• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan Tujuan penyusunan Dokumen RPZ TWP Kabupaten Probolinggo adalah acuan dan panduan dalam:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan Tujuan penyusunan Dokumen RPZ TWP Kabupaten Probolinggo adalah acuan dan panduan dalam:"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mendefinisikan konservasi sebagai upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Sementara yang dimaksudkan dengan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan yang setara dengan kawasan lindung dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 (Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMEN-KP/2016). Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diselenggarakan untuk: a) menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; 2) melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lainnya; 3) melindungi habitat biota laut, dan; 4) melindungi situs budaya tradisional.

Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) merupakan mandat dari Undang-Undang No. 31 tahun 2004 juncto Undang-Undang No. 45 tahun 2007 dan Undang-Undang No. 27 tahun 2007 juncto Undang-Undang No. 1 tahun 2014. Jenis dan kategori KKP3K ditetapkan berdasarkan maksud dan tujuan dari pembentukan kawasan konservasi tersebut yang disesuaikan dengan kondisi sumber daya ikan, kondisi sosial dan budaya dari kawasan tersebut. Pasca terbitnya Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi kewenangan Provinsi, untuk itu inisiasi pembentukan KKP3K juga menjadi kewenangan Provinsi. Melalui kegiatan ini Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan bermaksud mengidentifikasi potensi calon KKP3K di wilayah perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil Provinsi Jawa Timur, salah satunya di wilayah pesisir Kabupaten Probolinggo.

Kabupaten Probolinggo secara administrasi memiliki 8 kecamatan pesisir dari 24 kecamatan yang ada. Total panjang garis pantai di pesisir Kabupaten Probolinggo yaitu sepanjang 1.331 km. Kekayaan pesisir dan kelautan Provinsi Jawa Timur yang ada di wilayah Kabupaten Probolinggo memiliki keanekaragaman yang tinggi dan sangat berpotensi untuk berkembang. Selama kurun waktu lima tahun terakhir (2012-2015) hasil perikanan tangkap nelayan Kabupaten Probolinggo mengalami peningkatan yang linier dengan peningkatan rata-rata 87,15% per tahun (BPS Kabupaten Probolinggo, 2017). Potensi ini diikuti dengan kondisi ekosistem yang mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2001 luas mangrove yang ada sekitar 209,32 Ha dan meningkat 50% menjadi seluas 476,76 Ha pada tahun 2015. Di wilayah perairan ini juga menjadi titik kemunculan mamalia laut seperti paus dan hiu paus. Sepanjang tahun 2016 teridentifikasi 32 paus pilot terdampar di wilayah pesisir ini dan 10 paus mati (nationalgeographic.co.id, 2016). Selain itu potensi- potensi ekosistem dan bentang alam laut lainnya perlu untuk dikendalikan dari aktivitas- aktivitas yang berpotensi mengganggu keberlangsungan lingkungan di wilayah ini.

1.2

Tujuan

Tujuan penyusunan Dokumen RPZ TWP Kabupaten Probolinggo adalah acuan dan panduan dalam:

1. Pelaksanaan program dan kegiatan 2. Perlindungan dan pelestarian kawasan

3. Pemanfaatan kawsan sesuai dengan zonasinya, dan 4. Mengevaluasi efektifitas pengelolaan kawasan

(2)

1.3

Ruang Lingkup Penyusunan Rencana Pengelolaan

1.3.1 Ruang Lingkup WIlayah

Wilayah studi pekerjaan Zonasi Kawasan Konservasi yaitu di Kabupaten Probolinggo. Kabupaten Probolinggo memiliki luas wilayah sebesar 634,38 km2 dan Kabupaten Probolinggo terletak antara

112,5o – 112,9 o Bujur Timur dan 7,3 o – 7,5 o Lintang Selatan. Adapun batas wilayah kawasan adalah

sebagai berikut:

Sebelah Utara : Selat Madura

Sebelah Timur : Kabupaten Situbondo Sebelah Barat : Kabupaten Pasuruan

(3)

2

BAB II

POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN

2.1

Potensi

2.1.1 Potensi Ekologis

Laut ialah suatu ekosistem, bahkan ekosistem akuatik (perairan) terbesar di dunia. Ekosistem laut bisa dibedakan ke dalam komponen yang lebih kecil dan terbatas. Namun masing-masing bagian tersebut (juga disebut ekosistem) mempunyai interaksi antar individu dalam populasi, komunitas dan bersama lingkungan abiotik sebagai suatu kesatuan. Bagian penyusun ekosistem laut (suberdaya hayati) di antaranya: rawa (salt marsh), pasang surut, estuari, laguna, terumbu karang, bakau (mangroves), padang lamun, dasar laut (lunak, keras, datar atau bergelombang), laut dalam, oseanik atau sebaliknya neritik.

2.1.1.1 Terumbu Karang (Coral Reef)

Terumbu karang merupakan sumberdaya hayati penting di kawasan pesisir untuk menjaga keberlanjutan sektor perikanan tangkap dan potensi pariwisata yang besar. Arahan pemanfaatan terumbu karang adalah sebagai kawasan konservasi. Terumbu karang merupakan habitat sekaligus indikator dari keberadaan ikan di laut. Kerusakan terumbu karang menyebabkan tidak adanya ikan di suatu perairan. Kerusakan bisa disebabkan oleh terinjaknya karang oleh manusia, penggunaan jangkar kapal, dan gelombang air laut. Dibalik kompleksitas dan keragaman hayati yang dimiliki, terumbu karang merupkan ekosistem yang rentan terhadap gangguan dan ancaman (Medrizam et.,al 2004) baik gangguan alami seperti gelombang, tsunami dan pemutihan karang (coral bleaching) akibat pemanasan global, serta penyakit karang akibat pencemaran lingkungan, maupun gangguan akibat faktor manusia seperti eksploitasi berlebihan, penangkapan menggunakan sianida, dan bom serta berbagai kegiatan tak berkelanjutan lainnya.

Kawasan terumbu karang di kabupaten Probolinggo terdapat pada Gili Ketapang dan Paiton. Potensi ini dapat dimanfaatkan pada sektor pariwisata snorkeling atau diving maupun untuk wilayah konservasi. Pulau Gili Ketapang memiliki tipe pertumbuhan terumbu karang tepi (fringing reef) dengan kedalaman yang landai. Pulau ini shallow water atau perairan dangkal yang cukup luas dengan substrat dominan pasir. Subtrat dasar di Selatan Pulau Gili Ketapang, adalah pasir, rubbles, dan death coral. Terumbu karang mengumpul banyak ada di kedalaman 1 – 5 m. Kedalaman lebih dari 5 meter karang hanya hamparan pasir tetapi ada karangnya sedikit. Visibility di Selatan Pulau Gili Ketapang termasuk baik.

1. Terumbu Karang di Kecamatan Paiton

Gugusan terumbu karang di Kecamatan Paiton dapat ditemukan di pesisir Desa Binor dan sekitar area PLTU Paiton. Terumbu karang di Desa Binor berupa fringing reef yang berada pada kedalaman dangkal antara 0-3 meter dengan substrat dasar berupa pasir halus hingga kasar. Sebagaimana tipikal terumbu karang dangkal, komunitas terumbu didominasi oleh kelompok karang masif (CM), karang submasif (CS) dan/atau karang merayap (encrusting/CE) terutama dari famili Poritidae, Faviidae dan Mussidae serta beberapa karang bercabang dari famili Acroporidae, Poritidae dan Pocilloporidae.

Pada tahun 2016, persentase penutupan karang hidup disekitar Desa Binor hanya sebesar 13,31% atau termasuk dalam kondisi ‘Rusak’, mengacu pada KepMen LH No. 04 Tahun 2001 tentang kriteria baku kerusakan terumbu karang. Lifeform karang hidup di Bhinor pada Juni 2016 berupa karang masif (coral massive, 6,63%), karang merayap (coral encrusting, 5,77%), karang bercabang (coral branching) dan karang submasif (coral submassive) masing-masing 0,3%. Gugus terumbu karang lain di perairan Kecamatan Paiton terdapat di area Mercusuar yang merupakan bagian dari area PLTU Paiton. Pada lokasi ini, terumbu karang tumbuh diatas semacam gosong pasir pada kedalaman 4-15 meter. Substrat dasar berupa pasir kasar dengan campuran silt dan clay.

Persentase tutupan karang hidup di Mecusuar pada tahun 2015 adalah sebesar 80,99% (kategori “sangat baik”). Terumbu di Mercusuar didominasi oleh karang Acropora dan Montipora (famili Acroporidae). Kondisi tersebut sangat mungkin disebabkan oleh kondisi perairan yang relatif lebih jernih dan arus yang lebih kuat dibandingkan area pesisir yang berbatasan langsung dengan

(4)

wilayah daratan. Sebagaimana diketahui, karang Acropora akan tumbuh dengan baik pada daerah yang berarus sedang. Jenis-jenis karang batu dari marga Acropora mempunyai polip yang kecil dan sulit untuk membersihkan diri, sehingga untuk membersihkan dirinya dari partikel-partikel yang melekat, jenis ini membutuhkan arus dan ombak yang cukup kuat.

