• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 1. Definisi ISPA

Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada Bronkus disebut Broncho pneumonia (Justin, 2007).

Berdasarkan pengertian di atas, maka ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari

(2)

hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. (Justin, 2007).

2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, Virus dan riketsia Bakteri penyebab ISPA antara lain genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Hemofilus, Bordetella, dan Corynebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Mexovirus, Adenovirus, Coronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus, dan lain-lain (Dinkes, 2007).

3. Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi semua penyakit ISPA yang umumnya disertai batuk sebagai berikut:

1) ISPA berat : ditandai sesak nafas yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing) pada waktu inspirasi (secara klinis ISPA berat=Pneumonia berat).

2) ISPA sedang : ditandai oleh adanya nafas cepat : a. Umur 2 bulan – 1 tahun : 50X per menit atau lebih. b. Umur 1 tahun – 5 tahun : 40X per menit atau lebih.

(Secara klinis ISPA sedang = pneumonia)

3) ISPA ringan : ditandai oleh batuk, pilek yang bisa disertai demam, tetapi tanpa tarikan dinding dada ke dalam dan tanpa nafas cepat. (Secara Klinis

(3)

ISPA ringan = bukan pneumonia) Rinofaringitis, faringitis dan tonsillitis tergolong bukan pneumonia.

Klasifikasi ISPA dalam program P2 ISPA juga dibedakan untuk golongan umur kurang dari 2 bulan dan golongan umur balita 2 bulan – 5 tahun.

Untuk golongan umur kurang dari 2 bulan ada 2 klasifikasi yaitu : 1) Pneumonia Berat

Anak dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam atau nafas cepat (60X per menit atau lebih). Tarikan dinding dada kedalam terjadi bila paru-paru menjadi “kaku” dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas. Anak dengan tarikan dinding dada ke dalam, mempunyai resiko meninggal yang lebih besar dibanding dengan anak yang hanya menderita pernafasan cepat.

Penderita pneumonia berat juga mungkin disertai tanda-tanda lain seperti :

a. Napas cuping hidung, hidung kembang kempis waktu bernafas. b. Suara rintihan

c. Sianosis (Kulit kebiru-biruan karena kekurangan oksigen). d. Wheezing yang baru pertama dialami.

(4)

2) Bukan Pneumonia

Bila tidak ditemukan adanya tarikan kuat ke dalam dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu < 60 kali per menit (batuk,pilek,biasa). Tanda bahaya untuk golongan umur kurang dari 2 bulan ini adalah : kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, gizi buruk, demam/dingin.

Untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun ada 3 klasifikasi, yaitu : 1) Pneumonia Berat, bila disertai nafas sesak dengan adanya tarikan dada

bagian bawah ke dalam waktu anak menarik nafas, dengan catatan anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis dan meronta.

2) Pneumonia, bila hanya disertai nafas cepat dengan batasan : a. Untuk usia 2 bulan – kurang 12 bulan = 50X per menit. b. Untuk usia 1 tahun – 5 tahun = 40X per menit atau lebih.

3) Bukan Pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam atau nafas cepat (batuk pilek biasa). Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun adalah : tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing dan gizi buruk (Dinkes, 2007).

4. Epidemiologi Penyakit

Penyakit ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan

(5)

dan kematian pada bayi dan balita karena ISPA. Di Negara maju, angka kejadian ISPA mencapai 50% dari semua penyakit yang diderita anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun dan 30% dari semua penyakit yang diderita anak – anak berusia 5-12 tahun (Kusmana,2004). Setiap anak Indonesia diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan merupakan 40-60% kunjungan Puskesmas adalah penyakit ISPA (Direktorat jendral P2M&PL, 2009).

Manifestasi klinis akibat ISPA dapat bermacam-macam, tergantung beberapa hal :

1). Usia penderita

2). Penyakit lain yang menyertainya 3). Ada tidaknya kelainan

4). Mikroorganisme apa yang menjadi penyebabnya

5). Bagaimana daya tahan tubuh penderita saat terserang infeksi 6). Bagian saluran nafas mana yang terserang infeksi

7). Bagaimana cara penderita mendapatkan infeksi, di komunitas atau di rumah sakit. (Kusmana,2004).

