• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Risiko

Pada umumnya suatu proyek harus direncanakan secara jelas dalam bentuk jadwal dan rencana anggaran biaya (RAB). Dalam pelaksanaannya terkadang biaya yang direncanakan berbeda dengan dilapangan. Terjadinya perubahan biaya pelaksanaan dengan biaya rencana tidak dapat diketahui dengan pasti penyebabnya.

Ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi dalam suatu proyek kontruksi yang bisa merugikan atau mungkin saja menguntungkan. Ketidakpastian yang berdampak merugikan inilah yang dikenal dengan istilah risiko.

Dengan demikian dapat didefinisikan risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau suatu perusahaan kontruksi yang dapat memberikan dampak merugikan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana apakah terhadap waktu atau biaya (Kountur, 2004)

Pada umumnya risiko dikelompokan berdasarkan modal, sifat, perubahan waktu dan sumber.

a. Jenis risiko berdasarkan modal proyek (Soeharto,1997), dibagi menjadi dua yaitu :

1. Risiko proyek tunggal yaitu risiko yang diperhitungkan hanya risiko yang melekat pada proyek itu atau karakteristik hubungan antara risiko dan keuntungan dalam suatu perusahaan.

2. Risiko multiproyek risiko menangani beberapa proyek, dalam hal ini risiko masing-masing proyek diperhitungkan berkombinasi.

b. Jenis risiko berdasarkan sifat (Kontur, 2004), dibagi menjadi dua yaitu :

1. Risiko spekulatif yaitu risiko yang memiliki dua kemungkinan yaitu kerugian atau keuntungan, risiko ini tidak dapat diasuransi.

2. Risiko murni yaitu resiko yang memiliki satu kemungkinan yaitu kerugian, risiko ini dapat diasuransi.

(2)

c. Risiko berdasarkan karena perubahan waktu dibagi atas dua (Trieschman et al., 2001 dalam Perbawa, 2007), yaitu:

1. Risiko Statis

Risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun spekulatif.

2. Risiko Dinamis

Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif.

d. Sumber risiko dapat sebagai faktor menimbulakan kejadian negatif. Sumber risiko dijelaskan oleh Perbawa (2004) dikutip dari Kwakye (1997), dibagi menjadi sembilan yaitu :

1. Fundamental Physical Risks

Risiko yang diakibatkan fenomena alam, kesalahan manusia atau industri misalnya kerusakan akibat badai, kebakaran dan sebagainya.

2. Legal Risks

Risiko yang berkaitan dengan bidang hukum yaitu kerugian terhadap manusia dan kerusakan pada banguanan atau lingkungan selama masa pelaksanaan dan pemeliharaan kontruksi, getaran dan gangguan-gangguan lain selama pelaksanaan kontruksi.

3. Construction Related Risks

Risiko yang berkaitan dengan pelaksanaan kontruksi yaitu kekurangan sumber daya (tenaga kerja, material dan alat), keterlambatan mengelola site, tingkat kesulitan dan kerumitan konstruksi, ketidak sesuaian gambar atau volume dalam kontrak dengan kenyataan dilapangan, dan sebagainya. 4. Price Determinan Risks

Risiko yang berkaitan dengan biaya akibat kesalahan estimasi atau penaksiran yang kurang akurat, kesalahan meramalkan biaya dari sumber daya yang digunakan, tidak tepatnya pengambilan keputusan.

5. Contractual Risks

(3)

6. Performance Risks

Risiko yang diakibatkan oleh hasil produktivitas dari sumber daya yang digunakan misalnya akibat moral pekerja, pemogokan, jaminan keselamatan dan kesehatan , perencanaan tidak tepat.

7. Economic Risks

Risiko yang meliputi inflasi, tingkat suku bunga yang tinggi, penundaan dana, pencairan dana, pembengkakan biaya, dan sebagainya.

8. Political Ricks

Risiko yang diakibatkan oleh peristiwa dalam dunia politik seperti pergantian pemerintah, dan sebaginya.

9. Market Risks

Risiko pasar yang diakibatkan oleh resesi pasar akan permintaan kontruksi, persaingan kuat dalam harga terendah, dan sebagainya.

2.2 Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah bagaimana mengelola suatu perusahaan sehingga dapat mewujudkan tingkat keuntungan tertentu dan menghadapi kendala-kendala yang mungkin timbul. Tujuan selanjutnya adalah untuk meminimalkan perubahan buruk yang dapat mempengaruhi cash flow yang akan datang. Manajemen risiko merupakan cara sederhana untuk megurangi kerugian yang mungkin terjadi yaitu dengan mengidentifikasi risiko, bagaimana pengaruhnya terhadap cash flow jangka panjang dan mencari solusi yang terbaik (Claessens, 1993 dalam Resmilati, 2001).

Manajemen risiko adalah cara yang terstruktur untuk mengidentifikasi tapi juga harus menghitung risiko dan pengaruhnya terhadap proyek, hasilnya adalah apakah risiko itu dapat diterima atau tidak (Kerzener, 1995 dalam Kristinayati, 2005).

2.2.1 Identifikasi Risiko

Risiko dapat dikenali dari sumbernya (source), kejadian (event), dan akibatnya(effect). Sumber risiko adalah kondisi-kondisi yang dapat memperbesar

(4)

kemungkinan terjadinya risiko. Event adalah peristiwa yang menimbulkan pengaruh (effect) yang sifatnya dapat merugikan dan menguntungkan, sebagai contoh dalam suatu pekerjaan terdapat kerusakan pada peralatan (sumber risiko), lalu terjadi kecelakaan pada pekerjaan proyek (pristiwa) yang menyebabkan kematian pada pekerja (akibat) (Ariyanti, 2006).

Tahapan identifikasi risiko ini merupakan tahapan tersulit dan paling menentukan dalam manajemen risiko. Kesulitan ini disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengidentifikasi seluruh resiko yang akan timbul mengingat adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Oleh karena itu dalam mengidentifikasi risiko ini terlebih dahulu diupayakan untuk menentukan sumber risiko dan efek risiko itu sendiri secara komperehensif (Godfrey, 1996 dalam Ariyanti, 2006).

Sumber risiko proyek adalah setiap faktor yang dapat mempengaruhi kinerja proyek. Risiko timbul jika efek ini bersifat tidak pasti dan penting dalam pengaruhnya terhadap kinerja proyek. Karenanya, definisi dari tujuan proyek dan kinerja proyek mempunyai pengaruh yang fundamental pada tingkat risiko proyek. Beberapa jenis risiko bersifat uncontrolable dan dapat mempengaruhi sasaran proyek (Soeharto, 2001), jenis risiko tersebut adalah :

1. Peraturan pemerintah, seperti kenaikan harga bahan bakar, ekspor-impor barang, masalah lingkungan, peraturan baru dan lain-lain.

2. Bencana alam, seperti gempa bumi, badai dan banjir.

3. Pergolakan sosial politik, seperti pemogokan, keributan dan perang. 4. Situasi pasar terhadap harga dan supply barang.

5. Perubahan moneter yang cukup besar, misalnya devaluasi.

Dengan demikian bahwa mengidentifikasi risiko dalam pembangunan suatu proyek sangat penting untuk mengetahui kemungkinan buruk yang akan terjadi dan mengelola risiko tersebut untuk dapat meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan sehingga tujuan dari pembangunan suatu proyek dapat tercapai.