Terumbu karang juga terdapat di sekitar kanal water intake dan water discharge PLTU Paiton dengan kondisi yang sangat bervariasi. Untuk area di sisi timur kanal water discharge PLTU Paiton 1, persentase penutupan karang pada tahun 2016 mencapai 26,77% (kondisi ‘sedang’) sedangkan di sisi barat kanal water discharge yang sama persentase penutupan karang hidupnya mencapai 70,48% (kondisi ‘baik’). Untuk sekitar kanal water intake PLTU Paiton 1 persentase penutupan karang hidupnya mencapai 60,68% (kondisi ‘baik’) sedangkan untuk area sekitar kanal water intake PLTU Paiton 2, persentase penutupan karang hidupnya mencapai 22,53% (kategori kondisi ‘rusak’).

Sebagian besar karang yang ada di sekitar water intake dan water discharge PLTU Paiton 1 merupakan hasil recruitment (penempelan) karang pada blok-blok beton yang ditenggelamkan ke laut. Blok beton tersebut merupakan material reklamasi dan penahan gelombang laut saat awal pembangunan PLTU Paiton. Seiring dengan waktu, larva karang yang bersifat planktonik menggunakan blok beton sebagai substrat/media penempelan dan pada akhirnya membentuk terumbu karang di lokasi tersebut.

Secara visual, sebagian besar blok beton material reklamasi yang terendam air di water intake dan water discharge telah tertutupi oleh koloni-koloni karang terutama karang masif (CM) dari jenis Porites lobata dan Porites lutea serta karang lembaran (Coral Foliose/CF) jenis Pavona frondens, Merulina scabricula dan Montipora foliosa. Tidak banyak karang Acropora yang dijumpai, hanya terdapat beberapa jenis yang umum seperti Acropora formosa, A. humilis, A. hyacinthus dan A. loripes. Selain A. formosa yang termasuk lifeform ACB (Acropora Branching) dan A. humilis yang termasuk ACD (Acropora Digitate), sebagian besar karang Acropora di water intake tergolong dalam kategori lifeform ACT (Acropora Tabulate).

Berikut ini tabulasi hasil identifikasi karang di perairan Paiton meliputi persentase tutupan karang, kategori dan jenis terumbu karang.

Tabel 2.1 Tutupan, Kategori, dan Jenis Karang di Perairan Kecamatan Paiton

LOKASI SAMPLING/KOORDINAT Pesisir Desa Binor Area

Mercusuar

Water Intake PLTU Paiton 1 & 2

Water Discharge PLTU Paiton 1 Koordinat 7°42’39” LS 113°33’34” BT 7° 28’20” LS 113°6’59” BT 7°42’38” LS 113°35’8” BT 7°42’51” LS 113°35’48” BT Tutupan Karang 13,31% 80,99% 60,68% (Paiton 1) 22,53% (Paiton 2) 26,77% (barat) 70,48% (timur)

Kategori rusak sangat baik baik

rusak

sedang baik Jenis karang masif (CM),

karang submasif (CS) dan/atau karang merayap (encrusting/CE) terutama dari famili Poritidae, Faviidae dan Mussidae serta beberapa karang bercabang dari famili Acroporidae, Poritidae dan Pocilloporidae karang Acropora dan Montipora (famili Acroporidae)

Porites lobata dan Porites lutea serta

karang lembaran (Coral Foliose/CF) jenis Pavona frondens, Merulina scabricula dan Montipora foliosa. Acropora formosa, A. humilis, A. hyacinthus dan A. loripes.

Porites lobata dan Porites lutea serta

karang lembaran (Coral Foliose/CF) jenis Pavona frondens, Merulina scabricula dan Montipora foliosa. Acropora formosa, A. humilis, A. hyacinthus dan A. loripes.

Kedalaman 0-3 meter 4-15 meter

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim 2016 dan ground check diolah

2. Terumbu Karang di Pulau Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih

Gili Ketapang adalah sebuah desa dan pulau kecil di Selat Madura, tepatnya 8 km di lepas pantai utara Probolinggo. Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Sumberasih. Lokasi pertama survei terumbu karang berada pada titik koordinat 07o40’46.7’’LS dan 113o15’72.7’’BT, di sebelah Tenggara Pulau Gili Ketapang. Kondisi dasar perairan berpasir putih, lokasi titik survei

(5)

(2016) merupakan kawasan konservasi yang telah dilakukan penenggelaman terumbu karang buatan bentuk kubus, banyak ditumbuhi oleh kelompok organisme penyusun ekosistem terumbu karang dengan life form pertumbuhan, baik dari kelompok Acropora sebesar 17,54%, yang meliputi Acropora Branching (Acropora formosa, dan Acropora secale), dari kelompok Acropora Tabulate (Acropora hyacinthus) Acropora Submassive (Acropora palifera) serta tidak ditemukan kelompok Acropora Encrusting, dan Acropora digitate. Karang didominasi oleh kelompok Acropora digitifera dan Acropora humilis.

Sedangkan dari kelompok Non Acropora sebesar 19,37%, dengan pertumbuhan Branching banyak ditemukan Psamocora digitata, Seriatopora guttatus, Seriatopora caliendrum, Euphyllia, Hydnophora rigida Pocillopora care. Dari kelompok Massive hanya ditemukan dari jenis Porites, yaitu Porites lutea, dan Porites lobata. Sedangkan dari kelompok Encrusting didominasi oleh Montipora nodosa, serta kelompok Submassive didominasi oleh Pocillopora eydouxi. Dari bentuk pertumbuhan foliose karang disuplai oleh jenis Pectinia lactuca, Pavona cactus, Montipora foliosa, sedangkan dari kelompok Coral mushroom, jenis karang yang mendominasi adalah Favia danae, Dari kelompok Millepora ditemukan Millepora spp, dan dari kelompok Karang biru ditemukan Heliopora coerulea.

Spesies lainnya penyusun ekosistem terumbu karang dari kelompok alga yang ditemukan adalah, Padina, Cyanophyceae, Hallimeda, Kumpulan alga. Dari kelompok Soft Coral, spesies yang ditemukan adalah Dendronephtya, Lobophytum, Sarcophyton, Sedangkan dari penyusun lainnya adalah dari spesies Ascidian, Sabella, Diadema, Anemon, Sponge, Tubifora musica dan Zoanthidian. Berikut ini jenis-jenis terumbu karang yang teridentifikasi.

Persentase tutupan komunitas karang mencapai 52,09%. Nilai tersebut didukung oleh jumlah karang hidup yang mengalami kerusakan dengan nilai 36,92% terbagi oleh Acropora (17,54%) dan non-Acropora (19,37%). Sedangkan sisanya didominasi oleh biota lain sebesar 15,18 %.

Gambar 2.1 Persentase (%) Tutupan Karang Perairan Gili Ketapang sisi Tenggara

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim 2016, survey karang PT. Prima Mustika Underwater Service

Tabel 2.2 Jenis Karang dan Persentase Tutupan di Perairan Gili Ketapang sisi Tenggara Lokasi Sampling/Koordinat: LS : 07o 40’46.7’’; BT : 113o 15’ 72.7’’

Jenis Tutupan Karang (%) Total

Hard Corals (Acropora)

3,12% Branching Acropora formosa, A. nasuta, A. valenciennesi,

A.cervicornis, A. valida, A. gemnifera

1,16 Tabulate A. hyacinthus, A. divaricata, A. arabensis 0,34

Encrusting - 0,00

Submassive A. palifera, A. palmata 0,33

Digitate A. digitifera, A. humilis, A vaughani. A. millepora

1,29 Hard Corals (Non-Acropora)

(6)

Branching Psamocora digitata, Seriatopora hystrix, S caliendrum, Euphyllia, Hydnophora rigida,

Pocillopora care, Stylopora pistilata 5,80

25,84% Massive Coeloseris mayeri, Diploastrea coerulea,

Alveopora sp, Favites lacuna, Favites sp, Favites halicora, Goniophora sp, Montastrea sp, Oulophylia crispia, Platygira, Porites lutea,

Symphylia, Siderastrea siderea 16,00

Encrusting Montipora nodosa, Favites abdita, Montipora spongiosa

0,31

Submassive Pocillopora eydouxi 0,11

Foliose Pectinia lactuca, Pavona cactus, Montipora foliosa

0,14

Mushroom Favia danae 0,19

Millepora Millepora sp 1,16

Heliopora Heliopora coerulea 2,13

Dead Scleractinia 13,48% Dead Coral 10,04 (With Algal Covering) 3,48 Algae 16,34% Macro Padina 1,67 Turf Cyanophyceae 14,67 Coralline - 0,00 Halimeda Hallimeda 0,00

Algal Assemblage Kumpulan alga 0,00

Other Fauna

28,37% Soft Corals Lobophytum, Sarcophyton 12,63

Sponge sponge 10,61

Zoanthids Zoanthidian 3,02

Others Cyprae tigris, Conus, Diadema setosum, Ascidian, Iodictyum, Ecinothrix calamaris,

Synaptula Sabella sp 2,11 Abiotic 12,85% Sand 1,00 Rubble 10,67 Silt 0,00 Water 0,00 Rock 1,18

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim 2016, survey karang PT. Prima Mustika Underwater Service

Persentase tutupan karang hidup terdiri dari substrat bentik komposisi pembentuk yaitu Acropora Branching (ACB) sebesar 15,38%, Acropora Submasive (ACS) sebesar 1,46%, Acropora Digitate (ACD) sebesar 0,53%, Acropora Tabulate (ACT) sebesar 0,17%, Coral Branching (CB) sebesar 2,46%, Coral Massive (CM) sebesar 16%, Coral Encrusting (CE) sebesar 0,19%, tidak terdapat Coral Submasive (CS), Coral Foliose (CF) sebesar 0,12%, Coral Millepora (CME) sebesar 0,32%, Coral Musroom (CMR) Sebesar 0,11% dan Coral Heliopora (CHL) sebesar 0,17%. Suatu ekosistem terumbu karang akan semakin bagus kondisinya apabila persentase penutupan karang hidup pada ekosistem tersebut lebih besar daripada persentase tutupan abiotiknya. Kriteria baku kerusakan terumbu karang, menurut KEPMENLH No 4. (2001), persentase tutupan terumbu karang 0-24,9% adalah kategori tutupan karang buruk, 25-49,9% adalah persentase tutupan karang kategori sedang. Dari kedua kategori tersebut masih tergolong rusak karena persentase tutupan karang tidak mencapai 50% sedangkan 50-74,9 adalah persentase tutupan karang kategori baik dan 75-100% adalah persentase tutupan karang kategori baik sekali. Karena persentase luasan tutupan karang yang hidup melebihi 50% maka diklasifikasikan dalam kategori baik. Penurunan persentase penutupan terumbu karang dapat menimbulkan dampak buruk bagi ekosistem terumbu karang itu sendiri (Supriharyono, 2000).

