• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ulama dalam Dinamika Politik Kerajaan Sa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ulama dalam Dinamika Politik Kerajaan Sa"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ULAMA DALAM DINAMIKA POLITIK

KERAJAAN ARAB SAUDI

Oleh : HASBI ASWAR

Alumni Pasca Sarjana Hubungan Internasional FISIP UGM

Ulama dalam tradisi Islam adalah sosok yang sangat penting dalam menjaga berjalannya penerapan syariat Islam di masyarakat atau di negara Islam. Ulama bisa berada di sisi masyarakat dan atau berada disisi penguasa. Peran ulama menjadi berubah saat terjadinya modernisasi politik di negara-negara bekas wilayah kekuasaan Usmani. Banyak ilmuwan yang menganggap bahwa peran ulama tergusur dan akhirnya menjadi subordinat dari penguasa atau bahkan menjadi legitimasi bagi kebijakan-kebijakan pemerintah. Tulisan ini mengkaji peran ulama dalam dinamika kerajaan Saudi dan hasilnya memperkuat argumentasi dari para ilmuwan yang pesimis tadi. Keyword: Ulama, Politik, Kerajaan Arab Saudi, legitimasi

A. Pendahuluan

Negara yang saat ini memiliki identitas Islam yang sangat kuat adalah Kerajaan Saudi Arabia. Sejak keruntuhan kekuasaan Islam yang berbasis di Turki tahun 1924, negara Saudi inilah yang masih tetap bertahan untuk menyematkan Islam sebagai dasar negara. Meskipun ada banyak perbedaan ketika membandingkan dinamika politik dalam kerajaan Saudi dan kekuasaan-kekuasaan Islam sebelumnya. Bahkan walaupun mengaku sebagai negara Islam ada banyak kelompok dari umat Islam yang tidak mengakui keabsahan kerajaan Saudi sebagai sebuah negara Islam salah satunya kelompok al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden

Ketika sebuah negara melandasi dirinya dengan Islam maka konsekuensinya secara otomatis akan mengarahkan kita untuk menelisik lebih jauh mengenai konstitusi negara tersebut dan sistem-sistem yang dibangun oleh negara itu baik itu sistem politik, ekonomi, pendidikan, hukum, kebijakan pendidikan dan luar negeri. Bagaimana semua sistem itu dibangun dari sudut pandang Islam. Salah satu unsur yang berperan penting dalam merumuskan sistem-sistem tersebut adalah para ulama. Dalam tradisi Islam, ulama telah diakui sebagai pemilik otoritas untuk menafsirkan dan membuat ijtihad-ijtihad baru dalam sebuah masyarakat. Ibnu Taymiyyah pernah menyatakan: “dua kelompok yang memiliki otoritas untuk memimpin kebaikan masyarakat: ulama untuk memutuskan persoalan hukum dan penguasa untuk menerapkan hukum. Masyarakat harus patuh terhadap penguasa1.

Kerajaan Arab Saudi sendiri jumlah ulama saat ini diperkirakan sekitar 20.000 orang2. Tahun 1971 kerajaan Saudi mendirikan sebuah lembaga untuk para ulama terkemuka sebagai wadah kordinasi antara pemerintah dan para ulama yang disebuh Hay`at kibaril ulama atau dewan ulama senior yang dipimpin oleh seorang mufti besar. Tulisan ini akan menguraikan secara deskriptif dinamika peran ulama dalam politik kerajaan Arab Saudi.

a. Ulama

Ulama adalah bentuk jamak dari Alim yang berarti seseorang yang memiliki ilmu. Dalam tradisi Islam ulama adalah orang yang memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu-ilmu keislaman. Berdasarkan atas keilmu-ilmuwan yang dimilikinya sehingga ulama dianggap sebagai penjaga atau pewaris ajaran-ajaran Islam dan penjaga Islam itu sendiri. Otoritas sebagai penafsir dan penjaga syariat Islam ini menjadikan ulama berada di posisi yang tinggi dalam masyarakat. Dalam sebuah negara yang berasaskan Islam, para ulama menduduki

(2)

berbagai posisi dalam masyarakat atau negara baik secara formal maupun informal seperti, sebagai mufti, Qadhi (hakim), Khatib (penceramah), Mudarris (guru, dosen)3.

Secara historis ulama memiliki otoritas yang kuat dalam masyarakat karena menjadi penafsir dan penjaga sikap dan perilaku masyarakat serta menjadi tempat masyarakat bertanya tentang hukum/legalitas dalam perbuatan mereka. Hubungannya dengan pemerintah, Ulama biasanya menjadi penasehat bagi pemerintah, pemberi fatwa, pemegang otoritas dalam pendidikan dan kehakiman. Ulama juga berperan sebagai penghubung antara rakyat dan penguasa. Sering dimintai masukan oleh pemerintah dan terkadang pula ulama berada di fihak rakyat sebagai oposisi kepada pemerintah yang dianggap zalim dan menindas masyarakat. di Mesir, pada era pendudukan Inggris dan Perancis ulama menjadi bagian penggerak utama dari kelompok oposisi yang melawan penjajah. Posisi istimewa tersebut menjadi berkurang saat negara-negara Islam bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran barat mengenai modernisasi. Modernisasi struktur politik dan pemerintahan, pendidikan, kehakiman perlahan-lahan menggeser peran aktif ulama dalam bidang-bidang tersebut. Peran ulama akhirnya malah menjadi rubber stamp bagi pemerintahan 4.

