• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keterdedahan Berita Kriminal di Televisi

Keterdedahan berita kriminal di televisi merupakan beragam penerimaan khalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi, meliputi jenis berita kriminal, fekuensi menonton, dan durasi menonton.

5.1.1 Jenis Berita Kriminal

Jenis berita kriminal adalah kemasan pesan atau format siaran berita kriminal yang ditonton di televisi. Jenis berita kriminal yang ditonton responden meliputi berita langsung, berita mendalam, ataupun berita langsung dan mendalam. Data sebaran responden menurut jenis berita kriminal dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Jumlah dan Presentase Responden di Kelas 8 SMP Tamansiswa Berdasarkan Jenis Berita Kriminal yang Ditonton

Jenis Berita Kriminal

Kelas (orang) Total siswa (orang) Kelas 8-1 Kelas 8-2 Kelas 8-3 Kelas 8-4

Tidak Menonton

1 (33)

- 1 (33)

1 (33)

3 (5) Berita

langsung

5 (23)

4 (18)

6 (27)

7 (32)

22 (38) Berita

mendalam

- - 2 (100)

- 2 (4)

Berita langsung dan mendalam

9

(29) 11 (36)

5 (16)

6 (19)

31 (53)

Total 58 (100)

Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase

Berdasarkan Tabel 11 diketahui sebaran jenis berita kriminal yang

ditonton oleh responden beragam antar kelas 8. Data pada Tabel 11

mengungkapkan bahwa responden tidak mempunyai preferensi khusus terhadap

jenis berita kriminal yang ditonton. Sebagian besar responden (53%) menonton

seluruh jenis berita kriminal (langsung dan mendalam). Hanya 42 persen yang

menonton salah satu jenis berita kriminal. Sebanyak tiga persen tidak pernah

menonton berita kriminal. Perbedaan pemilihan jenis berita kriminal di televisi

ditentukan karena adanya kesempatan yang berbeda diantara responden saat

(2)

menonton televisi. Kesempatan tersebut meliputi jam tayang siaran berita, maupun waktu luang yang digunakan untuk menonton televisi.

Responden yang memilih menonton berita kriminal langsung saja, cenderung menyukai berita langsung yang menyajikan berita dengan kasus-kasus yang beragam sehingga memberikan banyak informasi mengenai kasus-kasus tindak kriminal. Responden yang menyukai berita mendalam karena berita tersebut dikupas secara mendalam disertai reka adegan atau ilustrasi kasus yang menggambarkan kronologis peristiwa kriminal, sehingga tayangan lebih seru.

Responden yang menonton berita langsung dan mendalam, memilih berita tersebut karena banyak jenis berita kriminal yang ditonton maka semakin banyak informasi yang mereka dapatkan mengenai tindak kriminal. Sebanyak tiga persen yang tidak pernah menonton berita kriminal, beranggapan bahwa menonton berita kriminal merupakan hal yang membosankan, tayangannya yang tidak menarik, dan tidak penting diketahui.

5.1.2 Frekuensi Menonton

Kekhawatiran banyak orang tentang keterdedahan berita kriminal di kalangan remaja tidak mampu membendung keinginan responden untuk menonton berita kriminal. Di dalam keterbatasan waktu karena tersita waktu sekolah ternyata responden masih termasuk sering menonton berita kriminal di televisi. Data sebaran responden menurut ferekuensi menonton dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Jumlah dan Presentase Responden di Kelas 8 SMP Tamansiswa Berdasarkan Frekuensi Menonton Berita Kriminal di Televisi

Frekuensi menonton

Kelas (orang) Total siswa (orang) Kelas 8-1 Kelas 8-2 Kelas 8-3 Kelas 8-4

Tidak pernah 1 (33)

- 1 (33)

1 (33)

3 (5) Jarang (1-5

kali/minggu)

2 (22)

1 (12)

4 (44)

2 (22)

9 (16) Sering (>5

kali/minggu)

12 (26)

14 (30)

9 (20)

11 (24)

46 (79)

Total 58 (100)

Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase

(3)

Data Tabel 12 mengungkapkan bahwa sebanyak 46 persen responden sering menonton berita kriminal di televisi dengan frekuensi lebih dari lima kali perminggu. Hal ini dapat dipahami keseluruhan responden memiliki waktu luang diatas lima jam perhari sepulang dari sekolah. Dan sebagian besar responden menghabiskan waktu selama 3-5 jam perhari dalam menonton televisi. Sehingga responden memiliki variasi program acara yang ditonton, begitu pula saat menonton berita kriminal di televisi.

5.1.3 Durasi Menonton

Durasi menonton merupakan lama waktu remaja melihat dengan cermat siaran berita kriminal di televisi. Data sebaran responden menurut durasi menonton dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Jumlah dan Presentase Responden di Kelas 8 SMP Tamansiswa Berdasarkan Durasi Menonton Berita Kriminal di Televisi

Durasi menonton Kelas (orang) Total siswa (orang) Kelas 8-1 Kelas 8-2 Kelas 8-3 Kelas 8-4

Tidak lengkap (<15

menit/tayangan)

6 (27)

7 (32)

1 (5)

8 (36)

22 (38) Lengkap 15-25

menit/tayangan)

9 (32)

8 (29)

5 (18)

6 (21)

28 (48) Sangat lengkap

(>25 menit)

- - 8 (100)

- 8 (14)

Total 58 (100)

Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase

Tabel 13 menunjukkan bahwa responden yang menonton berita kriminal di televisi dengan durasi tidak lengkap (< 15 menit/tayangan) dan lengkap (15-25 menit/tayangan) memiliki proporsi yang tidak terpaut jauh. Hal ini berarti, sebagian besar responden menonton dengan durasi yang cukup, hanya sebatas untuk mengetahui informasi tanpa harus memperhatikan apakah seberapa dalam isi berita kriminal.

