• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Acuan normatif berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Meskipun Undang-undang tentang Pengelolaan Sampah telah disahkan namun Peraturan Pemerintah sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan sampah sebagai tindak lanjut Undang-undang tersebut masih belum ada. Direncanakan terdapat 3 (tiga) Peraturan Pemerintah namun baru satu yang telah siap proses legalisasinya. Isu lain adalah kontradiksi pendekatan 3R yang menekankan pengurangan timbulan sampah versus penerapan waste to energy

(ubah sampah menjadi energi) yang mendorong peningkatan timbulan sampah. Isu lain yang mengemuka berupa perlunya Pemerintah Daerah memberdayakan masyarakat dan melibatkan dunia usaha atau pihak lain yang terkait dengan masalah persampahan. Program 3R menyatu dengan sistem pengelolaan sampah skala kota. Terdapat 5 Kebijakan dan 29 Strategi Nasional Pengelolaan Sampah. Kelima kebijakan tersebut adalah pengurangan sampah, penanganan sampah, pemanfaatan sampah, peningkatan kapasitas pengelolaan sampah, dan pengembangan kerjasama regional dan global.

Kebijakan yang menjadi acuan dasar dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung mengacu pada:

1. Skala Nasional yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

2. Skala Regional Pemerintah Daerah Kota Bandung yaitu Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan

3. Skala Regional Pemerintah Daerah Kota Bandung yaitu Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung

(2)

4. Perusahaan Daerah dalam Pengelolaan Sampah yaitu Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985, yang menetapkan pendirian PD Kebersihan Kota Bandung sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang bergerak dalam jasa pelayanan kebersihan di Kota Bandung.

Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam bentuk Peraturan Daerah mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan. Salah satu pertimbangan ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 ini yaitu bahwa ketentuan sanksi yang ditetapkan dalam agar dapat berlaku efisien, efektif dan memiliki kepastian hukum, masih perlu dilakukan penyempurnaan.

Ketetapan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699) dan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung.

Pengelolaan sampah di Kota Bandung harus sesuai dengan perundang-undang yang berlaku tentang pengelolaan sampah. Berdasarkan Pasal 20 dan 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, sebagai berikut:

Pasal 20

1. Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan:

a. Pembatasan timbulan sampah; b. Pendauran ulang sampah; dan/atau c. Pemanfaatan kembali sampah.

2. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, sebagai berikut:

a. Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;

b. Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; c. Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;

(3)

d. Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan e. Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

3. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

4. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana

dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 22

1. Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b meliputi:

a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;

b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;

c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;

d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau

e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985, yang menetapkan pendirian PD Kebersihan Kota Bandung sebagai pengelola sampah di Kota Bandung mengarahkan pada sampah sebagai sumber pendapatan daerah, hal ini tidak sesuai dengan falsafah yang terkandung dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, yang mengarahkan pengelolaan sampah dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka upaya pengelolaan sampah dengan melibatkan masyarakat Kota Bandung haruslah ditekankan pada dua aspek, yaitu aspek

(4)

dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana. Secara lebih rinci, upaya pengelolaan sampah di Kota Bandung adalah sebagai berikut:

- Memanfaatkan teknik-teknik yang lebih berwawasan lingkungan berdasarkan konsep daur ulang-pemanfaatan kembali-pengurangan dalam pengolahan sampah di TPA yang ada maupun yang akan dikembangkan.

- Rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampaan, bergerak dan tidak bergerak, seperti TPS, TPA, kontainer, dan truk.

- Mengembangkan kemitraan dengan swasta dan kerjasama dengan kabupaten dan kota sekitarnya yang berkaitan untuk pengelolaan sampah dan penyediaan TPA.

Pengelolaan sampah di Kota Bandung selama ini mengacu pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985 yang memberikan kewenangan kepada Perusahaan Daerah untuk mengelola sampah. Selain itu, kebijakan pengelolaan sampah yang diterapkan Pemerintah Kota Bandung selain dikelola oleh PD Kebersihan, juga mengacu pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan dan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan, di Kota Bandung yang meminta peran serta masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pengelolaan sampah, hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah yang merupakan tonggak baru bagi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung yang mengarahkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan pada konsep zero waste dengan menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Instansi-instansi yang terkait dengan kegiatan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung yaitu PD Kebersihan Kota Bandung sebagai pelaksana kegiatan Pengelolaan Sampah, dan petunjuk teknis Pengelolaan Sampah disusun oleh Dinas Cipta Karya, dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung. Selain itu, instansi terkait dengan proses distribusi pembuangan sampah yaitu Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, karena lokasi Tempat Pembuangan Sampah berada di

(5)

Kabupen Bandung Barat. Dinas Kebersihan dan Dinas Lingkungan Hidup Kota pada tiga pemerintahan daerah yaitu Kabupaten Bandung Barat, Pemerintah Kota Bandung dan Pemerintah Kota Cimahi merupakan instansi-instansi yang terkait dengan PD Kebersihan Kota Bandung.

Perusahaan Daerah Kebersihan (PD Kebersihan) Kota Bandung menyelenggarakan pelayanan jasa kebersihan di bidang Pengelolaan Sampah untuk mewujudkan kondisi kota yang bersih dan memupuk pendapatan, dengan fungsinya yaitu 1) Perumusan kebijakan dan strategi pengelolaan kebersihan dan usaha jasa kebersihan di bidang Pengelolaan Sampah sejalan dengan visi dan misi Kota Bandung, 2) Penyelenggaraan pengelolaan kebersihan di bidang Pengelolaan Sampah kota meliputi penyapuan, pengumpulan, pengangkutan, pembuangan dan pengolahan akhir, dan 3) Penyelenggaraan usaha jasa pelayanan kebersihan di bidang Pengelolaan Sampah. Sistem operasional pelayanan kebersihan jalan, pasar komersial dan non komersial, fasilitas umum dan fasilitas sosial ditampilkan pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Selain pengelolaan sampah di Kota Bandung yang diserahkan kepda PD Kebersihan, pemerintah Kota Bandung mempunyai kebijakan untuk membangun pabrik pengolahan sampah menjadi energi listrik (PLTSa) di Gedebage sebagai salah satu upaya dalam mengatasi dan menyelesaikan masalah pengelolaan sampah di Kota Bandung yang semakin sulit dan berat. Dengan upaya ini, diharapkan nantinya tidak lagi tergantung kepada salah satu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang ada di wilayah luar Kota Bandung.

(6)

Sumber: BPLH Kota Bandung, 2005

(7)

Sumber: PD Kebersihan Kota Bandung, Tahun 2008

Gambar 7 Operasional Pengelolaan Kebersihan Kota Bandung

Untuk mengetahui persepsi masyarakat dan pegawai terhadap kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang terdiri dari faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi dan birokrasi disajikan sebagai berikut.

1. Komunikasi dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah Perkotaan di Kota Bandung

Pengukuran tingkat penerapan komunikasi dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung berdasarkan penilaian pegawai dan masyarakat digolongkan dalam 5 (lima) kategori untuk setiap pernyataan yang diajukan, seperti ditampilkan mulai Tabel 7 sampai Tabel 12.

Tabel 7 Kejelasan Informasi yang Diterima mengenai Kebijakan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Sama Sekali Tidak Jelas 0.00% 44.33%

2 Tidak Jelas 4.11% 34.67%

3 Kurang Jelas 57.53% 4.00%

4 Jelas 38.36% 15.67%

5 Sangat Jelas 0.00% 1.33%

Total 100.00% 100.00% Sumber: Hasil Pengumpulan Data Kuesioner

TEKNIK OPERASIONAL PEMINDAHAN KE TPS PENGANGKU-TAN PEMBUANGAN KE TPA DAUR ULANG PENYAPUAN/ PENGUMPULAN

(8)

Tabel 7 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi berkaitan dengan kejelasan informasi yang diterima mengenai kebijakan pengelolaan sampah, memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kurang jelas (57,53%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai sama sekali tidak jelas (44.33%). Artinya pegawai dan masyarakat berkecenderungan merasakan ketidakjelasan terhadap informasi mengenai kebijakan pengelolaan sampah yang diterapkan di Kota Bandung, yang menunjukkan secara umum bahwa penerapan kebijakan pengelolaan sampah belum secara jelas tersampaikan baik kepada pegawai PD Kebersihan sebagai pelaksana pengelolaan sampah, maupun kepada masyarakat Kota Bandung sebagai penerima pelayanan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung.

