• Tidak ada hasil yang ditemukan

IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

IX. DAMPAK PEMBANGUNAN SEKTOR INFRASTRUKTUR

TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH

9.1. Dampak Te rhadap Nilai Tambah, Pendapatan dan Tenaga Kerja

Hubungan antara pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi memang belum menunjukkan temuan yang seragam. Penelitian yang dilakuka n bahwa, investasi di bidang infrastruktur pada suatu negara memiliki imbal hasil yang sangat tinggi, sehingga begitu berperan dalam menstimulasi pertumbuhan ekonomi di negara tersebut, disisi lain ada juga pe nelitian yang menyebutkan bahwa pembangunan infrastruktur dapat terjadi jika pertumbuhan ekonomi di suatu negara relatif tinggi, sehingga output agregat merupakan modal penting untuk mendorong investasi infrastruktur oleh negara (Yustika, 2008).

Menurut Direktorat PKPP (2003) pembangunan infrastruktur diyakini mampu menggerakkan sektor riil, menyerap tenaga kerja, meningkatkan konsumsi masyarakat dan pemerintah, serta memicu kegiatan produksi, yang mana semua itu pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sektor infrastruktur dipahami secara luas sebagai enabler terjadinya kegiatan ekonomi prod uktif di sektor-sektor lain.

Wilayah yang memiliki kelengkapan sistem infrastruktur yang berfungsi lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya, akan memiliki pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan yang lebih baik juga. Wujud infrastruktur itu sendiri, pada hakekatnya adalah mencakup semua bangunan fisik seperti jalan, irigasi, air bersih, sanitasi dan berbagai bangunan pelengkap kegiatan permukiman lainnya, beserta infrastruktur di luar bidang kimpraswil seperti pelabuhan, bandar udara, tenaga listrik dan telekomunikasi, telah menjadi

(2)

Tabe l 66. Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap N ilai Tambah, Tenaga Kerja dan Pendapatan di Kalimantan Timur Tahun 2006

Indikator Wilayah Base Line Skenario-1 (%) Skenario-2 (%) Skenario-3 (%) Skenario-4 (%) Skenario-5 (%) Skenario-6 (%) Skenario-7 (%) Nilai Tambah (juta rupiah) Selatan 140 170 527.75 2.11 1.15 1.40 0.72 4.60 0.90 2.44 Utara 9 046 581.87 3.73 15.60 9.95 19.80 0.18 58.52 11.21 Kaltim 149 217 109.62 2.21 2.03 1.92 1.87 4.33 4.39 2.97 Tenaga Kerja (orang) Selatan 1 309 199.00 0.95 0.94 0.37 0.23 1.49 1.06 1.32 Utara 267 288.00 3.27 13.63 2.84 5.62 0.14 27.94 9.81 Kaltim 1 576 487.00 1.35 3.09 0.79 1.15 1.26 5.61 2.76 Pendapatan (juta rupiah) Selatan 17 874 488.86 4.81 2.53 1.91 0.99 8.49 1.92 5.52 Utara 1 613 463.34 5.64 23.72 12.15 24.21 0.18 77.31 17.03 Kaltim 19 487 952.20 4.87 4.29 2.76 2.91 7.80 8.16 6.47 Output (juta rupiah( Selatan 231 148 877.87 2.06 1.24 1.75 0.89 5.05 1.04 2.44 Utara 19 596 045.86 6.10 25.69 9.16 18.21 0.18 67.83 18.43 Kaltim 250 744 923.73 2.37 3.15 2.33 2.25 4.67 6.26 3.69

Sumber : I-O Antar wilayah Kalimantan Timur Tahun 2006

210

Keterangan :

Skenario Base : Tanp a ada injeksi dana pembangun an

Skenario-1 : Pengeluaran pembangunan di sektor bangunan untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp. 2.794.846.45 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 657.375.78 juta. Skenario-2 : Pengeluaran pembangunan di sektor bangunan untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp. 657.375.78 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 2.794.846.45 juta.

Skenario-3 : Pengeluaran pembangunan di sektor listrik, gas dan air bers ih untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp. 2.000.000 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 1.000.000 juta.

Skenario-4 : Pengeluaran pembangunan di sektor listrik, gas dan air bers ih untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp. 1.000.000 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 2.000.000 juta.