Sebanyak 86 persen menyatakan bahwa menonton berita kriminal

dianggap sebagai aktivitas selingan atau hanya sekedar iseng saat menganti

saluran televisi. Selain itu, menonton berita kriminal dengan durasi lengkap akan

memberikan kepuasan akan informasi mengenai kasus-kasus kriminalitas,

sekaligus keadaan lingkungan sekitar. Terutama untuk memahami lebih dalam

(4)

akan kasus-kasus tindak kriminal, sehingga membuat mereka lebih paham akan kondisi di lingkungan sekitar dan membuat mereka lebih waspada akan tindak kriminal di sekitar.

5.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keterdedahan Khalayak Dua faktor yang berpotensi berhubungan dengan keterdedahan khalayak yakni karakteristik individu (umur, jenis kelamin, prestasi akademis, dan motif menonton), dan karakteristik lingkungan sosial (jenis pekerjaan orangtua, pendidikan orangtua, dan pengawasan orangtua). Kedua faktor tersebut terhadap keterdedahan khalayak remaja akan dijelaskan pada uraian berikut.

5.2.1 Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Keterdedahan Khalayak Remaja

Variabel-variabel yang berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi. Salah satu variabel tersebut adalah karakteristik individu. Hasil pengujian hubungan antara karakteristik individu dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi disajikan secara ringkas pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Pengujian Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Keterdedahan Khalayak Remaja pada Berita Kriminal di Televisi.

Karakteristik Individu

Keterdedahan Khalayak

Jenis berita kriminal Frekuensi menonton Durasi menonton Koefisien

(χ²)         

p-value Koefisien (χ²)         

p-value Koefisien (χ²)      

p-value

Umur 4.390 0.222 0.613 0.736 0.855 0.652

Jenis kelamin 2.547 0.467 0.444 0.801 3.126 0.210

Prestasi

akademis di kelas

2.595 0.858 1.349 0.853 3.919 0.417

Motif

menonton 12.353*

C = 0.419 0.055 1.826 0.768 3.278 0.512

Keterangan :

* : berhubungan Nyata pada α = 10%

Ada hubungan antara karakteristik individu dengan keterdedahan

khalalayak, seperti yang dikemukakan pada hipotesis penelitian ini. Hasil

pengujian korelasi membuktikan bahwa hipotesis tersebut tidak terbukti. Secara

(5)

umum karakteristik responden tidak berhubungan dengan keterdedahan khalayak pada berita kriminal di televisi, baik terhadap jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, maupun durasi menonton. Artinya tidak ada perbedaan dalam hal jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton dan durasi menonton diantara responden yang berbeda umur, jenis kelamin, dan prestasi akademik. Namun hanya motif menonton yang menunjukkan hubungan yang nyata (p<0,1) terhadap jenis berita yang ditonton, tetapi tidak berhubungan dengan frekuensi menonton dan durasi menonton. Hal ini menunjukkan bahwa motif menonton responden akan menentukan pilihan jenis berita kriminal yang ditonton.

Hubungan antara masing-masing karakteristik individu dengan keterdedahan khalayak remaja dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut :

1. Hubungan Umur dengan Keterdedahan Khalayak

Umur tidak berhubungan dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan maupun dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Artinya, tidak ada perbedaan antara responden yang berusia 13 tahun dan 14 tahun dalam hal jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton.

Hal ini berbeda dengan penelitian Suangga (2004), Remaja yang telah memasuki umur 14 tahun memiliki persepsi yang negatif terhadap berita kriminal. Artinya pada kisaran umur 14 tahun, remaja yang menonton berita kriminal menjadikan media pembelajaran akan kejahatan, hal ini menunjukkan adanya responden memiliki keterdedahan yang tinggi dalam hal memahami kriminalitas.

Penelitian ini membuktikan bahwa responden pada kisaran umur 13-14

memiliki preferensi terhadap tayangan televisi hampir sama. Responden

cenderung menonton jenis berita kriminal yang sama dengan teman-teman

sebaya, sebagai bentuk penerimaan sosial akan sekitarnya. Begitu pula umur

pada kisaran 13-14 tahun menunjukkan bahwa responden memiliki frekuensi

menonton berita kriminal dan durasi menonton yang relatif sama. Tidak

adanya perbedaan yang signifikan mengenai keterkaitan umur dengan

keterdedahan khalayak pada berita kriminal disebabkan karena responden

(6)

dalam satu angkatan tahun ajaran, tentunya memiliki waktu dan aktivitas yang relatif sama. Hal ini menunjukkan bahwa faktor umur tidak mampu menentukan keterdedahan khalayak akan berita kriminal di televisi.

2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Keterdedahan Khalayak

Jenis kelamin tidak berhubungan dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Artinya, tidak ada perbedaan antara responden laki-laki dan perempuan dalam hal jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton.

Hasil penelitian Suangga (2004) mengenai persepsi remaja pedesaan terhadap tayangan berita kriminalitas di televisi menjelaskan bahwa umumnya responden laki-laki lebih menyukai jenis berita kriminal di televisi, alasannya menonton berita kriminal di televisi menunjukkan suatu keperkasaan (terlihat gagah), sehingga hal di atas menunjukkan bahwa pada umumnya remaja laki- laki di pedesaan menonton berita kriminal bertujuan untuk mendapatkan pengakuan sosial dari masyarakat.