2.2.2 Klasifikasi Risiko

Klasifikasi risiko dibuat dengan maksud untuk memudahkan pembedaan dan pemahaman terhadap resiko tersebut, sehingga dapat membantu dalam

(5)

melakukan analisis risiko. Ada 3 (tiga) cara untuk mengklasifikasikan risiko yaitu dengan mengidentifikasi konsekuensi risiko, jenis risiko dan pengaruh risiko. Berdasarkan konsekuensinya, risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensi kejadian,akibat risiko dan kemungkinannya. Menurut jenisnya, risiko diklasifikasikan menjadi risiko murni dan spekulatif yaitu resiko bisnis dan finansial. Sedangkan bidang-bidang aktivitas yang dapat terkena pengaruh risiko meliputi semua aspek aktivitas dalam kehidupan.

2.2.3 Rencana Penanggulangan Risiko

Rencana penanggulangan risiko merupakan proses pengembangan tahapan, teknik untuk mempertinggi kesempatan dan mengurangi ancaman obyektifitas proyek. Proses ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan tanggapan dan tanggung jawab risiko.

1. Tanggapan Terhadap Risiko

Tanggapan yang dimaksud adalah berupa teknik dan strategi untuk menanggulangi risiko yang mungkin timbul. Tanggapan dapat berupa tindakan menghindari, mencegah kerugian, dan memperkecil dampak negatif. Tanggapan risiko dikelompokkan dalam beberapa kategori (Soeharto, 1997) sebagai berikut : a. Mengikat Asuransi

Meminimalkan risiko dengan mengurangi atau mengontrol kerugian dengan asuransi.

b. Menghindari Risiko

Menghindari risiko dengan memilih alternatif lain, adalah salah satu keputusan yang paling mudah dalam menghadapi risiko. Misalnya suatu proyek yang dokumen proyeknya tidak jelas, tidak lengkap dan mengada-ada maka proyek ini terlalu berisiko jika diambil maka keputusan yang paling tepat adalah tidak mengambilnya.

c. Ditanggung bersama/shared

Pendistribusian atau pembagian risiko (shared) dengan pihak lain, misalnya dalam kerja sama berbentuk joint venture, risiko dipikul bersama antara pengguna jasa dengan mitranya.

(6)

Pemindahan atau memberikan tanggung jawab risiko proyek pada pihak lain, misalnya dari pengguna jasa proyek ke peserta proyek lain, ini dilakukan bila pihak lain tersebut dianggap mampu atau memiliki kontrol yang baik dalam mengelola risiko bersangkutan.

e. Menghadapi risiko dengan dana cadangan

Risiko dihadapi dengan persiapan misalnya menyediakan dana cadangan yang sering disebut kontijensi atau allowance. Besarnya dana ini tergantung dari kontraktor sendiri. Strategi ini digunakan bila tidak memungkinkan dengan mentransfer risiko dengan pertimbangan biaya yang sama besar dengan kerugiannya bila menghadapi risiko tersebut.

Menurut Flanagan et al. (1993) dalam Wahyuni (2006), ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani risiko yaitu :

1. Menahan Risiko (Risk Retention)

Sikap untuk menahan risiko sangat erat hubungannya dengan keuntungan (gain) yang terdapat dalam suatu risiko. Tindakan untuk menerima/menahan risiko ini karena dampak dari suatu kejadian yang merugikan masih dapat diterima (acceptable).

2. Mengurangi Risiko (Risk Reduction)

Mengurangi risiko dilakukan dengan mempelajari secara mendalam risiko itu sendiri, dan melakukan usaha-usaha pencegahan pada sumber risiko atau mengkombinasikan usaha agar risiko yang diterima tidak terjadi secara simultan. Dengan melakukan tindakan ini kadang-kadang masih ada risiko sisa (residual risk) yang perlu dilakukan penilaian (assessment).

3. Memindahkan Risiko (Risk Transfer)

Sikap pemindahan ini dilakukan dengan cara mengasuransikan risiko yang dilakukan dengan memberikan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain. Usaha atau pekerjaan yang risikonya tinggi dipindahkan kepada pihak yang mempunyai kemampuan menangani dan mengendalikannya.

4. Menghindari Risiko (Risk Avoidance)

Sikap menghindari risiko adalah cara menghindari kerugian dengan menghindari aktivitas yang tingkat kerugiannya tinggi. Menghindari risiko dapat dilakukan dengan melakukan penolakan. Salah satu contoh

(7)

penghindaran risiko pada proyek konstruksi adalah dengan memutuskan hubungan kontrak (breach of contract).

Tindakan dalam menangani risiko (risk mitigation) harus dilakukan setelah mengetahui risiko-risiko yang teridentifikasi memberikan dampak yang besar terhadap suatu pekerjaan. Apabila risiko bersifat dapat diterima dan dapat diabaikan, maka risiko tidak perlu mendapatkan perhatian besar untuk ditangani, yaitu dengan menahan risiko (retention risk) dan mengurangi risiko (reduction risk), tetapi jika risiko bersifat tidak dapat diterima sepenuhnya dan tidak diharapkan, maka risiko perlu ditangani lebih lanjut dengan memindahkan risiko (risk transfer) dan menghindari risiko (risk avoidance).

2. Tanggung Jawab Risiko

Pembagian tanggung jawab risiko antar peserta proyek juga dipengaruhi oleh jenis kontrak pada proyek. Peserta proyek harus berhati-hati pada ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan pembagian tanggung jawabnya tersebut. Umumnya risiko yang bersifat controllable dalam proyek dialokasikan kepada peserta proyek berdasarkan petimbangan berikut:

a) Alokasi risiko diberikan pada peserta yang dianggap memilliki posisi paling baik untuk mengendalikannya.

b) Alokasi risiko diberikan pada peserta atas dasar dorongan motivasi untuk meningkatkan kinerjanya dan disesuaikan kemampuannya dalam menangani risiko.

c) Bila risiko harus dipikul bersama oleh peserta proyek maka bobotnya harus dibagi secara rasional.

d) Dalam merencanakan alokasi risiko harus diperhitungkan dampaknya terhadap biaya proyek secara keseluruhan, sehingga perlu dicari alternatif terbaik.

Menurut Flanagan et al. (1993) dalam Wahyuni (2006), untuk menentukan alokasi tanggung jawab risiko (ownership of risk) digunakan prinsip-prinsip pengalokasian risiko yaitu sebagai berikut :

1. Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang menimbulkan risiko.

(8)

4. Jika risiko diluar kontrol semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko bersama.

2.3 Manajemen Strategi

Menurut Hunger dkk. (1992) dalam purwanto (2006), manajemen strategis adalah sejumlah keputusan manajerial dan tindakan yang menentukan kinerja jangka panjang dari suatu perusahaan, seperti pengamatan lingkungan, formulasi strategi, implementasi strategi, evaluasi dan pengendalian.

Sedangkan menurut Jauch dkk. (1984) dalam purwanto (2006) manajemen strategis adalah aliran keputusan dan tindakan pengembangan strategi yang efektif untuk membantu mencapai tujuan perusahaan. Strategi yang tepat akan mampu memaksimalkan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Strategi adalah pola perencanaan yang menyeluruh meliputi serangkaian usaha dan pemberdayaan sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Para pengambil kebijakan strategi perlu menjamin strategi yang ditetapkan dapat berhasil dengan baik dalam konseptual dan pelaksanaan.

