• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

A. Kajian Pustaka 1. Teori Agensi

Dalam teori agensi dinyatakan bahwa adanya kontrak antara pihak pemberi wewenang (principal) kepada pihak yang mendapatkan wewenang (agen) untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan pihak principal, dengan mendelegasikan beberapa otoritas pengambilan keputusan kepada pihak agen (Jensen dan Meckling, 1976).

Dalam sebuah perusahaan, teori agensi ini terimplementasi dalam hubungan antara pemilik saham dengan manajer. Pemilik saham (principal) memberikan wewenang kepada manajer (agen) untuk mengelola perusahaan agar menghasilkan kinerja dan return yang baik bagi pemilik saham.

Namun seperti yang disebutkan oleh Anthony dan Govindarajan (2009) bahwa menurut teori agensi setiap individu akan bertindak untuk kepentingan diri mereka sendiri. Seperti sifat dasar manusia yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Oleh karena itu teori agensi ini dapat memunculkan konflik kepentingan antara pemilik saham selaku principal dengan manajer selaku agen dalam perusahaan. Manajer bertugas memberikan laporan kinerja perusahaan kepada pemilik saham. Namun terkadang manajer tidak melaporkan keadaan perusahaan yang sebenarnya, karena laporan kinerja

(2)

tersebut berkaitan juga dengan kinerja para manajer perusahaan. Oleh karena itu dapat terjadi asymmetry information antara manajer dan pemilik saham.

Kepentingan manajemen dalam hal ini adalah meningkatkan kinerja perusahaan untuk dilaporkan kepada pemilik saham, dengan memanfaatkan penyusutan aset tetap untuk menekan beban pajak perusahaan. Sehingga kompensasi kinerja manajer yang diinginkan akan tercapai.

2. Teori Legitimasi

Dowling dan Pfeffer (1975) menjelaskan bahwa dalam teori legitimasi organisasi berusaha menciptakan keselarasan antara nilai-nilai sosial yang ada pada kegiatan organisasi dengan norma-norma yang ada pada lingkungan sosial dimana organisasi tersebut merupakan bagian dalam lingkungan sosial tersebut. Dasar teori legitimasi adalah “kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi. Ketika terdapat ketidakselarasan antara kedua sistem tersebut, maka akan muncul ancaman terhadap legitimasi perusahaan.

Kelangsungan hidup sebuah perusahaan juga bergantung pada hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sosial disekitar tempat perusahaan beroperasi. Teori legitimasi menyatakan bahwa sebuah organisasi harus berusaha meyakinkan masyarakat sekitar bahwa mereka beroperasi sesuai dengan batasan-batasan dan norma sosial yang ada.

Ghozali dan Chariri (2007) juga menjelaskan bahwa organisasi berusaha menciptakan keadaan dimana sebuah sistem nilai perusahaan

(3)

berjalan sesuai dengan sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan merupakan bagian dari sistem tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapat legitimasi dari masyarakat sekitar agar sebuah organisasi dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sebuah perusahaan atau organisasi juga dapat mengupayakan sejenis legitimasi dari masyarakat dengan cara melakukan aktivitas tanggung jawab sosial atau yang sering disebut sebagai Corporate Social Responsibility (CSR).

Salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan adalah melalui pemerintah. Perusahaan bisa bertanggung jawab sosial kepada masyarakat melalui pemerintah dengan cara membayar beban pajak sesuai dengan ketentuan, dan juga tidak melakukan penghindaran pajak. Karena dana pajak akan digunakan oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas Negara di berbagai sektor kehidupan untuk mencapai kesejahteraan umum (Yoehana, 2013).

Menurut Landolf (2006) penghindaran pajak perusahaan merupakan salah satu tindakan yang tidak bertanggung jawab sosial oleh perusahaan. Oleh karena itu penghindaran pajak tidak sesuai dengan prinsip CSR yang dilakukan perusahaan dalam upaya untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat.

3. Teori Stakeholder

Donaldson dan Preston (1995) dalam stakeholder theory mengatakan bahwa kinerja sebuah organisasi dipengaruhi oleh semua stakeholder

(4)

organisasi, oleh karena itu merupakan tanggung jawab manajerial untuk memberikan benefit kepada semua stakeholder yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan tidak beraktivitas hanya untuk kepentingan pemilik saham, melainkan juga bagi semua stakeholder lainnya (Pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain) (Ghozali dan Chariri, 2007). Sehingga sebuah perusahaan sangat bergantung pada dukungan stakeholder nya. Gray et al. (dalam Ghozali dan Chariri, 2007) mengatakan bahwa:

Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerful stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya.