Penilaian selanjutnya yang dilakukan oleh pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi berkaitan dengan penguasaan pegawai dalam pengetahuan mengenai masalah pengelolaan sampah di Kota Bandung, memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai sedikit menguasai (52,05%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai pegawai kurang menguasai (38,67%) yang perinciannya ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Penguasaan Pegawai dalam Pengetahuan mengenai Masalah Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Tidak Menguasai 0,00% 22,67% 2 Kurang Menguasai 16,44% 38,67% 3 Sedikit Menguasai 52,05% 3,67% 4 Menguasai 31,51% 34,00% 5 Sangat Menguasai 0,00% 1,00% Total 100.00% 100.00%

Tabel 8 memperlihatkan bahwa pegawai menilai dirinya sedikit menguasai mengenai masalah pengelolaan sampah, namun masyarakat menilai pegawai kurang menguasai dalam pengetahuannya mengenai masalah pengelolaan sampah di Kota Bandung. Hal ini menunjukkan secara umum bahwa penerapan kebijakan pengelolaan sampah belum didukung oleh penguasaan pengetahuan pegawai PD

(9)

Kebersihan sebagai pelaksana pengelolaan sampah dalam menangani permasalahan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Perlu adanya peningkatan pengetahuan pegawai tentang teknis pelaksanaan pengelolaan sampah yang dapat berupa pendidikan dan pelatihan teknis substansi pengelolaan sampah yang ditujukan untuk membekali atau meningkatkan pengetahuan pegawai dalam melaksanakan tugas dalam bidang pengelolaan sampah (misalnya Diklat penerapan teknologi pengolahan sampah dan pendayagunaan sampah yang bernilai ekonomi).

Tabel 9 memperlihatkan penilaian pegawai dan masyarakat berkaitan dengan kecepatan pesan yang diterima dalam menginformasikan perkembangan kebijakan pegelolaan sampah yang ditetapkan oleh pemerintah.

Tabel 9 Kecepatan Pesan yang Diterima dalam Menginformasikan Perkembangan berkaitan dengan Kebijakan Pegelolaan Sampah yang Ditetapkan oleh Pemerintah

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Sangat Lambat Diberikan 6,85% 43,67%

2 Lambat Diberikan 17,81% 37,67%

3 Kadang-Kadang Cepat

Diberikan 43,84% 5,00%

4 Sering Cepat Diberikan 31,51% 13,33% 5 Selalu Cepat Diberikan 0,00% 0,33%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 9 yang mengukur kecepatan pesan yang diterima dalam menginformasikan perkembangan kebijakan pegelolaan sampah yang ditetapkan oleh pemerintah memperlihatkan bahwa pegawai menilai kadang-kadang cepat diberikan (43,84%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai sangat lambat diberikan (43,67%). Artinya bahwa kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung secara umum dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian berupa kecepatan pesan yang diterima dalam menginformasikan perkembangan berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah yang ditetapkan oleh pemerintah dapat dikatakan lambat diberikan.

Lambatnya informasi pekembangan kebijakan pengelolaan sampah yang dikeluarkan pemerintah baik kepada para tenaga pelaksana, maupun kepada

(10)

masyarakat karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan perkembangan kebijakan pengelolaan sampah. Perlu adanya sarana komunikasi yang terkoordinasi dengan baik di dalam internal organisasi pemerintahan yang dapat menginformasikan setiap perkembangan-perkembangan baru dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah, sehingga dapat menjangkau tenaga teknis pelaksana kebijakan pengelolaan sampah. Selain itu sosialisasi kepada masyarakat mempergunakan bantuan media massa televisi dapat diterapkan dalam bentuk program layanan masyarakat yang dapat menjangkau lebih banyak masyarakat.

Meskipun lambat diberikannya informasi berkaitan dengan perkembangan kebijakan pengelolaan sampah, namun dalam hal frekuensi penyampaiannya berkecenderungan sering dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung. Seperti terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Frekwensi Penyampaian Informasi Pemerintah Berkaitan dengan Perkembangan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Tidak Pernah 2,74% 13,33% 2 Jarang 15,07% 24,33% 3 Kadang-Kadang 38,36% 4,33% 4 Sering 43,84% 57,00% 5 Selalu 0,00% 1,00% Total 100,0% 100,00%

Tabel 10 ini menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi berkaitan dengan frekwensi penyampaian informasi pemerintah berkaitan dengan perkembangan Pengelolaan Sampah, terjadi kesamaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai sering dilakukan (43,84%), dan mayoritas masyarakat menilai juga sering dilakukan (57,00%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian berkaitan dengan frekwensi penyampaian informasi pemerintah berkaitan dengan perkembangan Pengelolaan Sampah, dapat

(11)

dikatakan baik karena secara umum sering dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung.

Selajutnya pada Tabel 11 diperlihatkan hasil penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang diterapkan oleh pemerintah daerah.

Tabel 11 Ketepatan dan Kesesuaian Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah yang Diterapkan oleh Pemerintah

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Tidak pernah sesuai dengan

pedoman pelaksanaan 2,74% 33,00%

2 Jarang sesuai dengan pedoman

pelaksanaan 19,18% 39,33%

3 Kadang sesuai dengan pedoman

pelaksanaan 35,62% 5,00%

4 Sering sesuai dengan pedoman

pelaksanaan 42,47% 21,00%

5 Selalu sesuai dengan pedoman

pelaksanaan 0,00% 1,67%

Total 100,00% 100,00%

Tabel 11 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah yang diterapkan oleh pemerintah, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai sering sesuai dengan pedoman (42,47%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai jarang sesuai dengan pedoman (39,33%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah yang diterapkan oleh pemerintah secara umum dapat dikatakan sering sesuai menurut penilaian pegawai PD Kebersihan sebagai pelaksana kebijakan pengelolaan sampah, karena setiap pegawai dituntut untuk selalu bertindak sesuai dengan pedoman pelaksanaan yang ditetapkan. Namun penilaian masyarakat Kota Bandung menilai jarang sesuai

(12)

dengan pedoman karena masyarakat merasakan hasil pengelolaan sampah yang dilakukan para pegawai PD Kebersihan tidak memperlihatkan hasil yang sesuai dengan harapan masyarakat yang menginginkan timbulan sampah tidak terjadi di TPS-TPS.

Penyelesaian masalah pengelolaan sampah yang disampaikan melalui informasi oleh pemerintah daerah berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah, hasil penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung diperlihatkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Penyelesaian Masalah dengan Adanya Informasi yang Diberikan Pemerintah Berkaitan dengan Kebijakan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Tidak pernah dapat

menyelesaikan masalah 2,74% 52,33% 2 Jarang dapat menyelesaikan

masalah 19,18% 35,33%

3 Kadang dapat menyelesaikan

masalah 30,14% 3,67%

4 Sering dapat menyelesaikan

masalah 47,95% 7,33%

5 Selalu dapat menyelesaikan

masalah 0,00% 1,33%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 12 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi berkaitan dengan penyelesaian masalah dengan adanya informasi yang diberikan pemerintah berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah, memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai sering dapat menyelesaikan masalah (47,95%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai tidak pernah dapat menyelesaikan masalah (52,33%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian berkaitan dengan penyelesaian masalah dengan adanya informasi yang diberikan pemerintah berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah, secara umum belum dapat menyelesaikan permasalah pengelolaan sampah di Kota Bandung. Meskipun menurut penilaian pegawai PD

(13)

Kebersihan informasi yang diberikan pemerintah daerah sudah dapat menyelesaikan permasalahan pengelolaan sampah, hal ini karena pegawai PD Kebersihan sebagai pelaksana kebijakan pastinya merasakan bahwa berbagai kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung mengacu berdasarkan informasi yang diberikan oleh pemerintah Daerah.