Pengaruh modernisasi terhadap ulama diungkap juga oleh Noah Fieldman bahwa setelah berabad-abad ulama menjadi state balance of power, penyeimbang kekuataan eksekutif dan penjaga penerapan hukum Islam dalam kerajaan Usmani mereka akhirnya tersingkirkan dengan dibuatnya reformasi hukum pada abad 19 yang akhirnya mensubordinasi hukum syariah dan ulama tinggal menjadi alat legitimasi kekuasaan pemerintah. Fieldman menyimpulkan:

The core claim for continuity relies on a set of related observations. First, in the traditional Sunni constitutional order, the shari‘a was a transcendent, divine source of law interpreted exclusively by the scholars; but in the late Ottoman period, and in the constitutional orders that prevailed through most of the Sunni world after World War I, the shari‘a became instead a set of rules defined and applied by authority of the state. In many cases, the jurisdiction of the shari‘a shrank to encompass only matters of family law. Second, the scholars went from quasi-autonomous keepers of the law to, at best, dependent state functionaries. At worst, the scholars turned into purely religious figures irrelevant to adjudication or to governance more generally. Third, as a result of the first two changes, the scholars ceased to be necessary to legitimate the existing government5.

Dalam konteks yang lebih kontemporer Gibreel Gibreel menuliskan hubungan antara ulama dan pemerintah di Timur Tengah sebagai dua hubungan yang interdependen. Menurut Gibreel, meskipun para ulama tidak menempati posisi legislatif dalam Negara-Negara Arab namun kekuasaan mereka ada pada dua jalan utama yaitu, mempengaruhi opini publik dan memberi legitimasi atau membangkang dari pemerintah. Poin yang pertama, opini publik, bisa dijadikan oleh Ulama untuk memobilisasi umat islam untuk mendukung atau menentang kebijakan pemerintah. Sementara poin kedua, posisi penting ulama membuka akses langsung untuk berinteraksi dengan pemerintah6.

b. Histori Hubungan Ulama dan Pemerintah Saudi

3 Alejandra Galindo Marines .2001. The relationship between the ulama and the government in the contemporary Saudi Arabian Kingdom: an interdependent relationship?, Durham theses, Durham University, Hal: 2-3

4 Meir Hatina. 2010. ʿUlamaʾ , Politics, and the Public Sphere An Egyptian Perspective. Salt Lake City: The University of Utah Press, hal: 5

5 Noah Feldman. 2008. The fall and rise of the Islamic state.New Jersey: Princeton University Press, 41 William Street, hal: 81

6 Gibreel Gibreel. 2001. The Ulema: Middle Eastern Power Brokers. Middle East Quarterly.

(3)

Hubungan antara ulama dan penguasa di Arab Saudi secara historis telah terjalin sejak abad ke 18 di era Muhammad ibnu Abdul Wahhab dan Muhammad ibnu Saudi. Mereka berkoalisi untuk memperluas ajaran Abdul Wahhab yang kini dikenal dengan ajaran Wahhabi dan memperluas kekuasaan ibnu Saudi di Jazirah Arab saat itu7. Sejak saat itu, agenda-agenda politik Ibnu Saud mendapatkan dukungan relijius melalui fatwa-fatwa Abdul Wahhab. Simbiosis mutualisme antara kedua entitas, pemerintah dan ulama masih tetap berjalan meskipun dalam sejarahnya terjadi pasang surut dalam politik kerajaan Saudi. seperti pada peristiwa perang antara kekuasaan Saudi dan kekhalifahan Usmani tahun 1790an yang memenangkan turki usmani pada dan menghapuskan kekuasaan kerajaan Ibnu Saudi8. Kemudian kekuasaan Saudi bangkit lagi tahun 1824 setelah penerus kerajaan Saudi, Muhammad Ali merebut kembali kekuasaan di Riyadh yang telah diambil oleh kekuasaan Usmani dan kemudian mengkonsolidasi kekuasaan dan mengembalikan martabat mazhab wahhabi dan para ulamanya9. Namun, runtuh kembali tahun 1837 setelah diserang oleh Mesir. Dan bangkit kembali tahun 1843. Posisi ulama masih tetap menjadi pendukung setia dari Kerajaan Saudi. Dukungan tersebut tetap langgeng hingga berdirinya kerajaan Arab Saudi secara resmi tahun 1932.

Setelah terbentuknya kerajaan Saudi proses modernisasi struktur pemerintahan dan birokratisasi ulama terjadi menjadi hal yang tak terelakkan bagi pemerintah Saudi di masa Raja Faizal tahun 1950an. Modernisasi secara massif terjadi utamanya setelah Raja Saudi mengeluarkan 10 program reformasi dalam kekuasaan dinasti Saudi termasuk, merumuskan konstitusi baru, membentuk bandan konsultasi dan pemerintahan lokal. Setelah itu dibentuk berbagai kementerian, biro-biro dan agensia-agensi yang bertanggung jawab dalam hal perminyakan, urusan-urusan wilayah, pekerjaan dan perencanaan publik. Disamping itu, ulama juga dibirokratisasi melalui pembentukan agensi-agensi pemerintah yang berkaitan dengan penelitian agama, pendidikan perempuan, urusan masjid dan yayasan keagamaan. Reformasi ini, modernisasi dan birokratisasi menurut Yassini, berdampak pada berkurangnya peran ulama atau agama dalam ruang publik serta, birokratisasi ulama menjadikan ulama berada di dalam kontrol kuasa kerajaan Saudi10. Sejak reformasi tersebut peran ulama yang berada di kontrol kekuasaan membenarkan tesis dari Gibreel Gibreel mengenai peran ulama di Saudi sebagai pemberi legitimasi atas kebijakan-kebijakan pemerintah.

