• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat teori-teori relevan, yang mendukung analisis dan pemecahan masalah yang terdapat pada penelitian ini.

2.1 Studi Kasus Penelitian

Sub bab ini berisi tinjauan pustaka mengenai studi kasus yang menjadi objek kajian pada penelitian ini.

2.1.1 Komersialisasi Teknologi di Universitas Sebelas Maret

Komersialisasi teknologi merupakan serangkaian upaya dari pengembangan dan pemasaran sebuah hasil invensi. Invensi adalah ide berbentuk sebuah model dari produk baru atau pengembangan produk yang ada (Ndaula, 2013). Kegiatan ini cukup kompleks dengan melibatkan berbagai aspek yang mencakup kebijakan ekonomi, sumberdaya manusia, investasi, waktu, lingkungan pasar, dan sebagainya (Goenadi, 2000). Komersialisasi teknologi menurut Siegel, dkk. (1995) diartikan sebagai suatu teknologi yang dikembangkan sedemikian rupa sehingga mencapai suatu titik dimana teknologi tersebut bisa diaplikasikan pada suatu kegiatan produksi atau konsumsi yang menghasilkan keuntungan bagi penemunya. Komersialisasi hasil penelitian luaran universitas sangatlah penting dan merupakan suatu bagian integral dari proses pencapaian dalam keberhasilan komersialisasi teknologi. Komersialisasi hasil penelitian luaran universitas meruapakan serangkaian upaya (proses) yang dilakukan agar hasil penelitian luaran universitas dapat memberikan keuntungan bisnis bagi (para) pelaku yang mengkomersilkannya (penyedia dan pengguna teknologi hasil riset luaran universitas) (Astuti, 2014).

Komersialisasi di universitas merupakan salah satu upaya universitas sebagai institusi pendidikan tinggi, yang mempunyai peran sebagai pusat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), untuk berkontribusi kepada masyarkat dengan menciptakan nilai tambah dari hasil penelitian. Selaras dengan hal tersebut, Universitas Sebelas Maret (UNS) sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi negeri, mempunyai tujuan dalam mengkomersialisasikan hasil pengembangan IPTEK yang terlihat dalam salah satu tujuan dan budaya kerja dari

(2)

commit to user

institusi ini (UNS, 2014). Dua tujuan institusi ini yaitu terciptanya wahana pengembangan IPTEK yang berdaya guna dan berhasil guna, serta terwujudnya desiminasi hasil pendidikan dan pengajaran serta penelitian kepada masyarakat sehingga terjadi transformasi berkelanjutan untuk kehidupan yang lebih sejahtera, memperlihatkan semangat universitas dalam upaya komersialisasi sebagai realisasi visi pengabdian masyarakat (UNS,2014). Semangat komersialisasipun juga tercermin dalam budaya kerja ACTIVE (Achievement orientation, Customer satisfaction, Teamwork, Integrity, Visionary, Entrepreneurship), yaitu pada semangat Entrepreneurship (kewirausahaan). Kewirausahaan dalam budaya ACTIVE didefinisikan sebagai budaya kerja yang melakukan pengolahan sumberdaya agar memiliki nilai tambah dan keunggulan dari peluang yang ada (UNS, 2014).

UNS belum berkontribusi secara maksimal dalam upaya

mengkomersialisasikan hasil penelitian, khususya penelitian berbasis teknologi. Hal tersebut terlihat dari belum adanya hasil riset di pasar industri maupun pasar konsumen (Astuti, 2014). Selain itu alasan komersialisasi hasil penelitian belum dapat dilakukan dengan maksimal karena belum siapnya sistem untuk mengkomersialisasi di UNS. Dalam upaya membangun sistem dalam mengkomersialisasi penelitian, kajian penerapan komersialisasi di UNS sedang dilakukan oleh Pusat Inovasi Teknologi UNS (PIT UNS) sebagai unit layanan transfer teknologi di UNS. Berkerja sama dengan Unit Pengembangan Usaha (UPU) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM), PIT UNS menjadi wadah dan fasilitator bagi para civitas akademika UNS dalam mengembangkan ide-ide inovatif berbasis teknologi yang siap memasuki tahap komersialisasi. Keberadaan PIT menjadi salah satu bentuk dukungan UNS untuk mengembangkan bisnis inovatif berbasis teknologi di lingkungan Perguruan Tinggi.

Konsep PIT UNS bukan hanya sebagai Intermediasi antara inventor dengan investor, tetapi juga untuk memberikan kompetensi inti lainnya, berupa kompetensi inkubasi teknologi dan pengembangan teknologi inovatif. PIT UNS adalah wadah untuk menginkubasi hasil penelitian berbasis teknologi untuk menghasilkan bisnis berbasis inovasi dan pengusaha pemula berbasis teknologi,

(3)

commit to user

menghasilkan perbaikan teknologi bisnis inovatif, menghasilkan Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) yang inovatif. Dalam menseleksi penelitian berbasis teknologi yang inovatif untuk diinkubasi menjadi PPBT, PIT UNS secara garis besar menerapkan model komersialisasi universitas yang dikembangkan oleh Lee dan Gaertner (1994). Model Lee dan Gaertner (1994) merupakan model komersialisasi linier yang mempunyai proses berulang pada setiap tahapannya, yaitu tahap penelitian, pengembangan teknologi, komersialisasi dan pemasaran oleh industri. Tahapan tersebut terhubung melalui loop umpan balik terus menerus, yang membuat research and development (R&D) dan aspek pasar berpengaruh dalam model. Berikut Gambar 2.1 merupakan model komersialisasi universitas Lee and Gaertner (1994).

Gambar 2.1 Model universitas dalam melakukan komersialisasi berbasis penelitian Sumber: Lee dan Gaertner (1994)

Komersialisasi teknologi di UNS saat ini mengadopsi mekanisme komersialisasi teknologi yang dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Mekanisme komersialisasi merupakan suatu alternatif bagaimana produk dalam hal ini hasil penelitian memiliki nilai komersial atau. Betapa penting bagi pihak pengembang teknologi untuk mengkaji bagaimana potensi nilai komersial (pertimbangan bisnis) dan nilai ekonomi dari teknologinya. Pengembang teknologi di perguruan tinggi membutuhkan mekanisme komersialisasi teknologi yang tepat agar produk yang dijual dapat tersampaikan dengan baik ke konsumen. Alternatif mekanisme komersialisasi dapat dikembangkan sesuai dengan pertimbangan strategisnya. Adapun

(4)

commit to user

mekanisme umum yang digunakan untuk komersialisasi teknologi hasil penelitian dan pengembangan luaran perguruan tinggi antara lain (Taufik, 2004):

A. Lisensi

Lisensi adalah pemberian izin dari pemilik barang / jasa kepada orang yang menerima lisensi untuk menggunakan barang atau jasa yang berlisensi (Tonin, 2013).

B. Joint venture

Joint Venture adalah usaha bisnis kontraktual antara dua pihak atau lebih yang didasarkan pada transaksi bisnis tunggal (Kazanijan, 2008).

C. University spin-offs

University spin-offs merupakan suatu perusahaan yang didirikan universitas atau lembaga penelitian oleh para ilmuwan menggunakan kekayaan intelektual dari universitas maupun lembaga penelitian tersebut (Carayannis dkk, 1998).

D. Penyediaan fasilitas inkubator teknologi/bisnis.

Inkubator adalah sebuah organisasi yang menawarkan dukungan infrastruktur lingkungan yang kondusif untuk memperkuat dan mengembangkan perusahaan baru (Von dan Grimaldi, 2006).

2.1.2 Penelitian Baterai Lithium Ion Luaran UNS

Teknologi baterai lithium ion merupakan produk yang dihasilkan dari proses komersialisasi teknologi yang dilakukan oleh inventor UNS, yang mengawali penelitian dalam rangka penelitian dan pengembangan mobil listrik nasional (Molina). Teknologi yang dikembangkan oleh tim peneliti merupakan baterai lithium ion yang mempunyai keunggulan densitas energi yang lebih tinggi dari baterai konvensional yang telah diaplikasikan pada produk mobil listrik. Strategi yang dilakukan tim peneliti dengan merekayasa ukuran dalam skala nano, bentuk elektroda dan konfigurasi pelat elektrodanya. Pemanfaatan teknologi nano dalam pengembangan baterai lithium ion ditujukan untuk meningkatkan densitas energi baterai (UNS, 2012). Dengan membuat material elektroda dalam ukuran nanometer, luas penampang permukaan elektroda akan semakin besar. Sebagai hasilnya, energi yang dapat disimpan menjadi lebih banyak sehingga densitas energinya lebih besar. Jenis Baterai lithium ion dipilih karena telah dibuktikan

(5)

commit to user

pada penelitian sebelumnya bahwa jenis baterai ini merupakan jenis baterai yang paling sesuai digunakan untuk aplikasi mobil listrik (Lowe dkk., 2010) yang sejalan dengan tujuan penelitian baterai lithium ion yang dikembangkan dalam rangka penelitian dan pengembangan Molina (UNS, 2012).