Skenario-5 : Pengeluaran pembangunan infrastruktur yang didistribusikan seluruhnya hanya untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan seanda iny a dilakukan realok asi dana sebesar Rp. 6.452.222.23 juta (penambahan untuk sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan).

Skenario-6 : Pengeluaran pembangunan infrastruktur yang didistribusikan seluruhnya hanya untuk Kalimantan Timur wilayah Utara seandainy a dilakukan realokasi dana sebesar Rp. 6.452.222.23 juta (penambahan untuk sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan).

Skenario-7 : Pengeluaran pembangunan untuk sektor infrastruktur seandainya pemekaran Provinsi Kalimantan Timur direalisasikan yakni wilayah Selatan sebesar Rp. 2.794.846.45 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 2.000.000 juta.

(3)

prasyarat agar aktivitas ekonomi masyarakat dapat berlangsung. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai tanpa ketersediaan infrastruktur fisik yang memadai. Menjustifikasi dari konsep pemikiran ini maka dampak dari kebijakan pembangunan infrastruktur terhadap perubahan pendapatan, nilai tambah, output dan penyerapan tenaga kerja sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 66.

Terlihat dengan jelas bahwa pada Tabel 66, alokasi dana pembangunan infrastruktur pada sektor bangunan (Ske nario-1, Skenario-2, Skenario-5, Skenario-6 dan Skenario-7) memberi dampak positif sangat besar dibandingkan sektor listrik, gas dan air bersih (Skenario 3 dan Skenario-4) terhadap peruba han-perubahan indikator makroregional Kalimantan Timur. Terutama sekali nilai pendapatan (penerimaan upah), rata-rata mengalami kenaikan sebesar 6.32% dari nilai base untuk setiap simulasi kebijakan di sektor bangunan yang diterapkan. Wilayah ya ng paling banyak merasakan manfaat kenaikan pendapatan adalah Kalimantan Timur wilayah Utara dengan rata-rata kenaikan sebesar 24.78% dari nilai base, seda ngka n wilayah Selatan hanya memperoleh manfaat kenaikan pendapatannya sebesar 4.65% dari nilai base. Sesudah pendapatan upa h, perubahan cukup besar juga terjadi unt uk nilai output pereko nomian. Kebijakan pembangunan infrastruktur di sektor bangunan mampu memberi efek terhadap kenaikan output pereko nomian Kalimantan Timur rata-rata sebesar 4.03% dari nilai base. Wilayah Utara terlihat menerima dampak kenaikan yang lebih tinggi dibandingka n wilayah Selatan, dengan rata-rata kenaikan sebesar 23.65%, sedangkan wilayah Selatan sebesar 2.37% dari nilai base. Perubahan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja, pada simulasi kebijakan di sektor bangunan terlihat

(4)

kurang signifikan mempengaruhinya. Hal ini dapat dilihat dari efek yang dipancarkan, perubahan nilai tambah rata-rata hanya naik 3.19%, dan penyerapan tenaga kerja rata-rata 2.81% dari nilai base.

Kebijakan pembangunan infrastruktur di sektor listrik, gas dan air bersih, sepertinya tidak begitu besar memberi dampak terhadap perubahan-perubahan indikator makroregional Kalimantan Timur. Namun demikian, jika ditelusuri untuk masing- masing wilayah, kebijakan ini terlihat lebih besar mempengaruhi perekonomian Kalimantan Timur wilayah Utara dibandingka n wilayah Selatan, baik itu diperhatikan pada perubahan nilai tambah, tenaga kerja, pendapatan maupun out put. Misalkan dampaknya terhadap kenaikan nilai tambah, kebijakan pembangunan infrastruktur di sektor listrik, gas dan air bersih dapat meningkatkan nilai tambah wilayah Utara sebesar 14.88% dari nilai base, sedangkan di wilayah Selatan dampaknya hanya sebesar 1.06% dari nilai base.