Tahun 1971 pemerintahan Saudi membentuk Dewan Ulama Senior berfungsi sebagai lembaga konsultatif antara pemerintah dengan ulama. Lembaga ini dipimpin oleh seorang mufti besar yang telah ditunjuk oleh pemerintah Saudi. Kedua lembaga ini melakukan pertemuan rutin setiap minggu. Dalam isu-isu tertentu pemerintah biasanya meminta persetujuan atau sanksi publik dari para ulama senior tersebut11. dalam perjalanannya, lembaga ini menjadi sarana konsolidasi publik kerajaan untuk mendukung aktifitas pemerintah. Menurut Madawi Rasheed, para ulama di Saudi, khususnya ulama senior, memiliki tiga mekanisme dalam mendukung konsolidasi politik pemerintah yaitu, Hijrah, Takfir dan Jihad. Konsep hijrah ini digunakan untuk membuat garis pemisah antara negara Islam Saudi dan negara lain. pada Pada abad 18 wilayah Saudi lah yang dianggap sebagai

7 Anthony B. Toth. 2008. Saudi Arabia. Microsoft® Student 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation,.

8 David Commins. 2006. The Wahhabi Mission and Saudi Arabia. London: I.B.Tauris & Co Ltd, Hal: 42

9 Ibid, hal: 45 10 Ibid, hal: 106

(4)

tempat yang paling tepat untuk berhijrah dibandingkan provinsi-provinsi lain dibawah kekuasaan Usmani yang sudah sesat12.

Metode kedua untuk mengokohkan kedudukan stabilitas politik di Saudi adalah dengan melalui takfir atau penyesatan kepada orang-orang muslim yang berbeda dengan pendapat resmi yang dikeluarkan oleh para ulama Saudi baik dalam perkara aqidah dan ibadah ataupun sosial dan politik. Orang-orang atau kelompok yang telah disematkan label kafir atasnya maka, pemerintah wajib untuk mengajak orang tersebut bertaubat jika tidak maka, wajib atasnya untuk dibunuh atau diperangi. Sikap ini telah diperlihatkan oleh Muhammad ibn Abdul Wahhab ketika mengkafirkan masyarakat Muslim dibawah kekuasaan Usmani yang kemudian menjadi justifikasi bagi kelompok Abdul Wahhab dan Ibnu Saud untuk memerangi mereka. Cara ketiga koalisi Saudi-Wahhabi untuk mengokohkan posisi politiknya adalah melalui Jihad atau memerangi orang-orang kafir. Praktek ini sering didengung-dengungkan oleh ulama Saudi utamanya pada masa-masa pembentukan dan ekspansi kekuasaan Saudi.13

Ketiga poin tersebut menurut Rasheed, meski mengatasnamakan terminology Islam namun kosong dari makna Islam karena telah berubah menjadi senjata politik (political weapon) untuk mengkonsolidasikan kerajaan dan ulama sebagai penjaga moralnya. 14

Sebenarnya tidak semua ulama di Saudi menjadi pendukung setia pemerintahan Saudi. ulama yang dimaksud hanyalah yang tergabung dalam Dewan Ulama Senior dan Mufti. Ada banyak ulama independent, dikampus, atau imam yang memiliki pandangan berbeda dengan ulama Senior dan bahkan sering mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah namun, mereka biasanya diintimidasi, ditangkapi atau dipenjara begitupun juga nasib kelompok-kelompok oposisi yang lain.

c. Beberapa Kasus

Terdapat beberapa kasus yang memperlihatkan pentingnya peran ulama senior di Arab Saudi dalam mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah. Diantaranya, kasus pendudukan masjidil haram oleh kelompok salafi tahun 1979. Peristiwa perang teluk 1990 dan munculnya kritik dari para tokoh dan ulama di internal Saudi di era perang teluk atau pasca perang teluk.

1. Pengepungan Masjidil Haram 1979

Tahun 1979 kelompok oposisi yang mengatas namakan diri sebagai Jama`a al-Salafiyyah al-Muhtasib dipimpin oleh Juhayman al-Utaybi bersama Muhammad ibn Abdullah al-Qahtani mengepung masjidil haram di Makkah selama tiga minggu dan menyandera sekitar 130 orang yang sedang beribadah. Gerakan ini muncul sebagai respon terhadap kebijakan modernisasi pemerintah Saudi seperti pengadopsian teknologi baru di Saudi. Pada pernyatan sikap yang disampaikan pada saat penyanderaan masjid, kelompok ini menyerukan untuk menghapus pengaruh budaya barat dan memutus hubungan kepada negara-negara barat yang telah mengeksploitasi negara Saudi. Para ulama juga dianggap gagal untuk mengoreksi kebijakan-kebijakan pemerintah yang menentang Islam oleh karenanya, menurut mereka, kerajaan Monarki Saudi harus dijatuhkan dan diganti dengan pemerintahan Islam yang benar dan lurus15. Ulama juga dianggap telah dibeli oleh Penguasa Saudi untuk mendukung kerajaan. Syekh Abdul Aziz bin Baz, mufti besar Saudi, dianggap sebagai alat manipulasi

12 Madawi Rasheed. 2007. Contesting the Saudi State: Islamic Voices from a New Generation. New York: Cambridge University Press, Hal: 34-37

(5)

keluarga kerajaan yang korup16. Sebagai pemimpin gerakan Salafiyyah, Juhayman menolak pendapat para ulama Wahhabi yang mengharamkan menjatuhkan pemerintah yang sah selama belum kufur dan melarang pelaksanaan ajaran Islam. Juhayman menganggap tidak ada negeri Islam yang betul-betul menjalankan pemerintahan Islam sebenar-benarnya karena telah mengadopsi sistem-sistem pemerintahan asing. Kelompok ini akhirnya bisa ditumpas setelah Saudi mendapatkan bantuan dari 100.000 tentara Pakistan dan bantuan intelijen dari pemerintah Perancis, Amerika dan Jerman. Juhayman dieksekusi mati dan al-Qahtani meninggal dalam peperangan.

Yang penting dalam peristiwa ini adalah, tindakan keras pemerintah terhadap para “pemberontak” baru diambil setelah raja Khalid meminta fatwa dari dewan ulama senior dan fatwa tersebut keluar dan mendukung untuk bertindak tegas pada kelompok salafi tersebut . Dalam fatwa yang diputuskan tahun 1979 tertulis:

“…..On Tuesday, His Majesty King Khalid ibn 'Abd al-'Aziz al-Sa'ud called us, the undersigned, and we met in his majesty's office in al-Ma'dhar. He informed us that at dawn that day…. We told him that it is incumbent to call on them to surrender and lay down their arms. If they did, their surrender would be accepted and they would be imprisoned until their case was considered according to the Sharia. If they refused, all measures would be taken to seize them and to kill those who were not arrested or had not surrendered”17.