ISPA dapat menyerang semua orang, semua umur maupun jenis kelamin serta tingkat social ekonomi (Kusmana 2004). Musim hujan menurut penelitian Kartasasmita di Cikutra Bandung, berpengaruh secara bermakna

(6)

terhadap insiden ISPA (musim bujan 56% dan kemarau 44%) (Kartasasmita,1993

5. Tanda dan Gejala

Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita, ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya peningkatan frekuensi napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.

Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing) dimana frekuensi napas 60 kali permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).

Bukan pneumonia apabila ditandai dengan napas cepat tetapi tidak disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan adanya gejala peningkatan frekuwensi napas dan tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (Dinkes, 2007)

(7)

Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang dikelompokkan sebagai tanda bahaya :

1) Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor (ngorok), wheezing (bunyi napas), demam.

2) Tanda dan gejala untuk golongan umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor.

6. Penyebab Terjadinya ISPA

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Dinkes, 2007).

(8)

7. Cara penularan

ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC (air conditioner), droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus. Penularan faringitis terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat menghasilkan superinfeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan bakteri-bakteri patogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).

8. Pertolongan pertama penderita ISPA

Menurut Direktorat jendral P2M&PL (2010), Untuk perawatan ISPA di rumah ada beberapa hal yang dapat dilakukan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA yaitu :

a. Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia dua bulan sampai lima tahun, demam dapat diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi di bawah dua bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan sehari empat kali setiap enam jam untuk waktu dua hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain

(9)

bersih dengan cara kain dicelupkan pada air (tidak perlu di tambah air es).

b. Mengatasi batuk

Dianjurkan untuk memberikan obat batuk yang aman misalnya ramuan tradisional yaitu jeruk nipis setengah sendok teh dicampur dengan kecap atau madu setengah sendok teh dan diberikan tiga kali sehari.

c. Pemberian makanan

Dianjurkan memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika terjadi muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

d. Pemberian minuman

Diusahakan memberikan cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Hal ini akan membantu mengencerkan dahak, selain itu kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

e. Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak yang demam. Membersihkan hidung pada saat pilek akan berguna untuk mempercepat kesembuhan

(10)

dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Diusahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan di rumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan di atas diusahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama lima hari penuh dan setelah dua hari anak perlu dibawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang. (Direktoral jendral P2M&PL, 2010).

9. Pencegahan ISPA

Menurut Depkes RI, 2009, ada beberapa yang dapat mencegah terjadinya ISPA di antaranya.

a. Pelaksanaan PHBS yang meliputi cuci tangan sampai bersih dengan sabun.

b. Meningkatkan daya tahan tubuh.

c. Menjaga kondisi udara dalam rumah tetap sehat melalui tidak merokok dalam rumah.

d. Menjaga kebersihan Lingkungan.

(11)

10. Diagnosis ISPA

Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan atau serologi (Mansjoer, dkk, 2008).

Berdasarkan pedoman diagnosis dan tatalaksana pneumonia yang diajukan oleh WHO di dalam buku Mansjoer (2008), pneumonia dibedakan atas :

1) Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis dan tidak sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.

2) Pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.

3) Pneumonia : bila tidak ada retraksi tapi napas cepat : a) > 60x/menit pada bayi < 2 bulan

b) > 50x/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun c) > 40x/menit pada anak 1 – 5 tahun

Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala sepertibdi atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik.

(12)

B. Balita

Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya. Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan konsumen pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Depkes RI, 2010)

Salah satu faktor penyebab kematian maupun yang berperan dalam proses tumbuh kembang balita yaitu ISPA, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap balita antara pemeriksaan perkembangan dan pertumbuhan fisiknya, pemeriksaan perkembangan kecerdasan, pemeriksaan penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan gizi dan pendidikan kesehatan pada orang tua (Depkes RI, 2010).

(13)

C. Tinjauan Umum Tentang Variabel Penelitian

1. Faktor Resiko Karakteristik Balita Terjadinya ISPA

Menurut hasil penelitian yang ada, dapat diketahui bahwa ISPA pada umumnya menyerang anak dengan presentase kesakitan yang cukup tinggi, juga menyerang pada dewasa muda dan usia lanjut. Hal ini bias terjadi karena banyak faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA (Wan, 1986) dalam (Kusmana, 2004).

