• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

45

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, terdapat perubahan yang mendasar;

(2)

b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 5 Tahun 2010 tentang Mekanisme Penyusunan Program Legislasi Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sehingga perlu dilakukan penyesuaian;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

(3)

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 TAhun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

(4)

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32);

7. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 14 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Garut (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2008 Nomor 27).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN GARUT dan

BUPATI GARUT MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH.

(5)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Garut.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.

3. Bupati adalah Bupati Garut.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

5. Badan Legislasi Daerah adalah alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi.

6. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Garut.

7. Bagian Hukum dan HAM atau dengan sebutan lain adalah unit kerja di lingkungan Sekretariat Daerah yang bertugas mengkoordinasikan penyusunan program legislasi daerah. 8. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat

SKPD adalah perangkat daerah pada Pemerintah Daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang.

9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

10. Pembentukan Peraturan Daerah adalah rangkaian kegiatan yang sistematis guna membentuk Peraturan Daerah melalui proses, norma, dan teknik perancangan yang baik meliputi perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, pengundangan, penyebarluasan dan sosialisasi.

(6)

11. Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.

12. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kabupaten Garut.

13. Lembaran Daerah adalah penerbitan resmi Pemerintah Daerah yang digunakan untuk mengundangkan Peraturan Daerah.

14. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Peraturan Daerah, sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

15. Pengundangan adalah penempatan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah.

16. Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan Daerah untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

17. Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Rancangan Peraturan Daerah untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

BAB II

ASAS, MATERI MUATAN, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Bagian Kesatu

(7)

Pasal 2

Pembentukan Peraturan Daerah harus berdasarkan asas sebagai berikut :

a. kejelasan tujuan, yaitu setiap pembentukan Peraturan Daerah harus mempunyai tujuan yang jelas dan hendak dicapai;

b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap Peraturan Daerah harus dibentuk oleh DPRD dan Bupati; c. kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan, yaitu

dalam pembentukan Peraturan Daerah harus sesuai antara jenis, materi muatan dan bentuk yang tepat;

d. dapat dilaksanakan, yaitu setiap pembentukan Peraturan Daerah harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Daerah di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap Peraturan Daerah dibentuk berdasarkan kebutuhan dan manfaat dalam mendorong percepatan pembangunan Kabupaten Garut, mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

f. kejelasan rumusan, yaitu sistematika, terminologi, dan bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaan; dan

g. keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan Peraturan Daerah mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka, sehingga seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Daerah.

(8)

Bagian Kedua

Materi Muatan Peraturan Daerah Pasal 3

(1) Materi muatan Peraturan Daerah yaitu seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi Daerah.

(2) Materi muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi materi-materi yang :

a. memberikan beban kepada masyarakat; b. mengurangi kebebasan masyarakat; c. membatasi hak-hak masyarakat;

d. melindungi masyarakat dan memberikan jaminan kepastian hukum;

e. hal-hal yang merupakan atribusi atau delegasi dari Peraturan Daerah lain atau peraturan perundang-undangan yang herarkhinya lebih tinggi;

f. penetapan pembiayaan Daerah; g. pembentukan SKPD;

h. pengaturan kondisi khusus Daerah; i. aspirasi masyarakat Daerah; dan

j. kebutuhan Daerah sesuai dengan kewenangan dan kemampuan Daerah.

Bagian Ketiga Tujuan Pasal 4 Peraturan Daerah ini bertujuan :

(9)

a. memberikan landasan yuridis dalam pembentukan Peraturan Daerah;

b. memberikan pedoman dan arahan dalam rangka tertib pembentukan Peraturan Daerah, sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik; dan

c. menyelenggarakan pembentukan Peraturan Daerah yang transparan, partisipatif dan akuntabel.

Bagian Keempat Ruang Lingkup

Pasal 5

Ruang lingkup pembentukan Peraturan Daerah, meliputi : a. perencanaan;

b. penyusunan; c. pembahasan;

d. pengesahan atau penetapan; e. pengundangan;

f. penyebarluasan; dan g. sosialisasi.

BAB III

ARAH KEBIJAKAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Pasal 6

Arah kebijakan pembentukan Peraturan Daerah yaitu :

a. membentuk Peraturan Daerah sebagai pelaksanaan otonomi Daerah dan tugas pembantuan, serta peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

(10)

b. menyempurnakan Peraturan Daerah yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman;

c. mempercepat proses penyelesaian Rancangan Peraturan Daerah yang telah terprogram dan membentuk Peraturan Daerah yang diperintahkan oleh undang-undang;

d. membentuk Peraturan Daerah yang menjamin perlindungan hak asasi manusia, perlindungan lingkungan hidup serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme;

e. membentuk Peraturan Daerah sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kemajuan zaman;

f. memberikan landasan yuridis bagi penegakan hukum secara tegas, profesional dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan

g. menjadikan hukum sebagai sarana pembaharuan dan pembangunan di segala bidang yang mengabdi kepada kepentingan rakyat, bangsa dan negara, guna mewujudkan prinsip keseimbangan antara ketertiban, legitimasi, kepastian hukum dan keadilan.

BAB IV PERENCANAAN

Bagian Kesatu Umum Pasal 7

Perencanaan pembentukan Peraturan Daerah, meliputi penyusunan:

a. Prolegda; dan b. Naskah Akademik.

(11)

Bagian Kedua Prolegda Paragraf 1

Kebijakan Penyusunan Prolegda Pasal 8

Penyusunan Prolegda dilaksanakan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah secara terencana, terpadu, dan sistematis, yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh DPRD melalui Badan Legislasi Daerah.

