• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TELUR AYAM RAS DI KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TELUR AYAM RAS DI KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TELUR AYAM RAS DI

KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH

(The Analysis of Marketing Efficiency Egg’s Layer in Kendal Region

Central Java)

MUKSON,S.I.SANTOSA,H.SETIYAWAN danB.SURYANTO

Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang

ABSTRACT

The aim of this research was to know: 1) The pattern and marketing margin of egg’s layer, 2) Marketing efficiency rate of egg’s layer, 3) The effect of pattern and margin to marketing efficiency egg’ layer in Kendal Region Central Java. This research had been done during one month, August until to September 2003 in Kendal Region, Central Java. Research had been done with the method of survey. Sample consisted of layer breeder and the medium institute in marketing distribution of egg’s layer. Sample of producer taken by "purposive sampling" based on criteria of scale ownership, while sample of the marketing institute taken by "accidental sampling". The analysis of data conducted descriptively and statistically. The pattern of marketing distribution of egg’s layer, margin and marketing efficiency determined based on distribution pattern, marketing cost and profit, start from producer until consumer. The effect of pattern and margin to marketing efficiency. The efficiency rate based by price difference sell of the producer at the price of buying consumer. Influence of pattern and margin to marketing efficiency analysed with the doubled linear model statistic, that was: Y = a + b1x1 + b2x2 + e, where Y = marketing efficiency, and x1 = marketing margin, and x2 = pattern. The result of research indicate that the pattern of marketing distribution of egg’s layer follow 4 pattern that was 1) long: farmer–big merchant–market merchant–retailer–consumer, 2) medium: farmer–market merchant–retailer–consumer, 3) short: farmer–retailer–consumer and 4) direct: farmer–consumer. The average of marketing margin for the pattern of 1 = Rp. 1300/kg, pattern 2 = Rp. 678,57/kg and pattern 3 = Rp. 575/kg. Marketing efficiency was inclusive of efficient, that was equal to 86,75%. The variable of pattern and margin had an effect on very real (P<0,01) to marketing efficiency, with design was: Y = 103.816 + 0,002 x1**–6,524x2** and the value R2 equal to 0,92.

Key Word: Marketing Efficiency, Egg’s Layer

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Pola dan marjin pemasaran telur ayam ras, 2) Tingkat efisiensi pemasaran telur ayam ras dan 3) Pengaruh pola dan margin terhadap efisiensi pemasaran telur ayam ras di Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan yaitu awal bulan Agustus sampai dengan September 2003 di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Penelitian dilakukan dengan metode survei. Sampel terdiri dari peternak ayam ras dan lembaga perantara dalam distribusi pemasaran telur ayam ras. Sampel produsen diambil secara “purposive sampling” berdasarkan kriteria skala pemilikan ternak, sedangkan sampel lembaga pemasaran diambil secara “accidental sampling”. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan secara statistik. Pola distribusi pemasaran telur ayam ras, marjin dan efisiensi pemasaran ditentukan berdasarkan pola distribusi, biaya pemasaran dan keuntungan mulai dari produsen sampai konsumen. Tingkat efisiensi didasarkan perbedaan harga jual produsen dengan harga beli konsumen. Pengaruh pola dan margin terhadap efisiensi pemasaran dianalisis dengan model statististik linier berganda, yaitu: Y = a + b1 x1 + b2 x2 + e, dimana Y = efisiensi pemasaran, dan x1 = margin, dan x2 = pola pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola distribusi pemasaran telur mengikuti 4 pola yaitu: 1) panjang: peternak–pedagang besar–pedagang pasar–pedagang eceran–konsumen, 2) sedang: peternak–pedagang pasar –pedagang eceran–konsumen, 3) pendek: peternak–pedagang eceran–konsumen dan 4) langsung: peternak– konsumen. Rata–rata marjin pemasaran untuk pola I = Rp. 1300/kg, pola II = Rp. 678,57/kg dan pola III = Rp. 575/kg. Efisiensi pemasaran termasuk efisien, yaitu sebesar 86,75%. Variabel margin dan pola berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap efisiensi pemasaran, dengan persamaan Y = 103.816 + 0,002 x1**–6,524x2** dan nilai R2 sebesar 0,92.