2. Perang Teluk 1990

Pada saat terjadinya Invasi Irak terhadap Kuwait, Raja Fahd merasa khawatir bahwa ekspansi Irak akan berlanjut ke Saudi setelah Kuwait ditaklukkan. Raja Fahd juga khawatir untuk meminta bantuan dari Amerika Serikat karena akan menjatuhkan citranya sebagai

Khadimul Haramain (penjaga dua kota suci) jika memanggil tentara kafir untuk datang ke Arab Saudi. Bahkan saat pertama kali AS menawarkan bantuan keamanan ke Saudi para ulama dan masyarakat domestik menolak rencana tersebut. Setelah diskusi yang panjang akhirnya mufti besar yang saat itu dipegang oleh Abdul Aziz bin Baz dan para ulama dalam dewan senior ulama bersepakat untuk mendukung kebijakan pemerintah dengan syarat-syarat yang ketat bagi pasukan asing tersebut seperti, harus menghormati tradisi kerajaan, harus segera meninggalkan Saudi jika tidak dibutuhkan lagi dan harus tunduk pada polisi agama atau Komite amar ma`ruf nahi munkar. Berikut kutipan singkat fatwa dewan ulama senior:

“ Dengan segala kemungkinan, Dewan ulama senior mendukung tindakan yang diambil oleh pemerintah, semoga Allah menganugerahinya kesuksesan; mempersiapkan kekuatan yang dilengkapi dengan perlengkapan yang bisa menggentarkan dan menimbulkan rasa takut bagi siapa saja yang ingin menyerang negeri Ini. kewajiban ini dituntut oleh kondisi tertentu dan menjadi tak terelakkan karena situasi yang sangat menyakitkan tersebut. Dasar hukum dan fakta menuntut bahwa yang memegang urusan kaum muslimin harus mencari bantuan kepada yang lain yang mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini telah diperintahkan dalam quran dan sunnah agar bersiap siaga sebelum terlambat”18.

Fatwa ini menjadi pendukung kebijakan pemerintah Saudi untuk memberikan kebebasan kepada militer Amerika Serikat untuk membuat pangkalan militer di wilayah kerajaan. Kebijakan pemerintah Saudi yang didukung oleh fatwa ulama menimbulkan

16Joseph A. Kechichian. 1986. The Role of the Ulama in the Politics of an Islamic State: The Case of Saudi Arabia. International Journal of Middle East Studies, Vol. 18, No. 1, Hal 59

17 Ibid, hal 66-67

(6)

kemarahan di kalangan kelompok mujahidin al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin Laden. Kemarahan ini menjadi sebab dari deklarasi Kecaman dan Tokoh-tokoh Islam perang al-Qaeda terhadap Amerika dan kerajaan Saudi tahun 1996 untuk mengusir Pendudukan Amerika di dua kota suci.19 Kritik juga muncul dari banyak tokoh-tokoh ulama yang menganggap Arab Saudi telah menguasai rumah Islam. para tokoh tersebut mengingatkan dengan mengirim surat ke Dewan Ulama Senior dan Institusi fatwa dan penelitian bahwa musuh yang lebih besar bukan Saddam tapi Amerika dan negara barat20. 3. The age of petitions

Setelah Perang Teluk berlangsung, tahun 1991 terjadi kegoncangan ekonomi di internal kerajaan Saudi sebagai dampak dari Perang Teluk dan mengakibatkan munculnya ketidakpuasan terhadap pemerintah. Legitimasi penguasa dihadapan sebagian ulama juga berkurang akibat aliansi Saudi dan Amerika Serikat dalam Perang Teluk.

Pada saat yang sama, di kubu kelompok islam muncul petisi yang ditujukan ke pemerintah, Khitab al-Mathalib, yang ditandatangani sekitar 52 petinggi ulama terhadap pemerintah Saudi yang berisi tuntutan-tuntutan kepada pemerintah untuk lebih taat pada aturan syariah seperti, bidang kehakiman, angkatan bersenjatan, ekonomi, sosial dan administrasi publik. Juga, meminta pemerintah untuk mencabut kebijakan pembatasan terhadap para ulama, khatib dan ilmuwan. Surat tuntutan tersebut juga disebarkan ke publik baik domestik dan internasional. Tiga tokoh yang paling populer melakukan penyebaran opini publik pembangkangan terhadap pemerintah adalah Safar Hawali, Salman al-Awdah, dan `Aidh al-Qarni. Kaset-kaset ceramah mereka beredar di publik yang berisi kritik atas kebijakan-kebijakan pemerintah. Safar Hawali dan Salman al-Awdah dikenal sebagai syekh

sahwa Islamiyyah (kebangkitan) simbol yang disematkan bagi ulama para pejuang kebangkitan Islam (revivalis Islam) di Saudi.

Kemudian tahun 1992, Mudhakkirat al-Nasihah (memorandum of advice) yang ditandatangani oleh 100 ulama dikirim ke Mufti abdul Aziz bin Baz sebagai nasehat kepada pemerintah untuk menerapkan Islam secara lebih utuh. Dan pemberian kebebasan politik bagi para ulama, sarjana, dan guru untuk menulis dan mencetak tulisan serta berceramah. Pemberian kebebasan bagi ulama untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas pemerintahan untuk memastikan penerapan syariah Islam; revisi kurikulum universitas, menghentikan nepotisme, sensor terhadap produk-produk asing dsb21.