Masing- masing skenario kebijaka n yang dilakuka n dapat dilihat, bahwa Skenario-2 menggambarkan konsentrasi alokasi dana infrastruktur sektor bangunan yang lebih ba nyak di wilayah Utara mempunyai dampak lebih besar terhadap perekonomian Kalimantan Timur dibandingkan skenario-ske nario kebijakan lainnya. Melalui Skenario-2, kebijakan pembangunan infrastruktur sektor bangunan yang lebih besar di wilayah Utara dapat memberi dampak kenaikan nilai tambah Kalimantan Timur sebesar 2.03% dari nilai base, kemudian terhadap tenaga kerja akan bertambah sebesar 3.09%, pendapatan upah masyarakat sebesar 4.29%, dan nilai output perekonomian sebesar 3.15% dari nilai base.

(5)

Keterkaitan ekonomi antar wilayah merupakan salah satu prasyarat dalam rangka mendorong pertumbuhan eko nomi regional, hal ini dikarenakan bahwa pemenuhan kebutuhan pembangunan tidak semuanya dapat dipenuhi oleh wilayah sendiri, karena keterbatasan dari sumberdaya yang tersedia. Keterkaitan antar wilayah yang semakin kuat dapat menciptakan spesialisasi yang mengarah kepada peningkatan produktifitas regional pada suatu wilayah. Meskipun sumberdaya yang dibutuhkan tersedia, apabila spesialisasi tampak lebih menguntungkan maka pemenuhan input pembangunan akan lebih bermanfaat jika didatangkan dari luar wilayah sendiri. Sebagaimana halnya yang dijelaskan dalam teori perdagangan internasional bahwa impor dapat menguntungkan bagi sebuah negara walaupun negara itu mampu menghasilka n prod uk yang diimpo r de ngan biaya yang lebih rendah. Hal ini merupakan prinsip keunggulan komparatif yang melandasi terjadinya spesialisasi melalui pembagian tenaga kerja, baik antarindividu, antar wilayah maupun antarnegara.

Pada dasarnya setiap wilayah mempunyai kekhususan (local specific), dimana kekhususan tersebut dapat diperoleh secara alamiah seperti sumberdaya alam yang dimiliki dan bisa juga diperoleh karena buatan, seperti wilayah sentra produksi kerajinan. Agar efisiensi dan keberlanjutan pembangunan wilayah dapat ditingkatkan, maka masing- masing wilayah ya ng mempunyai kekhususan tersebut harus melakukan interaksi satu sama lainnya (interregional interaction). Semakin kuatnya interaksi antar wilayah maka tingkat spesialisasi akan bertambah besar dan luas, sehingga setiap wilayah akan memperoleh manfaatnya masing- masing. Seberapa besar manfaat yang diperoleh wilayah-wilayah tersebut dalam melakukan interaksi antar wilayah akan sangat tergantung pada tingkat

(6)

spesialisasi yang dilaksanakan pada wilayah-wilayah tersebut dan kadar interaksi yang aka n dijalanka nnya.

Terjadinya interaksi antar wilayah memang sangat menguntungkan bagi pembangunan ekonomi pada wilayah-wilayah kecil yang sedang berkembang. Keterbukaan yang dibangun melalui interaksi akan membuat dampak pembangunan pada wilayah-wilayah besar menetes ke wilayah-wilayah kecil tersebut, fenomena semacam ini lazim disebut trickle down effect. Dampak dari trickle down effect yang diharapkan adalah yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah tersebut. Sebagai contoh adalah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan Berau yang berada di Provinsi Kalimantan Timur. Selama ini Kutai Kartanegara yang dikenal sebagai wilayah penghasil tambang terbesar di Kalimantan Timur selalu memberi ko ntribusi dana pembangunan yang cukup banyak terhadap Kabupaten Berau sebagai wilayah tetangganya.

Kondisi faktual tersebut telah menunjukkan bagaimana manfaat yang dirasakan sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi wilayah dengan terjadinya interaksi antar wilayah. Namun demikian, disisi lain interaksi ini tidak selamanya akan menghasilkan keuntungan yang sama besar antara dua wilayah. Faktanya dapat dilihat pada interaksi antara wilayah Utara dan Selatan di Provinsi Kalimantan Timur.

