• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan Timbal (Pb) dan perilaku pedagang terhadap pengolahan siput langkitang (Faunus ater) yang di jual di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel dan wawancara terhadap pedagang siput langkitang dilakukan di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang. Alasan pemilihan lokasi pengambilan karena terdapat penjual siput berjumlah 62 penjual. Pemeriksaan timbal (Pb) dilakukan yaitu di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan April 2017.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penjual siput langkitang di Kelurahan Rimbo Kaluang yaitu berjumlah 62 penjual siput langkitang.

(2)

3.3.2 Sampel

Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik random sampling. Menurut Gay dan Diehl (1992) jika penelitiannya bersifat deksriptif, maka sampel minimumnya adalah 10% dari populasi. Maka jumlah sampel yang peneliti ambil adalah 20% dari populasi yaitu 12 sampel. Sampel akan diperiksa sebanyak 3 kali pemeriksaan, 12 sampel siput langkitang yang belum di olah, 12 sampel siput langkitang yang telah diolah, dan 12 siput langkitang yang telah diolah dan terpapar oleh asap kendaraan dimana 6 terbuka dan 6 lagi tertutup.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari wawancara langsung ke lokasi menggunakan kuesioner dan hasil pemeriksaan sampel di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat terhadap keberadaan kadar timbal (Pb) pada daging siput langkitang.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Pemeriksaan Timbal (Pb) di Laboratorium

Penelitian ini dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dimulai dari pengambilan sampel dan membawa sampel langsung ke laboratorium.

3.5.1.1 Cara Pengambilan Sampel

1. Persiapkan segala sesuatu untuk pengambilan sampel seperti termos es, plastic sampel yang telah disterilkan terlebih dahulu, keperluan alat tulis, dan lain-lain.

(3)

2. Siapkan formulir tentang tanggal pengambilan sampel.

3. Mintalah penjualan untuk membungkus siput langkitang , kemudian observasi penjual dalam mengolah siput langkitang.

4. Ambil sebungkus makan sampel , masukkan ke dalam wadah yang telah disterilkan dan tulis identitas sampel kemudian masukkan ke dalam termos yang telah diisi es.

5. Tuliskan pada botol sampel tersebut nama. Pemberian nama dilakukan dengan nomor kode.

6. Masukkan plastik sampel ke dalam termos yang telah diisi dengan es. 7. Kirim sampel secepatnya ke Laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan. 3.5.1.2 Prosedur Pemeriksaan Sampel di Laboratorium

1. Peralatan

a. Atomic Absorption Spectropotometer (AAS) b. Timbangan Analitik c. Blender d. Cawan Porselen e. Sendok plastik f. Pipet Volumetrik g. Corong Kaca h. Hot Plate/ Bunsen i. Gelas Ukur 50 ml j. Erlenmeyer k. Labu Ukur 100 ml

(4)

l. Kertas Whatmen No.42 m. Batang Pengaduk 2. Bahan

a. Siput Langkitang (sampel) b. Larutan HNO3

c. Aquadest

3. Cara Kerja Penelitian

Pemeriksaan sampel siput langkitang ini di periksa di Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat yang dilakukan oleh beberapa petugas laboratorium tersebut. Adapun analisis logam timbal dilakukan dengan beberapa tahapan :

1. Sediakan sampel dari masing-masing siput langkitang

2. Haluskan siput langkitang hingga homogen dengan menggunakan blender.

3. Timbang sampel siput yang telah dihaluskan hingga 10 gr. 4. Masukkan ke cawan porselen

5. Keringkan dalam oven pada suhu 1050C 6. Arangkan sampel diatas hot plate/ Bunsen

7. Masukkan dalam tanur pada suhu 5500C sampai arang menjadi abu dan bewarna putih keabu-abuan.

8. Setelah itu larutkan dengan 10 ml asam nitrat PA 9. Masukkan ke dalam labu ukur 100 ml

(5)

11. Paskan hingga tanda garis dan homogenkan 12. Kemudian saring dengan kertas whatmen No. 42

13. Larutan siap dibaca menggunakan AAS (Atomic Absorption Specrophotometry).

3.6 Definisi Operasional

1. Pedagang Siput Langkitang Pedagang yang mengolah dan menjajakan siput langkitang yang telah masak di Kelurahan Rimbo Kaluang.

2. Siput Langkitang (Faunus ater) adalah siput yang hidup di air payau memiliki ukuran relatif besar memiliki panjang mencapai 90 mm tetapi biasanya rata-rata sekitar 50-60 mm.

3. Timbal (Pb) adalah logam yang memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan.

4. Perilaku Pedagang adalah pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang dalam pengolahan siput langkitang serta tentang kandungan timbal (Pb) pada siput langkitang.

5. Sesuai adalah jika kadar timbal (Pb) pada siput langkitang belum melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI 7387-2009 yaitu 1,5 mg/kg (ppm).

(6)

3.7 Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini berdasarkan penilaian data umum dan data perilaku pedagang siput langkitang terkait kadar timbal serta pengolahannya yang tertera dalam bentuk kuesioner.

Data umum terdiri atas 5 pertanyaan tertutup terkait kadar timbal dan pengolahan siput langkitang, di mana pilihan jawaban sudah ditentukan terlebih dahulu oleh peneliti. Jawaban responden akan diolah dan disajikan dalam bentuk distribusi.

Aspek pengukuran data perilaku pedagang siput langkitang terkait kadar timbal dan pengolahan siput langkitang terbagi atas data pengetahuan dan tindakan yang diukur dengan skala Guttman, sedangkan data sikap diukur dengan skala Likert.

Adapun data perilaku responden siput langkitang yang terbagi atas : a. Pengetahuan

Untuk data pengetahuan responden, yang terdiri atas 14 buah pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan berjumlah 14 dengan total skor 28. Adapun ketentuan pemberian skor yaitu : jika responden menjawab “a” diberi skor = 2, jika menjawab “b” diberi skor = 1, dan jika menjawab “c” skor = 0.

