• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN KONSERVASI PADA MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN KONSERVASI PADA MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,

Jawa Barat)

DWI MEYLINDA SARI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

(2)

RINGKASAN

DWI MEYLINDA SARI. Evaluasi Program Pendidikan Konservasi pada masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Di bimbing oleh E. K. S. Harini Muntasib dan Resti Meilani

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan kawasan pelestarian alam yang pada tahun 2003 mengalami perluasan kawasan dari 15.196 ha menjadi 21.975 ha, yang mencakup kawasan yang sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani. Perubahan status lahan Perhutani menjadi kawasan Taman Nasional membuat masyarakat tidak lagi diperbolehkan menggarap lahan tersebut. Namun, masih ada masyarakat Desa yang memanfaatkan lahan tersebut setelah menjadi kawasan TNGGP, antara lain masyarakat Desa Ciputri. Pengelola TNGGP melaksanakan dan mengembangkan program pendidikan konservasi sebagai upaya untuk menangani masalah tersebut. Program pendidikan konservasi adopsi pohon telah dilaksanakan sejak tahun 2008, namun belum dilakukan evaluasi untuk mengidentifikasi capaian program tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk 1) mengidentifikasi pelaksanaan program pendidikan konservasi pada masyarakat Desa Ciputri, 2) mengevaluasi program pendidikan konservasi pada masyarakat Desa Ciputri.

Penelitian ini dilakukan di Desa Ciputri, daerah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Agustus 2012 – September 2012. Data dikumpulkan melalui distribusi kuesioner, wawancara dengan menggunakan panduan wawancara, serta pengamatan langsung. Statistik deskriptif, uji Mann-Whitney, dan penguraian secara deskriptif digunakan untuk analisis.

Responden dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu responden yang mengikuti dan tidak ikut Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Responden yang mengikuti program pendidikan konservasi sejak awal diikut sertakan karena kelompok responden tersebut masih memanfaatkan lahan kawasan TNGGP sebagai kebun sayur, sedangkan responden yang tidak mengikuti program pendidikan konservasi sejak awal tidak diikut sertakan dalam program oleh pengelola karena dianggap sudah memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik dengan tidak memanfaatkan lahan kawasan TNGGP sebagai kebun sayuran.

Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon sudah dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat yang mengikuti program sehingga dapat menyamai pengetahuan masyarakat yang tidak ikut program. Sikap masyarakat yang mengikuti program pun sudah tergolong dalam kategori tinggi, namun belum dapat menyamai sikap masyarakat yang tidak mengikuti program. Masyarakat yang mengikuti program pendidikan konservasi sudah mendapatkan ternak kelinci dan domba sebagai mata pencaharian pengganti, namun sebagian besar masyarakat belum dapat mengembangkan ternak dan belum bisa memenuhi kebutuhan keluarganya dari mata pencaharian pengganti tersebut, sehingga menyebabkan masyarakat belum dapat merubah perilakunya dengan tidak memanfaatkan kawasan taman nasional sebagai kebun. Pihak taman nasional

(3)

sebaiknya terlebih dahulu mengetahui permasalahan yang ada di Desa Ciputri, mengembangkan program pendidikan konservasi yang sesuai, dan memberikan mata pencaharian pengganti yang sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat.

Kata kunci: adopsi pohon, Desa Ciputri, evaluasi, pendidikan konservasi, TNGGP.

(4)

SUMMARY

DWI MEYLINDA SARI. Evaluation of Conservation Education Programs in Communities Surrounding Gunung Gede Pangrango National Park (A Case Study of Ciputri Village, Pacet Sub-district, Cianjur District, West Java). Under supervision of E. K. S. HARINI MUNTASIB and RESTI MEILANI

Gunung Gede Pangrango National Park (GGPNP) is a nature conservation area that experienced area expansion in 2003, covering area which was previously managed by Perum Perhutani. The change of status and management, from production forest managed by Perum Perhutani to conservation area managed by National Park Office, had brought the change of regulation prevailed on the area. The surrounding community, whom previously were allowed to work on the land and use it to plant vegetables, are not allowed to do it anymore. However, there were people who still use the land to plant vegetables as their source of income, among them were the people of Ciputri Village, which was located on the buffer area of GGPNP. The management of GGPNP had developed and implemented Conservation Education (CE) Program entitled ”Tree Adoption” since 2008 to solve the problem. However, there had not been any evaluation carried out toward the program. Therefore, this research was conducted with two objectives: (1) to identify the implementation of Conservation Education for the community of Ciputri Village, (2) to evaluate Conservation Education Program for the community of Ciputri Village.

The research was carried out on August to September 2012. Data was collected through questionnaire distribution, interview, and direct observation, and analyzed using descriptive Statistic and Mann-Whitney test, as well as descriptive illustration of qualitative data.  

There were two groups of respondent taken in this research, i.e. group of CE participants, and group of CE non participants. CE participants were involved in the program because they were still using GGPNP area to cultivate vegetables. Non participants of CE were not involved in the program because the national park management considered them as having adequate knowledge, attitude, and behavior, since they did not use national park’s area to plant vegetables.

CE Program had increased the knowledge of program participants comparable to non-participants. The program had also increased the participants’ score of attitude, even though their score was still lower than those of the non-participant respondents. CE non-participants had obtained rabbits and goat as the alternative livelihood provided by the program. However, most of them had not been able to develop the cattle that they could not fulfill their family’s need from the alternative livelihood, and made them unable to change their behavior in using GGPNP area as vegetable cultivation. National park management should first identify the existing problems in Ciputri village, develop appropriate CE programs, and provide livelihood substitution for the people that suitable with their knowledge and skill.

Keywords: Ciputri Village, conservation education, evaluation, Gunung Gede Pangrango National Park, tree adoption,.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Evaluasi Program Pendidikan Konservasi Pada Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum digunakan sebagai karya ilmiah pada instansi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantukan dalam daftar pustaka di akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

Dwi Meylinda Sari NIM. E34080068

(6)

EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN KONSERVASI

PADA MASYARAKAT SEKITAR

TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

(Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,

Jawa Barat)

DWI MEYLINDA SARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

(7)

Judul Skripsi : Evaluasi Program Pendidikan Konservasi Pada Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Nama : Dwi Meylinda Sari

NIM : E34080068

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib, MS. Resti Meilani, S.Hut., M,Si. NIP.19550410 198203 2 002 NIP.19770514 200501 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Program Pendidikan Konservasi Pada Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)”. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada mayor Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib, MS. dan Resti Meilani, S.Hut., M.Si selaku dosen pembimbing atas segala bimbingannya.

Bogor, Februari 2013

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara dari pasangan A Kissno dan Neneng Kartini yang lahir pada tanggal 7 Mei 1991 di Jakarta. Penulis telah menempuh pendidikan di SDN Perumnas 5, Tangerang dan lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 77 Jakarta dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 27 Jakarta dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanan Bogor (USMI) pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Praktik dan kegiatan lapang yang pernah diikuti penulis yaitu Eksplorasi Flora, Fauna, dan Ekowisata (RAFFLESIA) di Cagar Alam (CA) Burangrang, Jawa Barat pada tahun 2010; Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Pangandaran dan Cagar Alam Gunung Sawal, Garut Jawa Barat pada tahun 2010, kemudian Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan KPH Cianjur pada tahun 2011, serta Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional (TN) Kayan Mentarang Kalimatan Timur tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis menyusun skripsi dengan judul “Evaluasi Program Pendidikan Konservasi Pada Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” dengan bimbingan Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib, MS dan Resti Meilani, S.Hut, M.Si sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana.

(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, dukungan, bantuan dan doa yang selalu penulis kenang dan syukuri. Sebagai bentuk rasa syukur penulis kepada Allah SWT penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS sebagai pembimbing pertama dan Resti Meilani, S.Hut, M.Si sebagai pembimbing ke-dua yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta waktu kepada penulis selama penyusunan skripsi. Dr. Ir. Nana Mulyana Arifjaya, M.Sisebagai dosen penguji dan Dr.Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc sebagai ketua sidang yang telah memberikan masukan dan penyempurnaan skripsi. Semua dosen yang telah memberikan ilmu, serta staf yang selalu siap membantu pengurusan administrasi selama perkuliahan.

2. Ayahanda A Kissno, Ibunda Neneng Kartini, Tante Nur, dan Tante Anna yang selalu memberikan dukungan moril maupun materi dan curahan kasih sayang kepada penulis serta adikku tersayang Rizky dan Achmad yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

3. Balai Besar Taman Nasional, Kepala Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Cianjur, dan Kepala Resort Sarongge Kabupaten Cianjur atas izin penelitian dan bantuan data yang diberikan kepada penulis.