(2)

PENDAHULUAN

Telur ayam ras merupakan salah satu produk pangan hasil ternak yang mempunyai peran sangat penting dan strategis dalam pemenuhan gizi masyarakat. Di samping harganya relatif murah, telur ayam ras juga mempunyai kandungan gizi tinggi, terutama protein dan nilai cerna oleh tubuh yang tinggi pula. Kondisi ini menyebabkan permintaan telur ayam ras oleh masyarakat dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Faktor lain yang menyebabkan peningkatan permintaan telur ayam ras adalah meningkatnya jumlah penduduk, perbaikan ekonomi masyarakat dan kesadaran akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan tubuh manusia.

Kondisi dan gambaran tersebut merupakan peluang besar bagi produsen atau pengusaha peternakan khususnya bidang perunggasan ayam ras petelur untuk memenuhi permintaan masyarakat. Peluang permintaan yang besar juga dicerminkan adanya indikasi bahwa konsumsi telur saat ini masih di bawah standar norma kecukupan gizi yang dianjurkan, yaitu sebesar 4,7 kg/kapita/tahun. Sedangkan konsumsi telur saat ini baru dicapai sebesar 3,19 kg/kapita/tahun (DINAS PETERNAKAN

PROPINSI JAWA TENGAH, 2004).

Pemasaran telur yang dilakukan oleh produsen biasanya menggunakan berbagai lembaga pemasaran agar produk telur ayam ras sampai ke tangan konsumen. Proses ini memerlukan biaya pemasaran yang akan digunakan untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Hal ini perlu adanya perhatian masalah efisiensi pemasaran agar telur sampai di tangan konsumen dengan harga yang wajar dan lembaga pemasaran yang terlibat masih mampu menjalankan fungsi pemasaran secara baik. Menurut SAEFILDIN dalam SUDIYONO

(2002) disebutkan bahwa ada 3 syarat pokok yang harus dipenuhi dalam memperbaiki efisiensi penetapan harga yaitu: 1) terjaminnya banyak alternatif pilihan bagi konsumen pada pasar output, 2) perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen harus mampu mencerminkan biaya pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran dan 3) adanya kebebasan lembaga pemasaran untuk masuk dan keluar pasar.

Cara atau indikator untuk mengukur efisiensi pemasaran antara lain adalah marjin

pemasaran, penetapan harga di tingkat konsumen, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan intensitas persaingan pasar. Namun dari indikator-indikator tersebut dalam penelitian ini akan dikaji efisiensi pemasaran yang berhubungan dengan penetapan harga di tingkat konsumen kaitannya dengan marjin dan pola saluran pemasaran, khususnya pada produk telur ayam ras di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini diharapkan akan tersedia data atau informasi tentang efisiensi pemasaran telur ayam ras, marjin dan pola pemasaran serta pengaruh dari variabel marjin dan pola saluran/distribusi terhadap efisiensi pemasaran.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Dipilihnya Kabupaten Kendal dengan pertimbangan merupakan daerah yang populasi ayam ras petelur paling banyak di Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dimulai pada awal bulan Agustus sampai bulan September 2003.

Penelitian dilakukan dengan metode survai, yaitu dengan mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data (SINGARIMBUN dan

EFFENDI, 1989). Penentuan lokasi kecamatan ditentukan dengan “purposive sampling”, yaitu dipilih kecamatan-kecamatan yang populasi ayam ras petelur cukup banyak di Kabupaten Kendal. Dipilih 4 (empat) kecamatan, yaitu : Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Boja, Kecamatan Singorojo dan Kecamatan Limbangan. Sampel produsen (peternak) ditentukan secara “purposive sampling” berdasarkan jumlah/skala usaha ternak yang dipelihara. Penyebaran sampel peternak dan skala usaha di tiap-tiap lokasi kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Penentuan sampel lembaga pemasaran ditentukan secara “accidental sampling”, dengan mengikuti alur distribusi produk telur, dimulai dari pedagang besar sampai konsumen. Jumlah sampel untuk masing-masing lembaga pemasaran adalah: pedagang besar 25 orang, pedagang pasar 32 orang dan pedagang eceran sebanyak 40 orang. Jumlah keseluruhan ada 97 orang sebagai lembaga perantara dalam proses pemasaran telur.