Berdasarkan jumlah skor menurut Arikunto (2003) Pengetahuan pedagang siput langkitang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

1. Baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar > 75% dari seluruh pertanyaan ( skor > 21)

(7)

2. Tidak baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar < 75% dari seluruh pertanyaan (skor < 21).

b. Sikap

Data sikap responden, yang terdiri atas 8 buah pertanyaan dengan pilihan jawaban :

1. SANGAT SETUJU dengan bobot nilai 4 2. SETUJU dengan bobot nilai 3

3. KURANG SETUJU dengan bobot nilai 2 4. TIDAK SETUJU dengan bobot nilai 1

5. SANGAT TIDAK SETUJU dengan bobot nilai 0

Dengan demikian total skor tertinggi adalah 32 dan skor terendah adalah 0. Kriteria yang digunakan untuk menentukan sikap pedagang siput langkitang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

1. Baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar > 75% dari seluruh pertanyaan (skor > 24).

2. Tidak baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar < 75% dari seluruh pertanyaan (skor < 24).

c. Tindakan

Data tindakan responden, yang terdiri dari 6 buah pertanyaan dengan pilihan jawaban :

1. YA dengan bobot nilai 1 2. TIDAK dengan bobot nilai 0

(8)

Dengan demikian, total skor tertinggi adalah 5 dan skor terendah adalah 0. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tindakan pedagang siput langkitang dibagi dalam 2 kategori sebagai berikut :

1. Baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar ≥ 75% dari seluruh pertanyaan (skor ≥ 4).

2. Tidak baik, apabila responden mampu menjawab dengan benar < 75% dari seluruh pertanyaan (skor < 4)

3.8 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan cara :

a. Editing, yaitu proses memeriksa data yang sudah dikumpulkan, meliputi kelengkapan isian, keterbacaan tulisan, kejelasan jawaban, relevansi jawaban, keseragaman satuan data yang digunakan dan sebagainya. b. Coding, yaitu kegiatan memberikan kode pada setiap data yang

terkumpul di setiap instrument penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk memudahkan dalam penganalisisan dan penafsiran data.

c. Tabulating, yaitu memasukkan data yang sudah dikelompokkan ke dalam tabel-tabel agar mudah dipahami.

d. Analisis data, yaitu agar pengolahan data secara statistik pada dasarnya suatu cara mengolah data kuantitatif sederhana, sehingga data penelitian tersebut mempunyai arti. Pengolah data melalui teknik penelitian dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah distribusi frekuensi dan ukuran pemutusan.

(9)

3.9 Metode Analisis Data

Data diperoleh dari hasil pengukuran timbal (Pb) dalam pengolahan siput langkitang yang telah diolah akan dianalisa secara deskriptif, disajikan dalam bentuk tabel distribusi, kemudian dijelaskan secara deskriptif kondisi dan perilaku pada masing-masing pedagang yang berhubungan dengan tinggi rendahnya kadar timbal (Pb) yang akan dibandingkan dengan batas maksimum cemaran timbal (Pb) sesuai SNI 7387-2009, yaitu sebesar 1,5 mg/kg (ppm).

(10)

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Rimbo Kaluang adalah salah satu dari 10 Kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Padang Barat berada pada ketinggian 8 m dari permukaan laut. Kelurahan rimbo kaluang merupakan daerah pemukiman penduduk dan daerah pengembangan wisata. Luas wilayah Kelurahan Rimbo Kaluang ± 42 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Flamboyan Baru 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Ujung Gurun 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia

4. Sebelah Timur berbatasan Kelurahan Jati

Kelurahan Rimbo Kaluang memiliki 14 RT (Rukun Tetangga) dan 4 RW (Rukun Warga). Jarak dari Kelurahan Rimbo Kaluang menuju ibukota kecamatan adalah ± 1,2 Km. Untuk data kependudukan, pada tahun 2016 didapati jumlah penduduk di Kelurahan Rimbo Kaluang adalah sebanyak 3.910 jiwa, dimana terdiri atas 1.986 jiwa penduduk laki-laki dan 1.924 jiwa penduduk perempuan. 4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kadar timbal (Pb) pada siput langkitang dilakukan di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat di mana pemeriksaan kadar timbal (Pb) dilakukan dengan menggunakan metode Spektropometri Serapan Atom (SSA). Metode Spektropometri Serapan Atom (SSA) dilakukan

(11)

dengan cara mendestruksi siput langkitang yang telah dikeringkan, setelah itu hasil larutan dibaca menggunakan Spektropometri Serapan Atom (SSA).

4.2.1.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) Sebelum dan Sesudah dimasak pada Siput Langkitang

Pada pemeriksaan kadar timbal (Pb) sebelum dan sesudah di masak terdapat sebanyak 24 sampel yang terdiri dari 12 sampel sebelum dimasak dan 12 sampel lagi sesudah dimasak. Sampel sebelum diambil pada pedagang sebelum pedagang melakukan proses pemasakan. Dalam proses pencucian terdapat 2 sampel yang dicuci sebanyak 5 kali, 3 sampel dicuci sebanyak 6 kali, 3 sampel dicuci sebanyak 7 kali, 1 sampel dicuci sebanyak 8 kali, 1 sampel lagi dicuci sebanyak 9 kali dan 1 sampel lagi dicuci sebanyak 10 kali.

Hasil pemeriksaan kadar timbal (Pb) pada siput langkitang sebelum dan sesudah dimasak dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) Sebelum dan Sesudah dimasak pada Siput Langkitang

No Pedagang Hasil Pemeriksaan (mg/kg) Batas Maksimum (mg/kg) Keterangan Sebelum Sesudah 1. Sampel 1 2,563 2,797 1,5 TMS 2. Sampel 2 1,220 1,392 1,5 MS 3. Sampel 3 1,312 1,396 1,5 MS 4. Sampel 4 2,115 2,081 1,5 TMS 5. Sampel 5 2,759 2,736 1,5 TMS 6. Sampel 6 4,943 4,836 1,5 TMS 7. Sampel 7 4,109 4,188 1,5 TMS 8. Sampel 8 0,854 0,777 1,5 MS 9. Sampel 9 2,288 2,213 1,5 TMS 10. Sampel 10 0,617 0,639 1,5 MS 11. Sampel 11 5,074 4,860 1,5 TMS 12. Sampel 12 3,324 3,249 1,5 TMS Keterangan : MS : Memenuhi Syarat

(12)

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar timbal pada siput langkitang sebelum dimasak dan sesudah dimasak terjadi kenaikan kadar timbal serta penurunan kadar timbal. Sesuai dengan SNI 7387-2009 tentang batas cemaran timbal (Pb), dapat diperoleh kesimpulan bahwa terdapat 8 sampel yang tidak memenuhi syarat dan 4 sampel yang memenuhi syarat.

Pada hasil pemeriksaan kadar timbal sebelum dan sesudah dimasak terdapat 8 sampel yang tidak memenuhi syarat yaitu sampel 1 sebelum dimasak dengan kadar sebesar 2,563 terjadi peningkatan setelah dimasak sebesar 0,234 mg/kg, sampel 4 dengan kadar sebesar 2,115 mg/kg sebelum dimasak terjadi penurunan sebesar 0,034 mg/kg setelah dimasak, sampel 5 dengan kadar sebesar 2,759 mg/kg sebelum dimasak terjadi penurunan sebesar 0,023 mg/kg setelah dimasak, sampel 6 dengan kadar timbal sebesar 4,943 mg/kg sebelum dimasak terjadi peningkatan sebesar 0,107 mg/kg setelah dimasak, sampel 7 dengan kadar sebesar 4,109 mg/kg sebelum dimasak terjadi peningkatan sebesar 0,079 mg/kg setelah dimasak, sampel 9 dengan kadar sebesar 2,288 mg/kg sebelum dimasak terjadi penurunan sebesar 0,075 mg/kg) setelah dimasak, sampel 11 dengan kadar 5,074 mg/kg sebelum dimasak terjadi penurunan sebesar 0,214 mg/kg setelah dimasak, lalu kemudian sampel 12 dengan kadar sebesar 3,324 mg/kg sebelum dimasak terjadi peningkatan sebesar 0.075 mg/kg setelah dimasak.