Dalam teori stakeholder dinyatakan bahwa perusahaan harus bertanggung jawab terhadap semua pihak yang terkena dampak dari kegiatannya. Dengan kata lain, perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada pemilik saham saja, melainkan juga bertanggung jawab kepada semua stakeholder lain yang memiliki andil bagi perusahaan dan juga yang terkena dampak dari operasi perusahaan.

Corporate social responsibility merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada semua stakeholdernya. Oleh karena itu CSR merupakan hal yang penting bagi perusahaan.

Pemerintah sebagai regulator, merupakan salah satu stakeholder perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus memperhatikan kepentingan pemerintah. Salah satunya adalah dengan cara mengikuti semua peraturan

(5)

yang dibuat oleh pemerintah, ketaatan membayar pajak, dan tidak melakukan penghindaran pajak.

Menurut Landolf (2006) penghindaran pajak merupakan hal yang tidak bertanggung jawab sosial. Hal ini tidak sesuai dengan teori stakeholder yang menyebutkan bahwa perusahaan selalu mengusahakan dukungan dari stakeholder nya.

4. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) diperkenalkan pertama oleh John Elkington dalam bukunya yang berjudul “Cannibal With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998). Menurut Elkington, perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi (profit) saja, melainkan pula harus memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan (people).

Di Indonesia sendiri CSR mulai dikenal pada tahun 1990. Secara teoritis CSR memiliki beberapa kategori pendekatan, yaitu : pasif, reaktif, aktif dan proaktif. Pendekatan pasif, perusahaan cenderung menunggu sampai ada tekanan oleh otoritas dan pemangku kepentingan lain, kemudian merespon tuntutan mereka dengan kegiatan CSR. Sedangkan pendekatan reaktif, perusahaan melakukan CSR untuk mencegah potensi resiko ekologi dan sosial yang dapat menggangu nilai atau reputasi perusahaan.

(6)

layanan dan teknologi dapat menimbulkan bidang usaha baru. Sedangkan pendekatan proaktif, perusahaan sangat memperhitungkan kebutuhan yang ada, tetapi juga membentuk cara hidup berkelanjutan dan bisnis bersama dengan para pemangku kepentingan.

CSR adalah bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sosialnya. Menurut versi The World Business Council for Sustanaible Development (WBCSD) in fox, World Bank (2002) dalam Said, Achmad Lamo (2015), CSR merupakan sebuah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu faktor penting keberlangsungan hidup sebuah perusahaan (Lanis dan Richardson, 2012). Hal ini karena sebuah perusahaan membutuhkan dukungan para stakeholdernya untuk menjalankan operasional perusahaan. Sementara CSR adalah tindakan sosial sebagai bentuk tanggung jawab sebuah perusahaan terhadap semua stakeholdernya. Peraturan yang mengatur mengenai kegiatan CSR sebuah perusahaan terdapat dalam UU No. 40 Tahun 2007 Pasal 74.

Pada umumnya perusahaan menggunakan standar sustainability report yang dibuat oleh GRI (Global Reporting Initiative) sebagai acuan penyusunan pelaporan CSR. Dalam standar sustainability report yang dikembangkan oleh

(7)

GRI terdapat 6 dimensi pelaporan dari pertanggung jawaban sosial perusahaan, yaitu:

1. Ekonomi. 2. Lingkungan.

3. Praktek ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja. 4. Hak asasi manusia.

5. Masyarakat Sosial. 6. Tanggung jawab Produk.

Dalam penelitian ini menggunakan 2 jenis GRI, yaitu GRI G3.1 dan G4, untuk GRI G3.1 terdapat 84 indikator yang tersebar didalam 6 dimensi tersebut. Berikut ini merupakan indikator GRI G3.1 dan G4 yang digunakan dalam penelitian ini.

Table 2.1

Indikator Index GRI G3.1 Yang Digunakan Dalam Penelitian

Indikator Jumlah Item

Ekonomi 9

Lingkungan 30

Tenaga Kerja dan Pekerjaan yang Layak 15

Hak Asasi Manusia 11

Masyarakat Sosial 10

Tanggung Jawab Produk 9

Total Items 84

(8)

Table 2.2

Indikator Index GRI G4 Yang Digunakan Dalam Penelitian

Indikator Jumlah Item

Ekonomi 9

Lingkungan 34

Tenaga Kerja dan Kenyamanan Bekerja 16

Hak Asasi Manusia 12

Masyarakat Sosial 11

Tanggung Jawab Produk 9

Total Items 91

Sumber : GRI G4

Kerangka pelaporan yang dibuat GRI ini memiliki dimensi yang umum dan sektor yang spesifik, yang dapat diaplikasikan secara umum dalam pelaporan kinerja keberlanjutan sebuah perusahaan.