Faktor Karakteristik balita yang berperan dalam kejadian ISPA :

1) Umur anak

Semakin tinggi usia anak, semakin tahan terhadap serangan ISPA. Sedangkan makin muda usia anak, makin sering serangan ISPA terjadi, yaitu untuk bayi di bawah 1 tahun yang mendapat serangan lebih dari 6 kali meliputi 28%, sedang untuk anak diatas 1 tahun hanya 7,3% saja (Suwendra, 1988)

Resiko untuk terkena penyakit ISPA lebih besar pada anak di bawah 2 tahun dari pada anak yang lebih tua, yang dimungkinkan karena status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum tinggi dan lumen saluran nafas yang relatif sempit (Kartasasmita, 1993).

2) Berat badan lahir

Anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan mengalami lebih berat infeksi pada saluran pernapasan. Hal ini

(14)

dikarenakan pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya (Kartasasmita, 1993).

3) Status gizi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ ISPA berat “ bahkan serangannya lebih lama (Kusmana, 2004).

Untuk balita status Gizi biasanya dapat dipantau dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) penilaian berdasarkan Berat badan/Umur balita. Garis Merah yang terdapat di KMS merupakan garis batas gizi sedang, di bawah garis merah gizi buruk kemudian diatas garis merah menunjukan gizi baik (Kartasasmita, 1993).

(15)

4).Pemberian Vitamin A

Pemberian vitamin A pada anak balita yang dilakukan enam bulan sekali, dimaksudkan untuk meningkatkan daya tahan dan kesehatan, terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan mempertahankan sel epitel yang mengalami deferensiasi (Basuki,2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Ismadi (1998) menyatakan adanya hubungan antara kekurangan vitamin A dengan kejadian penyakit ISPA dan diare, karena diperkirakan vitamin A ikut berperan dalam proses imunologik humoral maupun seluler.

5). Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif

Peranan air susu Ibu (ASI) juga menunjukan adanya hubungan dengan terjadinya ISPA pada balita, karena selain sebagai bahan nutrisi, air susu Ibu juga mengandung bahan antibodi lan leukosit yang berguna meningkatkan daya tahan tubuh bagi balita terhadap infeksi. ASI juga mengandung laktoferin yang berfungsi untuk mengikat zat besi. Zat kekebalan yang terdapat di dalam ASI dapat melindungi balita dari berbagai penyakit infeksi saluran nafas, diare, infeksi telinga dan penyakit alergi (Markum, 2002).

Bayi usia 0-11 bulan yang tidak diberi ASI mempunyai resiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan bayi

(16)

yang memperoleh ASI Eksklusif. Balita yang tidak diberi ASI menyebabkan terjadinya defisiensi zat besi. Ini yang menjadikan risiko kematian karena ISPA sangat besar dibandingkan bayi yang secara eksklusif memperoleh ASI dari Ibu (Sinar Harapan, 2004).

6). Status Imunisasi

Bayi baru lahir biasanya mempunyai kekebalan terhadap penyakit tertentu (dipteri dan campak sampai umur 4-9 bulan) yang didapat dari ibunya. Setelah umur tersebut maka perlu diberikan suatu kekebalan dengan memberikan imunisasi untuk merangsang tubuh membuat zat anti bila ada rangsangan zat masuk kedalam tubuh.

Kegiatan imunisasi BCG, DPT, polio dan campak pada bayi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi yang di sebabkan oleh penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi ( PD3I), di ketahui bahwa beberapa penyakit yang termasuk PD3I mempunyai gejala prodormal yang menyerupai ISPA.

Penyakit campak dan pertusis merupakan penyakit saluran nafas yang di laporkan mempunyai angka kematian yang relative tinggi. Infeksi virus campak pada saluran pernafasan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada mukosa dan pada umumnya komplikasi penyakit campak dapat menyebabkan terjadinya diare kronis, otitis media, ensefalitis dan pneumonia (kartasasmita, 1993).

(17)

41% dari penyakit campak berhubungan dengan infeksi sekunder diantaranya pneumonia pada anak berumur kurang dari 5 tahun ( Raharjoe & Said 1989). Imunisasi campak dan pertusis dengan cakupan lebih dari 70% di Negara berkembang, efektif untuk menurunkan angka kematian balita (cattaneo, 1994).