Pasal 9

Prolegda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memuat rencana pembentukan Peraturan Daerah, pokok materi yang akan diatur serta keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya, yang merupakan penjelasan secara lengkap mengenai konsepsi Rancangan Peraturan Daerah, meliputi :

a. jenis; b. tentang; c. materi pokok; d. status; e. pelaksanaan; f. unit/instansi terkait; g. target penyampaian; dan h. keterangan.

Pasal 10

Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu tahunan. Pasal 11

(1) Prolegda ditetapkan dengan Keputusan DPRD, sebelum penetapan APBD.

(12)

(2) Prolegda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun dalam bentuk kompilasi daftar Rancangan Peraturan Daerah berdasarkan usulan Pemerintah Daerah dan DPRD.

Pasal 12

(1) Prolegda disusun berdasarkan skala prioritas.

(2) Skala prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan pertimbangan :

a. merupakan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

b. terkait dengan Peraturan Daerah lain;

c. merupakan kelanjutan Prolegda tahun sebelumnya; d. merupakan percepatan pembangunan Daerah;

e. merupakan kelanjutan rencana pembangunan Daerah; f. berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia; g. mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup;

h. mendukung pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan; dan/atau

i. secara langsung menyentuh kepentingan rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Paragraf 2

Teknik Penyusunan Prolegda Pasal 13

(1) Prolegda memuat perencanaan pembentukan Peraturan Daerah, meliputi judul Rancangan Peraturan Daerah, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya.

(13)

(2) Materi yang diatur serta keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan keterangan mengenai konsepsi Rancangan Peraturan Daerah, yang meliputi :

a. latar belakang dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan;

c. pokok pikiran, ruang lingkup, dan objek yang akan diatur; dan

d. jangkauan dan arah pengaturan.

(3) Materi yang diatur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam Naskah Akademik.

Pasal 14

(1) Penyusunan Prolegda dilaksanakan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah.

(2) Prolegda ditetapkan berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Peraturan Daerah.

Pasal 15

(1) Penyusunan rencana Prolegda di lingkungan DPRD dikoordinasikan oleh Badan Legislasi Daerah.

(2) Penyusunan rencana Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh Bagian Hukum dan HAM, dengan ketentuan dapat mengikutsertakan perancang peraturan perundang-undangan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pembahasan Prolegda antara DPRD dengan Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh Badan Legislasi Daerah.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegda di lingkungan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan DPRD.

(14)

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Bupati. (6) Alur mengenai rencana Prolegda di lingkungan DPRD dan

rencana Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 16

(1) Hasil penyusunan Prolegda antara DPRD dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disepakati menjadi Prolegda tahun berkenaan dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD.

(2) Prolegda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan DPRD.

(3) Alur penyusunan Prolegda antara DPRD dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 17

(1) Dalam Prolegda dapat dimuat daftar kumulatif terbuka, yang terdiri atas :

a. akibat putusan Mahkamah Agung; dan b. APBD;

c. pembatalan atau klarifikasi dari Menteri Dalam Negeri; dan

d. perintah dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi setelah Prolegda ditetapkan.

(2) Selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Prolegda kabupaten/kota dapat memuat daftar kumulatif terbuka mengenai :

(15)

a. pembentukan, pemekaran dan penggabungan kecamatan atau nama lainnya; dan/atau

b. pembentukan, pemekaran dan penggabungan desa atau nama lainnya.

(3) Dalam keadaan tertentu, DPRD atau Bupati dapat mengajukan Rancangan Peraturan Daerah di luar Prolegda : a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik

atau bencana alam;

b. akibat kerja sama dengan pihak lain; dan

c. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan Peraturan Daerah yang disetujui bersama oleh Badan Legislasi Daerah serta Bagian Hukum dan HAM.

Bagian Ketiga

Penyusunan Naskah Akademik Paragraf 1

Umum Pasal 18

(1) Pemrakarsa Rancangan Peraturan Daerah terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah yang bersangkutan melalui pengkajian dan penyelarasan, yang terdiri atas :

a. latar belakang dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang akan diwujudkan;

c. pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dan

d. jangkauan dan arah pengaturan.

(2) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan sistematika sebagai berikut :

(16)

a. Judul;

b. Kata pengantar; c. Daftar isi terdiri dari:

1. BAB I : pendahuluan;

2. BAB II : kajian teoretis dan praktik empiris;

3. BAB III : evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait;

4. BAB IV : landasan filosofi, sosiologis dan yuridis; 5. BAB V : jangkauan, arah pengaturan dan ruang

lingkup materi muatan Peraturan Daerah; 6. BAB VI : penutup;

7. Daftar Pustaka; dan

8. Lampiran Rancangan Peraturan Daerah.

(3) Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik.

(4) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran III, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 19

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang tidak diwajibkan menyusun Naskah Akademik, yaitu mengenai :

a. APBD;

b. pencabutan Peraturan Daerah; atau

c. perubahan Peraturan Daerah yang hanya terbatas mengubah beberapa materi;

(2) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya disertai dengan penjelasan atau keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.

