• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU FAMILY CAREGIVER DALAM PELAKSANAAN ROM PASIEN STROKE NON HEMORAGIK ARTIKEL LMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU FAMILY CAREGIVER DALAM PELAKSANAAN ROM PASIEN STROKE NON HEMORAGIK ARTIKEL LMIAH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU FAMILY CAREGIVER DALAM PELAKSANAAN

ROM PASIEN STROKE NON HEMORAGIK

ARTIKEL LMIAH

Disusun oleh: ERMAWTI NIM: ST. 172022

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA 2019

(2)

1

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Dengan Perilaku Family Caregiver Dalam Pelaksanaan ROM Pasien Stroke Non Hemoragik

Ermawati1,Atiek Murharyati2, Maria Wisnu Kanita3

1)

Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta

2)3)

Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta

Email : ermawati8000@gmail.com1, murharyatiatik@gmail.com2

Abstrak

ROM merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan mandiri untuk mencegah komplikasi khususnya pasien-pasien dengan imobilisasi. Aplikasi ROM ditatanan pelayanan kesehatan banyak dilakukan semata-mata berdasarkan rutinitas dan kebiasaan. Perilaku Family caregiver dilaporkan mampu melaksanakan tugas-tugas pengasuhan lebih baik dari pada yang lain dikarenakan adanya pengetahuan, pengalaman, tingkat keterlibatan, dan keterampilan dalam merawat penderita paska stroke. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan perilaku family

caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik di Rumah Sakit Kasih

Ibu Surakarta.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif

correlational menggunakan pendekatan cross sectional. jumlah sampel sebanyak 36

responden. Penelitian yang digunakan adalah di ruang rawat jalan Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta pada bulan April 2019 . Analisis data menggunakan analisis Kendall Tau. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family

caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik signifikan 0,000 < 0,05.

Saran bagi responden dan keluarga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan family

caregiver dalam merawat pasien stroke non hemoragik dan selalu berperilaku baik dan

menyempatkan waktu untuk mendampingi pasien dalam melaksanakan ROM dan rutin melaksanakan latihan ROM secara mandiri untuk mencegah kontraktur dan untuk meningkatkan kekuatan otot.

Kata Kunci : pengetahuan, sikap, perilaku family caregiver, ROM Dafta Pustaka : 48 literatur (2011-2018)

(3)

2

KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF SURAKARTA 2019

Ermawati

Correlation between Knowledge Level and Attitude with Behavior of Family Caregivers in Implementation of Range of Motion (ROM) to Non-hemorrhagic

Stroke Patients

Abstract

ROM is one of the autonomous nursing interventions to prevent complications particularly to patients with immobilization. However, it is much performed merely on the basis of routines and habits at the health services.

Family caregivers have been reported to be able to perform better nursing tasks than others due to their knowledge, experience, level of involvement, and skill in the treatment of post-stroke patients. The objective of this research is to investigate the correlation between knowledge level and attitude to behavior of family caregivers in implementation of ROM to non-hemorrhagic stroke patients at Kasih Ibu Hospital of Surakarta.

This research used the quantitative descriptive correlational research method with cross-sectional approach. It was conducted at Outpatient Department of Kasih Ibu Hospital of Surakarta in April 2019. Its samples consisted of 36 respondents. The data of the research were analyzed by using the Kendall Tau Formula.

The result of the research shows that The knoweldge level had a significant correlation with the behavior of family caregivers in the implementation of ROM to non-hemorrahagic stroke patients as indicated by the p-value = 0.000 which was less than 0.05.

Thus, the respondents and their families are expected to improve the ability of family caregivers to care non-hemorrhagic stroke patients, to behave well, and to spare their time to accompany the patients to perform ROM and routinely perform ROM exercise independently as to prevent muscle contracture and improve muscular strength.

Keywords: Knowledge, attitude, behavior of family caregivers, ROM References: 48 (2011-2018)

(4)

3

LATAR BELAKANG

Word Health Organization (WHO)

menunjukan stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Secara epidemiologi data menunjukan bahwa terdapat 6,7 juta orang diantaranya meninggal akibat stroke dan diperkirakan angka kematian stroke semakin meningkat sebesar 10% penduduk (WHO 2014). WHO juga memperkirakan kematian terjadi akibat stroke pada tahun 2020 mendatang terus meningkat menjadi 7,6 juta (Sobirin dkk, 2014).

