• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakterisasi dan Identifikasi Komponen Kimiawi Minyak Tempe Selama Proses Pembusukan = Characterization and Chemical Compounds Identification of Tempe Oil During Decaying Process

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakterisasi dan Identifikasi Komponen Kimiawi Minyak Tempe Selama Proses Pembusukan = Characterization and Chemical Compounds Identification of Tempe Oil During Decaying Process"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

i

CHARACTERIZATION AND CHEMICAL COMPOUNDS IDENTIFICATION OF TEMPE OIL DURING DECAYING PROCESS

Oleh:

Sylvia Yuniarini Setiawan 652013003

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

(2)
(3)
(4)
(5)

1

KARAKTERISASI DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIAWI MINYAK TEMPE SELAMA PROSES PEMBUSUKAN

CHARACTERIZATION AND CHEMICAL COMPOUNDS IDENTIFICATION OF TEMPE OIL DURING DECAYING PROCESS

Sylvia Yuniarini Setiawan*, Hartati Soetjipto**, A. Ign. Kristijanto** *Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Jl. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia

652013003@student.uksw.edu

ABSTRACT

The objectives of this study are: Firstly, to determine the optimum yield of tempe oil during decaying process. Secondly, to determine the physico-chemical properties of tempe oil. Thirdly, to identify chemical compound of tempe oil by GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry). The extraction has been done by soxhlet apparatus in period of 6 hours, using n-hexane. Further on, the physico-chemical properties of tempe oil were carried out based on SNI 01-3555-1998, and the identification of tempe oil chemical compound was done using GC-MS. Data of oil yield were analyzed using Randomized Completely Block Design (RBCD), 8 treatments and 4 replications. As the treatment is the decaying period of tempe which are 2-9 days, while the time of analysis as the block. To test the difference between the treatment means, the Honestly Significant Difference (HSD) at 5% significance level were used.

The results of this study showed that the optimum oil yield 13.18% is obtained from 7th day decaying

period (H-7). The physico-chemical properties of 7th day decaying (H-7) tempe oil are as follows: oil has brown

color with the scent of rotten tempe; water content 0.81%; density 0.9002 g/cm3; viscosity 139.71 cP; acid value

168.3 mg KOH/

g; saponification value 10.51 mg KOH/g; and peroxide value 4.80 mgek/ kg, respectively. The results of

GC-MS analysis showed that the main component of H-7 tempe oil is methyl linoleate in amount of 79.74%. While, the other components are methyl palmitate = 12.32%; methyl stearate = 7.08%; methyl arachidate = 0.44%; and methyl behenate = 0.42%, respectively.

Keywords: oil chemical compound, oil extraction, oil physico-chemical properties, decaying tempe, decaying process

PENDAHULUAN

(6)

Menurut Cahyadi (2006, dalam Dwinaningsih, 2010), tempe mengandung minyak kasar sebesar 22,2% (db). Dari penelitian Kilo dkk. (2012) diperoleh hasil minyak tempe sebesar 37,67% (b/b) dari 200 g tempe segar yang diekstraksi dengan metode sokletasi. Minyak tempe ini tersusun atas berbagai asam lemak bebas seperti asam palmitat, stearat, oleat, linoleat, dan linolenat.

Tempe merupakan produk fermentasi yang memiliki masa simpan singkat. Pada umumnya proses fermentasi berlangsung selama 1-2 hari, namun sering kali diperoleh hasil sampingan dari proses pembuatan tempe berupa tempe semangit (bahasa Jawa) dan tempe busuk yang kenampakannya cokelat kehitaman dan berbau busuk. Tempe busuk yang dapat dikatakan sebagai limbah dari pembuatan tempe sebenarnya bukanlah tempe yang busuk karena gagal dalam proses pembuatannya, melainkan tempe segar yang mengalami pembusukan karena pemeraman berlebihan selama 1-3 hari dari proses fermentasi pada umumnya (Pradipta, 2012) atau 2-5 hari lebih lama dari pemeraman tempe normal (Hassanein et al., 2015). Tempe busuk ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyedap dalam masakan seperti lodeh, sambal goreng, gudeg, dan tumpang (Wijaya and Gunawan-Puteri, 2015).

Menurut Triwibowo (2011) dan Deliani (2008), selama proses fermentasi tempe kedelai terjadi degradasi lemak oleh kapang, sehingga kandungan asam lemak bebas tempe akan berubah. Sampai sejauh ini, tempe segar (padat) mendapat perhatian lebih banyak dari masyarakat dibanding tempe busuk dan khususnya mengenai minyak tempe dan perubahan asam lemak bebas tempe belum banyak diteliti. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian untuk menganalisa rendemen, sifat fisiko-kimiawi, dan komponen kimiawi penyusun minyak tempe selama proses pembusukan tempe. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya wawasan dan menjadi sumber informasi dasar terkait minyak tempe. Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Menentukan rendemen minyak tempe yang optimal selama proses pembusukan. 2. Menentukan sifat fisiko-kimiawi minyak tempe yang optimal.

3. Mengidentifikasi komponen kimiawi penyusun minyak tempe dengan KG-SM (Kromatografi Gas-Spektrometri Massa).

METODE PENELITIAN Bahan dan Piranti

(7)

digunakan adalah heksana p.a, kloroform, etanol, asam asetat glasial, asam klorida, kalium iodida, natrium tiosulfat, kalium hidroksida, indikator fenolftalein. Semua reagensia yang digunakan produk Merck, Jerman.

Piranti yang digunakan antara lain neraca analitis dengan ketelitian 0,0001 g (OHAUS PA214), neraca analitis dengan ketelitian 0,01 g (OHAUS TAJ602), Moisture Analyzer (OHAUS MB 25), soxhlet, penangas air (Memmert WNB 14, Jerman), Rotary Evaporator (BUCHI R-114, Swiss), grinder, drying cabinet, buret, viskometer Ostwald, peralatan gelas, dan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS-QP2010 SE - Shimadzu).

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai Oktober 2016 bertempat di laboratorium kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana.

Pembuatan Tempe (Wawancara dengan pengrajin)

Kedelai yang digunakan merupakan kedelai impor. Proses pembuatan tempe diawali dengan perendaman kedelai selama 1 malam, lalu direbus, ditiriskan dan didinginkan. Selanjutnya dilakukan peragian dengan ragi merk “RAPRIMA” produk dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kemudian dibungkus dengan plastik.

Preparasi Sampel Serbuk Tempe

Sampel tempe yang digunakan diambil dari waktu pemeraman pada hari ke-2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Sampel dipotong tipis-tipis lalu dikeringkan dalam drying cabinet pada suhu 50 ºC selama 2 hari. Sampel yang sudah kering dihaluskan dengan grinder, disimpan dalam wadah kering yang diberi silica gel dan serbuk tempe siap digunakan untuk analisa lebih lanjut. Ekstraksi Minyak Tempe (Albertina dkk. (2015) yang dimodifikasi)

Sebanyak 100 gram serbuk tempe dari berbagai waktu peram diekstraksi dengan 450 mL pelarut n-Heksana pada suhu 80 ºC selama 6 jam. Hasil ekstraksi kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 50-60 ºC sehingga diperoleh minyak tempe yang pekat. Minyak hasil ekstraksi dipindahkan ke dalam botol sampel yang telah ditimbang, kemudian dikukus untuk menghilangkan sisa pelarut yang masih terperangkap di dalamnya. Selanjutnya hasil minyak disimpan dalam kulkas pada suhu 15 ºC sampai siap untuk analisa lebih lanjut. Rendemen minyak dihitung dengan rumus :

(8)

Karakterisasi sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Tempe

Penentuan aroma dan warna ditentukan dengan pemaparan secara deskriptif, sedangkan penentuan secara kuantitatif untuk kadar air, massa jenis, viskositas secara gravimetri, sedangkan bilangan peroksida, bilangan penyabunan, dan bilangan asam sesuai SNI 01-3555-1998.

Kadar air

Sebanyak 1 g minyak tempe ditimbang dan diukur persen kadar airnya menggunakan Moisture Analyzer.

Massa Jenis

Sebanyak 1 mL minyak diukur seksama lalu ditimbang dengan neraca analitis ketelitian 0,0001 g. Massa jenis dinyatakan dalam g/mL.