2.4 Formulasi Strategi

Formulasi strategi adalah proses memutuskan tujuan kegiatan organisasi yang dilakukan secara efektif untuk pencapaian tujuan kegiatan tersebut. Untuk mempermudah pelaksanaan strategi, maka strategi dibuat sesuai dengan tingkatan manajemen strategis yang ada. Formulasi strategi perusahaan terdiri dari tiga tingkatan pengambilan keputusan, yaitu (Purwanto, 2006) :

a. Strategi Tingkat Perusahaan (corporate level strategy) b. Strategi Tingkat Unit Usaha (business unit strategy) c. Strategi Tingkat Fungsional (functional level strategy)

2.4.1 Strategi Tingkat Perusahaan (corporate level strategy)

Strategi ini diformulasikan oleh top manajemen dengan maksud untuk mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. Penentuan formulasi strategi ini secara umum terdiri dari lima strategi utama, yaitu (Purwanto, 2006) :

(9)

Strategi konsentrasi adalah strategi dimana perusahaan memfokuskan diri pada satu lini bisnis saja. Strategi konsentrasi ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bersaing dengan memfokuskan seluruh sumber daya pada satu bidang atau produk saja. Kerugian dari strategi ini adalah bila pasar jenuh atau muncul pesaing yang mengancam keberadaan perusahaan dalam industri dan mendominasi pasar maka tidak ada bisnis lain yang menyokong perusahaan.

2. Stability Strategy

Perusahaan yang menerapkan strategi ini memfokuskan pada lini bisnis yang sudah ada. Strategi ini biasa diterapkan oleh perusahaan sebagai berikut :

a. Perusahaan yang berada pada tingkat pertumbuhan industri yang jenuh.

b. Memiliki tingkat risiko kecil c. Lingkungan dianggap lebih stabil

d. Melakukan pertumbuhan menimbulkan ketidakefisienan sehingga menurunkan tingkat laba.

3. Growth Strategy

Perusahaan yang menerapkan strategi ini akan berupaya secara maksimal untuk mengejar pertumbuhan yang bersifat terus menerus. Growth strategy dapat dilakukan dengan cara berikut :

a. Integrasi vertikal (vertical integration)

Integrasi vertikal adalah pertumbuhan yang dilakukan dengan mengakuisisi perusahaan lain yang terdapat dalam saluran distribusi. Integrasi vertikal dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

- Integrasi hilir (forward integration)

Strategi ini digunakan jika perusahaan membeli atau menguasai perusahaan lain yang lebih dekat dengan konsumen, seperti pedagang eceran, pedagang besar, dll.

- Integrasi hulu (backward integration)

Strategi ini digunakan dengan cara menguasai atau membeli perusahaan pemasok atau supplier.

(10)

b. Integrasi horizontal (horizontal integration)

Strategi pertumbuhan integrasi horizontal dilakukan melalui akuisisi perusahaan pesaing yang memiliki lini bisnis yang sama.

c. Diversifikasi (diversification)

Strategi diversifikasi dilakukan melalui akuisisi perusahaan dalam industri yang memiliki lini bisnis yang berbeda. Strategi diversifikasi dibagi menjadi dua, yaitu :

- Related atau concentric diversification

Strategi ini dilakukan dengan cara mengakuisisi perusahaan lain yang memiliki teknologi, produk, saluran distribusi dan pasar yang sama dengan perusahaan pembelinya. Strategi ini bertujuan agar perusahaan mendapatkan efisiensi atau pengaruh pasar yang lebih besar melalui penggunaan bersama sumber daya yang ada.

- Unrelated atau conglomerate diversification

Strategi ini dilakukan dengan cara mengakuisisi perusahaan lain yang memiliki lini bisnis yang berbeda.

d. Marger and joint ventures - Marger

Strategi marger merupakan strategi pertumbuhan dimana sebuah perusahaan bergabung dengan perusahaan lain dan membentuk perusahaan baru.

- Joint ventures

Strategi joint ventures merupakan strategi pertumbuhan dimana sebuah perusahaan bekerja sama untuk mengerjakan sebuah proyek yang tidak bisa ditangani oleh perusahaan itu sendiri.

4. Combination strategy

Strategi kombinasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan besar yang memiliki berbagai macam bisnis.

5. Retrenchment strategy

Strategi retrenchment ditetapkan ketika perusahaan sudah tidak bisa bersaing secara efektif. Strategi ini dibedakan menjadi tiga, yaitu :

(11)

Strategi ini diterapkan ketika prestasi perusahaan kurang baik namun belum mencapai tahap yang sangat kritis.

b. Divestment strategy

Strategi ini digunakan ketika perusahaan gagal dalam mencapai tujuan perusahaan.

c. Liquidation strategy

Dalam hal ini perusahaan ditutup dan asetnya dijual.

2.4.2 Strategi Tingkat Unit Usaha (business unit strategy)

Formulasi strategi ini dilakukan dengan melibatkan para pengambil keputusan pada tingkat unit bisnis atau tingkat divisi. Strategi tingkat unit bisnis ini harus selalu sejalan dengan formulasi strategi bisnis secara keseluruhan dari perusahaan (Purwanto, 2006). Salah satu pendekatan yang banyak dikenal dalam memformulasikan strategi pada tingkat unit bisnis adalah dengan menggunakan strategi generik yang dikemukakan oleh Porter (1980) dalam Purwanto (2006). Tiga strategi generik yang patut dipertimbangkan, yaitu :

1. Keunggulan biaya (Overall Cost Leadership) yaitu strategi yang digunakan dengan cara perusahaan bekerja keras untuk mencapai biaya produksi dan distribusi terendah sehingga dapat menawarkan harga yang lebih rendah daripada pesaingnya dan memenangkan penguasaan pangsa pasar yang besar.

2. Diferensiasi (Differentiation) yaitu strategi yang digunakan perusahaan dengan cara berkonsentrasi pada pencapaian kinerja superior dalam suatu area yang dinilai penting oleh sebagian pasar.

3. Fokus (Focus) yaitu strategi yang digunakan perusahaan dengan cara memfokuskan diri pada satu atau lebih segmen pasar kecil.

2.4.3 Strategi Tingkat Fungsional (functional level strategy)

Formulasi strategi fungsional dilakukan untuk tiap-tiap bidang fungsional dari suatu perusahaan (Purwanto, 2006). Bidang fungsional utama perusahaan meliputi strategi pemasaran, sumber daya manusia, operasional, riset dan

(12)

pengembangan, serta strategi keuangan. Strategi ini akan menghasilkan tugas-tugas khusus yang dibentuk sebagai realisasi strategi bisnis, yang diperlukan adalah koordinasi dari seluruh kegiatan untuk memastikan bahwa seluruh strategi tetap konsisten.

a. Strategi Pemasaran

Yaitu perencanaan dan pengembangan secara tepat dan cermat dalam penentuan sasaran pasar, target pasar, tujuan pemasaran dan posisi pasar yang dirancang untuk memenuhi keinginan konsumen pasar sasaran. b. Strategi Sumber Daya Manusia

Yaitu perencanaan mengenai pendayagunaan sumber daya manusia sebagai usaha mempertahankan dan meningkatkan kemampuan terbaik sebuah perusahaan/industri untuk menjadi pesaing yang mampu memenangkan dan menguasai pasar, melalui tenaga kerja yang dimilikinya.

c. Strategi Operasional

Yaitu perencanaan kegiatan untuk mengatur dan mengkoordinasikan sumber-sumber daya (sumber daya manusia, alat dan sumber lainnya) secara efektif dan efisien sehingga menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan perusahaan.

d. Strategi Riset dan Pengembangan

Strategi ini berperan dalam menghasilkan produk baru untuk bisnis dan perusahaan secara keseluruhan dengan menemukan ide-ide produk baru dan mengembangkan sampai produk tersebut diproduksi dan dipasarkan. e. Strategi Keuangan

Yaitu aktivitas yang terkait dengan perencanaan dan pengendalian keuangan, serta pendistribusian aset-aset keuangan perusahaan. Aktivitas yang dilakukan perusahaan pada umumnya berhubungan dengan penentuan keputusan investasi jangka panjang, perolehan dana untuk investasi tersebut, serta pelaksanaan kegiatan operasional.