Hasil analisis berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung memperlihatkan bahwa penerapan komunikasi dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung masih kurang baik. Hal ini terlihat dari penyampaian informasi berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah oleh pelaksana kebijakan kepada masyarakat yang masih belum jelas, lambatnya penyampaian informasi terkini berkaitan dengan pengelolaan sampah belum merata, dan tidak sesuainya pelaksanaan kegiatan pengelolaan sampah dengan harapan masyarakat. Hal ini akan menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat yang kurang. Peran pegawai yang masih rendah dalam mengkomunikasikan kegiatan-kegiatan berkaitan dengan pengelolaan sampah diindikasikan dari rendahnya komunikasi yang dilakukan pegawai. Berdasarkan wawancara dengan pihak PD Kebersihan hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan pegawai yang mayoritas masih pada tingkat sekolah menengah pertama, dan jarang dilakukan pelatihan berkaitan dengan pengkomunikasian kebijakan pengelolaan sampah kepada masyarakat.

Partisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan sampah. Oleh karena itu pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah harus melibatkan peran serta masyarakat dalam aspek teknis pengelolaannya. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan pemisahan sampah organik dan sampah anorganik pada skala rumah tangga.

2. Sumberdaya dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Pengukuran tingkat penggunaan sumberdaya dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung berdasarkan penilaian pegawai dan

(14)

masyarakat digolongkan dalam 5 (lima) kategori untuk setiap pernyataan yang diajukan, seperti ditampilkan mulai Tabel 13 sampai Tabel 15.

Tabel 13 Perolehan Sumber Daya Informasi yang Dibutuhkan Pelaksanaan Berkaitan dengan Kebijakan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Tidak pernah diperoleh 6,85% 42,00% 2 Jarang diperoleh 16,44% 36,67% 3 Kadang diperoleh 32,88% 7,67% 4 Sering diperoleh 43,84% 12,00%

5 Selalu diperoleh 0,00% 1,67%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 13 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam keberadaan sumberdaya berkaitan dengan perolehan sumber daya informasi yang dibutuhkan pelaksanaan berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah, mayoritas pegawai menilai sering diperoleh (43,84%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai tidak pernah diperoleh (42,00%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal keberadaan sumberdaya berkaitan dengan perolehan sumber daya informasi yang dibutuhkan pelaksanaan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah, dapat dikatakan sering diperoleh menurut persepsi pegawai PD Kebersihan, namun sumberdaya informasi tidak diperoleh menurut persepsi masyarakat Kota Bandung. Hal ini menunjukkan secara umum bahwa penerapan kebijakan pengelolaan sampah tidak didukung oleh sumberdaya informasi sehingga pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah kepada masyarakat Kota Bandung belum tersosialisasikan sampai ke masyarakat.

Berkaitan dengan kegunaan sarana dan prasarana bantuan pemerintah berupa peralatan dalam mendukung pelaksanaan kebijakan menurut persepsi pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung ditampilkan pada Tabel 14.

(15)

Tabel 14 Kegunaan Sarana dan Prasarana Bantuan Pemerintah berupa Peralatan

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Tidak pernah tepat guna 5,48% 36,00% 2 Jarang tepat guna 12,.33% 29,67% 3 Kadang tepat guna 39,73% 8,33% 4 Sering tepat guna 42,47% 23,33%

5 Selalu tepat guna 0,00% 2,67%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 14 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam keberadaan sumberdaya berkaitan dengan kegunaan sarana dan prasarana bantuan pemerintah berupa peralatan, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai sering tepat guna (42,47%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai tidak pernah tepat guna (36,00%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal keberadaan sumberdaya berkaitan dengan kegunaan sarana dan prasarana bantuan pemerintah berupa peralatan, dapat dikatakan sering tepat guna menurut persepsi pegawai PD Kebersihan, namun menurut masyarakat Kota Bandung tidak pernah tepat guna. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan kebijakan pengelolaan sampah dalam ketepatan penggunaan sarana dan prasarana bantuan pemerintah menurut masyarakat Kota Bandung belum tepat guna ditujukan pada masyarakat Kota Bandung.

Penggunaan sumberdaya manusia yaitu pegawai PD Kebersihan sebagai tenaga pelaksana kebijakan pengelolaan sampah berdasarkan penilaian pegawainya dan masyarakat Kota Bandung diperlihatkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Sumber Daya Manusia atau Tenaga Pelaksana mengenai Kebijakan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Sangat tidak memadai 5,48% 24,67%

2 Tidak memadai 26,03% 38,00%

3 Cukup memadai 35,62% 11,00%

4 Memadai 32,88% 24,00%

5 Sangat memadai 0,00% 2,33%

(16)

Tabel 15 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam keberadaan sumberdaya berkaitan dengan sumber daya manusia atau tenaga pelaksana mengenai kebijakan Pengelolaan Sampah, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai cukup memadai (35,62%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai tidak memadai (38,00%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal keberadaan sumberdaya berkaitan dengan sumber daya manusia atau tenaga pelaksana mengenai kebijakan Pengelolaan Sampah, dapat dikatakan tidak memadai. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan sumberdaya manusia berupa pegawai PD Kebersihan tidak memadai, dan berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PD Kebersihan bahwa tidak memadainya pegawai terlihat dari jumlah pegawai (1.852 pegawai) maupun kualitas pegawainya yang masih banyak berpendidikan setingkat pendidikan menengah pertama meskipun mayoritas setingkat SLTA.

3. Disposisi dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Pengukuran tingkat penerapan disposisi dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung berdasarkan penilaian pegawai dan masyarakat digolongkan dalam 5 (lima) kategori untuk setiap pernyataan yang diajukan, seperti ditampilkan mulai Tabel 16 sampai Tabel 21.

Tabel 16 Pemahaman Pelaksana Petugas Kebersihan tentang Kebijakan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban

Penilaian Pegawai Masyarakat 1 Sangat tidak memahami 5,48% 49,67%

2 Tidak memahami 32,88% 29,33%

3 Cukup memahami 30,14% 6,00%

4 Memahami 31,51% 13,00%

5 Sangat memahami 0,00% 2,00%

(17)

Tabel 16 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan dengan pemahaman pelaksana petugas kebersihan tentang kebijakan Pengelolaan Sampah, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai tidak memahami (32,88%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai sama sekali tidak memahami (49,67%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan disposisi berkaitan dengan pemahaman pelaksana petugas kebersihan tentang kebijakan Pengelolaan Sampah, dapat dikatakan tidak memahami dalam informasi-informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah.

Penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung berkaitan dengan kesesuaian pengetahuan petugas pelaksana dengan kebutuhan masyarakat berkaitan dengan masalah kebijakan pengelolaan sampah diperlihatkan pada Tabel 17.

Tabel 17 Kesesuaian Pengetahuan Petugas Pelaksana dengan Kebutuhan Masyarakat Berkaitan dengan Masalah Kebijakan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Sangat tidak mengetahui 1,37% 69,67% 2 Tidak mengetahui 8,22% 24,00% 3 Cukup mengetahui 45,21% 2,67%

4 Mengetahui 45,21% 2,67%

5 Sangat mengetahui 0,00% 1,00%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 17 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan dengan pengetahuan petugas pelaksana sesuai dengan kebutuhan masyarakat berkaitan dengan masalah kebijakan Pengelolaan Sampah, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai cukup mengetahui dan mengetahui (masing-masing 45,21%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai sangat tidak mengetahui (69,67%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan disposisi berkaitan

(18)

dengan pengetahuan petugas pelaksana sesuai dengan kebutuhan masyarakat berkaitan dengan masalah kebijakan Pengelolaan Sampah, dapat dikatakan sangat tidak mengetahui.

Penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung berkaitan dengan penerapan dalam pelaksanaan tentang kebijakan pengelolaan sampah diperlihatkan pada Tabel 18.