(3)

Tabel 1. Penyebaran sampel peternak produsen telur

ayam ras petelur di lokasi penelitian Lokasi

kecamatan Jumlah sampel peternak (orang) Skala kepemilikan ternak (ekor) Boja 2 <10.000 Sukorejo 2 10.000–20.000 Sukorejo 1 >20.000 Singorojo 1 >20.000 Limbangan 1 >20.000

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden produsen dan responden lembaga pemasaran (pedagang besar, pedagang pasar dan pedagang eceran) berdasarkan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya, sedangkan data sekunder diambil dari lembaga/instansi yang terkait dengan masalah penelitian. Data primer antara lain meliputi identitas responden, penentuan harga jual dan harga beli, pola saluran pemasaran, biaya pemasaran dan keuntungan usaha.

Data dianalisis secara deskriptif dan statistik. Model analisis data yang digunakan dalam penelitian meliputi beberapa hal yaitu: 1. Untuk mengetahui pola distribusi

pemasaran telur dianalisis dengan mengikuti jalur pemasaran produk telur ayam ras dari produsen sampai konsumen. 2. Analisis marjin pemasaran dihitung

berdasarkan biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan (profit lembaga pemasaran). Disamping itu marjin pemasaran juga dapat dirumuskan dengan cara menghitung selisih antara harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen. Marjin pemasaran dalam penelitian ini dirumuskan sesuai petunjuk SUDIYONO (2002) sebagai

berikut: m n M = ∑ ∑ Cij + ∑ πj 1=l j=l Dimana: M = Marjin pemasaran

Cij = biaya pemasaran utnuk

melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke-j Pj = keuntungan yang diperoleh

lembaga pemasaran ke-j m = jumlah jenis biaya pemasaran n = jumlah lembaga pemasaran 3. Analisis efisiensi pemasaran dilihat dari

share harga yang diterima produsen sesuai petunjuk FANANI (2002). Pf SPf = x 100% Pr Dimana: SPf = Efisiensi Pemasaran (%)

Pf = harga di tingkat peternak (Rp./kg)

Pr = harga di tingkat konsumen (Rp./kg)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pemasaran telur ayam dianalisis dengan regresi linier berganda dengan rumus sesuai petunjuk SUGIYONO (2002).

Y = a + b1x1 + b2x2 + e Dimana:

Y = Efisiensi pemasaran (%) x1 = margin pemasaran (Rp./kg) x2 = pola pemasaran (skor)

e = error

HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas responden peternak dan lembaga pemasaran

Indikator yang dijadikan identitas responden antara lain adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai peternak dan pedagang/usaha pemasaran. Indikator tersebut untuk menggambarkan keragaan sumberdaya manusia dalam kegiatan bidang peternakan baik sebagai produsen maupun pedagang/ lembaga pemasaran yang berfungsi membantu dalam distribusi telur mulai dari produsen sampai ke tangan konsumen. Hasil penelitian tentang identitas responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

(4)

Tabel 2. Identitas responden peternak produsen dan lembaga pemasaran Identitas Produsen n=7 n=25 PB n=32 PP N=40 PE Umur (tahun) 25–50 51–60 >60 7 (100%) - - 25 (100%) - - 30 (97,75%) 2 (6,25%) - 35 (87,25%) 5 (12,5%) - Pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA - 1 (14,29%) 2 (28,57%) 4 (57,14%) - 2 (8,0%) 9 (36,0%) 14 (56%) - 5 (15,63%) 20 (62,5%) 7 (21,87%) 6 (15%) 18 (45%) 9 (22,5%) 7 (17,5%) Pengalaman (tahun) 1−5 6−10 >10 2 (28,58%) 2 (28,58%) 3 (42,85%) 8 (32%) 12 (48%) 5 (20%) 15 (46,88%) 15 (46,88%) 2 (6,25%) 7 (17,5%) 20 (50,0%) 13 (32,5%) PB = Pedagang besar PP = Pedagang pasar PE = Pedagang eceran

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa umur produsen maupun lembaga pemasaran (pedagang besar, pedagang pasar dan pedagang eceran) sebagian besar berumur 25–50 tahun, dan termasuk dalam kelompok umur produktif. Kelompok umur ini sangat produktif dan potensial untuk beraktivitas dalam rangka mengembangkan usaha.