(13)

Dalam penyelenggaraan konstruksi, faktor biaya merupakan bahan pertimbangan utama karena biasanya menyangkut jumlah investasi besar yang harus ditanamkan pemberi tugas yang rentan terhadap resiko kegagalan. Oleh karena itu, biaya proyek perlu dikelola dengan baik sehingga kemungkinan terjadinya overrun biaya bisa diminimumkan (Dipohusodo,1996).

2.5.1 Biaya Proyek

Biaya proyek adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk tiap pekerjaan dalam menyelesaikan suatu proyek. Secara garis besar biaya proyek dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1. Biaya Langsung (direct cost)

Biaya langsung merupakan biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi komponen permanen hasil akhir proyek (Soeharto, 1995). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang langsung berhubungan dengan konstruksi ataupun suatu proyek tertentu, antara lain:

a. Biaya bahan/material b. Upah buruh

c. Biaya peralatan d. Biaya subkontraktor

2. Biaya Tidak Langsung (indirect cost )

Biaya tidak langsung adalah pengeluaran untuk manajemen, supervisi dan pembayaran material serta jasa untuk pengadaan bagian proyek yang tidak akan menjadi instalasi atau produk permanen, tetapi diperlukan dalam rangka proses pembangunan proyek (Soeharto, 1995).

Biaya tidak langsung terdiri dari: a. Biaya overhead b. Biaya tak terduga c. Keuntungan/profit d. Penalti/bonus

Dalam suatu keadaan tertentu, penalti dan bonus dapat dianggap sebagai biaya tidak langsung yang dapat mempengaruhi biaya keseluruhan (Pilcher, 1992). Biaya langsung dan tidak langsung secara keseluruhan membentuk biaya

(14)

proyek, sehingga pada pengendalian dan estimasi biaya, kedua jenis biaya ini perlu diperhatikan. Baik biaya langsung maupun biaya tak langsung akan berubah sesuai dengan waktu dan kemajuan proyek. Meskipun tidak dapat diperhitungkan dengan rumus tertentu, tapi pada umumnya makin lama proyek berjalan maka makin tinggi kumulatif biaya tak langsung diperlukan (Soeharto, 1995).

2.5.2 Pengertian Pembengkakan Biaya

Kegiatan proyek kontruksi merupakan suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk mengasilkan produk yang kreteria mutunya telah digariskan dengan jelas. Didalam proses mencapai tujuan tersebut, ada batasan yang harus dipenuhi yaitu biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal, serta mutu yang harus dipenuhi. Ketiga hal tersebut merupakan parameter yang penting bagi penyelenggara proyek yang sering diasosiasikan sebagai sasaran proyek (Soeharto, 1999).

Ketiga batasan diatas sesungguhnya saling tarik menarik, yang artinya jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak maka umumnya harus diikuti dengan meningkatkan mutu. Hal ini selanjutnya berakibat pada naiknya biaya sehingga melebihi anggaran. Sebaiknya bila ingin menekan biaya, maka biasanya harus berkompromi dengan mutu dan jadwal. Jika biaya atau waktu yang dikeluarkan melebihi jumlah yang diperkirakan maka dikatakan menjadi pembengkakan. Semakin besar ukuran proyek semakin besar potensi terjadi pembengkakan (Soeharto, 1997).

Pembengkakan biaya dapat terjadi akibat kesalahan yang terjadi pada setiap bagian dari kegiatan tahapan konstruksi. Hal-hal yang jadi permasalahan, antara lain (Dipohusodo,1996) :

1. Tahap pengembangan konsep

a. Wawasan yang sempit tentang arti dan hakekat perencanaan di bidang kontruksi.

b. Ketidak mampuan mengungkap fakta-fakta keadaan di lokasi proyek seperti lokasi proyek dan cuaca setempat.

(15)

c. Tidak lancarnya komunikasi antar anggota tim proyek dalam menyusun konsep dan kreteria rencana pelaksanaan proyek.

2. Tahap perencanaan

a. Kelalaian dalam perencanaan.

b. Menggunakan teknik estimasi yang buruk.

c. Kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya. d. Kegagalan menafsirkan resiko-resiko yang dapat terjadi.

e. Kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja. f. Kesalahan dalam perhitungan jangka waktu proyek yang dibutuhkan. 3. Tahap pelelangan

g. Kesalahan dalam menggunakan sistem pelelangan. h. Kurang cermat dan telitinya teknik penawaran. i. Persetujuan pelelangan yang terlalu cepat.

j. Menentukan batas biaya penawaran yang tidak cermat. 4. Tahap pelaksanaan kontruksi

k. Harga material yang terlalu tinggi.

l. Kesalahan dimensi/ukuran pekerjaan dalam pelaksanaan. m. Produktivitas tenaga kerja yang rendah.

n. Kesalahan dalam memilih jenis alat. o. Spesifikasi bahan yang tidak cocok. p. Pengiriman bahan yang terlambat.

Dengan demikian apabila didalam proses kontruksi terjadi penyimpangan kualitas hasil pekerjaan, baik hal tersebut merupakan akibat perbuatan yang disengaja maupun tidak, risiko yang harus ditanggung tidaklah kecil. Bahkan segala macam bentuk penyimpangan terhadap kesepakatan tentang kualitas dan waktu penyelesaian pekerjaan biasanya mengandung resiko sanksi denda, yang pada ujungnya berdampak pada pudarnya reputasi para pelaksana seluruhnya. Dengan demikian jelas kiranya bahwa faktor-faktor biaya, waktu, dan kualitas dalam proses konstruksi merupakan ketentuan kesepakatan mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan ketidaknya saling tergantung dan berpengaruh secara ketat (Dispohusodo, 1996).

(16)

2.5.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pembengkakan Biaya Kontruksi Pada Proyek Bangunan Gedung

Dari penjelasan diatas mengenai permasalahan-permasalahan yang dapat terjadi pada penyelenggaraan proyek kontruksi, maka Darmawan (2004) menggolongkan permasalah tersebut diatas menjadi beberapa faktor penyebab terjadinya pembengkakan biaya pada proyek kontruksi, yaitu :

1. Perencanaan 2. Estimasi biaya

3. Aspek keuangan proyek 4. Material

5. Tenaga kerja 6. Waktu pelaksanaan 7. Peralatan

8. Hubungan kerja

Beberapa hal yang mempengaruhi setiap faktor tersebut akan diterangkan sebagai berikut :

1. Perencanaan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya antara lain adalah kelalaian dalam perencanaan, kesalahan dalam memperhitungkan jangka waktu proyek yang dibutuhkan, kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja, serta kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya.

2. Estimasi biaya, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya antara lain adalah data dan informasi proyek yang kurang lengkap, ketidaktepatan estimasi, tidak memperhitungkan biaya tak terduga, dan tidak memmperhatikan faktor resiko pada lokasi, serta tidak memperhitungkan kondisi ekonomi umum.

3. Aspek keuangan proyek, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya antara lain cara pembayaran tidak sesuai dengan kontrak, pengendalian/control keuangan yang tidak baik, dan tingginya suku bunga pinjaman bank.

(17)

4. Material, hal-hal yang dapat menyebabkan pembengkakan biaya antara lain adanya kenaikan harga material, keterlambatan/kekurangan bahan, dan kontrol kualitas bahan yang buruk.

5. Tenaga kerja, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya antara lain adalah kekurangan tenaga kerja, kenaikan upah tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja yang buruk.

6. Waktu pelaksanaan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya antara lain adalah keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca, jangka waktu kontrak dan sering terjadinya penundaan pekerjaan.

