BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaesis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit dihutan brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur diluar daerah asalnya,seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi.
Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit (Yan Fauzi,1992).
Kelapa sawit termasuk tumbhan pohon yang memiliki tinggi dapat mencapai 24 m. Bunga dan buahnya berupa tandan , bercabang banyak. Buahnya kecil , bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat, daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun dan lilin. Ampasnya digunakan untuk makanan ternak dan tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Kelapa sawit berkembang biak dengan biji, tumbuh didaerah tropika dengan ketinggian 0-500 m diatas permukaan laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang subur , ditempat terbuka dengan kelembapan yang tinggi. Kelembapan tinggi itu antara lain ditentukan dengan adanya curah hujan yang tinggi.
Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang dikenal. Varietas-varietas itu dapat dibedakan berdasarkan tebalnya tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna kulit buahnya. Berdasarkan ketebalan tempurung, penampung irisan buah kandungan minyak dalam buah kelapa sawit dapat dibagi atas tiga varietas yaitu :
1. Dura, dengan tempurung yang tebal yaitu antara 2-8 mm, daging buah relatif tipis dan kandungan minyak nya rendah.
2. Pisifera,dengan biji yang kecil dan mempunyai tempurung yang sangat tipis tetapi daging buahnya tebal sehingga kandungan minyaknya tinggi.
3. Tenera, varietas mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya,yaitu Dura dan Pisifera. Denga tempurung tipis dan ketebalan 0,5-4 mm.
Persentase daging buah terhadap buah tinggi sehingga kandungan minyak dalam buah yang dihasilkan lebih baik.
Berdasarkan warna kulitnya ada tiga varietas kelapa sawit yang dikenal yaitu :
1. Nigrescens : buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan menjadi jingga kehitam-hitaman sewaktu telah masak.
2. Virescens : buah warna hijau pada waktu muda dan ketika masak menjadi jingga kemerahan tetapi ujungnya tetap kemerahan,
3. Albescens : pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan sedangkan setelah masak menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman.
Kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur 3-4 tahun dan buahnya menjadi masak 5-6 bulan setelah penyerbukkan . proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat pada perubahan warna kulitnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga waktu buah telah masak. Pada saat ini buah kelapa sawit akan terlepas dari tangkai tandannya.
Cara pemanenan buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Panen yang tepat mempunyai sasaran untuk mencapai kandungan minyak paling maksimal. Pemanenan pada keadaan buah lewat matang akan meningkatkan Asan Lemak Bebas. Hal itu tentu akan banyak merugikan pada buah yang terlalu masak, sebagian kandungan minyaknya berubah menjadi asam lemak bebas sehingga akan menurunkan mutu minyak. Sebaliknya pemanenan pada buah yang mentah akan menurunkan kandungan minyak. ( Tim Penulis,1997)
2.2. Minyak Sawit
Minyak sawit yang sekarang banyak ditemukan di pasar sebagai minyak goreng itu di peroleh dari daging buah dan inti (kernel sawit). Dengan demikian minyak sawit didapatkan dengan memproses daging buah beserta memecah tempurung inti atau kernel.
2.2.1.Sifat Fisik dan Kimia Minyak Sawit (CPO)
Minyak sawit diperoleh dari lapisan serabut kulit buah kelapa sawit melalui proses pengolahan sawit. Pada suhu kamar kelapa sawit adalag minyak setengah padat (semi solid). Warna minyak sawit adalah merah jingga oleh adanya pengaruh warna
karoten dalam jumlah minyak yang banyak. Minyak sawit memiliki bau yang khas dan sangat tahan terhadap proses oksidasi. Sifat ini disebabkab adanya Zat tecoferol.