5. Leverage

Leverage adalah suatu tingkat kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva dan atau dana yang mempunyai beban tetap (hutang dan atau saham istimewa) dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan untuk memaksimalisasi kekayaan pemilik perusahaan (Oktiyatun, 2012). Permasalahan leverage akan selalu dihadapi oleh perusahaan, bila perusahaan tersebut menanggung sejumlah beban atau biaya, baik biaya tetap operasi maupun biaya finansial. Biaya tetap operasi merupakan beban atau biaya tetap

(9)

yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari fungsi pelaksanaan investasi, sedangkan biaya finansial merupakan beban atau biaya yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari pelaksanaan fungsi pendanaan.

Socio dan Nigro (2012) menyebutkan karakteristik tingkat perusahaan dan hubungan dengan leverage bervariasi sesuai dengan pandangan yang berbeda dari teori keuangan, yaitu:

1. The trade-off theory

Teori ini menyatakan bahwa perusahaan memilih leverage yang optimal setelah membandingkan kerugian dan keuntungan yang akan diperoleh dengan utang atau ekuitas.

2. The pecking order theory

Teori ini berhubungan dengan masalah informasi asimetris yang menegaskan bahwa nilai optimal leverage tidak ada.

Menurut (Kasmir, 2008) rasio solvabilitas atau leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi mempunyai ketergantungan pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat leverage rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri (Yulfaida, 2012).

(10)

Besar kecilnya utang yang dimiliki perusahaan akan sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya pajak yang dibayar. Hal ini dikarenakan biaya bunga dapat dikurangkan dalam menghitung pajak, sehingga utang dapat mempengaruhi secara langsung effective tax rate perusahaan. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat dari Noor (2010) yang menyebutkan bahwa perusahaan dengan jumlah utang yang lebih banyak memiliki nilai effective tax rate (ETR) yang lebih rendah karena pengeluaran biaya bunga akan mengurangi biaya pajak yang akan dikeluarkan oleh perusahaan.

Dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat leverage suatu perusahaan, peneliti memilih menggunakan Debt to Asset Ratio. Debt ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang atau seberapa besar hutang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva (Kasmir, 2008).

6. Intensitas Aset Tetap

Intensitas aset tetap merupakan rasio yang menandakan intensitas kepemilikan aset tetap suatu perusahaan dibandingkan dengan total aset (Ida dan Naniek, 2015). Kepemilikan aset tetap yang tinggi akan menghasilkan beban depresiasi atas aset yang besar pula, sehingga laba perusahaan akan berkurang akibat adanya jumlah aset tetap yang besar. Sehingga tingginya jumlah aset yang ada di perusahaan akan meningkatkan agresivitas pajak

(11)

perusahaan. Intensitas kepemilikan aset tetap dapat mempengaruhi beban pajak perusahaan karena adanya beban depresiasi yang melekat pada aset tetap.

PSAK no 16 (Revisi 2015) menyatakan aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif, dan diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode. Aset tetap memiliki nilai ekonomis yang akan terus menyusut nilainya sesuai dengan umur ekonomis yang ditetapkan. Penetapan kelompok-kelompok aktiva tetap diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.02.2009, yang terbagi ke dalam 2 jenis yaitu kelompok bangunan dan bukan bangunan.

Kelompok bukan bangunan dibagi ke dalam 4 kelompok yaitu : 1) Kelompok 1 dengan umur ekonomis 4 tahun

2) Kelompok 2 dengan umur ekonomis 8 tahun 3) Kelompok 3 dengan umur ekonomis 16 tahun 4) Kelompok 4 dengan umur ekonomis 20 tahun.

Sementara untuk kategori bangunan dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu:

1) Permanen dengan umur ekonomis 20 tahun 2) Tidak permanen dengan umur ekonomis 10 tahun.

(12)

Rasio intensitas aset tetap menggambarkan rasio atau proporsi aset yang diukur dengan membandingkan nilai buku jumlah aset tetap dengan nilai buku total aset perusahaan (Gupta dan Newberry, 1997). Setiap aset tetap yang dimiliki perusahaan akan memiliki beban depresiasi yang akan menimbulkan beban sehingga mengurangi total laba bersih perusahaan. Dalam manajemen pajak, depresiasi dapat dijadikan sebagai pengurang beban pajak. Seperti yang dijelaskan Hanum (2013) biaya depresiasi merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan dalam menghitung pajak, maka dengan semakin besar jumlah aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan maka akan semakin besar pula depresiasinya sehingga mengakibatkan jumlah penghasilan kena pajak dan tarif pajak efektifnya akan semakin kecil.