Viskositas

Sebanyak 3 mL minyak tempe dimasukkan ke dalam viskometer Ostwald, dihitung waktu yang dibutuhkan minyak untuk bergerak dari batas atas sampai batas bawah garis tera. Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)

Sebanyak 2 g minyak ditambah 50 mL etanol 95% dan ditambah 3-5 tetes indikator fenolftalein, kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga warna merah muda (tidak berubah selama 15 detik).

Perhitungan :

Bilangan Asam= V x T x 56,1 g/mol

m

Keterangan :

V = Volume KOH yang diperlukan dalam titrasi (mL) T = Normalitas larutan standar KOH

m = bobot contoh (g)

Bilangan Penyabunan (SNI 01- 3555-1998)

Ditimbang 2 g minyak lalu ditambah dengan 25 mL KOH 0,5 M, kemudian direfluks selama 1 jam. Setelah itu ditambah 0,5 mL indikator fenolftalein dan dititrasi dengan HCl 0,5 M sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna.

Perhitungan :

Bilangan Penyabunan (mg KOH/g lemak) = 56,1 x T x (V0-V1)

(9)

Keterangan :

V0 = Volume dari larutan HCl 0,5 M untuk blanko (mL)

V1 = Volume larutan HCl 0,5 M untuk contoh (mL)

T = Normalitas larutan HCl 0,5 M m = bobot contoh (g)

Bilangan Peroksida (SNI 01-3555-1998)

Ditimbang 0,3 g minyak ditambah 30 mL campuran 55 mL kloroform, 20 mL asam asetat glasial, dan 25 mL etanol 95%. Sebanyak 1 gram KI ditambahkan ke dalam campuran tersebut dan disimpan di tempat yang gelap selama 30 menit, kemudian ditambah 50 mL air suling bebas CO2. Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan mengukur jumlah KI yang teroksidasi melalui titrasi dengan Na2S2O3 0,02 N dengan larutan kanji sebagai indikator. Perhitungan :

Bilangan Peroksida (mgek/kg) = (V1-V0) x T x 1000m

Keterangan :

V0 = Volume dari larutan natrium tiosulfat untuk

blanko (mL)

V1 =Volume larutan natrium tiosulfat untuk contoh

(mL)

T = Normalitas larutan standar natrium tiosulfat m = bobot contoh (g)

Analisa Komposisi Kimiawi Minyak Tempe

Analisis komposisi kimiawi minyak tempe dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatography–Mass Spectrometry (GCMS-QP2010 SE - Shimadzu) di UII, Yogyakarta. Jenis kolom yaitu AGILENT%W DB-1 dengan panjang 30 meter dan suhu oven kolom 80 ºC. Suhu injeksi 300 ºC pada tekanan 16,5 kPa dengan total aliran 80,1 mL/ menit, aliran kolom 0,50 mL/ menit dan kecepatan linier 26,1 cm/detik. Purge flow 3,0 mL/ menit dengan split ratio 153 ID 0,25 mm dengan gas pembawa Helium dan pengionan EI 70 Ev.

Analisa Data

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Minyak Tempe

Berdasarkan penelitian, rendemen minyak tempe selama proses pembusukan yang merupakan hasil dari pemeraman selama 2-9 hari berkisar antara 10,64 ± 0,24% - 14,35 ± 0,80%. Hasil rendemen minyak disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Rendemen Minyak Tempe (% ± SE) Selama Proses

*Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata sebaliknya angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata.

Rendemen minyak tempe tertinggi dihasilkan pada hasil pemeraman 2 hari yaitu 14,35%. Hal ini disebabkan hasil pemeraman 2 hari merupakan tempe segar dan diduga lemak kedelai belum seluruhnya terfermentasi oleh kapang tempe. Berdasarkan BSN (2012), kandungan lemak dalam tempe yaitu 8,8 g/100 g tempe lebih rendah jika dibandingkan dengan lemak kedelai yaitu 16,7 g/100 g kedelai. Dimungkinkan sisa lemak kedelai masih cukup tinggi, sehingga minyak yang terekstrak lebih banyak dari pada tempe hasil pemeraman 3-9 hari, yaitu tempe mengalami pemeraman lebih lama dan mengalami pembusukan. Berdasarkan Kilo dkk. (2012), dengan metode sokletasi dari 200 g tempe hasil pemeraman 2 hari diperoleh 37,67% (b/b) minyak tempe. Hasil tersebut lebih besar dari pada rendemen minyak tempe hari ke-2 hasil penelitian ini.

(11)

Gambar 1. Grafik Rendemen Minyak Tempe Selama Proses Pembusukan Penurunan rendemen sampai dengan hari ke-4, nampaknya terkait dengan adanya aktivitas kapang. Menurut Deliani (2008), terjadinya penurunan kadar lemak dengan semakin lamanya pemeraman disebabkan karena aktivitas lipolitik kapang R. oligosporus dalam menghidrolisis lemak, selain itu lemak substrat digunakan sebagai sumber energinya. Mulai meningkatnya rendemen minyak pada 5 hari pemeraman, dapat terkait dengan pertumbuhan bakteri-bakteri selama proses pembusukan yang menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat berkontribusi dalam pembentukan asam lemak bebas (Moreno et al., 2002 dalam Nout dan Kiers, 2005).

Rendemen minyak tempe yang optimal selama proses pembusukan diperoleh pada hari ke-7 yaitu sebesar 13,18%. Hasil ini diduga karena aktivitas bakteri dalam menghasilkan asam lemak bebas paling kuat pada lama waktu ini. Sedangkan pada hari 8 dan 9 terjadi penurunan rendemen minyak tempe. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi jenis dan aktivitas bakteri yang berkontribusi selama proses pembusukan tempe.

Pada ekstraksi minyak dengan metode sokletasi menggunakan pelarut n-heksan (pelarut non polar), ekstrak yang diperoleh tidak seluruhnya tersusun dari senyawa trigliserida atau triasilgliserol. Berdasarkan kaidah like dissolve like, yaitu senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar (Montes et al., 2003), maka terdapat senyawa-senyawa non polar lain yang turut terekstrak bersama triasilgliserol yang merupakan komponen utama minyak Menurut Hammond et al. (2005), penyusun utama dalam minyak kasar kedelai yaitu triasilgliserol (94,4%), namun terdapat pula senyawa lain yaitu fosfolipid (3,7%), senyawa tidak tersabunkan (1,3 – 1,6%) yang tersusun atas sterol (0,236%), tokoferol (0,123%), dan senyawa hidrokarbon (0,38%). Minyak tempe dengan bahan baku yang merupakan olahan dari kedelai dimungkinkan juga mengandung senyawa-senyawa tersebut namun dalam jumlah yang belum diketahui karena belum banyak penelitian mengenai minyak tempe. Diperlukan proses pemurnian minyak untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor tersebut agar diperoleh minyak tempe murni.

(12)

Sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Tempe

Berdasarkan hasil penelitian, sifat fisiko-kimiawi minyak hari ke-2, ke-5, dan ke-7 dicantumkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Tempe Sifat

Fisiko-Kimiawi Satuan

Minyak Tempe

H-2 H-5 H-7

Warna - Kuning Kuning-kecoklatan Coklat

Aroma - Tempe Tempe semangit Tempe busuk

Kadar air % 0,81 0,82 0,81

Massa jenis g/cm3 0,9069 0,8982 0,9002

Viskositas cP 175,65 127,08 139,71

Bilangan asam mg KOH / g 146,16 142,82 168,29

Bilangan penyabunan mg KOH / g 69,39 50,44 10,51

Bilangan peroksida mgek / kg 32,00 16,80 4,80

Keterangan : H-2 (hasil pemeraman 2 hari); H-5 (hasil pemeraman 5 hari); H-7 (hasil pemeraman 7 hari)

Warna dan Aroma Minyak Tempe

Selama proses pembusukan tempe terjadi degradasi pigmen karotenoid dari kedelai, sehingga warna minyak yang dihasilkan semakin tua (Hammond et al., 2005). Minyak tempe H-2, H-5, dan H-7 disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Warna Minyak Tempe H-2, H-5, dan H-7

Aroma minyak tempe H-2 berbau seperti tempe, namun seiring dengan waktu pemeraman, tempe mengalami pembusukan sehingga aroma minyak menjadi semakin busuk. Proses pemeraman lanjut menyebabkan pembusukan dan mengakibatkan peningkatan jumlah bakteri dan pertumbuhan kapang menurun atau terhenti. Selain itu terjadi degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amonia yang menimbulkan bau busuk (Pradipta, 2012).