Pendidikan responden peternak dan lembaga pemasaran sebagian besar pada tingkat tamat SLTP dan SLTA, terutama produsen dan pedagang besar, sedangkan pada pedagang eceran ada yang masih tidak tamat SD (15%). Dilihat dari tingkat pendidikan sudah termasuk tinggi, hal ini diharapkan sangat mendukung dalam menyerap berbagai informasi tentang kegiatan yang terkait dengan bidang usaha peternakan maupun tentang pemasaran.

Pengalaman beternak atau usaha pemasaran telur cukup bervariasi. Pada produsen yang mempunyai pengalaman beternak di atas 10 tahun ada 3 orang (42,85%), sisanya masing– masing sebanyak 2 orang mempunyai pengalaman 5–10 tahun dan 1–5 tahun. Pengalaman lembaga pemasaran sebagian besar berada pada kisaran 6–10 tahun. Pengalaman beternak maupun usaha

pemasaran telur yang semakin lama diharapkan dapat lebih mengetahui dan mendalami tentang manajemen usaha yang dilakukan, sehingga mampu mengantisipasi persoalan yang ada. Menurut MOSHER (1965) semakin tinggi tingkat pengetahuan dan ketrampilan mengakibatkan petani peternak lebih dinamis, aktif dan terbuka dalam mengadopsi suatu teknologi. Kondisi ini penting mengingat saat ini diperlukan pengetahuan dan pemahaman secara baik tentang perkembangan usaha yang semakin cepat baik teknologi maupun aspek pemasaran.

Analisis pola pemasaran telur di lokasi penelitian

Peternak sebagai produsen telur ayam ras di daerah penelitian dalam memasarkan produknya sampai di tangan konsumen menggunakan berbagai pola pemasaran. Pola saluran distribusi yang banyak digunakan oleh peternak adalah saluran distribusi panjang, yaitu melalui pedagang besar, pedagang pasar dan pedagang eceran. Pola-pola pemasaran yang digunakan dapat diilustrasikan sebagai berikut:

(5)

Pola saluran distribusi panjang (Pola I) Produsen-Pedagang Besar-Pedagang Pasar-Pedagang Eceran-Konsumen

Pola saluran distribusi sedang (Pola II) Produsen–Pedagang Pasar–Pedagang Eceran– Konsumen

Pola saluran distribusi pendek (Pola III) Peternak–Pedagang Eceran–Konsumen Pola saluran distribusi langsung (Pola IV) Produsen–Konsumen

Saluran distribusi tersebut sesuai dengan pendapat MURSID (1997) yang menyatakan

bahwa secara fisik pola-pola pemasaran terbagi dalam mata rantai saluran distribusi, yaitu saluran distribusi panjang, saluran distribusi sedang, saluran distribusi pendek dan saluran distribusi langsung.

Pola-pola tersebut dilakukan agar produk telur ayam ras dapat terdistribusi secara cepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dari sisi waktu, tempat dan kegunaan barang. Gambaran pola saluran pemasaran telur masing-masing peternak produsen dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 menunjukkan bahwa produsen menggunakan berbagai pola saluran pemasaran, sebanyak 3 produsen menggunakan 3 gabungan pola saluran yaitu panjang, sedang dan langsung, 2 produsen menggunakan 2 gabungan pola yaitu panjang dan langsung, 2 produsen menggunakan gabungan pola yaitu pendek dan langsung. Digunakan pola-pola tersebut kemungkinan didasarkan pada kapasitas

produksi telur yang dihasilkan dan wilayah/ daerah pemasaran. Hasil ini sesuai pendapat KOTLER (1987) dan SWASTA dan IRAWAN

(1990) bahwa produsen besar biasanya menggunakan saluran distribusi panjang karena produk yang dihasilkan agar dapat memenuhi permintaan pasar/konsumen yang lebih luas dan penguasaan pasar. Hal ini juga terkait dengan sifat produk telur yang merupakan barang konvenien (convenience good), yaitu barang untuk kebutuhan konsumsi yang mempunyai karakteristik antara lain frekuensi pembelian relatif sering, dan tersedia secara luas, sehingga pemasarannya diusahakan dapat menjangkau konsumen yang luas. Di sisi lain telur termasuk produk yang bersifat high perisable sehingga sedapat mungkin segera untuk dipasarkan agar tidak banyak mengalami penurunan kualitas.