Terdapat juga 4 yang memenuhi syarat yaitu sampel 2 dengan kadar sebesar 1,220 mg/kg sebelum dimasak terjadi peningkatan sebesar 0,172 mg/kg setelah dimasak, sampel 3 dengan kadar sebesar 1,312 mg/kg sebelum dimasak terjadi peningkatan

(13)

sebesar 0,082 mg/kg sesudah dimasak, sampel 8 dengan kadar sebesar 0,854 mg/kg sebelum dimasak terjadi penurunan sebesar 0,077 mg/kg setelah dimasak, kemudian sampel 10 dengan kadar sebesar 0,617 mg/kg sebelum dimasak terjadi peningkatan 0,022 mg/kg setelah dimasak. .

4.2.1.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang yang Terbuka

Pada pemeriksaan kadar timbal pada siput terbuka terdapat 6 sampel siput langkitang yang diperiksa. Sampel tersebut berasal dari penjual yang menjual siput langkitang dalam keadaan terbuka di pinggir jalan. Waktu pengambilan dimulai dari pukul 16.00-18.00 WIB dikarenakan pada waktu tersebut merupakan waktu dengan lalu lintas yang padat. Dimana 60% jalan raya diisi oleh pengendara sepeda motor yang berbahan bakar premium dan 30% lagi kendaraan mobil yang berbahan bakar premium dan 10% lagi kendaraan berbahan bakar solar.

Hasil pemeriksaan kadar timbal (Pb) pada siput langkitang yang terbuka dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang yang Terbuka No Pedagang Hasil Pemeriksaan (mg/kg) Batas Maksimum (mg/kg) Keterangan 1. Sampel 25 3,788 1,5 TMS 2. Sampel 26 9,011 1,5 TMS 3. Sampel 27 7,801 1,5 TMS 4. Sampel 28 3,626 1,5 TMS 5. Sampel 29 2,798 1,5 TMS 6. Sampel 30 5,765 1,5 TMS Keterangan : MS : Memenuhi Syarat

(14)

Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar timbal (Pb) terendah adalah terdapat pada sampel 5 yaitu dengan kadar sebesar 2,798 mg/kg, diikuti oleh sampel 4 dengan kadar sebesar 3,626 mg/kg, selanjutnya sampel 1 dengan kadar sebesar 3,788 mg/kg, selanjutnya sampel 6 dengan kadar sebesar 5,765 mg/kg, kemudian sampel 3 dengan kadar sebesar 7,801 mg/kg dan kadar tertinggi terdapat pada sampel 2 dengan kadar sebesar 9,011 mg/kg. Sesuai dengan SNI 7387-2009 tentang batas cemaran timbal (Pb), dapat diperoleh kesimpulan bahwa terdapat seluruh sampel tidak memenuhi syarat.

4.1.2.3 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang yang Tertutup

Pada pemeriksaan kadar timbal pada siput langkitang yang tertutup terdapat 6 sampel siput langkitang yang diperiksa. Sampel tersebut berasal dari siput langkitang pada penjual yang menjual siput langkitang dengan wadah tertutup. Waktu pengambilan sama dengan sampel terbuka yaitu pada pukul 16.00-18.00 WIB dengan alasan pada jam tersebut lalu lintas di jalanan di Kelurahan Rimbo Kaluang terkhususnya di tepi pantai Padang sedang padat.

Hasil pemeriksaan kadar timbal (Pb) pada siput langkitang yang tertutup dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang yang Tertutup No Pedagang Hasil Pemeriksaan (mg/kg) Batas Maksimum (mg/kg) Keterangan 1. Sampel 31 0,722 1,5 MS 2. Sampel 32 0,171 1,5 MS 3. Sampel 33 1,151 1,5 MS 4. Sampel 34 2,755 1,5 TMS 5. Sampel 35 1,037 1,5 MS 6. Sampel 36 0,962 1,5 MS

(15)

Keterangan :

MS : Memenuhi Syarat

TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Tabel di atas menunjukkan bahwa kadar timbal (Pb) mulai dari yang terendah adalah sampel 2 dengan kadar sebesar 0,171 mg/kg, diikuti oleh sampel sampel 1 dengan kadar sebesar 0,722 mg/kg, selanjutnya sampel 6 dengan kadar sebesar 0,962 mg/kg, selanjutnya sampel 5 dengan kadar sebesar 1,037 mg/kg, kemudian sampel 3 dengan kadar sebesar 1,151 mg/kg dan kadar tertinggi adalah sampel 4 dengan kadar sebesar 2,755 mg/kg. Sesuai dengan SNI 7387-2009 tentang batas cemaran timbal (Pb), dapat diperoleh kesimpulan bahwa hanya sampel 4 yang kadar timbalnya memenuhi persyaratan dan 1 sampel tidak memenuhi syarat.

4.3 Hasil Uji Bivariat

Berdasarkan hasil pemeriksaan dilaboratorium pada siput langkitang yang terbuka dan tertutup, selanjutnya dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data siput langkitang terbuka dan tertutup normal. Data dikatakan normal apabila P value > 0,05. Untuk uji normalitas terdapat 2 uji yaitu uji kolmogorov-smirnov dan uji Shapiro-wilk. Syarat dalam melakukan uji kolmogorov-kolmogorov-smirnov adalah apabila data berjumlah di atas 50, sedangkan untuk uji Shapiro-wilk dilakukan apabila data berjumlah di bawah 50. Dalam hal ini penulis menggunakan uji kolmogorov-smirnov karena jumlah data berjumlah dibawah 50.

(16)

4.3.1 Hasil Uji Shapiro-wilk pada Siput Langkitang yang Terbuka dengan Siput Langkitang yang Tertutup

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas dengan Shapiro-wilk pada Siput Langkitang yang Terbuka dan Tertutup

Sampel n % p

Terbuka 6 100.0 0,422

Tertutup 6 100.0 0,131

Total 12 100.0

Berdasarkan tabel hasil pengukuran di atas, didapat bahwa data diatas normal. Dimana bila data berdistribusi normal p value > 0,05 dengan data pada siput langkitang terbuka p = 0,422 dan data siput langkitang tertutup p = 0,131.

Apabila data dikatakan normal maka selanjutnya digunakan uji T Dependen pada sampel siput langkitang yang terbuka dan pada siput langkitang yang tertutup.