Akibat tekanan-tekanan dari kalangan oposisi Islam dan opini yang gencar yang dibentuk di masyarakat pemerintah Saudi meminta dewan ulama senior mengeluarkan fatwa mengecam para oposisi sebagai provokator pemecah kerajaan, melanggar aturan dengan melakukan kritik publik yang lebih menonjolkan kekurangan kerajaan dibandingkan kebaikan-kebaikannya. Dewan juga mengecam ulama oposisi yang melanggar etika nasehat-menasehati seperti yang telah dituntunkan oleh Islam. Sejak tahun 1992 hingga tahun 1994 pemerintah sibuk melakukan stabiliasi opini publik dan mengawasi, mengintimidasi dan menahan kalangan oposisi, mayoritas dari kalangan islamis, Syekh Safar Hawali dan Syekh Salman al-Awdah ditahan tahun 1994 dan dilarang oleh fatwa mufti besar, Syekh bin Baz, untuk mengajar, mengadakan pertemuan dan merekam ceramah. 22 Tokoh-tokoh Sahwa Islamiyyah dibebaskan oleh rezim pada tahun 1999.

19 David Commins, op.cit,Hal: 187-188 20 James Wynbrand, Hal: 256

21R. Hrair Dekmejian. 1994. The Rise of Political Islamism in Saudi Arabia. Middle East Journal, Vol. 48, No. 4,Hal: 633-634

(7)

4. Kontraterorisme dan Arab Spring

Peristiwa teror yang menimpa Amerika Serikat tahun 2001 juga menimpa kerajaan Arab Saudi. sejak tahun 1995 telah terjadi serangan teror di Arab Saudi. Osama bin Laden dianggap sebagai aktor utama di balik serangan tersebut. Serangan teror yang terjadi secara massif di Saudi dimulai tahun 2003 oleh kelompok al-Qaeda di Jazirah Arab yang dipimpin oleh Yusuf al-Uyayri 23. Serangan teror tersebut diarahkan pada fasilitas-fasilitas asing, warga-warga asing, fihak keamanan dan pemerintahan Saudi, pengeboman konsulat Amerika, ledakan bom mobil, penembakan mati pekerja asing 24. Tahun 2008 al-Qaeda di Saudi berhasil diberantas, pemimpin-pemimpinnya berhasil ditembak mati, Yusuf al-Uyayri, Turki al-Dandani dan Ahmad al-Dukhayy. 25 Sekitar 9.000 orang telah ditahan atas tuduhan terindikasi terlibat dalam gerakan teror dalam operasi kontraterorisme antara tahun 2003-2007 26.

Kesuksesan program-program kontraterorisme yang dibuat oleh pemerintah Saudi juga tak lepas dari dukungan dewan ulama senior dan mufti. Fatwa menjadi alat untuk mengontrol opini publik mengenai ketidakabsahan tindakan teror dan sesatnya para pelaku teror tersebut sehingga tindakan-tindakan pemerintah mendapatkan legalitas secara religius untuk memberantas terorisme.

Sejak peristiwa 9/11 tahun 2001 mufti dan dewan ulama senior telah mengeluarkan fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat mengenai respon ulama terhadap aktifitas terorisme. Dewan Senior Ulama telah mengeluarkan fatwa mengenai respon terhadap terorisme sebanyak dua kali yaitu pada tahun 2003 dan tahun 2010. Fatwa pertama dikeluarkan tanggal 11 Februari 2003 sebagai respon terhadap serangan massif yang dilakukan oleh al-Qaeda di internal negara Saudi. Fatwa tersebut menyatakan bahwa penumpahan darah orang-orang yang tak berdosa, pengeboman bangunan dan kapal laut, penghancuran instalasi publik dan privat adalah tindakan kriminal dan bertentangan dengan Islam. dan mengharuskan bagi yang memiliki pemahaman dan ideologi yang menyimpang untuk bertanggung jawab atas tindakan kriminalnya tersebut. Fatwa tersebut juga memberikan dukungan yang besar bagi otoritas pemerintah Saudi untuk mengusir atau membasi terorisme sampai ke akar-akarnya, dan mengajak bagi semua masyarakat untuk bekerjasama dengan pemerintah untuk melawan terorisme dan memperingatkan untuk tidak menyediakan dukungan, perlindungan bagi para teroris dan jaringannya. Serta, dewan ulama senior mengecam segala fatwa yang menjustifikasi segala aksi teror terhadap kaum Muslim sebagai tindakan jihad. Siapa saja mengeluarkan fatwa tersebut, menurut Dewan Senior, maka harus dibawa ke pengadilan atau dihukum27.

Kemudian Dewan ulama senior tahun 2010 mengeluarkan fatwa lagi mengenai pendanaan untuk terrorisme, Fatwa on terror financing, May 7, 2010. Fatwa tersebut menyatakan bahwa membantu pendanaan terror, insepsi, membantu, atau mencoba untuk melakukan tindak terrorisme atau apa bentuk atau dimensinya yang berkaitan dengan itu dilarang oleh syariah bisa dikenai hukuman kriminal. Termasuk juga, proses mengumpulkan dan menyediakan dana, atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk termasuk finansial dan non-finansial ases tanpa memandang asalnya legal atau illegal28.