7. Peralatan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya antara lain adalah tingginya harga sewa peralatan, kondisi alat yang produktivitasnya rendah, kesalahan dalam memilih jenis alat, kesalahan dalam menghitung jam kerja alat, dan tingginya biaya transportasi peralatan.

8. Hubungan kerja, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya adalah tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan, terlalu banyak pengulangan karena mutu jelek, kurangnya koordinasi antara pengawas, perencana dan kontraktor.

Dan dalam penelitian yang berjudul Analisis Risiko Biaya Konstruksi Dengan Metode AHP Pada Proyek Pembangunan Gedung oleh Ariyanti (2006), diperoleh 2 faktor risiko dominan dari 8 faktor-faktor penyebab terjadinya pembengkakan biaya kontruksi yaitu faktor perencanaan dan faktor estimasi biaya. Kedua faktor dominan ini memiliki subfaktor masing-masing yaitu :

a. Faktor perencanaan

Sub faktor dari faktor perencanaan adalah sebagai berikut : 1. Kelalaian dalam perencanaan

2. Kesalahan dalam memperhitungkan jangka waktu proyek yang dibutuhkan

3. Kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja 4. Kesalahan dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen

(18)

b. Faktor estimasi biaya

Sub faktor dari faktor estimasi biaya adalah sebagai berikut : 1. Data dan informasi proyek yang kurang lengkap 2. Ketidak tepatan estimasi

3. Tidak memperhitungkan biaya tak terduga 4. Tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi 5. Tidak memperhitungkan kondisi ekonomi umum

Selain faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya kontruksi yang dipaparkan diatas ada juga faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya kontruksi menurut Fahirah (2005) antara lain sebagai berikut :

1. Data dan informasi proyek yang kurang lengkap. 2. Tidak memperhitungkan pengaruh inflasi dan eskalasi. 3. Tidak memperhitungkan biaya tak terduga (contingencies). 4. Tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi dan konstruksi. 5. Ketidak tepatan WBS (Work Breakdown Structure).

6. Ketidak tepatan estimasi biaya.

7. Menggunakan teknik estimasi yang salah. 8. Tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan.

9. Terlalu banyak pengulangan pekerjaan karena mutu jelek. 10. Terlalu banyak proyek yang ditangani dalam waktu yang sama.

11. Waktu yang panjang antara SPK (Surat Perintah Kerja) dan pelaksanaan proyek.

12. Hubungan kurang baik antara owner-perencana–kontraktor.

13. Kurangnya koordinasi antara construction manager-perencana-kontraktor. 14. Terjadi perbedaan/perselisihan pada proyek.

15. Manager proyek tidak kompeten/cakap.

16. Konsultan kurang mampu dalam pengawasan proyek. 17. Spesifikasi yang tidak lengkap.

18. Sering terjadi perubahan desain. 19. Dokumen Kontrak yang tidak lengkap.

20. Penunjukan subkontraktor dan suplier yang tidak tepat. 21. Adanya kenaikan harga material.

(19)

22. Terlambat/kekurangan bahan/material waktu pelaksanaan. 23. Kontrol kualitas yang buruk dari bahan.

24. Pemakaian bahan/material yang salah. 25. Pemakaian bahan/material yang diimpor. 26. Pencurian bahan/material.

27. Kerusakan material.

28. Produksi material di luar lokasi proyek. 29. Kekurangan tenaga kerja.

30. Terjadi fluktuasi upah tenaga kerja.

31. Produktivitas tenaga kerja yang buruk/rendah. 32. Harga/sewa peralatan yang tinggi.

33. Biaya mobilisasi/demobilisasi peralatan yang tinggi. 34. Biaya pemeliharaan peralatan tidak sesuai rencana. 35. Cara pembayaran yang tidak tepat waktu.

36. Adanya fluktuasi suku bunga pinjaman 37. Pengendalian biaya yang buruk di lapangan. 38. Keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca. 39. Jadwal waktu kontrak diperpendek.

40. Sering terjadi penundaan pekerjaan.

41. Adanya kebijaksanaan keuangan yang baru dari pemerintah. 42. Terjadi huruhara/kerusuhan di sekitar lokasi proyek.

2.6 Data dan Pengukuran 2.6.1 Statistik dalam Penelitian

Dalam arti sempit statistik dapat diartikan sebagai data, tetapi dalam arti luas statistik dapat diartikan sebagai alat. Alat untuk analisis dan alat untuk membuat keputusan. Menurut (Sugiyono, 2011), peranan statistik dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang diambil dari suatu populasi. Dengan demikian jumlah sampel yang diperlukan lebih dapat dipertanggungjawabkan.

(20)

2. Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen. Sebelum instrumen digunakan untuk penelitian, maka harus diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu.

3. Teknik-teknik untuk menyajikan data, sehingga data lebih komunikatif. Teknik-teknik penyajian data ini antara lain: tabel, grafik, diagram lingkaran dan pictogram.

4. Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang diajukan. Dalam hal ini statistik yang dapat digunakan antara lain : Analisis SWOT,

Balanced Score Card (BSC), Matrik Grand Strategy, dll.

Statistik dapat dibedakan menjadi dua yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial (Sugiyono, 2011).

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.

2. Statistik Inferensial

Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya akan digeneralisasikan untuk populasi dimana sampel diambil.

2.6.2 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek atau subyek yang memiliki kuantitas atau kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan diselidiki dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi obyek dan benda-benda alam lainnya. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek yang diteliti itu.

(21)

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

Untuk menentukan sampel dalam penelitian terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Teknik pengambilan sampel adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel ini dilakukan sedemikianrupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Pada dasarnya teknik sampling dikelompokkan menjadi dua yaitu (Usman dan Akbar, 2012) :

1. Probability sampling adalah teknik sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik sampling Probability sampling terdiri atas empat macam dengan uraian sebagai berikut :

a. Sampling Random Sederhana

Ciri utama sampling ini adalah setiap unsur dari keseluruhan populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Caranya adalah dengan menggunakan undian, ordinal, table bilangan random, atau computer.

b. Teknik Sampling Bertingkat

Teknik sampling ini disebut juga dengan istilah teknik sampling berlapis, berjenjang, dan petala. Teknik ini digunakan apabila populasinya heterogen atau terdiri atas kelompok-kelompok yang bertingkat.

c. Teknik Sampling Kluster

Teknik sampling ini juga disebut dengan teknik sampling daerah. Teknik ini digunakan apabila populasi tersebar dalam beberapa daerah, propinsi, kabupaten, kecamatan, dan seterusnya.

(22)

Teknik ini sebenarnya adalah teknik random sampling sederhana yang dilakukan secara ordinal. Artinya anggota sampel dipilih berdasarkan urutan tertentu.

e. Teknik Sampling Proporsional (Proportional Sampling)

Teknik sampling proporsional yaitu sampel yang dihitung berdasarkan perbandingan. Misalnya populasi untuk A =20, B=50,C=30. Jaadi, jumlah anggota populasi =100. Sedangkan besar anggota sampel =80 sehingga besar masing-masing sampel untuk A, B, dan C dapat dihitung sebagai berikut :

A = B = C =

+ Jumlah = 80

2. Non-Probability sampling adalah teknik sampling yang tidak memberikan peluang pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Teknik sampling Non-Probability sampling terdiri atas tiga macam dengan uraian seperti berikut ini :

a. Teknik Sampling Kebetulan

Teknik sampling kebetulan dilakukan apabila pemilihan anggota sampelnya dilakukan terhadap orang atau benda yang kebetulan ada atau dijumpai.

b. Teknik Sampling Bertujuan (Porpusive Sampling )

Teknik ini digunakan apabila anggota sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.

c. Teknik Sampling Kuota

Teknik ini digunakan apabila anggota sampel pada suatu tingkat dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri tertentu.