4.3.2 Hasil Tes Uji T-Dependen pada Siput Langkitang yang Terbuka dan Siput Langkitang yang Tertutup

Tabel 4.5 Hasil Statistik Uji T-Dependen pada Siput Langkitang yang Terbuka dan Siput Langkitang yang Tertutup

Sampel Mean SD SE p N

Terbuka 5,464 2,507 1,023

0,17 6

Tertutup 1,127 0,867 0,354

Pada tabel di atas, berupa rata-rata dan standar deviasi pengukuran pertama dan pengukuran kedua. Rata-rata pengukuran pertama adalah 5,464 dengan SD = 2,507. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata dalah 1,127 dengan SD = 0,867.

Uji T berpasangan, terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah = 4,33 dengan SD = 3,04. Didapatkan p = 0,17 (sig 2

(17)

tailed), maka dapat disimpulkan ada perbedaan signifikan terhadap makanan antara pengukuran dengan dibiarkan dalam keadaan terbuka dan tertutup.

4.4 Karakteristik Pedagang 4.4.1 Data Umum

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pedagang

No Karakteristik Responden Jumlah %

Umur 1. 29 tahun 1 8.3 2. 30 tahun 1 8.3 3. 31 tahun 1 8.3 4. 33 tahun 1 8.3 5. 34 tahun 1 8.3 6. 40 tahun 4 33.3 7. 45 tahun 1 8.3 8. 55 tahun 1 8.3

Lama Berdagang Setiap Hari

1. 8 jam per hari 4 33.3

2. > 8 jam per hari 8 66.7

Alasan Memilih Lokasi Berdagang

1. Strategis atau mudah diliat calon pembeli

12 100.0

Sumber Siput Langkitang

1. Pasar Tradisional 12 100.0

Lama Proses Perebusan

1. 30 Menit 5 41.6

2. > 30 Menit 7 58.4

Frekuensi Penggantian Air dalam Proses Pencucian Siput Langkitang 1. 5 kali 2 16.7 2. 6 kali 3 25.0 3. 7 kali 3 25.0 4. 8 kali 2 16.7 5. 9 kali 1 8.3 6. 10 kali 1 8.3 Total 12 100

(18)

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa responden yang lebih banyak diwawancarai berada pada umur 40 tahun yaitu sebanyak 4 orang (33.3%). Sebagian besar responden berjualan selama > 8 jam per hari yaitu sebanyak 8 orang (66.7%). Seluruh responden memilih lokasi berdagang karena strategis atau mudah diliat oleh calon pembeli. Untuk sumber siput langkitang seluruh responden menjawab siput langkitang berasal dari pasar tradisional. Distribusi responden berdasarkan lama proses perebusan siput langkitang sebagian besar merebus siput langkitang selama > 30 menit yaitu sebanyak 7 orang (58.4). Frekuensi penggantian air dalam proses pencucian siput langkitang paling banyak adalah 6 kali dan 7 kali (25%).

4.4.2 Perilaku Pedagang A. Pengetahuan

Pengetahuan responden diukur dengan 14 pertanyaan mengenai perilaku pedagang terhadap pengolahan siput langkitang (Faunus ater) yang dijual di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017. Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Responden Mengenai Pengolahan

Terhadap Siput Langkitang

No Pertanyaan n %

1. Pengertian Timbal (Pb)

a. Logam berat yang beracun 3 25.0

b. Tidak Tahu 9 75.0

2. Ada logam berat timbal yang dapat masuk ke dalam siput langkitang

a. Ada 1 8.3

b. Tidak Ada 1 8.3

c. Tidak tahu 10 83.3

3. Sumber Timbal Berasal a. Asap Kendaraan Bermotor c. Tidak tahu

1 11

8.3 97.3 4. Timbal Berbahaya Bagi Kesehatan

(19)

a. Ya 3 25.0

c. Tidak tahu 9 75.0

5. Dampak dari Bahaya Timbal Bagi Kesehatan

b. Gangguan sistem syaraf, hipertensi sampai kanker 4 33.3

c. Tidak tahu 8 66.7

6. Jarak Berjualan dari Jalan Raya

a. Lebih dari 100 meter 8 66.7

b. Kurang dari 100 meter 2 16.7

c. Tidak tahu 2 16.7

7. Timbal dari Asap Kendaraan Bermotor dapat Mencemari Makanan

a. Ya, karena salah satu sumber timbal berasal dari asap kendaraan bermotor b. Tidak c. Tidak tahu 8 2 2 66.7 16.7 16.7 8. Lokasi Berjualan yang Memenuhi Syarat

a. Jauh dari sumber pencemar, tersedia tempat air bersih

9 75.0

b. Yang sering dilalui oleh pembeli 2 16.7

c. Tidak tahu 1 8.3

9. Mencegah Siput Langkitang dari Bahan Pencemar a. Mencuci dan merebus siput langkitang

dengan baik

9 75.0

b. Menggunakan penutup pada wadah 2 16.7

c. Tidak tahu 1 8.3

10. Peralatan Masak yang Memenuhi Syarat

a. Masih baru, berwarna cerah, mudah dibersihkan 1 8.3 b. Permukaan alat tidak cacat, mudah dibersihkan, saat

kontak dengan makanan tidak mengeluarkan logam berbahaya

11 91.7

11. Waktu yang dibutuhkan untuk Merebus Siput Langkitang

a. Lebih dari 30 menit 10 83.3

b. Kurang dari 30 menit 1 8.3

c. Tidak tahu 1 8.3

12. Air yang Baik digunakan untuk Mencuci Siput Langkitang

a. Air tergenang dalam ember 4 33.3

b. Air yang mengalir 8 66.7

13. Mengonsumsi Makanan Olahan Tercemar sama dengan Menggunakan Timbal

a. Ya 7 58.3

b. Tidak 2 16.7

c. Tidak tahu 3 25.0

14. Mengkonsumsi Siput Langkitang yang Tercemar Timbal dalam Jangka Waktu yang Lama Dapat Membahayakan Kesehatan

a. Tidak 1 8.3

b. Ya 7 58.3

c. Tidak tahu 4 33.3

(20)

Berdasarkan data di atas, sebagian besar responden telah mengetahui cara mencegah siput langkitang dari bahan pencemar adalah dengan mencuci dan merebus dengan baik. Hampir seluruh responden tidak mengetahui dampak timbal (Pb) bagi kesehatan. Padahal timbal (Pb) memiliki dampak yang berbahaya apabila dikonsumsi secara terus-menerus. Responden mengetahui bahwa peralatan masak yang memenuhi syarat adalah permukaan alat tidak cacat, mudah dibersihkan, saat kontak dengan makanan tidak mengeluarkan logam berbahaya.

A. Sikap

Sikap responden diukur dengan 8 pertanyaan mengenai perilaku pedagang terhadap pengolahan siput langkitang (Faunus ater) yang dijual di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017.