Prevalensi stroke di Indonesia, diperkirakan pada tahun 2017 3.049.200 orang (Kemenkes RI, 2018). Prevalensi kasus stroke di Jawa Tengah pada tahun 2018 didapatkan Stroke hemoragik sebesar 9.993 kasus dan stroke non hemoragik sebesar 18.284 kasus. Data di Surakarta berdasarkan Data Program dan Profil Kesehatan Kab/Kota didapatkan kasus stroke sebanyak 860 kasus (Dinkes Jateng, 2018).

Menurut Fajriyah (2014) latihan rentang gerak ROM dapat mencegah terjadinya kontraktur, atropi otot, meningkatkan peredaran darah ke ekstremitas, mengurangi kelumpuhan vaskuler, dan memberikan kenyamanan pada klien. Latihan rentang gerak terbagi menjadi dua yaitu ROM aktif dan ROM pasif. Range of motion adalah

latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, di mana klien menggerakan masingmasing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif (Potter & Perry (2010). Tujuan ROM adalah mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk (Fitria & Havid, 2012). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Husni (2017), diapatkan hasil pengaruh latihan ROM aktif / pasif terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragic dengan hemiprese terhadap tingkat kesembuhan pasien adalah sebesar 50,5%.

Keluarga yang selalu setia mendampingi selama hampir 24 jam disamping pasien untuk memberikan perawatan dan dukungan emosional sering terlupakan. Perhatian ini penting karena keberhasilan pengobatan dan perawatan pasien stroke tidak dapat lepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan caregiver. Given & Sherwood (2011), menyatakan bahwa caregiver adalah sumber dukungan utama individu dengan stroke dan merupakan orang pertama yang merespon perubahan status pasien selama fase perjalanan penyakitnya (Marsyah, 2018).

(5)

4

Perilaku Family caregiver

dilaporkan mampu melaksanakan tugas-tugas pengasuhan lebih baik dari pada yang lain dikarenakan adanya pengetahuan, pengalaman, tingkat keterlibatan, dan keterampilan dalam merawat penderita paska stroke. Family

care giver adalah setiap kerabat,

pasangan, teman atau tetangga yang memiliki hubungan pribadi yang signifikan dengan, dan memberikan berbagai bantuan untuk, orang tua atau dewasa dengan kondisi kronis atau cacat (Hartati, 2013).

Pengetahuan tersebut erat kaitannya dengan perilaku yang akan diambil dalam merawat penderita pasca stroke, karena dengan pengetahuan tersebut

family caregiver memiliki alasan dan

landasan untuk menentukan suatu pilihan. Kurangnya pengetahuan family

caregiver akan menyebabkan family

caregiver salah persepsi, gelisah,

ketakutan, menurunnya kondisi kesehatan dan masalah emosional seperti depresi (Lestari, 2015).

Berdasarkan hasil observasi peneliti Bulan November 2018 sebanyak 38 pasien stroke di RSKI Surakarta. Setelah dilakukan wawancara pada 5 orang keluarga pasien yang menderita stroke 4 orang (80%) pengetahuan masih kurang dan 1 orang (20%) dengan pengetahuan yang baik, 3 orang (60%). Hasil

observasi yang dilakukan peneliti selama di ruang stroke, selama perawatan pasien stroke telah dilakukan ROM oleh tenaga rehab medik, dan masih ditemukan pasien pada 2 minggu saat kontrol pasien stroke didapatkan dalam keadaan lemah karena mengalami kemunduran kemungkinan kebanyakan keluarga dari pasien stroke hanya menunggu dan mendampingi pasien selama masa perawatan di rumah. Keluarga memberikan bantuan pemenuhuan kebutuhan dasar pasien seperti mandi, makan, gosok gigi, buang air, pindah posisi dan ganti pakaian. hal ini disebabkan anggota keluarga mempunyai ketebatasan waktu karena aktivitas keluarga masing-masing. Berdasarkan uraian tersebut peneliti

Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Family Care Giver Dalam Pelaksanaan ROM Pasien Stroke Non Tujuan Umum Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan deskriptif correlational

(6)

5

menggunakan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian. Sampel penelitian sebanyak 36 responden. Tempat penelitian yang digunakan adalah di ruang rawat jalan Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta pada bulan Mei 2019. Analisa bivariat menggunakan uji Korelasi Kendall Tau.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

Tabel 1 Distribusi frekuensi umur responden (n= 36)

Variabel Median Mean Min Max Std. Deviasi Umur 52 51 35 65 8,32

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui rata-rata umur 51, minimum umur 35 tahun dan maksimum umur 65 tahun. Nilai median sebesar 52 dan standar deviasi 8,32.