Seandainya konsentrasi pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada wilayah Selatan maka spill-over effect terhadap perekonomian wilayah Utara sangat kecil, sebaliknya apabila konsentrasi pembangunan infrastruktur di fokuskan ke wilayah Utara, maka akan menciptakan spill-over effect yang lebih tinggi untuk wilayah Selatan. Sebagai indikator dapat diperhatikan pada Tabel 66,

(7)

apabila realokasi dana pembangunan infrastruktur dilaksanakan pada wilayah Selatan (Ske nario-5) maka dampaknya terhadap kenaikan jumlah tenaga kerja di wilayah Utara hanya sebesar 0.14%. Namun sebaliknya jika realokasi dana pembangunan infrastruktur dilaksanakan pada wilayah Utara (Skenario-6), maka jumlah tenaga kerja yang terserap wilayah Selatan akan meningkat sebesar 1.06%. Hal yang sama juga terjadi pada efek pendapatan, realok asi dana pembangunan infrastruktur di wilayah Utara (Skenario-6) akan memberi dampak kenaikan pendapatan terhadap wilayah Selatan sebesar 1.92%, sebaliknya wilayah Selatan hanya dapat menciptakan kenaikan pendapatan di wilayah Utara sebesar 0.18%. Nilai tambah dan output kondisinya juga sama, wilayah Utara akan memberi spill-over effect terhadap wilayah Selatan yang lebih besar diba ndingkan spill-spill-over effect dari wilayah Selatan terhadap wilayah Utara

9.2. Dampak Te rhadap Ketimpanga n Antar Wilayah

Keseimbangan antarkawasan menjadi penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar wilayah dan pada akhirnya mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara menyeluruh. Diibaratkan bahwa pertumbuhan yang terjadi adalah ba gian tubuh manusia, maka ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan kondisi yang tidak stabil. Disparitas antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik, untuk itu dibutuhkan kebijakan program yang mampu mengatasi permasalahan disparitas antar wilayah atau kawasan dan perencanaan yang mampu mewujudka n pe mba ngun an wilayah atau kawasan yang berimba ng (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2003).

(8)

Dalam berbagai studi empiris maupun pandangan dari kalangan ekonom praktis dan birokrat dikatakan bahwa pembangunan infrastruktur mempunyai pengaruh yang besar terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah. Pengaruh yang ditimbulkan tersebut dapat positif maupun negatif. Pengaruh tersebut dapat dikatakan pos itif apabila, spill-over effect dari pembangunan infrastruktur tersebut dapat mendorong terjadinya trickle down effect dari wilayah yang maju ke wilayah sedang berkembang atau terbelakang, sehingga pada akhirnya ketimpangan antar wilayah dapat dikurangi. Namun pengaruh infrastruktur menjadi ne gatif apabila spill-over effect menghasilkan backwash effect dari wilayah maju terhadap wilayah-wilayah sekitarnya. Pada keadaan ini wilayah yang maju akan semakin maju, sedangkan wilayah yang terbe laka ng aka n semakin tertinggal, sehingga menyebabkan ketimpangan antar wilayah semakin meningkat. Berdasarkan konsep pemikiran tersebut, dalam studi kali ini telah dilakukan simulasi mengenai dampak kebijakan pengeluaran pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan oleh pemerintah (pusat dan daerah) terhadap ketimpangan antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur, khususnya pembangunan infrastruktur yang terkait dengan konstruksi atau bangunan (jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, pemukiman, irigasi dan lain- lain), serta listrik, gas dan air bersih.

Dalam kajian studi kali ini sudah ditetapka n bahwa kebijakan yang dianggap paling tepat untuk mengatasi kesenjangan antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur adalah melalui pembangunan infrastruktur yang seimbang antara wilayah Selatan dan Utara. Sebagai bahan analisis telah dilakukan beberapa simulasi kebijakan pembangunan infrastruktur khususnya yang menyangkut

(9)

infrastruktur fisik yang dituangkan dalam Skenario-1 sampai dengan Skenario-7, sebaga imana yang dijelaskan pada Tabe l 67 dan Tabel 68.