Produk yang dihasilkan merupakan produk Li-ion 18650 Cilindrical Rechargeable cell berbasis Lithium Ferri Phosphate (LFP 18650) yang mempunyai tengangan listrik sebesar 3,2 volt, kapasitas 1 Ah, diameter 18 mm, tinggi 65 mm dan berbentuk silinder. Prototipe baterai lithium ion yang telah diproduksi pada skala laboratorium mempunyai material penyusun seperti pada bill of material (BOM) pada Gambar 2.2. BOM merupakan daftar dari semua material, parts, dan sub assemblies, serta kuantitas dari masing-masing yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit produk atau parent assembly. BOM juga menggambarkan cara komponen-komponen bergabung ke dalam suatu produk selama proses manufakturing. Oleh karena itu BOM sangat diperlukan sebagai basis untuk perhitungan banyaknya setiap material yang dibutuhkan untuk setiap periode waktu.

Gambar 2.2  BOM Li-Ion 18650 Cilindrical Rechargeable cell

Dalam upaya penilaian potensi komersialisasi, penelitian baterai litium ion dinilai berpotensi untuk dikomersialisasikan karena mencapai TKT 6 dengan prosentase 80% (Lampiran 2) dan tidak lolos menjadi TKT 7 karena pemenuhan prosentase 52,7% (Lampiran 3). Pencapaian tersebut didapatkan dengan adanya penelitian sebelumnya mengenai potensi teknologi, pasar dan bisnis. Berikut uraian potensi teknologi, pasar dan bisnis dari penelitian sebelumnya:

(6)

commit to user

A. Potensi teknologi

Teknologi yang dikembangkan oleh tim peneliti merupakan baterai lithium ion yang mempunyai keunggulan densitas energi yang lebih tinggi dari baterai konvensional yang telah diaplikasikan pada produk mobil listrik. Dengan menggunakan baterai lithium berbasis LFP peneliti menerapkan pendekatan nanoteknologi untuk meningkatkan densitas energinya (UNS, 2012). Strategi yang dilakukan tim penelitiadalah dengan merekayasa ukuran dalam skala nano, bentuk elektroda dan konfigurasi pelat elektrodanya. Pemanfaatan teknologi nano dalam pengembangan baterai lithium ion ditujukan untuk meningkatkan densitas energi baterai. Dengan membuat material elektroda dalam ukuran nanometer, luas penampang permukaan elektroda akan semakin besar. Sebagai hasilnya, energi yang dapat disimpan menjadi lebih banyak sehingga densitas energinya lebih besar.

Potensi keunggulan teknologi yang dihasilkan dapat ditinjau dari performansi produk yang dihasilkan. Keunggulan dari baterai lithium ion yang dihasilkan jika dibandingkan dengan baterai jenis lead acid dan baterai nickel metal hydride yaitu mempunyai tingkat energi dengan efisiensi terbaik, tidak memeliki sifat memory effect dan mempunyai daur hidup yang relatif lama yang terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Performansi baterai dari perbandingan material katoda

B. Potensi pasar dan bisnis

Komersialisasi teknologi ini menghasilkan produk sel baterai lithium ion yang memberikan nilai tambah menjadikan material anoda, katoda, separator,

Tipe Baterai Lead Acid Ni-Cd Ni-MH Lithium-ion

Energy Densitya (Wh/Kg) 35 40-60 60 120 Power Density b (W/Kg) 180 150 250-1000 1800 Daur Hidupc 4500 2000 2000 3500 Karakteristik Baterai High Reliability, Low Cost Memory effect d

Saat ini merupakan baterai yg sering diaplikasikan

untuk mobil HEVs

Ukuran dan berat relatif lebih kecil Aplikasi Baterai Mobil, Forklift, golf cart, backup power Pengganti baterai senter

Baterai mobil HEVs,

pengganti baterai senter

Consumer electronics

(7)

commit to user

larutan elektrolit dan lainnya menjadi komponen elektroda hingga menjadi baterai jenis LFP 18650. Kesempatan bisnis di Indonesia terbuka karena belum adanya perusahaan didalam negeri yang memproduksi baterai sejenis. Komersialisasi baterai lithium luaran UNS akan menjadi manufaktur sel baterai lithium ion pertama di Indonesia (UNS, 2014). Produk keluaran dari hasil komersialisasi tersebut nantinya merupakan komponen pokok yang dibutuhkan oleh PT Nipress sebagai salah satu perusahaan manufaktur pertama di Indonesia yang memproduksi modul baterai lithium ion untuk aplikasi mobil listrik sejak tahun 2013 (Nipress, 2014a; 2014b). Hingga saat ini, PT Nipress mengimpor komponen sel baterai dan battery management systems (BMS) dari industri manufaktur sel baterai lithium ion di China dan Taiwan. Perusahaan ini mengharapkan adanya pasokan sel baterai lithium dan BMS dari dalam negeri (Nipress, 2014b), sehingga terdapat kesempatan besar untuk terjadinya permintaan yang besar atas teknologi yang dihasilkan.

Adanya indikasi peluang dari aspek pasar tersebut, Sutopo, dkk. (2013a, 2013b) telah melakukan penelitian lebih lanjut mengenai aspek bisnis seperti analisis nilai tambah dan penentuan model komersialisasi yang sesuai. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa nilai tambah yang dicapai dari aspek teknologi dapat memposisikan adanya peluang bisnis yang cukup besar untuk mengkomerislisasikan teknologi ini dan university spin-offs

merupakan usulan mekanisme komersialisasi yang dianjurkan.

2.2 State of The Art Penelitian

Sub bab ini berisi tinjauan pustaka mengenai state of the art penelitian yang menjadi landasan pustaka pada penelitian komersialisasi ini.

2.2.1 Model Komersialisasi Teknologi

Seiring perkembangan teknologi, model-model komersialisasi telah banyak dikembangkan di seluruh dunia untuk memfasilitasi eksploitasi kekayaan intelektual yang berasal dari Resourch & developmemnt (R&D) di sektor teknologi tinggi seperti Teknologi Informasi & Komunikasi (ICT) dan Bio-teknologi (Ferguson, 2008). Secara garis besar model komersialisasi terdiri atas dua kategori yaitu model linier dan model fungsional. Model fungsional

(8)

commit to user

menggambarkan penggabungan beberapa kegiatan penting dan menggambarkan hubungan antara kegiatan tersebut tanpa perlu mentapkan langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapai capaian tertentu. Komersialisasi seringkali merupakan proses yang berurutan tetapi biasanya membutuhkan inovator untuk mengulang banyak iterasi 'loop' sebelum menyimpulkan proses sudah berhasil (Ferguson, 2008; Lee dan Gaertner, 1994). Model linear merupakan model yang mempetakan proses secara linear. Dalam beberapa kasus, ini merupakan sebuah proses yang berurutan yang dilengkapi dengan langkah-langkah yang harus diambil untuk mencapai capaian tertentu.

A. Model komersialisasi fungsional

Model komersialisasi fungsional, salah satunya disintesis oleh Parker dan Mainelli (2001). Model ini menyebutkan bahwa ada dua fase dimana teknologi menghasilkan keuntungan. Seperti yang tergambar pada Gambar 2.1, komersialisasi dapat menghasilkan keuntungan ketika teknologi yang dihasilkan dari suatu risetilmiah kemudian berhasil menciptakan lisensi pada fase pertama, kemudian dilanjutkan pada fase kedua, dimana teknologi diaplikasikan ke dalam sebuah produk melalui suatu aktivitas product development di perusahaan agar dapat digunakan dalam kegiatan produksi lanjutan atau konsumsi.

Gambar 2.3 Dua fase komersialisasi teknologi Sumber: Parker and Mainelli (2001)

Pandangan yang umum dari perspektif kedua dari Parker dan Mainelli (2001) menyebutkan bahwa komersialisasi teknologi berawal dari pemahaman atas masalah yang dihadapi di dunia nyata, baik di perusahaan maupun di kehidupan sehari-hari. Pemahaman ini akhirnya mendorong seseorang untuk berimajinasi mengenai solusi yang dinilai potensi bagi masalah tersebut yang disebut sebagai fase imagining. Ide mengenai teknologi tersebut akan

(9)

commit to user

dimatangkan di dalam fase inkubasi (incubating) yang meliputi pengujian teknologi dan penentuan daya komersialisasinya. Menurut Diharjo (2014) tujuan tahap ini adalah untuk menentukan ekspektasi nilai teknologi, termasuk penyusunan aplikasi potensial, pertimbangan berbagai keuntungan terhadap berbagai peluang, dan perlindungan teknologi melalui paten. Sesudah itu, teknologi kemudian melalui tahapan demonstrating untuk menjelaskan kegunaan teknologi dan sekaligus menilai potensi komersialisasi dari teknologi. Teknologi yang berhasil akan dipromosikan ke target segmen yang dituju (promoting stage). Fase terakhir adalah sustaining yang mencakup usaha untuk mempertahankan minat konsumen untuk tetap menggunakan teknologi yang sudah dikembangkan. Tahapan-tahapan tersebut secara ringkas dijelaskan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.4 Proses komersialisasi Sumber: Diharjo (2014)