Hasil penelitian ini memaparkan hal yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, responden laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan pilihan jenis berita yang sama, adanya kesamaan selera memilih jenis berita kriminal. Responden penelitian ini termasuk remaja kota, masyarakat kota tidak menuntut di antara laki-laki dan perempuan untuk memiliki peran sosial sesuai harapan mereka termasuk menyangkut jenis tayangan yang ditonton.

Responden memiliki preferensi yang sama akan jenis berita kriminal yang

ditonton. Aktivitas menonton berita kriminal tidak menuntut mereka untuk

mendapatkan pengakuan sosial sebagai peran laki-laki dan perempuan. Selain

itu, berdasarkan jawaban responden mengenai alasan menyukai jenis berita

kriminal yang ditonton tidak menyinggung soal gender. Responden lebih

mengarahkan jawabannya pada manfaat informasi, kemasan berita kriminal,

dan kesengajaan menonton berita kriminal. Artinya jenis kelamin bukanlah

faktor yang berhubungan dengan jenis berita kriminal yang ditonton.

(7)

Selain itu, jenis kelamin juga tidak berhubungan dengan frekuensi menonton dan durasi menoton berita kriminal. Hal ini menunjukkan bahwa responden laki-laki dan perempuan relatif sama menggunakan waktunya dalam menonton berita kriminal di televisi, terutama dalam hal menghabiskan waktu responden menonton berita televisi dilihat dari frekuensi dan durasi menonton yang tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

3. Hubungan Prestasi Akademis di Kelas dengan Keterdedahan Khalayak Prestasi Akademis di kelas tidak berhubungan dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Artinya, tidak ada perbedaan antara responden yang memiliki prestasi akademis tergolong tinggi (<5), prestasi akademis tergolong sedang (5-10), dan prestasi akademis tergolong rendah dalam hal jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton.

Hasil penelitian Lowery & De Fleur dalam Budhiarty (2004) menunujukkan bahwa ada hubungan antara prestasi akademis dengan perilaku menonton berita kriminal. Remaja yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi, menonton lebih sedikit acara yang mengandung kekerasan dibanding mereka yang memiliki intelegensi yang rendah. Penelitian Budhiarty (2004) membuktikan hal yang berbeda, prestasi akademis remaja tidak memiliki hubungan nyata dengan perilaku menonton berita kriminal. Hal tersebut disebabkan rendah atau tinggiya tingkat intelektualitas anak tidak menentukan pemilihan jenis berita yang ditonton

Penelitian ini memaparkan hal yang sama dengan penelitian Budhiarty (2004). Responden yang memiliki prestasi akademis tergolong tinggi, sedang, dan rendah menunjukkan adanya persamaan preferensi tayangan terutama dalam hal memilih jenis berita kriminal. Hal ini tidak berarti bahwa responden yang memiliki prestasi akademis yang tegolong tinggi akan lebih suka menonton beragam jenis berita kriminal di televisi dibanding responden yang memiliki prestasi akademis tergolong sedang dan rendah.

Responden yang memiliki prestasi akademis tergolong tinggi, sedang, dan

rendah tidak menunjukkan perbedaan frekuensi menonton dan durasi

(8)

menonton. Hal ini menunjukkan responden yang memiliki prestasi akademis tergolong tinggi, sedang, dan rendah tidak memberikan prioritas waktu untuk menonton berita kriminal di televisi.

4. Hubungan Motif Menonton dengan Keterdedahan Khalayak Remaja Motif menonton di kelas merupakan bagian karakteristik individu. Jenis motif menonton responden meliputi motif ionformasi, motif interaksi sosial, motif mengisi waktu luang, dan motif hiburan, namun hanya tiga motif (informasi, motif mengisi waktu luang, dan motif hiburan) yang dikaji dalam tabel silang analisis hubungan di bawah ini. Responden tidak memiliki motif interaksi sosial dalam menonton televisi. Tabel silang antara motif menonton dengan jenis berita kriminal dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 15. Tabel Silang Berdasarkan Motif Menonton dan Jenis Berita Kriminal Menurut Jumlah dan Persentase Siswa Kelas 8 SMP Tamansiswa

Motif

Menonton Jenis berita kriminal (orang) Total Siswa (orang)

χ² C

1

Tidak

menonton Berita

langsung Berita

mendalam Berita langsung

dan mendalam Informasi 2

(7) 8

(29) 0

(0) 18

(64) 28

(48)

12.353* 0.419 Mengisi

waktu luang 0

(0) 10

(62) 0

(0) 6

(38) 16

(28) Hiburan 1

(7) 4

(29) 2

(14) 7

(50) 14

(24)

Total 58 (100)

Keterangan :

Angka dalam kurung menunjukkan persentase

* : nilai Chi square dimana p-value berhubungan Nyata pada α = 10%

C

1

: Koefisien korelasi Kontingensi 0.40-0.70 berarti hubungan yang cukup berarti

Berdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa ada hubungan yang nyata antara

motif menonton dengan jenis berita kriminal (p<0,1). Nilai koefisien kontigensi

yang diperoleh 0.419. Artinya adanya hubungan yang cukup berarti antara motif

menonton dengan jenis berita kriminal. Motif menentukan kecenderungan

responden memilih jenis berita kriminal yang mereka sukai untuk memenuhi

kebutuhan masing-masing. Menurut teori Uses and Gratification, perbedaan motif

menonton akan menyebabkan khalayak bereaksi pula pada media, hal ini

(9)

menunjukkan perbedaan preferensi jenis berita kriminal tergantung pada motif mrnonton responden.