Tabe l 67. Dampak Pembangunan Sektor Infrastruktur Terhadap Ketimpangan PDRB Per Kapita, Tenaga Kerja, Pendapatan dan Output Antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006

Sumber : I-O Antar Wilayah Kalimantan Timur Tahun 2006

Tabe l 68. Selisih Indeks Ketimpa ngan Hasil Simulasi Kebijakan dengan Indeks Ketimpa ngan Base Tahun 2006

Simulasi

Selisih Untuk Indeks Ketimpangan

PDRB Per Kapita Tenaga Kerja Pendapatan Output

Skenario-1 -0.24 -0.11 -0.09 -0.45 Skenario-2 -1.94 -0.55 -1.90 -2.30 Skenario-3 -1.21 -0.12 -1.01 -0.80 Skenario-4 -2.47 -0.25 -2.07 -1.73 Skenario-5 0.68 0.07 0.92 0.57 Skenario-6 -5.63 -1.03 -4.71 -4.69 Skenario-7 -1.22 -0.38 -1.09 -1.59 Rata-rata -1.72 -0.34 -1.42 -1.57

Sumber : I-O Antar Wilayah Kalimantan Timur Tahun 2006

Simulasi

Indeks Kesenjangan Antara Wilayah Selatan dan Utara PDRB Per Kapita Tenaga Kerja Pendapatan Output

Base 14.49 3.90 10.08 10.80 Skenario-1 14.25 3.79 9.99 10.35 Skenario-2 12.56 3.35 8.18 8.50 Skenario-3 13.29 3.78 9.07 10.00 Skenario-4 12.03 3.65 8.01 9.07 Skenario-5 15.18 3.96 11.00 11.37 Skenario-6 8.86 2.87 5.37 6.10 Skenario-7 13.27 3.52 8.99 9.20

(10)

Keterangan :

Base : Tanpa ada injeksi dana pembangunan

Skenario-1 : Pengeluaran pembangunan di sektor bangunan untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp. 2 794 846.45 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 657 375.78 juta.

Skenario-2 : Pengeluaran pembangunan di sektor bangunan untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp. 657 375.78 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 2 794 846.45 juta.

Skenario-3 : Pengeluaran pembangunan di sektor listrik, gas dan air bersih untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp. 2 000 000 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 1 000 000 juta.

Skenario-4 : Pengeluaran pembangunan di sektor listrik, gas dan air bersih untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp. 1 000 000 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 2 000 000 juta.

Skenario-5 : Pengeluaran pembangunan infrastruktur yang didistribusikan seluruhny a hanya untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan seandainya dilakukan realokasi dana sebesar Rp. 6 452 222.23 juta (penambahan untuk sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan).

Skenario-6 : Pengeluaran pembangunan infrastruktur yang didistribusikan seluruhny a hanya untuk Kalimantan Timur wilayah Utara seandainya dilakukan realokasi dana sebesar Rp. 6.452.222.23 juta (penambahan untuk sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor bangunan).

Skenario-7 : Pengeluaran pembangunan untuk sektor infrastruktur seandainya pemekaran Provinsi Kalimantan Timur direalisasikan yakni wilayah Selatan sebesar Rp. 2 794 846.45 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 2 000 000 juta.

Terdapat 7 simulasi kebijakan yang dilakukan dengan melibatkan dua wilayah yakni Kalimantan Timur wilayah Selatan dan Utara, seberapa besar pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap ketimpangan antar wilayah tersebut akan diamati dari selisih antara indeks ketimpangan yang dihitung dari masing-masing simulasi kebijakan (skenario-1 sampai dengan skenario-7) dengan indeks ketimpangan base, perhatikan Tabel 68.

(11)

Secara menyeluruh dapat dikatakan bahwa pembangunan infrastruktur mempunyai pengaruh terhadap penurunan ketimpangan antar wilayah di Kalimantan Timur. Namun penurunannya terlihat sangat kecil, karena dari hasil seluruh simulasi kebijaka n yang dilakuka n hanya dapat menurunkan indeks ketimpangan rata-rata antara 0.34 sampai dengan 1.72. Ketimpangan PDRB per kapita antar wilayah, menghasilkan indeks ketimpangan yang dapat diturunkan rata-rata sebesar 1.72 per skenario. Kemudian untuk ke timpangan tenaga kerja, indeks nya dapat diturunkan rata-rata sebesar 0.34 per skenario, ketimpangan pendapatan diturunkan sebesar 1.42 per skenario, dan ke timpangan output sebesar 1.57 per skenario. Dengan melihat rata-rata angka ketimpangan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembangunan infrastruktur lebih besar mempengaruhi penurunan ketimpangan PDRB per kapita antar wilayah, dibandingkan menurunkan ketimpangan penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumahtangga dan output antar wilayah di Kalimantan Timur.