(23)

Sampel (contoh) adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi dengan menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik sampling. Ada beberapa keuntungan menggunakan sampel, antara lain (Riduwan, 2008) :

1. Memudahkan peneliti karena jumlah sampel lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan populasi, selain itu bila populasinya terlalu besar dikhawatirkan akan terlewati.

2. Penelitian lebih efisien (dalam arti penghematan uang, waktu, dan tenaga). 3. Lebih teliti dan cermat dalam pengumpulan data, artinya jika subyeknya

banyak dikhawatirkan adanya bahaya biasanya dari orang yang mengumpulkan data, karena sering dialami oleh staf bagian pengumpulan data mengalami kelelahan sehingga pencatatan data tidak akurat.

Perhitungan jumlah sampel yang akan digunakan menggunakan rumus Al-Rasyid (1994: 156) sebagai berikut (Riduwan, 2013) :

Rumus Al-Rasyid : no = 2 * 2      BE Z (2.1) Dimana :

α = taraf kesalahan yang besarnya ditetapkan 0,05

N = jumlah populasi total kontraktor (Kabupaten Badung) BE = Bound of Error diambil 15 %

Zα = nilai dalam table Z = 1,99

Jika no ≤ 0,05 N, maka n = no (2.2) Jika no > 0,05 N, maka n =

(2.3)

Perhitungan alokasi sampel secara proporsional, untuk masing-masing strata menggunakan rumus sebagai berikut:

n = N

N n (2.4)

dimana:

N =jumlah populasi n = jumlah sampel

(24)

Ni = jumlah subpopulasi dalam strata ke-i

2.6.3 Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur dalam kuesioner tersebut. Jika r hitung lebih dari r tabel maka item yang dianalisis dinyatakan valid dan sebaliknya (IKIP PGRI Bojonegoro, 2013). Pada penelitian ini, pengujian validitas hasil kuesioner menggunakan bantuan aplikasi Excel 2013. Data dari hasil penyebaran kuesioner selanjutnya akan di korelasikan dengan menggunakan menu data analysis yang terdapat pada Excel untuk menguji valid tidaknya kuesioner tersebut. Dalam perhitungan manualnya uji validitas pada dasarnya digunakan korelasi Pearson dengan persamaan (Usman dan Akbar, 2012) :

- (2.5)

Keterangan :

rxy = Koefisien korelasi suatu butir/item

n = Jumlah responden X = Skor suatu butir/item Y = Skor total

2.6.4 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaannya, atau dengan kata lain alat ukur tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Jika tingkat reliabilitas instrumen lebih besar 0,7 maka instrumen tersebut dikatakan reliabel dan sebaliknya (IKIP PGRI Bojonegoro, 2013). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan aplikasi Excel 2013. Sebelum pengujian reliabilitas dengan menggunakan menu data analysis yang terdapat pada Excel, data akan dibagi mejadi dua bagian yaitu ganjil dan genap teknik ini sering disebut dengan teknik belah dua (split halp). Untuk perhitungan manual uji reliabilitas menggunakan teknik belah dua (split halp) setelah data dibagi menjadi

(25)

dua bagian ganjil dan genap dan di hitung masing-masing total bagian setelah itu hasil total dari bagian genap dan ganjil ini akan di korelasikan dengan menggunakan rumus korelasi Pearson (2.5) seperti diatas.

2.6.5 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan kegiatan terpenting dalam proses dan kegiatan penelitian. Data populasi atau data sampel yang sudah terkumpul, jika digunakan untuk keperluan informasi, baik berupa laporan dalam penelitian hendaknya diatur, disusun, disajikan dalam bentuk yang jelas. Langkah-langkah dalam pengolahan data dapat dilakukan seperti menyusun data, klasifikasi data, pengolahan data, dan interpretasi hasil pengolahan data (Riduwan, 2013).

2.6.6 Skala Pengukuran

Pengukuran adalah penetapan atau pemberian angka terhadap obyek menurut aturan tertentu. Maksud dari pengukuran ini untuk mengklasifikasikan variabel yang diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya (Riduwan, 2013). Jawaban didalam kuesioner merupakan kualitatif karena dinyatakan dalam bentuk bukan angka. Kemudian data kualitatif ini harus dikualifikasi atau diubah terlebih dahulu menjadi data kuantitatif dengan cara memberi skor atau memberi rangking tertentu agar bisa diproses secara statistik dengan Analisis SWOT.

Dalam mengukur tingkat penanganan yang dilakukan berdasarkan pengalaman mengenai risiko proyek terhadap faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang mengakibatkan terjadinya risiko pembengkakan biaya kontruksi digunakan Skala Likert untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan Skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrument yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan tingkat jawaban sebagai berikut (Riduwan, 2013)

(26)

- Pernyataan penanganan kondisi : 1. Sangat baik = 5 2. Baik = 4 3. Cukup = 3 4. Kurang = 2 5. Sangat kurang = 1

- Pernyataan urgensi penanganan : 1. Sangat urgen = 4

2. Urgen = 3 3. Kurang Urgen = 2 4. Tidak urgen = 1

2.7 Analisis Data

2.7.1 Internal Factor Analysis System (IFAS) dan External Factor Analysis System (EFAS)

Untuk menganalisis secara lebih dalam tentang SWOT, maka perlu dilihat faktor eksternal dan internal sebagai bagian penting dalam analisis SWOT, yaitu (Fahmi,2013) :

a. Faktor Internal

Faktor internal ini mempengaruhi terbentuknya strengths and weaknesses (S dan W). Dimana faktor ini menyangkut kondisi-kondisi yang terjadi dalam perusahaan, yang mana ini turut mempengaruhi terbentuknya pembuatan keputusan (decision making) perusahaan. Faktor internal ini meliputi semua macam manajemen fungsional: pemasaran, keuangan, operasi, sumberdaya manusia, dan budaya perusahaan (corporate culture)

b. Faktor Eksternal

Faktor internal ini mempengaruhi terbentuknya opportunities and threats (O dan T). Dimana faktor ini menyangkut kondisi-kondisi yang terjadi di luar perusahaan yang mempengaruhi dalam pembuatan keputusan perusahaan. Faktor ini mencakup lingkungan industry (industry environment) dan lingkungan bisnis makro (macro environment), ekonomi, politik, hukum, teknologi, kependudukan, dan social budaya.

(27)

Faktor internal dan eksternal memiliki variabel yang didalamnya terdapat indikator-indikator yang dapat di identifikasi dengan syarat (Kusuma,2013) :

Bobot > rata-rata kategori kekuatan dan peluang Bobot < rata-rata kategori kelemahan dan ancaman

(2.6)

(2.7) Menurut Rangkuti (2009), setelah faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan diidentifikasi, disusun suatu tabel IFAS (Internal Factor Analysis System) dan EFAS (Eksternal Factor Analysis System) untuk merumuskan faktor-faktor strategi internal dan eksternal tersebut dalam kerangka Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat perusahaan.

Ada lima tahapan dalam pembuatan IFAS dan EFAS, yaitu:

a. Indentifikasi faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan (strength) maupun kelemahan (weakness) dan eksternal yang menjadi peluang (Opportunities) maupun ancaman (Threats). Dibuat secara spesifik dengan menggunakan teknik statistik seperti persentase, rasio, dan perbandingan.

b. Menentukan bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala dimulai dari 0,0 untuk faktor yang sangat tidak penting sampai 1,0 untuk faktor yang sangat penting berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis perusahaan. Total seluruh bobot harus sama dengan 1,0.

c. Kemudian untuk setiap faktor diberi bobot, dan diberi peringkat mulai dari angka 1 sampai 4. Dimana nilai 4 (respon sangat bagus), nilai 3 (respon diatas rata-rata), nilai 2 (respon rata-rata), nilai 1 (respon dibawah rata-rata) berdasarkan faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan..

d. Setiap bobot dari setiap faktor kemudian dikalikan dengan peringkat yang telah ditentukan untuk memperoleh skor pembobotan.