Tabel 4.8 Distribusi Sikap Responden Mengenai Pengolahan Terhadap Siput Langkitang No Pertanyaan Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju n % n % n % n % n % 1. Jarak tempat berdagang siput langkitang hendaknya jauh dari sumber pencemar yaitu 100 m 5 41.7 7 58.3 0 0 0 0 0 0 2. Tempat berdagang dekat dengan kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor 0 0 0 0 7 58.3 5 41.3 0 0 3. Wadah Penyimpanan hasil olahan 3 25.0 9 75.0 0 0 0 0 0 0

(21)

siput langkitang hendaknya diberi penutup untuk mengurangi pencemaran 4. Tidak menggunakan wajan yang terbuat dari alumunium 3 25.0 9 75.0 0 0 0 0 0 0 5. Siput langkitang yang telah diolah pada wadah yang dibiarkan terbuka lebar dapat mudah tercemar 1 8.3 11 91.7 0 0 0 0 0 0 6. Merebus siput langkitang hendaknya dilakukan selama ≥ 30 menit untuk menurunkan kadar timbal 3 25.0 9 75.0 0 0 0 0 0 0 7. Mencuci siput langkitang menggunakan air mengalir 2 16.7 10 83.3 0 0 0 0 0 0 8. Mencuci siput langkitang hendaknya dengan jeruk nipis untuk menurunkan kadar timbal 0 0 11 91.7 1 0 0 0 0 0 Total 12

Berdasarkan data di atas, sebagian besar responden setuju jika jarak tempat berdagang siput langkitang hendaknya jauh dari sumber pencemar yaitu 100 m. Responden juga setuju wadah Penyimpanan hasil olahan siput langkitang hendaknya diberi penutup untuk mengurangi pencemaran. Responden setuju

(22)

apabila merebus siput langkitang hendaknya dilakukan selama ≥ 30 menit untuk menurunkan kadar timbal (Pb).

B. Tindakan

Tindakan responden diukur dengan 6 pertanyaan mengenai perilaku pedagang terhadap pengolahan siput langkitang (Faunus ater) yang dijual di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017. Tabel 4.9 Distribusi Tindakan Responden Mengenai Pengolahan

Terhadap Siput Langkitang

N o

Pertanyaan Ya Tidak

n % n %

1. Jarak tempat berdagang siput langkitang jauh dari kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor yaitu ≥ 100 m

7 58.3 5 41.7

2. Wadah penyimpanan hasil olahan siput

langkitang diberi penutup untuk

mengurangi pencemaran asap kendaraan bermotor

12 100 0 0

3. Tidak menggunakan wajan yang terbuat

dari aluminium

4 33.3 8 66.7

4. Merebus siput langkitang dilakukan ≥ 30 menit untuk menurunkan kadar

12 100 0 0

5. Mencuci siput langkitang menggunakan air mengalir

5 41.7 7 58.3

6. Mencuci siput langkitang dengan jeruk nipis untuk menurunkan kadar timbal

3 25.0 9 75.0

Total 12

Berdasarkan data di atas, seluruh responden menggunakan wadah penyimpanan hasil olahan siput langkitang yang matang diberi penutup untuk mengurangi pencemaran asap kendaraan bermotor. Namun sebagian dari pedagang masih berjualan pada jarak yang dekat dengan jalan raya. Padahal jarak berjualan yang benar adalah jauh dari kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor yaitu ≥ 100 m. Sebagian responden masih menggunakan wajan yang terbuat dari

(23)

Penilaian tingkatan pengetahuan, sikap dan tindakan dilakukan dengan menghitung jumlah total skor jawaban responden. Berdasarkan skoring terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan responden mengenai analisis kadar timbal (Pb) dan perilaku pedagang terhadap pengolahan siput langkitang (Faunus ater) yang dijual di Kelurahan Rimbo Kaluang Kecamatan Padang Barat Kota Padang Tahun 2017.

Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mengenai Pengolahan Terhadap Siput Langkitang

No. Kategori Baik Tidak Baik

n % n %

1 Pengetahuan 0 0 12 100.0

2 Sikap 4 33.3 8 66.7

3 Tindakan 4 33.7 8 66.7

Total 12

Berdasarkan tabel 4.10 di atas, dapat diketahui bahwa pengetahuan responden paling banyak pada tingkat tidak baik yaitu berjumlah 12 orang (100%). Pada kategori sikap diketahui bahwa sikap responden paling banyak pada tidak baik yaitu berjumlah 8 orang (66.7%). Dan pada kategori tindakan responden paling banyak pada tingkat tidak baik yaitu berjumlah 8 orang (66.7%).

(24)

PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) Sebelum dan Sesudah dimasak pada Siput Langkitang

Pemeriksaan awal kadar timbal (Pb) dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) di UPTD Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dan menunjukkan adanya timbal (Pb) pada sampel siput langkitang. SNI 7387-2009 menyebutkan bahwa batas maksimum cemaran timbal (Pb) yaitu sebesar 1,5 mg/kg (ppm). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sampel siput langkitang yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat.

Pada siput langkitang sebelum dimasak sampel dengan kadar tertinggi terdapat pada sampel 11 dengan kadar timbal sebesar 5,047 mg/kg. Menurut Hutagalung (2001) logam berat secara alami memiliki konsentrasi yang rendah pada perairan. Tinggi rendahnya konsentrasi logam berat disebabkan oleh jumlah masukan limbah logam berat ke perairan.

Konsentrasi logam berat Pb pada siput langkitang (Faunus ater) cenderung memiliki konsentrasi yang besar. Dimana konsentrasi Pb pada siput langkitang yang terbesar adalah 5,047 mg/kg, sedangkan batas maksimum cemaran kadar timbal pada Gastropoda yang ditetapkan oleh SNI (2008) yaitu sebesar 1,5 mg/kg. Tingginyaa kadar timbal pada siput langkitang di dukung oleh penelitian Saenab (2013) bahwa kadar timbal pada siput langkitang di Desa Maroneng Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang rata-rata 1,82 mg/kg yang

(25)

artinya telah melampaui ambang batas yang diperkenankan oleh SNI yaitu sebesar 1,5 mg/kg.

Setelah dimasak kadar timbal (Pb) pada beberapa sampel mengalami penurunan tapi hanya sedikit saja dan beberapa lagi malah terjadi peningkatan. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh perilaku dari pedagang yang melakukan perebusan yang tidak sesuai. Walaupun mengalami penurunan kadar timbal tapi tetap saja di atas batas maksimum yang telah ditetapkan oleh SNI yaitu 1,5 mg/kg.