Baku kerusakan karang di Pulau Gili Ketapang termasuk dalam kategori buruk atau rusak, karena nilai tutupan karang hidup, dengan nilai tutupan mencapai 36, 91% kurang dari 50% karang hidupnya, kondisi ini disebabkan karena tutupan sedimentasi yang tinggi dan banyaknya pecahan karang mati

(7)

yang tertutup oleh alga. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi aktifitas manusia yang bersifat destruktif.

Pulau Gili Ketapang memiliki persentase tutupan komponen abiotik terdiri dari karang mati, pasir, Rubble, dan rock sedangkan persentase tutupan komponen biotik terdiri atas Acropora, Non-Acropora dan biota lain. Sumberdaya hayati perairan pesisir yang merupakan satuan kehidupan (organisme hidup) saling berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan nir-hayatinya (fisik) membentuk suatu sistem. Dengan demikian, pembahasan selanjutnya dititikberatkan pada komponen hayati (biotik) dan nir-hayati (abiotik). Di Pulau Gili Ketapang komponen penyusun bentiknya tinggi oleh komponen biotiknya sebesar 47,91%. Di lokasi ini komponen abiotiknya didominasi oleh rubble (patahan karang) yang menunjukkan adanya aktifitas manusia yang bersifat destruktif (mencari ikan menggunakan bom), dan Death Coral Alga (DCA).

Nilai indeks mortalitas (IM) Indeks ini memperlihatkan besarnya perubahan karang hidup menjadi mati, terdiri dari komponen penyusunnya adalah tutupan karang hidup, patahan karang (Rubble) dan karang mati. Kondisi kematian karang di Pulau Gili Ketapang menunjukkan adanya perubahan karang hidup menjadi mati sebesar 0,56 yang menunjukkan bahwa kondisi terumbu karangnya mengalami kerentanan, mudah mengalami kematian dan segera harus dilakukan konservasi, baik melakukan penetapan kawasan konservasi maupun rehabilitasi terumbu karang dengan menggunakan metode terumbu buatan dan transplantasi karang.

Kemudian hasil pengamatan terumbu karang di Pulau Gili Ketapang yang telah dilakukan pada tanggal 9 September 2017 di dua stasiun menunjukkan hasil sedikit berbeda dengan pengamatan terumbu karang pada tahun 2016. Pengukuran tutupan karang dan penghitungan indeks keanekaragaman dilakukan pada lokasi sampling dengan koordinat 07°40'28.4" LS dan 113°15'44.3" BT (Stasiun 1) dan 07°40'59.9" LS dan 113°14'50.6" BT (Stasiun 2). Pada Stasiun 1 dapat diketahui bahwa tutupan karang hidup hanya sebesar 3,1% (Gambar 2.13). Berdasarkan KepMen LH No. 04 Tahun 2001 tentang kriteria baku kerusakan terumbu karang, kondisi tersebut mengindikasikan bahwa terumbu karang pada lokasi tersebut berada pada kondisi kerusakan yang buruk (0 - 24,9%). Namun demikian, hasil pengukuran tutupan karang menunjukkan nilai 64% pada Stasiun 2. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kondisi tutupan karang hidup di Stasiun 2 berada pada kategori baik (50-74,9%).

Gambar 2.2 Persentase Tutupan Karang Stasiun 1 dengan Metode Line Intercept Transect Sumber: Survei lapangan, 9 September 2017

Tutupan karang hidup di Stasiun 1 (Gambar 2.15) merupakan coral branching, sedangkan bagian lain pada lokasi sampling tersebut tertutupi oleh dead coral with algae, zoanthids, rubble, rock dan sand. Berbeda halnya dengan Stasiun 1, tutupan karang hidup pada Stasiun 2 tersusun atas acropora branching, acropora digitate, coral branching, coral encrusting, coral foliose, coral massive dan coral submassive. Bagian lain pada Stasiun 2 (Gambar 2.16) yang tidak tertutup oleh karang hidup tersusun atas material berupa dead coral with algae, dead coral, rubble, rock dan sand. Organisme hidup lain yang terdapat pada kedua lokasi sampling merupakan organisme yang bersifat sesil atau melekat pada

(8)

sedimen antara lain zoanthids, sponges (Xestospongia testudinaria) dan tunicate. Selain itu juga terdapat berbagai oragnisme bentik seperti bulu babi, cacing pohon natal, bivalvia dan crustacea. Pembahasan mengenai organisme bentik akan dibahas lebih lanjut pada bagian sub bab organisme bentik.Kerusakan terumbu karang di Stasiun 1 yang berada dekat dengan rambu suar dan terletak di depan Goa Kucing, diduga karena adanya kegiatan penangkapan ikan menggunakan racun, bom ikan, maupun alat tangkap ikan lain yang menyebabkan kerusakan terumbu karang, seperti cantrang. Dugaan tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan salah satu warga masyarakat yang tinggal di Desa Gili Ketapang bagian timur. Sedangkan tutupan karang hidup di Stasiun 2 jauh lebih baik daripada di Stasiun 1 yang diduga karena kepedulian warga setempat untuk melakukan transplantasi karang. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu warga yang tinggal di Desa Gili Ketapang bagian barat, para pengelola kegiatan ekowisata snorkeling sengaja melakukan penanaman terumbu karang (transplantasi karang) dengan tujuan agar terumbu karang tersebut dapat dijadikan sebagai tempat tinggal ikan-ikan karang. Dengan demikian ketika para wisatawan melakukan snorkeling, wisatawan tersebut dapat melihat keindahan terumbu karang dan ikan-ikan karang.

Walaupun tutupan karang hidup di Stasiun 1 lebih rendah, namun indeks keanekaragaman di lokasi tersebut lebih tinggi daripada Stasiun 2. Hal tersebut dapat dilihat dari data pengukuran indeks keanekaragaman yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.3 Indeks Keanekaragaman Hayati Terumbu Karang di Stasiun 1

NO. GENUS I ∑ KOLONIII III 𝑋̅ H'

1. Acropora 1 3 1 1,667 0,169 2. Cyphastrea 0 0 1 0,333 0,053 3. Diploastrea 0 0 1 0,333 0,053 4. Favites 1 0 4 1,667 0,169 5. Fungia 0 1 0 0,333 0,053 6. Galaxea 0 1 0 0,333 0,053 7. Goniastrea 1 0 1 0,667 0,090 8. Goniopora 1 0 0 0,333 0,053 9. Montastrea 1 0 0 0,333 0,053 10. Montipora 1 0 3 1,333 0,146 11. Pavona 4 0 1 1,667 0,169 12. Platygira 1 0 1 0,667 0,090 13. Pocillopora 3 2 2 2,333 0,209 14. Porites 8 8 1 5,667 0,325 15. Seriatopora 13 12 5 10,000 0,368 Jumlah 35 27 21 27,667 2,054

Sumber: Survei lapangan, 9 September 2017 diolah

Sedangkan nilai keragaman pada Stasiun 2 dapat dilihat berdasarkan tabel berikut: Tabel 2.4 Indeks Keanekaragaman Hayati Terumbu Karang di Stasiun 2

NO. GENUS I ∑ KOLONIII III 𝑋̅ H'

1. Acropora 0 2 2 1,333 0,076 2. Cyphastrea 0 2 0 0,667 0,045 3. Favites 0 0 1 0,333 0,026 4. Galaxea 0 0 1 0,333 0,026 5. Montipora 1 0 6 2,333 0,115 6. Pocillopora 0 2 1 1 0,061 7. Porites 71 69 49 63 0,083 Jumlah 72 75 60 69 0,432

Sumber: Survei lapangan, 9 September 2017 diolah

Dari analisis pengamatan di atas nilai indeks keanekaragaman (H’) terumbu karang di Stasiun 1 sebesar 2,054. Nilai tersebut jauh lebih tinggi daripada nilai indeks keanekaragaman (H’) di Stasiun 2 dengan nilai sebesar 0,432. Perbedaan nilai tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis terumbu karang pada Stasiun 1 lebih tinggi daripada Stasiun 2. Pada Stasiun 1 terdapat sekitar 14 genus terumbu karang yang ditemukan di lokasi transek kudran, sedangkan di Stasiun 2 hanya ditemukan 7 genus. Pada Stasiun 1 didominasi oleh genus Seriatopora sedangkan di Stasiun 2 didominasi oleh Porites.

(9)

Berikut ini hasil identifikasi terumbu karang yang dilakukan pada Bulan September 2017 meliputi persentase tutupan karang, kategori, jenis dan indeks keragaman.