Secara parsial, jika diperhatikan dari masing- masing simulasi kebijakan yang dilakukan, kebijakan pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan dengan cara merealokasikan dana pembangunan seluruhnya ke wilayah Utara (ske nario-6) mempunyai pengaruh yang paling tinggi untuk mengurangi ketimpangan pereko nomian antar wilayah di Kalimantan Timur. Sebagaimana yang dijelaska n dalam Tabel 68, indeks ketimpangan PDRB pe r kapita antar wilayah dapat diturunkan sebesar 5.63, kemudian ketimpangan tenaga kerja sebesar 1.03, ketimpangan pendapatan sebesar 4.71 da n ketimpa ngan output sebesar 4.69.

Kenyataan yang ada, ba hwa kebijakan realokasi dana pembangunan infrastruktur yang seluruhnya dialirkan pada suatu wilayah sebenarnya tidak

(12)

realistis. Namun dalam studi ini, hal tersebut tetap dilakukan dengan maksud hanya untuk menunjukkan wilayah mana yang paling besar mempunyai efek multiplier dana pembangunan infrastruktur dalam kaitannya untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur.

Ternyata dari hasil perhitungan, wilayah Utara paling besar mempunyai pengaruh terhadap penurunan ketimpa ngan antar wilayah, sedangkan wilayah Selatan aka n memberikan dampak peningkatan ketimpangan antar wilayah. Kebijakan realokasi dana pembangunan infrastruktur seluruhnya ke wilayah Selatan (skenario-5) membuat indeks ketimpangan PDRB per kapita naik sebesar 0.68, kemudian untuk ketimpangan tenaga kerja naik sebesar 0.07, ketimpangan pendapatan naik sebesar 0.92, dan terakhir indeks ketimpangan output naik sebesar 0.57. Kecenderungan-kecenderungan ini merupakan suatu indikasi awal bahwa ketimpangan antar wilayah di Kalimantan Timur tidak akan dapat diturunka n apabila konsentrasi pembangunan infrastruktur dilaksanakan seluruhnya pada wilayah Selatan.

Dalam studi ini, alokasi dana pembangunan hanya dilakukan melalui stimulus fiskal tanpa melibatkan pihak swasta, sehingga tambahan dana pada pembentukan modal tetap bruto di sektor infrastruktur terlihat kecil. Hal ini pada akhirnya menghasilkan pengaruh yang sangat rendah terhadap ketimpangan antar wilayah di Kalimantan Timur. Fenomena ini merupakan suatu petunjuk bahwa ketimpangan antar wilayah yang terjadi di Provinsi Kalimantan Timur pada masa mendatang hanya dapat diturunkan secara signifikan apabila dana investasi pembangunan infrastruktur tersedia dalam jumlah yang besar, yang tidak mungkin hanya disediakan oleh pemerintah sendiri. Dibutuhka n tambahan investasi yang

(13)

berasal dari sektor-sektor swasta, khus usnya mengarah pada wilayah Utara. Dibutuhkan suatu kebijaka n da n ko mitmen dari pemerintah daerah dan pusat dalam mengajak peran swasta dalam membangun infrastruktur di wilayah Utara yang lebih besar dan meluas ke segala aspek pembangunan infrastruktur, terutama yang dapat memberi efek multiplier pendapatan paling tinggi ya itu infrastruktur bangunan jalan dan jembatan.

9.3. Dampak Pembangunan Infras truktur dalam Kebijakan Pe mekaran Wilayah

Wacana mengenai adanya pemekaran wilayah di Provinsi Kalimantan Timur, khususnya pemekaran untuk membentuk provinsi baru sudah lama bergul ir dan menjadi isu yang pa ling hangat dibicarakan oleh masyarakat Kalimantan Timur selama ini. Selain untuk meningkatkan keamanan diperbatasan Kalimantan Timur dengan negara tetangga Malaysia, pemekaran Provinsi Kalimantan Timur dipecah menjadi provinsi baru Kalimantan Utara juga berdasarkan pertimbangan untuk mendekatkan pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal itu dikemukakan Gubernur Kalimantan Timur dihadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Balikpapan, pada acara peresmian proyek-proyek infrastruktur se-Kalimantan di kota Balikpapan.