(17)

Paragraf 2

Tahapan Penyusunan Naskah Akademik Pasal 20

(1) Penyusunan Naskah Akademik melalui tahapan sebagai berikut :

a. tahap persiapan penyusunan, mencakup :

1. identifikasi pemangku kepentingan (stakeholders); 2. pembentukan Tim Penyusun Naskah Akademik; 3. pengumpulan data dan informasi;

4. penyusunan agenda dan pembagian kerja serta persiapan-persiapan teknis.

b. tahap pelaksanaan penyusunan, mencakup : 1. kajian kerangka konsep Naskah Akademik; 2. penyusunan draf Naskah Akademik.

c. konsultasi dan diskusi publik draf Naskah Akademik, mencakup :

1. penginformasian draf Naskah Akademik;

2. penghimpunan masukan-masukan dari berbagai pihak.

d. analisis dan formulasi draf, mencakup :

1. pengakomodasian masukan-masukan yang dianggap relevan dan bermanfaat ke dalam draf Naskah Akademik;

2. perumusan Naskah Akademik yang utuh. e. penetapan atau finalisasi draf Naskah Akademik; f. perumusan Rancangan Peraturan Daerah.

(18)

(2) Alur tahapan penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3

Wewenang Penyusunan Naskah Akademik

Pasal 21

(1) Penyusunan Naskah Akademik yang berasal dari Bupati dikoordinasikan oleh Bagian Hukum dan HAM dan/atau oleh SKPD dan berada di bawah tanggung jawab SKPD pemrakarsa.

(2) Penyusunan Naskah Akademik yang berasal dari DPRD dikoordinasikan oleh Sekretariat DPRD dan berada di bawah tanggung jawab Sekretaris DPRD.

(3) Penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat dilakukan oleh tenaga ahli, pakar, praktisi, atau akademisi sebagai narasumber.

Pasal 22

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, dapat dilakukan melalui kerja sama dengan Instansi, Perguruan Tinggi atau Lembaga yang memiliki keahlian dan kemampuan sesuai dengan materi rancangan Peraturan Daerah yang akan dibuat.

Pasal 23

(1) Naskah Akademik yang berasal dari Bupati disampaikan oleh Kepala SKPD pemrakarsa kepada Bupati melalui Sekretaris DPRD.

(2) Naskah Akademik yang berasal dari DPRD disampaikan oleh pemrakarsa kepada Pimpinan DPRD, sesuai dengan Peraturan DPRD.

(19)

BAB V PENYUSUNAN

Pasal 24

(1) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari DPRD, dikoordinasikan oleh Badan Legislasi Daerah.

(2) Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Bupati, dilakukan oleh Tim Penyusun yang keanggotaannya terdiri dari unsur SKPD Pemrakarsa, SKPD terkait dan Bagian Hukum dan HAM, dengan ketentuan dapat mengikutsertakan perancang peraturan perundang-undangan sesuai ketentuan peraturan perundang-perundang-undangan.

Pasal 25

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi Daerah.

(2) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD disertai naskah akademik dan/atau penjelasan atau keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur, daftar nama dan tanda tangan pengusul dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan DPRD.

Pasal 26

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan Surat Pimpinan DPRD kepada Bupati.

(20)

(2) Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh Bupati disampaikan dengan surat pengantar Bupati kepada pimpinan DPRD.

Pasal 27

Apabila dalam satu masa sidang DPRD dan Bupati menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah yang disampaikan oleh DPRD, dan Rancangan Peraturan Daerah yang disampaikan oleh Bupati, digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

BAB VI PEMBAHASAN

Pasal 28

(1) Pembahasan rancangan Peraturan Daerah dilakukan oleh DPRD bersama Bupati.

(2) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.

Pasal 29

Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) meliputi :

a. dalam hal Rancangan Peraturan Daerah berasal dari Kepala Daerah dilakukan dengan :

1. penjelasan Kepala Daerah dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Peraturan Daerah;

2. pemandangan umum fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah; dan

3. tanggapan dan/atau jawaban kepala daerah terhadap pemandangan umum fraksi.

(21)

b. dalam hal Rancangan Peraturan Daerah berasal dari DPRD dilakukan dengan :

1. penjelasan Pimpinan Komisi, Pimpinan Gabungan Komisi, Pimpinan Badan Legislasi Daerah, atau Pimpinan Panitia Khusus dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Peraturan Daerah;

2. pendapat Kepala Daerah terhadap Rancangan Peraturan Daerah; dan

3. tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat Kepala Daerah.

c. pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang dilakukan bersama dengan Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya.

Pasal 30

Pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) meliputi :

a. pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan :

1. penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/pimpinan panitia khusus yang berisi pendapat fraksi dan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c; dan

2. permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna.

b. pendapat akhir Kepala Daerah. Pasal 31

(1) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a angka 2 tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

(22)

(2) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan Kepala Daerah, Rancangan Peraturan Daerah tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah diatur dengan Peraturan DPRD.

Pasal 32

(1) Rancangan Peraturan Daerah dapat ditarik kembali sebelum dilakukan pembahasan.

(2) Rancangan Peraturan Daerah yang sedang dibahas, hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Bupati.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan DPRD.

BAB VII

PENGESAHAN ATAU PENETAPAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 33

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. (2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

(23)

Pasal 34

(1) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ditetapkan oleh Bupati dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati.

(2) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Bupati dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama, maka Rancangan Peraturan Daerah sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan.

(3) Dalam hal pengesahan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka kalimat pengesahannya berbunyi: “Peraturan Daerah ini dinyatakan sah”.

(4) Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah ke dalam Lembaran Daerah.