Pada sampel 1 terlihat ketika siput langkitang masih mentah kadar timbalnya sebesar 2,563 mg/kg, setelah dilakukan proses pemasakan kadar timbal naik menjadi 2,797 mg/kg. Hal ini bisa diakibatkan karena penggunaan kuali yang terbuat dari aluminium yang mengakibatkan kadar timbal menjadi naik, karena kuali yang terbuat dari aluminium dilapisi oleh timbal (Pb) peneliti berasumsi bahwa selama perebusan timbal yang terdapat pada kuali terkikis oleh spatula saat memasak maka timbal tersebut tercampur kedalam masakan tersebut. Selain itu, proses perebusan siput langkitang juga bisa menjadi faktor tingginya kadar timbal. Perebusan dengan waktu yang singkat juga dapat mempengaruhi kadar timbal. Para pedagang berasalan bahwa perebusan terlalu lama akan membuat tekstur dari siput langkitang tersebut tidak kenyal dan akan cenderung lembek. Hal ini akan mengurangi penjualan karena para pembeli lebih suka dengan tekstur siput langkitang yang masih kenyal. Pedagang cenderung merebus siput langkitang dengan melihat apakah air sudah mendidih atau belum. Namun terdapat juga sampel yang mengalami penurunan pada kadar timbal. Hal ini

(26)

sejalan dengan hasil penelitian dari Sari (2014) dimana perebusan selama 30 menit dapat menunjukkan penurunan kadar timbal sebesar 31,86%.

Banyaknya sampel yang tidak memenuhi syarat mempunyai dampak yang buruk bagi kesehatan. Tingginya kadar timbal yang masuk dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan toksisitas. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Aryanti (2013) bahwa kadar asupan maksimal timbal (Pb) adalah sebesar 50 mg/kg berat badan setiap harinya. Apabila tubuh mengalami keterpaparan timbal (Pb) lebih dari batas penggunaan maksimum yang sudah diperoleh tersebut, maka akan muncul gejala seperti wajah pucat, sakit perut, konstipasi, muntah, anemia dan sering terlihat garis biru pada gusi di atas gigi. Pada pemeriksaan psikologis dan neuropsikologis ditemukan gejala berkurangnya kemampuan sistem memori, konsentrasi menurun, sulit berbicara dan gangguan saraf lainnya. Dampak lebih lanjut dari keterpaparan timbal berlebih adalah gangguan sistem sintesa hemoglobin (Hb) yang mengakibatkan anemia serta gangguan pada organ reproduksi seperti keguguran pada janin pada wanita hamil dan menurunkan bahkan meningkatkan jumlah sperma secara abnormal pada pria.

5.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang Terbuka

Pada hasil pemeriksaan siput langkitang terbuka didapatkan hasil yang tinggi. Berdasarkan pemeriksaan di UPTD Laboratorium Kesehatan Sumatera Barat yang menunjukkan adanya timbal (Pb) pada setiap sampel dengan kadar diatas batas maksimum seperti yang telah ditetapkan SNI. Kadar tertinggi ditemukan pada sampel 2 dengan kadar sebesar 9,011 mg/kg dan terendah pada sampel 5 dengan kadar sebesar 2,798 mg/kg.

(27)

Faktor tingginya kadar timbal (Pb) adalah karena siput langkitang tidak menggunakan wadah penutup sehingga timbal yang terdapat pada asap kendaraan bermotor dengan mudahnya masuk ke dalam siput langkitang tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dari jam 16.00-18.00 WIB dengan alasan waktu tersebut merupakan waktu dimana lalu lintas kendaraan sedang padat dan merupakan jam sibuk sehingga jumlah partikel timbal di udara juga banyak. Pada jam tersebut masyarakat banyak datang untuk membeli siput langkitang dan duduk di tepi pantai sambil menikmati pemandangan. Siput langkitang yang ada dibiarkan terbuka dari jam 16.00-18.00 WIB untuk mengetahui kadar timbal yang terdapat pada siput langkitang tersebut.

Tingginya kadar timbal pada siput langkitang terbuka sejalan dengan penelitian Marbun (2010) yang menyebutkan terjadi peningkatan kadar timbal pada semua gorengan bakwan pada waktu sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan, tiga jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan hingga enam jam terpajan setelah diangkat dari kuali penggorengan.

Semakin lama makanan tersebut terpapar oleh asap kendaraan bermotor maka akan semakin banyak timbal (Pb) yang dikandung makanan tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Yulianti (2005) diperoleh hasil bahwa ada pengaruh lama waktu pajanan terhadap timbal (Pb) pada makanan jajanan yang dijual di depan Java Supermall Peterongan Semarang.

Sanjaya (2006) menyebutkan bahwa timbal yang berasal dari bahan bakar mengandung timbal yang merupakan sumber utama dari timbal di atmosfer dan daratan. Menurut Perkins (1998) sekitar 75% timbal dalam bensin diemisikan

(28)

dalam bentuk partikel, sedangkan 25% lainnya akan berada dalam kendaraan (saringan asap). Dari 75% timbal yang diemisikan itu dari kendaraan bermotor tersebut, sekitar 40% jatuh pada jarak dekat, 8% jatuh pada jarak agak jauh, 24% jatuh pada jarak jauh dan 3% tidak dapat diukur.

Lokasi berjualan yang terlalu dekat dengan jalan raya dan parkir kendaraan bermotor juga sangat mempengaruhi kadar timbal (Pb) pada makanan jajanan tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Karmila (2004) yaitu untuk mengetahui kandungan timbal pada beras yang ditanam di pinggir jalan. Hasilnya menunjukkan bahwa seluruhnya positif mengandung timbal dan semakin jauh jarak padi dari jalan raya semakin sedikit kandungan timbal (Pb) nya.

Pengambilan sampel dari pedagang siput langkitang yang berjualan di pinggir jalan menjadikan emisi dari asap kendaraan bermotor sebagai faktor utama sumber polusi timbal (Pb). Menurut Parsa (2001) dalam Antari (2007), polusi timbal (Pb) di kawasan jalan raya dan perkotaan sangat tergantung pada kecepatan lalu lintas, jarak terhadap jalan raya, arah dan kecepatan angin, cara mengendarai dan kecepatan kendaraan.

5.3 Hasil Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) pada Siput Langkitang Tertutup

Kadar timbal pada sampel siput langkitang yang tertutup memiliki kadar timbal rata-rata dibawah ambang batas. Kadar timbal pada sampel siput langkitang tertutup adalah berkisar dari 0,171 mg/kg – 2,755 mg/kg.

Kadar timbal pada sampel 1 memiliki kadar terendah ssebesar 0,171 mg/kg. Hal yang mungkin membuat rendahnya kadar timbal pada sampel tersebut

(29)

adalah karena wadah penutup nya cukup efektif untuk mengurangi cemaran sejalan dengan penelitian Siburian (2016) dimana kadar timbal pada minyak goreng yang memakai penutup pada wajannya memiliki kadar yang terendah.