7. Komite Audit

Menurut Arens at al (2010), menjelaskan pengertian komite audit adalah:

“Audit committees is a selected number of members of a company's board of directors whose responsibilities include helping auditors remain independent of management. most audit committees are made up of three to five or sometimes as many as seven directors who are not a part of company management.”

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa umumnya komite audit itu terdiri dari tiga atau lima kadang tujuh orang yang bukan bagian dari manajemen perusahaan. Tujuan dibentuknya komite audit yaitu untuk menjadi penengah antara auditor dan manajemen perusahaan apabila terjadi perselisihan.

(13)

Komite audit merupakan sebuah komite yang memiliki tugas dan fungsi untuk mengawasi tata kelola perusahaan dan audit eksternal atas laporan keuangan perusahaan. Komite audit ini beranggotakan sedikitnya terdiri dari tiga orang yang berasal dari Komisaris Independen dan pihak luar Emiten atau Perusahaan Publik dan telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.04/2015. Komite audit diberikan tanggung jawab oleh dewan komisaris untuk memeriksa laporan keuangan yang masih terdapat kesalahan dalam pelaporannya, agar laporan keuangan tersebut dapat dipercaya.

Keberadaan Komite Audit sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan, terutama dari aspek pengendalian. Pada saat ini adanya Komite Audit yang efektif merupakan salah satu aspek dalam implementasi Good Corporate Governance.

8. Penghindaran Pajak

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang paling besar. Penerimaan negara terbesar ini harus terus ditingkatkan secara optimal agar laju pertumbuhan negara dan pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian sangat diharapkan kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya secara sukarela sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Ketidakpatuhan wajib pajak dapat menimbulkan upaya penghindaran pajak.

(14)

Menurut Robert H Anderson dalam Mohammad Zain (2007) Penghindaran pajak adalah cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak. Penghindaran pajak perusahaan merupakan salah satu tindakan yang tidak bertanggung jawab sosial oleh perusahaan (Landolf, 2006). Karena perusahaan yang melakukan penghindaran pajak dianggap tidak memberikan kontribusi kepada pemnerintah dalam rangka upaya mencapai kesejahteraan umum.

Penghindaran pajak dapat dibedakan dari penggelapan pajak (tax evasion), dimana penggelapan pajak terkait dengan penggunaan cara-cara yang melanggar hukum untuk mengurangi atau menghilangkan beban pajak, sedangkan penghindaran pajak dilakukan secara legal dengan memanfaatkan celah (loopholes) yang terdapat dalam peraturan perpajakan yang ada untuk menghindari pembayaran pajak, atau melakukan transaksi yang tidak memiliki tujuan selain untuk menghindari pajak.

Pembicaraan mengenai penghindaran pajak tidak dapat dilepaskan dari suatu pandangan bahwa karena tidak ada hukum yang dilanggar, penghindaran pajak seharusnya tidak dilarang. Setiap orang memiliki kebebasan untuk mengatur urusannya masing-masing sebagaimana dia kehendaki, dan selama tidak ada peraturan yang dilanggar maka otoritas pajak tidak dapat melakukan intervensi. Walaupun secara literal tidak ada hukum yang dilanggar, semua pihak sepakat bahwa penghindaran pajak merupakan sesuatu yang secara praktik tidak dapat diterima. Hal ini dikarenakan penghindaran pajak secara

(15)

langsung berdampak pada tergerusnya basis pajak, yang mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak yang dibutuhkan oleh Negara.

Penghindaran pajak dalam penelitian ini menggunakan effective tax rates (ETR). Effective tax rates adalah beban pajak dibagi dengan laba sebelum pajak. Menurut Lanis dan Richardson (2012) ETR digunakan sebagai proksi penghindaran pajak karena beberapa alasan, diantaranya adalah ETR menjadi proksi yang sering digunakan untuk mengukur penghindaran pajak dalam penelitian-penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Mills et al. (1998), Phillips (2003), Rego (2003), dan Dyreng et al. (2008). Rendahnya ETR juga menjadi indikator pertanda dari aktivitas penghindaran pajak oleh perusahaan (Gusti Maya Sari, 2014).

9. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang masalah penghindaran pajak telah banyak dilakukan, begitu pula dengan penelitian tentang masalah corporate social responsibility. Namun penelitian tersebut memiliki hasil yang masih in konsisten. Begitu pula penelitian yang menghubungkan leverage dan capital intensity dengan penghindaran pajak, dan penelitian yang menghubungkan komite audit dengan penghindaran pajak, masih memiliki hasil yang in konsisten. Berikut adalah uraian beberapa penelitian mengenai penghindaran pajak.

Pada tahun 2012 Lanis dan Richardson melakukan penelitian yang kali ini mencoba memberikan bukti empiris mengenai pengaruh corporate social responsibility terhadap agresivitas pajak yang diproksikan menggunakan

(16)

effective tax rates. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR perusahaan, maka semakin rendah tingkat agresivitas pajak perusahaan.

Penelitian lain yang menghubungkan corporate social responsibility dengan penghindaran pajak adalah penelitian yang dilakukan Watson (2012) dengan corporate social responsibility sebagai variabel independen dan effective tax rates sebagai variable dependen. Penelitian ini menemukan adanya hubungan negatif antara CSR dengan effective tax rates (ETR), yang berarti perusahaan yang melakukan CSR memiliki ETR yang rendah. ETR yang rendah menunjukan tingginya tingkat penghindaran pajak. Hal ini menunjukan bahwa CSR memiliki pengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lanis dan Richardson (2012) yang menemukan pengaruh negatif CSR terhadap penghindaran pajak.

Penelitian lain yang menghubungkan antara CSR dengan agresivitas pajak adalah penelitian yang dilakukan kembali oleh Lanis dan Richardson (2013) dengan tujuan untuk menguji teori legitimasi. Penelitian ini menggunakan agresivitas pajak yang diukur menggunakan ETR sebagai variabel independen, dan CSR sebagai variabel dependen. Penelitian ini menguji teori legitimasi yang digunakan Lanis dan Richardson dalam penelitian mereka sebelumnya yang menggunakan teori legitimasi sebagai landasan teori penelitian mereka. Penelitian ini menemukan bahwa agresivitas pajak berhubungan positif terhadap pengungkapan CSR. Hal ini berarti

(17)

semakin tinggi tingkat agresivitas pajak suatu perusahaan, maka semakin besar pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Penelitian ini memberikan hasil yang mendukung teori legitimasi.

Penelitian yang menghubungkan intensitas aset tetap dengan penghindaran pajak salah satunya yang dilakukan oleh Yasti, Siti dan Wahidatul (2013). Penelitian ini menggunakan ETR sebagai alat ukur variabel dependen penghindaran pajak. Variabel independen dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, tingkat hutang, intensitas persediaan, intensitas aset tetap, dan CSR. Hasil dari penelitian ini adalah intensitas aset tetap tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Hal ini berarti bahwa kegiatan investasi perusahaan dalam aset tetap (capital intensity) tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Hal ini diakibatkan perusahaan membuat kebijakan terhadap penyusutan aset tetap sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku sehingga perusahaan tidak perlu lagi melakukan koreksi fiskal terhadap aset tetap dalam melakukan perhitungan pajak terhutang untuk tahun pajak tersebut.

Penelitian lain yang menghubungan intensitas aset tetap dengan penghindaran pajak adalah Ajeng, Anita, dan Yuli Chomsatu (2016), variabel dependennya yaitu penghindaran pajak dengan alat ukurnya yaitu ETR, dan variabel independen dalam penelitian ini yaitu Ukuran perusahaan, Leverage, Intensitas modal, Komisaris Independen, Komite Audit, dan CSR. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa intensitas aset tetap berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Karena beban depresiasi dari aset yang dimiliki

(18)

perusahaan lebih besar sehingga mengakibatkan beban perusahaan yang besar pula. Karena hal tersebut maka laba yang diperoleh semakin kecil, sehingga berdampak pada pendapatan kena pajak yang kecil juga. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasti, Siti dan Wahidatul (2013) yang menyatakan bahwa intensitas modal tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

Penelitian yang menghubungkan tingkat pendanaan (Leverage) dengan penghindaran pajak, salah satunya dilakukan oleh Dyah dan Supriyadi (2015). Dalam penelitian tersebut menggunakan penghindaran pajak sebagai variabel dependen dan CSR, profitabilitas, leverage, komisaris independen sebagai variabel independen. Hasil penelitian ini adalah leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap praktik penghindaran pajak, karena pengaruh leverage terhadap penghindaran pajak dapat digambarkan dari keputusan pendanaan perusahaan.

Keputusan pendanaan terkait pendanaan dari pihak internal atau eksternal. Beban bunga yang muncul sebagai akibat pinjaman pihak ketiga yang dimilik perusahaan akan mengurangi laba kena pajak, sedangkan dividen yang berasal dari laba ditahan tidak menjadi pengurang laba kena pajak.