B. Model komersialisasi linier

Model linear merupakan model yang mempetakan proses secara linier. Dalam beberapa kasus, ini merupakan sebuah proses yang berurutan yang dilengkapi dengan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai suatu capaian tertentu. Model komersialisasi teknologi yang paling banyak diterapkan yaitu model komersialisasi linier yang dikembangkan oleh Goldsmith (Ferguson, 2008). Model ini mengintegrasikan aspek teknis, pasar dan elemen bisnis proses untuk komersialisasi ke dalam suatu matriks kegiatan bersamaan yang berurutan. Model komersialisasi Goldsmith mencakup seluruh proses, dari ide pertama, melalui pengembangan, pembuatan dan start-up dari sebuah perusahaan dan kemudian exit strategy bagi penemu dan investor (Diharjo, dkk., 2014; Goldsmith, 1995; Goldsmith, 2003). Goldsmith (2003) menggambarkannya sebagai model taktis yang dirancang sebagai kerangka

Fase  Imagining   (Invensi)   Fase  Inkubasi   (Pematangan   ide)   Fase  

(10)

commit to user

kerja untuk membantu mengembangkan langkah-langkah kemajuan, mengidentifikasi informasi dan kebutuhan bantuan teknis, biaya pengembangan proyek, dan kebutuhan pembiayaan perkiraan. Berikut langkah komersialisasi dalam model komersialisasi Goldsmith pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Model komersialisasi teknologi Goldsmith (I)

Model Komersialisasi Teknologi Goldsmith

Teknis Pasar Bisnis

Fase Konsep

Tahap 1

Investigasi Analisis Teknis Penilaian Pasar Penilaian Usaha

Fase Pengembangan

Tahap 2

Kelayakan Kelayakan Teknis Studi Pasar

Kelayakan Ekonomi Tahap 3

Perencanaan Rekayasa Prototipe

Rencana Pemasaran Strategis Rencana Bisnis Strategis Tahap 4 Pengantar Portotipe

pra-Produksi Validasi Pasar Start-up Bisnis

Fase Komersial Tahap 5 Pertumbuhan Produksi Penjualan & Distribusi Pertumbuhan Bisnis Tahap 6

Kedewasaan Dukungan Produksi Diversifikasi Pasar Kematangan Bisnis Sumber: Goldsmith (1995)

2.2.2 Model Komersialisasi Goldsmith

Model komersialisasi Goldsmith merupakan model yang mengintegrasikan aspek teknis, pasar dan elemen bisnis proses untuk komersialisasi ke dalam suatu matriks kegiatan bersamaan yang berurutan. Model komersialisasi ini mencakup seluruh proses, dari ide pertama, melalui pengembangan, pembuatan dan start-up dari sebuah perusahaan spin-off dan kemudian exit strategy bagi penemu dan investor (Diharjo, dkk., 2014; Goldsmith, 1995; Goldsmith, 2003). Goldsmith (2003) menggambarkannya sebagai model taktis yang dirancang sebagai kerangka kerja untuk membantu mengembangkan langkah-langkah kemajuan, mengidentifikasi informasi dan kebutuhan bantuan teknis, biaya pengembangan proyek dan kebutuhan pembiayaan perkiraan.

Rosa dan Rose (2007) berpendapat bahwa Model Goldsmith adalah lebih cocok untuk mengkomersilkan ide-ide yang sama sekali baru dan tidak cocok untuk inovasi inkremental, atau peningkatan atau upgrade produk yang ada, layanan dan proses. Rosa dan Rose (2007) juga berpendapat model ini tidak cukup fleksibel untuk mengakomodasi masukan maupun re-ordering langkah di

(11)

commit to user

mana keadaan mendikte ini diperlukan atau diinginkan, terutama dalam program inovasi inkremental. Disisi lainnya menurut lembaga pengembangan bisinis suatu perguruan tinggi, seperti Nebraska Business Development Centre (NBDC) (2013) model ini membantu:

• Pengusaha dalam mengidentifikasi di posisi usaha berada dalam proses komersialisasi dan mengetahui prioritas dalam mengambil langkah-langkah komersialisasi selanjutnya,

• Investor dapat menilai kesiapan usaha dari peluang investasi

• Penyedia layanan dapat mengidentifikasi kapan dan di mana layanan memberikan kemungkinan permintaan yang besar, dan lainnya.

Model komersialisasi Goldsmith terdiri atas tiga fase yakni fase konsep, fase pengembangan dan fase pertumbuhan. Di setiap fasenya model komersialisasi Goldsmith melakukan analisis mengenai aspek teknis, pasar dan bisnis agar proses komersialisasi bisa dilakukan secara efektif. Gabungan ketiga fase dan aspek tersebut membentuk matrik yang terlihat pada Tabel 2.3. Model Goldsmith merupakan serangkaian langkah berurutan, bekerja dari atas ke bawah dan kiri ke kanan. Proses komersialisasi tidak maju dari satu tahap ke tahap berikutnya (Lotfollah, dkk., 2014).

Dalam penelitian ini model komersialisasi Goldsmith digunakan sebagai metode acuan untuk mengembangkan teknologi untuk siap dikomersialisasi menjadi suatu unit usaha atas kegiatan komersialisasi (unit usaha komersialisasi). Secara khusus penelitian ini mengkaji kelayakan komersialisasi teknologi, yang merupakan tahap awal dari fase pengembangan sesuai model komersialisasi Goldsmith. Dalam tahap analisis kelayakan terdapat tiga langkah yang harus dilalui yaitu kelayakan teknis, studi pasar dan kelayakan ekonomi. Analisis kelayakan teknis memverifikasi secara konsep bahwa tidak adanya hambatan produksi harus dilakukan. Selanjutnya yaitu studi pasar yaitu proses identifikasi kisaran harga di mana segmen pasar diukur bersedia untuk membeli produk dan membenarkan mengapa target pasar akan memilih produk selama kompetisi. Tujuan dari langkah kelayakan ini adalah untuk mengidentifikasi siapa yang akan membeli produk, berapa banyak unit yang akan dibeli, dan berapa banyak jumlah uang yang akan dibayar. Penyelesaian tahap studi pemasaran biasanya akan

(12)

commit to user

menghasilkan pemahaman yang menyeluruh tentang lingkungan pasar, struktur pasar, potensi pasar untuk produk, harapan yang realistis dari pangsa pasar, dan kemampuan perusahaan bisnis untuk bersaing. Langkah analisis kelayakan yang terakhir adalah kelayakan ekonomi yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan model keuangan usaha bisnis yang melihat periode titik impas keuangan yang akan diterima dari suatu usaha (Diharjo, dkk., 2014).

2.2.3 Skema Komersialisasi Teknologi

Parker dan Mainelli (2001) menyebutkan bahwa salah satu kesalahan dalam komersialisasi teknologi adalah ketidak-tepatan dalam menganalisis kesiapan teknologi untuk dipasarkan dan nilai komersial dari teknologi tersebut. Ketidak-tepatan dalam menganalisis kesiapan dan nilai komersial dari teknologi tersebut dapat diukur dengan skala yang dinamakan dengan Technology Readiness Level (TRL). TRL diartikan sebagai indikator yang menunjukan seberapa siap suatu teknologi dapat diterapkan atau diadopsi ole pengguna atau calon pengguna (Diharjo, dkk., 2014).

Pendekatan konsep TRL telah digunakan sejak lama oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) dalam perencanaan teknologi ruang angkasa, dan telah disatukan dalam NASA Management Instruction (NMI 71 00) menuju perencanaan teknologi terintegrasi. Pada tahun 2005, William Nolte beserta timnya di Air Force Research Laboratory Amerika Serikat (AFRL) mengembangkan TRL Calculator. TRL Calculator meupakan piranti lunak untuk menerapkan konsep tingkat kesiapan teknologi yang dikembangkan NASA dalam program-program pembangunan teknologinya. Diawali pada tahun 2005 hingga 2011, Indonesia melalui BPPT mulai mengembangkan kajian pengukuran tingkat kesiapan teknologi dengan menggembangkan panduan pengukuran Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) hingga mengembangan alat ukur tingkat kesiapan teknologi dengan konsep TRL Meter yang diberi nama "Tekno-Meter". Hasil kajian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pengukuran tingkat kesiapan teknologi berpeluang besar sebagai dasar pengambilan keputusan untuk pengembangan riset. Konsep Tekno-Meter dapat digunakan untuk membantu pengelola program riset untuk mengambil keputusan Iangkah berikutnya, apakah berupa kolaborasi untuk melanjutkan riset atau masuk ke komersialisasi.