4. Ibu kepala Desa Ciputri, Pak Dudu, keluarga Pak Karyo, Pak Syarif serta masyarakat Desa Ciputri atas izin dan bantuan dalam pengambilan data. 5. Keluarga besar KSHE 45 “EDELWEISS”yang selalu memberikan dukungan

dan kebersamaannya.

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

(11)

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Konservasi ... 3

2.2 Evaluasi Pendidikan Konservasi ... 5

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ... 14

3.2 Alat dan Bahan ... 14

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 14

3.4 Analisis Data ... 18

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango... 22

4.2 Kondisi Fisik Desa Ciputri ... 27

4.3 Pendidikan Konservasi di Desa Ciputri ... 28

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Program Adopsi Pohon Sebagai Bentuk Pendidikan Konservasi Desa Ciputri ... 29

5.2 Evaluasi Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon di Desa Ciputri ... 36

(12)

6.2 Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA

(13)

1 Jenis data dan metode pengumpulan data ... 14 2 Kategori pengetahuan dan sikap ... 19 3 Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi

dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan pekerjaan ... ... 38 4 Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi

dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan usia... ... 38 5 Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi

dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan lama tinggal... ... 39 6 Persentase dan skor rata-rata pengetahuan antara masyarakat mengikuti

program pendidikan konservasi dan masyarakat tidak mengikuti program pendidikan konservasi ... 40 7 Persentase dan skor rata-rata sikap antara masyarakat mengikuti

program pendidikan konservasi dan masyarakat tidak mengikuti program pendidikan konservasi ... 42 8 Perilaku masyarakat Desa Ciputri ... 43

(14)

1 Tahapan evaluasi pendidikan lingkungan hidup ... 8 2 Penanaman pohon di antara tanaman sayur ... 31 3 Media pelaksanaan pendidikan konservasi. (a) melalui media komunikasi

(Radio), (b) melalui perkumpulan ibu PKK, (c) melalui perpustakaan, (d) melalui pengajian, (e) melaui perkumpulan petani ... ...35 4 Komposisi responden yang ikut dan tidak ikut program pendidikan

konservasi berdasarkan jenis kelamin ... 36 5 Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi

dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi berdasarkan tingkat pendidikan... ... 37 6 Perilaku masyarakat Desa Ciputri. (a) perilaku masyarakat yang masih

memanfaatkan kawasan Taman Nasional, (b) perilaku masayarakat yang sudah tidak memanfaatkan kawasan Taman Nasional ... 43 7 Kondisi sebagian kawasan, (a) sebelum ada program pendidikan

konservasi tahun 2008, (b) setelah ada program pendidikan konservasi Mei 2012. ... 45

(15)

1 Perhitungan pengambilan sampel ... 55

2 Perhitungan pengelompokan kategori skor ... 56

3 Uji validitas dan reabilitas... 58

4 Uji Mann-Whitney ... 61

5 Perjanjian kerjasama antara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan Masyarakat Desa Ciputri ... 63

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan kawasan pelestarian alam yang berada di tiga kabupaten yaitu Bogor, Sukabumi, dan Cianjur. Pada tahun 1982 TNGGP memiliki kawasan seluas 15.196 ha. Berdasarkan SK Menhut No.174/Kpts-II/VI/03 Tanggal 10 Juni 2003 kawasan diperluas menjadi 21.975 ha. Lahan perluasan tersebut awalnya dikelola oleh Perum Perhutani. Pada masa pengelolaan Perum Perhutani masyarakat diperbolehkan memanfaatkan lahan dengan pola tumpang sari (Sudiono 1994). Perubahan status lahan Perhutani menjadi kawasan taman nasional membuat masyarakat tidak lagi diperbolehkan menggarap lahan tersebut. Namun, masih ada masyarakat Desa yang memanfaatkan lahan tersebut setelah menjadi kawasan TNGGP, antara lain masyarakat Desa Ciputri.

Sebanyak 200 Kepala Keluarga (KK) anggota masyarakat Desa Ciputri memanfaatkan lahan di kawasan TNGGP sebagai kebun sayur mayur yang merupakan sumber mata pencaharian mereka. Pemanfaatan lahan kawasan TNGGP sebagai kebun sayur mayur dapat menurunkan kualitas sumberdaya alam dan merusak ekosistem, karena adanya penebangan hutan yang dijadikan kebun sayur mayur dan penggunaan pupuk kimia dalam pemeliharaan tanaman di kebun. Hal ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh TNGGP.

Pengelola TNGGP sudah mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan konservasi sebagai upaya untuk menangani masalah tersebut. pendidikan konservasi merupakan proses untuk merubah cara berfikir, sikap, dan tingkah laku manusia dalam pengelolaan sumberdaya alam dan ekosistemnya (Setiono 2011). Tujuan pendidikan konservasi untuk meningkatkan pengetahuan dan peran serta masyarakat di bidang konservasi sumber daya hutan dan ekosistemnya (Dephut 2007).

Pendidikan konservasi yang dikembangkan oleh TNGGP ditujukan kepada 200 KK yang masih memanfaatkan lahan kawasan Taman Nasional, sehingga pendidikan konservasi dapat membebaskan 200 KK tersebut dari ketergantungan

(17)

pada lahan di kawasan TNGGP. Program pendidikan konservasi di Desa Ciputri sudah berjalan sejak tahun 2008. Pihak TNGGP bekerja sama dengan Green Radio dalam pendanaan dan pengelolaan program pendidikan konservasi. Seiring berkembangnya program pendidikan konservasi perlu diadakan evaluasi program pendidikan konservasi. Evaluasi program bermanfaat untuk menetapkan apakah program akan dihentikan, diperbaiki, diperluas, atau ditingkatkan (Sudjana 2008).

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program pendidikan konservasi pada masyarakat Desa Ciputri Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang secara rinci dilakukan melalui tahapan:

1. Mengidentifikasi pelaksanaan program pendidikan konservasi pada masyarakat Desa Ciputri sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2. Mengevaluasi program pendidikan konservasi pada masyarakat Desa Ciputri

sekitar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Desa Ciputri, dan pihak-pihak yang terkait dalam pengelolaan program pendidikan konservasi sebagai bahan masukan dalam pengembangan program pendidikan konservasi pada masa yang akan datang.

(18)

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan Konservasi 2.1.1 Pengertian

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sehingga usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya menyatakan konservasi sumberdaya hayati dan pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaan dengan memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Pendidikan konservasi adalah suatu cara atau proses kegiatan dalam memberikan informasi dan penyadaran masyarakat terhadap konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya kepada masyarakat (Dephut 2007).

Pendidikan konservasi adalah suatu proses yang ditujukan kepada penduduk dunia supaya sadar dan memperhatikan lingkungan serta masalah-masalah interaksi di dalamnya sehingga mempunyai pengetahuan, sikap, motivasi, komitmen, dan keahlian yang dapat menanggulangi masalah-masalah konservasi (Muntasib 1998). Pendidikan konservasi harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat menanggulangi masalah yang berkaitan dengan alam, antara lain sampah dan kerusakan sumberdaya alam (Berkmuller 1984).

Setiono (2011) menyatakan bahwa pendidikan konservasi bukan hanya memberikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat tentang lingkungan hidupnya, tetapi lebih dari itu menunjukkan kepada mereka tempat sebenarnya mereka tinggal dan hubungan dengan sekelilingnya sehingga mereka mengetahui cara berpikir, bersikap, dan berperilaku dengan baik dan benar, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan ekosistemnya.

(19)

Jadi dapat didefinisikan bahwa pendidikan konservasi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik dapat memelihara, meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati, dan dapat mengendalikan diri dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan ekosistemnya.

Pendidikan konservasi dapat dilaksanakan dengan jalur formal dan non formal (Dephut 2007). UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (2003) mendefinisikan pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Lebih lanjut UU No. 20 Tahun 2003 menjelaskan pendidikan non formal sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Tilaar (1999) menyatakan bahwa pendidikan non formal dikenal sebagai pendidikan luar sekolah dan di masyarakat dikenal dengan kursus-kursus.

Pendidikan konservasi non formal harus memperhatikan key informant, kondisi sosial, ekonomi, budaya setempat, dan pengelompokan sasarannya (sosial, ekonomi, budaya setempat). Key informant yang dimaksud adalah tokoh-tokoh yang berpengaruh di daerah-daerah tempat dilakukannya kegiatan, baik formal (camat, lurah) maupun non formal (kepala adat, ulama, tokoh, pemuda) sehingga sebaran kegiatan pendidikan konservasi lebih merata ke berbagai lapisan masyarakat (Muntasib 1998).