Responden yang menonton televisi untuk mencari informasi dan hiburan lebih suka menonton berita langsung dan mendalam, sementara yang hanya mengisi waktu luang lebih tertarik kepada berita langsung. Responden yang memiliki motif informasi dan hiburan memilih jenis berita langsung dan mendalam agar memperoleh beragam informasi mengenai tindak kriminalitas serta memenuhi rasa keingintahuan responden akan lingkungan sekitar dan kemasan berita kriminal yang menarik dan lucu memberikan kenikmatan jiwa (seperti senang, bahagia). Umumnya jenis berita kriminal yang ditonton adalah Sidik Pagi, Tangkap 2, Fakta, TKP, dan Sidik Kasus.

Responden yang memiliki motif mengisi waktu luang lebih menyukai berita langsung dengan mempertimbangkan menonton berita kriminal langsung sebagai aktivitas tambahan atau selingan dari pergantian saluran televisi, sehingga responden tersebut tidak memperhatikan pada esensi kasus kriminal, atau bisa dikatakan menonton berita langsung merupakan berita yang praktis dan cepat.

Jenis berita kriminal yang biasa ditonton responden adalah TKP, Sergap, Patroli, Tangkap, Tangkap 2, Sidik, dan Sidik Pagi.

Tabel 15 juga menunjukkan bahwa ternyata motif menonton hanya berhubungan dengan jenis berita kriminal. Namun, motif menonton tidak berhubungan dengan frekuensi menonton dan durasi menonton. Artinya tidak adanya perbedaan diantara responden yang memiliki motif menonton untuk mencari informasi, mengisi waktu luang, dan hiburan dalam hal sering/tidaknya menonton dan lamanya menonton televisi.

5.2.2 Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Sosial dengan Keterdedahan Khalayak

Variabel-variabel yang berhubungan dengan keterdedahan khalayak

remaja pada berita kriminal di televisi adalah faktor-faktor yang berhubungan

dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi. Variabel

lainnya adalah karakteristik lingkungan sosial. Hasil pengujian hubungan antara

karakteristik sosial dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di

televisi dapat di lihat pada Tabel 16.

(10)

Tabel 16. Hasil Pengujian Hubungan anatara Karakteristik Lingkungan Sosial dengan Keterdedahan Khalayak.

Karakteristik Lingkungan Sosial

Keterdedahan Khalayak Remaja

Jenis berita kriminal Frekuensi menonton Durasi menonton Koefisien

(χ²/ r

s

)

p-

value Koefisien (χ²/ r

s

)

p-value Koefisien (χ²/ r

s

)

p-value Lokasi Tempat

tinggal

5.112

1

0.529 1.669 0.796 2.686 0.612

Lingkungan keluarga

• Pekerjaan orangtua -Ayah -Ibu

• Pendidikan orangtua -Ayah -Ibu

• Pengawasan orangtua

10.562

1

37.359

1

C = 0.620

0.073

2

-0.147

2

0.040

2

0.783 0.000*

0.586 0.270 0.767

6.339

1

30.033 C = 0.575

-0.052

2

-0.140

2

0.019

2

0.786 0.000*

0.700 0.295 0.890

9.868

1

4.069

1

-0.088

2

-0.011

2

-0.069

2

0.438 0.695

0.510 0.936 0.605 Keterangan :

* : berhubungan Nyata pada α = 10;

1

: koefisien Chi square ( χ²) ;

2

: Koefisien Rank Spearman ( r

s)

Hipotesis penelitian ini menduga adanya hubungan antara karakteristik lingkungan sosial dengan keterdedahan khalayak, hipotesis ini tidak terbukti sepenuhnya. Artinya, tidak keseluruhan variabel dapat menunjukkan adanya hubungan. Karakteristik lingkungan sosial meliputi lokasi tempat tinggal dan lingkungan keluarga (pekerjaan orangtua, pendidikan orangtua, dan pengawasan orangtua). Karakteristik sosial seperti pekerjaan orangtua dan pengawasan orangtua tidak berhubungan dengan keterdedahan khalayak, hanya pekerjaan orangtua yang menunjukkan hubungan, yakni pekerjaan ibu.

Pekerjaan ibu berhubungan nyata (p<0,1) dengan jenis berita kriminal dan frekuensi menonton. Namun tidak berhubungan dengan durasi menonton.

Pekerjaan ayah diduga tidak berhubungan dengan jenis berita kriminal, frekuensi

menonton dan durasi menonton. Pendidikan orangtua dan pengawasan orangtua

tidak berhubungan dengan keterdedahan khalayak pada berita kriminal di televisi,

baik terhadap jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, maupun

durasi menonton.

(11)

1. Hubungan Lokasi Tempat Tinggal dengan Keterdedahan Khalayak Lokasi tempat tinggal tidak berhubungan dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan maupun dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Lokasi tempat tinggal dalam penelitian ini yakni sering/tidaknya terjadi tindak kriminalitas di lingkungan sekitar dan berdasarkan jauh atau dekatnya tempat tinggal responden dari pusat keramaiaan. Menurut penelitian Hirst (Vera, 2007) menyatakan lingkungan setempat yang rawan kekerasan akan menyebabkan khalayak memiliki keterdedahan yang tinggi untuk menonton berita kriminal, sebagai sarana informasi mengenai kondisi di lingkungan sekitarnya.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa lokasi tempat tinggal responden tidak berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja. Artinya, walaupun semakin sering/tidaknya tindak kriminal yang terjadi di lingkungannya ataupun jarak tempat tinggal yang dekat/jauh dengan pusat keramaian tidak menyebabkan responden terdedah mengenai berita kriminal.