(13)

commit to user

Tabel 2.3 Model komersialisasi Goldsmith (II)

Teknis Pasar Bisnis

Fase Konsep

Tahap 1 Investigasi

Analisis Teknis Penilaian Pasar Penilaian Usaha * Definisi Konsep * Identifikasi kebutuhan

pasar

* Estimasi potensi keuntungan * Menunjukkan asumsi

kinerja yang layak

* Identifikasi Komposisi Harga

* Melakukan penilaian diri atas kemampuan komersialisasi dan membangun perusahaan * Survei State-of-the-art teknologi * Identifikasi hambatan pasar potensial * Identifikasi hambatan produksi

* Identifikasi trend & kompetitor

* Identifikasi Kebutuhan Belanja

* Evaluasi penerapan * Identifikasi Saluran Distribusi

* Identifikasi Kebutuhan Profesional

* Penetapan teknologi * Identifikasi Risiko * Identifikasi status HKI

Fase Pengembangan

Tahap 2 Kelayakan

Kelayakan Teknis Studi Pasar Kelayakan Ekonomi * Pengembangan model

kerja

* Identifikasi pasar dan besar pasar

* Formulasi asusmsi keuangan

* Mengidentifikasi potensi keamanan dan bahaya lingkungan

* Identifikasi pasar potensial & konsumen potensial

* Identifikasi Pengeluaran * Melakukan penilaian

kelayakan produksi awal

* Identifikasi distribusi dan pesaing

* Mengembangkan Pro Forma laporan keuangan * Pengujian teknis

teknologi

* Identifikasi harga

* Bentuk Tim penasehat * Melakukan penilaian awal manufaktur * Finalisasi Desain Tahap 3 Perencana -an

Rekayasa Prototipe Rencana Pemasaran Strategis Rencana Bisnis Strategis * Uji materi, komponen,

proses

* Pilih distribusi pasar * Penentuan lisensi, join

venture atau spin-off

* Optimalkan iterasi desain * Identifikasi tim pemasaran

* Finalisasi struktur organisasi bisnis * Merancang dan

membangun proses pilot atau prototipe rekayasa

* Tentukan target dan positioning pasar

* Finalisasi persyaratan kekayaan intelektual * Mengidentifikasi bahan,

proses, komponen, dan langkah-langkah manufaktur yang diperlukan untuk memenuhi kinerja teknis dan spesifikasi

* Uji Pasar * Mengembangkan rencana bisnis yang terperinci untuk tahap

pengembangan produk (tujuan, jadwal, alokasi sumber daya yang dibutuhkan (manusia dan keuangan))

* Melakukan tes akhir * Memperkirakan biaya

prototipe pra-produksi

* Identifikasi tim management

(14)

commit to user Tahap 4

Pengantar

Portotipe pra-Produksi Validasi Pasar Start-up Bisnis * Mengembangkan

prototipe pra-produksi

* Melakukan penjualan produk yang terbatas

* Mengembangkan kebijakan bisnis dan manual prosedur * Tentukan proses produksi * Menganalsis volume,

tingkat, dan demografi dari penjualan * Menetapkan kriteria, mempekerjakan & melatih personil * Pilih prosedur manufaktur, peralatan, dan alat-alat * Merancang dan melaksanakan survei pelanggan

* Membentuk suatu proses dinamis untuk

perencanaan strategis dan taktis untuk perusahaan * Merancang sistem

dukungan lapangan

* Menganalisis umpan balik pelanggan (harga, desain, fungsi, kemasan, pengiriman)

* Membangun mekanisme kontrol pengeluaran kas yang sesuai dengan rencana bisnis * Menilai kesesuaian

spesifikasi dan fitur produk

* Transmit modifikasi desain untuk teknisi

* Aturlah untuk pembiayaan tahap berikutnya * Uji kinerja produk,

kehandalan, dan kualitas

* Jalankan kontrak terbatas

Fase Komersial

Tahap 5 Pertumbuhan

Produksi Penjualan & Distribusi Pertumbuhan Bisnis * Persiapkan desain akhir

produk/proses komersial

* Mengidentifikasi area

untuk perluasan pasar * Mengatur tahap kedua dan ketiga pembiayaan * Inisiasi proses

pengengendalian mutu

* Analisis respon pesaing * Menjalankan kontrak * Membangun fasilitas

manufaktur

* Menilai kepuasan

pelanggan * Mempekerjakan dan melatih personil * Melakukan skala penuh

menjalankan produksi

* Penilaian proses

distribusi * Membuat visi manajemen, misi, dan kebijakan * Finalisasi sistem distribusi

internal

* Persempit fitur produk * Memantau tren bisnis industri dan praktek * Mengidentifikasi peluang

dan ancaman serta merencanakan kebijakan strategis dan taktis perusahaan

Tahap 6 Kedewasaan

Dukungan Produksi Diversifikasi Pasar Kematangan Bisnis * Mengatur dan memberikan layanan garansi * Membuat proses scanning pasar * Mengidentifikasi & menindak lanjuti SWOT * Maksimasi efisiensi

produksi

* Identifikasi pasar baru * Investasi atas Keuntungan * Implementasi program

training

* Pengembangan retensi pasar

* Memantau tren bisnis industri dan praktek * Persiapkan komponen

pendukung seperti suku cadang dan aksesoris

* Alokasi sumber daya untuk pengembangan produk baru

* Memantau siklus hidup produk dalam portofolio perusahaan

* Memperkenalkan aplikasi baru yang dikembangkan untuk produk atau proses

* Alokasi sumber daya untuk perbaikan terus produk yang ada

* Mengeksplorasi teknologi manajemen alternatif * Identifikasi produk baru /

perubahan desain produk utam

* Implementasi inovasi

(15)

commit to user

Tingkat kesiapan teknologi (TKT) merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kematangan atau kesiapan teknologi pada skala 1 – 9 dari konsep Tekno-Meter. TKT tersebut merupakan tingkatan yang mana satu tingkat dengan tingkat yang lain saling terkait dan menjadi landasan bagi tingkatan berikutnya (Taufik, 2003). Berikut ini adalah peringkat kesiapan teknologi yang ditunjukkan dengan nilai TKT (Diharjo, dkk., 2014):

• TKT 1: Prinsip dasar dari teknologi telah diteliti dan tercatat, • TKT 2: Formulasi Konsep teknologi dan aplikasinya,

• TKT 3: Pembuktian konsep (proof-of-concept) fungsi dan/atau karakteristik penting secara analitis dan eksperimental,

• TKT 4: Validasi kode, komponen dan atau kumpulan komponen dalam lingkungan laboratorium,

• TKT 5: Validasi kode, komponen dan atau kumpulan komponen dalam lingkungan yang relevan,

• TKT 6: Demonstrasi Model atau Prototipe Sistem/ Subsistem dalam lingkungan yang relevan,

• TKT 7: Demonstrasi prototipe sistem dalam lingkungan/aplikasi sebenarnya

• TKT 8: Sistem telah lengkap dan memenuhi syarat (qualified) melalui pengujian dan demonstrasi dalam lingkungan/ aplikasi sebenarnya,

• TKT 9: Sistem benar-benar teruji/ terbukti melalui keberhasilan pengoperasian.

Dalam penggunaanya, pengukuran TKT mempunyai tujuan yaitu memberikan informasi penting tentang status dan pencapaian kematangan (maturity) dari teknologi yang dihasilkan lembaga litbang, meliputi (BPPT, 2012): 1. Untuk menghitung investasi adopsi teknologi dan resikonya (bagi calon

pengguna teknologi).

2. Untuk menentukan fokus pengembangan program/ kegiatan litbang, pendanaan dan transisi teknologi melalui seleksi kegiatan, alokasi sumber daya dan sasaran program/ kegiatan (bagi lembaga litbang).

(16)

commit to user

dengan sektor produksi/ industri (untuk lembaga intermediasi).

Selain itu adapun manfaat dari pengukuran Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT), sebagai berikut (BPPT, 2012):

1. Memberikan suatu kerangka perencanaan dan koordinasi program dan prioritas pengembangan kapasitas, kapabilitas dan kesiapan (readiness) teknologi suatu lembaga litbang dalam pemanfaatan hasil litbang sehingga efisien dalam penggunaan sumber daya untuk investasi litbang.

2. Memberikan suatu mekanisme untuk membantu pelaku litbang dan pemangku kepentingan lainnya untuk menentukan dan menggali alternatif kemungkinan pengembangan dan peningkatan kapasitas teknologi dalam bidang tertentu yang menjadi sasaran yang hendak dituju.

3. Mendorong pengembangan dan peningkatan kesiapan teknologi terobosan, terdepan, atau yang dapat mempelopori perkembangan lebih lanjut.

2.2.4 Teknis Baterai Lithium

Baterai lithium menurut IATA (2013), secara garis besar dibagi menjadi baterai primer dan baterai sekunder. Baterai lithium primer merupakan jenis baterai yang tidak dapat diisi ulang yang mempunyai senyawa lithum metal sebagai anodanya. Jenis baterai primer ini biasa diaplikasikan untuk baterai jam tangan, kalkulator dan lainnya. Sebaliknya baterai sekunder (baterai lithium ion) merupakan jenis baterai yang dapat diisi ulang yang sering digunakan untuk produk elektornik konsumen seperti baterai notebook PC dan telefon genggam. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai baterai lithium ion, secara teknis berikut penjabaran pengetahuan mengenai baterai lithium ion:

A. Komponen, cara kerja dan bentuk

Baterai lithium ion secara garis besar terdiri atas empat komponen besar yaitu katoda, anoda, separator dan larutan elektrolit. Katoda dan anoda merupakan elektorda yang memasok ion lithium ketika baterai dalam keadaan pengisian maupun pengosongan. Disisi lainnya separator merupakan sebuah film yang mempunyai lubang kecil untuk ion lithium bergerak menuju elektroda postif ataupun negatif selama proses pengisian maupun pengosongan. Sedangkan larutan elektrolit adalah pelarut organik yang terlarut dengan

(17)

commit to user

elektrolit, yang berfungsi sebagai media ion lithium bergerak diantara elektroda (CITI, 2012). Secara singkat berikut Gambar 2.4 yang menggambarkan kerja dari baterai lithium ion beserta keterangan komponennya.