Kadar Air Minyak Tempe

(13)

minyak tempe hasil penelitian ini lebih tinggi dari pada nilai yang ditetapkan. Tingginya kadar air dalam minyak tempe diduga karena proses penyerapan uap air pada minyak yang dipengaruhi oleh kelembaban udara sekitarnya (Winarno dkk., 1980).

Menurut Toscano and Maldini (2007), kadar air merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan kualitas minyak dan berkaitan dengan sifat kimiawi minyak. Minyak yang mengandung kadar air tinggi, memiliki kemungkinan mengalami kerusakan yang lebih besar, karena berhubungan dengan reaksi hidrolisis. Minyak dengan kadar air tinggi akan mempersingkat masa umur simpan minyak dan memicu pertumbuhan mikroba.

Massa Jenis

Massa jenis minyak kedelai yaitu 0,9165 – 0,9261 g/cm3 (Hammond et al., 2005), sedang dari hasil penelitian diperoleh nilai massa jenis minyak tempe berkisar antara 0,8982 – 0,9069 g/cm3. Setiap jenis minyak memiliki nilai massa jenis yang khas tergantung dari jenis asam lemak bebas penyusun minyak tersebut (Nichols and Sanderson, 2003).

Viskositas

Dari hasil penelitian diperoleh nilai viskositas berkisar antara 127,08 – 175,65 cP, nilai ini lebih tinggi dari pada viskositas minyak kedelai yang berkisar antara 58,5 – 62,2 cP (Hammond et al., 2005). Sehingga viskositas minyak tempe hasil penelitian ini lebih tinggi (lebih kental).

Bilangan Asam

Besarnya bilangan asam merupakan parameter penentu kualitas metil ester, semakin besar nilai bilangan asam maka akan semakin buruk kualitas metil ester karena minyak akan mudah rusak (Wijayanti, 2008). Menurut Deliani (2008), bilangan asam kacang kedelai rebus adalah 1,7 dan pada akhir dari 69 jam fermentasi nilainya meningkat menjadi 78,3. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai bilangan asam minyak tempe berkisar antara 142,82 – 168,29 mg KOH/

g minyak. Nilai ini lebih besar dari standar mutu minyak kedelai yaitu maksimum 3 mg KOH/g

minyak (Ketaren, 2008).

(14)

Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan menyatakan jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g metil ester. Besarnya bilangan penyabunan merupakan ukuran jumlah asam lemak bebas yang ada dalam sampel (Wijayanti, 2008). Minyak yang tersusun atas asam lemak bebas rantai pendek memiliki bobot molekul relatif kecil sehingga bilangan penyabunan besar, sebaliknya minyak dengan banyak kandungan asam lemak bebas rantai panjang memiliki bobot molekul besar sehingga bilangan penyabunan relatif kecil (Ketaren, 2008).

Bilangan penyabunan minyak tempe hasil penelitian ini berkisar antara 10,51 – 69,39 mg KOH/g minyak. Menurut Hammond et al. (2005), nilai bilangan penyabunan untuk

minyak kedelai yaitu 190,4 mg KOH/g minyak. Hasil penelitian tidak memenuhi standar mutu. Adanya perbedaan nilai bilangan penyabunan yang tinggi diduga terkait faktor bahan baku (tempe) yang bukan merupakan bahan alam asli (kedelai), tetapi telah mengalami pengolahan (pemeraman dan pembusukan).

Nilai bilangan penyabunan minyak tempe H-7 yaitu 10,51 mg KOH/g minyak, nilai tersebut sangat rendah dibandingkan bilangan penyabunan minyak tempe H-2 dan H-5. Bilangan penyabunan yang kecil menunjukkan bahwa minyak tempe tersusun atas asam lemak bebas rantai panjang lebih banyak.

Bilangan Peroksida

Besar kecilnya nilai bilangan peroksida menjadi parameter kualitas suatu minyak karena menunjukkan derajat kerusakan metil ester akibat reaksi autooksidasi. Semakin besar nilai bilangan peroksida maka semakin besar pula derajat kerusakan metil ester (Wijayanti, 2008).

Asam lemak bebas tidak jenuh dapat berikatan dengan oksigen pada ikatan rangkapnya dan membentuk peroksida. Peroksida merupakan produk awal dari reaksi oksidasi yang bersifat labil dan reaksi ini dapat berlangsung apabila terjadi kontak antara oksigen dengan minyak (Ketaren, 2008). Lebih lanjut menurut Fauziah (2013), pembentukan peroksida dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan katalis.

(15)

Identifikasi Komponen Kimiawi Penyusun Minyak Tempe

Identifikasi komponen kimiawi penyusun minyak tempe menggunakan sampel minyak tempe H-7 (minyak tempe optimal selama proses pembusukan), dengan pembanding adalah minyak tempe H-2 (minyak tempe segar).Hasil analisa kromatografi gas dari minyak tempe H-2 disajikan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Spektrum Kromatografi Minyak Tempe H-2

Dari Gambar 3 tampak terdapat 3 senyawa berbeda yang terkandung dalam minyak tempe H-2. Identifikasi senyawa dari ketiga puncak (peak) tersebut dilakukan dengan mencocokkan spektrum massa tiap puncak dengan data base Wiley dan hasilnya disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4. (4a) Spektrum Puncak No 1 Minyak Tempe H-2 (4b) Spektrum Metil Linoleat sesuai Data Base Wiley (4c) Struktur Molekul Metil Linoleat

4a

4b

4c

1

2

(16)

Spektrum puncak no 1 merupakan puncak tertinggi dalam kromatogram KG minyak tempe H-2 (Gambar 3), sedangkan spektrum referensi data base Wiley ditampilkan pada Gambar 4b adalah metil linoleat yang memiliki BM pada m/z 294. Bila dilihat fragmentasinya, maka spektrum 4a merupakan puncak yang mengacu pada senyawa metil linoleat dan senyawa ini memiliki BM pada m/z 312. Pada spektrum 4a puncak massa ion molekul [M]+ (m/z 312) tidak muncul, hal ini disebabkan karena ion telah habis terdeteksi. Selanjutnya terjadi pelepasan senyawa H2O yang ditunjukkan pada puncak [M-18]+ (m/z 294) yang merupakan puncak massa ion molekul senyawa metil linoleat pada spektrum referensi data base Wiley. Namun pada spektrum 4a puncak pada m/z 294 tidak ada, melainkan muncul pada m/z 292, karena terjadi pelepasan hidrogen. Spektra pola fragmentasi senyawa asam Metil Linoleat merujuk Christie (2016), disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Spektra Pola Fragmentasi Asam Metil Linoleat

(17)

Gambar 6. Mekanisme fragmentasi homolitik gugusan metil ester asam lemak bebas menurut Mc. Laferty (Ismiyarto dkk., 2006)

Dengan langkah yang serupa, seluruh senyawa dalam minyak tempe H-2 dapat diidentifikasi, dan hasilnya disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Komponen Kimiawi Penyusun Minyak Tempe H-2

NP WR(det) Kandungan

(%)

Komponen Kimia Bobot Molekul

Rumus Molekul

1 17,873 82,19 Metil linoleat 312 C19H34O2

2 16,086 12,08 Metil palmitat 330 C17H34O2

3 18,117 5,73 Metil stearat 278 C19H38O2

Keterangan : NP = Nomor Puncak, WR = waktu retensi (detik). Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 4.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa senyawa utama penyusun minyak tempe H-2 adalah metil linoleat. Hasil identifikasi ini sama dengan penelitian Kilo dkk. (2012), dalam penentuan kadar asam lemak bebas minyak tempe segar menggunakan KG-SM, diperoleh bahwa puncak tertinggi dengan luas area 27,08% merupakan senyawa yang memliki BM pada m/z 294, dan diidentifikasi sebagai senyawa metil linoleat (C19H34O2).

Telaah lebih lanjut, hasil analisa kromatografi gas ekstrak minyak tempe H-7 disajikan dalam Gambar 7.