(28)

e. Jumlahkan skor pembobotan pada setiap variabel yang digunakan untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai faktor ini menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternalnya.

2.7.2 Variabel dari SWOT

SWOT adalah identifikasi dari berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat juga meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats) (Rangkuti, 2009). Pengertian kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam analisis SWOT akan dijelaskan dibawah ini, serta indicator dari masing-masing variable SWOT yang dapat mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi. Definisi dari mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dalam hal ini adalah mempengaruhi dalam artian menambah pembengkakan biaya kontruksi dan mempengaruhi dalam artian menambah atau mengurangi pembengkakan biaya kontruksi.

a. Kekuatan (strengths) adalah sumber daya, keterampilan atau keunggulan lain terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar suatu perusahaan. Faktor-faktor kekuatan yang mempengaruhi pembengkakan biaya antara lain :

1. Ketersediaan tenaga kerja mempengaruhi pembengkakan biaya konstruksi dikarenakan jika ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan di lapangan tidak sesuai dengan yang direncanakan akan menyebabkan pembengkakan biaya

2. Pengalaman tenaga kerja mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan pengalaman tenaga kerja yang banyak akan sangat berguna dalam mengatasi masalah atau kendala yang akan terjadi di lapangan sehingga hal-hal yang tidak diinginkan seperti pembengkakan biaya bisa diatasi dengan melihat pengalaman pengalaman sebelumnya.

3. Kemampuan produktifitas tenaga kerja mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan kemampuan produktifitas tenaga kerja

(29)

merupakan hasil yang dapat diberikan tenaga kerja terhadap perusahaan, jika tenaga kerja yang dimiliki mempunyai produktifitas yang buruk maka dapat mempengaruhi lama waktu dan biaya pelaksanan sehingga dapat menyebabkan pembengkakan biaya kontruksi.

4. Hubungan baik dengan SDM mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan hubungan baik dengan SDM akan menciptakan pencitraan positif terhadap perusaahan, dengan memberikan bonus, penghargaan terhadap hasil kerja SDM terhadap perusahan tentunya akan mengindarkan perusahaan dari pekerja yang korupsi terhadap pelaksanaan pekerjaan dan tentunya pembengkakan biaya dapat dihindari juga.

5. Kualitas Produk mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan kualitas produk yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan perusahaan terhadap owner tentunya akan menyebabkan pengulangan terhadap pekerjaan yang sudah dikerjakan yang akan menyebabkan kerugian waktu dan biaya bagi perusahan sehingga akan terjadi pembengkakan biaya kontruksi

6. Informasi dan Komunikasi mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan apabila miss komunikasi dan kurangnya informasi akan membuat suatu kemungkinan kesalahan dilapangan dan tentunya merugikan perusahaan sehingga dapat menyebabkan pembengkakan biaya kontruksi

7. Survei lingkungan proyek mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan survei lingkungan proyek adalah langkah awal yang dilakukan sebelum membuat atau mengambil proyek tersebut agar nantinya pada saat perusahaan kontraktor merencanakan dan melaksanan proyek kontruksi yang diambi akan terhindar dari kendala-kendala yang tidak diinginkan yang dapat menghabat kelangsungan proyek nantinya sehingga terhindar dari pembengkakan biaya yang tidak diinginkan

(30)

8. Koordinasi dan pengawasan mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan koordinasi dan pengawasan yang tidak baik akan menyebabkan kemungkinan kesalahan teknis yang membuat pekerjaan harus diulang sehingga merugikan perusahanan dan menyebabkan pembengkakan biaya kontruksi.

b. Kelemahan (weaknesses) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya alam, keterampilan dan kemampuan yang secara serius menghalangi kinerja efektif suatu perusahaan. Faktor-faktor kelemahan yang mempengaruhi pembengkakan biaya antara lain :

1. Hutang perusahaan mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan perusahaan akan dibebani oleh bunga bank yang bertambah tiap bulannya sehingga apabila biaya proyek dibiayai oleh perusaahan terlebih dulu dikarenakan belum saatnya menerima termin akan memberatkan kondisi keuangan dari perusahaan tersebut sehingga tentunya biaya untuk membayar bunga bank tersebut tentunya dapat menyebabkan pemebengkakan biaya kontruksi

2. Kesalahan dalam memperhitungkan jangka waktu proyek yang dibutuhkan mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan akan menambah biaya biaya tidak terduga karena perencanaan waktu tidak sesuai dengan jadual yang direncanakan 3. Data dan informasi proyek yang tidak lengkap mempengaruhi

pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan akan menimbulkan kebingungan dan kesalahan dalam melaksanakan proyek kontruksi akibat data dan informasi yang tidak lengkap sehingga dapat menyebabkan pengulangan dan menyebabkan penambahan biaya. 4. Kegagalan dalam mengumpulkan elemen biaya mempengaruhi

pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan kelalaian dalam mengidentifikasi elemen biaya akan menimbulkan estimasi biaya yang salah dan mengakibatkan biaya menjadi tidak terkendali sehingga dapat menimbulkan pembengkakan biaya

5. Tidak memperhitungkan biaya tidak terduga mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi karena akan menyebabkan

(31)

pengendlian biaya yang buruk dan biaya akan tidak terkendali sehingga dapat menyebabkan pembengkakan biaya.

6. Pengendalian biaya yang buruk mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan pengendalian biaya yang buruk akan menimbulkan banyaknya biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat pelaksanaan berbeda dari yang direncanakan sebelumnya, sehingga biaya yang dikeluarkan menjadi tidak terkendali, yang nantinya akan menyebabkan pembengkakan biaya kontruksi

7. Teknik estimasi yang salah mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan kesalahan teknik estimasi akan menyebabkan timbulnya biaya tidak terduga sehingga pengendalian biaya menjadi tidak terkontrol dan akan menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya kontruksi

8. ketersedian transportasi ke lokasi proyek mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan alat transportasi adalah alat penunjang untung untuk kelancaran dan tepat waktunya material dan pekerja sampai dilokasi proyek dengan begitu akan terhindar dari keterlambatan kerja dan kemungkinan pembengkakan biaya akan terhindari

c. Peluang (opportunities) adalah situasi atau kecenderungan utama yang menguntungkan dilingkungan perusahaan tersebut. Faktor-faktor peluang yang mempengaruhi pembengkakan biaya antara lain :

1. Ketersediaan bahan baku/material mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan bahan baku/material yang berasal dari alam mudah untuk diperoleh namun tentunya bisa habis dan jika sewaktu dibutuhkan dan ternyata material yang dicari tidak tersedia/habis tentu akan menyebabkan keterlambatan pengerjaan proyek yang berujung pada pembengkakan biaya kontruksi

2. Terlalu banyak proyek yang ditangani dalam waktu yang sama mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan akan membagi fokus perusahan baik dalam tenaga kerja dan pengawasan

(32)

sehingga riskan terjadi kesalahan yang berujung pada pembengkakan biaya kontruksi

3. Keadilan dan keterbukaan pada proses pelelangan mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan dengan transparannya proses pelelangan tentu akan mengindari dari kecurangan kecurangan yang mungkin terjadi pada saat proses pelelangan sehingga dapat menghindari konflik antara kedua belah pihak dan hal-hal yang menghabat proyek tentu juga akan terhindar seperti pembengkakan biaya kontruksi

4. Peningkatan anggaran pemerintah (APBN, APBD) mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan apabila anggaran pemerintah naik tentu perusahaan akan lebih bersemangat mengajukan harga tender dimana dalam memperhitungkan harga dapat lebih nyaman sehingga terhindar dari kesalahan perencanaan biaya yang nantinya dapat menyebabkan pembengkakan biaya kontruksi.

