluruhnya:

1) Untuk EMS berisi dokumen sebesar yang diminta pengirim dengan maksimum 30 SDR

2) Untuk EMS berisi barang seharga barang yang hilang atau rusak dengan maksimum 130 SDR."

6HGDQJNDQ NODXVXOD \DQJ PHQ\DWDNDQ ³.LULPDQ EMS yang hilang DWDX UXVDN VHEDJLDQ LVLQ\D WLGDN GLEHULNDQ JDQWL UXJL´ +DO LQL bertentangan dengan Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonnantie-Staatsblad 1939 No. 100) dan UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Pada Pasal 26 Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonnantie-Staatsblad 1939 No. 100) menegaskan bahwa:

³Ganti rugi yang harus dibayar oleh pengangkut karena barang atau bagasi hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan dengan harga barang yang sama jenis dan sifatnya di tempat tujuan, pada waktu barang atau bagasi seharusnya diserahkan, dengan dikurangi jumlah uang yang karena kehilangan itu tidak perlu dibayarkan untuk biaya-biaya dan untuk pengangkutan.´

Begitu juga, dalam Pasal 168 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2009 menegaskan bahwa:

³Besarnya ganti kerugian untuk kerusakan atau kehilangan sebagian atau seluruh bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 atau kargo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 dihitung berdasarkan berat bagasi tercatat atau kargo yang dikirim yang hilang, musnah, atau rusak.´

Hal ini mengakibatkan kerancuan pada proses pemberian ganti rugi terhadap konsumen yang mengalami kehilangan atau kerusakan

(16)

pada sebagian isi barangnya. Jika dipahami terhadap ketentuan yang berlaku di PT. Pos Indonesia (Persero), maka dapat dikatakan bahwa tidak adanya perlindungan hukum terhadap konsumen tersebut karena tanggung jawabnya hanya diberikan ganti rugi kepada konsumen yang mengalami kehilangan atau kerusakan seluruhnya.

Besarnya ganti rugi pada barang yang disuransikan pada klausula resi pembayaran menyatakan bahwa :

³.LULPDQ \DQJ LVLQ\D EHUQLODL 86 GDQ OHELK GLNHQDNDQ

layanan harga tanggungan yang preminya 0,26% dengan minimal harga tanggungan Rp. 1.300,- dan diberikan ganti rugi bila hilang atDX UXVDN VHOXUXKQ\D VHEHOXP GLVHUDKNDQ NHSDGD SHQHULPD ´

Menurut keterangan dari Bapak M. Anis Subekhan selaku Manajer Pelayanan PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan mengatakan bahwa terdapat konsumen yang mengirimkan barang mebel ke negara Jepang, berupa kursi dan meja ukir yang merupakan sampel produk perusahaan dengan berat kurang lebih 90 kilogram, maka ia diwajibkan untuk mengasuransikan barang tersebut karena kiriman tersebut bernilai USD 1.128,34 dengan membayar premi 0,26 % (persen). Namun barang yang tidak dikenakan asuransi biasanya untuk EMS yang berisi dokumen-dokumen yang berat maksimalnya adalah 2 (dua) kilogram, kecuali apabila konsumen tersebut berkeinginan untuk mengasuransikan barangnya yang berupa dokumen-dokumen penting guna mencegah adanya evenement.8

8

Wawancara dengan Bpk. M. Anis Subekhan selaku Manajer Pelayanan PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan, tanggal 13 Mei 2013

(17)

5. Penutup

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Faktor-faktor penghambat yang terjadi di PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan meliputi Faktor Internal maupun Faktor Eksternal.

1) Faktor Internal adalah faktor manusia yang tidak hanya meliputi pihak karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) melainkan juga pada pihak konsumen yang mana pihak konsumen tidak memberitahukan secara lengkap dan sebenarnya mengenai wujud dan sifat barang pada blangko EMS.