Gambar 2.5 Teori kerja dasar baterai lithium ion Sumber: CITI (2012)

Menurut penelitian CITI (2012), bentuk baterai lithium ion terbagi atas tiga bentuk yaitu silinder, prisma, dan laminet. Bentuk silinder sering diaplikasikan untuk baterai notebook PC, sedangkan bentuk prismatik dan laminet sering diaplikasikan untuk baterai telefon genggam. Berikut gambar 2.6 bentuk dari baterai lithium ion.

Gambar 2.6 Bentuk komersial baterai lithium ion Sumber: CITI (2012)

B. Performansi dasar produk

Performansi dasar baterai lithium ion diukur dari keluaran baterai, kapasitas baterai, jangka hidup dan biaya. Pada dasarnya spesifikasi performansi yang paling penting tergantung pada aplikasinya. Seperti pada elektronik konsumen, kapasitas baterai dan biaya yang paling penting, sementara pada aplikasi auto keselamatan, kapasitas dan output yang paling penting. Untuk baterai isi ulang, fokusnya adalah pada umumnya umur baterai.

(18)

commit to user

Berikut penjelasan singkat mengenai istilah teknis dari performansi baterai (CITI, 2012):

1. Tegangan adalah jumlah energi listrik yang dihasilkan baterai ketika pemakaian. Performansi ini diukur dalam satuan volt (V). Tegangan baterai ditentukan oleh potensial redoks baterai, jadi dipengaruhi oleh kombinasi bahan yang digunakan dalam elektroda positif dan negatif. 2. Kapasitas pengosongan adalah volume arus keluar dari baterai yang diukur

dalam satuan ampere-jam (Ah). 1 Ah dapat diartikan muatan listrik yang ditransfer oleh arus stabil ketika proses pengosongan yaitu satu ampere dalam satu jam. Misalnya, kapasitas debit untuk baterai telefon genggam adalah 1,42 Ah, maka akan dibuang satu ampere dalam waktu 1,42 jam (85 menit).

3. Kapasitas baterai (keluaran baterai) adalah jumlah daya yang dihasilkan baterai yang diukur dalam satuan watt-jam (Wh). 1 Wh diartikan jumlah daya yang dihasilkan selama satu jam dari satu volt tegangan dan satu ampere arus listrik. Dalam hal teknik listrik, keluaran merupakan perkalian antara tegangan dan arus (1W = 1V x 1A). Sebagai contoh, kapasitas baterai adalah 24 kWh, dapat diartikan jumlah daya ini dihasilkan ketika satu volt-ampere dihasilkan dalam waktu 24.000 jam. Sebaliknya jika tegangan operasi baterai telefon genggam adalah 3,7 V dan kapasitas debit adalah 1,42 Ah, jadi kami memperkirakan bahwa kapasitas baterai adalah 5,3 Wh. Ini berarti bahwa baterai nissan memiliki kapasitas sekitar 4.600 kali lipat dari baterai telefon genggam.

4. Kepadatan output adalah output yang diukur relatif terhadap massa baterai. Performansi ini diukur dalam satuan watt per-kilogram (W/kg). Baterai dengan kepadatan output tinggi dapat menghasilkan kekuatan yang signifikan. Baterai yang digunakan dalam Hybrid Electric Vehicles (HEVs) membutuhkan kepadatan output tinggi sebagai mana HEVs membutuhkan daya sesaat.

5. Kepadatan energi adalah output per-unit massa baterai. Kepadatan energi diukur dengan satuan Watt-hours/kg keluaran baterai per unit massa (misalkan kilogram) atau dengan satuan Wh/L keluaran baterai per satuan

(19)

commit to user

volume. Ketika kepadatan energi meningkat, daya yang dihasilkan oleh baterai bertambah. Kapasitas baterai ditentukan oleh tegangan operasi dan kapasitas debit, sehingga kepadatan energi tergantung pula pada bahan yang digunakan.

6. Siklus hidup adalah ukuran berapa kali baterai dapat diisi/dikosongkan. Seperti baterai isi ulang yang diisi dan dikosongkan, perubahan kimia dan fisik internal dapat mengurangi kapasitas baterai, sehingga ada batasan berapa kali baterai dapat diisi/dikosongkan.

7. Efisiensi energi adalah rasio daya baterai isi ulang saat terisi penuh untuk output saat pemakaian. Ketika baterai isi ulang sedang mengisi, baterai dapat kehilangan energi melalui panas, sehingga efisiensi energi merupakan indikator penting yang digunakan dalam meningkatkan efisiensi baterai.

8. The State of charge (SOC) adalah sejauh mana baterai dapat diisi penuh relatif pada kapasitas sebenarnya. Jika SOC adalah 80%, artinya baterai dapat diisi untuk sekitar 80% dari kapasitas yang tersedia.

2.2.5 Studi Pasar

Studi pasar adalah proses identifikasi besarnya segmen pasar yang bersedia untuk membeli produk dan identifikasi alasan target pasar memilih produk selama kompetisi didalam pasar berlangsung. Studi pasar dilakukan dengan mengidentifikasi pasar, konsumen potensial, pangsa pasar, identifikasi saluran pemasaran, kompetitor dan harga. Berikut studi literature yang telah dilakukan untuk menunjang pemahaman kosep dalam melakukan studi pasar.

A. Pasar dan pemasaran

Menurut Kotler dan Keller, definisi pasar adalah tempat fisik dimana pembeli dan penjual berkumpul untuk membeli dan menjual barang dan pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler dan Keller, 2009). Dalam pemasaran, terdapat empat jenis pasar yaitu pasar konsumen, bisnis, global dan pasar nirlaba dan pemerintah. Dalam konsep

(20)

commit to user

pemasaran, terdapat tiga konsep inti yang menciptakan suatu pasar atas suatu produk atau jasa yaitu kebutuhan, keinginan dan permintaan.

Untuk bersaing lebih efektif, suatu perusahaan biasanya melakukan pemasaran sasaran dan tidak berhubungan pada seluruh pelanggan di pasar yang luas, besar atau beragam. Dalam pemasaran sasaran yang efektif, mengharuskan suatu perusahaan atau pemasar melakukan (Kotler dan Keller, 2009):

• Mengidentifikasi dan menentukan profil berbagai kelompok pembeli yang mempunyai kebutuhan dan preferensi berbeda (segmentasi pasar)

• Memilih satu atau lebih segmen pasar untuk dimasuki (penentuan target pasar)

• Untuk setiap segmen pasar, menentukan dan mengkomunikasikan berbagai manfaat penawaran pasar perusahaan (positioning pasar)

Segmentasi pasar merupakan suatu proses mengidentifikasi dan membagi pasar menjadi kelompok-kelompok khusus yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan, karakteristik dan pola pembeliannya. Segmen adalah sekelompok konsumen yang memiliki karakteristik dan respon yang mirip terhadap suatu usaha pemasaran tertentu. Dalam mengidentifikasi segmnetasi pasar, terdapat proses yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut (Kotler dan Keller, 2009):

• Mengenali dasar-dasar untuk melakukan segmentasi pasar

• Memilik variabel dasar dalam melakukan segmentasi pasar, yaitu demografis geografis, psikografis dan tingkah laku

• Mengembangkan profil target pasar dari hasil segmentasi pasar

Targeting merupakan proses mengevaluasi ketertarikan setiap segmen pasar terhadap produk atau jasa yang dijual, kemudian memilih satu atau lebih segmen pasar yang ingin dimasuki. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih segmen pasar adalah sebagai berikut (Kotler dan Keller, 2009):

• Ukuran dari segmen pasar • Potensi pertumbuhan pasar • Kompetisi pasar

(21)

commit to user

• Sumber daya yang dimiliki perusahaan • Visi dan misi perusahaan

• Segmen pasar dapat dijangkau

Positioning adalah suatu tindakan di mana perusahaan merancang penawaran yang mengarah ke segmen pasar tertentu dan menempati tempat tertentu di dalam pikiran segmen pasar. Dengan kata lain, positioning adalah apa yang segmen pasar tertentu pikirkan mengenai produk atau jasa perusahaan. Proses yang harus dilakukan dalam melakukan positioning (Kotler dan Keller, 2009):

• Mengerti persepsi dari segmen pasar

• Memposisikan produk atau jasa di dalam pikiran segmen pasar • Mengembangkan positioning untuk setiap segmen pasar

• Mendesain marketing mix yang tepat untuk mengkomunikasikan positioning produk atau jasa kepadasegmen pasar

B. Saluran pemasaran

Dalam menyalurkan nilai-nilai atas yang diciptakan atas suatu produk/jasa oleh perusahaan, diperlukan penyerahan nilai kepada konsumen. Penyerahan ini melibatkan saluran pemasaran dan jaringan nilai. Saluran pemasaran didefinisikan sebagai sekumpulan organisasi interdependen yang terlibat dalam menyediakan produk (barang/jasa) agar dapat dikonsumsi pelanggan. Dalam menentukan saluran distribusi, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai macam faktor yang sangat berpengaruh, karena pemilihan saluran distribusi yang efektif akan mampu mendorong peningkatan penjualan yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut salah satunya adalah pertimbangan pasar. Saluran distribusi sangat dipengaruhi oleh pola pembelian konsumen, oleh karena itu keadaan pasar merupakan faktor penentu dalam pemilihan saluran tersebut. Beberapa faktor pasar yang harus diperhatikan adalah:

• Konsumen atau Pasar Industri; Apabila pasarnya berupa pasar industri, maka pengecer jarang atau bahkan tidak pernah digunakan dalam saluran ini. Jika pasarnya berupa konsumen, perusahaan akan menggunakan lebih dari satu saluran.