Tabel 2.5 Tutupan, Kategori, dan Jenis Karang di Perairan Pulau Gili Ketapang

LOKASI SAMPLING/KOORDINAT

2016 2017 2017

Tenggara Stasiun 1 (Timur Laut) Stasiun 2 (Barat Daya)

Koordinat 07o 40’46.7’’ LS dan 113o 15’ 72.7’’ BT 07°40'28.4" LS dan 113°15'44.3" BT 07°40'59.9" LS dan 113°14'50.6" BT Tutupan Karang 52,09% 3,1% 64%

Kategori Sedang Buruk Baik

Jenis Acropora Branching (A.

formosa, dan A. secale),

Acropora Tabulate (A.

hyacinthus) Acropora

Submassive (A. palifera) Acropora digitate (A.

digitifera dan A. humilis),

kelompok Massive ditemukan jenis Porites, yaitu Porites lutea, dan

Porites lobata, kelompok

Encrusting didominasi oleh Montipora nodosa, dan kelompok Submassive didominasi oleh

Pocillopora eydouxi.

dead coral with algae, zoanthids, rubble, rock

dan sand

acropora branching, acropora digitate, coral branching, coral encrusting, coral foliose, coral massive dan coral submassive, dead coral with algae, dead coral, rubble, rock dan sand

Keragaman 2,054 0,432

Sumber: Kompilasi survey karang PT. Prima Mustika Underwater Service (2016) dan survei lapangan (2017)

2.1.1.2 Mangrove

Mangrove di kawasan pesisir Kabupaten Probolinggo terdapat pada semua wilayah kecamatan pesisir, mulai dari Tongas di barat hingga Paiton di timur. Terdapat tidak kurang dari 34 spesies mangrove yang tumbuh di pesisir Kabupaten Probolinggo, dengan 14 spesies termasuk kedalam kelompok mangrove sejati (true mangrove) sedangkan sisanya (20 spesies) termasuk dalam kelompok mangrove asosiasi (associate mangrove). Pada hampir semua kecamatan, komunitas mangrove umumnya didominasi oleh jenis api-api Avicennia marina, terutama di kecamatan Tongas serta sebagian wilayah Dringu, Pajakaran, Kraksaan dan Paiton. Jenis tersebut diketahui dapat tumbuh dengan baik pada substrat dasar berupa lumpur berpasir dan tahan terhadap salinitas serta penggenangan yang tinggi sehingga seringkali menjadi spesies pioneer pada banyak lokasi. Jenis mangrove dominan lain diantaranya adalah tanjang (Rhizophora stylosa dan Rhizophora apiculata) dan bogem (Sonneratia alba). Jenis R. stylosa umumnya dominan di pesisir Gending serta sebagian pesisir Pajarakan dan Paiton.

Mengacu pada data Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur (Diskanla) tahun 2015 tentang hasil survei mangrove/hutan pantai di 22 Kabupaten/Kota berpesisir di Jawa Timur, disebutkan bahwa luasan mangrove di Probolinggo mencapai 476,76 hektar. Area mangrove terluas terdapat di wilayah kecamatan Kraksaan dengan luasan ±115,92 ha dan ketebalan sabuk mangrove antara 40-230 meter.

Tabel 2.6 Luasan, Ketebalan dan Kondisi Mangrove di Kabupaten Probolinggo Tahun 2015

NO. KECAMATAN KOORDINATPOSISI rapat sedangLUASAN (Ha)*jarang total KETEBALAN (M)

1. Tongas 7°43’ 19” LS 113°6’38” BT 18,9 24,39 5,31 48,6 20-300 2. Sumberasih 7°43’33” LS 113°8’25” BT 52,23 34,73 6,3 93,26 30-750 3. Dringu 7°44’41” LS 113°14’59” BT 14,04 28,26 10,44 52,74 90-275 4. Gending 7°46’15” LS 113°18’57” BT 10,62 32,4 9,36 52,38 20-240

(10)

5. Pajarakan 7°45’8” LS 113°22’15” BT 5,85 15,57 7,38 28,8 20-300 6. Kraksaan 7°44’9” LS 113°25’51” BT 23,13 52,38 40,41 115,92 40-230 7. Paiton 7°41’56” LS 113°29’26” BT 8,91 19,8 11,88 40,59 10-140 Total 133,68 207,53 91,08 432,29 Keterangan:

* Luasan berdasarkan data Diskanla (2015)

Pada tahun 2001, luasan hutan mangrove di pesisir Probolinggo adalah seluas 209,32 ha dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 295,20 ha (Haryani, 2013) kemudian mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 2015, yatu sebesar 476,76 (Diskanla Jatim, 2015). Meskipun terdapat hampir di sepanjang pesisir utara Kabupaten Probolinggo mulai dari wilayah kecamatan Tongas hingga Paiton, hutan mangrove tidak membentuk suatu sabuk hijau yang terbentang di sepanjang pesisir namun tumbuh mengelompok (patchy) pada beberapa lokasi.

Sebaran horizontal mangrove di lokasi studi tidak menunjukkan suatu pola zonasi yang jelas, dalam artian bahwa pada sebagian besar wilayah jenis-jenis mangrove yang ada saling tumbuh bersama dalam satu area. Pada tahun 2014, kerapatan tegakan pohon mangrove bervariasi antara 800 hingga 1.975 tegakan per hektar, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.10. Mengacu SNI Survei dan Pemetaan Mangrove Tahun 2011, untuk kondisi mangrove di Kabupaten Probolinggo termasuk dalam kondisi rapat. Berikut ini identifikasi mangrove di Kecamatan Probolinggo.

2.1.1.3 Cemara Udang/Cemara Laut

Cemara udang (Casuarina equisetifolia var. Incana) mampu tumbuh pada wilayah pesisir. Pada awalnya keberadaan cemara udang di pesisir pantai berfungsi sebagai pemecah angin, kemudian digunakan untuk berbagai keperluan. Pohon ini mampu tumbuh di substrat yang lebih keras daripada pasir, seperti bebatuan karang dan mampu mentoleransi pH antara 5,0 – 7,7. Pohon yang tumbuh hingga 45 meter ini juga toleran terhadap tanah yang tercemar limbah. Keberadaan hutan pantai cemara udang sangat menguntungkan karena kawasan pesisir di belakangnya dapat terlindungi dari terpaan angin laut secara langsung dan abrasi. Keberadaan cemara udang juga bermanfaat, baik bagi masyarakat sekitar maupun bagi ekosistem areal pesisir, karena berfungsi sebagai bahan bakar, tanaman bonsai, dan pemecah angin dalam sistem agroforestry. Cemara udang di pesisir Kabupaten Probolinggo ditanam di selatan Pantai Duta, Desa Randutatah, Kecamatan Paiton. Selain itu cemara udang juga ditanam di Pulau Gili Ketapang tetapi tidak berhasil tumbuh karena dimakan oleh ternak (kambing) di Pulau tersebut.

2.1.1.4 Ikan Pelagis dan Demersal

Kelompok ikan di perairan dibedakan menjadi dua yaitu kelompok ikan pelagis dan ikan demersal. Ikan pelagis adalah ikan yang hidup di permukaan laut sampai dengan kolom perairan laut. Ikan pelagis biasanya membentuk gerombolan (schooling) dan melakukan migrasi atau pergerakan sesuai dengan daerah migrasinya sehingga alat tangkap yang digunakan yaitu sondong, rawai atas serta pancing joran. Ikan demersal adalah jenis ikan yang habitatnya berada di bagian dasar perairan dan biasanya tidak berpindah tempat.

Sumberdaya ikan di Selat Madura terdiri atas komunitas ikan pelagis kecil didominasi ikan layang (Decapterus spp), ikan kembung (Restrelliger spp), selar (Selar spp), tembang (Sardinella fimbriata), kurisi (Nemipterus spp), teri (Stelophorus spp); ikan pelagis besar meliputi ikan tenggiri (Scomberomorus commersoni), tongkol (Euthynnus spp.), dan layur (Trichiurus spp). Daerah tangkapan pada perairan Gili Ketapang umumnya enggunakan alat tangkap purse seine dan payang dengan kedalaman bervariasi antara 30-50 m. Sedangkan tangkapan pada pesisir Tongas hingga Paiton umumnya menggunakan gill net, bagan tancap, jaring pendem, cantrang (cantrang harian dan cantrang box) dan bubu.

1. Ikan Pelagis

Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, produksi tangkapan ikan pelagis di Kabupaten Probolinggo (2015) adalah sekitar 1.773,9 ton untuk pelagis kecil dan 867,0 ton untuk pelagis besar. Ikan pelagis didominasi oleh jenis ikan kembung, ikan layang, ikan teri, dan tongkol.

(11)

2. Ikan Demersal

Hasil tangkapan ikan demersal di Kabupaten Probolinggo (2015) adalah sekitar 4.933,8 ton. Kelompok ikan demersal didominasi oleh jenis peperek, ikan kurisi, ikan mata besar dan ikan manyung.