2) Faktor Eksternal adalah faktor alam dan faktor gangguan keamanan dan ketertiban yang berada di luar kekuasaan manusia dan tidak dapat dicegah atau dihentikan oleh manusia. Jadi, apabila terjadi keterlambatan, kehilangan, atau kerusakan yang diakibatkan karena faktor eksternal ini, maka pihak pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian.

b. Upaya dalam meminimalisir faktor internal sejauh ini sudah terealisasikan dengan cara melakukan identifikasi ulang terhadap barang konsumen yang dianggap mencurigakan dan adanya

(18)

pengecekan ulang terhadap pencantuman kode pengiriman guna mencegah adanya kesalahan pengiriman dan mengakibatkan keterlambatan bahkan hilangnya barang kiriman.

c. Apabila terjadi keterlambatan, kehilangan, atau kerusakan pada barang milik konsumen menjadi tanggung jawab PT. Pos Indonesia (Persero) Cabang Surabaya Selatan selaku pengangkut. Mengenai tanggung jawab pengangkut sudah diatur pada klausula-klausula di blangko EMS yang merupakan surat muatan udara. Pada besarnya ganti rugi pada barang yang tidak disuransikan apabila terjadi keterlambatan ialah separuh dari biaya pengiriman EMS yang bertalian. Pada kehilangan atau rusak seluruhnya:

a) Untuk EMS berisi dokumen sebesar yang diminta pengirim dengan maksimum 30 SDR

b) Untuk EMS berisi barang seharga barang yang hilang atau rusak dengan maksimum 130 SDR.

Sedangkan kiriman yang isinya bernilai 100 US $ dan lebih, dikenakan layanan harga tanggungan yang preminya 0,26% dengan minimal harga tanggungan Rp. 1.300,- dan diberikan ganti rugi bila hilang atau rusak seluruhnya sebelum diserahkan kepada penerima.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Konsumen harus lebih kooperatif, di saat karyawan Kantor Pos sedang melakukan identifikasi mengenai isi barang tersebut, jika

(19)

karyawan tersebut mencurigai terhadap barang, maka konsumen harus membuka isi barang tersebut di hadapan karyawan.

2. Kantor Pos harus lebih efektif dan teliti dalam mengentifikasi barang-barang konsumen sebelum dilakukan pengiriman ke luar negeri, guna mencegah terjadinya keterlambatan, kehilang atau kerusakan pada barang tersebut, melalui pemisahan mana barang yang mudah rusak dan mudah pecah.

3. Sebaiknya Kantor Pos memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kehilangan atau kerusakan pada sebagian barang konsumen, dengan cara memenuhi tanggung jawab, berupa pemberian ganti rugi, sebagai berikut:

a. Untuk EMS berisi dokumen sebesar yang diminta pengirim dengan maksimum 15 SDR.

b. Untuk EMS berisi barang sebesar yang diminta pengirim dengan maksimum 60 SDR.

4. Sebaiknya Kantor Pos melakukan training atau seminar bagi seluruh karyawannya guna meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada konsumen sehingga sesuai dengan penerapan standar kerja dan prosedur kehati-hatian dalam pengiriman barang yang menyangkut negara Indonesia dengan negara lain.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Purwosutjipto, H.M.N.2003, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan, Cetakan Keenam, Jakarta: Djambatan.

Suriaatmadja, H. Toto T. 2005. Pengangkutan Kargo Udara: Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Dimensi Hukum Udara Nasional dan Internasional. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Jurnal

Latif Adam dan Maxensius Tri Sambodo, Infestasi dan Perdagangan Luar Negeri:Dinamika Globalisasi dan Perannysa Dalam Pertumbuhan Ekonomi, diambil dari Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan VOL XVI (2) 2008 , (Jakarta : LIPI Press, 2008), hlm 15-16, (10 Oktober 2012).

Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonnantie-Staatsblad 1939 No. 100).

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian yang diperlukan dalam melakuan penelitian ini adalah dengan metode analisis yakni melakukan survei dan analisa untuk mengidentifikasi masalah yang ada, dan

bertulang mutu normal, sesuai dengan beban lentur murni yang direncanakan. 2) Mengetahui besarnya nilai prosentase fibre plastic beneser terhadap berat volume beton pada

Pengalihmediaan informasi dari berbagai jenis media dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam alat perekam, proses yang paling sederhana dalam

Purwanti, Rizka Yuniarti, Putri Wulandari, dan Ririn Safitri terima kasih atas semangat, motivasi dan waktu yang telah diberikan untuk berbagi ilmu bersama

The number of people travelling to the region from Finland can also be considered exceptional in the sense that jihadist activism has been very modest in every measure in this

Menurut Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara nomor: SKEP 347-XII-1999 tentang Standar Rancang Bangun dan/atau Rekayasa Fasilitas dan Peralatan

Dasar penggambilan keputusan dengan menggunakan nilai F hitung yaitu jika nilai F hitung > F tabel maka variabel bebas secara simultan berpengaruh

Bahaya pada tingkat risiko tinggi antara lain bahaya karena pengemudi kendaraan tidak mematuhi rambu larangan melintas di pintu masuk dan keluar terminal, pengemudi bus