(22)

commit to user

• Jumlah Pembeli Potensial; Jika jumlah konsumen relatif kecil dalam pasarnya, maka perusahaan dapat mengadakan penjualan secara langsung kepada pemakai.

• Konsentrasi Pasar Secara Geografis; Secara geografis, pasar dapat dibagi kedalam beberapa konsentrasi seperti: industri tekstil, industri kertas, dan sebagainya. Untuk daerah konsentrasi yang mempunyai tingkat kepadatan yang tinggi maka perusahaan dapat menggunakan distributor industri.

• Jumlah Pesanan; Volume penjualan dari sebuah perusahaan akan sangat berpengaruh terhadap saluran yang dipakainya. Jika volume yang dibeli oleh pemakai industri tidak begitu besar, atau relatif kecil, maka perusahaan dapat menggunakan distributor industri.

• Kebiasaan dalam pembelian; Kebiasaan membeli dari konsumen akhir dan pemakai industri sangat berpengaruh pula terhadap kebijaksanaan dalam penyaluran. Termasuk dalam kebiasaan membeli ini, antara lain kemauan untuk membelanjakan uangnya, tertariknya pada pembelian dengan kredit, lebih senang melakukan pembelian yang tidak berkali-kali dan tertariknya pada pelayanan penjual.

2.2.6 Kelayakan Ekonomi

Kelayakan ekonomi merupakan tahapan identifikasi kelayakan komersialisasi teknologi yang ditinjau dari aspek keuangan. Sesuai model komersialisasi Goldsmith, pada tahapan ini dilakukan beberapa langkah yaitu identifikasi pengeluaran, formulasi asusmsi keuangan, mengembangkan proforma laporan keuangan. Dalam melakukan langkah-langkah tersebut, berikut studi pustaka yang telah dipelajari dalam menunjang pemahaman konsep.

A. Karakterisasi rencana investasi

Menurut Atikah, dkk. (2014), terdapat dua tahap yang harus dilakukan dalam mengkarakterisasi pengeluaran investasi, yaitu mendeskripsikan rencana proyek dan detail rencana investasi yang tergolong atas tiga aspek yaitu belanja modal, belanja operasional, aspek mikro dan makro ekonomi. Dalam mendeskripsikan rencana proyek terdapat beberapa aspek yang perlu

(23)

commit to user

dideskripsikan, yaitu lokasi projek, rencana produksi, rencana transfer teknologi, rencana tenaga kerja, rencana pendanaan dan pasar. Setelah seluruh rencana proyek dideskripsikan, rencana investasi dapat didesain sesuai informasi dari deskripsi proyek yang telah terkumpul. Berikut metode dalam karakterisasi rencana investasi sesuai pada Gambar 2.9.

Gambar 2.7 Metode karakterisasi rencana investasi

Sumber: Atikah, dkk. (2014)

B. Pro forma laporan keuangan

Laporan keuangan pro forma adalah laporan keuangan yang meramalkan posisi keuangan perusahaan serta kinerjanya selama periode tahun tertentu. Dalam melakukan perencanaan keuangan, berikut prosesnya menurut Wijaya (2012):

• Memproyeksikan laporan keuangan dan menggunakannya untuk menganalisis dampak dari rencana operasi terhadap proyeksi laba dan berbagai rasio keuangan.

• Menentukan dana yang dibutuhkan untuk mendukung rencana lima tahunan.

• Meramalkan ketersediaan dana selama lima tahun ke depan.

• Menetapkan dan menjaga suatu sistem pengendalian yang mengatur alokasi dan penggunaan dana di dalam perusahaan.

(24)

commit to user

• Mengembangkan prosedur guna menyesuaikan rencana dasar jika ramalan ekonomi yang mendasari rencana tersebut tidak terjadi.

• Menetapkan suatu sistem kompensasi manajemen berbasis kinerja.

Laporan keuangan adalah suatu bentuk ringkasan dari kegiatan akuntansi yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan dapat menggambarkan posisi bisnis suatu perusahaan (Kusumadiyanto, 2006). Proses akuntansi tersebut meliputi pengumpulan data transaksi ekonomi dan pengolahan data keuangan perusahaan yang dilakukan oleh akuntan perusahaan. Didalam prosesnya, data yang mememiliki informasi relevan dan saling berhubungan satu dengan lainnya diolah sedemikian hingga mampu memberikan gambaran secara layak tentang keadaan keuangan serta hasil perusahaan dalam suatu periode (Wahyudi, 2010). Secara umum terdapat tiga laporan keuangan pokok yang dapat di gunakan dalam mebuat proyeksi keuangan, yaitu :

• Balance sheet (Neraca)

Neraca adalah alat dalam menggambarkan suatu posisi keuangan perusahaan pada suatu waktu tertentu (Wahyudi, 2010). Neraca dapat menjadi suatu refleksi atas posisi keuangan perusahaan pada akhir periode keuangan. Pada neraca perusahaan dapat melihat kelemahan dan kekuatan perusahaan secara keseluruhan, karena didalam neraca dijelaskan posisi mengenai total aset, kewajiban dan modal perusahaan (Kusumadiyanto, 2006).

• Income statement (Laporan L/R)

Laporan laba/rugi, selanjutnya disebut Laporan L/R, merupakan laporan atas posisi laba suatu perusahan pada suatu akhir periode keuangan (Wahyudi, 2010). Didalam laporan L/R terdapat gross profit (laba kotor) yang menunjukan selisih dari hasil penjualan dan biaya yang dikeluarkan atas kegiatan manufaktur (Kusumadiyanto, 2006).

• Laporan arus kas

Laporan arus kas menyajikan informasi aliran kas masuk dan keluar pada suatu periode. Laporan arus kas terdiri atas pemasukan dan pengeluaran kas dari proses operasi, investasi dan pendanaan. Laporan ini dapat

(25)

commit to user

menjadi cermin atas kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya (Wahyudi, 2010).

2.3 Pendekatan Penyelesaian Masalah

Sub bab ini berisi tinjauan pustaka mengenai pendekatan penyelesaian masalah yang digunakan pada penelitian ini.

2.3.1 Penilaian Kesiapan Hasil Riset

Penilaian kesiapan hasil riset adalah proses yang melibatkan banyak aktor di lembaga penelitian, universitas, dan mempertimbangkan berbagai data. Tujuan penilaian hasil riset yaitu untuk mempertimbangkan nilai dan dampak dari semua output penelitian (termasuk data set dan software), di samping publikasi penelitian. Selain itu, mempertimbangkan berbagai langkah termasuk dampak indikator kualitatif dampak penelitian, seperti pengaruh pada kebijakan dan praktek.

Dalam penelitian ini, penilaian kesiapan hasil riset di didekatkan dengan konsep Tekno-Meter yang dikembangkan oleh BPPT. Penilaian hasil riset berdasarkan konsep Tekno-Meter diuraikan berdasar indikator TKT yang digambarkan seperti Gambar 2.8. Setiap indikator menggambarkan tingkat kesiapan hasil penelitian dan pengembangan (litbang) yang terdiri atas tiga kelompok besar tingkat yaitu tingkat riset dasar, riset terapan dan pengembangan, seperti digambarkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2.8 Indikator TKT pada Tekno-Meter Sumber: BPPT (2012)

(26)

commit to user

Gambar 2.9 Tingkat kesiapan hasil penelitian dan pengembangan Sumber: BPPT (2012)

Dalam melakukan pengukuran tingkat kesiapan menggunakan konsep Tekno-Meter, terdapat langkah-langkah yang dilakukan secara berurutan sesuai flowchart penilaian pada Gambar 2.10. Pengukuran TKT dimulai dengan memberikan penilaian pada pernyataan TKT yang paling rendah (TKT 1), diterus-kan penilaian ke pernyataan pada TKT 2 dan seterusnya ke TKT Iebih tinggi. Tingkat TKT yang dicapai adalah tingkat TKT yang indikator atau pemyataannya dapat terpenuhi. Bila indikator suatu tingkatan TKT tidak terpenuhi, pengukuran selesai (dihentikan) dan TKT yang dicapai adalah tingkatan TKT dibawahnya yang terpenuhi (BPPT, 2012).

Pada setiap tingkatan TKT terdapat sejumlah indikator. Untuk setiap indikator penilaian terbagi atas 6 skala yaitu; 0 = tidak terpenuhi, 5 = terpenuhi (100%), pilihan 1 - 4 masing-masing untuk indikator yang masih berlangsung atau belum selesai; (1=20%; 2=40%; 3=60%; 4=80%). Penghitungan jumlah (%) indikator terpenuhi adalah dengan menjumlahkan persentase (%) masing-masing indikator. Selanjutnya, membandingkan jumlah tersebut dengan nilai batasan. Jumlah (Ʃ) indikator dihitung dengan formula 2.1 sebagai berikut:

indikator =

(!! (!))!(!,!! (!))!  (!,!! (!))!  (!,!! (!))!  (!,!! (!))!  (!,!! (!))   (!"#$%&'()*+%,%%*)

     

(

2. 1)

Dimana Σ(0), Σ(1), Σ(2), Σ(3), Σ(4), Σ(5) masing-masing adalah jumah pilihan atas skala 0, 1, 2, 3, 4, dan 5. Bila jumlah % indikator ( indikator) lebih

(27)

commit to user

besar atau sama dengan nilai batasan, maka tingkatan TKT tersebut telah terpenuhi/tercapai. Bila jumlahnya lebih kecil berarti tingkat TKT tersebut belum terpenuhi.