Tabel 18 Penerapan dalam Pelaksanaan tentang Kebijakan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban

Penilaian Pegawai Masyarakat 1 Seluruhnya tidak dapat diterapkan 0,00% 6,67% 2 Banyak yang tidak dapat diterapkan 4,11% 20,67% 3 Sedikit yang dapat diterapkan 38,36% 8,33% 4 Sebagian besar dapat diterapkan 57,53% 61,33% 5 Seluruhnya dapat diterapkan 0,00% 3,00%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 18 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan dengan penerapan dalam pelaksanaan tentang kebijakan Pengelolaan Sampah, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai sebagian besar dapat diterapkan (57,53%), sedangkan mayoritas masyarakat juga menilai sebagian besar dapat diterapkan (61,33%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan disposisi berkaitan dengan penerapan dalam pelaksanaan tentang kebijakan pengelolaan sampah, dapat dikatakan sebagian besar dapat diterapkan.

Penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung berkaitan dengan sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya diperlihatkan pada Tabel 19.

(19)

Tabel 19 Kejujuran Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Sangat tidak jujur 4,11% 7,33%

2 Tidak jujur 41,10% 17,33%

3 Kurang jujur 34,25% 4,33%

4 Cukup jujur 20,55% 66,67%

5 Sangat jujur 0,00% 4,33%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 19 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan dengan sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai tidak jujur (41,10%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai cukup jujur (66,67%). Artinya kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan disposisi berkaitan dengan sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, dapat dikatakan cukup jujur. Kejujuran pegawai dalam menjalankan kebijakan pengelolaan sampah dibutuhkan, selain berhubungan dengan pendanaan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, juga berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan sampah.

Tabel 20 Komitmen Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Sangat tidak komit terhadap tugas

yang diemban 8,22% 7,33%

2 Tidak komit terhadap tugas yang

diemban 27,40% 21,33%

3 Kurang komit terhadap tugas yang

diemban 43,84% 9,00%

4 Komit terhadap tugas yang

diembannya 20,55% 58,00%

5 Sangat komit terhadap tugas yang

diemban 0,00% 4,33%

(20)

Tabel 20 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan dengan komitmen aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kurang komit terhadap tugas yang diemban (43,84%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai komit terhadap tugas yang diemban (58,00%). Artinya kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan disposisi berkaitan sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, dapat dikatakan komit terhadap tugas yang diemban.

Tabel 21 Sikap Aparat Pemerintah dalam Prioritas Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Sangat tidak memprioritaskan

keberhasilan kebijakan 0,00% 8,33% 2 Tidak memprioritaskan keberhasilan kebijakan 6,85% 7,67% 3 Kurang memprioritaskan keberhasilan kebijakan 52,05% 1,67% 4 Memprioritaskan keberhasilan kebijakan 41,10% 74,33% 5 Sangat memprioritaskan keberhasilan kebijakan 0,00% 8,00% Total 100,0% 100,00%

Tabel 21 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan dengan sikap aparat pemerintah dalam prioritas menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kurang memperioritaskan keberhasilan kebijakan (52,05%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai memperioritaskan keberhasilan kebijakan (74,33%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan disposisi berkaitan dengan sikap aparat

(21)

pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, dapat dikatakan memperioritaskan keberhasilan kebijakan.

4. Birokrasi dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Pengukuran tingkat penerapan birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung berdasarkan penilaian pegawai dan masyarakat digolongkan dalam 5 (lima) kategori untuk setiap pernyataan yang diajukan, seperti ditampilkan mulai Tabel 22 sampai Tabel 25.

Tabel 22 Kejelasan Pembagian Tugas Aparat Pemerintah dalam hal Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Sangat tidak terlihat jelas

pembagian tugasnya 2,74% 7,33%

2 Tidak terlihat jelas pembagian

tugasnya 4,11% 22,00%

3 Kurang terlihat jelas

pembagian tugasnya 56,16% 10,33% 4 Cukup terlihat jelas pembagian

tugasnya 36,99% 58,33%

5 Sangat terlihat jelas pembagian

tugasnya 0,00% 2,00%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 22 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi berkaitan dengan kejelasan pembagian tugas aparat pemerintah dalam hal menjalankan tugas pengelolaan sampah, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kurang jelas (56,16%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai cukup jelas (58,33%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian berkaitan dengan kejelasan pembagian tugas aparat pemerintah dalam hal menjalankan tugas pengelolaan sampah, dapat dikatakan sudah cukup jelas.

(22)

Berkaitan dengan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam tanggungjawab aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya diperlihatkan pada Tabel 23.

Tabel 23 Tanggungjawab Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Sangat tidak bertanggung jawab 0,00% 8,00% 2 Tidak bertanggung jawab 9,59% 17,67% 3 Kurang bertanggung jawab 58,90% 9,00%

4 Bertanggung jawab 31,51% 61,67%

5 Sangat bertanggung jawab 0,00% 3,67% Total 100,0% 100,00%

Tabel 23 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi berkaitan dengan tanggungjawab aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kurang bertanggungjawab (58,90%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai bertanggungjawab (61,67%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian berkaitan dengan tanggungjawab aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, dapat dikatakan bertanggungjawab. Berkaitan dengan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah diperlihatkan pada Tabel 24.

Tabel 24 Kejelasan Wewenang Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Tidak jelas 0,00% 27,33% 2 Kurang jelas 8,22% 45,00% 3 Kadang jelas 58,90% 6,00% 4 Jelas 32,88% 17,33% 5 Sangat jelas 0,00% 4,33% Total 100,0% 100,00%

(23)

Tabel 24 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi berkaitan dengan kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kadang jelas (58,90%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai kurang jelas (45,00%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian berkaitan dengan kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, dapat dikatakan kurang jelas. Berkaitan dengan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah diperlihatkan pada Tabel 25. Tabel 25 Kejelasan Koordinasi yang Dilakukan Aparat Pemerintah dalam

Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban Penilaian

Pegawai Masyarakat 1 Tidak jelas 0,00% 27,67% 2 Kurang jelas 5,48% 41,33% 3 Kadang jelas 64,38% 4,00% 4 Jelas 30,14% 23,33% 5 Sangat jelas 0,00% 3,67% Total 100,0% 100,00%

Tabel 25 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan birokrasi berkaitan dengan kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kadang jelas (64,38%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai kurang jelas (41,33%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian berkaitan dengan kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, dapat dikatakan kurang jelas.

(24)

Berdasarkan hasil pengumpulan data pada aspek komunikasi, masyarakat Kota Bandung tidak mengetahui secara umum berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Bandung. Masyarakat masih menganggap bahwa sampah tidak memiliki nilai ekonomis, bahkan masih mengganggap bahwa khususnya sampah rumah tangga merupakan beban biaya yang dikeluarkan untuk membuang sampah. Pada aspek sumberdaya, khususnya dalam hal sumber pendanaan, Pemerintah Kota Bandung menerapkan retribusi sampah sebagai salah satu sumber PAD dan sumber pendanaan dalam penyelenggaraan pelayanan pengelolaan sampah. Fenomena yang terjadi berkaitan dengan pendanaan ini yaitu adanya 2 (dua) kali pungutan sampah yang harus dibayar oleh masyarakat. Pertama, pungutan berupa iuran sampah bulanan yang dikelola oleh RW setempat dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan pengumpulan sampah dari rumah penduduk ke TPS. Sedangkan yang kedua pungutan berupa retribusi sampah (pada saat pembayaran listrik PLN) yang dipungut oleh PD Kebersihan dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Pada aspek disposisi, para pegawai PD Kebersihan yang belum memiliki sikap mendukung kebijakan pengelolaan sampah, akan menyebabkan kurangnya efektivitas keberhasilan dalam pengelolaan sampah.

Pemerintah Kota Bandung pada aspek birokrasi, menempatkan PD Kebersihan sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Namun pengelolaan sampah perkotaan yang dilakukan PD Kebersihan hanya difokuskan pada pengelolaan sampah dalam hal pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Selain itu, konsep pelayanan publik yang diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha.