2. Hubungan Pekerjaan Orangtua dengan Keterdedahan Khalayak

Pekerjaan orang tua dikategorikan menjadi pekerjaan ayah dan ibu.

Pekerjaan ibu diduga berhubungan nyata (p<0.1) dengan jenis berita kriminal dan frekuensi menonton. Tabel silang antara pekerjaan ibu dengan jenis berita kriminal dan frekuensi menonton pada tabel selanjutnya.

Tabel 17. Tabel Silang Berdasarkan Pendidikan Ibu dan Jenis Berita Kriminal Menurut Jumlah dan Persentase Siswa Kelas 8 SMP Tamansiswa

Pekerjaan

Ibu Jenis Berita Kriminal (orang) Total siswa (orang)

p-Value C Tidak

Menonton

Berita langsung

Berita mendalam

Berita langsung

dan mendalam Mengurus

Rumah tangga

2 (4)

19 (39)

- 28 (57)

49 (85)

0.000 0.620 Karyawan

swasta

- - - 2 (100)

2 (3) Wiraswasta - 2

(50) 2

(50) - 4

(7) Buruh 1

(33)

1 (33)

- 1 (33)

3 (5)

Total 58 (100)

Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase * : berhubungan Nyata pada α = 10%

C : Koefisien korelasi Kontingensi 0.40-0.70 berarti hubungan yang cukup

berarti

(12)

Berdasarkan Tabel 17, diketahui bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan jenis berita kriminal, dengan (p<0,1) dan koefisien kontigensi bernilai 0.620 Artinya adanya hubungan yang cukup berarti antara pekerjaan ibu dengan jenis berita kriminal. Hal ini menunjukkan ada kecenderungan bahwa pekerjaan ibu menentukan responden untuk tidak menonton berita kriminal ataupun menonton berita kriminal langsung dan mendalam.

Pekerjaan ibu responden sebagai ibu rumah tangga (mengurus rumah tangga) menyebabkan responden tidak menonton berita kriminal, maupun menonton berita kriminal langsung dan mendalam. Hal ini dapat dipahami bahwa pekerjaan sebagai ibu rumah tangga tentunya memiliki waktu luang yang banyak untuk bersama anaknya, begitu pula dalam hal menoton berita kriminal di televisi. Begitu pula pekerjaan ibu responden sebagai wiraswasta, buruh, dan karyawan swasta juga menentukan responden untuk tidak menonton ataupun menonton berita kriminal langsung dan mendalam.

Pekerjaan ibu responden berhubungan dengan frekuensi menonton. Hal ini Dapat dilihat Tabel 18 antara pekerjaan ibu dengan frekuensi menonton pada tabel selanjutnya.

Tabel 18. Jumlah dan Persentase Siswa Kelas 8 Berdasarkan Pendidikan Ibu dan Frekuensi Menonton

Pekerjaan Ibu

Frekuensi Menonton (orang) Total siswa

(orang) p-Value C Tidak

pernah

Jarang (1-3 kali/minggu)

Sering (>3 kali/minggu) Mengurus

Rumah tangga

2 (4)

5 (10)

42 (86)

49 (85)

0.000 0.575 Karyawan

swasta

- - 2 (100)

2 (3)

Wiraswasta - 4

(100)

- 4 (7)

Buruh 1 (33)

- 2 (67)

3 (5)

Total 58 (100)

Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase Angka dalam kurung menunjukkan persentase

* : berhubungan Nyata pada α = 10%

C : Koefisien korelasi kontingensi kurang dari 0.20 berarti hubungan sangat rendah

(13)

Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan frekuensi menonton, dengan (p<0,1) dan koefisien kontigensi bernilai 0.575 Artinya adanya hubungan yang sangat rendah antara pekerjaan ibu dengan frekuensi menonton responden. Hal ini menunjukkan ada kecenderungan bahwa pekerjaan ibu menentukan responden dalam hal sering/tidaknya menonton berita kriminal di televisi, namun memberikan hubungan lemah. Dapat berati, hal ini tidak keseluruhan jenis pekerjaan ibu ikut menentukan responden dalam hal sering/tidaknya menonton berita kriminal di televisi.

Pekerjaan ibu responden sebagai ibu rumah tangga (mengurus rumah tangga) menyebabkan responden tidak pernah menonton berita kriminal, maupun jarang, atau sering menonton berita kriminal. Hal ini dapat dipahami bahwa ibu rumah tangga memiliki banyak waktu luang untuk menonton televisi. Sehingga sering/tidaknya ibu menonton berita kriminal secara langsung berhubungan dengan frekuensi responden menonton berita kriminal. Begitu pula pekerjaan ibu responden sebagai wiraswasta, buruh, dan karyawan swasta juga menentukan responden untuk tidak menonton, jarang ataupun sering menonton berita kriminal di televisi. Pekerjaan ibu tidak berhubungan dengan durasi menoton responden. Artinya, pekerjaan ibu tidak menentukan seberapa lengkap responden menonton berita kriminal di televisi.

Pekerjaan ayah diduga tidak berhubungan dengan keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi. Hal ini berarti, pekerjaan ayah tidak menentukan responden dalam hal jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton.

3. Hubungan Pendidikan Orangtua dengan Keterdedahan Khalayak

Menurut Lowery dan De Fleur (Budhiarty, 2004) remaja yang memiliki

orangtua yang tingkat pendidikannya tinggi, cenderung memiliki sedikit

waktu untuk menonton serta menonton lebih sedikit acara yang mengandung

adegan kekerasan, khususnya berita kriminal. Penelitian ini membuktikan hal

yang berbeda dengan penelitian di atas. Pendidikan tidak berhubungan

(14)

dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan maupun dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Artinya, semakin tinggi atau rendahnya pendidikan orangtua responden tidak menentukan terdedah atau tidaknya responden pada berita kriminal di televisi. Walaupun responden tidak menonton ataupun menonton berita kriminal di televisi, hal ini tidak tergantung pada pendidikan terakhir orangtua responden.