Marjin pemasaran

Marjin pemasaran merupakan selisih antara harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen atau merupakan jumlah biaya pemasaran dengan keuntungan yang diharapkan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Marjin pemasaran pada pola saluran distribusi panjang, sedang maupun pendek berbeda. Perbedaan ini disebabkan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat, biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dan tingkat keuntungan yang diharapkan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa pada saluran distribusi panjang marjin pemasaran adalah sebesar Rp. 1.300,00; pada Tabel 3. Gambaran pola saluran distribusi pemasaran telur di lokasi penelitian

Pola saluran distribusi pemasaran Peternak produsen

Panjang Sedang Pendek Langsung STY (Sukorejo) ARS (Sukorejo) SBD (Sukorejo) TWJ (Singorojo) AGF (Limbangan) KTY (Boja) SHD (Boja) Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ta Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya = dilakukan

(6)

saluran distribusi sedang sebesar Rp. 678,57 dan pada saluran distribusi pendek sebesar Rp. 582,00. Besarnya marjin tersebut mengindikasikan bahwa semakin panjang saluran distribusi maka marjin pemasaran akan semakin besar, sebaliknya semakin pendek saluran distribusi maka marjin pemasaran akan semakin kecil/berkurang. Berdasarkan Tabel 4. juga dapat dilihat bahwa pada pola I distribusi marjin pemasaran sebesar 24,35% untuk biaya pemasaran dan 75,64% sebagai keuntungan, pada pola II 22,64% biaya pemasaran dan 77, 36% keuntungan dan pada pola III biaya pemasaran sebesar 28,90% dan keuntungan 61,10%.

Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing pola pemasaran tergantung dari panjang pendeknya jalur pemasaran. Saluran distribusi panjang, biaya pemasaran yang dikeluarkan lembaga pemasaran sebesar Rp. 316,60, saluran distribusi sedang sebesar Rp. 153,57 dan saluran distribusi pendek sebesar Rp. 223,75. Biaya pemasaran pada saluran distribusi sedang lebih sedikit dibandingkan biaya pemasaran pada saluran distribusi pendek. Menurut RASYAF (1999) besar

kecilnya biaya pemasaran yang dikeluarkan tergantung dari panjang pendeknya jalur pemasaran dan peran fungsi tataniaga. Saluran distribusi yang pendek belum tentu mengeluarkan biaya pemasaran yang sedikit. Lembaga pemasaran yang banyak melakukan fungsi pemasaran menyebabkan biaya pemasaran yang dikeluarkan semakin besar. Besarnya marjin pemasaran pada setiap pola saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel 4.

Efisiensi pemasaran telur ayam ras

Masalah pemasaran komoditi pertanian pada dasarnya adalah bagaimana menyalurkan produk-produk pertanian dari produsen kepada konsumen dengan harga yang wajar dan biaya pemasaran minimal. Menurut DOWNEY dan

ERICKSON (1992) bahwa pemasaran hasil pertanian ditinjau dari bagian harga yang diterima oleh petani produsen dikatakan efisien apabila harga jual petani lebih dari 40% dari harga tingkat konsumen. Mengacu pada pendapat tersebut hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasaran telur ayam ras di Kabupaten Kendal sudah efisien, dengan tingkat efisiensi sebesar 86,75%. Atau dapat dikatakan bahwa bagian harga yang dinikmati oleh produsen sebesar 86,75% terhadap harga ditingkat konsumen. Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa pemasaran telur ayam ras ditinjau dari bagian harga yang diterima oleh peternak sudah melebihi batas 40%.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi pemasaran pada Pola I sebesar 80,03%, Pola II 89,36% dan Pola III 90,90%. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin pendek pola pemasaran yang digunakan maka pemasaran tersebut semakin efisien.