2.1.2 Tujuan dan sasaran

Tujuan pendidikan konservasi adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan peran serta masyarakat di bidang konservasi sumber daya hutan dan ekosistemnya (Dephut 2007). Sasaran pendidikan konservasi sebagaimana dinyatakan oleh Wood dan Wood (1985) yaitu:

1. Membantu orang agar menyadari dan menghargai nilai sumber daya alam dan proses ekologinya.

2. Membantu orang untuk mengetahui dan memahami apa saja yang dapat mengancam kerusakan sumber daya alam, bagaimana cara mengelola sumber daya alam, serta bagaimana mereka berkontribusi dalam mengkonservasi sumber daya alam.

(20)

3. Memberikan motivasi kepada mereka dalam melakukan apa saja untuk meningkatkan kualitas sumber daya alam.

2.1.3 Pendidikan konservasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)

Pendidikan konservasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dilaksanakan di tiga Bidang Pengelolaan, yaitu Bidang Pengelolaan TN Wilayah I (Cianjur), Bidang Pengelolaan TN Wilayah II (Sukabumi), dan Bidang Pengelolaan TN Wilayah III (Bogor). Program yang telah dilaksanakan adalah Go To Campus, pemberdayaan masyarakat, pendidikan konservasi ke sekolah-sekolah, pendidikan konservasi non formal (Adopsi Pohon) (BBTNGGP 2012). Salah satu Desa yang telah diberikan program pendidikan konservasi adalah Desa Ciputri, karena Desa ini merupakan desa percontohan dan memiliki sebanyak 200 Kepala Keluarga (KK) yang masih memanfaatkan kawasan taman nasional (BBTNGGP 2008).

2.2 Evaluasi Pendidikan Konservasi 2.2.1 Pengertian

Evaluasi adalah penilaian secara sistematis dari suatu program yang memberikan kontribusi untuk perbaikan program (Weiss 1998). Evaluasi dalam proses pembelajaran merupakan aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan kinerja (performance) peserta didik, sehingga hasil evaluasi dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan dari suatu proses pembelajaran dan juga dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam rangka perbaikan kualitas pembelajaran (Widodo 2010).

Evaluasi program adalah metode sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai program (Wirawan 2011). Tujuan dari evaluasi program adalah mengukur pengaruh program terhadap masyarakat dan menilai apakah program dilaksanakan sesuai dengan rencana (Wirawan 2011). Evaluasi pengajaran pendidikan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan dapat diarahkan sesuai tujuan yang ingin dicapai, yaitu mengukur tingkat pengetahuan, sikap kesadaran,

(21)

dan kecenderungan berperilaku sesuai dengan usaha konservasi alam (Wahjoedi 1990).

Evaluasi pendidikan lingkungan sangat penting dilakukan karena dapat meningkatkan kualitas pendidikan lingkungan dan proses pengembangan pendidikan lingkungan (Gordon 2009). Demikian pula evaluasi terhadap pendidikan konservasi.

2.2.2 Model evaluasi

Ada dua model evaluasi yang banyak digunakan, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (Wirawan 2011). Lebih lanjut Wirawan (2011) menguraikan bahwa Evaluasi formatif yang dikutip dari buku The Program Evaluation Standards (1994) yaitu evaluasi yang didesain dan dipakai untuk memperbaiki objek, terutama ketika objek tersebut sedang dikembangkan, dengan tujuan: 1) mengukur hasil pelaksanaan program secara periodik, 2) mengukur apakah partisipan bergerak kearah tujuan yang direncanakan, 3) mengukur apakah sumber-sumber telah dipergunakan sesuai dengan rencana, 4) menentukan koreksi apa yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan, 5) memberikan perbaikan.

Evaluasi sumatif dilaksanakan di akhir pelaksanaan program. Evaluasi ini mengukur kinerja akhir objek yang dievaluasi. Evaluasi sumatif berupaya untuk mengukur indikator-indikator sebagai berikut: 1) hasil dan pengaruh program, 2) mengukur persepsi masyarakat/kinerja mengenai intervensi program, 3) menentukan cost effectiveness, cost efficiency, dan cost benefit, 4) menentukan sukses keseluruhan pelaksanaan program, 5) menentukan apakah tujuan program telah tercapai, 6) menentukan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari program, 7) menentukan komponen yang mana yang paling efektif dalam program, 8) menentukan keluaran yang tidak diantisipasi dari program, 9) menentukan cost dan benefit program, 10) mengkomunikasikan temuan evaluasi kepada para pemangku kepentingan, 11) mengambil keputusan apakah program harus dihentikan, dikembangkan, atau dilakukan ditempat lain (Wirawan 2011).

Pokja PKSDHL (1999) menjelaskan model evaluasi terbagi menjadi dua, yaitu:

(22)

1. Evaluasi edukatif adalah evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan responden dalam mengikuti pendidikan konservasi, baik mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku.

2. Evaluasi penyelenggaraan ditekankan pada evaluasi terhadap keterlaksanaan penyelenggaraan pendidikan, antara lain melihat langsung pelaksanaan pendidikan konservasi, ketersediaan program pendidikan konservasi di sekolah, penampilan sekolah yang berbudaya pelestarian hutan, dan berbudaya lingkungan.

2.2.3 Tahapan evaluasi

Tahapan evaluasi hasil pembelajaran dilakukan dengan 6 langkah yaitu, menentukan tujuan, menentukan rencana evaluasi, penyusunan instrumen evaluasi, pengumpulan data dan informasi, analisis dan interpretasi, serta penentuan lanjutan pembelajaran (Widodo 2010).

Menurut Stokking et al (1999) tahapan evaluasi pendidikan lingkungan hidup dapat dilakukan dengan 13 langkah yaitu, (1) menentukan alasan dan tujuan evaluasi, (2) menentukan objek evaluasi, (3) menjelaskan tujuan dari evaluasi, (4) menentukan sasaran evaluasi, (5) menentukan metode yang dipakai dalam pengumpulan data evaluasi, (6) mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat untuk pencapaian tujuan evaluasi, (7) memilih satu atau lebih instrumen, (8) menentukan siapa yang akan memberikan informasi, (9) pengumpulan data, (10) pengolahan dan analisis data, (11) mendeskripsikan hasil evaluasi yang diperoleh dan mendapatkan kesimpulan dari evaluasi, (12) menuliskan laporan mengenai hasil evaluasi dan kesimpulan yang didapatkan, (13) tahap terakhir mendapatkan manfaat dari kegiatan evaluasi tersebut (Gambar 1). Tahapan ini juga dapat dilakukan pada evaluasi pendidikan konservasi.

(23)

(1) menentukan alasan dan tujuan evaluasi 

(3) menjelaskan tujuan dari evaluasi  

(4) menentukan sasaran evaluasi  

(5) menentukan metode yang dipakai dalam pengumpulan data evaluasi

(13) tahap terakhir mendapatkan manfaat dari kegiatan evaluasi tersebut

(12) menuliskan laporan mengenai hasil evaluasi dan kesimpulan yang didapatkan 

(11) mendeskripsikan hasil evaluasi yang diperoleh dan mendapatkan kesimpulan  

(10) pengolahan dan analisis data 

(9) pengumpulan data 

(8) menentukan siapa saja yang akan memberikan informasi  

(7) memilih satu atau lebih instrumen 

(2) menentukan objek evaluasi  (6) mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat untuk pencapaian tujuan evaluasi pendidikan konservasi 

(24)

2.2.4 Instrumen evaluasi

Pada dasarnya instrumen yang digunakan dalam riset dasar atau riset terapan dapat juga digunakan dalam evaluasi (Wirawan 2011). Instrumen yang sering digunakan dalam mengumpulkan data evaluasi pendidikan lingkungan hidup adalah kuesioner tertulis, laporan pelajar, uji pengetahuan, uji keterampilan, buku catatan, wawancara, dan pengamatan (Stokking et al. 1999). Instrumen penelitian yang paling banyak dipergunakan dalam evaluasi program adalah kuesioner (Sudjana 2008). Lebih lanjut Sudjana (2008) menjelaskan bahwa ada beberapa instrumen yang dapat digunakan dalam evaluasi.