4. Hubungan Pengawasan Orangtua dengan Keterdedahan Khalayak

Pengawasan orangtua tidak berhubungan dengan keterdedahan berita kriminal secara keseluruhan maupun dengan jenis berita kriminal yang ditonton, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Artinya, tidak pernah, jarang, atau seringnya orangtua mengawasi responden menonton televisi tidak menentukan apakah responden semakin terdedah atau tidak terhadap berita kriminal di televisi.

Penelitian ini memaparkan hal yang berbeda dengan penelitian Singer (Budhiarty, 2004) menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata kebiasaan menonton televisi dengan tingkat pengawasan orangtua. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan orangtua tidak berhubungan dengan jenis berita kriminal yang ditonton responden, frekuensi menonton, dan durasi menonton. Hal ini berarti bahwa tingkat pengawasan orangtua tidak menentukan responden dalam hal memilih jenis berita kriminal, pernah/tidaknya menonton berita kriminal, lengkap/tidaknya durasi menonton berita krimial.

Ada atau tidaknya peran orangtua dalam mengawasi responden menonton

televisi tidak menentukan kecenderungan memilih tayangan televisi yang

disukainya atau tidak. Pengawasan orangtua hanya sebatas memberikan

arahan atau penjelasan tentang menonton televisi, tetapi tidak menentukan

responden terdedah atau tidaknya menonton berita kriminal televisi.

(15)

5.3 Efek Tayangan Berita Kriminal

Efek tayangan berita kriminal di televisi terhadap responden Kelas 8 SMP Tamansiswa yang dikaji meliputi efek kognitif dan afektif. Data sebaran responden berdasarkan efek kognitif dan afektif dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Tingkat Efek kognitif dan Afektif di Kelas 8 SMP Tamansiswa

Efek Distribusi (%) Rataan

Skor

1)

Rendah Sedang Tinggi Kognitif :

1. Persepsi Khalayak Remaja terhadap isi berita kriminal.

2. Pengetahuan teknis akan tindak kekerasan.

3. Penilaian khalayak remaja terhadap realitas

6 (10)

31 (53)

17 (29)

8 (14)

25 (44)

40 (69)

44 (76)

2 (3)

1 (2)

2.1 2.3 1.8 2.2 Afektif :

1. Perasaan sesudah menonton berita kriminal :

• Takut

• Cemas

2. Toleransi akan tindak kekerasan

35 (60)

5 (9) 30 (52)

23 (40)

48 (82)

26 (45)

0 (0)

5 (9)

2 (3)

2.0

1.7 2.4 2.0

Seluruh Aspek 2.0

Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase

1)

Rataan skor : 0-0.9 : rendah 1- 1.9 : sedang 2-2,9 : tinggi

Secara keseluruhan tayangan berita kriminal di televisi menimbulkan efek di kalangan khalayak siswa SMP kelas 8 Tamansiswa pada tingkatan yang sedang (rataan skor 2,0). Skor ini menunjukkan bahwa keterdedahan khalayak pada berita kriminal memunculkan efek pada tingkatan sedang. Efek yang muncul berupa efek kognitif meliputi persepsi khalayak terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas. Efek afektif meliputi perasaan sesudah menonton berita (takut, cemas) dan toleransi akan tindak kekerasan.

Efek yang muncul tersebut hampir seimbang antara efek kognitif dan

afektif. Dilihat dari efek kognitif, tayangan berita kriminal di televisi

memberikan efek yang paling signifikan pada persepsi responden terhadap isi

berita kriminal. Persepsi responden terbentuk berdasarkan pemahaman responden

mengenai kriminalitas berdasarkan alur cerita, kemasan, gambar/ilustrasi pada

(16)

tayangan berita kriminal. Sebanyak 76 persen responden menganggap bahwa dengan adanya alur cerita, kemasan, dan gambar/ilustrasi di dalam tayangan berita kriminal, responden mampu memahami tindak kriminal yang terjadi, sehingga mampu memberikan pemaknaan mengenai kasus-kasus kriminal.

Efek kognitif mengenai pengetahuan akan tindak kekerasan ternyata menunjukkan efek yang paling rendah. Sebanyak 53 persen responden tidak memahami mengenai teknis tindak kekerasan seperti gaya berkelahi, penggunaan senjata, dan modus operandi kejahatan. Hal ini dapat dipahami berdasarkan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah SMP Taman Siswa bahwa rata-rata siswa kelas 8 memiliki intelektualitas menengah ke bawah. Kecenderungan siswa kelas 8 sulit memahami hal-hal yang bersifat teknis mengenai tindak kekerasan.

Efek kognitif mengenai penilaian responden berdasarkan realitas termasuk memberikan efek pada tingkatan sedang. Sebanyak 69 persen responden menganggap bahwa apa yang ditonton di televisi mengenai realitas kriminalitas tidak semuanya mewakili kehidupan keseluruhan. Artinya tidak tentu benar bahwa peristiwa apa yang ditayangkan di televisi akan terjadi di lingkungan sekitar responden. Hal ini dapat dipahami, responden tidak terlalu mempercayai apa yang disampaikan media.

Apabila dilihat dari efek afektif, tayangan berita kriminal tersebut secara nyata menimbulkan rasa cemas di kalangan responden namun tidak cukup kuat untuk menimbulkan rasa takut. Tidak ada responden yang betul-betul menyatakan takut akibat menonton berita kriminal sementara terdapat 9 persen responden yang menjadi cemas.