Menurut SUDIYONO (2002) strategi yang dapat dilakukan oleh produsen dan lembaga pemasaran untuk meningkatkan efisiensi pemasaran adalah dengan memperluas pasar dan memperkecil marjin pemasaran. Strategi memperluas pasar dapat ditempuh dengan memperbesar permintaan konsumen dan pelaksanaan pemasaran tertata. Perhitungan efisiensi pemasaran dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4. Marjin pemasaran pada setiap saluran distribusi pemasaran telur ayam ras

Pola pemasaran Komponan marjin

Pola I Pola II Pola III

Biaya pemasaran (Rp./kg) 316,60 (24,35%) 153,57(22,64%) 220 (38,26%) Keuntungan (Rp./kg) 983,40 (75,65%) 525 (77,36%) 355 (61,74%) Marjin (Rp./kg) 1300,00 (100%) 678,57 (100%) 575 (100%)

(7)

Tabel 5. Efisiensi pemasaran telur ayam ras dari tujuh responden

Pola pemasaran Harga di tingkat peternak (a) Harga di tingkat konsumen (b) Efisiensi pemasaran (a/b) x 100%

...…...…..(Rp./kg)……... …....(%)…....

Pola I 5210,00 6510,00 80,03

Pola II 5771,40 6450,00 89,36

Pola III 5743,75 6318,75 90,90

Rata-Rata 5575,05 6426,25 86,75

Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pemasaran telur ayam ras di kabupaten kendal

Efisiensi pemasaran telur sangat diharapkan oleh pelaku pasar mulai dari produsen sampai konsumen. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi pemasaran dicoba dianalisis dengan menggunakan model regresi linier berganda. Sebagai variabel dependen (Y) adalah efisiensi pemasaran sedangkan variabel independen adalah X1 = margin pemasaran, dan X2 = pola pemasaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan regresi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Y = 103,816 + 0,002 x1**−6,524x2**

nilai R2 = 0,92.

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan dengan uji F menunjukkan bahwa efisiensi pemasaran secara bersama-sama sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh variabel margin dan pola pemasaran. Hasil ini sesuai pendapat SUDIYONO (2002) bahwa

efisiensi pemasaran antara lain dipengaruhi oleh marjin pemasaran, harga, dan tingkat persaingan pasar.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,92,

yang berarti sebanyak 92,00% variabel dependen (efisiensi pemasaran) secara bersama-sama dipengaruhi oleh variabel independen ( margin dan pola pemasaran), sedangkan sisanya sebesar 8,00% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam model.

Secara parsial dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa variabel X1 (margin pemasaran) dan X2 (pola pemasaran) masing-masing secara sangat nyata (P<0,01)

mempengaruhi terhadap efisiensi pemasaran. Nilai koefisien regresi X1 (margin pemasaran) diperoleh hasil sebesar 0,002. Hasil ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan 1% marjin akan menaikkan efisiensi pemasaran sebesar 0,002%. Selanjutnya pada variabel X2 (pola pemasaran) diperoleh nilai koefisien regresi sebesar −6,534 yang dapat diartikan bahwa setiap kenaikan 1% pola akan menurunkan efisiensi pemasaran sebesar 6,524%. Hasil ini menunjukkan bahwa baik secara bersama-sama maupun secara parsial efisiensi pemasaran dipengaruhi oleh margin dan pola pemasaran.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang ”Analisis Efisiensi Pemasaran Telur Ayam Ras di Kabupaten Kendal” dapat disimpulkan sebagai berikut:

Ada 4 pola pemasaran yang digunakan oleh produsen telur ayam ras yaitu: a) Pola I (pola panjang: peternak – pedagang besar – pedagang pasar – pengecer – konsumen), Pola II (pola sedang: peternak - pedagang pasar – pengecer – konsumen), Pola III (pola pendek : peternak – pengecer –konsumen) dan Pola IV (pola langsung: peternak - konsumen).

Besar marjin pemasaran untuk pola I = Rp. 1300,00 /kg, pola II = Rp. 678,57/kg dan pola III = Rp. 575,00/kg. Besarnya marjin pemasaran tergantung dari panjang pendeknya pola pemasaran yang digunakan. Semakin panjang pola pemasaran yang digunakan maka marjin pemasaran akan semakin besar.