1. Kuesioner

Kuesioner adalah alat pengumpulan data secara tertulis yang berisi daftar pertanyaan atau pernyataan yang disusun secara khusus dan diunakan secara untuk menggali dan menghimpun keterangan atau informasi sebagimana dibutuhkan dan cocok untuk dianalisis (Sudjana 2008). Ada dua jenis kuesioner, yaitu (1) kuesioner yaitu kuesioner yang tidak menyediakan jawaban dan responden menjawab pertanyaan sesuai dengan kehendak mereka secara bebas dan (2) kuesioner tertutup adalah kuesioner yang menyediakan jawaban dan responden menjawab pertanyaan sesuai dengan jawaban yang telah disediakan Wirawan (2012).

2. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui komunikasi langsung (tatap muka) antara pihak penanya (interviewer) dengan pihak yang ditanya atau penjawab (interviewee) (Sudjana 2008). Lebih lanjut Sudjana (2008) Wawancara dilakukan oleh penanya dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) dan pihak yang ditanya harus lebih dahulu diketahui. Key informant adalah seseorang atau kelompok orang yang mempunyai keterampilan unik atau latar belakang profesional yang berhubungan dengan program yang sedang dievaluasi, mempunyai pengetahuan mengenai partisipan program, dan mempunyai akses kepada informasi yang menjadi perhatian evaluator (Wirawan 2011).

(25)

3. Observasi (Pengamatan)

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Data yang dijaring observer meliputi data primer mengenai berbagai proses berkaitan dengan sesuatu yang sedang terjadi atau perilaku atau interaksi sosial yang sedang terjadi di awal sampai akhir secara holistik dan mendalam.

Observasi ada dua jenis, yaitu observasi partisipasi dan observasi nonpartisipasi. Observasi partisipasi merupakan metode kualitatif yang berakar pada penelitian etnografik yang bertujuan membantu peneliti mempelajari perspektif yang ada pada populasi yang distudi. Observasi partisipasi, observer merupakan salah satu aktor dalam aktivitas program yang diobservasi sekaligus ia berfungsi sebagai instrumen yang menjaring data atau informasi yang diperlukan dalam evaluasi. Observasi nonpartisipasi, observer berada diluar bahkan sering disembunyikan dari aktivitas agar tidak mempengaruhi fenomena yang akan dievaluasi (Wirawan 2011).

4. Tes (Uji Pembelajaran)

Evaluasi sering menggunakan instrumen tes. Tes merupakan instrumen evaluasi untuk mengumpulkan informasi mengenai status pengetahuan atau perubahan status pengetahuan untuk waktu tertentu (Wirawan 2011). Misalnya, tes digunakan untuk mengukur hasil belajar para siswa setelah mengikuti pelajaran mata pelajaran tertentu dengan menggunakan metode pembelajaran tertentu. Tes juga dipergunakan untuk mengukur perkembangan pengetahuan dan keterampilan (Wirawan 2011). Pada prinsipnya ada kesamaan antara pengembangan kuesioner dan pengembangan tes. Pengembangan tes dimulai dengan penelusuran teori mengenai variabel, pengembangan dimensi, dan indikator variabel yang akan dijaring melalui tes (Wirawan 2011).

2.2.5 Pengukuran pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,

(26)

penciuman, rasa, dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo 2007).

Pengetahuan dapat diukur menggunakan tes (Wirawan 2011). Tes merupakan serentetan pertanyaan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau sekelompok individu (Arikunto 2007). Tes terbagi menjadi dua, yaitu 1) Tes formal adalah tes formal berupa tes tertulis dapat berbentuk essay, pilihan ganda, dua pilihan (benar-salah, ya-tidak), menjodohkan, dan sebab akibat (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 2006) dan 2) tes informal adalah tes yang berupa membaca yang diberikan orang tua (Wirawan 2011). Wirawan lebih lanjut menjelaskan bahwa untuk memperoleh data tentang tingkat pengetahuan responden maka perlu dievaluasi berupa tes formal.

Tes formal diberikan dalam bentuk dua pilihan (Benar-Salah) (Wirawan 2011). Margono (2004) menjelaskan pemberian skor untuk jawaban benar diberi skor 1, sedangkan untuk jawaban salah diberi skor 0. Skor hasil penilaian pengetahuan diperoleh dan digabung menjadi satu kesatuan nilai penguasaan materi yang diajarkan. Skor akhir yang diperoleh responden merupakan deskripsi tentang tingkat atau persentase penguasaan kompetensi dasar materi yang diajarkan (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan 2006). Singarimbun dan Sofian (2011) menjelaskan semakin tinggi skor maka semakin tinggi tingkat variabel, sehingga semakin tinggi skor maka semakin tinggi tingkat pengetahuan.

2.2.6 Pengukuran sikap

Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya (Allport 1954). Sikap belum merupakan suatu tindakan dan masih tertutup dari seseorang terhadap suatu objek (Notoatmojo 2007). Sikap umumnya mempunyai 3 komponen yaitu komponen afektif (perasaan responden mengenai objek), komponen kognitif (kepercayaan atau pengetahuan responden mengenai objek), komponen perilaku (kecenderungan responden untuk bertindak tertentu bila menghadapi obyek tertentu) (Wirawan 2011).

(27)

Para teoritisi skala telah mengembangkan sejumlah skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap seorang responden terhadap objek sikap orang, kelompok tertentu, lembaga, dan lain-lain (Wirawan 2011). Skala yang paling banyak digunakan dalam penelitian untuk mengukur sikap adalah Skala Likert yang dikembangkan oleh Rensis Likert pada tahun 1932, karena sederhana dan mudah mengembangkannya (Wirawan 2011). Lebih lanjut Wirawan (2011) menjelaskan bahwa proses penyusunan Skala Likert dilakukan secara sistematis agar setiap butir kuesioner mengukur indikator variabel yang akan diukur.

Cara pengukurannya adalah dengan menghadapkan seseorang responden dengan sebuah pertanyaan dan kemudian diminta untuk memberikan jawaban: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, sangat setuju, dan selanjutnya jawaban tersebut diberi skala 1 sampai 5 (Wirawan 2011). Singarimbun dan Sofian (2011) menjelaskan urutan skor pada Skala Likert, sebagai berikut:

1) urutan skor untuk pernyataan positif (jawaban sangat setuju skor 5, jawaban setuju skor 4, jawaban netral skor 3, jawaban tidak setuju skor 2, dan jawaban sangat tidak setuju skor 1);

2) urutan skor untuk pernyataan negatif (jawaban sangat setuju skor 1, jawaban setuju skor 2, jawaban netral skor 3, jawaban tidak setuju skor 4, dan jawaban sangat tidak setuju 5).

Pada Skala Likert untuk kriteria jawaban dapat disederhanakan pilihannya yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan responden yang akan dijadikan sampel (Arikunto 2007). Pada penelitian ini sasaran responden adalah masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, maka pilihan jawaban dari pernyataan yang diajukan akan disederhanakan hanya tiga pilihan jawaban, yaitu Setuju, Netral, dan Tidak Setuju.

Skor akhir merupakan gabungan skor tiap item, yang menggambarkan sikap responden yang diperoleh responden merupakan deskripsi tentang sikap responden (Singarimbun & Sofian 2011). Lebih lanjut Singarimbun dan Sofian (2011) menjelaskan semakin tinggi skor maka semakin tinggi tingkat variabel, sehingga semakin tinggi skor maka semakin tinggi sikap responden.

(28)

2.2.7 Pengukuran perilaku

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung (perilaku terbuka), maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar atau dikenal sebagai perilaku tertutup (Notoatmodjo 2007). Perilaku terbuka (overt behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka, respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo 2007).

Perilaku tertutup (covert behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert), respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain (Notoatmodjo 2007).

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Ciputri, daerah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 – September 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis, kamera dan komputer. Bahan penelitian yang digunakan yaitu dokumen-dokumen kegiatan dari Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon, panduan wawancara, kuesioner, dan software Statistical Program for Social Science (SPSS) 19.0.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam mengukur pengetahuan, sikap dan perilaku (evaluasi edukatif) dan evaluasi penyelenggaraan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon adalah metode penelitian sosial. Metode penelitian sosial yang luas penggunaannya adalah survei (Singarimbun dan Sofian 2011). Metode pengumpulan data meliputi studi pustaka, kuesioner, wawancara terstruktur dan pengamatan langsung di lapangan (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data.

No Jenis Data Metode Pengumpulan Data

1 Karakteristik responden (umur, pendidikan dan mata pencaharian)

Kuesioner, Studi pustaka 2 Demografi Desa Ciputri Studi pustaka

3 Pengetahuan dan sikap responden Kuesioner 4 Perilaku responden Observasi 5 Program Pendidikan Konservasi

Adopsi Pohon (materi, metode penyampaian, kendala, kelebihan dan kekurangan, keterlibatan masyarakat, serta keberlanjutan program).