Gambar 2.10 Flowchart penilaian hasil riset dengan Tekno-Meter

Sumber: BPPT (2012)

Saat ini, objek kajian penelitian telah berada pada indikator TKT 6, yaitu model atau prototipe telah diuji dalam lingkungan yang relevan. Dengan tingkat pemenuhan indikator sebesar 80%, penelitian baterai lithium ion telah lolos dari nilai batasan 80% atas penilaian indikator:

1) Kondisi lingkungan operasi sesungguhnya telah diketahui,

2) Kebutuhan investasi untuk peralatan dan proses pabrikasi teridentifikasi, 3) M&S untuk kinerja sistem teknologi pada lingkungan operasi,

4) Bagian manufaktur/fabrikasi menyetujui dan menerima hasil pengujian laboratorium,

5) Prototipe telah teruji dengan akurasi laboratorium yang tinggi pada simulasi lingkungan operasional (yang sebenarnya di luar laboratorium), 6) Hasil uji membuktikan layak secara teknis (engineering feasibility).

(28)

commit to user

Dari hasil tersebut, penelitian ini akan menindak-lanjuti pengukuran tingkat kesiapan teknologi dengan melakukan kajian lebih lanjut sesuai model komersialisasi Goldsmith dan melakukan penilaian indikator TKT sesuai Gambar 2.10, yang dimulai dari TKT 6 hingga TKT 9. Berikut Tabel 2.4 merupakan tabel penilaian pada indikator TKT 7 hingga TKT 9.

Tabel 2.4 Penilaian indikator TKT 7 – TKT 9

No. Indikator Nilai

Indikator TKT 7

1 Peralatan, proses, metode dan desain teknik telah diidentifikasi 2 Proses dan prosedur fabrikasi peralatan mulai diujicobakan 3

Perlengkapan proses dan peralatan test / inspeksi diujicobakan didalam

lingkungan produksi

4 Draft gambar desain telah lengkap

5

Peralatan, proses, metode dan desain teknik telah dikembangkan dan mulai

diujicobakan.

6 Perhitungan perkiraan biaya telah divalidasi (design to cost) 7 Proses fabrikasi secara umum telah dipahami dengan baik 8 Hampir semua fungsi dapat berjalan dalam lingkungan/kondisi operasi 9 Prototipe lengkap telah didemonstrasikan pada simulasi lingkungan operasional 10 Prototipe sistem telah teruji pada ujicoba lapangan 11 Siap untuk produksi awal (Low Rate Initial Production- LRIP)

Jumlah Nilai Indikator

Indikator TKT 8

1 Bentuk, kesesuaian dan fungsi komponen kompatibel dengan sistem operasi 2 Mesin dan peralatan telah diuji dalam lingkungan produksi

3 Diagram akhir selesai dibuat

4 Proses fabrikasi diujicobakan pada skala percontohan (pilot-line atau LRIP) 5

Uji proses fabrikasi menunjukkan hasil dan tingkat produktifitas yang dapat

diterima

6 Uji seluruh fungsi dilakukan dalam simulasi lingkungan operasi 7 Semua bahan/ material dan peralatan tersedia untuk digunakan dalam produksi 8 Sistem memenuhi kualifikasi melalui test dan evaluasi (DT&E selesai) 9 Siap untuk produksi skala penuh (kapasitas penuh).

(29)

commit to user

No. Indikator Nilai

Indikator TKT 9

1 Konsep operasional telah benar-benar dapat diterapkan 2 Perkiraan investasi teknologi sudah dibuat 3 Tidak ada perubahan desain yg signifikan. 4 Teknologi telah teruji pada kondisi sebenarnya

5 Produktivitas pada tingkat stabil

6 Semua dokumentasi telah lengkap

7 Estimasi harga produksi dibandingkan kompetitor

8 Teknologi kompetitor diketahui

Jumlah Nilai Indikator     Skala Nilai (0=tidak terpenuhi; 1=20%; 2=40%; 3=60%; 4=80%; 5=100% atau terpenuhi) Sumber: Diharjo (2014), Taufik (2003; 2004)

2.3.2 Potensi Bahaya Lingkungan pada Produksi Baterai

Dalam upaya mengidentifikasi potensi dari adanya bahaya lingkungan yang terjadi akibat adanya produksi baterai lithium ion, kajian pustaka mengenai limbah-limbah hasil produksi perlu dilakukan. Dari upaya identifikasi tersebut, adapun hasil kajian pustaka berupa jenis limbah yang dikategorikan limbah berbahaya. Menurut Departemen Lingkungan dan Perubahan Iklim New South Wales, Australia, berikut kategori jenis limbah berbahaya (NWS, 2009):

• Bahan yang berpotensi menimbulkan ledakan,

• Gas (hasil kompresi, cair atau dilarutkan di bawah tekanan),

• Padatan yang mudah terbakar (termasuk limbah kebun, bahan berserat organik alami limbah kayu dan semua bentuk fisik karbon seperti karbon aktif dan grafit),

• Zat yang dapat secara spontan terbakar (tidak termasuk limbah kebun, bahan berserat organik alami, limbah kayu dan semua bentuk fisik karbon seperti karbon aktif dan grafit),

• Zat yang jika kontak dengan air mengeluarkan gas yang mudah terbakar, • Zat pengoksidasi dan peroksida organik,

• Zat beracun,

(30)

commit to user

2.3.3 Penentuan Harga dengan Pendekatan Market-Based

Penentuan harga berdasar pada pasar merupakan pendekatan yang sering diterapkan oleh perusahaan yang beroperasi pada pasar yang kompetitif. Produk yang dihasilkan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain memiliki banyak kesamaan. Perusahaan yang berada pada kompetisi ini harus menerima harga yang ditetapkan oleh pasar. Pendekatan market-based ini dilakukan berdasarkan pada keinginan konsumen, dan reaksi pesaing akibat dari aksi yang dilakukan perusahaan (Sutopo, dkk., 2014).

Penentuan harga menggunakan pendekatan market-based diawali dengan menentukan target harga (estimasi harga). Estimasi ini berdasarkan pada pemahaman terhadap nilai produk dimata konsumen dari suatu produk dan bagaimana para pesaing akan menetapkan persaingan harga dari produk tersebut. Kemudian untuk mengukur bagaimana reaksi dari para pesaing terhadap harga yang bersifat prospektif maka perusahaan harus memahami teknologi pesaing, produk/jasa dari pesaing, biaya dan kondisi keuangan pesaing. Langkah identifikasi tersebut kemudian dilakukan dengan menetapkan tarhet harga dan biaya. Dalam menetapkan harga dan target biaya terdapat lima tahapan yang dilakukan yaitu mengembangkan produk yang memenuhi kebutuhan, menetapkan target harga, menghitung target biaya per-unit, yang didapat dari target harga dikurangi dengan target keuntungan operasional per unit, kemudian melakukan analisis biaya dan melakukan value engineering. Dalam langkah analisis biaya dan value engineering, dilakukan analisis untuk dapat menurunkan biaya produksi dan langkah evaluasi sistematis terhadap seluruh aspek dalam rantai nilai suatu produk. Tujuan dari value engineering ini yaitu untuk menekan biaya produksi dan mencapai level kualitas yang memenuhi kebutuhan konsumen (Sutopo, dkk., 2014).

2.3.4 Analisis Kelayakan Investasi

Kelayakan ekonomi merupakan penelitian terhadap rencana investasi yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak investasi diterapkan, tetapi juga memperhatikan aspek berjalannya investasi pada saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan (Rachadian, dkk., 2013). Metode untuk mengukur secara

(31)

commit to user

kuantitatif suatu investasi layak diterapkan dalam fokus penelitian ini antara lain sebagai berikut (Afandi, 2009; Rachadian, dkk., 2013).

Sebelum menilai kelayakan investasi, pemahaman terhadap nilai waktu uang (time value of money) harus dibangun terlebih dahulu. Konsep nilai waktu uang merupakan konsep yang menyatakan bahwa uang yang diterima hari ini lebih besar nilainya dari pada uang yang diterima dikemudian waktu (Diharjo, dkk., 2014). Alasannya antara lain karena peluang investasi dan penurunan daya beli nilai uang (purchasing power). Hubungan nilai sekarang dengan nilang uang suatu periode yang ekivalen dengan nilai sekarang dinyatakan sebagai discount rate. Berikut formulasi 2.2 menyatakan discount rate dengan mengasumsikan laju penurunan nilai konstan.