Tabel 2.7 Produksi Tangkapan Ikan Pelagis dan Demersal Kabupaten Probolinggo

KELOMPOK IKAN

JENIS JUMLAH (ton) NILAI PRODUKSI (Rp. 000)PRODUKSI

Ikan pelagis kecil Teri 1.666,0 10.356.729

Belanak 900,6 6.992.269 Kembung 3.954,5 50.468.903 Layang benggol 1.890,6 18.593.631 Lemuru 17,2 103.956 Selar kuning 1.178,2 14.035.906 Tembang 405,8 1.435.638

Ikan Pelagis kecill lainnya

398,8 4.775.568

10.411,7 106.762.600 Ikan Pelagis

Besar

Tongkol komo (KAW) 461,9 4.948.230 Tongkol krai (FRI) 273,9 2.438.980

Tenggiri (COM) 3,2 81.792

Cucut botol (PSK) 135,5 2.132.180

874,5 9.601.182

Ikan Demersal Manyung 11,8 94.480

Bawal hitam 13,9 383.887 Bawal putih 5,4 134.670 Peperek 4.076,9 17.597.642 Kakap batu 2,1 57.618 Kakap merah/ Bambangan 2,3 61.981 Kurisi 512,4 7.095.093

Swanggi/ Mata besar 190,1 1.721.850

Layur 61,5 881.456

Pari burung 7,5 90.000

Ikan demersal lainnya 50,0 750.000

4.933,8 28.868.677

TOTAL 16.354,3 147.016.197

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, 2015

Gambar 2.3 Produksi Ikan Unggulan di Pesisir Kabupaten Probolinggo Sumber: Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim, 2015 3. Ikan Karang

Ikan karang adalah ikan yang hidup dari masa juvenil hingga dewasa di terumbu karang. Menurut Nybakken (1992), ikan karang merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak dan juga merupakan organisme besar yang mencolok yang dapat ditemui di terumbu karang. Untuk mempertahankan kelestariannya, ikan karang bereproduksi secara generatif melalui proses pemijahan. Jenis ikan karang yang terdapat di perairan Jawa Timur antara lain ekor kuning/pisang-pisang, kerapu karang, kerapu bebek, kerapu balong, kerapu lumpur, kerapu sunu, beronang lingkis, beronang kuning, ikan beronang, kakak tua, dan ikan karang lainnya.

Pengamatan ikan karang pada perairan Gili Ketapang menunjukkan bahwa ikan karang terbanyak berasal dari family Scaridae (Parrotfishes) yang terdiri dari 60 jenis, Chaetodontidae (Butterflyfishes) dan Acanthuridae (Surgeonfish) masing-masing 15 jenis, dan Lethrinidae (Emperor Bream) sebanyak 12 jenis. Jenis ikan-ikan ini hidup pada kedalaman 5 – 8 meter (07o 40’46.7’’ LS dan 113o 15’ 72.7’’ BT).

(12)

Selengkapnya dapat diidentifikasi pada tabel berikut.

Tabel 2.8 Populasi Jenis Ikan pada Perairan Gili Ketapang

NO. FAMILI JUMLAH SPESIES

1. Seranidae (Groupers) 3

2. Lutjanidae (Snappers) 7

3. Lethrinidae (Emperor Bream) 12

4. Haemulidae (Sweetlips) 7 5. Chaetodontidae (Butterflyfishes) 15 6. Acanthuridae (Surgeonfish) 15 7. Caesionidae (Usiliers) 5 8. Carangidae (Jacks) 9. Labridae (Wrasses) 1 10. Pomacentridae (Damsels) 10 11. Scaridae (Parrotfishes) 60 12. Mullidae (Goatfishes) 1 13. Siganidae (Rabbitfishes) 1 14. Pomacanthidae (Angelfishes) 8 15. Holocentridae 2 16. Nemipteridae 17. Other Family/Species 90 JUMLAH 237

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim 2016, survey karang PT. Prima Mustika Underwater Service dan ground check diolah

Pengamatan sebelumnya yang juga pernah dilakukan pada perairan Pulau Gili Ketapang tahun 2013, jenis ikan yang paling banyak ditemukan berasal famili Pomacentridae. Famili Pomacentridae ini termasuk kedalam kelompok ikan mayor dimana kelompok ikan mayor adalah kelompok ikan yang sering dijadikan ikan hias akuarium air laut. Jenis famili ikan ini sering ditemukan mendominasi suatu perairan karena sifat ikan ini yang tidak memiliki daerah ruaya yang luas dan hidup di sela-sela terumbu karang. Jenis ikan lain yang termasuk kedalam kelompok ikan mayor adalah famili Labridae, Gramistidae dan Apogonidae.

Selain kelompok ikan mayor, kelompok ikan target juga ditemukan di sisi selatan Pulau Gili Ketapang. Famili-famili ikan tersebut adalah Serranidae (Ephinephelus bontoides), Haemulidae (Plectorhinchus lineatus dan Plectorhinchus chaetodonoides), Caesionidae (Caesio teres dan Pterocaesio diagrama). Jenis-jenis ikan tersebut sering dijadikan target tangkapan para nelayan karena jenis ikan-ikan tersebut memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan. Kelompok ikan indikator ditemukan sebanyak tiga jenis dengan kelimpahan yang beragam. Jenis-jenis ikan tersebut adalah Chaetodon baronesa dengan kelimpahan 160 ind/ha, Chaetodon adiegartos dengan kelimpahan 160 ind/ha dan Chaetodon octofasciatus 240 ind/ha. Jenis ikan ini yang berasal dari famili Chaetodon dapat dijadikan bio-indikator karena tipe pemangsaan ikan ini adalah coralivora.

Jenis ikan Caesio teres atau lebih dikenal dengan nama ikan ekor kuning merupakan jenis ikan yang memiliki biomassa terbesar yaitu sebesar ±194 ton/ha. Biomassa terbesar kedua adalah jenis ikan Scarus ghobban (ikan kakak tua) dengan biomassa yang tercatat sebesar ±138 ton/ha. Jenis ikan kerapu juga ditemukan di pulau gili Ketapang yaitu jenis Ephinephelus bontoides dengan biomassa 11,7 ton/ha. Dua jenis ikan Famili Haemulidae (bibir tebal) ditemukan dengan biomassa sebesar 20 ton/ha untuk jenis Plectorhinchus chaetodonoides dan 38,1 ton/ha untuk jenis Plectorhinchus lineatus.

(13)

Gambar 2.4 Jenis Ikan di Perairan Gili Ketapang sisi Tenggara Sumber: BPSPL Denpasar, 2013

Pengamatan kondisi keanekaragaman ikan karang di Pulau Gili Ketapang kembali dilakukan pada tanggal 9 September 2017 di dua stasiun. Stasiun 1 berada pada titik koordinat 07°40'28.4" LS dan 113°15'44.3" BT yang terletak di bagian Timur Laut Pulau Gili Ketapang, tepatnya di dekat mercusuar dan di dekat Goa Kucing. Pada Stasiun 1 terdapat 46 spesies ikan yang ditemukan dengan Indeks Keanekaragaman 2,888. Jenis-jenis ikan yang sering ditemukan di Stasiun 1 antara lain Chromis fumea, Chromis amboinensis, Thalassoma lunare, Chromis ternatensis, dan Pomacentrus moluccensis. Pada Tabel berikut disajikan keanekaragaman spesies ikan di Stasiun 1.

Tabel 2.9 Indeks Keanekaragaman Ikan Karang di Stasiun 1

No. Spesies Famili Ni Pi (%) H'

1. Zebrasoma veliferum Acanthuridae 2 0,78 0,038

2. Apogon sp. Apogonidae 1 0,39 0,022

3. Apogon angustatus Apogonidae 1 0,39 0,022

4. Sufflamen chrysoterus Balistidae 3 1,17 0,052

5. Chaetodon octofasciatus Chaetodontidae 1 0,39 0,022 6. Coradion chrysozonus Chaetodontidae 1 0,39 0,022

7. Chelmon muelleri Chaetodontidae 2 0,78 0,038

8. Chelmon rostratus Chaetodontidae 2 0,78 0,038

9. Corradion altivelis Chaetodontidae 2 0,78 0,038

10. Myripristis murdjan Holocentridae 4 1,56 0,065

11. Thalassoma lunare Labridae 16 6,23 0,173

12. Halichoeres hortulanus Labridae 6 2,33 0,088

13. Cirrhilabrus solorensis Labridae 2 0,78 0,038

14. Coris sp. (juv) Labridae 3 1,17 0,052

15. Halichoeres melanurus Labridae 2 0,78 0,038

16. Bodianus mesothorax Labridae 1 0,39 0,022

17. Oxycheilinus digrammus Labridae 1 0,39 0,022

18. Cheilio inermis Labridae 1 0,39 0,022

19. Labroides pectoralis Labridae 3 1,17 0,052

20. Lutjanus decussatus Lutjanidae 3 1,17 0,052

21. Scolopsis bilineata Nemipteridae 7 2,72 0,098

22. Pentapodus paradiseus Nemipteridae 2 0,78 0,038

23. Parapercis sp. Pinguipedidae 3 1,17 0,052

24. Pomacentrus moluccensis Pomacentridae 2 0,78 0,038 25. Pomacentrus coelestis Pomacentridae 1 0,39 0,022

26. Chromis fumea Pomacentridae 83 32,30 0,365

27. Chromis amboinensis Pomacentridae 21 8,17 0,205 28. Chromis ternatensis Pomacentridae 15 5,84 0,166 29. Pomacentrus cuneatus Pomacentridae 5 1,95 0,077

30. Amphiprion clarkii Pomacentridae 2 0,78 0,038

31. Pomacentrus xanthosternus Pomacentridae 3 1,17 0,052 32. Pomacentrus armillatus Pomacentridae 4 1,56 0,065 33. Abudefduf bengalensis Pomacentridae 8 3,11 0,108

(14)