Gambar 7. Spektrum Kromatografi Minyak Tempe H-7

Dari spektrum pada Gambar 7 terlihat bahwa terdapat 5 senyawa berbeda dalam minyak tempe H-7. Identifikasi senyawa dari puncak-puncak tersebut dilakukan dengan mencocokkan spektrum massa tiap puncak dengan data base Wiley dan hasilnya disajikan dalam Gambar 8.

1

2 3

(18)

Gambar 8. (8a) Spektrum Puncak No 2 Minyak Tempe H-7 (8b) Spektrum Metil Palmitat Data Base Wiley

(8c) Struktur Molekul Metil Palmitat

Dari Gambar 7 terlihat spektrum puncak no 2 merupakan puncak tertinggi kedua dalam kromatogram KG minyak tempe H-7, sedangkan spektrum referensi data base Wiley dengan BM pada m/z 270 ditampilkan pada Gambar 8b adalah metil palmitat. Senyawa hasil analisa memiliki BM pada m/z 337, karena Gambar 8a memiliki spektrum serupa dengan Gambar 8b, maka dapat disimpulkan bahwa puncak no 2 adalah metil palmitat. Perbedaan nilai m/z hasil analisa dengan referensi dimungkinkan karena minyak tempe belum dimurnikan sehingga masih terdapat pengotor-pengotor seperti fosfolipid atau pigmen yang berpengaruh terhadap hasil massa ion molekul.

Dengan langkah yang serupa, seluruh senyawa dalam minyak tempe H-7 berhasil diidentifikasi, dan hasilnya disajikan dalam Tabel 4.

8a

8b

(19)

Tabel 4. Komponen Kimiawi Penyusun Minyak Tempe H-7

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat bahwa senyawa dominan penyusun minyak tempe H-2 dan H-7 adalah metil linoleat. Kadar asam lemak bebas ini mengalami penurunan sedikit yaitu 82,19% (H-2) menjadi 79,74% (H-7). Sebaliknya metil palmitat mengalami kenaikan dari 12,08% (H-2) menjadi 12,38% (H-7). Begitu pula dengan asam metil stearat dari 5,73% (H-2) meningkat menjadi 7,08% (H-7). Selain itu dapat dilihat bahwa jenis asam lemak bebas bertambah selama proses pembusukan. Dibandingkan dengan minyak tempe H-2, pada minyak tempe H-7 terdapat asam metil arakidat dan metil behenat dalam jumlah yang relatif kecil. Perubahan kadar dan bertambahnya jenis asam lemak bebas dapat disebabkan karena aktivitas bakteri selama proses pembusukan.

Senyawa metil linoleat (C19H34O2) dengan BM 294 merupakan PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid), asam lemak bebas tak jenuh ganda dengan dua ikatan rangkap pada rantai karbon nomor 9 dan 12. Asam lemak bebas ini memiliki karateristik yaitu titik didih pada suhu 393,52 - 394,88 ̊C (760 mmHg), titik leleh pada suhu -35 ̊C (760 mmHg) dan densitas sebesar 0,888 g/cm3 (ChemSpider, 2015). Metil linoleat termasuk ke dalam golongan Omega-6 yang merupakan asam lemak bebas esensial bagi kesehatan karena asam lemak bebas ini tidak dapat diproduksi oleh tubuh melainkan dapat diperoleh melalui asupan makanan. Asam lemak bebas ini juga penting bagi kesehatan organ otak dan hati, serta dapat mengurangi risiko penyakit hati, diabetes, jantung (NebGuide, 2010). Selain itu asam metil linoleat juga dapat digunakan sebagai alternatif biodesel (Knothe et al., 2006), dan sebagai emolien dalam sediaan kosmetik (INCI, 2014).

KESIMPULAN

1. Rendemen minyak tempe optimal diperoleh pada lama pemeraman 7 hari sebesar 13,18%.

(20)

139,71 cP; bilangan asam 168,3 mg KOH/g minyak; bilangan penyabunan 10,51 mg KOH/g minyak; dan bilangan peroksida 4,80 mgek/ kg minyak.

3. Komponen kimiawi utama penyusun minyak tempe H-7 adalah metil linoleat = 79,74%. Senyawa lain penyusun minyak H-7 yaitu metil palmitat = 12,32%; asam metil stearat = 7,08%; metil arakidat = 0,44%; dan metil behenat = 0,42%.

SARAN

1. Perlu dilakukan pemurnian agar diperoleh kualitas minyak yang lebih baik, karena kandungan fosfolipid yang cukup tinggi dan senyawa pengotor lain dalam minyak 2. Perlu dilakukan penelitian identifikasi bakteri yang berkontribusi terhadap perubahan

dan peningkatan jenis asam lemak bebas serta aktivitasnya selama proses pembusukkan tempe.

3. Pengaturan kondisi pemeraman, jenis bahan, dan kapang yang digunakan agar diperoleh rendemen minyak tempe yang lebih stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Albertina, H., H. Soetjipto, dan S. Andini. 2015. Pengaruh Lama Waktu Ekstraksi Minyak Biji Mangga (Mangifera indica L. Var Arumanis) Terhadap Sifat Fisiko Kimianya.

Prosiding Seminar Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia VII, “Penguatan Profesi

Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi”. 18 April. Universitas Sebelas Maret.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2012. Tempe : Persembahan Indonesia untuk Dunia. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. SNI 01-3555-1998 : Cara Uji Minyak dan Lemak. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta.

ChemSpider. 2015. Methyl Linoleate. http://www.chemspider.com/Chemical-Structure.4447491.html . 1 Desember 2016 (16:21).

Christie, W. W. 2016. Mass Spectrometry of Methyl Esters-Dienoic Fatty Acids.

http://www.lipidhome.co.uk/ms/methesters/me-2db/index.htm. 1 Desember 2016 (17:43).

Deliani, 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. Tesis. Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Dwinaningsih, E. A., 2010. Karakterisitk Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi Bahan Baku Kedelai/ Beras dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama Fermentasi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

(21)

Hammond, E. G., A. J. Lawrence, C. Su, T. Wang, and P. J. White. 2005. Soybean Oil. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Sixth Edition, Sixth Volume Set. Iowa State University. Ames, Iowa.

Hassanein, T. R., E. K. Prabawati, and M. D. P. T. Gunawan-Puteri. 2015. Analysis of Chemical and Microbial Changes During Storage of Overripe Tempeh Powder and Seasoning Material. International Journal of Engineering Science 8(2): 131-134.

INCI (International Nomenclature of Cosmetics Ingredients). Making Cosmetics. Diunduh di :

http://www.makingcosmetics.com/articles/INCI-list.pdf pada tanggal 1 Desember 2016.

Ismiyarto, S. A. Halim, P. J. Wibawa. 2006. Identification of fatty acid composition in turi seed oil (Sesbania grandiflora (L) Pers). JSKA 9(1) : 1-3.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Kilo, A.K., I. Isa, dan W. J. A. Musa. 2012. Analisis Kadar Asam Linoleat dan Asam Linolenat pada Tahu dan Tempe yang Dijual di Pasar Telaga secara GC-MS. Saintek 6(6): 1-13. Program Studi Kimia Universitas Gorontalo. Gorontalo.

Knothe, G., C. A. Sharp, and T. W. Ryan. 2006. Exhaust Emissions of Biodiesel, Petrodiesel, Neat Methyl Esters, and Alkanes in a New Technology Engine. Energy and Fuels 20 (1) : 403 – 408.

Montes, I., C. Lai, and D. Sanabria. 2003. Like Dissolves Like : A Classroom Demonstration and a Guided-Inquiry Experiment for Organic Chemistry. Journal of Chemical Education 80(4) : 447 – 449.

NebGuide. 2010. Omega-3 and Omega-6 Fatty Acids. University of Nebraska-Lincoln Extension, Institute of Agriculture and Natural Resources.

Nichols, D.S. and K. Sanderson. 2003. The Nomenclature, Structure, and Properties of Food Lipids. In: Sikorski, Z.E and A. Kolakowska, Ed. Chemical and Functional Properties of Food Lipids. CRC Press Washington : 29-59.

Nout, M. J. R., and Kiers, J. L. 2005. Tempe fermentation, innovation and functionality: update into the third millennium. Journal of Applied Microbiology, 98: 794.