23 Thomas Hegghammer. 2010. Jihad in Saudi Arabia: Violence and Pan-Islamism since 1979. Cambridge: Cambridge University Press, hal: 200

24 James Wynbrandt, op.cit, Hal: 283 25 Thomas Hegghammer, op.cit, hal: 202

26 Amnesty International. 2011. Saudi Arabia Repression in the Name of Security. London: Amnesty Internasional, hal: 18

27 Saudi Press Agency.2003. 17th August 2003 - Statement by Senior Ulema Commission condemns

terrorism. www.saudinf.com/display_news.php?id=910 diakses 13/11/2013

(8)

Kebijakan kontraterrorisme pemerintah Saudi yang didukung oleh para ulama memperoleh banyak kritik dari para tokoh dan ulama seperti, Dr. Sa`id al- Zu`air, Professor di Universitas Imam Muhammad dan Imam di Masjid Riyadh. al-Zu`air yang pernah dipenjara tahun 1995 kemudian bebas tahun 2003 ditangkap kembali oleh pemerintah Saudi tahun 2007 setelah dianggap menyatakan dukungannya terhadap aksi teror di Riyadh serta mengkritik kebijakan kontraterorisme pemerintah Saudi dalam sebuah wawancara dengan TV Al-Jazeera29. Kemudian, Syekh Ali Khudhair, Syekh Ahmed Khalidi dan Syekh Nasser al-Fahad adalah tiga ulama yang menolak kebijakan kontraterorisme pemerintah. Tahun 2003, ketika pemerintah merilis 19 buronan terroris, ketiga ulama tersebut membuat pernyataan bersama yang menolak pengumuman pemerintah tersebut dan memfatwakan melarang setiap orang untuk membantu pemerintah mencari 19 orang tersebut baik melalui poster, melaporkan keberadaan, atau berusaha untuk mencari mereka. Para ulama itu beralasan bahwa pemerintah Saudi mengeluarkan data tersebut dibawah dukungan program war on terror pemerintah Amerika Serikat sehingga mendukung pemerintah Saudi sama saja dengan mendukung Amerika Serikat. Setelah mengeluarkan pernyataan tersebut, ketiga ulama ini akhirnya ditangkap dan dipenjarakan oleh pemerintah Saudi. 30

Sejak tahun 2003 hingga masa revolusi Dunia Arab, Banyak tokoh-tokoh, ilmuwan dan ulama yang ditangkapi oleh pemerintah dengan alasan-alasan kontraterrrorisme. Mereka itu secara umum menentang berbagai kebijakan pemerintah Saudi baik dalam kontraterrorisme, penentangan terhadap kerjasama Saudi dan Amerika ataupun tuntutan reformasi terhadap pemerintah Arab Saudi. Mereka itu antara lain, Dr. Sa’ud Mukhtar Hashimi, Dr. Musa Qarni and Dr. Suleiman Rushoodi, Ali Demaini, Dr. Matrouk al-Faleh, Dr. Abdullah al-Hamed, Syekh Khalid al-Rashed dan Dr. Bisher Fahad al-Bisher. 5. Arab Spring di Kerajaan Saudi

Revolusi Dunia Arab tahun 2011 yang berawal dari Tunisia kemudian menjalar ke Mesir, Libya, Bahrain, Yaman dan negara-negara lainnya di Timur Tengah juga berdampak pada kerajaan Arab Saudi. Tuntutan-tuntutan reformasi juga menjadi marak pada tahun 2011 tersebut dari aktifis-aktifis pro-reformasi yang menuntut reformasi konstitusional, dialog nasional, pengadaan pemilu dan memberikan hak partisipasi politik bagi wanita. Serta mengkritik birokrasi pemerintah yang tidak efisien, fanatisme beragama, dan kesenjangan sosial antara negara dan rakyat. Mereka yang terlibat antara lain dalam kalangan aktifis, akademisi, pebisnis dan ulama. 31

Untuk merespon permasalahan munculnya protes secara internal di negara Saudi, Pemerintah Saudi membuat beberapa kebijakan untuk menghentikan aksi-aksi dan mengembalikan stabilititas diantaranya. Tindakan keras bagi para demonstran, penambahan bantuan sosial bagi masyarakat, dan menjanjikan pemberian hak perempuan dalam politik32.

Pada saat gencarnya seruan-seruan untuk melakukan demonstrasi di Saudi, pada 6 Maret 2011, dewan ulama senior mengeluarkan fatwa yang menentang protes-protes yang dilakukan oleh masyarakat. Isi fatwa tersebut menyatakan dukungan terhadap keamanan dan stabilitas di dalam kerajaan Arab Saudi yang merupakan kepimpinan yang sah, diakui dalam Islam dan telah diridhoi oleh Allah Swt karena keteguhan penguasa untuk menjaga Islam dan

29 Steven Stalinsky. 2011. American-Yemeni Al-Qaeda Cleric Anwar Al-Awlaki Highlights the Role and Importance of Media Jihad, Praises Al-Jazeera TV Journalists and WikiLeaks. Inquiry & Analysis Series Report No. 677, http://www.memri.org/report/en/print5096.htm , diakses 15/11/2013

30 Ihrc . 2011. Saudi Arabia’s Political Prisoners: Towards a Third Decade of Silence 1990, 2000, 2010. Wembley: Islamic Human Rights Commission, hal: 6

(9)

dua kota suci. oleh karena itu, tidak ada yang mampu untuk memecah belahnya dari kelompok manapun, bahkan kelompok-kelompok asing33.

Dewan ulama senior menyerukan kepada semua masyarakat untuk menjaga keutuhan dan kesatuan dalam masyarakat dan bersama-sama menentang segala yang bertentangan dengan hal tersebut seperti, ketidakadilan, penindasan, dan kebencian terhadap kebenaran. Ulama senior mengajak untuk saling nasehat-menasehati, saling memahami dan bekerjasama dalam kebenaran dan kesalehan dan mencegah dalam kejahatan dan kebencian. Dan selama penguasa Saudi masih berlandaskan al-Quran dan Sunnah maka wajib ditaati dan tidak boleh melakukan demonstrasi untuk menuntut perbaikan karena bisa menimbulkan kerusuhan dan perpecahan umat. Sikap ini, menurut fatwa tersebut, adalah bentuk dari ketaatan terhadap mazhab/tradisi para pendahulu/ salafus sholeh dan para pengikut mereka dari dulu hingga sekarang. Fatwa ini kemudian diperintahkan untuk dicetak sebanyak 1,5 juta kopi untuk disebarkan ke masjid-masjid dan masyarakat, juga disebarkan lewat media-media online34. Media-media lokal juga memuat fatwa tersebut untuk memperkuat dukungan terhadap penyebaran fatwa tersebut.