Efisiensi pemasaran telur ayam ras yang dilakukan peternak maupun lembaga perantara sudah termasuk efisien, yaitu sebesar 86,7%.

Variabel pola dan marjin pemasaran berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap

(8)

efisiensi pemasaran. Nilai R2 sebesar 0,92;

yang berarti efisiensi pemasaran dipengaruhi oleh variabel pola dan marjin pemasaran sebesar 92,00%, sedangkan sisanya sebanyak 8,00% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.

DAFTAR PUSTAKA

DINAS PETERNAKAN PROPINSI JAWA TENGAH. 2004.

Statistik Peternakan Propinsi Jawa Tengah, Ungaran Semarang.

DOWNEY, W.D. dan S.P. ERICKSON. 1992. Manajemen Agribisnis. Edisi Kedua. Erlangga, Jakarta. (Terjemahan: oleh ROCHIDAYAT).

FANANI, Z. 2002. Efisiensi Pemasaran Ayam

Pedaging Model Kemitraan di Kabupaten Malang. J. Ilmiah Ilmu Peternakan dan

Perikanan. 18: 1181–1190.

KOTLER,P. 1987. Dasar-Dasar Pemasaran. Edisi

ke-3. Penerbit Intermedia, Jakarta.

MOSHER, A.T. 1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV Yasaguna, Jakarta. MURSID, M. 1997. Manajemen Pemasaran. Bumi

Aksara, Jakarta.

RASYAF, M. 1999. Memasarkan Hasil Peternakan.

Penebar Swadaya, Jakarta.

SINGARIMBUN, M. dan S. EFFENDI. 1989. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta.

SUDIYONO, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. SUGIYONO. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan

ke-4. Penerbit Alfabeta, Bandung.

SWASTHA,B. dan IRAWAN. 1998. Pengantar Bisnis

Gambar

Tabel 1. Penyebaran sampel peternak produsen telur  ayam ras petelur di lokasi penelitian  Lokasi
Tabel 2. Identitas responden peternak produsen dan lembaga pemasaran  Identitas  Produsen  n=7  PB  n=25  PP  n=32  PE  N=40  Umur (tahun)  25–50  51–60  &gt;60  7 (100%) - -  25 (100%) - -  30 (97,75%) 2 (6,25%) -  35 (87,25%) 5 (12,5%) -  Pendidikan  Tid
Tabel 3 menunjukkan bahwa produsen  menggunakan berbagai pola saluran pemasaran,  sebanyak 3 produsen menggunakan 3 gabungan  pola saluran yaitu panjang, sedang dan  langsung, 2 produsen menggunakan 2 gabungan  pola yaitu panjang dan langsung, 2 produsen
Tabel 4. Marjin pemasaran pada setiap saluran distribusi pemasaran telur ayam ras  Pola pemasaran  Komponan marjin
+2

Referensi

Dokumen terkait

Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pada setiap pertemuan di siklus I, yaitu pertemuan 1, dan 2. Observasi untuk mengamati guru dan siswa. Hasil observasi

Untuk setiap pertanyaan, sudah disediakan pilihan jawaban, anda cukup Memberikan tanda ( √ ) pada jawaban yang anda inginkan dan diharapkan hanya memilih satu jawaban..

Dalam suatu teknologi jaringan diperlukan yang namanya.. manajemen jaringan yang berfungsi untuk

Hasil ini sama seperti yang didapatkan oleh Harold Wanebo pada penelitian 347 penderita kanker tiroid yang diobati dari tahun 1975 sampai 1992 di Divisi Bedah

Penerapan metode Economic Order Quantity, Safety Stock, Dan Reorder Point dalam Upaya Pengendalian Efisiensi Persediaan pada UD.. Sejahtera Kediri.Kediri : Universitas Nusantara

Dinas Sosial sekaligus sebagai pembimbing lapangan yang telah memberikan. bimbingan serta saran-saran dalam

Hasil penelitian ini, juga menunujukkan bahwa peningkatan yang bermakna tekanan darah sistolik dan diastolik hanya terjadi pada tikus Wistar jantan (p&lt;0,05)

Hasil penelitian tentang hubungan komunikasi orang tua dalam pendidikan seks dengan perilaku seks pranikah dapat dilihat pada tabulasi silang bahwa paling banyak