Pradipta, L. A. 2012. Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Tepung Tempe “Bosok” Sebagai Bumbu Masak pada Variasi Suhu Pengeringan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Steel, R. G. D. dan Torrie, J. H. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penterjemah Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Sutiah, K. S. Firdausi, dan W. S. Budi. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng dengan Parameter Viskositas dan Indeks Bias. Berkala Fisika 11(2) : 53 – 58.

Toscano, G., and E. Maldini. 2007. Analysis of the Pyhsical and Chemical Characteristics of Vegetable Oils as Fuel. Journal of Agricultural Engineering 3: 39-47.

Triwibowo, R. 2011. Kajian Perubahan Biokimiawi Stakhiosa dan Asam Lemak Essensial Pada Tempe Kedelai (Glycine max) Selama Proses Fermentasi. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Wijaya, C. H., and M. D. P. T. Gunawan-Puteri. 2015. “Tempe Semangit”, the Overripe Tempeh with Natural Umami Taste. Umami Indonesia 3(3): 1-5.

Wijayanti, F. E. 2008. Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Sumber Bahan Baku Produksi Metil Ester. Skripsi. Program Studi Farmasi Universitas Indonesia. Jakarta.

(22)

Lampiran 1.

Manuskrip Alchemy Jurnal Penelitian Kimia, Universitas

Sebelas Maret, Surakarta

OPTIMASI RENDEMEN DAN KARAKTERISASI

MINYAK TEMPE SELAMA PROSES FERMENTASI

(23)

BUKTI IN REVIEW ALCHEMY JURNAL PENELITIAN KIMIA

Judul Jurnal : Optimasi Rendemen dan Karakterisasi Minyak Tempe Selama Proses Fermentasi Lanjut

Penulis : Sylvia Yuniarini Setiawan (652013003) Pembimbing : 1 Dra. Hartati Soetjipto, M. Sc.

2 Dr. rer. nat. A. Ign. Kristijanto, M. S.

(24)

BUKTI IN REVIEW ALCHEMY JURNAL PENELITIAN KIMIA

Judul Jurnal : Optimasi Rendemen dan Karakterisasi Minyak Tempe Selama Proses Fermentasi Lanjut

Penulis : Sylvia Yuniarini Setiawan (652013003) Pembimbing : 1 Dra. Hartati Soetjipto, M. Sc.

(25)

BUKTI IN REVIEW ALCHEMY JURNAL PENELITIAN KIMIA

Judul Jurnal : Optimasi Rendemen dan Karakterisasi Minyak Tempe Selama Proses Fermentasi Lanjut

Penulis : Sylvia Yuniarini Setiawan (652013003) Pembimbing : 1 Dra. Hartati Soetjipto, M. Sc.

(26)
(27)

density = 0.9002 g/cm3, these values are constant in comparing with H-2 tempe oil; while the viscosity decreased = 139.71 cP. Furthermore, the following chemical properties of H-7 tempe oil compared to H-2 tempe oil are: acid value increased = 168.3 mg KOH/g; while saponification value = 10.51 mg KOH/g and peroxide value = 4.80 mgrek/ kg, respectively. Both these values tends to decrease.

Keywords: over fermentation process, over fermentation tempe, oil extraction, oil physico-chemical properties

PENDAHULUAN

Tempe merupakan bahan pangan fermentasi dari olahan kedelai yang menjadi salah satu makanan khas tradisional Indonesia. Tempe merupakan produk fermentasi yang memiliki masa simpan singkat. Pada umumnya proses fermentasi berlangsung selama 1-2 hari, namun sering kali diperoleh hasil sampingan dari proses pembuatan tempe berupa tempe semangit (bahasa Jawa) dan tempe busuk yang kenampakannya cokelat kehitaman dan berbau busuk.

Tempe busuk yang dapat dikatakan sebagai limbah dari pembuatan tempe sebenarnya bukanlah tempe yang busuk karena gagal dalam proses pembuatannya, melainkan tempe segar yang mengalami fermentasi lanjut karena mengalami pemeraman berlebihan selama 1-3 hari dari proses fermentasi pada umumnya (Pradipta, 2012) atau 2-5 hari lebih lama dari pemeraman tempe normal (Hassanein et al.,2015). Tempe busuk ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyedap dalam masakan seperti lodeh, sambal goreng, gudeg, dan tumpang (Wijaya dan Gunawan-Puteri, 2015).

Menurut Cahyadi (2006, dalam Dwinaningsih, 2010), tempe mengandung minyak kasar sebesar 22,2% (db). Hasil penelitian Kilo dkk. (2012) diperoleh hasil minyak tempe sebesar 37,67% (b/b) dari 200 g tempe segar yang diekstraksi dengan metode sokletasi. Minyak tempe ini tersusun atas berbagai asam lemak bebas seperti asam palmitat, stearat, oleat, linoleat, dan linolenat, dengan kandungan terbesar yaitu asam linoleat. Asam linoleat merupakan asam esensial yang beperan penting bagi tubuh. Menurut Deliani (2008) dan Triwibowo (2011), selama proses fermentasi tempe kedelai terjadi degradasi lemak oleh kapang, sehingga kandungan asam lemak bebas tempe akan berubah.

(28)

melakukan penelitian tentang kandungan minyak tempe hasil fermentasi lanjut dan analisis sifat fisiko-kimiawi minyaknya.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh rendemen minyak tempe optimal selama proses fermentasi lanjut dan menentukan sifat fisiko-kimiawi minyak tempe. Diharapkan hasil penelitian ini yang menjadi sumber informasi dasar terkait minyak tempe dapat memperkaya wawasan serta pemanfaatan minyaknya.

METODE PENELITIAN Bahan dan AlatPenelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel tempe yang diperoleh dari pabrik tempe kedelai “X” di Bugel, Salatiga, Jawa Tengah. Sedangkan bahan kimiawi yang digunakan adalah heksana p.a, kloroform, etanol, asam asetat glasial, asam klorida, kalium iodida, natrium tiosulfat, kalium hidroksida, indikator fenolftalein. Semua reagensia yang digunakan produk Merck, Jerman.

Alat yang digunakan antara lain neraca analitis dengan ketelitian0,0001 g (OHAUS PA214), neraca analitis dengan ketelitian 0,01 g (OHAUS TAJ602), Moisture Analyzer (OHAUS MB 25), soxhlet, penangas air (Memmert WNB 14, Jerman), Rotary Evaporator (BUCHI R-114, Swiss), grinder, drying cabinet, buret, viskometer Ostwald,dan peralatan gelas. Rancangan Penelitian

Data rendemen minyak dianalisa menggunakan metode sidik ragam klasifikasi dwi arah (Two-Way ANOVA), 8 perlakuan yaitu lama waktu pemeraman tempe yang terdiri dari hari ke-2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 hari, dan 4 kali ulangan. Pengujian purata antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel dan Torrie, 1995). Pembuatan Tempe (Wawancara dengan pengrajin)

Kedelai yang digunakan merupakan kedelai impor. Proses pembuatan tempe diawali dengan perendaman kedelai selama 1 malam, lalu direbus, ditiriskan dan didinginkan. Selanjutnya dilakukan peragian dengan ragi merk “RAPRIMA” produk dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kemudian dibungkus dengan plastik.

Preparasi Sampel Serbuk Tempe

(29)

Ekstraksi Minyak Tempe (Albertina dkk. (2015) yang dimodifikasi)

Sebanyak 100 gram serbuk tempe dari berbagai waktu peram diekstraksi dengan 450 mL pelarut n-Heksana pada suhu 80 ºC selama 6 jam. Hasil ekstraksi kemudian dipekatkan

dengan rotary evaporator pada suhu 50-60 ºC sehingga diperoleh minyak tempe yang pekat. Minyak hasil ekstraksi dipindahkan ke dalam botol sampel yang telah ditimbang, kemudian dikukus untuk menghilangkan sisa pelarut yang masih terperangkap di dalamnya. Selanjutnya hasil minyak disimpan dalam kulkas pada suhu15 ºC sampai siap untuk analisa lebih lanjut.Rendemen minyak dihitung menurut persamaan (1) :

% rendemen minyak= massa minyak massa sampel x 100%... (1)

Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Tempe

Penentuan aroma dan warna ditentukan dengan pemaparan secara deskriptif, sedangkan penentuan secara kuantitatif untuk kadar air, massa jenis, viskositas secara gravimetri, sedangkan bilangan peroksida, bilangan penyabunan, dan bilangan asam sesuai SNI 01-3555-1998.