Kadar timbal pada sampel 4 merupakan kadar tertinggi diantara semuanya dengan kadar sebesar 2,755 mg/kg. Tingginya kadar timbal pada sampel yang telah ditutup dengan wadah bisa diakibatkan karena penutup pada wadah kurang efektif dalam menghalangi bahan pencemar masuk ke dalam siput langkitang. Sehingga bahan pencemar tetap dapat masuk kedalam siput langkitang.

Penggunaan penutup pada wadah merupakan hal yang penting untuk mengurangi siput langkitang dari bahan pencemar seperti timbal yang berasal dari kendaraan bermotor karena timbal banyak terdapat pada asap kendaraan bermotor. Jarak pedagang yang dekat dengan jalan raya juga mendukung penggunaan penutup pada wadah tempat siput langkitang disajikan.

5.4 Karakteristik Pedagang 5.4.1 Data Umum

Data umum pada kuesioner adalah data yang berisi kondisi-kondisi yang bisa saja terkait dengan tinggi rendahnya kadar timbal pada siput langkitang. Hasil menunjukkan bahwa seluruh responden pedagang menjajakan dagangannya tepat di pinggir jalan raya yang ramai akan lalu lalang kendaraan bermotor dengan alasan lokasi tersebut sangat strategis, ramai dilalui, mudah dijangkau oleh calon pembeli dan tentunya menjadi kondisi yang bagus untuk mendatangkan keuntungan bagi mereka. Seluruh responden mengakui bahwa mereka membeli

(30)

siput langkitang dari pasar tradisional karena hanya di pasar tradisional terdapat penjual siput langkitang tersebut.

Selanjutnya, rata-rata lamanya mereka berdagang setiap hari adalah lebih atau sama dengan 8 jam per hari dengan rentang waktu dari pukul 14.00 WIB hingga 23.00 WIB. Rentang waktu ini sangat tepat bagi mereka, di mana pada saat itu merupakan jam pembeli mulai berdatangan dan alasan lain adalah mereka harus menghabiskan dagangan yang dimasak selama satu hari tersebut. Untuk hal perebusan siput langkitang, rata-rata lama perebusannya adalah lebih dari 30 menit tapi terkadang mereka juga mengatakan merebus siput langkitang hanya sampai air rebusan tersebut mendidih. Hal ini mereka lakukan untuk menjaga kualitas daging siput agar tetap baik.

Seluruh responden juga melakukan pencucian selama lebih dari 7 kali untuk memastikan siput langkitang benar-benar bersih dari lumpur-lumpur yang terdapat pada siput langkitang tersebut. Ketika ditanyakan mengenai dampak kesehatan yang timbul akibat mengonsumsi siput langkitang yang mengandung timbal seluruh responden menjawab tidak tahu.

5.4.2 Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh pedagang memiliki skor yang hampir sama tentang pengolahan siput langkitang yaitu 15 (53,3%) dari total minimal adalah 21 (75%), sehingga dapat dikatakan pengetahuannya tidak baik. Secara rinci seluruh responden tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan timbal , apakah timbal dapat masuk ke dalam siput langkitang, serta sumber dari timbal itu sendiri dan bahaya timbal bagi kesehatan. Merekapun jarang

(31)

mendengar kata timbal. Padahal timbal merupakan salah satu partikel pencemar. Sejalan dengan Wardhana (2001) bahwa terjadinya pencemaran udara karena adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara, dimana timbal (Pb) adalah salah satu partikel polutan pencemar.

Namun demikian, seluruh responden mengetahui bahwa cara mencegah siput langkitang dari bahan pencemar seperti timbal dengan cara mencuci dan merebus siput langkitang dengan baik. Mereka juga mengetahui bahwa waktu yang dibutuhkan untuk merebus siput langkitang adalah ≥ 30 menit, tanpa mengetahui bahwa perebusan siput langkitang selama ≥ 30 menit tersebut dapat

menimbulkan kadar timbal pada siput langkitang tersebut.

Seluruh pedagang juga mengetahui lokasi berdagang yang baik itu ≥ 100 m. Namun pada kondisinya lokasi berdagang siput langkitang < 100 m. Lokasi berdagang yang berada dekat dengan jalan raya merupakan salah satu faktor resiko tercemar oleh timbal. Hal ini dikarenakan banyaknya volume kendaraan bermotor menyumbang polusi udara sebesar 60-70%. Sehingga pada prinsipnya baik pedagang maupun dagangan siput langkitang sebenarnya berada pada kawasan resiko terpapar asap yang mengandung timbal (Pb) setiap harinya.

Pengetahuan tentang pengolahan siput langkitang tidak terlepas dari informasi yang diterima responden. Informasi yang didapat dari pendidikan formal, pengalaman sendiri atau orang lain, maupun dari berbagai media informasi yang disediakan. Hal ini sejalan dengan teori Achmadi (2014) bahwa faktor eksternal yang dapat memengaruhi pengetahuan yaitu faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat dan sarana.

(32)

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Kaitannya dengan pengetahuan pedagang adalah sejauh mana para pedagang mengetahui ataupun memperoleh informasi mengenai pengolahan siput langkitang. Kurangnya pengetahuan dapat berpengaruh pada tindakan yang akan dilakukan, karenanya menurut Green (1980) yang dikutip dari Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi untuk terjadinya perilaku.

5.4.3 Sikap

Seluruh pedagang menunjukkan sikap bagus karena setuju bila lokasi penjualan siput langkitang harus bebas dari pencemaran dengan jarak ≥ 100 m. Hal di atas turut meminimalisir cemaran timbal bila dilaksanakan dengan baik. Seluruh pedagang juga kurang setuju dengan jarak tempat berdagang mereka dekat dengan kepadatan lalu lintas.

Untuk penggunaan penutup pada wadah penyimpanan hasil olahan dari siput langkitang seluruh pedagang menyatakan sikap setuju terhadap hal tersebut. Alasan mereka adalah untuk melindungi siput langkitang dari debu-debu yang ada. Dari sini kita bisa melihat bahwa mereka sudah tahu bahwa penggunaan penutup wadah pada dagangannya adalah baik.

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Pada penelitian ini sikap pedagang dapat diartikan sebagai reaksi atau respon tentang setuju/ tidaknya pedagang terhadap beberapa opsi pertanyaan seputar pencemaran udara oleh timbal (Pb) akibat asap kendaraan

(33)

bermotor. Wujud nyata dari sikap ini adalah tindakan, dimana terkadang banyak sikap yang positif tetapi tidak diikuti dengan tindakan yang diharapkan sesuai dengan sikap itu tadi.