2.2.2. Sifat Fisik dan KimiaMinyak Inti Sawit (PKO)
Minyak inti sawit (PKO) dihasilkan dari inti kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki rasa dan bau sangat kuat dan khas sekali. Nilai sifat fisika kimia minyak sawit (CPO) dan minyak inti (PKO) dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 2.2.1. Perbandingan Sifat Minyak Kelapa Sawit (CPO) Dan Minyak Inti
(PKO)
Sifat Minyak Sawit Minyak Inti sawit
Bobot jenis pada suhu kamar 9,900 0 900-0,913
Indeks Bias 1,4565-1,44585 1,395-1,415
Bilangan Iodium 48-56 14-20
Sumber : Ketaren , 1986
2.2.3 Komposisi Minyak Sawit
Kelapa sawit mengandung sekitar 80% pericarp (lapisan serat daging) dan minyak 20% buah yang dilapisi kulit tipis, kadar minyak dan pericarp sekitar 34 – 40%. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera kurang lebih 500-700 ppm. Kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi. Rata- rata komposisi asam lemak
kelapa sawit dapat dilihat pada table dibawah ini. Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3%.
Tabel 2.2.3 Komposisi Asam Lemak Bebas Minyak Kelapa Sawit (CPO) Dan
Minyak Inti Kelapa Sawit(PKO)
No Rumus molekul Asam Lemak Minyak Sawit (%) Berat Minyak Inti (%) Berat 1 C6H12O2 Kaproat - 3 – 7 2 C8H16O2 Kaprilat - 3 – 4 3 C12H24O2 Laurat - 46 – 52 4 C14H28O2 Miristat 1,1 – 2,5 14 – 17 5 C16H32O2 Palmitat 40 – 46 6,5 – 9 6 C18H36O2 Stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5 7 C18H34O2 Oleat 39 – 45 13 – 15 Sumber : Ketaren,1986
2.2.4. Kegunaan dan Komposisi Biji Inti Sawit
Minyak inti sawit yang baik,berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang serta mudah di pucatkan . pemakaian utama minyak inti sawit disamping sebagai minyak yang bisa di makan. Minyak inti sawit banyak juga
Terdapat variasi komposisi inti sawit dalam hal padatan non minyak dan non protein. Bagian yang disebut extactable non protein yang mengandung sejumlah sukrosa,gula,produksi,dan pati tapi dalam beberapa contoh tidak mengandung pati.
Tabel 2.2.4. Komposisi Inti Sawit
Komponen Jumlah (%)
Minyak Air Protein
Extractable non nitrogen Sellulosa Abu 47 – 52 6 – 8 7,5 – 9,0 23 – 24 5 2 Sumber : Ketaren,S.1986
2.3. Standart Mutu Minyak Kelapa Sawit
Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia,oleh karena itu syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti yang sangat penting yaitu : pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya , yaitu dengan mengukur nilai titik lebur angka penyabunan dan bilangan iodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standard mutu internasional yang meliputi kadar asam lemak bebas,air,kotoran,logam,tembaga,peroksida,dan ukuran pemucatan. (fauzi,1992)
2.3.1.Mutu minyak kelapa sawit
Standart mutu minyak kelapa sawit adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standart mutu yaitu :
a.Mengandung air dan kotoran dalam minyak
b.Kandungan asam lemak bebas
c.Warna, dan bilangan peroksida
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1% dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01%. Kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (±2%), bilangan peroksida dibawah 2, bebas warna merah dan kuning (harus warna pucat), tidak berwarna hijau,jernih dari kandungan logam serendah mungkin, ata bebas dari ion logam.
2.3.2Mutu inti sawit
Inti sawit (palm kernel) merupakan hasil kedua setelah minyak sawit. Dari inti sawit dapat diperoleh minyak sawit (PKO) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan.
Mutu minyak inti sawit sangat dipengaruhi oleh perlakuan-perlakuan selama proses pengolahannya, sehingga penting diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu minyak inti sawit adalah :
a.Air dan kotoran
c.Bilangan peroksida dan daya pemucatan
Pengeringan inti sawit dilakukan sampai kadar air yang setimbang dengan kelembaman udara sekitarnya. Biasanya sampai kadar air 7%. Bungkil inti sawit diinginkan berwarna relativ terang dan nilai gizi serta kandungan asam aminonya tidak berubah.