Kadar air

Sebanyak 1 g minyak tempe ditimbang dan diukur persen kadar airnya menggunakan Moisture Analyzer.

Massa Jenis

Sebanyak 1 mL minyak diukur seksama lalu ditimbang dengan neraca analitis ketelitian 0,0001 g. Massa jenis dinyatakan dalam g/mL.

Viskositas

Sebanyak 3 mL minyak tempe dimasukkan kedalam viskometer Ostwald, dihitung waktu yang dibutuhkan minyak untuk bergerak dari batas atas sampai batas bawah garis tera. Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)

Sebanyak 2 g minyak ditambah 50 mL etanol 95% dan ditambah 3-5 tetes indikator fenolftalein, kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga warna merah muda (tidak berubah selama 15 detik).

Bilangan Penyabunan (SNI 01- 3555-1998)

(30)

Bilangan Peroksida (SNI 01-3555-1998)

Ditimbang 0,3 g minyak ditambah 30 mL campuran 55 mL kloroform, 20 mL asam asetat glasial, dan 25 mL etanol 95%. Sebanyak 1 g KI ditambahkan ke dalam campuran tersebut dan disimpan di tempat yang gelap selama 30 menit, kemudian ditambah 50 mL air suling bebas CO2. Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan mengukur jumlah KI yang teroksidasi melalui titrasi dengan Na2S2O3 0,02 N dengan larutan kanji sebagai indikator.

HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Minyak Tempe

Rendemen minyak tempe diukur mulai dari hari ke-2 yang merupakan tempe segar, kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi lanjut yaitu hari ke-3 sampai dengan hari ke-9. Rendemen minyak tempe selama proses fermentasi lanjut (hasil pemeraman selama 2-9 hari) berkisar antara 10,64 ± 0,24% - 14,35 ± 0,80% (Tabel 1).

Tabel 1. Rataan Rendemen Minyak Tempe (% ± SE) Selama Proses Fermentasi lanjut Tempe

Rendemen Lama Pemeraman Tempe (hari)

2 3 4 5 6 7 8 9

*Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata sebaliknya angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 1, rendemen minyak tempe tertinggi dihasilkan pada hasil pemeraman 2 hari yaitu 14,35%. Hasil ini relatif lebih kecil dari rendemen minyak tempe pemeraman 2 hari pada penelitian Kilo dkk. (2012) yang dilakukan dengan metode sokletasi (37,67% b/b). Tingginya rendemen minyak tempe hari ke-2 (tempe segar), diduga karenalemak kedelai belum seluruhnya terdegradasi oleh kapang tempe, sehingga minyak yang terekstrak lebih banyak dari pada tempe hasil pemeraman lebih lama (3-9 hari) dan telah mengalami fermentasi lanjut.

(31)

ke-6, kemudian rendemen meningkat mencapai optimal pada hari ke-7, lalu rendemen mengalami penurunan pada hari ke-8 dan ke-9 (Gambar 1).

Gambar 8. Grafik Rendemen Minyak Tempe Selama Proses Fermentasi lanjut

Penurunan rendemen sampai dengan hari ke-4, nampaknya terkait dengan adanya aktivitas kapang. Menurut Deliani (2008), terjadinya penurunan kadar lemak seiring dengan lamapemeraman disebabkan karena aktivitas lipolitik kapang R. oligosporus yang mendegradasi lemak dan menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Mulai pada 5 hari pemeraman terjadi peningkatan rendemen minyak, diduga terkait dengan pertumbuhan bakteri-bakteri selama proses fermentasi lanjut yang menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat berkontribusi dalam pembentukan asam lemak bebas (Moreno et al., 2002 dalam Nout dan Kiers, 2005).

Rendemen minyak tempe optimal selama proses fermentasi lanjut diperoleh pada pemeraman hari ke-7 yaitu sebesar 13,18% diduga terkait dengan puncak aktivitas bakteri lipolitik dalam menghasilkan asam lemak bebas paling kuat pada hari ke-7. Selanjutnya pada hari 8 dan 9 terjadi penurunan rendemen minyak tempe, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk identifikasi jenis dan aktivitas bakteri yang berkontribusi selama proses fermentasi lanjut tempe.

Sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Tempe

(32)

tempe hasil pemeraman 2 hari (minyak tempe segar), dengan hasil pemeraman 5 hari (rendemen minyak tempe semangit), dan hasil pemeraman 7 hari (rendemen optimal selama proses fermentasi lanjut).

Tabel 2. Sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Tempe

Sifat Fisiko Kimiawi Satuan Minyak Tempe

H-2 H-5 H-7

Warna - Kuning

Kuning-kecoklatan Coklat

Aroma - Tempe Tempe semangit Tempe busuk

Kadar air % 0,81 0,82 0,81

Massa jenis g/ cm3 0,9069 0,8982 0,9002

Viskositas cP 175,65 127,08 139,71

Bilangan asam mg KOH/

g minyak 146,16 142,82 168,29

Bilangan penyabunan mg KOH/

g minyak 69,39 50,44 10,51

Bilangan peroksida mgrek/

kg minyak 32,00 16,80 4,80

Keterangan : H-2 (hasil pemeraman 2 hari); H-5 (hasil pemeraman 5 hari); H-7 (hasil pemeraman 7 hari)

Warna dan Aroma Minyak Tempe

Selama proses fermentasi lanjut tempe terjadi degradasi pigmen karotenoid dari kedelai, sehingga warna minyak yang dihasilkan semakin tua (Hammond et al., 2005). Minyak tempe H-2, H-5, dan H-7 disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 9. Warna Minyak Tempe H-2, H-5, dan H-7

(33)

Kadar Air Minyak Tempe

Kadar air minyak tempe yang dihasilkan berkisar antara 0,81-0,82% sedangkan kriteria minyak yang baik menurut Ketaren (2008) berkadar air kurang dari 0,2%, sehingga kadar air minyak tempe hasil penelitian ini lebih tinggi dari pada nilai yang ditetapkan. Tingginya kadar air dalam minyak tempe diduga karena proses penyerapan uap air pada minyak yang dipengaruhi oleh kelembaban udara sekitarnya (Winarno dkk., 1980).

Menurut Toscano dan Maldini (2007), kadar air merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan kualitas minyak dan berkaitan dengan sifat kimiawi minyak. Minyak yang mengandung kadar air tinggi, memiliki kemungkinan mengalami kerusakan yang lebih besar, karena berhubungan dengan reaksi hidrolisis. Minyak dengan kadar air tinggi akan mempersingkat masa umur simpan minyak dan memicu pertumbuhan mikroba.

Massa Jenis

Massa jenis minyak kedelai yaitu 0,9165 – 0,9261 g/cm3 (Hammond et al., 2005), sedang dari hasil penelitian diperoleh nilai massa jenis minyak tempe berkisar antara 0,8982 – 0,9069 g/cm3. Setiap jenis minyak memiliki nilai massa jenis yang khas tergantung dari jenis asam lemak bebas penyusun minyak tersebut (Nichols dan Sanderson, 2003).

Viskositas

Dari hasil penelitian (Tabel 2) diperoleh nilai viskositas minyak tempe berkisar antara 127,08 – 175,65 cP. Dalam Hammond et al. (2005) menunjukkan viskositas minyak kedelai berkisar antara 58,5 – 62,2 cP. Sehingga viskositas minyak tempe hasil penelitian ini lebih tinggi (lebih kental).

Bilangan Asam

Besarnya bilangan asam merupakan parameter penentu kualitas metil ester, semakin besar nilai bilangan asam maka akan semakin buruk kualitas metil ester karena minyak akan mudah rusak (Wijayanti, 2008). Lebih lanjut menurut Deliani (2008), bilangan asam kacang kedelai rebus adalah 1,7 dan pada akhir dari 69 jam fermentasi nilainya meningkat menjadi 78,3. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai bilangan asam minyak tempe berkisar antara 142,82 – 168,29 mg KOH/g minyak. Nilai ini lebih besar dari standar mutu minyak kedelai yaitu maksimum 3 mg KOH/g minyak (Ketaren, 2008).