Wawancara menggunakan panduan wawancara, studi pustaka

(30)

3.3.1 Studi pustaka

Cara ini dilakukan terhadap data-data, teori-teori, dan referensi lain yang berkaitan dengan kajian yang diteliti dan didapatkan secara tertulis, yaitu hasil-hasil mengenai pendidikan konservasi serta teori-teori tentang evaluasi program pendidikan konservasi. Pustaka yang digunakan berupa: buku, laporan penelitian, monografi desa, dan dokumen-dokumen Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon di Desa Ciputri. Data-data yang dikumpulkan antara lain:

1. Karakteristik masyarakat sasaran, meliputi: karakteristik pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat berkaitan dengan kawasan konservasi TNGGP.

2. Data demografi masyarakat Desa Ciputri: jumlah dan kepadatan penduduk, kondisi sosial, pendidikan dan mata pencaharian.

3. Kegiatan-kegiatan atau Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon yang telah dilaksanakan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di Desa Ciputri.

3.3.2 Kuesioner

Pada penelitian ini digunakan kuesioner tertutup yang bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat Desa Ciputri terhadap konservasi sumberdaya hutan dan ekosistemnya. Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan menggunakan 20 pernyataan yang diberikan dua pilihan jawaban (Benar-Salah). Pengetahuan yang diukur meliputi pengertian pohon, pengertian hutan, manfaat hutan, manfaat pohon, fungsi taman nasional, manfaat taman nasional, dan status kawasan taman nasional.

Pengukuran sikap dilakukan dengan menggunakan Skala Likert dengan 10 pernyataan yang disusun berdasarkan tiga pilihan jawaban (setuju, netral dan tidak setuju). Sikap yang diukur adalah sikap yang berkaitan dengan konservasi, antara lain merasakan manfaat adanya kawasan konservasi, bersedia menjaga hutan, tidak merusak hutan, tidak mengambil sumberdaya hutan, dan tidak akan merubah hutan menjadi kebun.

Hasil uji validitas kuesioner dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson/Product Moment yang diolah menggunakan program SPSS 19.0

(31)

menunjukkan bahwa terdapat 11 pernyataan pengetahuan dengan kisaran nilai tidak terdefinisi – 0,286, dan sembilan pernyataan pengetahuan dengan kisaran nilai 0,351 – 0,808 (valid). Pernyataan sikap ada enam pernyataan yang memiliki kisaran nilai 0,083 – 0,253, dan empat pernyataan yang dinyatakan valid dengan kisaran nilai 0,609 – 0,828 (Lampiran 3). Setelah mempertimbangkan pernyataan tersebut penting dan merupakan pernyataan dasar mengenai pengetahuan dan sikap konservasi hutan maka pernyataan tetap dipertahankan untuk digunakan.

Hasil uji reliabilitas untuk pengetahuan sebesar 0,608 dan untuk sikap 0,621 (Lampiran 3). Menurut Idrus (2009) pernyataan dapat dikatakan reliabel bila nilai reliabilitas antara 0< α < 1. Dengan demikian, semua pernyataan pengetahuan dan sikap reliabel.

Penentuan responden pada penelitian ini menggunakan metode Stratified Random Sampling, yaitu penarikan sampel dalam populasi yang berstrata untuk mendapatkan peluang keterwakilan yang sama dengan jumlah responden yang berbeda dari setiap strata (Singarimbun dan Sofian 2011). Populasi masyarakat Desa Ciputri berjumlah 10.048 jiwa dan jumlah kepala keluarga (KK) 2.772. Program pendidikan konservasi diberikan taman nasional kepada kepala keluarga dari Desa Ciputri yaitu orang yang bertugas mencari nafkah di suatu keluarga tersebut. Kepala Keluarga yang mengikuti program pendidikan konservasi di Desa Ciputri sebanyak 200 KK, sedangkan masyarakat Desa Ciputri yang tidak mengikuti program pendidikan konservasi sebanyak 2572 KK. Pemilihan responden dalam penelitian ini menggunakan rumus Stratified Random Sampling dengan eror 10%, rumus sebagai berikut,

N (PQ) (N-1) B2/4+(PQ)

Dimana:

n = jumlah sampel Q = peluang salah (1-P) N = jumlah populasi B = tingkat kesalahan (10%) P = peluang benar (N/2772)

Jadi, jumlah sampel atau responden untuk survei menggunakan kuesioner untuk masyarakat Desa yang mengikuti program pendidikan konservasi sebesar

(32)

24 KK dan masyarakat Desa yang tidak mengikuti Program pendidikan konservasi sebesar 27 KK (Lampiran 1).

3.3.3 Wawancara menggunakan panduan wawancara

Pada penelitian ini wawancara dilakukan untuk memperoleh data dan informasi secara mendalam mengenai Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon, meliputi materi pendidikan konservasi, bentuk dan metode penyampaian, kendala dan permasalahan yang dihadapi, kelebihan dan kekurangan, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pendidikan konservasi, serta keberlanjutan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Wawancara dilakukan terhadap key informant dalam penelitian program pendidikan konservasi di Desa Ciputri, yaitu pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, tokoh masyarakat, kepala desa, perwakilan masyarakat perambah hutan yang mengikuti program pendidikan konservasi.

3.3.4 Pengamatan langsung

Pengamatan langsung merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini. Pengamatan langsung adalah pengumpulan data dengan cara mengamati dan mencatat secara langsung kegiatan yang dilakukan oleh objek penelitian (Hamidi 2008), yaitu masyarakat Desa Ciputri. Pengamatan ini dilakukan dengan mengamati kegiatan harian masyarakat Desa Ciputri dalam mengaplikasikan materi yang didapat dari pendidikan konservasi dan mengamati perilaku/tindakan masyarakat terhadap sumberdaya alam dan ekosistemnya. Data dan informasi yang akan diamati yaitu kegiatan masyarakat dalam mengadopsi pohon, serta kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan kawasan dan sumberdaya hutan.

Penentuan responden yang akan diamati langsung yaitu dengan cara melihat skor yang dicapai oleh responden dalam kuesioner pengetahuan dan sikap responden, yaitu responden yang memiliki skor total pengetahuan dan sikap tertinggi, tengah, dan terendah, dari tiap kelompok responden, masing-masing satu orang. Jumlah responden yang akan diamati sebanyak enam orang. Pengamatan perilaku ini menggunakan observasi nonpartisipasi, yaitu pengamatan

(33)

yang dilakukan secara tersembunyi terhadap responden saat melaksanakan program (Wirawan 2011).

3.4 Analisis Data 3.4.1 Evaluasi edukatif

Data yang diperoleh dari evaluasi edukatif adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data pengetahuan dan sikap diolah melalui tahap skoring, sedangkan data perilaku diuraikan secara deskriptif. Data dianalisis menggunakan analisis statistik, sedangkan data perilaku diuraikan secara deskriptif. Data juga akan ditampilkan dalam bentuk tabel atau grafik.

3.4.1.1 Pengetahuan dan sikap a. Penentuan skor pengetahuan

Pemberian skor untuk pengukuran pengetahuan adalah jawaban benar diberi skor 1, sedangkan untuk jawaban salah diberi skor 0. Skor hasil penilaian pengetahuan diperoleh dan digabung menjadi satu kesatuan nilai penguasaan materi yang diajarkan. Skor akhir yang diperoleh responden merupakan deskripsi tentang tingkat atau persentase penguasaan kompetensi dasar materi yang diajarkan. Jumlah pertanyaan dalam tes ini sebanyak 20 pertanyaan. Skor tertinggi yang akan didapatkan responden adalah 20 dan skor terendah adalah 0. Semakin tinggi skor maka semakin tinggi tingkat pengetahuan responden.

b. Penentuan skor sikap

Pemberian skor untuk pengukuran sikap, yaitu untuk pernyataan positif (jawaban setuju diberi skor 3, jawaban netral diberi skor 2 dan tidak setuju diberi skor 1) dan untuk pernyataan negatif (jawaban setuju diberi skor 1, jawaban netral diberi skor 2 dan tidak setuju diberi skor 3). Skor hasil penilaian pengetahuan diperoleh dan digabung menjadi satu kesatuan nilai penguasaan materi yang diajarkan. Skor akhir yang diperoleh responden merupakan deskripsi tentang tingkat atau persentase penguasaan kompetensi dasar materi yang diajarkan. Jumlah pernyataan sikap dalam penelitian ini sebanyak 10 pernyataan. Skor tertinggi yang akan didapatkan responden adalah 30 dan skor terendah adalah 10. Semakin tinggi skor maka semakin positif sikap responden terkait konservasi hutan.