5. Penguasaan teknologi baru bidang konstruksi dan informatika untuk mendukung proses pelelangan dan produksi mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan proses pelelangan sekarang memakai sistem online sehingga penguasaan teknologi baru ini sangat diperlukan agar dapat bersaing dengan perusahan kontruksi lain dan dapat memenangkan tender sehingga perusahaan tidak kekurangan pelanggan dan terhindar dari pembengkakan hutang perusahaan, sehingga pembengkakan biaya kontruksi juga dapat dihindari.

6. Tingkat suku bunga bank yang tidak memberatkan pengembalian pinjaman mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan keterbatasan modal perusahaan yang mewajibkan perusahaan meminjam uang dari bank untuk mendanai proyek yang diambilnya, sehingga perusahaan kontruksi memiliki hutang. Dengan bunga bank yang tidak memberatkan pengembalian peminjaman tentu dapat meringankan dalam proses pengembalian hutang tersebut dan terhindar dari pembengkakan biaya akibat suku bunga yang besar.

(33)

d. Ancaman (threats) adalah situasi atau kecenderungan utama yang tidak menguntungkan di lingkungan perusahaan. Faktor-faktor ancaman yang mempengaruhi pembengkakan biaya antara lain :

1. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dapat mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan perubahan nilai rupiah tentu akan mempengaruhi harga di pasar sehingga jika harga di pasar naik tentu akan menimbulkan perubahan biaya yang tentu mempengaruhi pngendalian biaya dan menyebabkan pembengkakan biaya.

2. Kenaikan harga BBM dapat mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga pokok dan tenaga kerja sehingga akan menjadi kendala serius dalam pengendalian biaya dan tentunya berpengaruh pada pembengkakan biaya kontruksi

3. Kenaikan harga material mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan akan mempengaruhi biaya yang sudah direncanakan menjadi bertambah dan pembengkakan biaya kontruksi dapat terjadi

4. Pencurian material mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan dengan hilangnya material yang dipakai pada proyek kontruksi akan menghabat proses kelancaran pelaksanaan kontruksi dan penambahan biaya untuk mengganti material yang hilang harus dilakukan sehingga dapat menyebabkan pembengkakan biaya kontruksi

5. Pelanggaran kontrak mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan pelangaran kontrak akan menimbulkan klaim dari salah salah satu pihak terkait yang akan menyebabkan terganggunya proses pengerjaan proyek dan tidak memungkinkan akan timbul hal-hal seperti pembengkakan biaya kontruksi

6. Keterlambatan kedatangan material oleh supplier mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan akan mempengaruhi

(34)

ketepatan waktu pelakasanaan yang sudah direncanakan dan apabila material datang terlambat tentunya akan menyebabkan keterlambatan dalam segala bidang dan akan memungkinkan pembengkakan biaya kontruksi terjadi

7. Keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca mempengaruhi pembengkakan biaya kontruksi dikarenakan cuaca yang buruk akan mempengaruhi tikat produksi tenaga kerja dalam mengerjakan proyek sehingga mengakibatkan keterlambatan jadwal pelaksanaan dan dapat menimbulkan pembengkakan biaya kontruksi

2.7.3 Metode SWOT

Setelah mengetahui peristiwa risiko yang dominan atau sering terjadi maka dilanjutkan dengan pengkajian untuk menganalisis strategi penanganannya, yaitu mengungkapkan kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity), dan ancaman (threat). Metode yang biasa digunakan adalah metode Analisis SWOT, Balanced Score Card (BSC), dan Matrik Grand Strategy. Analisis SWOT merupakan bagian dari proses perencanaan. Hal utama yang ditekankan adalah bahwa dalam proses perencanaan tersebut, suatu institusi membutuhkan penilaian mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yang mempengaruhi proses pencapaian tujuan institusi.

Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan visi, misi, tujuan, strategi, dan kebijakan (Erlina, 2009). Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Ada dua macam pendekatan dalam analisis SWOT, yaitu:

a. Matrik SWOT

Matrik SWOT menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor internal (kekuatan dan kelemahan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor eksternal (peluang dan tantangan). Empat kotak lainnya merupakan kotak alternatif strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara faktor-faktor internal dan eksternal.

(35)

Tabel 2.1 Matriks SWOT

Strengths (S) Weaknesses (W)

Opportunities (O) Strategi SO Comparative Advantage Strategi WO Divestment Threats (T) Strategi ST Mobilization Strategi WT Damage Control (Sumber : Rangkuti, 2009) Keterangan:

1. Strategi SO (Comparative Advantages)

Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa berkembang lebih cepat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi WO (Divestment/Investment)

Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarapnya.

3. Strategi ST (Mobilization)

Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Di sini harus dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut, bahkan kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah peluang.

4. Strategi WT (Damage Control)

Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman dari luar, dan karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang besar bagi organisasi. Strategi yang harus diambil adalah Damage Control (mengendalikan kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan.

b. Analisis SWOT

IFAS EFAS

(36)

Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor internal kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses).

Gambar 2.1 Diagram analisis SWOT

(Sumber : Rangkuti, 2009)

1. Kuadran I : Strength-Opportunity (SO-(positif, positif))

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang, Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.

2. Kuadran II : Strength-Threat (ST-(positif, negatif))

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenanya, organisasi disarankan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.

3. Kuadran III : Weakness-Opportunity (WO-(negatif, positif))

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun menghadapi peluang pasar yang sangat besar. Rekomendasi strategi yang diberikan

(37)

adalah Ubah Strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya dengan meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan, sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

4. Kuadran IV : Weakness-Threat (WT-(negatif, negatif))

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk menggunakan strategi bertahan dengan mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.

Gambar

Tabel 2.1 Matriks SWOT
Gambar 2.1 Diagram analisis SWOT

Referensi

Dokumen terkait

Penomoran halaman untuk Bagian Isi dan Bagian Akhir Skripsi (BAB 1 sampai dengan Lampiran) menggunakan angka Latin (contoh: 1, 2, 3, dst), ditempatkan pada bagian atas

Di PT INTI khususnya pada Divisi Human Capital Management yang bertugas dan bertanggung jawab dalam mengelola seluruh sumber daya manusia, Atasan selalu

Pencarian giok yang dilakukan di daerah penggunungan Singgah Mata menjadi permasalahan baru bagi pemerintah, karena sebagian dari para pencari ini tidak memperhatikan

Satu hal yang sangat ironis dari pengalaman saya sebagai penyuluh lapangan adalah sebagian besar UKM mebel di Jepara tidak memiliki kemampuan menghitung harga pokok produksi per

Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor yaitu, kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, Kelainan pada plasenta, Penyakit ibu, Kelainan Traktus

Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi yang akan tercipta dari

block grant ICT-KKG/ MGMP dalam rangka percepatan pemerataan mutu pendidikan untuk daerah tertinggal. pemanfaatan ICT ini dilakukan melalui pemberdayaan

PENGARUII KITALII'AS PELAYAI-AN DAN IIARGA TERIIADAP KEPTJASAN PEI,ANGGAI{ DAN DAMPAKI'iYA TERHADAP. WORD OF MOUTH TAMTJ HOTEL CAT,IFORI\'IA