Penelitian lain yang menghubungkan tingkat pendanaan (leverage) dengan penghindaran pajak adalah Sri Mulyani, Darminto, dan Endang N.P (2013). Penelitian ini menggunakan leverage, koneksi politik, intensitas modal, dan reformasi perpajakan sebagai variabel independen, dan

(19)

penghindaran pajak sebagai variabel dependen. Hasil penelitiannya menyatakan leverage berpengaruh negative signifikan terhadap penghindaran pajak. Jika leverage meningkat maka penghindaran pajak turun atau dapat dikatakan tarif pajak efektifnya naik. Leverage menekankan pada peran penting pendanaan hutang bagi perusahaan dengan menunjukkan nilai aktiva perusahaan yang didanai dari hutang. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dyah dan Supriyadi (2015) yang menyatakan bahwa leverage tidak memilki pengaruh yang signifikan terhadap penghindaran pajak.

Penelitian yang menghubungkan komite audit dengan penghindaran pajak adalah Kristiana Dewi dan Jati (2014). Penelitian ini menggunakan risiko perusahaan, kualitas audit, komite audit, ukuran perusahaan, multinational company, kepemilikan institusional, dan komisaris independen sebagai variabel independen, dan penghindaran pajak sebagai variabel dependen. Hasil penelitiannya menyatakan komite audit berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Semakin tinggi keberadaan komite audit dalam perusahaan akan meningkatkan kualitas good corporate governance di dalam perusahaan, sehingga akan memperkecil kemungkinan praktik penghindaran pajak yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit akan lebih bertanggung jawab dan terbuka dalam menyajikan laporan keuangan karena komite audit akan memonitor segala kegiatan yang berlangsung di dalam perusahaan.

(20)

Penelitian lain yang menghubungkan komite audit dengan penghindaran pajak adalah Gusti Maya Sari (2014). Penelitian ini menggunakan komisaris independen, komite audit, ukuran perusahaan, struktur kepemilikan, dan kompensasi rugi fiskal sebagai variabel independen, dan penghindaran pajak sebagai variabel dependen. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel penghindaran pajak. Karena pemilihan auditor yang berkualitas menutupi tindakan manajemen untuk memaksimalkan keuntungan, salah satu caranya dengan meminimalkan pembayaran pajak. Maka dengan pemilihan auditor yang baik perusahaan dapat meyakinkan investor bahwa informasi yang dihasilkan reliabel, meskipun tidak semua tindakan manajemen yang dapat dideteksi oleh auditor. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristiana Dewi dan Jati (2014) yang menyatakan komite audit berpengaruh terhadap penghindaran pajak.

(21)

Tabel 2.3

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti dan Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Lanis and Richardson

(2012)

Corporate social

responsibility and tax

aggressiveness: An

empirical analysis

Variabel Independen: CSR

Variabel Dependen: Tax Avoidance

CSR berpengaruh positif terhadap Tax Avoidance

2 Prem Sikka (2010) Smoke and mirrors:

Corporate social

responsibility and tax avoidance

Variabel Independen:

Corporate Social

Responsibility

Variabel Dependen: Tax Avoidance

Corporate Social

Responsibility tidak

berpengaruh terhadap Tax Avoidance

3 Dyah dan Supriyadi (2015) Pengaruh CSR, Profitabilitas, Leverage, dan Komisaris Independen Terhadap Praktik Penghindaran Pajak Variabel Independen: CSR, Profitabilitas, Leverage, Komisaris Independen Variabel Dependen: Penghindaran Pajak CSR dan Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap Penghindaran Pajak Leverage dan Komisaris Independen tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Penghindaran Pajak

4 Yasti, Siti, dan Wahidatul (2013) Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan CSR terhadap Penghindaran Pajak Variabel Independen: Karakteristik Perusahaan, CSR Variabel Dependen: Penghindaran Pajak Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Penghindaran Pajak Leverage, Intensitas Modal, Intensitas Persediaan, dan CSR tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Penghindaran Pajak

5 Kristiana Dewi dan Jati (2014)

Pengaruh Karakter Eksekutif, Karakteristik Perusahaan, dan Dimesi Tata Kelola Perusahaan yang baik pada Tax Avoidance

Variabel Independen: Karakter Eksekutif, Karakterisik

Perusahaan, Dimensi Tata Kelola Perusahaan Variabel Dependen: Tax Avoidance

Risiko perusahaan, Kualitas Audit dan Komite Audit berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance Ukuran Perusahaan,