Pertimbangan lainnya adalah permintaan provinsi baru juga dikarenakan wilayah Kalimantan Timur yang sangat luas, yakni 1 setengah kali luas pulau Jawa. Penduduk Kaltim yang mencapai lebih dari 3 juta jiwa dengan tingkat penyebaran yang tidak merata, tersebar di 4 kota dan 9 kabupaten belum didukung infrastruktur yang memadai. Perekonomian masyarakat yang masih miskin di daerah perbatasan Kalimantan Timur dan Malaysia membuat rentang

(14)

kendali pemerintah daerah Kalimantan Timur menjaga kedaulatan negara tidak dapat berjalan dengan baik. Gubernur mengharapkan dengan rencana dimekarkannya provinsi baru Kalimantan Utara nant inya, akan terjadi pemerataan pembangunan dan mampu menghilangkan kesenjangan antarperkotaan, daerah pantai dan daerah pedalaman.

Tabe l 69. Dampak Pembangunan Sektor Infrastruktur Terhadap Perekonomian Wilayah dalam Kebijakan Pemekaran Wilayah Provinsi Kalimantan Timur

Indikator Wilayah Base Line Skenario-1 Skenario-7 Nilai Tambah Selatan 140 170 527.75 2.11 2.44 Utara 9 046 581.87 3.73 11.21 Kalimantan Timur 149 217 109.62 2.21 2.97 Tenaga Kerja Selatan 1 309 199.00 0.95 1.32 Utara 267 288.00 3.27 9.81 Kalimantan Timur 1 576 487.00 1.35 2.76 Pendapatan Selatan 17 874 488.86 4.81 5.52 Utara 1 613 463.34 5.64 17.03 Kalimantan Timur 19 487 952.20 4.87 6.47 Output Selatan 231 148 877.87 2.06 2.44 Utara 19 596 045.86 6.1 18.43 Kalimantan Timur 250 744 923.73 2.37 3.69

Indeks Ketimpangan PDRB per

kapita Antar Wilayah 14.49 14.25 13.27

Sumber : I-O Antar Wilayah Kalimantan Timur Tahun 2006

Skenario-1: Pengeluaran pembangunan di sektor bangunan untuk Kalimantan Timur wilayah Selatan sebesar Rp. 2.794.846.45 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 657.375.78 juta.

Skenario-7: Pengeluaran pembangunan untuk sektor infrastruktur seandainya pemekaran Provinsi Kalimantan Timur direalisasikan yakni wilayah Selatan sebesar Rp. 2.794.846.45 juta dan wilayah Utara sebesar Rp. 2.000.000 juta.

Penelitian ini akan mengkaji seberapa besar dampak yang diberikan dengan adanya pemekaran tersebut terhadap perekonomian wilayah Kalimantan

(15)

Timur, khususnya pada kenaikan pertumbuhan ekonomi, pendapatan penduduk dan penyerapan tenaga kerja. Faktor- faktor tersebut akan dikaji di wilayah Selatan yang nantinya akan tetap bernama Kalimantan Timur, serta di wilayah Utara yang akan membentuk provinsi baru bernama Kalimantan Utara. Walaupun wilayah tersebut belum terbentuk, untuk lebih memudahkan dalam kajian ini maka istilah wilayah Selatan da n Utara tetap digunakan. Selain terhadap ketiga indikator makroregional tersebut, penting juga untuk menganalisis seberapa jauh dampak pemekaran tersebut mampu menurunkan ketimpangan pembangunan antara wilayah Selatan dan Utara.

Pembangunan infrastruktur dalam kebijakan pemekaran wilayah (Skenario-7) mempunyai dampak ekonomi yang lebih besar apabila dibandingkan dengan tanpa pemekaran (Skenario-1). Pada Tabel 69, kenaikan persentase penyerapan tenaga kerja, pendapatan, nilai tambah dan output perekonomian sebagai akibat pembangunan infrastruktur terlihat lebih besar dalam kebijakan pemekaran dari pada tanpa pemekaran. Demikian juga dampaknya terhadap ketimpangan, terjadi pe nurunan indekss pada saat dilakukan pemekaran wilayah.