Dampak dari fatwa-fatwa yang dibuat oleh ulama tersebut mendeligitimasi segala demonstrasi yang dibuat oleh masyarakat Saudi. Dan memberikan legitimasi kepada pemerintah untuk bertindak sesukanya untuk mengendalikan suasana baik represi, penahanan ataupun pembunuhan. Laporan Komisi HAM Islam (Commission of Islamic Human Right) tahun 2011, menuliskan sekitar 5.000 tambahan tahanan politik di penjara-penjara Saudi yang dikutip dari data pemerintah. Sementara yang dicatat oleh para pengacara/pakar hukum dan aktifis HAM sekitar 7.000 orang tahanan politik yang menambah jumlah tahanan menjadi sekitar 30.000 orang di negara tersebut. 35 Sementara yang tewas karena ditembak oleh pihak keamanan sejak tahun 2011 hingga 2012 sebanyak 22 orang yang mayoritasnya adalah anak-anak muda dibawah usia 20 tahun36.

Sikap dari dewan ulama senior, mufti dan pemerintah banyak dikritik oleh tokoh-tokoh dan ulama non pemerintah. Diantaranya adalah figure ulama sahwa islamiyyah Syekh Dr. Salman al-Awdah. Di tengah-tengah terjadinya protes di Saudi Arabia, dia membuat surat terbuka kepada pemerintah melalui Twitternya yang diikuti oleh 2,4 juta followers. Disitu ia menggambarkan suasana stagnan yang menurut dia disebabkan oleh kurangnya perumahan, masalah pengangguran, kemiskinan, korupsi, sistem pendidikan dan kesehatan yang buruk, nasib buruk tahanan dan ketiadaan prospek reformasi politik. Al-Awdah memperingatkan, jika revolusi ditindas, aksi demonstrasi akan berubah menjadi aksi bersenjata, dan jika para aktifis demonstran diabaikan maka mereka akan meluas dan menyebar. Penyelesaiannya adalah keputusan bijaksana dan tepat pada waktunya untuk menghindari percikan kerusuhan37.

Tokoh-tokoh ulama lain yang juga ikut mengkritisi pemerintah dan tidak ikut menentang para demonstran adalah Seperti, Syekh Sulaiman al-Duwaish, yang menggunakan

33 Asharq al-Awsat. 2011. A fatwa from the Council of Senior Scholars in the Kingdom of Saudi Arabia

warning against mass demonstrations Fatwa.

http://islamopediaonline.org/fatwa/fatwa-council-senior-scholars-kingdom-saudi-arabia-warning-against-mass-demonstrations, Diakses 13/11/2013 34 The Guardian. 2011. Saudi Arabia prints 1.5m copies of religious edict banning protests..

http://www.guardian.co.uk/world/2011/mar/29/saudi-arabia-edict-banning-protests. diakses

13/11/2012

35 Ihrc . 2011. Saudi Arabia’s Political Prisoners: Towards a Third Decade of Silence 1990, 2000, 2010. Wembley: Islamic Human Rights Commission, hal: 11

36 ______,2011–13 Saudi Arabian protests.

http://en.wikipedia.org/wiki/2011%E2%80%9313_Saudi_Arabian_protests#cite_note ThReut_LaessingDeported-170 diakses 13/11/2013

37 Inilah. 2013. Ulama Arab Saudi keluarkan peringatan langka soal reformasi. http://m.inilah.com/read/detail/1947868/ulama-arab-saudi-resah-akibat-kebijakan-raja.diakses

(10)

youtube untuk mengkritisi pemerintah yang dianggap tidak Islami dan korup. Problem ini menurutnya, menjadi pemicu dari meningkatnya pembangkangan dan kerusuhan secara meluas di Masyarakat Saudi. al-Duwaish akhirnya ditahan oleh pemerintah bulan juni 2011. Ulama yang lain, Dr. Yusuf al-Ahmad, terkenal dengan fatwa kontroversialnya yang mengharamkan perempuan untuk bekerja sebagai pilot pesawat dan seruannya untuk membangun kembali masjid al-Haram di Makkah dengan konsep laki-laki dan perempuan terpisah. Dia mengunggah video ceramahnya di youtube yang mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah, menuntut keadilan bagi para tahanan politik, dan mengecam penahanan massal yang dilakukan oleh pemerintah terhadap para demonstran laki-laki ataupun perempuan. Setelah tiga videonya diunggah di youtube, akhirnya dia ditahan tanggal 8 Juli 201138.

Kesimpulan

Dalam kasus-kasus yang terjadi sejak tahun 1979 hingga Arab Spring 2011. Ulama memperlihatkan peran yang sangat penting dalam memberikan dukungan terhadap penguasa Saudi dalam kebijakan-kebijakan yang akan dibuat. Ulama Senior bertugas membuat fatwa yang fatwa itu berfungsi melegitimasi setiap kebijakan Saudi dan menstabilkan opini publik serta menyingkirkan suara-suara yang bertentangan dengan fatwa ulama senior.

Pada masa perang teluk dan setelahnya, banyak ulama non-pemerintah yang mengkritisi sikap kerajaan Saudi yang bekerjasama dengan negara kafir barat dan mengkritisi buruknya penerapan Islam di Saudi. Namun, kritik tersebut tidak merubah sikap pemerintah dan mufti atau ulama terhadap kebijakan yang telah dibuat. Bahkan para tokoh yang kritis tersebut ditangkapi dan diintimidasi atas tuduhan melanggar syariah dengan mengkritisi pemerintah terang-terangan.

Politik fatwa juga diterapkan dalam kasus-kasus terakhir, kontraterorisme dan Revolusi dunia arab. Setelah keluarnya fatwa ulama mengenai kontraterorisme. Pemerintah gampang saja menuduh dan menangkap siapa saja yang dianggap teroris dan mendukung aktifitas terorisme. Banyak tokoh yang ditangkap hanya karena mengkritisi kebijakan pemerintah Saudi dalam kontraterorisme. Disisi lain, ribuan orang ditangkap hanya karena diperkirakan terlibat dalam terorisme atau memiliki pemikiran radikal. Pada peristiwa revolusi dunia arab. Fatwa ulama memberikan kekuatan bagi pemerintah untuk menangkap atau bahkan membunuh para demonstran.