Tabel 2.3.2. Standard Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit
Karakteristik Minyak Sawit
Inti sawit Minyak Inti Sawit keterangan
Asam lemak bebas
5% 3,5% 3,5% Maksimal
Kadar kotoran 0,5% 0,02% 3,5% Maksimal
Kadar zat menguap 0,5% 7,5% 0,02% Maksimal Bilangan peroksida 6 maq - 0,2% Maksimal Bilangan iodin 44-58 mg/gr - 2,2 maq - Kadar logam (Fe,Cu) 10 ppm - 10,5-18,5 mg/gr -
Kadar minyak - 47% - Maksimal
Kontaminasi - 6% - Maksimal
Kadar pecah - 15% - Maksimal
2.4.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Minyak Sawit
2.4.1.Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikat dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas mengakibatkan rendemen minyak turun. Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan peningkatan kadar asam lemak bebas yang relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :
a.Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
b.Keterlambatan dalam proses pengumpulan dan pengangkutan buah
c.Penumpukan buah yang terlalu lama
d.Proses hidrolisa selama pemprosesan di pabrik
Pengaruh kadar asam lemak bebas yang tinggi terhadap mutu minyak produksi yaitu :
a.Timbulnya ketengikan dalam minyak
b.Meningkatnya kadar kolestrol dalam minyak
c.Kadar zat menguap dan kotoran
Meskipun kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit kecil,tetapi hal itu belum menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern.
2..4.2.Kadar logam
Mutu dan kualitas minyak kelapa sawit yang mengandung logam-logam tersebut akan turun sebab dalam kondisi tertentu,logam-logam tersebut dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikkan.
2.4.3.Angka oksidasi
Proses oksidasi yang distimuliroleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan ketengikkan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi menurun.
2.4.4.Pemucatan
Pemucatan dimaksudkan untuk mendapatkan warna minyak sawit yang lebih memikat dan sesuai dengan kebutuhannya. Berdasarkan standar mutu minyak sawit untuk pemucatan dengan alat lovibond dapat diketahui dosis bahan-bahan pemucatan yang dibutuhkan,biaya serta rendemen hasil akhir yang akan diperoleh. Untuk standar mutu didasarkan pada warna merah 3,5 dan warna kuning. (Tim Penulis,1997)
2.5. Kegunaan Minyak Inti Sawit
Minyak inti sawit yang baik berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning serta mudah dipucatkan. Pemakaian utama minyak inti sawit disamping sebagai minyak yang dapat dimakan, minyak inti sawit juga dapat digunakan pada pembuatan sabun terutama sabun mandi bermutu tinggi,pembuatan margarine,shortening,dan pembuatan kue.
2.6 Hasil Sampingan
Hasil sampingan minyak inti sawit adalah bungkil dan pellet inti sawit. Bungkil adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan,sedangkan pellet adalah bubuk yang dicetak kecil-kecil bentuk bulat panjang berdiameter kurang lebih 8mm. Di Indonesia kelapa sawit yang pabrik ekstraksinya minyak kelapa sawit berada di belawan.
Dengan adanya peningkatan nilai ekspor maka diperlukan standart dan pengawasan mutu bungkil dan pellet inti kelapa sawit,untuk memberikan jaminan mutu pada konsumen. (Ketaren,1986)
2.7. Kadar air dan Zat Menguap
Bagi negara konsumen terutama negara yang telah maju,selalu menginginkan minyak sawit yang benar-benar bermutu. Permintaan tersebut cukup beralasan sebab minyak sawit tidak hanya digunakan sebagai bahan baku industri dalam industri nonpangan saja,tetapi banyak industri pangan yang membutuhkannya. Lagi pula tidak semua pabrik minyak sawit mempunyai teknologi dalam instalasi lengkap,terutama yang berkaitan dengan proses penyaringan minyak sawit. Pada umumnya proses penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan,yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi.
Dengan proses diatas,kotoran-kotoran berukuran besar memang bisa disaring. Akan tetapi kotoran-kotoran ato serabut yang berukuran kecil tidak bisa
disaring.hanya melayang-layang didalam minyak sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit. Padahal alat sentrifugasi tersebut dapat berfungsi dengan prinsip kerja yang berdasarkan berat jenis. Walaupun bahan baku minyak sawit selalu dibersihkan
beranggapan dan menuntut kebersihan serta kemurnian minyak sawit tersebut merupaka tanggung jawab sepenuhnya pihak produsen.