(25)

Selain itu organisasi dan atau kelompok masyarakat pengelola sampah dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah.

Beberapa pokok pikiran sebagai rumusan hasil Focus Group Discussion

(FGD) dengan pihak PD Kebersihan, Dinas Kesehatan, BPLHD, tokoh masyarakat, dan kelurahan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:

1. Penanganan masalah lingkungan hidup perkotaan dan upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung bahwa;

a. Penanganan sampah harus ditanggulangi semua pihak

b. Apabila sampah ditangani secara serius, maka sampah bukan lagi musuh tapi sahabat, karena bisa didaur ulang dan dapat menghasilkan peningkatan ekonomi

c. Air limbah bila diolah tidak akan merugikan

d. Kendala utama adalah masalah sumberdaya manusianya karena Undang-undang dan aspek Hukum yang sudah lengkap, namun sosialisasi belum sepenuhnya dilaksanakan

e. Harus ada keterpaduan antara pemerintah, swasta dan masyarakat 2. Pemberdayaan Masyarakat di lokasi pembuangan sampah

a. Sampah bukan lawan, tapi kawan dan mempunyai sumber daya yang bernilai ekonomi.

b. Merubah paradigma perilaku masyarakat mulai dari keluarga untuk memilah dan memilih sampah

c. Pola pembuangan menjadi pengolahan sampah keluarga, TPS baru.

d. Upaya penanganan sampah harus tetap dilakukan melalui sosialisasi dalam pengelolaan sampah kepada semua komponen melalui berbagai lembaga sosial masyarakat.

e. Upaya pengembangan pembentukan kelompok usaha produktif

f. Pengembangan Pengolahan melalui metode 3R (Reduce, Reuse, Recycle) danEmpowerment.

g. Mekanisme operasional pengelolaan sampah melalui PKK h. Kompos digunakan oleh KWT (Kelompok Wanita Tani)

(26)

3. Pokok-pokok Pikiran Akademis dalam mengatasi masalah sampah : a. Sampah bukan harus dibuang, tetapi harus dikelola

b. Pengelolannya perlu memberdayakan masyarakat c. Terbuka peluang usaha

d. Pelaksanaan perlu melibatkan pihak : masyarakat, swasta/mitra kerja, pemerintah.

a. Harapan penduduk/masyarakat yang bermukim dekat TPA bahwa sampah semula jadi masalah yang besar, namun bila dikelola dengan baik dapat meningkatkan ekonomi keluarga.

4. Pokok-Pokok Pikiran dalam mengatasi masalah Pengelolaan Sampah di perkotaan :

a. Sampah bisa menjadi nilai ekonomi

b. Dalam pelaksanaannya fenomena sampah mengundang institusi lokal c. Pemerintah/dunia usaha/masyarakat harus sinergis menanggulangi sampah

dengan pendekatan bisnis.

d. Dianjurkan penanggulangan sampah skala komunal terbatas 1 (satu) RT atau per 100 rumah.

e. Peran pendidikan dan sosialisasi dengan Perda secara intensif dan sanksi.

5.2 Faktor Dominan yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Pengolahan data dari hasil penilaian responden terhadap kuesioner yang berskala Likert (tingkat skala pengukuran ordinal) agar dapat diolah dengan mempergunakan Analisis Faktor, maka digunakan data berskala minimal interval dengan cara menaikkan skala pengukurannya dari skala ordinal dengan format Likert ke skala interval dengan mempergunakan Metoda Successive Interval. Analisis faktor ini dilakukan pada faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi dan birokrasi sebagai variabel laten, dan item-item pertanyaan dalam kuesioner (indikator) dipergunakan sebagai variabel-variabel manifes-nya. Hasil pengolahan data untuk validasi kesesuaian penggunaan analisis faktor diawali dengan penyusunan matrik data mentah yang diperoleh dari Metode Successive Interval,

(27)

menyusun matrik korelasi, ekstraksi faktor, pembobotan faktor dan rotasi varimaks yang dilakukan dengan alat bantu Software SPSS (Lampiran 9 dan Lampiran 10).

1. Kesesuaian Penggunaan Analisis Faktor dan Kecukupan Data

Hasil pengujian kesesuaian pengolahan data mempergunakan analisis faktor berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan penilaian masyarakat Kota Bandung menunjukkan nilai-nilai yang dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Pengujian Kecukupan Data dalam menggunakan Analisis No Parameter Kecukupan Data Hasil Perhitungan

Pegawai Masyarakat 1 Determinan Matrik Korelasi 0,000 0,000

2 KMO 0,879 0,912

3 Bartlett Test (Chi Square) 1.179,962 4.198,884 4 Signifikans Bartlett Test 0,000 0,000 Sumber: Hasil Pengolahan Data

Hasil pengolahan data untuk pengukuran Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) dalam MSA (Measure of Sampling Adequacy) atau disebut sebagai pengujian kecukupan data, menunjukkan bahwa matriks data yang terbentuk bukan merupakan matriks identitas dilihat dari nilai determinant mendekati nilai 0 (nol) dan KMO yang didapat adalah 0,879 (penilaian pegawai), dan 0,912 (penilaian masyarakat). Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan analisis faktor dalam penelitian ini adalah mencukupi dengan nilai KMO yang cukup besar, berdasarkan kriteria Kaiser yang lebih besar dari 0,7. Hal ini ditunjukkan pula pada hasil uji Bartlett dengan nilai chi kuadrat yang tinggi sebesar 1.179,962 (penilaian pegawai) dan 4.198,884 (penilaian masyarakat) dengan tingkat signifikan hasil perhitungan tersebut lebih kecil dari =0,05 yang memperlihatkan bahwa untuk ukuran kecukupan jumlah sampel yang digunakan yaitu sebesar 73 sampel pegawai dan 300 sampel masyarakat dapat disimpulkan sudah mencukupi. 2. Perhitungan Total Variance Explained

Perhitungan analisis faktor ini dilakukan dengan mengekstraksi variabel-variabel manifes (indikator) menjadi 4 (empat) variabel-variabel laten (faktor) yang telah

(28)

terbentuk sebelumnya, yaitu faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi dan birokrasi. Hasil rangkuman perhitungan Total Variance Explained disajikan dalam Tabel 27.

Tabel 27 Hasil Perhitungan Total Variance Explained Parameter Total Variance

Explained

Hasil Perhitungan Pegawai Masyarakat

1. Qumulative Varians Explained 76,088% 71,608%

2. Jumlah Faktor Terbentuk 4 4

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Tabel 27 merupakan hasil penggekstraksian faktor sebelumnya sehingga diperoleh nilai total variansi yang menunjukkan bahwa keempat faktor dapat menjelaskan 76,088% berdasarkan penilaian pegawai dan 71,608% berdasarkan penilaian masyarakat dari variabilitas ke 19 indikatornya. Angka ini mencerminkan keragaman dalam setiap indikator yang dapat dijelaskan oleh ke-4 faktor yang terbentuk. Jumlah bobot faktor yang lebih dari 50% dianggap reliabel untuk melakukan ekstraksi faktor. Meskipun menurut Dillon (1984) tidak ada pedoman generik yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan bobot faktor minimum yang dapat diterima, karena hal tersebut bersifat judgemental. Semakin besar nilai bobot faktor atau keragaman yang dapat dijelaskan akan semakin baik.

3. Perhitungan Rotated Component Matriks

Hasil rotasi faktor berupa bobot faktor yang ditampilkan pada Tabel 28 yang menunjukkan bahwa secara umum terbentuk 4 (empat) variabel laten dengan nilai berupa bobot-bobot faktor untuk setiap indikatornya terhadap faktor yang terbentuk. Indikator dengan nilai bobot tinggi untuk suatu faktor yang terbentuk menunjukkan besarnya kedekatan hubungan indikator dengan faktor yang terbentuk. Tabel 28 menampilkan hasil akhir analisis faktor yang merupakan hasil perhitungan Rotated Component Matrix berupa bobot faktor. Indikator yang memiliki bobot faktor lebih besar memiliki pengaruh lebih besar terhadap faktornya. Berdasarkan bobot faktor tersebut, indikator-indikator dapat dikelompokkan menjadi suatu faktor dominan tertentu.