Bagian Kedua

Rancangan Peraturan Daerah yang Harus Dievaluasi

Paragraf 1 Umum Pasal 35

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang harus dievaluasi oleh Gubernur sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, terdiri atas :

a. APBD;

b. Perubahan APBD;

(24)

d. Pajak Daerah; e. Retribusi Daerah;

f. Rencana Tata Ruang Wilayah; g. Rencana Detail Tata Ruang; dan

h. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis.

(2) Rancangan Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah, sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, dilakukan fasilitasi oleh Gubernur.

(3) Peraturan Daerah yang telah ditetapkan oleh Bupati, disampaikan kepada Gubernur untuk diklarifikasi.

Paragraf 2

Peraturan Daerah tentang APBD, Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban APBD

Pasal 36

(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, Perubahan APBD dan Pertanggungjawaban APBD yang telah disetujui bersama DPRD, disampaikan oleh Bupati kepada Gubernur untuk dievaluasi.

(2) Dalam hal Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati menetapkan rancangan dimaksud menjadi Peraturan Daerah.

(3) Dalam hal Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati bersama DPRD melakukan penyempurnaan atas Rancangan Peraturan Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(25)

Paragraf 3

Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pasal 37

(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah disetujui bersama DPRD disampaikan Bupati kepada Gubernur untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan Menteri Keuangan.

(2) Dalam hal Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati menetapkan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah.

(3) Dalam hal Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati bersama DPRD melakukan penyempurnaan atas Rancangan Peraturan Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 4

Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang

dan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis

Pasal 38

(1) Bupati mengkonsultasikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis kepada Kementerian yang membidangi urusan tata ruang yang dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional, sebelum Rancangan Peraturan Daerah disetujui bersama DPRD.

(26)

(2) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah disetujui DPRD, disampaikan Bupati kepada Gubernur untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan Menteri yang membidangi urusan tata ruang.

(3) Dalam hal Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati menetapkan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah.

(4) Dalam hal Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati bersama DPRD melakukan penyempurnaan atas Rancangan Peraturan Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 5

Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah

Pasal 39

Rancangan Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah yang telah dibahas bersama DPRD, disampaikan Bupati kepada Gubernur untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan Biro yang membidangi organisasi.

Bagian Ketiga

Rancangan Peraturan Daerah Hasil Evaluasi

Pasal 40

(1) Dalam hal hasil evaluasi Pemerintah terhadap Rancangan Peraturan Daerah bidang APBD harus dibahas kembali oleh DPRD dan Bupati, maka pembahasan hasil evaluasi Gubernur dilakukan oleh Bupati dan bersama Panitia Anggaran DPRD.

(27)

(2) Dalam hal hasil evaluasi Pemerintah terhadap Rancangan Peraturan Daerah bidang pajak, retribusi dan tata ruang harus dibahas kembali oleh DPRD dan Bupati, maka pembahasan hasil evaluasi Pemerintah dilakukan oleh Badan Legislasi Daerah bersama Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 41

Hasil penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dilaporkan pada rapat Paripurna DPRD berikutnya.

Pasal 42

Bagan alur pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah yang diklarifikasi, dievaluasi dan difasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 41 tercantum dalam Lampiran IV, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keempat Kajian Pasal 43

(1) Kewenangan Badan Legislasi Daerah diatur dalam Peraturan DPRD.

(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Legislasi Daerah berwenang :

a. meneliti dan menguji kelayakan rancangan Peraturan Daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebelum memasuki pembahasan oleh Panitia Khusus; dan

b. meneliti dan mengevaluasi Peraturan Daerah yang berlaku untuk dikaji mengenai efektivitas dan kesesuaiannya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(28)

BAB VIII

PENGUNDANGAN, PENYEBARLUASAN, PENOMORAN DAN AUTENTIFIKASI

Bagian Kesatu Pengundangan

Pasal 44

(1) Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Daerah harus diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah.

(2) Pengundangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemberitahuan formal suatu Peraturan Daerah sehingga mempunyai daya ikat terhadap masyarakat.

(3) Pengundangan Peraturan Daerah dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.

Pasal 45

Peraturan Daerah mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.

Pasal 46

Untuk menjamin keresmian dan keterkaitan antara materi Peraturan Daerah dengan Penjelasan, dicatat dalam Tambahan Lembaran Daerah.

Pasal 47

(1) Tambahan Lembaran Daerah memuat Penjelasan Peraturan Daerah yang dimuat dalam Lembaran Daerah.

(2) Tambahan Lembaran Daerah diberi nomor yang merupakan kelengkapan dan penjelasan dari Lembaran Daerah.

(29)

Bagian Kedua Penyebarluasan

Pasal 48

(1) Penyebarluasan Prolegda dilakukan sejak penyusunan Prolegda, penyusunan Rancangan Peraturan Daerah, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah hingga pengundangan Peraturan Daerah.

(2) Penyebarluasan Prolegda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.

Pasal 49

(1) Penyebarluasan Prolegda dilakukan bersama oleh DPRD dan Pemerintah Daerah, yang dikoordinasikan oleh Badan Legislasi Daerah.

(2) Penyebarluasan Prolegda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui :

a. media cetak dan/atau elektronik;

b. pengumuman di kantor-kantor, baik di lingkungan Pemerintah Daerah maupun instansi lainnya; dan/atau c. cara lainnya yang mudah diakses oleh masyarakat.

Pasal 50

(1) Penyebarluasan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari DPRD, dilaksanakan oleh Badan Legislasi Daerah.

(2) Penyebarluasan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Bupati, dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah dan/atau SKPD pemrakarsa.

(30)

Pasal 51

Penyebarluasan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah, dilakukan bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD.