Kasus-kasus yang pernah terjadi dalam kerajaan Saudi memperlihatkan peran besar ulama dalam setiap kebijakan-kebijakan pemerintah. Namun, peran ulama tersebut tidak langsung dalam merumuskan kebijakan yang diambil. Ulama hanya menjadi pendukung setiap kebijakan pemerintah dengan fatwa yang dibuatnya. Posisi ulama ini sangat rentan dimanipulasi atau diperalat oleh pemerintah. Terbukti, banyak kebijakan-kebijakan Saudi yang didukung oleh ulama dikritik oleh tokoh-tokoh ulama sendiri di internal kerajaan Saudi. Daftar pustaka

ECFR. 2014. What does The gulf think about the arab Awakening?. London: European Council on Foreign Relations (ECFR)

Feldman, Noah. 2008. The fall and rise of the Islamic state. New Jersey: Princeton University Press Hegghammer, Thomas. 2010. Jihad in Saudi Arabia: Violence and Pan-Islamism since 1979.

Cambridge: Cambridge University Press

Hatina, Meir. 2010. ʿUlamaʾ , Politics, and the Public Sphere An Egyptian Perspective. Salt Lake City: The University of Utah Press

(11)

International, Amnesty. 2011. Saudi Arabia Repression in the Name of Security. London: Amnesty Internasional

IHRC . 2011. Saudi Arabia’s Political Prisoners: Towards a Third Decade of Silence 1990, 2000, 2010. Wembley: Islamic Human Rights Commission

Jones, Toby Craig. 2011. Saudi Arabia Versus the Arab Spring, Raritan: quarterly review

Marines, Alejandra Galindo .2001. The relationship between the ulama and the government in the contemporary Saudi Arabian Kingdom: an interdependent relationship?. Durham theses: Durham University

Toth, Anthony B. 2008. Saudi Arabia. Microsoft® Student 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation,.

Wynbrandt, James. 2004. A brief history of Saudi Arabia. New York: Facts On File, Inc

Asharq al-Awsat. 2011. A fatwa from the Council of Senior Scholars in the Kingdom of Saudi Arabia warning against mass demonstrations Fatwa. http://islamopediaonline.org/fatwa/fatwa-council-senior-scholars-kingdom-saudi-arabia-warning-against-mass-demonstrations, Diakses 13/11/2013

Al-Otaibi, Abdullah. 2013. 30 stars join the Shura Council: Surprise decision admits women to institution for first time. http://www.aawsat.net/2013/01/article55239131c. Diakses 13/11/2013

______, 2011–13 Saudi Arabian protests.

http://en.wikipedia.org/wiki/2011%E2%80%9313_Saudi_Arabian_protests#cite_note-ThReut_LaessingDeported-170 diakses 21/05/2013

Entrikin, Devin, Amy Grinsfelder, dkk. 2011. The Arab Spring in the Arabian Peninsula. http://saudirevolt.files.wordpress.com/2011/12/saudi-group-final-paper.pdf,diakses 13/11/2013 Global Security. Council of Senior Ulama.

http://www.globalsecurity.org/military/world/gulf/sa-ulama.htm, Diakses 13/11/2013

Haykel, Bernard. 2011. Saudi Arabia vs. the Arab Spring.

http://www.project-syndicate.org/commentary/saudi-arabia-vs--the-arab-spring. Diakses 15/05/2013 Inilah. 2013. Ulama Arab Saudi keluarkan peringatan langka soal reformasi.

http://m.inilah.com/read/detail/1947868/ulama-arab-saudi-resah-akibat-kebijakan-raja.diakses 23/05/2013

Saudi Press Agency.2003. 17th August 2003 - Statement by Senior Ulema Commission condemns terrorism. www.saudinf.com/display_news.php?id=910 diakses 13/11/2013

Saudi Embassy. 2010. Council of Senior Ulema Fatwa on terror-financing. (http://www.saudiembassy.net/announcement/announcement05071001.aspx). diakses 13/11/2013

Stalinsky, Steven. 2011. American-Yemeni Al-Qaeda Cleric Anwar Al-Awlaki Highlights the Role and Importance of Media Jihad, Praises Al-Jazeera TV Journalists and WikiLeaks. Inquiry & Analysis Series Report No. 677, http://www.memri.org/report/en/print5096.htm , diakses 15/05/2013

The Guardian. 2011. Saudi Arabia prints 1.5m copies of religious edict banning protests..

Referensi

Dokumen terkait

Januari,dan bulan Februari terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukan bahwa total penerimaan yang diperoleh Industri Tahu ³9LYL´ VHODPD EXODQ -DQXDUL GDQ EXODQ Februari

Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena

Akan tetapi menurut pengamatan di beberapa program studi Pendidikan Bahasa Arab maupun sastra Arab, dan jurusan Terjemah bahwa (1) pengajaran bahasa Arab masih banyak

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi khususnya bagi pihak- pihak lain yang meneliti dengan kajian yang sama yaitu Voluntary Disclosure, Asimetri

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak Terdaftar,

Tempurung kelapa disiapkan dalam pembuatan asap cair, kemudian ikan pora-pora asap dikeringkan dengan sumber panas yang berbeda (matahari, listrik dan gas) sumber

Data Dosen Tetap Yang Bidang Keahliannya Sesuai Dengan Bidang Ps Untuk Tahap Akademik..

Penelitian yang berkenaan dengan daerah di Kabupaten Banyuasin adalah kajian potensi kawasan pesisir untuk pengembangan kegiatan perikanan yang dilakukan oleh