(34)

c. Pengelompokkan skor pengetahuan dan sikap

Skor pengetahuan dan sikap akan dikelompokkan dalam tiga kategori skor: Rendah : jika skor jawaban responden berada pada selang bawah

Sedang : jika skor jawaban responden berada selang tengah Tinggi : jika jawaban skor responden berada pada selang atas

Penentuan selang dilakukan dengan cara sebagai berikut: ST : (skor minimum + SK max-SK min) ± SD

2

SA : nilai skor lebih besar dari ST sampai dengan SK max SB : nilai skor lebih kecil dari ST sampai dengan SK min Keterangan :

ST : Selang tengah

SK min : Penjumlahan skor terendah dari semua item jawaban kuisioner SK max : Penjumlahan skor tertinggi dari semua item jawaban kuisioner SA : Selang atas

SB : Selang bawah

SD : Standar deviasi/simpangan baku = √s2 Tabel 2 Kategori pengetahuan dan Sikap.

Kategori Selang Skor

Pengetahuan Sikap

Rendah <8 <12

Sedang 8 – 12 12-18

Tinggi >12 >18

d. Perbedaan pengetahuan dan sikap responden yang mengikuti program pendidikan konservasi dengan responden yang tidak mengikuti program pendidikan konservasi

Ada tidaknya perbedaan pengetahuan dan sikap antara responden yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan responden yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dianalisis menggunakan Uji Mann Whitney, uji statistik ini digunakan untuk menguji signifikasi hipotesis dua sampel independen dalam bentuk data ordinal (Sugiyono 2011). Software yang digunakan adalah SPSS 19.

(35)

Rumus Mann Whitney (Sugiyono 2011): dan

Keterangan:

Pernyataan hipotesis pengetahuan adalah:

Ho: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pengetahuan masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor pengetahuan masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon.

H1: Ada perbedaan yang signifikan antara skor pengetahuan masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor pengetahuan masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon.

Jika nilai U hitung lebih besar dari U tabel, maka Ho ditolak artinya ada perbedaan antara skor pengetahuan masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor pengetahuan masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon.

Pernyataan hipotesis sikap adalah:

Ho: Tidak ada perbedaan signifikan antara skor sikap masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor sikap masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon.

H1: Ada perbedaan signifikan antara skor sikap masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan skor sikap masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon.

Jika nilai U hitung lebih besar dari U tabel, maka Ho ditolak artinya ada perbedaan antara skor sikap masyarakat yang mengikuti Program Pendidikan

(36)

Konservasi Adopsi Pohon dengan skor sikap masyarakat yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon.

3.4.1.2 Pengukuran perilaku

Pengukuran perilaku pada penelitian ini dilakukan dengan pengamatan terhadap perilaku terbuka. Pengamatan ini tidak menggunakan skala pengukuran tetapi dilakukan dengan mengamati secara langsung seseorang dalam kegiatan sehari-hari kemudian dilakukan penguraian atau deskripsi. Pengamatan perilaku ini menggunakan observasi nonpartisipasi, sehingga pengamatan dilakukan secara tersembunyi pada responden saat melaksanakan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon. Ada tidaknya perbedaan perilaku antara responden yang mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dengan responden yang tidak mengikuti Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon diuraikan secara deskriptif.

3.4.2 Evaluasi pelaksanaan

Data yang diperoleh dari evaluasi pelaksanaan adalah data kualitatif terhadap pelaksanaan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon di Desa Ciputri. Data tersebut akan diuraikan secara deskriptif mengenai materi pendidikan konservasi, bentuk dan metode penyampaian, kendala dan permasalahan yang dihadapi, kelebihan dan kekurangan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pendidikan konservasi, serta keberlanjutan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon.

(37)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 4.1.1 Sejarah kawasan

Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) mempunyai arti penting dalam sejarah konservasi dan penelitian botani Indonesia. Kawasan ini merupakan kawasan pertama yang ditetapkan sebagai taman nasional di Indonesia yaitu berdasarkan pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980 dengan luasan 15.000 ha meliputi kawasan Cagar Alam Cimungkad 56 ha, Cagar Alam Cibodas 1.040 ha, hutan Gunung Gede dan Gunung Pangrango 14.000 ha, dan Taman Wisata Alam Situgunung 100 ha. Lebih lanjut melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 736/Mentan/X/1982 ditetapkan sebagai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dengan luas 15.196 ha. Pada tahun 2003, kawasan TNGGP kemudian diperluas menjadi 21.975 ha, melalui SK Menteri Kehutanan No. 174/Kpts-II/2003.

Pada tanggal 1 Februari 2007 sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/Menhut-II/2007 status Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berubah menjadi Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BB TNGGP). Pada tanggal 06 Agustus 2009, dilakukan serah terima dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten kepada BB TNGGP, sehingga luasan TNGGP menjadi 22.851,030 ha.

Pengelolaan kawasan TNGGP dibagi ke dalam tiga Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (Bidang PTN Wilayah) yaitu Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Cianjur, Bidang Pengelolaan TN Wilayah II Sukabumi, dan Bidang Pengelolaan TN Wilayah III Bogor dan dibagi ke dalam enam Seksi Pengelolaan Taman Nasional serta dibagi ke dalam 19 resort pemangkuan taman nasional.

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai Besar TNGGP Nomor: SK.103/11/TU/2010 tanggal 27 September 2010, telah ditetapkan 13 Resort lingkup wilayah Balai Besar TNGGP dan enam Resort Model, yaitu: Resort Mandalawangi, Resort Sarongge (Bidang PTN Wilayah I Cianjur), Resort

(38)

Selabintana, Resort Situgunung (Bidang PTN Wilayah II Sukabumi), Resort PPKAB Bodogol, Resort Cimande (Bidang PTN Wilayah III Bogor).

4.1.2 Letak dan luas kawasan

Secara geografis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terletak antara 106º51 – 107º02 ‘BT dan 6°41 – 6º51 ‘LS. TNGGP yang awalnya memiliki luas 15.196 Ha dan terletak di tiga wilayah kabupaten yaitu Cianjur dengan luas 3.559,29 Ha, Sukabumi dengan luas 6.781,98 Ha, dan Bogor dengan luas 4.514,73 Ha, saat ini sesuai dengan SK Menhut No.174/kpts-II/tanggal 10 juni 2003 diperluas menjadi 21.975 Ha dengan pembagian Kabupaten Sukabumi (9.356,10 ha), Bogor (7.155,00 ha), dan Cianjur (5.463,90 ha). Luasan tersebut merupakan perluasan areal Perum Perhutani. Luas terakhir TNGGP adalah 22.851,030 ha.

4.1.3 Iklim dan hidrologi

Iklim di kawasan ini berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk tipe iklim A, dengan nilai Q berkisar antara 11.30% - 33.30%. Suhu udara berkisar antara 10 - 18 °C. Kelembaban relatif sepanjang tahun berkisar dari 80% - 90%. Daerah ini termasuk daerah terbasah di Pulau Jawa dengan rata-rata curah hujan tahunan 3.000 - 4.200 mm. Bulan basah terjadi pada bulan Oktober – Mei, dengan rata-rata curah hujan bulanan 200 mm. Bulan kering biasanya terjadi pada bulan Juni – September dengan rata-rata curah hujan bulanan kurang dari 100 mm.

Kawasan Gunung Gede Pangrango memiliki beberapa sumber mata air. Sumber mata air tersebut mengalir dan membentuk sungai-sungai besar di sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Terdapat 60 aliran sungai yang berhulu di Gunung Gede Pangrango yaitu sekitar 20 sungai yang mengalir ke Kabupaten Cianjur, 23 aliran sungai yang mengalir ke Kabupaten Sukabumi dan 17 sungai mengalir ke Kabupaten Bogor.

(39)

4.1.4 Geologi dan tanah

Geologi kawasan ini berupa batuan vulkanik seperti andesit, tuff, basalt, lava breksi, breksi mekanik, dan proklastik. Jenis tanahnya adalah:

1. Tanah regosol dan litosol terdapat pada lereng pegunungan yang lebih tinggi dan berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi. Jenis tanah seperti ini sangat peka terhadap erosi.