(29)

Tabel 28 Hasil Akhir Analisis Faktor Variabel Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi Dan Birokrasi Berdasarkan Penilaian Pegawai dan Penilaian Masyarakat

VARIABEL Penilaian Pegawai Penilaian Masyarakat

F1 F2 F3 F4 F1 F2 F3 F4 Komunikasi 1 0,878 0,879 Komunikasi 2 0,654 Komunikasi 3 0,369 0,857 Komunikasi 4 0,332 0,443 Komunikasi 5 0,335 0,763 Komunikasi 6 Sumberdaya 1 0,489 0,584 Sumberdaya 2 0,549 0,768 Sumberdaya 3 0,622 Disposisi 1 0,653 Disposisi 2 0,890 Disposisi 3 0,777 0,879 Disposisi 4 0,888 Disposisi 5 0,307 0,859 Disposisi 6 0,694 0,803 Birokrasi 1 0,904 Birokrasi 2 0,868 Birokrasi 3 0,918 0,769 Birokrasi 4 0,791 0,798

Sumber: Hasil Justifikasi berdasarkan Pengolahan Data Analisis Faktor Keterangan:

F1, F2, dst = Faktor 1 (Faktor dominan pertama), Faktor 2 (faktor dominan kedua) dan seterusnya

Komunikasi 1 = Informasi yang diterima mengenai kebijakan Pengelolaan Sampah

Komunikasi 2 = Pengetahuan pegawai mengenai masalah Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Komunikasi 3 = Kecepatan pesan yang diterima dalam menginformasikan perkembangan berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah yang ditetapkan oleh pemerintah

Komunikasi 4 = Frekwensi penyampaian informasi pemerintah berkaitan dengan perkembangan Pengelolaan Sampah

Komunikasi 5 = Ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah yang diterapkan oleh pemerintah

Komunikasi 6 = Penyelesaian masalah dengan adanya informasi yang diberikan pemerintah berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah Sumberdaya 1 = Perolehan sumberdaya informasi yang dibutuhkan pelaksanaan

berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah

Sumberdaya 2 = Kegunaan sarana dan prasarana bantuan pemerintah berupa peralatan

(30)

Sumberdaya 3 = Sumberdaya manusia atau tenaga pelaksana mengenai kebijakan Pengelolaan Sampah

Disposisi 1 = Pemahaman pelaksana petugas kebersihan tentang kebijakan Pengelolaan Sampah

Disposisi 2 = Pengetahuan petugas pelaksana sesuai dengan kebutuhan masyarakat berkaitan dengan masalah kebijakan Pengelolaan Sampah

Disposisi 3 = Penerapan dalam pelaksanaan tentang Kebijakan Pengelolaan Sampah

Disposisi 5 = Sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya

Disposisi 6 = Sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya

Birokrasi 1 = Kejelasan pembagian tugas aparat pemerintah dalam hal menjalankan tugas pengelolaan sampah

Birokrasi 2 = Tanggungjawab aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya

Birokrasi 3 = Kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya

Birokrasi 4 = Kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya

Catatan

Tabulasi silang antara faktor dominan dengan setiap indikator yang tidak ada angkanya, memiliki nilai bobot faktor yang kurang dari 0,3 dan indikatornya dianggap tidak memiliki konstribusi terhadap faktornya.

Bobot faktor berdasarkan penilaian pegawai menunjukkan besarnya kontribusi indikator komunikasi 1 (0,878), komunikasi 2 (0,654), komunikasi 3 (0,369), komunikasi 4 (0,332), komunikasi 5 (0,335) dan komunikasi 6 (<0,3) terhadap faktor komunikasi yang termasuk pada urutan faktor keempat. Sedangkan bobot faktor berdasarkan penilaian masyarakat menunjukkan besarnya kontribusi dari indikator komunikasi 1 (0,879), komunikasi 2 (<0,3), komunikasi 3 (0,857), komunikasi 4 (0,443), komunikasi 5 (0,763) dan komunikasi 6 (<0,3) terhadap faktor komunikasi yang termasuk pada urutan faktor kedua.

Bobot faktor berdasarkan penilaian pegawai menunjukkan besarnya kontribusi dari indikator sumberdaya 1 (0,489), sumberdaya 2 (0,549), sumberdaya 3 (0,622) terhadap faktor sumberdaya yang termasuk pada urutan faktor ketiga. Sedangkan bobot faktor berdasarkan penilaian masyarakat menunjukkan besarnya kontribusi dari indikator sumberdaya 1 (0,584),

(31)

sumberdaya 2 (0,768), sumberdaya 3 (<0,3) terhadap faktor sumberdaya yang juga termasuk pada urutan faktor ketiga.

Bobot faktor berdasarkan penilaian pegawai menunjukkan besarnya kontribusi dari indikator-indikator pertanyaan pada indikator disposisi 1 (0,653), disposisi 2 (0,890), disposisi 3 (0,777), disposisi 4 (<0,3), disposisi 5 (0,307), disposisi 6 (0,694) terhadap faktor disposisi yang termasuk pada urutan faktor kesatu. Bobot faktor berdasarkan penilaian masyarakat menunjukkan besarnya kontribusi dari indikator-indikator pertanyaan pada indikator disposisi 1 (<0,3), disposisi 2 (<0,3), disposisi 3 (0,879), disposisi 4 (0,888), disposisi 5 (0,859), disposisi 6 (0,803) terhadap faktor disposisi yang juga termasuk pada urutan faktor kesatu.

Bobot faktor berdasarkan penilaian pegawai menunjukkan besarnya kontribusi dari indikator-indikator pertanyaan pada indikator birokrasi 1 (0,904), birokrasi 2 (0,868), birokrasi 3 (0,918), dan birokrasi 4 (0,791) terhadap faktor biorokrasi yang termasuk pada urutan kedua. Bobot faktor berdasarkan penilaian masyarakat menunjukkan besarnya kontribusi dari indikator-indikator pertanyaan pada indikator birokrasi 1 (<0,3), birokrasi 2 (<0,3), birokrasi 3 (0,769), dan birokrasi 4 (0,798) terhadap faktor birokrasi yang termasuk pada urutan keempat. Tabel 29 memperlihatkan susunan urutan faktor dominan berdasarkan penilaian pegawai dan masyarat.

Tabel 29 Susunan Urutan Faktor Dominan

FAKTOR Penilaian

Pegawai

Penilaian

Masyarakat Keterangan

Komunikasi Faktor Keempat Faktor Kedua Berbeda Sumberdaya Faktor Ketiga Faktor Ketiga Sama

Disposisi Faktor Pertama Faktor Pertama Sama Birokrasi Faktor Kedua Faktor Keempat Berbeda Keterangan

Faktor Pertama = faktor yang sangat kuat Faktor Kedua = faktor yang kuat

Faktor Ketiga = faktor yang lemah

Faktor Keempat = faktor yang sangat lemah

Hasil susunan urutan faktor dominan pada Tabel 29 memperlihatkan bahwa Faktor Komunikasi berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan

(32)

merupakan faktor dominan keempat sedangkan menurut penilaian masyarakat Kota Bandung merupakan faktor dominan kedua. Hal ini menunjukkan bahwa faktor komunikasi termasuk faktor yang sangat lemah menurut pelaksana kebijakan dan termasuk faktor yang kuat menurut masyarakat, dalam mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Faktor komunikasi ini berkaitan dengan informasi yang diterima, kecepatan pesan yang diterima, frekwensi penyampaian informasi, serta ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan kebijakan. Komunikasi yang diterapkan saat ini menghambat pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Sangat lemahnya faktor komunikasi menurut pelaksana kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung ini berkaitan dengan faktor sumberdaya yang termasuk pada faktor yang lemah baik menurut pegawai maupun masyarakat dalam mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Hal ini dikarenakan sumberdaya berkaitan dengan perolehan sumberdaya informasi serta kegunaan sarana dan prasarana bantuan dari pemerintah yang tidak tersalurkan dengan baik kepada masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kebijakan persampahan di Kota Bandung. Sehingga lemahnya penerapan faktor sumberdaya berkaitan dengan sangat lemahnya penerapan komunikasi yang dilakukan oleh pegawai yang akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Faktor disposisi menempati urutan pertama baik menurut penilaian pegawai maupun masyarakat, yang memperlihatkan bahwa disposisi merupakan faktor sangat kuat dalam mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung sangat ditentukan oleh penerapan kebijakan dalam pelaksanaan pengelolaan sampah, komitmen pegawai pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan, dan prioritas aparat pemerintah dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah. Sangat kuatnya disposisi yang diterapkan saat ini dalam mencapai keberhasilan