34. Acanthochromis polyacanthus Pomacentridae 4 1,56 0,065

35. Pomacentrus smithi Pomacentridae 2 0,78 0,038

36. Chromis chrysura Pomacentridae 3 1,17 0,052

37. Chromis viridis Pomacentridae 14 5,45 0,159

38. Neoglyphidodon sp. Pomacentridae 7 2,72 0,098

39. Abudefduf sordidus Pomacentridae 2 0,78 0,038

40. Amblyglyphidodon curacao Pomacentridae 2 0,78 0,038

41. Scarus spinus Scaridae 1 0,39 0,022

42. Scarus forsteni Scaridae 1 0,39 0,022

43. Scarus rubroviolaceus Scaridae 1 0,39 0,022

44. Chlorurus sordidus Scaridae 1 0,39 0,022

45. Scarus prasiognathos Scaridae 1 0,39 0,022

46. Scarus psittacus Scaridae 7 2,72 0,098

Total 257 100 2,888

Sumber: Survei lapangan, 9 September 2017 diolah

Berbeda halnya hasil pendataan ikan karang di Stasiun 1, pada Stasiun 2 berada pada koordinat 7°40'59.9" LS dan 113°14'53.6" BT terletak pada bagian Barat Daya Pulau Gili Ketapang dan merupakan kawasan yang sering digunakan untuk kegiatan snorkeling oleh para wisatawan. Jumlah spesies ikan yang dapat ditemukan sebanyak 18 spesies dengan nilai Indeks Keanekaragaman 2,402. Hasil pengukuran terumbu karang juga menunjukkan bahwa wilayah tersebut juga memiliki indeks kenaekaragaman terumbu karang yang lebih tinggi daripada di Stasiun 1, sebagai habitat alami ikan karang dan mendukung keberlangsungan hidup ikan-ikan karang. Spesies ikan karang yang sering ditemukan di Stasiun 2 antara lain Chromis viridis, Chromis fumea, Lutjanus deccusatus, Pomacentrus moluccensis dan Halichoeres cosmetus. Hasil pendataan spesies ikan karang di Stasiun 2 secara rinci disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.10 Indeks Keanekaragaman Ikan Karang di Stasiun 2

No. Spesies Famili Ni Pi (%) H'

1 Thalassoma lunare Labridae 9 5,844156 0,166

2 Pseudocoris yamashiroi Labridae 1 0,649351 0,033

3 Halichoeres hortulanus Labridae 2 1,298701 0,056

4 Labroides dimidiatus Labridae 3 1,948052 0,077

5 Halichoeres cosmetus Labridae 12 7,792208 0,199

6 Lutjanus deccusatus Lutjanidae 18 11,68831 0,251

7 Lutjanus quinquelineatus Lutjanidae 3 1,948052 0,077

8 Chromis fumea Pomacentridae 18 11,68831 0,251

9 Chromis agilis Pomacentridae 5 3,246753 0,111

10 Chromis viridis Pomacentridae 43 27,92208 0,356

11 Chromis chrysura Pomacentridae 6 3,896104 0,126

12 Neoglyphidodon sp. Pomacentridae 7 4,545455 0,141 13 Pomacentrus moluccensis Pomacentridae 14 9,090909 0,218 14 Abudefduf bengalensis Pomacentridae 2 1,298701 0,056

15 Chromis analis Pomacentridae 2 1,298701 0,056

16 Chromis nitida Pomacentridae 4 2,597403 0,095

17 Chromis caudalis Pomacentridae 2 1,298701 0,056

18 Pomacentrus smithi Pomacentridae 3 1,948052 0,077

Total 154 100 2,402

Sumber: Survei lapangan, 9 September 2017 diolah 2.1.1.5 Mamalia Laut

Paus dan hiu paus pernah ditemukan terdampar di perairan Selat Madura di pesisir Probolinggo. Kemunculan hiu paus bersifat musiman yaitu antara Bulan Desember hingga Maret setiap tahunnya (WWF, 2013). Berdasarkan hasil pengamatan selama 12 hari pada bulan Maret Tahun 2015, posisi kemunculan mendekati tepi pantai sekitar 500 meter dengan kedalaman perairan maksimum 20 meter. Ditemukan 72 ekor hiu paus selama waktu pengamatan dengan kisaran kemunculan 2-14 ekor per hari (Rois Muslem, 2015). Hiu paus di Probolinggo muncul di daerah dekat pesisir yang relatif dangkal dan keruh sehingga tidak memungkinkan untuk atraksi berenang bersama dengan hiu paus. Kemunculan hiu paus pun berlangsung tidak sepanjang tahun, melainkan hanya pada bulan Februari-Mei. Sedangkan puluhan paus pilot terdampar di perairan Probolinggo pada Bulan Juni 2016 hinga mencapai 32 ekor, dengan 9 paus dalam keadaan mati (Balai Besar KSDA Jawa Timur, 2016). Kedatangan koloni paus ini diperkirakan karena perubahan suhu laut sehingga mamalia laut ini bergerak mencari perairan yang lebih dingin. Namun kondisi tertentu membuat paus-paus ini terdampar.

(15)

2.1.1.6 Fauna Bentos a. Moluska

Ekosistem pantai bersubstrat keras cenderung memiliki kekayaan spesies yang tinggi dibandingkan dengan pantai bersubstrat lunak. Sedangkan nilai kepadatan organisme di dalamnya sangat tergantung pada makanan, kehadiran predator, tipe substrat yang disenangi serta pengaruh aktivitas manusia di sekitarnya. Jenis-jenis bentos yang bernilai ekonomis di perairan Kabupaten Probolinggo adalah kerang darah (Anadara granosa), kerang hijau (Perna viridis), dan cumi-cumi (Loligo sp.). Kelompok hewan moluska yang terdapat di Pulau Gili Ketapang antara lain bivalvia, gastropoda dan gastropoda. Berikut disajikan beberapa hasil dokumentasi di Pulau Gili Ketapang.

b. Krustacea

Salah satu sumberdaya non-ikan yang mempunyai habitat di perairan Kabupaten Probolinggo antara lain udang putih/jerbung (Litopenaus vannamei). Karena udang karang hidupnya di dalam goa atau lubang-lubang karang yang sempit dan sifatnya yang nokturnal (keluar tempat perlindungan dan mencari makan pada malam hari. Hasil survei di Pulau Gili Ketapang ditemukan beberapa jenis crustacea antara lain Painted Spiny Lobster (Panulirus versicolor) dan hamit crab.

c. Ekinodermata (Echinodermata)

Hasil pengamatan di laut sekitar Pulau Gili Ketapang, yakni di Stasiun 2 (koordinat 7°40'59.9" LS dan 113°14'53.6" BT) banyak ditemukan bulu babi (Diadema setosum). Bulu babi merupakan hewan invertebrata berduri. Bulu babi merupakan predator bagi polip-polip terumbu karang. Dengan populasi bulu bai yang berlebih dapat menyebabkan kematian terumbu karang. Selain itu, keberadaan bulu babi yang melimpah di suatu perairan juga dapat mengindikasikan adanya pencemaran bahan oganik. Gambar berikut merupakan kelompok bulu babi yang ditemukan di lokasi survei.

d. Vermes

Selain bulu babi, di Stasiun 2 (koordinat 7°40'59.9" LS dan 113°14'53.6" BT) juga banyak terdapat Christmas tree worms (Spirobranchus giganteus). Jenis cacing ini disebut demikian karena bentuknya menyerupai pohon natal. Cacing tersebut berbentuk pohon serpulida dengan spiral kembar yang megah yang digunakan untuk mencari makan dan pernafasan. Cacing berbentuk kerucut ini adalah salah satu cacing polychaete yang paling banyak dikenal. Cacing tersebut dapat ditemukan dalam berbagai warna termasuk oranye, kuning, biru, dan putih. Meskipun berukuran kecil dengan rata-rata 3,8 cm, mereka mudah terlihat karena bentuk, keindahan, dan warnanya. Bulu-bulu berwarna-warni, atau tentakel, digunakan untuk menangkap makanan secara pasif dari partikel makanan tersuspensi dan plankton di dalam air. Bulu-bulunya juga digunakan untuk respirasi. Meskipun bulu-bulu itu terlihat, sebagian besar cacing ini berlabuh di liang mereka yang mereka gali ke dalam karang koral hidup. Cacing pohon natal sangat sensitif terhadap gangguan dan dengan cepat akan menarik kembali tubuh mereka ke dalam liang ketika terkena sentuhan sekecil apapun atau melewati bayangan. Mereka biasanya muncul lagi semenit kemudian, sangat lambat, untuk menguji air sebelum benar-benar memperpanjang bulu-bulu mereka. Agar cacing tersebut mau keluar dari liang, dapat dipancing menggunakan bulu babi yang dimatikan. Berikut disajikan gambar-gambar hasil dokumentasi tim survei. 2.1.1.7 Plankton

Dalam ekosistem pesisir dan laut, fitoplankton merupakan produsen utama pada jejaring makanan yang terjadi, sehingga parameter ini sangat penting untuk diketahui. Analisis yang dialkukan terhadap fitoplankton meliputi kelimpahan, keanekaragaman jenis, serta dominansinya. Kelimpahan fitoplankton di wilayah ini berkisar antara 2.083 – 800.643 ind/L. Zooplankton juga sangat penting untuk diketahui, karena keberadaan zooplankton di laut mendeskripsikan pola awal dari piramida food chain. Konsentrasi zooplankton di Kabupaten Probolinggo adalah 0 hingga 122,369 ind/L. Pola sebaran zooplankton, kelimpahan zooplankton akan meningkat pada perairan pesisir yang mendekati pantai.