Multinational Company,

Kepemilikan Institusional, dan Proporsi Dewan Komisaris tidak berpengaruh terhadap Tax Avoidance 6 Gusti Maya Sari (2014)

Pengaruh Corporate

Variabel Independen: Corporate Governance, Ukuran Perusahaan,

Komisaris Independen, Ukuran Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan

(22)

Governance, Ukuran Perusahaan, Kompensasi Rugi Fiskal Dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tax Avoidance

Kompensasi Kerugian Fiskal, dan Struktur Kepemilikan

Variabel Dependen: Tax Avoidance

berpengaruh positif terhadap Tax Avoidance

Komite Audit dan Kompensasi Kerugian fiscal tidak berpengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance 7 Sri Mulyani, Darminto,

dan Endang N.P (2013) Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Koneksi Politik, dan Reformasi Perpajakan terhadap Penghindaran Pajak

Variabel Independen:

Leverage, Intensitas

Modal, Koneksi Politik, Reformasi Perpajakan Variabel Dependen: Penghindaran Pajak

Leverage dan Koneksi

Politik berpengaruh signifikan terhadap Penghindaran Pajak

Intensitas Modal dan Reformasi Perpajakan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Penghindaran Pajak

8 Ajeng, Anita, dan Yuli Chomsatu (2016) Pengaruh Karakteristik Perusahaan, GCG, dan CSR terhadap Penghindaran Pajak Variabel Independen: Karakteristik Perusahaan, GCG, CSR Variabel Dependen: Penghindaran Pajak

Ukuran Perusahaan dan Intensitas Modal berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak

Leverage, Komisaris

Independen, Komite Audit, dan CSR tidak berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak 9 Sutatik, Syafi’i, dan Arif

Rahman (2015)

Analisis pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Biaya Bunga terhadap Penghindaran Pajak Variabel Independen: Ukuran Perusahaan, Leverage, Intensitas Modal, Intensitas Persediaan, Biaya Bunga Variabel Dependen: Penghindaran Pajak

Leverage, intensitas modal dan biaya bunga berpengaruh positif signifikan terhadap Penghindaran Pajak

Ukuran perusahaan dan intensitas persediaan berpengaruh negative signifikan terhadap Penghindaran Pajak

10 Damayanti dan Susanto (2015)

Pengaruh Komite Audit, Kualitas Audit, Kepemilikan Institusional, Resiko Perusahaan, dan Return On Asset terhadap Tax Avoidance

Variabel Independen: Komite Audit, Kualitas Audit, Kepemilikan Institusional, Resiko Perusahaan, Return On Asset

Variabel Dependen: Tax Avoidance

Resiko Perusahaan dan Return On Asset berpengaruh terhadap Tax Avoidance Komite Audit, Kualitas Audit dan Kepemilikan Institusional tidak berpengaruh terhadap Tax Avoidance

(23)

B. Rerangka Pemikiran

1. Pengaruh Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) terhadap Penghindaran Pajak

CSR merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan kepada semua stakeholdernya. Dan pajak merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada stakeholdernya melalui pemerintah. Dengan demikian, perusahaan yang terlibat penghindaran pajak adalah perusahaan yang tidak bertanggung jawab sosial (Lanis dan Richardson, 2012). Sehingga keputusan perusahaan untuk mengurangi tingkat pajaknya atau melakukan penghindaran pajak dipengaruhi oleh sikapnya terhadap CSR.

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan Lanis dan Richardson (2012), dan Dyah dan Supriyadi (2015) menemukan bahwa CSR Berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.

Berdasarkan penjelasan diatas dan hasil dari penelitian terdahulu, maka seharusnya semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR perusahaan, maka diharapkan akan semakin rendah tingkat perusahaan melakukan penghindaran pajak. Hal ini karena tindakan penghindaran pajak merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab sosial.

2. Pengaruh Leverage terhadap Penghindaran Pajak

Perusahaan dimungkinkan menggunakan utang untuk memenuhi kebutuhan operasional dan investasi perusahaan. Akan tetapi, utang akan menimbulkan

(24)

utang maka penghasilan kena pajak akan menjadi lebih kecil karena insentif pajak atas bunga utang semakin besar. Hal tersebut membawa implikasi meningkatnya penggunaan utang oleh perusahan. Penelitian Ozkan (2001) dalam Prakosa (2014) memberikan bukti bahwa perusahaan yang memiliki kewajiban pajak tinggi akan memilih untuk berutang agar mengurangi pajak. Dengan sengajanya perusahaan berutang untuk mengurangi beban pajak maka dapat disebutkan bahwa perusahaan tersebut agresif terhadap pajak.