(34)

Bilangan Penyabunan

Besarnya bilangan penyabunan merupakan ukuran jumlah asam lemak bebas yang ada dalam sampel (Wijayanti, 2008). Minyak yang tersusun atas asam lemak bebas rantai pendek memiliki berat molekul relatif kecil sehingga bilangan penyabunan besar, sebaliknya minyak dengan banyak kandungan asam lemak bebas rantai panjang memiliki berat molekul besar sehingga bilangan penyabunan relatif kecil (Ketaren, 2008).

Bilangan penyabunan minyak tempe hasil penelitian ini berkisar antara 10,51 – 69,39 mg KOH/g minyak. Menurut Hammond et al. (2005), nilai bilangan penyabunan untuk

minyak kedelai yaitu 190,4 mg KOH/g minyak. Adanya perbedaan nilai bilangan penyabunan yang tinggi diduga terkait faktor bahan baku (tempe) yang bukan merupakan bahan alam asli (kedelai), tetapi telah mengalami pengolahan (pemeraman dan fermentasi lanjut).

Nilai bilangan penyabunan minyak tempe H-7 yaitu 10,51 mg KOH/g minyak, nilai tersebut sangat rendah dibandingkan bilangan penyabunan minyak tempe H-2 dan H-5. Bilangan penyabunan yang kecil menunjukkan bahwa minyak tempe tersusun atas asam lemak bebas rantai panjang lebih banyak.

Bilangan Peroksida

Besar kecilnya nilai bilangan peroksida menjadi parameter kualitas suatu minyak karena menunjukkan derajat kerusakan metil ester akibat reaksi autooksidasi. Semakin besar nilai bilangan peroksida maka semakin besar pula derajat kerusakan metil ester (Wijayanti, 2008).

Asam lemak bebas tidak jenuh dapat berikatan dengan oksigen pada ikatan rangkapnya dan membentuk peroksida (Ketaren, 2008). Lebih lanjut menurut Fauziah (2013), pembentukan peroksida dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan katalis.

Nilai bilangan peroksida minyak tempe H-2 32 mgrek/ kg minyak, tertinggi dibandingkan H-5 dan H-7. Tingginya bilangan peroksida ini diduga terkait dengan faktor pemanasan ketika proses penghilangan sisa uap pelarut n-heksana serta oksigen dari lingkungan sekitar.

KESIMPULAN

(35)

viskositas mengalami penurunan = 139,71 cP. Selanjutnya, sifat kimiawi minyak tempe H-7 dibandingkan minyak tempe H-2 adalah sebagai berikut: bilangan asam meningkat = 168,3 mg KOH/

g minyak; sedangkan bilangan penyabunan = 10,51 mg KOH/g minyak dan bilangan peroksida =

4,80 mgrek/

kg minyak, nilai keduanya cenderung menurun.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang dibiayai Hibah Internal Universitas Kristen Satya Wacana. Ucapan terimakasih kepada Pembantu Rektor V Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Kristen Satya Wacana yang telah mendanai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Albertina, H., Soetjipto, H.,and Andini, S., 2015. Pengaruh Lama Waktu Ekstraksi Minyak Biji Mangga (Mangifera indica L. Var Arumanis) Terhadap Sifat Fisiko Kimianya.

Prosiding Seminar Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia VII, “Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi”.Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia.SNI 01-3555-1998 : Cara Uji Minyak dan Lemak, Badan Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta.

Deliani, 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. Tesis. Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dwinaningsih, E. A., 2010. Karakterisitk Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi Bahan Baku Kedelai/ Beras dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama Fermentasi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Fauziah, A. W. 2013. Karakterisasi Dan Penentuan Komposisi Asam Lemak Dari Pemurnian Limbah Pengalengan Ikan Dengan Variasi Waktu Simpan Limbah Dan Suhu Paada Degumming. Skripsi. Jurusan KimiaFakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Jember, Jember.

Hammond, E. G., Lawrence,A. J.,Su,C., Wang, T., andWhite, P. J., 2005. Soybean Oil. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, Sixth Edition, Sixth Volume Set. Iowa State University, Ames, Iowa.

Hassanein, T. R., Prabawati, E. K., and Gunawan-Puteri, M. D. P. T., 2015. Analysis of Chemical and Microbial Changes During Storage of Overripe Tempeh Powder and

Seasoning Material. International Journal of Engineering Science, vol. 8, no. 2, pp. 131-134.

Ketaren, S., 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

(36)

Nout, M. J. R., and Kiers, J. L. 2005. Tempe fermentation, innovation and functionality: update into the third millennium. Journal of Applied Microbiology, 98: 794.

Nichols, D.S. and Sanderson, K., 2003. The Nomenclature, Structure, and Properties of Food Lipids. In: Sikorski, Z.E and A. Kolakowska, Ed. Chemical and Functional Properties of Food Lipids. CRC Press Washington : 29-59.

Pradipta, L. A. 2012. Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Tepung Tempe “Bosok” Sebagai Bumbu Masak pada Variasi Suhu Pengeringan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Steel, R. G. D. and Torrie, J. H., 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penterjemah Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Toscano, G., andMaldini, E., 2007. Analysis of the Pyhsical and Chemical Characteristics of Vegetable Oils as Fuel. Journal of Agricultural Engineering, vol. 3, pp. 39-47.

Triwibowo, R., 2011. Kajian Perubahan Biokimiawi Stakhiosa dan Asam Lemak Essensial Pada Tempe Kedelai (Glycine max) Selama Proses Fermentasi. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Wijayanti, F. E., 2008. Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Sumber Bahan Baku Produksi Metil Ester. Skripsi. Program Studi Farmasi Universitas Indonesia, Jakarta.

Wijaya, C. H., and Gunawan-Puteri, M. D. P. T.,2015. “Tempe Semangit”, the Overripe Tempeh with Natural Umami Taste. Umami Indonesia, vol.3, no. 3, pp. 1-5.

(37)

Lampiran 2.

Manuskrip

MAKARA JOURNAL OF SCIENCE

,

Universitas Indonesia, Depok

Chemical Compounds Identification of Over Fermented

(38)

BUKTI IN REVIEW JURNAL “MAKARA JOURNAL OF SCIENCE”

Judul Jurnal : Chemical Compounds Identification of Over Fermented Tempe Oil during Over Fermentation Process

Penulis : Sylvia Yuniarini Setiawan (652013003) Pembimbing : 1 Dra. Hartati Soetjipto, M. Sc.

(39)

BUKTI IN REVIEW JURNAL “MAKARA JOURNAL OF SCIENCE”

Judul Jurnal : Chemical Compounds Identification of Over Fermented Tempe Oil during Over Fermentation Process

Penulis : Sylvia Yuniarini Setiawan (652013003) Pembimbing : 1 Dra. Hartati Soetjipto, M. Sc.

(40)
(41)

Introduction

Tempe is an Indonesian traditional fermented food which is made from soybean. Tempe has many nutritional value, those are water content 64%, protein 18.3%, fat 4%, and carbohydrate 12.7% [1]. Moreover, tempe contains about 22,2% (db) crude oil [2]. Based on previous study, the obtained tempe oil is in the amount of 37.67% (w/w) from fresh tempe extracted by soxhlet apparatus. This oil contains various of free fatty acids such as palmitic acid, stearic acid, oleic acid, linoleic acid, and linolenic acid. Linoleic acid is the main compound of tempe oil [3].

Linoleic acid belongs to the class of Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) and has role as an essential fatty acid. Linoleic acid deficiency can cause dermatitis, degradation of reproductive ability, growth retardation, and liver degeneration [4]. Linoleic acid also plays important role in the fat transport and metabolism, immune function, and maintain the function, integrity of cell membranes [5].

Tempe is a fermented product which has a short shelf life. In general, the fermentation process lasts for 1-2 days, but often obtained a by product of the manufacturing process in the form of tempe semangit (Javanese), this tempe has blackish-brown appearance with the scent of overripe tempe [6].

During soybean tempe fermentation process, occured fat degradation by mold, so the value of free fatty acids such as linoleate acid will change [1,7]. So far, fresh tempe gets

a lot more attention from public than overripe tempe. Particularly study on the oil scope and changes in free fatty acids during over fermentation process, both linoleic acid and other fatty acids have not been widely studied yet. Based on the issue, so the objective of the study is to identify the chemical compounds of over fermented tempe oil by GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry).