Pasal 52

Naskah Peraturan Daerah yang disebarluaskan harus merupakan salinan naskah yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Tambahan Lembaran Daerah.

Bagian Ketiga

Penomoran dan Autentifikasi Pasal 53

(1) Penomoran dan autentifikasi Peraturan Daerah dilakukan oleh Kepala Bagian Hukum dan HAM.

(2) Penomoran Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan angka Arab nomor bulat.

(3) Peraturan Daerah yang telah ditetapkan dan diberikan nomor, diundangkan dalam Lembaran Daerah.

BAB IX

PEMBATALAN PERATURAN DAERAH Pasal 54

(1) Peraturan Daerah yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung, diagendakan sebagai skala prioritas dalam Prolegda, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam hal Prolegda tahun berjalan telah ditetapkan, Peraturan Daerah yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diagendakan dalam perubahan Prolegda, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(31)

BAB X

TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH Pasal 55

(1) Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan Daerah.

(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran V, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(3) Teknik penyusunan dan/atau bentuk Peraturan Bupati harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

BAB XI

PARTISIPASI MASYARAKAT Pasal 56

(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan Peraturan Daerah. (2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui : a. rapat dengar pendapat umum;

b. kunjungan kerja; c. sosialisasi; dan/atau

d. seminar, lokakarya dan/atau diskusi.

(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Daerah.

(32)

(4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Daerah harus dapat diakses oleh masyarakat.

BAB XII PEMBIAYAAN

Pasal 57

Pembiayaan pelaksanaan pembentukan Peraturan Daerah, dibebankan pada APBD.

BAB XIII

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 58

(1) Penulisan Peraturan Daerah diketik dengan menggunakan jenis huruf Bookman Old Style dengan huruf 12.

(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicetak dalam kertas yang bertanda khusus.

(3) Kertas bertanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan ketentuan sebagai berikut :

a. menggunakan nomor seri dan/atau huruf, yang diletakkan pada halaman belakang samping kiri bagian bawah; dan

b. menggunakan ukuran F4 berwarna putih.

(4) Nomor seri dan/atau huruf sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Bagian Hukum dan HAM.

(33)

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 59

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku :

a. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2006 Nomor 7 Seri E) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2008 Nomor 11); dan

b. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 5 Tahun 2010 tentang Mekanisme Penyusunan Program Legislasi Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Garut Tahun 2010 Nomor 5), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(34)

Pasal 60

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Garut.

Ditetapkan di Garut pada tanggal 6 Mei 2014 B U P A T I G A R U T, t t d

RUDY GUNAWAN

Diundangkan di Garut pada tanggal 13 Mei 2014

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN GARUT,

t t d

I M A N A L I R A H M A N

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 NOMOR 2

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT, PROVINSI JAWA BARAT: 33/2014

Salinan Sesuai dengan Aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM DAN HAM

SETDA KABUPATEN GARUT

LUKMAN HAKIM PEMBINA/IV.a

(35)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

I. UMUM

Pembentukan Peraturan Daerah merupakan pelaksanaan dari amanat Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Pemerintahan Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan". Peraturan Daerah tentang Pembentukan Peraturan Daerah didasarkan pada pemikiran bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan, harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain, dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan berrnasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam menyelaraskan pengaturan dengan undang-undang nasional, Pemerintah Daerah harus berupaya mengambil bagian dalam pembangunan hukum, melaui perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis. Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pedoman

(36)

Pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Garut Nomor 5 Tahun 2010 tentang Mekanisme Penyusunan Program Legislasi Daerah, merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun demikian, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dicabut dan tidak berlaku lagi. Hal itu berimplikasi pada kedua Peraturan Daerah tersebut, yang harus ditinjau kembali dan disesuaikan dengan berpedoman pada Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Peraturan Daerah ini merupakan penggabungan antara substansi Pengelolaan Prolegda dan Pembentukan Peraturan Daerah.

Adapun alasan penggabungan adalah:

1. Penyusunan dan Pengelolaan Prolegda berkaitan dengan pengaturan mengenai perencanaan pembentukan Peraturan Daerah. Prolegda merupakan awal dari rencana Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibuat dengan tujuan agar pembuatan Peraturan Daerah terencana dan berdasarkan prioritas, sehingga tidak leluasa lagi untuk diubah atau diganti di tengah tahun anggaran;

2. Pembentukan Peraturan Daerah merupakan pedoman bagi penyusunan Peraturan Daerah yang sudah direncanakan dalam Prolegda;

3. Peraturan Daerah tentang Prolegda dan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Peraturan Daerah merupakan satu kesatuan perencanaan dalam pembangunan hukum di Kabupaten Garut. Penggabungan kedua Peraturan Daerah tersebut sejalan dengan konstruksi yang terdapat dalam

(37)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Secara umum, Peraturan Daerah ini memuat materi-materi pokok yang disusun secara sistematis, terarah dan terencana, yang dilandasi oleh asas pembentukan Peraturan Daerah. Diatur pula mengenai jenis, hierarki, dan materi muatan Peraturan Daerah. teknik penyusunan, pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah, pengundangan, penyebarluasan dan partisipasi masyarakat dalam pembentukan Peraturan Daerah. Tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan penetapan, serta pengundangan merupakan langkah-langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dalam pembentukan Peraturan Daerah. Selain materi baru tersebut, juga diatur mengenai teknik penyusunan Naskah Akademik yang dimaksudkan untuk semakin memperjelas pentingnya dibentuk Peraturan Daerah yang didasarkan pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1)

Ketentuan ini memberikan penegasan bahwa Peraturan Daerah merupakan subordinasi dari peraturan perundang-undangan nasional, sehingga tidak bisa memuat substansi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi hierarkhinya.