2. Faktor perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit ISPA

Pencegahan ISPA dapat dilaksanakan melalui pelaksanaan PHBS yang meliputi mencuci tangan sampai bersih dengan menggunakan sabun menyebabkan infeksi kuman dari luar keluarga terutama yang menular melalui sentuhan tangan dapat dihindari. Upaya pencegahan ISPA juga dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan tubuh keluarga melalui aktifitas fisik yang dilaksanakan setiap hari. Terjadinya ISPA juga dapat dilaksanakan dengan menghindari faktor pemungkin yaitu menjaga kondisi udara dalam rumah tetap sehat melalui kebiasaan tidak merokok di dalam rumah. Disamping ketiga faktor yang telah disebutkan, faktor pemberian gizi pada balita secara cukup juga berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita, semakin seimbang status gizi balita maka semakin baik daya tahan tubuhnya sehingga sulit untuk terinfeksi ISPA (Depkes RI, 2009).

(18)

D. Kerangka Teori . umur BBL Pemberian vitamin A Pemberian ASI Eks Status gizi Kepadatan Hunian Ventilasi Jenis lantai Kepemilika n lubang asap Jenis bahan bakar Keberadaa n anggota keluarga yang merokok

Daya tahan tubuh

Kelengkapan Status Imunisasi

Kelembaban ruangan

Polusi asap dalam ruangan Keberadaan Anggota keluarga yang menderita ISPA Kejadian ISPA

(19)

(Gambar 2.1.Kerangka Teori Hubungan factor karakteristik balita dan perilaku pencegahan keluarga terhadap kejadian ISPA.

(Sumber: Modifikasi Dinkes RI, 2001; Soekidjo Notoatmodjo, 1997; Srikandi Fardiaz, 1992; Juli Soemirat, 2000; Depkes RI,2001; Kertasapoetra, Marsetyo, Med, 2001; Mukono, 2000; Dinkes Prov. Jateng, 2005; Markum, 2002; I Dewa

Nyoman Supariasa, Bachsyar Bakri dan Ibnu Fajar, 2002).

C. Kerangka Konsep

Variabel independent

(Gambar 2.2. Kerangka Konsep)

(Hubungan Faktor Karakteristik balita dan perilaku pencegahan terhadap Variabel Dependen Kejadian ISPA Pada balita

Karakteristik Balita 1. Usia

2. Status Berat badan lahir 3. Status gizi 4. Status pemberian Vitamin A 5. Status pemberian ASI eksklusif 6. Status Imunisasi Perilaku Keluarga • Peran aktif keluarga dalam Pencegahan ISPA

(20)

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal tersebut yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya (Riwidikdo, 2009). Hipotesis penelitian ini adalah: ”Ada hubungan antara Faktor karakteristik balita ( Usia 1-5 tahun, Berat badan lahir, Status gizi, pemberian Vitamin A, Pemberian ASI eksklusif, Status imunisasi ) dan Perilaku keluarga dengan kejadian ISPA di Puskesmas Sumbang II Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas”.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit PKU

Dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti oleh penulis adalah mengeanai pembentukan karakter disiplin siswa melalui keteladanan guru aqidah akhlak kelas VIII

Pada perancangan bangunan ini akan menggunakan 2 jenis plafond yaitu plafon gypsum untuk seluruh ruang, kecuali ruang pertemuan dan ruang kapel menggunakan plafond

Maka jelaslah dalam hal pelaksanaan pembentukan peraturan daerah harus berdasarkan program legislasi daerah sebagai instrumen awal dalam pembentukan peraturan daerah yang

The aim of the research are to find out how student in different gender participate in thespeaking English class interaction, to find out who are most

maupun finansial, mempunyai kemampuan dan kemauan untuk meluangkan waktu yang cukup menjalankan toko/outlet/gerai. b) Penerima waralaba yang baru harus menyetujui secara

Dalam proyek tugas akhir ini penelitian di lakukan untuk mengetahui daya yang di hasilkan generator pada pembangkit listrik tenaga angin dengan menitik beratkan pada daya yang

Sungguh kondisi yang sangat memperihatinkan dan bukan merupakan sebuah prestasi yang membanggakan daerah serta negara Indonesia, banyak dari kasus human trafficking