Meskipun kadar asam lemak bebas dalam minyak sawit kecil,tetapi hal tersebut belum menjamin,mutu minyak harus dijaga dengan membuang kotoran dan zat menguap.hal ini dilakukan dengan alat pemurnian modern. Dari hasil
pengempaan,minyak sawit kasar dipompa kedalam melalui pipa,kurang lebih 30 menit kemudian,minyak sawit kasar dapat telah dijernihkan dan menghasilkan sekitar 80% minyak jernih. Hasil endapan berupa minyak kasar kotor yang dikeluarkan dari tangki pemisah bersama air panas bersuhu 95oC dengan perbandingan 1:1 diolah pada purifier centrifuge.dari hasil pengolahan didapat minyak sawit dengan kadar zat menguap sebesar 0,3% dan kadar kotoran hanya sebesar 0,0005%. Dalam kondisi diatas,sudah dianggap mempunyai kondisi yang mantap.
Akan tetapi untuk lebih meyakinkan dan mencegah terjadinya hidrolisa ,perlu dilakukan pengeringan pada kondisi fisik hampa sehingga minyak sawit tersebut hanya mengandung zat menguap sebesar 0,1%. Air panas dan uap air pada suhu tertentu merupakan pembantu dalam proses pengolahan. Akan tetapi proses
pengolahan yang kurang cermat mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan, mutu minyak menurun sebab air pada kondisi suhu tertentu bukan membantu proses pengolahan tetapi malah menurunkan mutu minyak. Untuk itu setelah akhir proses pengolahan minyak sawit dilakukan proses pengeringan dengan bejana hampa pada suhu 90oC. (Tim penulis,1997).
2.8. Proses Pengolahan Kelapa Sawit
Proses pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit (PKO) meliputi tahapan-tahapan berikut ini :
2.8.1.Stasiun Penerimaan Buah
Sebelum diolah dalam PKS,tandan buah segar (TBS) yang berasal dari kebun pertama kali diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang di jembatan timbang dijembatan timbang dan di tampung sementara di penampungan buah (Loading ramp).
2.8.2. Jembatan timbang
Penimbangan dilakukan dua kali untuk setiap angkutan TBS yang masuk ke pabrik,yaitu pada saat masuk serta pada saat keluar. Umumnya jembatan timbang yang digunakan PKS berkapasitas 30-40 ton. Jembatan timbang tersebut di operasikan secara mekanis maupun elektronis.
2.8.3.Loading ramp
TBS yang telah di timbang di jembatan timbang selanjutnya di bongkar di loading ramp dengan menuang (dump) langsung dari truk. Loading ramp merupakan suatu bangunan dengan lantai berupa kisi-kisi pelat besi berjarak 10 cm dengan kemiringan 45o. Kisi-kisi tersebut berfungsi untuk memisahkan kotoran berupa pasir,kerikil,dan sampah yang terikat dalam TBS. Loading ramp dilengkapi pintu-pintu keluaran yang digerakkan secara hidrolis sehingga memudahkan dalam
pengisian TBS kedalam lori untuk proses selanjutnya. Setiap lori dapat dimuat dengan 2,50-2,75 ton TBS (lori kecil) dan 4,50 ton TBS (lori besar).
2.8.4. Stasiun rebusan (Sterilizier)
Lori-lori yang berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki
sterilizier. Sterilizier yang banyak digunakan umumnya yaitu bejana tekan horisontal yang bisa menampung 10 lori per unit (25-27 ton TBS). Dalam proses perebusan,TBS dipanaskan dengan uap pada temperatur 135oC dan tekanan 2,0-2,8 kg/cm2 selama 80-90 menit. Proses perebusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar diperoleh hasil yang optimal. Tujuan perebusan :
a. Menghentikan perkembangan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA)
b. Memudahkan pemipilan
c. Penyempurnaan dalam pengolahan
d. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit
2.8.5.Stasiun pemipilan (Stripper)
TBS berikut lori yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan ke alat pemipil (threser) dengan bantuan hoisting crane atau transfer carriage. Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikt berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas dari tandannya. Pada bagian dalam dari pemipil , di pasang batang-batang besi perantara sehingga membentuk kisi-kisi yang memungkinkan brondolan keluar dari pemipil. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil dan ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk di kirim ke bagian digesting dan pressing. Sementara
janjang kosong yang keluar dari bagian belakang pemipil ditampung oleh elevator. Kemudian hasil tersebut dikirim ke hopper untuk dijadikan pupuk janjang kosong.