Secara keseluruhan untuk wilayah Kalimantan Timur dengan adanya pemekaran akan memperbesar dampak pembangunan infrastruktur terhadap penyerapan tenaga kerja yang terlihat meningkat sebesar 2.76% dari nilai base, sementara tanpa pemekaran pembangunan infrastruktur hanya dapat memberi dampak terhadap pertambahan penyerapan tenaga kerja sebesar 1.35%. Kondisi yang sama juga terlihat untuk pertambahan pendapatan dan kenaikan nilai tambah di Provinsi Kalimantan Timur, kebijakan pemekaran dapat memperbesar dampak pembangunan infrastruktur terhadap kedua indikator makroregional tersebut.

(16)

Indikator pendapatan misalkan, tanpa adanya pemekaran kebijakan pembangunan infrastruktur hanya dapat menaikkan pendapatan masyarakat di Provinsi Kalimantan Timur secara keseluruhan sebesar 4.87% dari nilai base. Kemudian apabila dilakukan pemekaran, dampak yang didapat akan semakin besar yaitu menaikkan pendapatan masyarakat di wilayah Utara dan Selatan secara keseluruhan (wilayah Kalimantan Timur) sebesar 6.47%. Selanjutnya untuk nilai tambah, pembangunan infrastruktur memberi dampak kenaikan sebesar 2.97% jika tanpa pemekaran, namun dengan pemekaran dampaknya semakin besar menjadi 2.21%.

Penurunan ke timpa ngan antar wilayah yang diindikatorkan dengan nilai indeks ketimpangan pendapatan per kapita antar wilayah, dalam Tabel 69 dijelaskan bahwa dengan pemekaran wilayah (Skenario-7), ketimpangan di Provinsi Kalimantan Timur dapat diturunkan lebih baik, dibandingkan apabila tanpa melakukan pemekaran wilayah (Skenario-1). Pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam kondisi pemekaran wilayah mampu mengurangi ketimpangan antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur menjadi 13.27. Bandingkan jika tanpa pemekaran, pembangunan infrastruktur hanya dapat mereduksi ketimpangan antar wilayah di Provinsi Kalimantan Timur menjadi 14.25. Meskipun perbedaannya relatif kecil, namun paling tidak telah terbukt i bahwa peningkatan pembangunan infrastruktur pada kebijakan pemekaran wilayah mampu mengurangi ketimpangan di Provinsi Kalimantan Timur dengan lebih baik. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa melalui pemekeran wilayah, peranan sektor infrastruktur dalam perekonomian wilayah Kalimantan Timur akan menjadi lebih besar.

Gambar

Tabe l 66.  Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap N ilai Tambah, Tenaga Kerja dan Pendapatan di Kalimantan Timur Tahun  2006
Tabe l 67.  Dampak  Pembangunan Sektor Infrastruktur Terhadap  Ketimpangan PDRB Per Kapita, Tenaga Kerja, Pendapatan dan  Output  Antar wilayah  di Provinsi Kalimantan Timur  Tahun  2006

Referensi

Dokumen terkait

1. Dalam pembuatan pernyataan sebagai alat ukur penelitian, peneliti belum melakukan uji coba sehingga tidak dapat diketahui apakah pernyataan-pernyataan pada skala

Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah suatu Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji unjuk kerja gasifikasi ampas tebu menggunakan gasifier unggun tetap tipe downdraft dilihat dari aspek suhu proses,

INTENTION PADA JASA SABILA TRANSPORT” Bertumpu pada permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh Perceived Price Value,Functional

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa Pendidikan Dinas Kabupaten Garut telah melaksanakan penyusunan anggaran program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk peramalan adalah Jaringan Syaraf Tiruan atau biasa disebut dengan Arificial Neural Networks dengan menggunakan

Maka terapi yang dipakai adalah terapi tingkah laku (behavior) untuk dibentuk tingkah laku dan kepribadian yang jauh lebih baik dari yang sekarang. memukul

Dan isi dari Dasa Darma dan sembilan karakter yang telah disebutkan di atas, peneliti mengambil dua karakter pendidikan yang akan dibahas lebih lanjut dalam skripsi yaitu