2. Tanah asosiasi andosol dan regosol terdapat pada lereng gunung yang lebih rendah dan agak peka terhadap erosi. Jenis ini mengalami pelapukan lanjut. 3. Tanah latosol cokelat terdapat pada lereng paling bawah. Tanah ini

mengandung liat dan lapisan subsoilnya gembur, mudah ditembus air, serta lapisan bawahnya yang mudah melapuk. Tanah seperti ini sangat subur dan dominan, serta agak peka terhadap erosi.

4.1.5 Topografi

Topografi kawasan ini bervariasi, terdiri dari lahan datar, dataran tinggi dan bukit sedang sampai terjal. Puncak Gunung Gede berada pada ketinggian 2.985 mdpl sedangkan untuk puncak Gunung Pangrango berada pada ketinggian 3.019 mdpl. Kedua gunung ini dihubungkan oleh lereng dengan ketinggian 2.500 mdpl. Gunung Gede Pangrango termasuk dalam rangkaian jalur gunung berapi dari pulau Sumatera sampai Nusa Tenggara.

4.1.6 Flora

TNGGP dikenal dan banyak dikunjungi karena memiliki potensi hayati yang tinggi, terutama keanekaragaman jenis flora. Pada kawasan ini hidup lebih dari 1.000 jenis flora, yang tergolong tumbuhan berbunga (Spermatophyta) sekitar 900 jenis, tumbuhan paku lebih dari 250 jenis, lumut lebih dari 123 jenis, ditambah berbagai jenis ganggang, spagnum, jamur, dan jenis-jenis thallophyta lainnya. TNGGP memiliki beberapa flora endemik yang langka dan beberapa tanaman introduksi. Jenis tumbuhan endemik dan langka antara lain anggrek (Liparis bilobulata, Malaxis sagittata, Pachicentria varingiaefolia, dan Corrybas mucronatus), sedangkan tanaman yang diintroduksi antara lain Dendrobium jecobsoni, Agathis loranthifolia, Pinus merkusii dan Maesopsis eminii. Tanaman introduksi tersebut sengaja dimasukkan oleh para peneliti ke dalam kawasan.

(40)

Secara umum jenis vegetasi dapat dibagi dalam tiga zona hutan. Urutan ketinggian dari ketiga zona hutan tersebut adalah zona hutan Sub Montana, zona hutan Montana, dan zona hutan Sub Alpin.

1. Hutan Sub Montana

Zona ini merupakan batas terluar taman nasional yang mempunyai tinggi 1000 – 1500 mdpl. Spesies di kawasan ini berupa jenis rasamala (Altingia excelsa). Hutan ini ditandai dengan tiga lapisan tajuk. Lapisan tajuk teratas didominasi oleh jenis rasamala (Altingia excelsa), yang tinggi tajuk teratasnya dapat mencapai 60 m. Jenis lainnya yang menonjol berturut-turut adalah saninten (Castanopsis argentea) dan Antidesma tentandrum. Lapisan tajuk kedua berupa jenis perdu dan semak, diantaranya Ardisia fulginosa, Dichera febrifuga, Pandanus laizrox, Pinanga sp, dan Lapotea stimulans. Pada lapisan tajuk ketiga terdapat berbagai jenis tumbuhan bawah, epifit, dan lumut antara lain begonia, paku-pakuan, anggrek, dan lumut merah (Sphagnum gedeanum).

2. Hutan Montana

Zona ini berada di ketinggian 1500 – 3000 mdpl dicirikan oleh adanya dominasi pohon bertajuk besar. Pohon pada lapisan atas mempunyai pertumbuhan yang jarang, sedangkan lapisan tajuk tumbuhan bawah mempunyai pertumbuhan yang rapat. Lapisan tajuk tumbuhan bawah ini berupa semak rendah, sedang dan tinggi. Jenis tumbuhan yang mudah dikenal yaitu puspa (Schima wallichii), ki putri (Podocarpus neriifolius), jamuju (Podocarpus imbricatus), rasamala (Altingia excelsa), dan kiracun (Macropanax dispermum). Jenis tumbuhan bawah berupa paku-pakuan, epifit, seperti Dendrobium sp., Arundina sp., Cymbidium sp., dan Calanthe sp.

3. Hutan Sub Alpin

Zona ini merupakan zona hutan teratas pada taman nasional dengan ketinggian >3000 mdpl. Ciri yang menonjol adalah keanekaragaman tumbuhannya semakin berkurang seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat. Kerapatan tumbuhan pada zona ini sangat tinggi. Lapisan tajuk pada zona ini terdiri dari satu lapis dan didominasi oleh pohon-pohon pendek, antara lain cantigi gunung (Vaccinium varingiaefolium), Rhododendron retusum, dan Myrsine avenis. Jenis tumbuhan lain yang mudah ditemukan adalah lumut. Tumbuhan

(41)

lumut banyak terdapat pada batang pohon, permukaan batuan, dan di tanah. Jenis lumut yang hidup pada batang pohon adalah lumut janggut. Di daerah puncak terdapat jenis tumbuhan yang khas, yaitu edelweis jawa (Anaphalis javanica) yang sangat terkenal di kalangan pecinta alam karena bunganya terlihat tidak pernah layu.

4.1.7 Fauna

Kawasan TNGGP mempunyai beberapa jenis satwa, baik dari jenis primata, mamalia, burung, dan bermacam satwa kecil. TNGGP merupakan kawasan yang memiliki jenis burung tertinggi di Pulau Jawa, yaitu sekitar 53% atau 260 jenis dari 460 jenis burung di Jawa dapat ditemukan di kawasan ini. Selain itu, 19 dari 20 jenis burung endemik di pulau Jawa hidup di kawasan ini. Satwa di kawasan TNGGP sudah tergolong langka, antara lain:

1. Jenis primata seperti owa jawa (Hylobates moloch) dan surili jawa (Presbytis comata),

2. Jenis mamalia seperti macan tutul (Panthera pardus), anjing hutan (Cuon alpinus), dan trenggiling (Manis javanica),

3. Jenis burung seperti alap-alap (Accipiter soloensis), betet (Lanios scaeh), dan kutilang (Pycnonotus aurigaster).

Jenis satwa yang populasinya masih banyak antara lain:

1. Jenis primata seperti kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung (Presbytis cristata),

2. Jenis mamalia besar seperti kancil (Tragulus javanicus), babi hutan (Sus scrofa spp), dan muncak (Muntiacus muntjak).

3. Jenis mamalia kecil seperti sigung (Mydaus javanensis), kucing hutan (Felix bengalensis), tikus hutan (Rattus lepturus), dan bajing terbang (Galeopterus varegatus).

4.1.8 Kondisi sosial ekonomi daerah penyangga

Sebagian besar masyarakat (kurang lebih 75%) di sekitar kawasan TNGGP bermata pencaharian di bidang pertanian (land based activity), sehingga memerlukan lahan dalam pelaksanaan kegiatannya sehari-hari. Namun, sekitar 40% diantaranya adalah buruh tani yang tidak mempunyai lahan dan tergantung

(42)

pada lahan orang lain. Disamping itu, tingkat kepemilikan lahan rata-rata perkeluarga relatif kecil, yaitu < 0,25 ha sehingga intensitas garapan sangat tinggi.

Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat tersebut (70%) hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang demikian menimbulkan berbagai permasalahan yang merupakan tekanan terhadap kawasan dan sumberdaya alam TNGGP. Tekanan yang terjadi pada kawasan dan sumberdaya alam TNGGP berupa masyarakat yang mengalih fungsikan hutan dan memanfaatkan sumberdaya alam secara berlebihan. Salah satu tekanan tersebut berada pada Desa Ciputri. Masyarakat Desa Ciputri yang sebagian besar bermata pencarian petani mengakibatkan fungsi kawasan hutan berubah menjadi lahan pertanian.

4.2 Kondisi Fisik Desa Ciputri

Desa Ciputri merupakan Desa yang memiliki luas ± 636 ha. Secara administratif Desa Ciputri termasuk dalam Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Berdasarkan data monografi desa tahun 2011, batas-batas Desa Ciputri meliputi:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciherang. 2. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibeureum. 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Galudra.

Desa Ciputri memiliki sekitar kepala keluarga 2.772 (KK) dengan jumlah penduduk sebanyak 10.048 jiwa dengan rincian 5.235 jiwa merupakan penduduk laki-laki dan 4.813 jiwa penduduk perempuan. Sebagian besar 80% masyarakat Desa Ciputri bermata pencaharian sebagai petani, dan sebanyak 200 KK masih memanfaatkan kawasan TNGGP. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Ciputri 50% Sekolah Dasar (SD), 40% tidak tamat SD, 15% Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 5% Sekolah Menengah Atas (SMA) (Pemdes Ciputri 2011).