Hasil penelitian Manurung (2017), penderita stroke didapatkan bahwa sebagian besar responden berumur 56-65 tahun. Usia sangat mempengaruhi motivasi seseorang, motivasi yang sudah berusia lanjut lebih sulit dari orang yang masih muda dan dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain.

Hasil penelitian didukung penelitian yang dilakukan Wayunah

(2016), umur merupakan faktor risiko kejadian stroke yang tidak dapat diubah, dimana semakin meningkatnya umur, maka risiko mengalami stroke. Faktor umur menjadi faktor risiko 2 kali lipat

penelitian menunjukkan bahwa umur tidak berhubungan dengan kejadian jenis stroke (p=0,059, 95 % CI). Hal ini menunjukkan bahwa faktor usia tidak menjadi faktor determinan terjadinya stroke hemorhagic maupun stroke non hemorhagik.

Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

(n = 36) N o Jenis Kelamin F (%) 1 2 Laki-laki Perempuan 22 14 61,9 38,9 Total 36 100

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 2 diketahui responden mayoritas laki-laki yaitu sebanyak 22 responden (61,9%).

Hasil ini sejalan dengan penelitian Elim (2016), dari 89 penderita yang melakukan pemeriksaan CT scan stroke non-hemoragik ditemukan jumlah penderita laki-laki (60 orang) lebih banyak daripada perempuan (29 orang). Diperkirakan bahwa insidensi stroke pada perempuam lebih rendah dibandingkan laki-laki akibat adanya estrogen yang berfungsi sebagai proteksi pada proses aterosklerosis, dan gaya

(7)

6

hidup dari laki-laki seperti kebiasaan merokok mengakibatkannya lebih rentan terhadap kejadian stroke.

Hasil penelitian Sofyan (2013), tidak adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian stroke, dapat disebabkan oleh karena kejadian stroke tersebut dapat disebabkan multifaktorial, bukan hanya karna jenis kelamin, diantaranya karena diabetes melitus, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol dan penyakit jantung.

Berdasarkan penelitian Sonatha (2012), diperoleh proporsi laki-laki maupun perempuan yang bersikap positif hampir sama yaitu 47,7% dan 46,3%. Berdasarkan hasil uji statistik bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antar jenis kelamin dengan sikap responden.

Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan (n = 36) No Pendidikan F (%) 1 2 3 SMP SMA Sarjana 9 20 7 25,0 55,6 19,4 Total 36 100

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui mayoritas responden dengan pendidikan SMA sebanyak 20 responden (55,6%).

Menurut Wawan (2011), pengetahuan dipengaruhi oleh faktor internal yaitu pendidikan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan

informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan, pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

Hasil penelitian ini didukung penelitian Supadmi (2016), tingkat pendidikan terbanyak adalah lulusan SMP 19 orang (42,2%), secara umum orang yang berpendidikan akan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan orang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pemahamannya tentang pelayanan kesehatan dan makin rendah tingkat pendidikan maka semakin berkurang pemahamannya tentang kesehatan

Tabel 4 Pengetahuan responden (n = 36) No Pengetahuan F (%) 1 2 3 Baik Cukup Kurang 11 15 10 30,6 41,7 27,7 Total 36 100

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan Tabel 4 diketahui responden dengan pengetahuan cukup 15 responden (41,7%). Pengetahuan

(8)

7

merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan pengetahuan juga dipengaruhi oleh latar belakang individu serta pengalaman dan wawasan, hal ini berhubungan juga dengan umur seseorang. bahwa diketahui rata-rata responden berumur 51, minimum umur 35 tahun dan maksimal umur 65 tahun dianggap umur yang sudah banyak pengalaman hidup. Semakin banyak pengalaman, semakin lama seseorang menjalani proses hidup, akan diikuti pula oleh bertambahnya pengetahuan seseorang.

Penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Sonatha dan Gayatri (2012) yang menunjukkan bahwa pengetahuan keluarga akan mempengaruhi kesiapan anggota keluarga dalam memberikan perawatan stroke. Keluarga yang memiliki pengetahuan baik tentang cara merawat pasien stroke akan memberikan perawatan yang baik bagi pasien stroke dengan selalu membantu, mendukung dan mendampingi pasien dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan proses rehabilitasi pasien stroke. Berdasarkan hasil penelitian ini masih ditemukan adanya pengetahuan keluarga yang menunjukkan terdapat beberapa hal mengenai pengetahuan keluarga tentang ROM yang masih dinilai kurang, yaitu:

langkah kerja latihan ROM dan jenis-jenis gerakan ROM.

Berdasarkan analisa kuesioner pengetahuan tentang ROM terdapat sebanyak 28 responden (78%) responden menjawab benar pada pertanyaan 1 dan 3 tentang pengertian ROM, sehingga pada pertanyaan ini responden telah memahami bahwa

Range Of Motion (ROM) adalah latihan

gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi. Sedangkan nilai yang pengetahuan yang kurang yaitu sebanyak 18 responden (50%) menjawab salah terdapat pada pertanyaan nomor 11 yaitu tentang langkah kerja ROM dan pertanyaan nomor 12 yaitu tentang jenis-jenis gerakan ROM. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengetahuan responden hanya pada tingkat cukup

dikarenakan ada beberapa hal yang responden belum tahu yaitu pada langkah kerja ROM dan jenis-jenis gerakan ROM.

Tabel 5 Sikap responden (n = 36) No Sikap F (%) 1 2 Mendukung Kurang mendukung 34 2 94,4 5.6 Total 36 100

(9)

8

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui mayoritas sikap keluarga mendukung sebanyak 34 responden (94,4%).

Tingkat pengetahuan yang dimiliki keluarga mengenai latihan ROM akan sangat mempengaruhi sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM. Sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM dapat mencegah terjadinya kontraktur, meningkatkan masa otot dan tonus otot bagi penderita stroke yang mengalami kelemahan anggota gerak, sehingga kecacatan akibat stroke dapat dicegah dan penderita stroke dapat mengembalikan lagi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Range Of Motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankanatau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2015). Latihan ROM harus dilakukan secara rutin sebagai upaya mencegah kecacatan akibat stroke.

Hasil ini didukung penelitian Manurung (2017), mayoritas keluarga sangat mendukung pasien pasca stroke sebanyak 13 orang (76.5%) dan cukup mendukung sebanyak 4 orang (23.5%).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan Supadmi (2016), Sikap keluarga dalam

pelaksanaan ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga yaitu sikap mendukung sebanyak 27 orang (60,0%). Hasil penelitian berdasarkan jawaban responden pada kuesioner sikap didapatkan nilai tertinggi yaitu pada pertanyaan nomor 4 tentang keluarga mengetahui macam-macam gerakan ROM, yang berarti mayoritas selalu mendukung pasien untuk melakukan gerakan ROM, dikarenakan telah mengetahui macam-macam gerakan ROM.

Tabel 6 Perilaku family car giver (n= 36) No Perilaku F (%) 1 2 Positif Negatif 19 17 52,8 47,2 Total 36 100

Sumber: Data Primer (2019)

Berdasarkan tabel 4.6 mayoritas perilaku family car giver positif sebanyak 19 responden (52,8%). Menurut Hartati (2013), family

caregiver adalah setiap kerabat,

pasangan, teman atau tetangga yang memiliki hubungan pribadi yang signifikan dengan, dan memberikan berbagai bantuan untuk, orang tua atau dewasa dengan kondisi kronis atau cacat.