Tabel 2.11 Jenis dan Kepadatan Plankton di Pulau Gili Ketapang

No. Jenis Plankton Kepadatan

(Cell/Mi) No. Jenis Plankton

Kepadatan (Cell/Mi)

1. Acartia 45 29. Microcystis 40

(16)

3. Asteriorella 30 31. Navicula 80 4. Amphidinium 60 32. Nanochloris 70 5. Amphora 60 33. Nitzchia 40 6. Amphipora 80 34. Oscilatoria 65 7. Anacystis 200 35. Peridinium 90 8. Artemia 80 36. Phacotus 60 9. Ankistrodesmus 60 37. Pleurosigma 50 10. Bathracospemrum 200 38. Porphyra 20 11. Branchionus 140 39. Prasiola 34 12. Ceratium 60 40. Rhodomonas 60 13. Centritractus 40 41. Skletonema 230 14. Chaetoceros 40 42. Spirulina 320 15. Chorella 1050 43. Spirogyra 70 16. Chlamydomonas 40 44. Selenastrum 60 17. Cladhopora 20 45. Surrirela 60 18. Closterium 40 46. Synedra 30 19. Cocconies 40 47. Staurastrum 60 20. Cyclotella 80 48. Tabellaria 80 21. Daphnia 100 49. Tetraedon 120

22. Diatoma 75 50. Tetra selmis 70

23. Euglena 65 51. Tetrapedia 100 24. Fragillaria 21 52. Ulna 620 25. Gyrosigma 20 53. Volvox 60 26. Lyngbia 40 54. Vorticella 50 27. Mallomonas 120 55. Zignema 50 28. Melosira 35

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim 2016, survey karang PT. Prima Mustika Underwater Service dan ground check diolah

2.1.2 Potensi Ekonomi

2.1.2.1 Struktur Ekonomi

Untuk mendapatkan gambaran mengenai struktur ekonomi dapat dilihat dari besarnya peranan masing-masing lapangan usaha terhadap total PDRB. Struktur lapangan usaha sebagian masyarakat Kabupaten Probolinggo telah bergeser dari Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ke lapangan usaha lainnya.

Produk Dometik Regional Bruto (PDRB) adalah total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu wilayah tertentu dan dalam waktu tertentu, biasanya satu tahun. PDRB dapat menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah tertentu. Apabila dibagi dengan jumlah penduduk akan mencerminkan tingkat perkembangan produk perkapita, sedangkan apabila dibagi dengan jumlah penduduk akan mencerminkan tingkat perkembangan pendapatan perkapita yang dapat digunakan sebagai indikator untuk membandingkan tingkat kemakmuran materiil suatu kota terhadap kota lain.

Tabel 2.12 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Probolinggo Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah)

No. Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014* 2015**

1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6.076.363,6 6.535.317,8 6.709.025,5 6.924.599,9 7.151.528,8 Perikanan 635.133,7 274.336,4 307.645,3 309.630,4 322.236,0 2. Pertambangan dan penggalian 44.082,6 453.442,0 461.800,3 472.893,7 492.944,8 3. Industri pengolahan 3.354.776,1 3.547.801,3 3.828.016,4 4.058.170,5 4.321.457,6 4. Pengadaan listrik dan gas 154.319,2 172.858,4 182.904,9 184.332,2 186.292,8 5. Pengadaan air, pengelolaan 20.035,0 20.253,2 21.253,5 21.560,7 22.296,3 sampah, dan limbah

daur ulang

(17)

7. Perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor 1.895.610,3 2.006.976,3 2.142.594,3 2.277.614,4 2.421.556,7 8. Transportasi dan pergudangan 134.093,8 135.968,4 143.259,5 154.529,3 164.690,1 9. Penyediaan akomodasi dan makan minum 225.225,7 232.510,1 242.652,2 257.626,8 278.175,8 10. Informasi dan komunikasi 461.323,2 498.229,0 545.560,8 589.308,7 628.125,3 11. Jasa keuangan dan

asuransi 272.176,6 292.866,5 319.911,2 339.627,5 361.540,6 12. Real estate 373.741,1 397.600,7 424.332,6 452.073,6 474.397,1 13. Jasa perusahaan 50.474,2 52.482,0 56.070,9 59.870,9 63.153,2 14. Administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib

565.247,3 577.739,3 586.196,2 596.230,2 627.978,4

15. Jasa pendidikan 386.629,6 410.957,7 439.102,0 475.716,2 505.421,8 16. Jasa kesehatan dan

kegiatan sosial

87.820,2 96.788,4 103.455,7 117.000,4 118.806,2 17. Jasa lainnya 323.151,9 332.539,5 349.248,8 366.655,9 384.802,5 Total PDRB 15.912.460,7 16.936.763,0 17.808.887,3 18.681.329,2 19.570.350,7

Keterangan: *) angka sementara, **) angka sangat sementara Sumber: PDRB Kabupaten Probolinggo Menurut Lapangan Usaha 2011-2015

Pada tahun 2015, Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan masih memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Probolinggo, yaitu sebesar 38,32 persen; kemudian diikuti oleh Lapangan Usaha Industri Pengolahan 21,99 persen; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor sebesar 11,79 persen; dan Konstruksi sebesar 6,86 persen. Sementara itu, Lapangan Usaha lain tahun 2015 mengalami penurunan kontribusi dibanding tahun 2014. Hal ini disebabkan karena merosotnya harga minyak di pasaran dunia.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Probolinggo tahun 2015 sebesar 4,76%, melambat dibanding tahun 2014 mencapai 4,90%. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 7,98%, diikuti Lapangan Informasi dan komunikasi sebesar 6,59% dan Transportasi dan Pergudangan sebesar 6,58%. Sebagian besar lapangan usaha mengalami pertumbuhan di atas 5%, di antaranya Lapangan Usaha Industri Pengolahan sebesar 6,49%; Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 6,45%; dan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 6,32%. Sementara itu Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mengalami pertumbuhan sebesar 3,28%, sedangkan Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas mengalami kontraksi sebesar 1,06%.

2.1.2.2 Aksesibilitas Kawasan

Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur yang mempunyai wilayah daratan, laut, pesisir dan pulau-pulau kecil yang karakteristik geografinya menempati posisi strategis karena dilintasi oleh jalur utama pantai utara (PANTURA) sehingga sangat prospektif sebagai pemasaran, perindustrian, dan perikanan. Aksesibilitas wilayah ditunjang oleh sistem transportasi darat dan transportasi laut. Transportasi darat umumnya ditunjang oleh prasaranan jalan dan kereta api.

Kegiatan transportasi laut yang ada saat ini cenderung rendah, yaitu di pelabuhan Probolinggo dengan skala kegiatan untuk pelayaran regional dan pelayaran lokal (Madura- Bali) dan pelabuhan nelayan. Selain itu juga terdapat pelabuhan khusus di Paiton yang khusus diperuntukkan bagi kegiatan PLTU Paiton, yaitu perangkutan batubara. Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Provinsi Jawa Timur, Pelabuhan Probolinggo merupakan salah satu prioritas dalam pengembangan transportasi laut di Pulau Jawa.

(18)

Potensi sarana yang dapat dikembangkan di Kabupaten Probolinggo yaitu Kapal Penumpang yang melayani Trayek Kota Probolinggo – Pulau Gili ketapang. Selain itu dapat juga diadakan kapal-kapal wisata untuk rekreasi warga Kabupaten Probolinggo dan daerah di sekitarnya sehingga dapat menjadi daya tarik obyek wisata. Selain itu saat ini wisatawan yang akan berkunjung ke Pulau Gili Ketapang cenderung menggunakan perahu motor dari Pelabuhan Tanjung Tembaga, Kota Probolinggo. Hal ini karena belum ada kapal khusus penumpang menuju ke Pulau Gili Ketapang.

2.1.2.3 Kegiatan Ekonomi

A. Perikanan

Wilayah Kabupaten Probolinggo yang mempunyai batas fisik langsung dengan garis pantai merupakan lokasi yang berpotensi dapat diandalkan dalam perekonomian wilayah dalam hal pengembangan budidaya ikan dan pendapatan dalam sektor perikanan laut, dimana saat ini juga didukung oleh keberadaan PPP Paiton yang mempunyai skala pelayanan regional serta PPI Randu Putih dan PPI Kalibuntu. Selain potensi perairan laut terdapat beberapa wilayah Kabupaten Probolinggo yang mempunyai potensi perairan tambak, dengan potensi andalannya berupa produksi ikan bandeng dan garam yang potensial.

1. Perikanan Tangkap

Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Probolinggo didominasi oleh penangkapan ikan tradisional tetapi ada juga penangkapan ikan modern. Nelayan tradisional cenderung beroperasi di perairan sekitar, maupun perairan yang lebih jauh. Wilayah perairan yang digunakan sebagai daerah operasi penangkapan ikan kapal-kapal bertonase kurang dari 12 GT, yaitu kapal payang, gillnet dan pancing, berada pada perairan teluk. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) tersebut berjarak antara 1-12 mil laut serta dapat ditempuh selama kurang dari 1 jam dari masing-masing fishing base. Nelayan modern menggunakan kapal-kapal yang tonasenya lebih besar dari 12 GT dan melakukan operasi penangkapan ikan di perairan yang lebih jauh di luar pantai. Jarak penangkapan dari fishing base lebih dari 10 mil laut dan dapat ditempuh selama 3 – 4 jam. Jenis alat di luar pulau adalah purse seine, pancing, dan gill net. Area penangkapan modern sangat berpotensi terutama pada penangkapan jenis ikan dengan karakteristik perairan dalam.