(33)

pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung sangat ditentukan oleh penerapan kebijakan, komitmen pegawai dan prioritas yang ditetapkan oleh pemerintah dalam mencapai keberhasilan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Faktor birokrasi yang termasuk pada faktor yang kuat menurut pegawai, dan dianggap faktor yang sangat lemah menurut masyarakat, memperlihatkan bahwa dalam menjalankan tugas pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah, pegawai melaksanakan tugas berdasarkan birokrasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah Kota Bandung sesuai dengan aturan yang berlaku, sedangkan masyarakat sebagai target pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah yang menganggap sangat lemah menunjukkan bahwa birokrasi yang diterapkan saat ini menghambat pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

4. Hasil Analisis Faktor Dominan dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Hasil pembobotan faktor berdasarkan penilaian pegawai dan masyarakat mengacu pada pola pengelompokkan 4 (empat) faktor sebelumnya yang terdiri dari komunikasi, sumberdaya, disposisi dan birokrasi. Hasil Analisis Faktor yang terbentuk setelah rotasi dengan metoda varimax dapat dijabarkan berdasarkan faktor dominan pertama (F1) sampai faktor dominan keempat (F4), dan terdapat beberapa indikator yang dibuang dari model penelitian. Berdasarkan penilaian pegawai, indikator yang dibuang yaitu komunikasi 6 dan disposisi 4, karena memiliki bobot faktor yang kurang dari 0,3; sedangkan berdasarkan penilaian masyarakat, indikator yang dibuang yaitu komunikasi 2, komunikasi 6, sumberdaya 3, disposisi 1, disposisi 2, birokrasi 1 dan birokrasi 2.

Hasil akhir analisis faktor merupakan penggabungan berdasarkan penilaian pegawai dan penilaian masyarakat. Variabel-variabel manifes (indikator) yang membentuk variabel laten (Faktor) yang ada berdasarkan penilaian pegawai, berkesesuaian juga berdasarkan penilaian masyarakat. Hasil kesesuaian antara penilaian pegawai dan penilaian masyarakat ditampilkan pada Tabel 30.

(34)

Tabel 30 Hubungan Antara Variabel Laten dengan Variabel Manifes Berdasarkan Penilaian Pegawai dan Penilaian Masyarakat

Faktor Variabel Laten Variabel Manifes Bobot Faktor Keterangan Pegawai Masyarakat 1 Komunikasi Komunikasi 1 0,878 (+) 0,879 (+)

Informasi yang diterima mengenai kebijakan Pengelolaan Sampah

Komunikasi 3 0,369 (-)

0,857 (+)

Kecepatan pesan yang diterima dalam menginformasikan perkembangan berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah yang ditetapkan oleh pemerintah Komunikasi 4 0,332

(-)

0,443 (-)

Frekwensi penyampaian informasi pemerintah berkaitan dengan perkembangan Pengelolaan Sampah Komunikasi 5 0,335 (-) 0,763 (+)

Ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah yang diterapkan oleh pemerintah

2 Sumberdaya

Sumberdaya 1 0,489 (-)

0,584 (+)

Perolehan sumberdaya informasi yang dibutuhkan pelaksanaan berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah Sumberdaya 2 0,549

(+)

0,768 (+)

Kegunaan sarana dan prasarana bantuan pemerintah berupa peralatan 3 Disposisi Disposisi 3 0,777 (+) 0,879 (+)

Penerapan dalam pelaksanaan tentang Kebijakan Pengelolaan Sampah

Disposisi 5 0,307 (-)

0,859 (+)

Komitmen aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya

Disposisi 6 0,694 (+)

0,803 (+)

Prioritas aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya 4 Birokrasi Birokrasi 3 0,918 (+) 0,769 (+)

Kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya

Birokrasi 4 0,791 (+)

0,798 (+)

Kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya

Sumber: Hasil Justifikasi berdasarkan Pengolahan Data Analisis Faktor Keterangan:

(+) = Indikator penting yang perlu ditingkatkan (-) = Indikator kurang penting

(35)

Berdasarkan hasil akhir analisis faktor baik penilaian masyarakat Kota Bandung maupun penilaian pegawai PD Kebersihan dapat dijelaskan variabel-variabel manifes (indikator) sebagai berikut:

1. Variabel Komunikasi.

a. Informasi yang diterima mengenai kebijakan Pengelolaan Sampah (Komunikasi 1), menurut penilaian pegawai dan masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu ditingkatkan. Penyampaian informasi mengenai kebijakan pengelolaan sampah kepada pegawai dan masyarakat berkaitan dengan penyampaian informasi rencana strategis dan rencana kerja yang akan dilakukan pemerintah daerah dalam melaksanakan kebijakan ini, dapat dilakukan misalnya dengan mensosialisasikan kepada masyarakat menggunakan media yang efektif melalui televisi atau radio. b. Kecepatan pesan yang diterima dalam menginformasikan perkembangan

berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah yang ditetapkan oleh pemerintah (Komunikasi 3), menurut penilaian pegawai kurang penting, sedangkan menurut penilaian masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu ditingkatkan. Kecepatan pesan dibutuhkan dalam menginformasikan perkembangan kebijakan, baik kepada pegawai sebagai pelaksana kegiatan maupun kepada masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan sampah.

c. Frekwensi penyampaian informasi pemerintah berkaitan dengan perkembangan Pengelolaan Sampah (Komunikasi 4), menurut penilaian pegawai maupun masyarakat merupakan indikator kurang penting, karena dianggap sudah dilaksanakan dengan baik sehingga perlu dipertahankan karena berpengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah. d. Ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah

yang diterapkan oleh pemerintah (Komunikasi 5), menurut penilaian pegawai merupakan indikator kurang penting, karena pegawai sebagai pelaksana menggap bahwa kebijakan yang ditetapkan merupakan acuan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan sampa, sedangkan menurut penilaian masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu

(36)

ditingkatkan terutama berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian sasaran dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah.

2. Variabel Sumberdaya.

a. Perolehan sumberdaya informasi yang dibutuhkan pelaksanaan berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah (Sumberdaya 1), menurut penilaian pegawai merupakan indikator kurang penting, sedangkan menurut penilaian masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu ditingkatkan.

b. Kegunaan sarana dan prasarana bantuan pemerintah berupa peralatan (Sumberdaya 2), menurut penilaian pegawai dan masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu ditingkatkan.

3. Variabel Disposisi.

a. Penerapan dalam pelaksanaan tentang Kebijakan Pengelolaan Sampah (Disposisi 3), menurut penilaian pegawai dan masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu ditingkatka.

b. Sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya (Disposisi 5), menurut penilaian pegawai merupakan indikator kurang penting, sedangkan menurut penilaian masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu dipertahankan.

c. Sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya (Disposisi 6), menurut penilaian pegawai dan masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu ditingkatkan.

4. Variabel Birokrasi.

a. Kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya (Birokrasi 3), menurut penilaian pegawai dan masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu ditingkatkan.

b. Kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya (Birokrasi 4), menurut penilaian pegawai dan masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu ditingkatkan.