Berdasarkan jawaban responden pada kuesioner paling banyak menjawab selalu pada pernyataan nomor 7 yang menyatakan bahwa pasien menekuk

(10)

9

pergelangan tangan dengan posisi menggenggam ke arah dalam atau depan. Menurut peneliti selama perawatan di rumah, keluarga berperan penting dalam upaya meningkatkan kemampuan pasien untuk mandiri, meningkatkan rasa percaya diri pasien, meminimalkan kecacatan menjadi seringan mungkin, serta mencegah terjadinya serangan ulang stroke. Proses pemulihan di rumah ini membutuhkan pemahaman keluarga tentang apa yang dapat dilakukan keluarga dan pengasuh mengenai masalah yang mungkin timbul akibat stroke dan cara keluarga mengatasinya. Sebagian responden dengan perilaku yang kurang yaitu ditunjukkan dari jawaban responden pada pertanyaan nomor 1 dan 8 hanya mencapai 15 responden 40% dan 17 responden (42%) dari total keseluruhan responden yang berjumlah 36 responden, sehingga peneliti dapat menyimpulkan perilaku family caregiver masih dalam kategori cukup dikarenakan masih ada sebagian responden yang mempunyai perilaku

family caregiver kurang. 2. Analisa bivariat

Tabel 7 Hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non

hemoragik (n= 36)

Perilaku Family Care

Giver Total Kore lasi p Positif Negatif F % F % F % Tingkat pengetah uan Baik 10 27,8 1 2,8 11 30,6 0,590 0,000 Cukup 7 19,4 8 22,2 15 41,7 Kurang 2 5,6 8 22,2 10 27,8 Total 19 52,8 17 47,2 36 100

Berdasarkan uji analisis kendall tau didapatkan nilai korelasi 0,590 menunjukkan hubungan yang sedang antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik dengan signifikan 0,000 yang berarti mempunyai hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik.

Pengetahuan cukup dengan perilaku family care giver dengan perilaku posistif sebanyak 7 responden (19,7%), pengetahuan cukup dengan perilaku negatif sebanyak 8 responden (22,2%). Tingkat pengetahuan kurang dengan perilaku family care giver dengan perilaku positif sebanyak 2 responden (5,5%) dan peilaku negatif sebanyak 8 responden (22,2%).

Berdasarkan uji analisis kendall tau didapatkan nilai korelasi 0,590 menunjukkan hubungan yang sedang antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik dengan signifikan 0,000 yang

(11)

10

berarti mempunyai hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik.

Penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan Hartati (2012), dengan hasil nilai probabilitas sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan antar tingkat pengetauan dengan perilaku caregiver dalam merawat penderita paska stroke di rumah, selain itu hasil koefisien korelasi didapatkan hasil 0,589, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikanantara pengetahuan dengan perilaku family care giver dalam merawat penderita stroke.

Sejalan dengan penelitian Muswanti (2016), dengan hasil penelitian ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan pencegahan stroke dengan perilaku pencegahan stroke pada

dengan nilai p value (0,003).

Perilaku adalah respons individu terhadap suatustimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati danmempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baikdisadari maupun tidak (Wawan dan Dewi, 2010).

Tabel 8 Hubungan sikap dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non

hemoragik(n= 36)

Perilaku Family Care

Giver Total Kend all Tau p Positif Negatif F % F % F % Sikap Mendukung 19 52,8 15 41,7 34 94,4 0,574 0,000 Kurang mendukung 0 0 2 5,6 2 5,6 Total 19 52,8 17 47,2 36 100

Berdasarkan uji statistic non parametrik kendall tau didapatkan nilai

korelasi sebesar 0,574 menunjukkan hubungan yang sedang antara sikap dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik dengan signifikan 0,000 yang berarti mempunyai hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik.

Hasil penelitian menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,574 menunjukkan hubungan yang sedang antara sikap dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik dengan signifikan 0,000 yang berarti mempunyai hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik. Hasil ini Azwar (2013), dalam bukunya yaitu hubungan antara sikap dan perilaku memang belum konklusif, banyak penelitian menunjukkan hasil adanya hubungan yang sedang, bahkan lemah.

(12)

11

Hasil sejalan dengan penelitian Irdawati (2013), variabel sikap nilai rhitung sebesar 0,627 (p = 0,001), artinya terdapat hubungan yang signifikan antara sikap keluarga dengan perilaku dalam perawatan pasien pasca stroke. Sikap merupakan respon seseorang yang masih tertutup dan merupakan stimulasi suatu objek Sikap seseorang sangat ditentukan oleh kepribadian dirinya dan sikap itu sendiri dapat diukur dengan kepedulian atau sosialisasi terhadap sesama di lingkungan.