2.8.6.Stasiun pemecahan(digester) dan pengempaan (presser)
Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut kebagian pengadukan/pemecahan (digester) . tujuan utama dari proses digesting yaitu
mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian yang sekecil-kecilnya.
Brondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah digester sudah berupa bubur. Hasil cacahan tersebut langsung masuk ke alat
pengempaan yang berada persis dibagian bawah digester. Pada pabrik kelapa sawit mumnya dignakan screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Proses pemisahan minyak terjadi akibat putaran screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging buah. Proses pemisahan minyak terjadi akibat putaran screw mendesak bubur buah , sedangkan dari arah yang berlawanan tertahan oleh sliding cone.
Selama proses pengempaan berlangsung ,air panas ditambahkan kedalam screw press. Hal ini bertujuan untuk pengenceran sehingga massa bubur buah yang dikempa tidak terlalu rapat. Jumlah penambahan air berkisar 10-15% dari berat TBS yang diolah dengan tempratur air sekitar 90oC. Proses pengempaan menghasilkan minyak kasar dengan kadar 50% minyak, 42% air, dan 8% zat padat.
2.8.7.Stasiun Pemurnian (Clarifier)
Tujuan stasiun pemurnian yaitu agar di peroleh minyak dengan kualitas sebaik mngkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak. Minyak kasar yang diperoleh
dari hasil pengempaan dialirkan menuju saringan getar(vibrating screen) untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar tersebut dialirkan ke tangki penampung minyak kasar (Crude Oil Tank). Minyak kasar yang terkumpul di Crude Oil
Tank(COT) dipanaskan hingga mencapai temperatur 95-100oC. Selanjutnya , minyak dari COT dikirim ketangki pengendap (Continues settling tank/clarifier tank).
Di clarifier tank,minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge karena proses pengendapan. Minyak dari clarifier tank selanjutnya dikirim ke oil
tank,sedangkan sludge dikirim ke sludge tank. Pengolahan sludge umumnya menggunakan alat yang disebut decanter yang menghasilkan 3 fase,yaitu light phase,heavy phase,dan solid. Oleh karena itu,fase ini harus segera dikembalikan ke COT dan siap untuk di proses kembali.
2.8.8.Stasiun Pemisahan biji dan kernel
Proses pemisahan biji-serabut dari ampas pengempasan bertujuan terutama untuk memperoleh biji sebersih mungkin. Kemudian, dari biji tersebut harus menghasilkan inti sawit secara rasional. Sebab-sebab utama jika serabut tidak menghasilkan biji yang bersih :
a. Perebusan kurang baik sehingga biji sukar lepas dari serabut.
b. Pengadukan yang kurang baik menyebabkan buah kurang tercacah sehingga serabut masih melekat pada biji.
c. Ampas pengempaan tidak cukup kering karena kondisi buah kurang bagus,tekanan pengempaan kurang mencukupi.
d. Pemuatan atau pengisian alat pemisah biji-serabut dengan ampas melebihi kapasitasnya.
Tahap-tahap pengolahan inti sawit
2.8.8.1.Metode pemisahan biji serabut
Cara umum digunakan untuk memisahkan biji dengan serabut kelapa sawit yaitu secara pneumatis dan mekanis. Pemisahan dengan cara pneumatis yaitu memisahkan biji dari serabut dengan menggunakan tarikan atau hisapan udara pada sebuah kolom pemisah. Gumpalan ampas pengempaan dipecah dengan cake breaker convayer, lalu dijatuhkan dari bagian samping atas kolom pemisah. Sementara, dari bagian tengah atas ,diberi hisapan udara yang berasal dari fan.