Artinya, semakin tinggi nilai rasio Leverage, berarti semakin tinggi jumlah pendanaan dari utang pihak ketiga yang digunakan perusahaan dan semakin tinggi pula biaya bunga yang timbul dari utang tersebut. Biaya bunga yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh berkurangnya beban pajak perusahaan. Semakin tinggi nilai utang perusahaan maka nilai Cash Effective Tax Rates (CETR) perusahaan akan semakin rendah (Richardson dan Lanis, 2007 dalam Prakosa, 2014).

3. Pengaruh Intensitas Aset Tetap terhadap Penghindaran Pajak

Seperti yang disebutkan oleh Anthony dan Govindarajan (2009) bahwa menurut teori agensi setiap individu akan bertindak untuk kepentingan diri mereka sendiri. Dalam teori agensi dijelaskan adanya perbedaan kepentingan antara pemilik saham (principal) dan manajemen (agen). Kepentingan manajemen adalah untuk mendapatkan kompensasi yang diinginkan dengan cara meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam hal ini manajemen dapat memanfaatkan penyusutan aset tetap untuk menekan beban pajak perusahaan. Manajer akan

(25)

menginvestasikan dana menganggur perusahaan ke dalam bentuk aset tetap, dengan tujuan memanfaatkan penyusutannya sebagai pengurang beban pajak. Sehingga kinerja perusahaan akan meningkat karena adanya pengurangan beban pajak, dan kompensasi kinerja manajer yang diinginkan akan tercapai.

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan Ajeng, Anita, dan Yuli Chomsatu (2016), juga Sutatik, Syafi’I, dan Arif Rahman (2015), menemukan bahwa intensitas modal berpengaruh positif terhadap effective tax rates (ETR). Hal ini berarti intensitas modal memiliki pengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Yang artinya semakin tinggi intensitas aset tetap perusahaan maka semakin tinggi penghindaran pajak perusahaan.

4. Pengaruh Komite Audit terhadap Penghindaran Pajak.

Komite audit merupakan sebuah komite yang memiliki tugas dan fungsi untuk mengawasi tata kelola perusahaan dan audit eksternal atas laporan keuangan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan, terutama dari aspek pengendalian. Pada saat ini adanya komite audit yang efektif merupakan salah satu aspek dalam implementasi Good Corporate Governance.

Dalam penelitian terdahulu yang dilakukan Kristiana Dewi dan Jati (2014) menyatakan bahwa keberadaan komite audit dalam sebuah perusahaan, dapat meningkatkan kualitas good corporate governance, sehingga akan memperkecil kemungkinan praktik penghindaran pajak yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki komite audit akan lebih bertanggung jawab dan

(26)

terbuka dalam menyajikan laporan keuangan karena komite audit akan memonitor segala kegiatan yang berlangsung di dalam perusahaan.

Berikut ini adalah rerangka penelitian yang digambarkan dalam penelitian ini: Gambar 2.1

Rerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Berdasarkan uraian rerangka pemikiran diatas maka terbentuklah hipotesis sebagai berikut :

Ha1: Tanggung Jawab Sosial Perusahaan berpengaruh terhadap Penghindaran

Pajak.

Ha2: Leverage berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak

Ha3: Intensitas Aset Tetap berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak.

Ha4: Komite Audit berpengaruh terhadap Penghindaran Pajak.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Leverage Intensitas Aset Tetap

Penghindaran Pajak Komite Audit

Gambar

Gambar 2.1   Rerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi yang positif dan signifikan kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah, kontribusi

E-Business atau bisnis elektronik adalah kegiatan bisnis yang dilakukan secara otomatis dan semi otomatis dengan bantuan sistem informasi komputer.. Atau dengan kata lain

a) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua. b) Tipe Kepribadian Mandiri

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang

Bahwa setelah pernikahan tersebut Para Pemohon telah menerima Akta Nikah dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Kota Pasuruan dengan Nomor : XXXXXXXXX tanggal 19 Juli 1968, namun

Efektivitas dan kenyamanan dalam penggunaan ekstrak etanolik bunga kembang sepatu pada kulit dapat ditingkatkan dengan cara diformulasikan menjadi bentuk sediaan gel,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Taufik, serta Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penggunaan Permainan

Selain dokumen persiapan proyek lainnya (seperti Feasibility Study atau FS), Klien harus mempersiapkan dan mengungkapkan dokumen-dokumen Perlindungan Lingkungan dan Sosial