Hasil ini didukung penelitian Yundari (2018), didapatkan bahwa ada hubungan antara faktor pengetahuan dan sikap dengan peran keluarga sebagai caregiver pasien skizofrenia (p<0,05), karena pengetahuan dan sikap merupakan faktor predisposisi terbentuknya prilaku yaitu peran keluarga sebagai caregiver

SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Rata-rata diketahui rata-rata umur 51, minimum umur 35 tahun dan maksimum umur 65 tahun, mayoritas laki-laki yaitu sebanyak 22 responden (61,9%) dan pendidikan responden mayoritas pendidikan SMA sebanyak 20 responden (55,6%). Mayoritas

pengetahuan responden cukup yaitu 15 responden (41,7%)

2. Mayoritas sikap keluarga mendukung sebanyak 34 responden (94,4%). Mayoritas perilaku family

car giver positif sebanyak 19

responden (52,8%).

3. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik dengan signifikan 0,000 < 0,05.

4. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku family caregiver dalam pelaksanaan ROM pasien stroke non hemoragik signifikan 0,000 < 0,05.

Saran bagi peneliti lain diharapkan bagi peneliti yang akan meneliti penelitian yang sejenis dapat meneliti faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan ROM dan menambah variabel penelitian dengan alat analisis yang berbeda, sehingga didapatkan hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Afif, Muhammad (2015. Pemberian Posisi Kepala Flat(0º) Dan Elevasi(30º) terhadap Tekanan Intrakranial Pada Asuhan Keperawatan Tn. K dengan Stroke Non Hemoragik Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS. Dr. Moewardi SURAKARTA

(13)

12 digilib.stikeskusumahusada.ac.id .

Diakses 7 Februari 2018

Amanda, Alma Tria (2017). Perilaku Keluarga Dalam Mobilisasi Pasien Pasca Stroke Di Rumah Di Poli Syaraf RSUD Dr. Hardjono Ponorogo. eprints.umpo.ac.id/3363. Diakses 9 Februari 2019

Darwati (2017). Penerapan Range Of

Motion (ROM) Pada Keluarga

Yang Mengalami Stroke Untuk Meningkatkan Kekuatan Otot di Desa Klopogodo RT 02 RW 08 Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen.

elib.stikesmuhgombong.ac.id/.../DA RWATI%20NIM.%20A01401.

Diakses 9 Februari 2019

Dinkes Jateng, 2018. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017.

www.dinkesjatengprov.go.id.

Diakses 7 Januari 2018

Elim, Christian (2016) Hasil pemeriksaan CT scan pada penderita stroke non hemoragik di Bagian Radiologi FK Unsrat/SMF Radiologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.p hp. Diakses 27 April 2019

Fajriyah Nunik N. (2014). Gambaran pengetahuan pasien stroke tentang ROM (range of motion). Jurnal

Ilmu Kesehatan (JIK). Volume VI

nomor I.

Fitria & Havid. (2012). Keefektifan range of motion (ROM) terhadap kekeuatan otot ekstremitas pada pasien stroke. Artikel Ilmiah. Akper PKU Muhammadiyah Surakarta. Hartati, Julia (2013). Hubungan tingkat

pengetahuan dengan perilaku

family caregiver dalam merawat penderita paska stroke dirumah tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hidayat. (2011). Metode Penelitian

Kesehatan Paradigma Kuantitatif.

Surabaya: Health Books Publishing.

Husni, Uus (2017). Pengaruh Latihan Rom (Range Of Motion ) Aktif / Pasif Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragic Dengan Hemiparese Pada Pasien Yang Dirawat Di Ruang Flamboyan Rsud

Majalengka.https://e-journal.umc.ac.id/index.php/JIK/art icle. Diakses 9 Februari 2019

Irdawati. (2009). Hubungan Pengetahuan dan sikap Keluarga dengan Perilaku dalam Meningkatkan Kapasitas Fungsional Pasien Pasca Stroke di wilayah kerja Puskesmas Surakarta.