Adapun jumlah armada dan jenis alat tangkap yang digunakan nelayan Kabupaten Probolinggo adalah sebagai berikut.

Tabel 2.13 Jenis Armada Nelayan Kabupaten Probolinggo

Jenis Armada Jumlah (Unit)

Tanpa perahu 311 Perahu Tanpa Motor Jukung - Perahu papan Kecil 178 Sedang - Besar - Motor Tempel < 5 GT 1.678 5-10 GT - 10-20 GT - 20-30 GT - >30 GT - Kapal Motor < 5 GT 97 5-10 GT 12 10-20 GT 28 20-30 GT 32 30-50 GT 87 50-100 GT - 100-200 GT - 200-300 GT - 300-500 GT - 500- 1000 GT -

(19)

> 1000 GT -

Jumlah 2.423

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim, 2015

Gambar 2.5 Jumlah dan Jenis Alat Tangkap yang Digunakan oleh Nelayan Kabupaten Probolinggo (unit) Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim, 2015

Menurut Permen KP No.2/PERMEN-KP’2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), penggunaan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan, sehingga perlu dilakukan pelarangan. Dalam Pasal 4 Ayat (2) dijelaskan bahwa “Pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) terdiri dari: a. dogol/denish seines, b. scottish seines, c. pair seines, d. payang, e. cantrang dan f. lampara dasar. Mengacu peraturan ini, Provinsi Jawa Timur melarang penggunaan alat tangkap cantrang dan sedang pada tahapan sosialisasi alat tangkap pengganti cantrang. Sebaliknya penggunaan alat tangkap cantrang di perairan Kabupaten Probolinggo masih sangat dominan (terbanyak kedua).

2. Perikanan Budidaya

Rumput laut potensial dibudidayakan di perairan Kabupaten Probolinggo seluas 9,54 Ha dengan arus gelombang yang lebih tenang (Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim, 2016). Pada tahun 2016 produksi rumput laut hasil budidaya sebesar 345,53 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 345.500.000,00. Di Pulau Gili Ketapang, aktivitas perikanan budidaya dilakukan di sebelah Tenggara pulau berupa Keramba Jaring Apung (KJA).

Gambar 2.6 Pembudidayaan Ikan Menggunakan KJA (kiri) Kapan Nelayan Penangkap Ikan (kanan)

Sumber: Survei Lapangan (2017)

B. Pariwisata

Kegiatan pariwisata bahari merupakan sektor yang cukup menjanjikan dan sedang diupayakan secara nasional dalam rangka menggali potensi daerah. Kegiatan pariwisata bahari dapat terdiri dari wisata alam (pantai), ekowisata (wisata ekologi terumbu karang dan mangrove), serta bentuk wisata yang lain seperti atraksi budaya. Kawasan perairan Kabupaten Probolinggo memiliki terumbu karang di kawasan Gili Ketapang dan Paiton. Dua lokasi tersebut dapat dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata snorkeling. Sementara di kawasan pantai, terdapat kawasan mangrove di Dringu dan

(20)

Kraksaan yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi alternatif tujuan ekowisata terintegrasi dengan daerah sekitarnya. Adanya spesies hiu paus (Rhincodon typus) yang mendekat ke perairan Pantai Duta, Paiton pada bulan Desember sampai Februari merupakan atraksi menarik yang perlu dikemas lebih lanjut menjadi paket wisata berkelanjutan.

1. Pantai Duta, Paiton

Pantai Duta terletak di Desa Randu Tatah, Paiton awalnya merupakan pantai konservasi alam yang dikembangkan oleh Jawa Power YTL bersama-sama warga desa Randu Tatah pada tahun 2014. Saat ini tata kelola ruang pantai Duta juga sudah diperhatikan oleh pemerintah kabupaten Probolinggo. Kawasan wisata ini sebelumnya dipromosikan sebagai mangrove center oleh pemerintah setempat. Atraksi pariwisata yang dapat dilakukan pengunjung di pantai ini antara lain:

 Memasuki sekitar pantai, pengunjung disambut dengan teduhnya hutan lindung cemara

 Wahana permainan bisa dinikmati di pinggir laut yaitu dengan bermain pasir pantai yang lembut. Permainan unik yang ada di Pantai Duta ini adalah ayunan di tepi pantai.

 Pengunjung bisa berenang bersama teman-teman dan keluarga juga menyewa perahu menelusuri laut yang dilengkapi persewaan ban untuk berenang.

 Pemandangan terbenamnya matahari atau sunset yang bisa dilihat langsung dari pinggir pantai dengan panorama yang menakjubkan.Pada waktu tertentu, pengunjung bisa menikmati fenomena hiu tutul tampak dari kejauhan pantai, ubur-ubur pun terkadang juga bisa ditemukan ketika sedang musim pancaroba. 2. Pulau Gili Ketapang

Gili Ketapang memiliki pantai yang kehijauan. Penduduk lokal Pulau Gili Ketapang di Probolinggo juga sangat ramah tamah terhadap wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Ombak pantai di pulau ini cukup tenang, dilengkapi dengan hamparan pasir putih yang membentang luas, warna air laut yang nampak biru, serta warga setempat yang ramah membuat suasana Wisata pulau Gili Ketapang terasa sangat damai dan menyenangkan. Di dalam pulau kecil ini terdapat wisata religi Goa Kucing dan wisata alam yang masih terjaga keasliannya. Hal tersebut karena keberadaan pulau tersebut terpisah jauh dari jalur lalu lintas Pulau Jawa.

Di bagian timur dan selatan pulau tersebut membentang pasir putih yang luas yang masih belum tercemar dan nampak kebiru-biruan saat laut tenang. Pengunjung bisa melakukan snorkeling dengan menikmati pemandangan bunga batu karang yang indah dan berbagai jenis ikan hias berwarna warni dengan perahu tradisional. Sebagian besar warga Pulau ini adalah suku Madura dan hampir 90% menjadi nelayan yang menggantungkan hidupnya di laut. Para wisatawan juga bisa memancing di sekitar Pulau Gili. Pulau Gili juga menyediakan tempat berkemah bagi para pengunjung yang ingin bermalam di pantai Gili Ketapang dengan menikmati bakar ikan segar tangkapan para nelayan Gili Ketapang.

(21)

Gambar 2.7 Atraksi-Atraksi Wisata Pulau Gili Ketapang

Sumber: Survei Lapangan (2017)

Wisata Pulau Gili Ketapang di Probolinggo sudah ditunjang oleh fasilitas pendukung pariwisata yang disediakan oleh Pemerintah maupun swadaya oleh masyarakat maupun pelaku jasa wisata (investor). Beberapa fasilitas dan pelayanan di antaranya sebagai berikut.

 Area parkir kendaraan  Mushola

 Kamar mandi/MCK  Tempat Istirahat (camp)  Penyewaan perahu

 Paket wisata snorkeling dan underwater photograph  lainya

Untuk menuju Pulau Gili Ketapang bisa menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil atau motor pribadi, maupun kendaraan umum seperti bis umum, kereta api atau angkutan lainnya menuju Pelabuhan Tanjung Tembaga, Kota Probolinggo. Setelah itu menaiki perahu motor hingga sampai di lokasi Wisata Pulau Gili Ketapang kurang lebih selama 40 menit dari pelabuhan.

Pemanfaatan ruang Kabupaten Probolinggo dan Pulau Gili Ketapang disajikan dalam peta pemnfaatan ruang eksisting berikut ini.

(22)

Gambar

Gambar 2.2 Persentase Tutupan Karang Stasiun 1 dengan Metode Line Intercept Transect  Sumber: Survei lapangan, 9 September 2017
Tabel 2.6 Luasan, Ketebalan dan Kondisi Mangrove di Kabupaten Probolinggo Tahun 2015  NO
Tabel 2.7 Produksi Tangkapan Ikan Pelagis dan Demersal Kabupaten Probolinggo  KELOMPOK  IKAN
Tabel 2.8 Populasi Jenis Ikan pada Perairan Gili Ketapang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain segmen pengembangan properti, pendapatan SMRA juga bersumber dari segmen investasi dan manajemen properti serta segmen rekreasi dan hospitality.. SMRA juga

Di mana kedudukan strategis merupakan kelebihan yang dimiliki oleh Singapura menjadikannya sebagai tempat persinggahan perdagangan di selat Melaka, menjadikan pusat

Pada penelitian ini menggunakan baja jenis AISI 4140, AISI 4340, dan S45C yang biasa digukanan pada komponen mesin.Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui

Terkait hal tersebut maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengadopsi penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan di beberapa negara untuk dilakukan

Penduduk Desa Sukasari memiliki latar belakang yang bisa di bilang cukup memprihatinkan,karena jika melihat dari segi lokasi yang mereka tinggali saat ini masih banyak

Belum lagi mereka yang datang dari beberapa kota sekitar dan dari wilayah pedesaan di Yogyakarta ini, ditambah lagi dengan para pengemudi becak musiman yang

Dengan adanya skill lab yang membutuhkan keterampilan membuat saya kurang mampu membagi waktu dalam kegiatan ekstrakurikuler.. Skil lab sudah cukup menyita waktu saya sehingga

Sistem pengendalian banjir dan rob yang sesuai adalah sistem polder, dengan komponen infrastrukturnya adalah: tanggul laut yang dimanfaatkan sebagai proteksi