(38)

Namun demikian, mengingat daerah memiliki potensi dan kekhasan yang berbeda satu sama lain, maka substansi Peraturan Daerah dapat memuat kondisi kekhasan Daerah, sepanjang sesuai dengan kewenangan.

Ayat (2) Huruf a

Yang dimaksud dengan "memberikan beban kepada masyarakat" misalnya membebankan pembayaran Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "mengurangi kebebasan masyarakat" misalnya kaidah pelarangan bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas tertentu.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "membatasi hak masyarakat" misalnya pembatasan kebebasan untuk mengekspresikan hak yang dimilikinya, karena adanya pertimbangan sosial.

Huruf d

Yang dimaksud dengan "melindungi masyarakat dan memberikan jaminan kepastian hukum," menegaskan bahwa Peraturan Daerah merupakan subsistem dari hukum nasional, sehingga peran dan fungsi Peraturan Daerah antara lain yaitu memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum kepada masyarakat.

(39)

Huruf e

Yang dimaksud dengan "hal-hal yang merupakan atribusi atau delegasi dari Peraturan Daerah lain atau peraturan perundang-undangan yang herarkhinya lebih tinggi," yaitu bahwa dalam substansi Peraturan Daerah, terdapat restriksi yang tidak boleh dilanggar, yaitu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, karena Peraturan Daerah sendiri merupakan atribusi atau delegasi dari Peraturan Daerah lain atau peraturan perundang-undangan yang herarkhinya lebih tinggi.

Huruf f

Yang dimaksud dengan "penetapan pembiayaan Daerah" misalnya Peraturan Daerah tentang APBD.

Huruf g

Yang dimaksud dengan "pembentukan OPD" misalnya Peraturan Daerah tentang Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut.

Huruf h

Yang dimaksud dengan "pengaturan kondisi khusus Daerah" yaitu Peraturan Daerah yang mengatur tentang potensi dan kekhasan Daerah dalam rangka daya saing Daerah. Huruf i

Yang dimaksud dengan "aspirasi masyarakat Daerah" yaitu Peraturan Daerah yang memuat aspirasi masyarakat sebagai bagian dari demokratisasi penetapan kebijakan, sesuai dengan kewenangan Daerah.

(40)

Huruf j

Yang dimaksud dengan "kebutuhan Daerah sesuai dengan kewenangan dan kemampuan Daerah" yaitu Peraturan Daerah yang substansinya mengatur kebutuhan lokal Daerah, dengan mempertimbangkan kemampuan Daerah sesuai kewenangan. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8

Penyusunan Prolegda dikoordinasikan oleh DPRD mempertegas bahwa fungsi legislasi berada pada DPRD. Pasal 9

Bentuk implementasi dari ketentuan ini berupa matriks yang memuat judul Rancangan Peraturan Daerah, dasar hukum, latar belakang, tujuan, sasaran, pokok pikiran, ruang lingkup, objek, serta jangkauan dan arah pengaturan.

(41)

Pasal 10

Pembentukan Peraturan Daerah memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap sistem pembentukan perundang-undangan secara nasional. Terjadinya disharmonisasi, inkonsistensi dan disorientasi peraturan perundang-undangan berakibat langsung pada Prolegda, sehingga perencanaan Prolegda tidak bisa ditetapkan untuk jangka menengah dan jangka panjang.

Pasal 11 Ayat (1)

Penetapan Prolegda dalam Keputusan DPRD menunjukkan bahwa fungsi legislasi berada pada DPRD.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 12

Ayat (1)

Skala prioritas penyusunan Prolegda merupakan upaya yang berkesinambungan dan terpadu sebagai pedoman bersama dalam pembentukan Peraturan Daerah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.

(42)

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "pengkajian dan penyelarasan" adalah proses untuk mengetahui keterkaitan materi yang akan diatur dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya yang vertikal atau horizontal sehingga dapat mencegah tumpang tindih pengaturan atau kewenangan. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1)

Hal ini berkaitan dengan fungsi Badan Legislasi Daerah sebagai alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi.

Ayat (2)

Hal ini berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi Biro Hukum dan HAM dalam menyelenggarakan perumusan bahan kebijakan umum dan evaluasi di bidang perundangundangan.

Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Tata cara penyusunan Prolegda di lingkungan DPRD ditetapkan dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.

(43)

Ayat (5)

Tata cara penyusunan Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah ditetapkan dalam Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Peraturan Daerah.

Pasal 16

Cukup jelas. Pasal 17

Ayat (1) Huruf a

Yang dimaksud dengan "putusan Mahkamah Agung," yaitu putusan hasil uji materil (judicial review) terhadap Peraturan Daerah untuk menguji kesahihan Peraturan Daerah. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a

Keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam harus disikapi secara responsif sehingga tidak dimungkinkan untuk memberlakukan prosedur yang berlaku secara umum. Dalam hal kegentingan yang memaksa, pembentukan Rancangan Peraturan Daerah dimungkinkan tanpa melalui Prolegda, yang dimaksudkan untuk

(44)

menghindari kerugian atau dampak yang lebih luas.

Huruf b

Dalam hal-hal tertentu, kerjasama Daerah harus ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah. Dalam hal ini, maka pembentukannya dapat ditetapkan di luar Prolegda.

Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Dalam hal-hal tertentu, Badan Legislasi Daerah bersama dengan Biro Hukum dan HAM dapat menyepakati dibentuknya Peraturan Daerah di luar Prolegda, dengan pertimbangan tingkat urgensi permasalahan dan kondisi yang dihadapi.

Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Pada prinsipnya, keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang akan diatur merupakan bagian dari Naskah Akademik, sehingga dokumen Naskah Akademik induk dengan keterangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan.

(45)

Pasal 20

Cukup jelas. Pasal 21

Ayat (1)

Pada prinsipnya, Naskah Akademik yang disusun merupakan naskah hasil penelitian atau pengkajian di bidang hukum. Dalam hal-hal tertentu, Naskah Akademik bidang hukum dapat dilengkapi dengan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Naskah Akademik merupakan naskah hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sehingga sistematika, tata cara penuangan dan substansinya harus disusun berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah. Namun demikian, penyusunan Naskah Akademik bukan hanya merupakan domain Perguruan Tinggi. Dalam hal ini, tenaga ahli, pakar, praktisi, atau akademisi dapat membantu sebagai narasumber. Pasal 22

Naskah Akademik dapat disusun oleh instansi Pemerintah atau Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, konsultan ataupun lembaga lainnya yang memiliki kompetensi sesuai dengan substansi yang diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah.

(46)

Pasal 23 Ayat (1)

Naskah Akademik dari SKPD Pemrakarsa merupakan pelengkap dari Naskah Akademik bidang hukum.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 24

Ayat (1)

Hal ini sesuai dengan fungsi Badan Legislasi Daerah sebagai alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah ditetapkan dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.

Pasal 26

Cukup jelas. Pasal 27

Ketentuan ini makin menegaskan bahwa fungsi legislasi berada pada DPRD.

(47)

Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Tata cara penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah ditetapkan dalam Peraturan tentang Tata Tertib DPRD. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Ayat (1)

Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah oleh Pemerintah bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan Daerah dan kebijakan

(48)

Nasional, keserasian antara kepentingan publik dengan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauhmana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Rencana Tata Ruang Kabupaten dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, dan Peraturan Daerah lainnya. Yang dimaksud dengan "Evaluasi" adalah pengkajian dan penilaian terhadap Rancangan Peraturan Daerah untuk mengetahui apakah Rancangan Peraturan Daerah dimaksud bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "difasilitasi" adalah pemberian pedoman dan petunjuk teknis, arahan, bimbingan teknis, supervisi, asistensi dan kerja sama serta monitoring dan evaluasi terhadap penyusunan dan pelaksanaan peraturan daerah tentang OPD.

Ayat (3)

Dalam klarifikasi, terhadap Peraturan Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku. Yang dimaksud dengan "Klarifikasi" adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan Daerah untuk mengetahui apakah Peraturan Daerah dimaksud bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.

Pasal 36 Ayat (1)

(49)

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Penyempurnaan atas Rancangan Peraturan Daerah dilakukan oleh Bupati bersama dengan Badan Anggaran. Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Penyempurnaan atas Rancangan Peraturan Daerah dilakukan oleh Bupati bersama dengan Badan Legislasi Daerah. Pasal 38 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)

Penyempurnaan atas Rancangan Peraturan Daerah dilakukan oleh Bupati bersama dengan Badan Legislasi Daerah.

Pasal 39

(50)

Pasal 40 Ayat (1)

Pembahasan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri dilakukan oleh Panitia Anggaran DPRD bersama dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Ayat (2)

Pembahasan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri dilakukan oleh Badan Anggaran bersama dengan Tim Asistensi. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1)

Hal ini berkenaan dengan dianutnya fictie hukum atau stelsel positif dalam pengundangan, dimana semua orang harus dianggap tahu tentang berlakunya suatu ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah.

Ayat (2)

(51)

Ayat (3)

Pengundangan Peraturan Daerah tidak bisa didelegasikan atau disubdelegasikan kepada pejabat di bawah Sekretaris Daerah.

Pasal 45

Dalam hal-hal tertentu, Peraturan Daerah atau sebagian substansi Peraturan Daerah berlaku dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "penyebarluasan" adalah kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai Prolegda yang sedang disusun dan dibahas agar masyarakat dapat memberikan masukan atau tanggapan terhadap Prolegda tersebut. Penyebarluasan misalnya, melalui media tatap muka, media elektronik dan/atau media cetak.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 49

Ayat (1)

Penyebarluasan Prolegda dikoordinasikan oleh Badan Legislasi Daerah sebagai konsekuensi logis dari fungsi legislasi DPRD.

(52)

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 50

Ayat (1)

Penyebarluasan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh Badan Legislasi Daerah sebagai konsekuensi logis dari fungsi legislasi DPRD.

Ayat (2)

Penyebarluasan Rancangan Peraturan Daerah harus diupayakan seoptimal mungkin agar mudah diakses oleh masyarakat, sehingga Peraturan Daerah bernilai aspiratif, mengakomodasikan kebutuhan masyarakat, serta menempatkan masyarakat tidak hanya sebagai objek, tetapi juga sebagai subjek Peraturan Daerah.

Pasal 51

Cukup jelas. Pasal 52

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin autentifikasi dari Peraturan Daerah, sehingga naskah Peraturan Daerah di luar yang telah diundangkan seyogyanya tidak menyebar, namun merupakan dokumen yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah. Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

(53)

Ayat (3)

Tata cara penulisan Lembaran Daerah, yaitu dengan membubuhkan tahun, nomor dan seri Peraturan Daerah.