(37)

Secara operasional, pengelolaan sampah meliputi pelaksanaan kegiatan pewadahan, pengumpulan, penyapuan jalan, pemindahan dan pengangkutan, serta pengolahan dan pembuangan akhir. Meskipun demikian, ruang lingkup dalam pengelolaan sampah tidak hanya meliputi pelaksanaan kegiatan operasional, namun meliputi juga berbagai aspek seperti pembiayaan, kelembagaan, peratuan hukum, serta aspek peran serta masyarakat. Keterkaitan setiap aspek dalam pengelolaan sampah pada masing-masing dimensi strategis pengelolaan kebersihan tersebut dapat dijelaskan lebih detil:

1. Aspek sumberdaya dalam hal pembiayaan dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung meliputi:

a. Anggaran biaya perusahaan

Anggaran biaya perusahaan diperuntukkan guna membiayai berbagai kebutuhan penyelenggaraan pelayanan seperti belanja pegawai, belanja BBM, olie dan ban kendaraan, biaya perbaikan dan pemeliharaan, biaya administrasi dan biaya umum, serta biaya investasi.

b. Anggaran pendapatan perusahaan.

Guna membiayai belanja perusahaan sebagaimana disebut diatas, perusahaan memperoleh pendapatan dari hasil pelayanan jasa kebersihan. Pendapatan ini terdiri dari 2 (dua) macam, yakni: hasil penagihan jasa pelayanan kebersihan umum (kebersihan jalan) yang berasal dari pembayaran Pemerintah Kota Bandung; serta hasil penagihan jasa pelayanan kebersihan masyarakat baik dari pelanggan rumah tinggal, komersial dan non komersial serta dari pedagang di pasar.

2. Aspek Birokrasi dalam hal kelembagaan pengelolaan sampah meliputi:

a. Tugas tanggungjawab dan wewenang yang dimiliki oleh PD Kebersihan dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah kota.

b. Tugas tanggungjawab dan wewenang dari lembaga dan masyarakat dalam berperanserta mengelola sampah kota (Stakeholder di luar PD Kebersihan).

c. Lembaga lain (di luar Pemerintah Kota Bandung) yang ikut berpengaruh dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, misalnya Pemerintah Kota

(38)

Cimahi dan Kabupaten Bandung terkait dengan pengelolaan TPA Leuwigajah dan TPA Jelekong.

d. Lembaga lain yang ikut terlibat dalam rangkaian Manajemen persampahan baik pada fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

3. Aspek komunikasi dalam mendorong partisipasi masyarakat, pada seluruh tingkatan masyarakat dan aparat pemerintah yang berada di wilayah kota Bandung merupakan pengguna dan yang ikut menikmati penyelenggaraan pengelolaan sampah kota. Oleh karenanya semua pihak diperlukan keterlibatannya untuk berperan serta baik secara aktif maupun pasif dalam pengelolaan sampah.

Tanpa adanya keterlibatan masyarakat maka tidak akan berhasil mewujudkan kebersihan kota, dan kalaupun dapat mewujudkan hal itu membutuhkan sumberdaya yang sangat mahal. Peran serta mereka dapat diaktualisasikan baik dalam peran dan fungsi perencanaan, pelaksanaan maupun dalam fungsi pengawasan.

4. Aspek disposisi berupa Peraturan dalam pengelolaan sampah baik di Kota Bandung maupun di kota-kota lainnya, pada intinya mengatur tentang:1) Kelembagaan, yaitu menetapkan pembentukan lembaga pengelola sampah kota menyangkut tugas, tanggungjawab, wewenang dan struktur organisasi. 2) Tatacara penyelenggaraan pengelolaan sampah, mengatur tentang ketentuan pengelolaan sampah kota, kewajiban bagi pemerintah dan masyarakat serta larangan terhadap pelanggaran ketentuan. 3) Pembiayaan pengelolaan sampah, mengatur sumber biaya pengelolaan terutama penetapan tarif jasa pelayanan kebersihan/pengelolaan sampah.

Sudah saatnya sistem pengelolaan sampah Kota Bandung dikritisi kembali. Selama ini alur pengangkutan sampah yang terjadi adalah: sumber sampah – TPS – TPA, tanpa pemilahan sampah ketika di sumber sampah maupun di TPS. Dengan demikian membuat volume sampah di TPA menggunung dan sulit untuk diolah. Di samping itu, seluruh proses pengangkutan, mulai dari

(39)

sumber sampai akhirnya tiba di TPA ditangani oleh PD Kebersihan. Peran masyarakat sangat kecil dalam ikut mengelola sampah. Maksimal yang dapat dilakukan masyarakat adalah membawa sampah sampai di TPS. Biaya yang diperlukan untuk menangani sampah dibandingkan dengan pemasukan dari retribusi, selama diurus oleh PD Kebersihan Kota Bandung, belum memberikan tambahan pemasukan berarti bagi Pemerintah Daerah Kota Bandung.

Sistem pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan sampah perlu dimodifikasi dari sistem pengelolaan konvensional yang selama ini dilakukan oleh PD Kebersihan (Gambar 8). Perbedaan yang mendasar dari sistem modifikasi ini dengan adanya pembagian peran dan wewenang yang jelas antara masyarakat dengan pemerintah. Wewenang dan peran masyarakat adalah mengelola dari sumber hingga TPS plus, sedangkan pemerintah hanya mengelola TPA, dengan sumber sampah yang diangkut dari TPS.

Sumber: Kertas Posisi Yayasan Wisnu No. 01/IV/2001 Gambar 8 Sistem Pengelolaan Konvensional yang dilakukan oleh PD

Kebersihan

5.3 Prioritas dan Strategi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Pengelolaan Sampah di Kota Bandung perlu dilakukan secara prioritas dengan mempergunakan kriteria-kriteria yang memungkinkan dijadikan acuan dalam pelaksanaan pengelolaannya. Dalam menghadapi persoalan pengelolaan sampah ini yang perlu diperhatikan adalah mengenai penyebab timbulnya persoalan dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung, dan seberapa jauh pihak-pihak yang terkait telah melakukan upaya untuk mengeliminir terhadap timbulnya persoalan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

SISTEM PENANGANAN SAMPAH YANG SELAMA INI DI LAKUKAN PEMERINTAH

Sumber sampah dari rumah tangga, hotel, restoran, dll.

Gambar

Gambar 6 Program Pengelolaan Sampah di Kota Bandung
Gambar 7 Operasional Pengelolaan Kebersihan Kota Bandung
Tabel 12  Penyelesaian Masalah dengan Adanya Informasi yang Diberikan Pemerintah Berkaitan dengan Kebijakan Pengelolaan Sampah
Tabel 14   Kegunaan Sarana dan Prasarana Bantuan Pemerintah berupa Peralatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil data yang diolah dalam penelitian ini, terlihat pada variabel jumlah penduduk (PD) menunjukkan hasil yang positif signifikan terhadap kemiskinan sebesar

Dari tabel tersebut, terlihat bahwa skala prioritas untuk penerapan produksi bersih adalah penggunaan kembali limbah krom dengan cara daur ulang, pemisahan limbah

Guru hendaknya tetap konsisten dalam menerapkan penilaian sikap di kelas sebagai salah satu alat evaluasi sehingga dapat mengetahui kecenderungan perubahan sikap

Penilaian keunggulan unit penangkapan ikan pelagis besar berdasarkan aspek biologi (X 1 ) pancing tonda menempatkan pada urutan prioritas pertama pada (UP1) dan untuk kriteria

Pemeliharaan elemen keras pada jalur hijau jalan juga merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan khususnya Seksi Pertamanan

Berdasarkan matriks HOQ “jarak kantung pertama dengan kantung kedua” mempunyai urutan prioritas ke-21, namun pada tingkat kepuasan konsumen seluruh ukuran desain regular daypack

Lembaga pemerintahan Penerapan Good Housekeeping Penggunaan koagulan yang mengandung anti bakteri Pemberian Insentif bagi pelaku industri yang menerapkan produksi bersih

Strategi ketepatan peramalan menjadi prioritas pertama tidak lepas dari faktor-faktor pendukung, dimana proses kunci utama yang paling berpengaruh dalam pencapaian