Pemisahan terjadi akibat adanya perbedaan berat antara dua jenis bahan yang hendak dipisahkan (biji dan serabut). Bahan yang lebih ringan (serabut) akan tertarik ke atas,sedangkan biji akan jatuh ke bawah langsung memasuki nut polishing drum (tromol pembersih biji). Selanjutnya biji yang telah bersih ditampung dan dikeringkan di nut silo.
2.8.8.2.Pengolahan dan pemisahan inti kelapa sawit
Pengolahan dan pemisahan inti kelapa sawit dilakukan dengan proses-proses sebagai berikut :
2.8.8.2.1.Pengeringan biji
Biji bersih yang ditampung di nut silo dan dibiarkan beberapa lama untuk menjalani proses pengeringan dan penguapan kandungan air sehingga hubungan inti dan cangkang akan lekang atau kocak.
Pengeringan biji nut silo dilakukan dengan temperatur udara 60-80oC dengan lama pengeringan antara 6-18 jam. Jika sistem pengeringan berjalan dengan baik maka kadar air dapat diturunkan dari 18% menjadi 12%.
2.8.8.2.2.Pemisahan biji
Biji yang telah kering selanjutnya dibawa dengan elevator ke nut
grading(tromol pemisah biji) untuk dipisahkan atas fraksi besar,sedang dan kecil.
2.8.8.2.3.Pemecahan biji
Biji yang telah dipilah selanjutnya diumpankan ke alat pemecah biji. Saat ini, ada dua jenis alat pemecah biji yang digunakan oleh PKS,yaitu nut cracker model rotor vertikal dan nut cracker model rotor horisontal (ripple mill). Ripple mill lebih banyak digunakan dibandingkan nut cracker model vertikal karena tanaman sawit yang banyak diusahakan saat ini yaitu tenera.
2.8.8.2.4.Pemisahan kernel dan cangkang
Hasil pemecahan dari nut cracker berupa campuran kernel,cangkang, dan kotoran halus selanjutnya dibawa dengan conveyor ke bagian pemisahan. Ada da sistem atau metode pemisahan kernel dang cangkang,yaitu sistem pemisahan kering dan sitem pemisahan basah. Pemisahan kering (dry seperator) dilakukan suatu kolom vertikal (LTDS) dengan bantuan hisapan udara dari sebuah kipas dimana fraksi yang lebih ringan(cangkang) akan terhisap ke bagian atas ,sedangkan fraksi ringan akan jatuh ke bawah.
2.8.8.2.5.Pemisahan basah
Kernel kecil,kernel pecah,dan cangkang besar dari LTDS masih perlu dibersihkan,yaitu dengan pemisahan basah. Pemisahan basah bisa dilakukan dengan claybath.. pemisahan dengan claybath didasari oleh perbedaan jenis antara kernel (BJ = 1,07) dan cangkang(BJ = 1,3). Campuran antara kernel dan cangkang dimasukkan kedalam cairan tanah liat (BJ = 1,2) yang bebas pasir sehingga kernel kernel akan terapung dan cangkang akan tenggelam.
2.8.8.2.6.Pengeringan kernel
Kernel yang sudah terpisah dari cangkang dan masih mengandung 12% air dimasaukkan ke silo pengering(kernel dryer) untuk diturunkan kandungan airnya hingga mencapai 7%. Pengeringan dilakukan dengan udara bertemperatur 60-80oC selama 14-15 jam.penurunan kadar air ini bertujuan untuk menonaktifkan kegiatan mikroorganisme sehingga proses pembentukan jamur atau proses kenaikan asam (lauric acid) dapat dibatasi pada saat kernel disimpan. Temperatur pengeringan tidak boleh kurang atau lebih dari yang ditetapkan.Jika temperatur kurang maka kadar air inti sawit masih tinggi sehingga mikroorganisme dalam inti sawit akan hidup sehingga akan menyebabkan pembentukan jamur,sebaliknya jika temperatur terlalu tinggi akan menyebabkan sulitnya memperoleh minyak pada inti sawit karna kebanyakan air didalamnya.(iyung pahan,2001).