Pasal 54 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Pengajuan keberatan atas pembatalan Peraturan Daerah dilakukan dalam konteks hak uji material (judicial review). Dalam hal ini, Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang berwenang untuk melakukan hak uji material (judicial review) peraturan perundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang-undang-undang.

Pasal 55

Cukup jelas. Pasal 56

Ayat (1)

Masyarakat wajib diberikan ruang yang cukup untuk menyampaikan aspirasinya dan mengekspresikan keinginannya, dalam rangka menjamin kehidupan demokrasi yang sehat. Keleluasaan bagi masyarakat dilakukan dalam seluruh tahapan perecanaan, penyusunan, pembahasan, pelaksanaan dan pengendalian. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

(54)

Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59

Ketentuan ini dimaksudkan agar tidak terjadi permasalahan dalam implementasi Peraturan Daerah. Dengan adanya ketentuan bahwa petunjuk pelaksanaan harus ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak berlakunya Peraturan Daerah, maka tidak terjadi rentang waktu yang cukup lama antara ditetapkannya Peraturan Daerah dengan petunjuk pelaksanaannya.

Pasal 60

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2

(55)

LAMPIRAN I

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT

NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

ALUR PENYUSUNAN PROLEGDA

A. DPRD

Tahap

Kompilasi/Koordinasi

Klarifikasi

Tahap

Tahap

Konsultasi dan Sosialisasi

Tahap

Pelaporan

Anggota/Gabungan

Anggota/Fraksi

Dikoordinasikan oleh Badan Legislasi Daerah

(Balegda)

I

II

III

IV

Masyarakat,

Pakar,

Profesional dan

lain-lain

Pimpinan DPRD

(56)

B.

PEMERINTAH DAERAH

BUPATI

Tahap

Kompilasi/Koordinasi

Klarifikasi

Tahap

Tahap

Konsultasi dan Sosialisasi

Tahap

Persetujuan

Masukan SKPD

Dikoordinasikan Oleh Bagian Hukum dan HAM

I

II

III

IV

Sekretaris Daerah

B U P A T G A R U T,

t t d

RUDY GUNAWAN

Instansi Vertikal

Terkait

(57)

LAMPIRAN II

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT

NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

ALUR PENYUSUNAN PROLEGDA ANTARA DPRD DAN PEMERINTAH DAERAH

PROLEGDA

Prakarsa DPRD

Hasil Penyusunan

Pemerintah Daerah

BALEGDA

Penandatanganan Nota

Kesepakatan dalam

Paripurna

Kompilasi Raperda

usulan DPRD dan

Pemerintah Daerah

BUPATI

KEPUTUSAN

DPRD

Sinkronisasi dan

Harmonisasi

B U P A T I G A R U T,

t t d

RUDY GUNAWAN

(58)

LAMPIRAN III

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014

TENTANG

PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH

A. SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK

1. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Peraturan Daerah, sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

2. Sistematika Naskah Akademik adalah sebagai berikut: JUDUL

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG- UNDANGAN TERKAIT

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

(59)

BAB VI PENUTUP DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Uraian singkat setiap bagian : 1. BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan memuat latar belakang, sasaran yang akan diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode penelitian.

A. Latar Belakang

Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tertentu. Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan Rancangan Peraturan Daerah memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan argumentasi filosofis, sosiologis serta yuridis guna mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan Rancangan Peraturan Daerah.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik. Pada dasarnya identifikasi masalah dalam suatu Naskah Akademik mencakup 4 (empat) pokok masalah, yaitu sebagai berikut :

(60)

1) permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi;

2) mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam penyelesaian masalah tersebut;

3) apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah; 4) apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang

lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan.

C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut: 1) merumuskan permasalahan yang dihadapi

dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut;

2) merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat;

3) merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah.

(61)

4) merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah. Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.

Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.

D. Metode

Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan metode penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris. Metode yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian sosiolegal. Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder yang berupa Peraturan Perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group discussion), dan rapat dengar pendapat.

Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali dengan penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan (normatif) yang dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang terkait dan yang

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Perjanjian kerjasama Penitipan Paket antara Entitas dengan PT Eka Sari Lorena tanggal 6 Januari 2014, Entitas telah memperpanjang penitipan paket

beberapa parameter penunjang, ketika koleksi data selesai yang bersangkutan menerbitkan DUA KTI, satu KTI terdiri atas atas analisis Control dengan Group X1 serta menghubungkan

- bahwa, rumah tangga Pemohon dengan Termohon tidak harmonis sekurang-kurangnya sejak 1 tahun setelah menikah ( akhir tahun 2006 ) disebabkan Termohon menderita sakit jiwa/sakit

Penulis melakukan penelitian pada bulan September hingga Desember 2014, dibidang Histologi Veteriner dengan Judul “GAMBARAN HISTOPATOLOGI RUMEN SAPI BALI YANG TERDAPAT

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa setiap class pengaturan HTB untuk comp1, comp2, comp3, comp4, comp5, dan comp6 akan mendapatkan bandwidth sebesar alokasi

Sebelum memulai pembuatan buku saku, tim peneliti melakukan needs analysis yang bertujuan untuk mengetahui kebutuhan para pengguna produk buku saku bercakap-cakap dan

Analisa laporan keuangan adalah menganalisis akun-akun yang ada dalam laporan keuangan menjadi suatu informasi dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa patahan dengan mengetahui arah aliran input resin sintetis dengan metode vacuum infusion resin yang menggunakan serat