Discout rate = V1− V0

V0

(2. 2)

Keterangan:

V0 adalah nilai sekarang dan

V1 adalah nilai satu periode kemudian yang ekivalen dengan V0

sekarang

Besarnya uang di n periode yang akan datang yang ekivalen dengan P sekarang. Faktor disebut single payment compound amount factor dengan simbol (F/P, i, n) (Diharjo, dkk., 2014). Dirumuskan dengan:

𝐹 = 𝑃(1 + 𝑖)! (2. 3)

Nilai sekarang dari aliran kas sebesar F yang terjadi pada akhir periode ke-n. Faktor disebut single payment present worth factor dengan simbol (P/F, i, n) (Diharjo, dkk., 2014). Dirumuskan dengan:

𝑃 = 𝐹(1 + 𝑖)!! (2. 4)

Untuk menganalisis kelayakan investasi suatu usaha dapat menggunakan kriteria-kriteria di bawah ini:

A. Metode PP (Payback Period)

Payback period adalah suatu metode berapa lama investasi akan kembali atau periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash

(32)

commit to user

flow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Dimana nilai pengembalian terlebih dahulu dikonversikan ke nilai sekarang (present value) yang kemudian dihitung waktu pengembaliannya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa nilai PP merupakan waktu saat nilai NPV bernilai nol. Perhitungan nilai PP dapat dihitung dengan formulasi berikut:

𝑷𝑷 = 𝑪𝟎 𝑪𝒊!    𝑫 (2. 5) Keterangan PP : Payback periods Ci : Laba usaha C0 : Nilai investasi D : Nilai depresiasi

Kriteria penilaian pada nilai payback period adalah:

• Jika Payback periodnya < waktu maksimum, maka usulan proyek tersebut dapat diterima.

• Jika Payback periodnya > waktu maksimum, maka usulan proyek tersebut ditolak.

Metode PP merupakan metode penilaian investasi yang sangat sederhana perhitungannya, sehingga banyak digunakan oleh perusahaan. Tetapi di lain pihak metode ini mempunyai kelemahan-kelemahan (Diharjo, dkk., 2014), yaitu :

1) Tidak memperhatikan nilai waktu uang.

2) Mengabaikan arus kas masuk yang diperoleh sesudah payback period suatu rencana investasi tercapai.

3) Mengabaikan nilai sisa (salvage value) investasi.

Meskipun metode PP memiliki beberapa kelemahan, namun metode ini masih terus digunakan secara intensif dalam membuat keputusan investasi, tetapi metode ini tidak digunakan sebagai alat utama melainkan hanya sebagai indikator dari likuiditas dan risiko investasi. Keunggulan metode PP adalah sebagai berikut (Diharjo, dkk., 2014):

1) Perhitungannya mudah dimengerti dan sederhana.

2) Mempertimbangkan arus kas dan bukan laba menurut akuntansi.

(33)

commit to user

risiko kerugian.

B. Metode NPV (Net Present Value)

Net Present Value (NPV) merupakan metode analisis keuangan yang memperhatikan adanya perubahan nilai uang karena faktor waktu; proyeksi arus kas mula-mula dihitung nilai pada saat periode awal investasi, melalui pemotongan nilai dengan faktor pengurang yang dikaitkan dengan biaya modal (persentase bunga) (Diharjo, dkk., 2014).

𝑵𝑷𝑽 =  𝑪𝒐 − 𝒏 𝑪𝒊 𝑷𝑭, 𝒊%, 𝒕

𝒕!𝟎 (2. 6)

Keterangan

NPV : Net Present value Ci : Laba usaha

i : Persentase bunga (%)

t : Waktu perencanaan

N : Horizon perencanaan Kriteria penilaian NPV adalah:

• Jika NPV > 0, maka investasi diterima. • Jika NPV < 0, maka investasi ditolak.

• Jika NPV = 0, maka nilai perusahaan tetap walau usulan proyek diterima/ ditolak.

Kelebihan metode NPV menurut Diharjo, dkk. (2014), yaitu: 1) Memperhitungkan nilai waktu dari uang atau arus kas, 2) Memperhitungkan arus kas selama usia ekonomis proyek, 3) Memperhitungkan nilai sisa proyek.

Kelemahan metode NPV Diharjo, dkk. (2014), yaitu:

1) Bila faktor pengurang dan arus kas tahunan tidak seragam, perhitungan NPV lebih sulit dilakukan,

2) Manajemen harus dapat menaksir tingkat biaya modal yang relevan selama usia ekonomis proyek,

3) Jika proyek memiliki nilai investasi awal dan usia ekonomis berbeda, maka NPV yang lebih besar belum tentu proyek lebih baik,

4) Derajat kelayakan tidak hanya dipengaruhi oleh arus kas, melainkan juga dipengaruhi usia ekonomis proyek.

(34)

commit to user

C. Metode Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan metode untuk menghitung tingkat bunga yang akan diterima (PV Future Proceeds) sama dengan jumlah nilai sekarang dari pengeluaran modal (PV Capital Outlays). Metode ini berguna untuk mencari tingkat bunga yang dipakai untuk mendiskontokan aliran kas bersih yang akan diterima dimasa datang sehingga jumlahnya sama besar dengan investasi awal (NPV = 0). Untuk menentukan besarnya nilai IRR harus dihitung dulu NPV1

dan NPV2 dengan cara coba-coba. Jika NPV1 bernilai positif maka discount

faktor kedua harus lebih besar dari SOCC, dan sebaliknya. Dari percobaan tersebut maka IRR berada antara nilai NPV positif dan NPV negatif yaitu pada NPV = 0. IRR dapat digunakan untuk melihat berapa nilai suku bunga minimal yang dapat diterima agar investasi tetap berjalan.

𝑰𝑹𝑹 =   𝒊  𝟏+ 𝑵𝑷𝑽𝟏

(𝑵𝑷𝑽𝟏!  𝑵𝑷𝑽𝟐)(𝒊  𝟐−  𝒊  𝟏) (2. 7)

Keterangan

IRR : Internal Rate of Return (%) NPV1 : Nilai sekarang dari nilai investasi

NPV2 : Nilai sekarang dari nilai laba akhir periode horizon perencanaan

investasi

i1 : Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1

i2 : Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2

Kriteria penilaian IRR adalah :

• Jika IRR > dari suku bunga yang telah ditetapkan, maka investasi diterima.

• Jika IRR < dari suku bunga yang telah ditetapkan, maka investasi ditolak.

i. Perhitungan BEP atas dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:

𝐵𝐸𝑃 = !" !!!"! (2. 8) Keterangan PC = biaya tetap VC = biaya variabel S = volume penjualan.

(35)

commit to user

2.3.5 Analisis Sensitivitas

Ketidakpastian dari variabel-variabel ekonomi akan mempengaruhi tingkat keakuratan analisis yang akan mengubah kelayakan dari suatu proyek. Kuantifikasi ketidakpastian investasi dapat dilakukan dengan melihat bagaimana tingkat profitabilitas dalam hal ini adalah NPV apabila variabel-variabel dalam perhitungan DCF analisis mengalami perubahan. Parameter-parameter yang menjadi pertimbangan dalam analisis sensitivitas antara lain (Diharjo, dkk., 2014):

1) Kapasitas produksi (production capacity). Akan berpengaruh terhadap pendapatan dan terhadap biaya bahan/ material habis.

2) Biaya operasional (operational expenditure). Akan berpengaruh terhadap biaya pegawai (Labor Cost), biaya jasa (Selling Expenses), biaya lain (General and Administration Cost), pajak dan retribusi (Tax and Retribution), biaya pemasaran (Marketing Cost).

3) Harga komoditas (product price). Akan berpengaruh terhadap pendapatan dan terhadap biaya bahan/ material habis.

4) Nilai tukar dollar (exchange rate). Perubahan nilai tukar dollar akan berpengaruh terhadap berbagai macam komponen seperti biaya investasi, biaya pegawai, jasa, pajak operasional pemasaran dan lain-lain apabila dilakukan konversi nilai biaya dari rupiah ke USD atau sebaliknya.

Gambar

Gambar 2.1 Model universitas dalam melakukan komersialisasi berbasis penelitian
Gambar 2.2 	
   BOM Li-Ion 18650 Cilindrical Rechargeable cell
Tabel 2.1 Performansi baterai dari perbandingan material katoda
Gambar 2.3 Dua fase komersialisasi teknologi                      Sumber: Parker and Mainelli (2001)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Minahasa Menurut Jenis Pendapatan (juta rupiah), 2012-2015. Sumber: Kabupaten Minahasa Dalam Angka

Program persiapan akreditasi harus dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan dan perencanaan kerja di masa yang akan datang agar acuan dalam pelaksanaan kegiatan dan perencanaan

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Dalam kaitan dengan pembinaan iman orang dewasa, sekarang ini bisa dibedakan empat jenis orang dewasa: pertama, mereka yang menjalani masa katekumenat, kedua,

Tujuan dari penelitian ini adalah memodifikasi model minimal kinetika glukosa darah dan insulin pada subjek obesitas untuk memprediksikan nilai sensitivitas

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

pada umumnya setiap jalur sudah di tentukan proses yang akan dikerjakan karna menggunakan filosofi setiap proses berurutan dengan proses berputar.disetiap jalur dibagi beberapa

Pada saat transformator memberikan keluaran sisi positif dari gelombang AC maka dioda dalam keadaan forward bias sehingga sisi positif dari gelombang AC tersebut