eprints.ums.ac.id/6443/1/J2100701 39.pdf. Diakses 30 November 2018

Kementrian Kesehatan RI, (2018). Data Dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2017. Website: http://www.kemkes.go.id. Diakses 16 Januari 2018

Lestari. (2015). Kumpulan teori untuk

kajian pustaka penelitian

kesehatan. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Manurung, Melva (2017). Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Dalam Melakukan ROM Pada Pasien Pasca Stroke di RSU HKBP Balige Kabupaten Toba Samosir. Idea

(14)

13

2017 ISSN:2087-2879,e-ISSN:2580 2445.

www.jurnal.unsyiah.ac.id. Diakses 9 Februari 2019

Muswanti, Ida Julina (2016). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Pencegahan Komplikasi Stroke Pada Penderita Hipertensi Ngemplak Simongan Kota Semarang.

lib.unnes.ac.id/28155/1/641141218 2.pdf. Diakses 27 Juni 2019

Supadmi, Diyah (2016). Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga dalam Pelaksanaan ROM Pada Pasien Stroke Di Ruang Flamboyan 2rsud Salatiga.

digilib.stikeskusumahusada.ac.id/d ownload.php?id=1479. Diakses 8

Februari 2019

Suratun dkk. (2008). Klien dengan

Gangguan Sistem Muskuloskeletal.

Jakarta: EGC.

Tatali, Mario & Rina. (2018). Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kemandirian activity daily living

(ADL) pada pasien pasca stroke di

Poliklinik Neurologi RSU GMIM Pancaran Kasih Manado. E-Journal

Keperawatan. Volume 6 nomor 1.

Tri Puji. (2010). Hubungan antara Pengetahuan Keluarga tentang Penyakit Stroke dengan Kesiapan Keluarga Menerima Kembali Penderita Stroke di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Diakses 30 November 2018 dari

http://eprints.undip.ac.id.

Wawan & Dewi. (2011). Teori dan

Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta.

Nuha Medika.

Wayunah (2016). Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stroke Di RSUD Indramayu. ejournal.upi.edu/index.php/JPKI/art icle/view/4741. Diakses 25 Juni 2019

Widyanto, Faisol, Candra, & Cecep, Triwibowo. (2013). Tren Penyakit

Saat Ini. DKI Jakarta : CV. Trans

Info Media.

World Health Organization, (2014). Non communicable Diseases Country Profiles. Diakses 29 November

2018 dari

http//www.NoncommunicableDisia sescountri Profiles2014-worldHealth Organization.

Yundari, A.A. Istri Dalem Hana (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Keluarga Sebagai Caregiver Pasien Skizofrenia. Journal of Borneo Holistic Health, Volume 1 No. 1 Juni 2018 hal 27-42 P ISSN 2621-9530 e ISSN 2621-9514.

jurnal.borneo.ac.id/index.php.

Referensi

Dokumen terkait

Tempat/Tanggal Lahir : Makassar, 21 Desember 1968 Alamat Tempat Tinggal : Kota Kembang Depok Raya sektor. Anggrek -3 Blok F1/14, Depok, Jabar Jenis Kelamin

Perubahan tersebut bisa karena mengalami kesalahan karena perangkat lunak harus menyesuaikan dengan lingkungan (periperal atau system operasi baru) baru, atau

Menyatakan bahwa Karya Seni Tugas Akhir saya tidak terdapat bagian yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi mana pun dan juga

Pada siswa laki-laki SMP “X” Bandung yang melibatkan kategori mekanisme Minimizing agency dalam perilaku agresifnya akan melemparkan tanggungjawab dan menghindari

Perumahan merupakan lingkungan hunian yang banyak diminati, dan juga salah satu kebutuhan dasar manusia untuk bertempat tinggal. Pemilihan perumahan yang strategis

Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) meyakini pembangunan jalan tol ruas tersebut dapat diselesaikan sesuai dengan target yakni pada 2018 kendati pembebasan lahan baru mencapai 40%

Salah satu faktor yang seringkali menjadi penentu terwujudnya sebuah pementasan teater mampu menciptakan keseimbangan kemasan sebagai penjabaran di atas adalah adanya

Merupakan kebanggaan tersendiri karena telah melalui perjuangan sangat berat, dan akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Penggunaan Metode Sosiodrama Melalui