Desa Ciputri termasuk desa dengan iklim tropis yang memiliki tipologi dataran rendah, berbukit dan bergunung-gunung. Jenis tanah di Desa ini adalah jenis Podsolik-Andosol yang subur. Desa ini sudah memiliki jalan aspal dengan jarak dari kota kecamatan 6,20 km dan dapat ditempuh menggunakan kendaraan pribadi dengan waktu 30 menit, sedangkan jarak dari kota kabupaten 14,60 km

(43)

dan dapat ditempuh menggunakan kendaraan pribadi dalam waktu 45 menit (Pemdes Ciputri 2011).

4.3 Pendidikan Konservasi di Desa Ciputri

Pendidikan konservasi yang ada di Desa Ciputri salah satunya adalah program adopsi pohon. Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon adalah salah satu upaya merehabilitasi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang terdegradasi akibat pengolahan lahan pertanian yang mengabaikan kaidah konservasi, sehingga terjadinya kawasan kritis dan miskin vegetasi yang kondisinya saat ini masih dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai lahan pertanian kebun sayur-mayur. Tujuan dari program ini adalah merestorasi kondisi kawasan Ekosistem Hutan Produksi Perum Perhutani di Resort Sarongge, memberikan alternatif mata pencaharian di luar kawasan kepada masyarakat sekitar melalui keikut sertaan masyarakat pada kegiatan adopsi pohon, mengalihkan ketergantungan masyarakat sekitar terhadap kawasan sehingga dapat mengurangi gangguan terhadap kawasan untuk optimalisasi fungsi kawasan TNGGP. Kelompok sasaran dalam program pendidikan konservasi adopsi pohon di Desa Ciputri adalah semua masyarakat yang menggarap di lahan taman nasional sebesar 200 KK (BBTNGGP 2008).

Teknis Program Adopsi Pohon yaitu penanaman dan pemeliharaan pohon dengan pembiayaan minimal selama tiga tahun dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Program Adopsi Pohon berlaku dan terbuka bagi perorangan, kelompok

masyarakat maupun perusahaan/lembaga,

2. Jangka waktu Program Adopsi Pohon adalah tiga tahun, 3. Adopsi pohon akan dilakukan dalam hitungan pohon,

(44)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Program Adopsi Pohon sebagai Bentuk Pendidikan Konservasi di Desa Ciputri

5.1.1 Sejarah Program Adopsi Pohon

Pada tahun 1982 TNGGP memiliki kawasan seluas 15.196 ha. Berdasarkan SK Menhut No.174/Kpts-II/VI/03 tanggal 10 Juni 2003 terjadi perluasan kawasan menjadi 21.975 ha. Lahan perluasan tersebut awalnya dikelola oleh Perum Perhutani. Pada masa pengelolaan Perum Perhutani masyarakat diperbolehkan memanfaatkan lahan dengan pola tumpang sari (Sudiono 1994). Perubahan status lahan Perhutani menjadi lahan kawasan Taman Nasional membuat masyarakat tidak lagi diperbolehkan menggarap lahan tersebut. Namun, masih ada masyarakat Desa yang memanfaatkan lahan tersebut setelah menjadi kawasan TNGGP, antara lain masyarakat Desa Ciputri.

Pemanfaatan lahan kawasan TNGGP oleh masyarakat Desa Ciputri sebagai kebun sayur mayur dapat menurunkan kualitas sumberdaya alam dan merusak ekosistem karena adanya penebangan hutan yang dijadikan kebun sayur mayur dan penggunaan pupuk kimia dalam pemeliharaan tanaman di kebun. Hal ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh TNGGP. Namun, untuk menangani masalah tersebut pihak pengelola TNGGP mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan konservasi.

Pada tahun 2003 pihak TNGGP melaksanakan pendidikan konservasi antara lain: mengadakan penyuluhan tentang konservasi hutan, diskusi mengenai kebakaran hutan, dan sering mengirim masyarakat Desa untuk mengikuti pelatihan kehutanan dan pelatihan pengembangan bisnis. Kegiatan-kegiatan pendidikan konservasi tersebut belum bisa menangani masalah ketergantungan masyarakat terhadap kawasan karena sebanyak 70% masyarakat di Desa Ciputri bermata pencarian petani dan tidak memiliki lahan sendiri.

Pada tahun 2005 diadakan pertemuan antara pihak TNGGP, Green Radio dan perwakilan masyarakat Desa Ciputri untuk membicarakan masalah petani yang masih memanfaatkan kawasan TNGGP sebagai kebun sayuran dan mencari jalan keluarnya. Perwakilan masyarakat mengatakan akan meninggalkan kawasan

(45)

TNGGP bila ada mata pencaharian pengganti yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga pihak TNGGP dan Green Radio memberikan jalan keluar berupa Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon.

Pada tahun 2008 masyarakat Desa Ciputri berdiskusi mengenai Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon dan membuat perjanjian dengan pihak TNGGP (Lampiran 5) yang berlaku selama tiga tahun. Pada tanggal 28 Agustus 2008 Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon terbentuk. Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon adalah salah satu upaya merehabilitasi kawasan TNGGP yang terdegradasi akibat pengolahan lahan pertanian yang mengabaikan kaidah konservasi, sehingga membentuk kawasan kritis dan miskin vegetasi (TNGGP 2008). Program ini bertujuan untuk 1) merestorasi kondisi kawasan TNGGP di Resort PTN Sarongge, 2) memberikan alternatif mata pencaharian di luar kawasan kepada masyarakat sekitar melalui keikutsertaan masyarakat pada program adopsi pohon, 3) mengalihkan ketergantungan masyarakat sekitar terhadap kawasan sehingga dapat mengurangi gangguan terhadap kawasan untuk optimalisasi fungsi kawasan TNGGP (TNGGP 2008).

Luas lahan kawasan TNGGP yang akan ditanami pohon seluas 37 hektar (ha) yang akan dikelola bersama masyarakat. Program diikuti 200 Kepala Keluarga (KK) Desa Ciputri yang menggarap di lahan kawasan TNGGP sebagai kebun sayur, dan masyarakat yang bersedia meninggalkan lahan kawasan TNGGP akan mendapatkan sertifikat dari pihak TNGGP dan Green Radio.

Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon juga dapat mendorong masyarakat luas, baik warga negara Indonesia maupun asing agar lebih peduli terhadap lingkungan dan konservasi alam melalui penanaman pohon-pohon untuk perbaikan dan pemulihan kawasan hutan yang rusak di dalam kawasan taman nasional. Program tersebut berharap kepada semua komponen masyarakat, baik perorangan, kelompok masyarakat, maupun organisasi/lembaga dapat belajar dan memahami permasalahan konservasi alam yang ada, untuk kemudian terlibat dan berperan-serta secara sukarela, aktif, dan berkontribusi pendanaan untuk pelaksanaan Program Pendidikan Konservasi Adopsi Pohon (TNGGP 2008).

Gambar

Gambar 3   Media  pelaksanaan  pendidikan  konservasi.  (a)  melalui  media                   komunikasi (Radio), (b) melalui perkumpulan ibu PKK, (c) melalui
Gambar 4  Komposisi responden yang ikut dan tidak ikut program  pendidikan                      konservasi berdasarkan  jenis kelamin
Gambar 5  Komposisi responden yang mengikuti program pendidikan konservasi    dan responden yang tidak mengikuti pendidikan konservasi  berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 8 Perilaku masyarakat Desa Ciputri
+2

Referensi

Dokumen terkait

jtisapd; rhpahd epiyia gpd;tUk; ve;j ntz; tpsf;f tiuglk;

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Audit Parter Industry Specialization , Ukuran Perusahaan, Leverage , dan Rugi Tahun

Adapun tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar ilmu pengetahuan sosial pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Swasta

People, where the Company needs more competent and representative agency to deliver good information about this Life Insurance’s product to customer especially

íò Persepsi Responden Tiap Variabel Penelitian ……… ëè.. Þò Hasil Uji Validitas dan

[r]

Perkara ini telah diputuskan oleh Fatwa di Malaysia yang menjelaskan bahawa sebarang proses rawatan IVF ini perlu dilakukan dalam ikatan perkahwinan yang sah dan adalah

Konsumen juga membayar harga yang tinggi untuk jeruk dan pisang, namun harga tidak berfluktuasi dengan tajam, karena komoditi tersebut tidak nyata dipengaruhi oleh