5.4.4 Tindakan

Dalam hal ini, tindakan merupakan bentuk nyata perilaku pedagang siput langkitang dalam menghindari makanan olahannya dari cemaran timbal (Pb). Tindakan yang sesuai dengan prinsip higiene dan sanitasi makanan akan beresiko lebih kecil tercemar polutan baik dari udara, air maupun penjamah itu sendiri. Tindakan ini juga merupakan penentu akhir besar-kecilnya kadar timbal yang terkandung dalam siput langkitang yang dijual oleh para pedagang tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden membuka usaha dagangannya dipinggir jalan raya dengan alasan banyak calon pembeli yang dapat melihat serta membelinya. Hampir seluruh responden mencuci siput langkitang dengan air yang ada pada ember dengan alasan penghematan penggunaan air. Padahal seharusnya pencucian siput langkitang dilakukan dengan menggunakan air mengalir.

Berdasarkan hasil yang menunjukkan bahwa semua responden memiliki perilaku yang tidak baik dalam mengolah siput langkitang, sehingga diduga menjadi penyebab tingginya kadar timbal dalam sampel siput langkitang. Hal ini didukung oleh lokasi berdagang mereka yang berada tepat dipinggi jalan yang ramai akan lalu lalang kendaraan bermotor, sehingga cemaran timbal melalui asap kendaraan bermotor menjadi lebih tinggi pada siput langkitang yang dijual oleh pedagang siput langkitang.

(34)

Para konsumen yang suka jajan di pinggir jalan harus berhati-hati karena makanan yang tercemar akan merusak kesehatan seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa pengkonsumsian bahan makanan yang tercemar logam berat oleh konsumen secara terus-menerus akan terakumulasi dalam jaringan tubuh sehingga lambat laun akan membahayakan kesehatan konsumen itu sendiri.

Mengingat resiko yang ditimbulkan tersebut, maka perlu kiranya dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap masyarakat akan pencemaran timbal (Pb) ini. Beberapa upaya yang bisa dilakukan antara lain mendukung dan terus melanjutkan program penghapusan bensin bertimbal oleh pemerintah, sekaligus mencari bahan alternative lain untuk mengurangi/menghilangkan penggunaan timbal (Pb) pada bahan bakar kendaraan bermotor. Upaya lain yakni dengan melakukan penanaman pohon di pinggir jalan yang dapat menyerap timbal (Pb) misalnya pohon mahoni, mangga, akasia dan lain-lain, untuk mengurangi pemaparan timbal (Pb) pada makanan jajanan. Penanaman pohon peneduh jalan juga perlu dilakukan. Penelitian Antari, dkk (2007) membuktikan jenis pohon peneduh seperti Angsana dan Glodogan memiliki daun berdaya serap tinggi terhadap timbal (Pb). Melakukan pemantauan rutin terhadap kadar timbal (Pb) di udara dan dalam darah masyarakat yang beresiko tinggi, seperti para tukang becak, polantas, siswa/i SD, dan lain-lain

(35)

1. Kandungan timbal (Pb) tertinggi pada siput langkitang yang mentah adalah 5,074 mg/kg dan terendah adalah 0,617 mg/kg. Dimana batas yang telah ditetapkan adalah 1,5 mg/kg. Kandungan timbal (Pb) tertinggi pada siput langkitang yang matang adalah 4,860 mg/kg dan terendah adalah 0,639 mg/kg. Kandungan timbal (Pb) tertinggi pada siput langkitang yang terbuka adalah 9,011 mg/kg dan terendah adalah 2,798 mg/kg.. Kandungan timbal (Pb) tertinggi pada siput langkitang yang tertutup adalah 2,755 mg/kg dan terendah adalah 0,171 mg/kg.

2. Berdasarkan hasil kuesioner untuk pengetahuan pedagang terhadap pengolahan siput langkitang didapatkan hasil bahwa masih kurangnya pengetahuan pedagang tentang bagaimana mengolah makanan dengan baik dan benar. Disamping itu masih minimnya pengetahuan pedagang tentang paparan timbal (Pb) terhadap makanan dari emisi asap kendaraan bermotor.

3. Berdasarkan hasil kuesioner untuk sikap menunjukkan bahwa hampir seluruh pedagang memiliki sikap tidak baik dalam pengolahan siput langkitang.

4. Berdasarkan hasil kuesioner untuk tindakan juga menunjukkan hampir seluruh pedagang memiliki tindakan yang tidak baik dalam proses pengolahan siput langkitang.

(36)

6.2 Saran

1. Kepada Para Pedagang Siput Langkitang

a. Sebaiknya lebih meningkatkan kesadaran akan pentingnya menerapkan prinsip hygiene dan sanitasi pengolahan makanan, agar makanan yang diolah lebih berkualitas dan tidak membahayakan kesehatan pembeli/konsumen

b. Dalam proses perebusan sebaiknya dilakukan selama > 30 menit karena berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium merebus selama > 30 menit dapat menurunkan kadar timbal sebesar 30%

c. Dalam proses pencucian sebaiknya dilakukan lebih dari 7 kali agar timbal yang terdapat pada siput langkitang dapat hilang saat proses pencucian.

2. Kepada para konsumen jajanan siput langkitang, sebaiknya harus lebih selektif dalam memilih jajanan, baik dari segi lokasi berdagang maupun kesadaran pedagang dalam menerapkan prinsip higiene dan sanitasi pengolahan siput langkitang tersebut.

3. Kepada pemerintah setempat, misalnya Dinas Kesehatan Kota Padang, sebaiknya rutin melakukan sosialisasi tentang potensi bahaya yang bisa saja mencemari dagangan para pedagang siput langkitang dan juga membuat peraturan tentang syarat- syarat untuk berjualan yang benar.

(37)

4. Kepada media informasi, baik cetak maupun elektronik, untuk meningkatkan penyebarluasan informasi mengenai makanan jajanan sehat kepada masyarakat umum, khususnya pencemaran akibat timbal (Pb) ini.

Referensi

Dokumen terkait

Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang.. lebih pekat, di mana antar partikel secara bersama-sama

Nama-nama terlampir dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI dinyatakan telah lulus seleksi Tahap Awal dan berhak

Sebelum digunakan sebagai alat pengumpul data, maka instrumen tersebut harus diuji coba terlebih dahulu agar memenuhi syarat sebagai alat ukur. Instrumen yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat rasio kesehatan bank yang diukur dengan CAR, FDR, dan BOPO terhadap peningkatan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara pengolahan limbah plastik HDPE menjadi agregat kasar buatan untuk campuran beton ringan, untuk mengetahui perilaku

Hasil pengamatan intensitas warna dari ekstrak kulit buah manggis yang telah disimpan pada suhu kamar dengan kondisi gelap selama 1 dan 2 hari menunjukkan perubahan intensitas

Dari eksperimen yang dilakukan terlihat bahwa terjadi penurunan tingkat kebisingan rata-rata secara keseluruhan dapat memenuhi standar-standar yang diberlakukan (IMO, SNI dan

Beban yang terpasang pada jaringan listrik mikro arus searah, memperoleh pasokan daya dari PLTS dan PLTB yang masing-masing pembangkit dilengkapi baterai dengan