Efek afektif mengenai toleransi akan tindak kekerasan secara keseluruhan termasuk pada tingkatan sedang. Namun, sebanyak 52 persen responden menunjukkan toleransi akan tindak kekerasan termasuk pada tingkatan rendah.

Artinya, efek menonton berita kriminal pada responden yakni menimbulkan rasa empati yang besar terutama kepada korban dan pelaku kejahatan.

5.4 Hubungan Keterdedahan Khalayak dengan Efek Berita Kriminal

Keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi adalah

beragam penerimaan khalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi.

(17)

Hasil pengujian hubungan antara keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi dengan efek berita kriminal di televisi secara ringkas dapat di lihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Hasil Pengujian Hubungan ( r

s

) Keterdedahan Khalayak Remaja pada Berita Kriminal di Televisi dengan Efek Berita Kriminal di Televisi Keterdedahan

Khalayak

Efek Berita Kriminal di Televisi

Efek Kognitif Efek Afektif

(1.1) (1.2) (1.3) (2.1) (2.2) (2.3) Jenis berita

kriminal

-0.028 0.217 0.097 0.159 0.033 -0.023 Frekuensi

menonton

0.021 0.167 0.095 0.176 0.211 0.268*

Durasi menonton

-0.044 0.017 -0.122 -0.119 0.160 0.139

Keterangan :

(1.1) Persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal; (1.2) Pengetahuan teknis akan tindak ; (1.3) Penilaian khalayak remaja akan realitas; (2.1) Takut; (2.2) Cemas; (2.3) Toleransi akan tindak kekerasan

* : nilai Spearman dimana p-value berhubungan Nyata pada α = 10%

Keterdedahan khalayak remaja pada berita kriminal di televisi diduga tidak adanya hubungan dengan efek kognitif secara keseluruhan meliputi persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas. Terdapat hubungan antara keterdedahan khalayak remaja hubungan dengan efek afektif. Secara spesifik ada hubungan nyata frekuensi menonton (p<0.1) dengan toleransi akan tindak kekerasan. Ada beberapa variabel yang tidak berhubungan antara keterdedahan khalayak remaja dengan efek afektif.

5.4.1 Hubungan Keterdedahan Khalayak dengan Efek Kognitif

Penelitian ini memaparkan bahwa tidak adanya hubungan antara

keterdedahan khalayak dengan efek kognitif. Hubungan keterdedahan khalayak

dengan efek kognitif antara lain meliputi hubungan jenis berita kriminal dengan

efek kognitif, hubungan frekuensi menonton dengan efek kognitif, dan hubungan

durasi menonton dengan efek kognitif.

(18)

1. Hubungan Jenis Berita Kriminal dengan Efek Kognitif

Jenis berita kriminal tidak berhubungan dengan efek kognitif secara keseluruhan dengan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas. Artinya, jenis berita kriminal yang ditonton responden tidak menentukan bahwa efek yang diterima akan memberikan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, memberikan pengertian akan pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan memberikan kemampuan responden untuk menilai terhadap realitas.

Hal ini dapat dipahami bahwa menonton berita kriminal bukan prioritas tayangan utama yang dipilih responden. Keseluruhan responden lebih cenderung memilih jenis tayangan seperti infotainment, kuis, sinetron, dan komedi sebagai prioritas tayangan yang ditonton, sehingga apapun jenis berita kriminal yang ditayangkan di televisi tidak mampu menentukan bahwa efek yang ditimbulkan yakni persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas.

2. Hubungan Frekuensi Menonton dengan Efek Kognitif

Frekuensi menonton tidak berhubungan dengan efek kognitif secara keseluruhan dengan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas. Artinya, sering/tidaknya responden menonton berita kriminal tidak menentukan bahwa efek yang diterima akan memberikan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, memberikan pengertian akan pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan memberikan kemampuan responden untuk menilai terhadap realitas.

Menurut Mazdalifah (1999) adegan kekerasan ditelevisi jika ditonton

secara teratur dalam waktu yang panjang akan berpengaruh pada

keterdedahan pada pengetahuan anak tentang kekerasan, penumpukkan

sikap terhadap perilaku kekerasan. Penelitian ini mengungkapkan hal yang

berbeda dengan temuan di atas. Responden yang tidak menonton, jarang,

(19)

atau sering menonton berita kriminal ternyata tidak memunculkan efek kogntif bagi perilaku khalayak. Hal ini dipahami karena frekuensi menonton tiap minggunya tidak disertai dengan kekonsistenan menonton berita kriminal dengan waktu yang teratur setiap minggunya. Sehingga hal ini, tidak memberikan akumulasi yang berarti pada ranah konitif responden.

3. Hubungan Durasi Menonton dengan Efek Kognitif

Durasi menonton berita kriminal tidak berhubungan dengan efek kognitif secara keseluruhan dengan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan penilaian khalayak remaja terhadap realitas. Artinya, lengkap/tidaknya durasi responden menonton berita kriminal tidak menentukan bahwa efek yang diterima akan memberikan persepsi khalayak remaja terhadap isi berita kriminal, memberikan pengertian akan pengetahuan teknis akan tindak kekerasan, dan memberikan kemampuan responden untuk menilai terhadap realitas.

Hal ini dapat dipahami seberapa lengkap durasi menonton responden dalam menonton berita kriminal ternyata tidak mampu menimbulkan efek kognitif bagi perilaku responden. Kemungkinan hal ini terjadi, karena kurangnya preferensi responden akan berita kriminal disebabkan siaran berita kriminal dianggap sebagai tayangan yang kurang disukai.

5.4.2 Hubungan Keterdedahan Khalayak Remaja dengan Efek Afektif Hubungan antara keterdedahan khalayak dengan efek kognitif. Hubungan keterdedahan khalayak dengan efek kognitif antara lain meliputi hubungan jenis berita kriminal dengan efek afektif, hubungan frekuensi menonton dengan efek afektif, dan hubungan durasi menonton dengan efek afektif.

1. Hubungan Jenis Berita Kriminal dengan Efek Afektif

Jenis berita kriminal tidak berhubungan dengan efek afektif secara

keseluruhan dengan perasaan sesudah menonton berita kriminal (takut dan

curiga) dan toleransi akan tindak kekerasan. Artinya, jenis berita kriminal

(20)

yang ditonton responden tidak menentukan bahwa efek yang diterima akan memberikan rasa takut dan curiga, dan memberikan rasa toleransi akan tindak kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa responden menganggap hal yang ditayangkan mengenai tindak kriminalitas bukanlah hal yang penting untuk memuaskan hal-hal yang bersifat kejiwaan/psikologis responden.

2. Hubungan Frekuensi Menonton dengan Efek Afektif

Frekuensi menonton berhubungan nyata (p<0.1) dengan toleransi akan tindak kekerasan. Tabulasi silang antara frekuensi menonton dengan toleransi akan tindak kekerasan pada tabel selanjutnya.

Tabel 21. Jumlah dan Presentase Siswa Kelas 8 Berdasarkan Frekuensi Menonton dengan Toleransi akan Tindak Kekerasan

Frekuensi Menonton

Toleransi akan Tindak Kekerasan Total siswa (%)

p- Value

0.042 r

s

0.268 Tidak

Menonton

Tidak setuju

Kurang setuju

Setuju Tidak pernah 3

(100)

- - - 3 (5) Jarang (1-3

kali/minggu)

- 1 (11)

7 (78)

1 (11)

9 (16) Sering

(>3kali/minggu)

- 2 (4)

35 (76)

9 (20)

46 (79)

Total 58 (100)

Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan persentase Angka dalam kurung menunjukkan persentase

* : berhubungan Nyata pada α = 10%

r

s

: Koefisien korelasi Spearman kurang dari 0.20-0.40 berarti hubungan rendah tetapi pasti

Berdasarkan Tabel 21 diketahui bahwa ada hubungan antara frekuensi menonton dengan toleransi akan tindak kekerasan, dengan (p<0,1) dan koefisien korelasi bernilai 0.268 Artinya adanya hubungan rendah tetapi pasti antara pekerjaan frekuensi menonton responden dengan toleransi akan tindak kekerasan.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi menonton atau

semakin sering responden menonton berita kriminal di televisi, maka

semakin tinggi toleransi responden akan tindak kekerasan. Hal ini berarti,

responden yang sering menonton berita kriminal maka rasa empati akan

(21)

berkurang. Hal ini diperkuat melalui penelitian Baron (1974), Studi menunjukkan akibat dari banyaknya menonton tayangan kekerasan, orang tidak lagi mudah merasakan penderitaan atau rasa sakit yang dialami orang lain .  Media televisi terbukti dapat memberikan efek yang tajam dari tayangan kekerasan terhadap khalayak salah satunya yakni de-sensitization effects, berkurang atau hilangnya kepekaan kita terhadap kekerasan itu sendiri (Pitaloka, 2006).

Tidak ada hubungan antara frekuensi menonton dengan rasa takut dan curiga. Artinya, frekuensi menonton berita kriminal tidak menentukan timbulnya efek mengenai rasa takut dan curiga terhadap perilaku responden.

3. Hubungan Durasi Menonton dengan Efek Afektif

Durasi menonton tidak berhubungan dengan efek afektif secara

keseluruhan dengan perasaan sesudah menonton berita kriminal (takut dan

curiga) dan toleransi akan tindak kekerasan. Artinya, durasi menonton

responden tidak menentukan bahwa efek yang diterima akan memberikan

rasa takut dan curiga, dan memberikan rasa toleransi akan tindak

kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa responden seberapa lengkap

ataupun tidak lengkapnya menonton berita kriminal tidak memberikan

efek menyangkut hal-hal yang bersifat kejiwaan/psikologis maupun

emosional responden.

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Menghadapi Hambatan Memasuki Pasar Internasional (Studi Kasus pada PT. Windika Utama) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

- Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi dampak ekonomi dari pencemaran udara terhadap kesehatan di Indonesia menggunakan data tahun 2011.. Indikator pencemaran udara

Bapak/Ibu/Saudara/Saudari diminta untuk menilai keadaan yang sebenarnya sampai dengan saat ini dengan menggunakan skala lima langkah (alternatif pilihan 1 sampai dengan 5

Kenaikan suhu pada belitan auxilary lebih tinggi dibanding belitan utama, dikarenakan nilai resistansi pada belitan auxilary lebih besar dari belitan utama [1][2].Pada

Perancangan proses pengecoran velg racing ini menggunakan bahan baku untuk coran adalah paduan aluminium standart Alcan dengan nomor bahan B135, bahan baku untuk pola adala h

outbound merupakan suatu usaha yang sangat bermanfaat karena bertujuan membina kerja sama, namun pengolahan latihan fisik dan mental yang akan dilaksanakan

[r]

Pada kebanyakan tumbuhan dikotil, baik epidermis akar maupun tudung akar berasal dari lapisan paling luar sel-sel meristem ujung.. Pada jaringan muda tumbuhan dikotil