Material and Methods

Materials and instruments. Materials used in the study is tempe sample, were obtained from Bugel, Salatiga City, Central Java. While the chemicals used is hexane pro analysis grade (Merck, Germany). Instruments used in this study are analytical scale with a precision of 0,0001 g (OHAUS PA214), analytical scale with precision 0,01 g (OHAUS TAJ602), Moisture Analyzer (OHAUS MB 25),

soxhlet, water bath (Memmert WNB 14, Germany), Rotary Evaporator (BUCHI R-114, Switzerland),

grinder, drying cabinet, glassware, and Gas sample from various period of tempe fermentation (2-9 days). The results shows that the optimum oil yield is in the amount of 13.18% was obtained from 7th day over

fermentation period (H-7) (Figure 1).

Figure 1. Tempe Oil Yield during Over Fermentation Process

For chemical compounds indentification by GC-MS used 7th day over fermentation period (H-7) tempe oil, and as

the comparison is fresh tempe oil (H-2).

Chemical Compounds Identification of Over Fermented Tempe Oil. Chemical compositions analysis of tempe oil

has been done using Gas Chromatography–Mass Spectrometry (GCMS-QP2010 SE - Shimadzu) at UII,

(42)

mL/min and linear velocity 26,1 cm/sec. Purge flow3,0 mL/min and split ratio153 ID 0,25 mm with Helium carrier gas and ionization EI 70 Ev.

Results and Discussion

Chemical compounds identification of tempe oil using 7th

day over fermentation period (H-7) tempe oil (optimum

oil yield during over fermentation process), and as the comparison is 2nd day (H-2) tempe oil (fresh tempe oil).

The GC (Gas Chromatography) analysis results from H-2 tempe oil (Figure 2). From Figure 2, seems there are 3 different compounds contained in H-2 tempe oil. The identification of those three peaks were done by comparing the mass spectra of each peak with Wiley database (Figure 3).

Figure 2. Gas Chromatography Spectra of H-2 Tempe Oil

3a

3b

1

2

(43)

Figure 3. 3a Peak Spectra No. 1 of H-2 Tempe Oil

3b Methyl Linoleate Spectra (Wiley Database)

3c Methyl Linoleate Molecul Structure

The peak spectrum No. 1 is the highest peak in the GC chromatogram of H-2 tempe oil (Figure 2), while the reference spectra according to Wiley database (Figure 3b)

is methyl linoleate which has molecular weight at m/z 294. From the fragmentation pattern, then spectra (Figure 3a) is a peak refers to methyl linoleate and this compound

has molecular weight at m/z 312.

At the spectra from Figure 3a, ion molecular weight peak

[M]+ (m/z 312) does not appear, because the ions have

completed detected. Then, the H2O compounds are

released, shown in peak [M-18]+ (m/z 294) which is the

methyl linoleate ion molecular weight peak on Wiley database reference. But in spectra from Figure 3a, peak at

m/z 294 does not exist, but rather appear at m/z 292, due to the release of hydrogen compound. Spectra

fragmentation pattern of methyl linoleate [9] shown in Figure 4.

In this spectra, ion molecular weight peak appeared at m/z 294, then the release of methoxy ions (OCH3) as indicated

by the peak [M-31]+ (m/z 263). Peak [M-74]+ which has

m/z 220 shows that there is a release of Mc. Laferty ion. Mc. Laferty ion results of complex rearrangements shown at peak with m/z 74, although in small quantity. Hydrocabon ions with the formula [CnH2n-3]+ dominate the

spectra in low mass range (m/z 67, 81, 95, 109, 123, etc) [9]. Peak with m/z 74 is a typical peak of the unbranched long chain methyl ester, this due to the rearrangement of Mc. Laferty which produces cation radical [H3CCOOHCH2]+• [10] (Figure 5).

Figure 4. Methyl Linoleate Spectra Fragmentation Pattern

(44)

Figure 5. Homolytic Fragmentation Mechanism of Methyl Ester Groups on Fatty Acid by Mc. Laferty

With a similar step, the entire compound in H-2 tempe oil can be indentified, and the result is able to see in Table 1. From Table 1 shows that the main component of H-2 tempe oil is methyl linoleate.

On the previous study, in determining the free fatty acid value of fresh tempe oil used GC-MS, obtained that the highest peak with an area of 27,08% is a compound which has molecular weight at m/z 294, and identified as methyl linoleate (C19H34O2) [2].

Table 1. Chemical Compound of H-2 Tempe Oil (Fresh Tempe Oil)

PN RT (sec) Contents (%)

Chemical Compound Molecular Weight (g/mol)

Molecular Formula

1 17.873 82.19 Methyl linoleate 312 C19H34O2

2 16.086 12.08 Methyl palmitate 330 C17H34O2

3 18.117 5.73 Methyl stearate 278 C19H38O2

Information : PN = Peak Number, Rt = Retention Time (sec). This information also applies for Table 2.

Further study, the results of GC-MS analysis on H-7 tempe oil shown at Figure 6. From the GC spectra shows that there are five different compound in H-7 tempe oil.

The identification of those peaks is done by comparing the mass spectra of each peak with Wiley database (Figure 7).

Figure 6. Gas Chromatography Spectra of H-7 Tempe Oil (Over Fermented Tempe Oil)

5 4 3 1

(45)

Figure 7. 7a Peak Spectra No. 2 of H-7 Tempe Oil

7b Methyl Palmitate Spectra Wiley Database

7c Methyl Palmitate Molecular Structure

From Figure 6 shows that the peak spectrum No. 2 is the second highest peak in GC chromatogram of H-7 tempe oil, while the spectra from Wiley database reference which has molecular weight at m/z 270 (Figure 7b) is

methyl palmitate. The compound from the analysis result has molecular weight at m/z 337, due to this compound spectra (Figure 7a) has similar spectra with Figure 7b, so it

can be concluded that the peak No.2 is methyl palmitate.

Molecular weight value difference between the analysis result and reference, is able to be caused tempe oil has not been purified so there can be some impurities such as phospholipids or pigments that affect the results of ion molecular weight.

With a similar step, the entire compound in H-7 tempe oil were identified (Table 2).

7a

7b

(46)

Table 2. Chemical Compound of H-7 Tempe Oil (Over Fermented Tempe Oil)

Based on Table 1 and Table 2, shows that methyl linoleate with molecular weight 294 g/mol is a PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid), this acid has two double bound on carbon chain number 9 and 12. The characteristics of methyl linoleate are: boiling point at 393,52 - 394,88 ̊C (760 mmHg), meting point at -35 ̊C (760 mmHg), and density 0,888 g/cm3 [11]. Methyl

linoleate is classified in the Omega-6 fatty acids group, which is essential for health because this acid can not be produced by human body but it can be obtained through food intake. Methyl linoleate also important for brain and liver health, reduce the risk of heart disease, diabetes, and cardiac disease [12]. Besides that, it can also be used as an biodiesel alternative [13], and as an emollients in 0.44%, and methyl behenate = 0.42%, respectively.

Acknowledgment

The author would like to thank Deputy Rector of Research and Social Community Service for funding this research grant 2016.

References

[1] Triwibowo, R. 2011. Kajian Perubahan Biokimiawi Stakhiosa dan Asam Lemak Essensial Pada Tempe Kedelai (Glycine max) Selama Proses Fermentasi. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. [In Indonesia]

[2] Dwinaningsih, E. A., 2010. Karakterisitk Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi Bahan Baku Kedelai atau Beras dan Penambahan Angkak Serta Variasi Lama Fermentasi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. [In Indonesia]

[3] Kilo, A.K., Isa, I., dan Musa, W. J. A. 2012. Analisis Kadar Asam Linoleat dan Asam Linolenat pada Tahu dan Tempe yang Dijual di Pasar Telaga secara

GC-MS. Sainstek 6(6): 1-13. Program Studi Kimia Universitas Gorontalo. Gorontalo. [In Indonesia]

[4] Iskandar, Y., Surilaga, S., dan Musfiroh, I. 2009. Penentuan Kadar Asam Linoleat pada Tempe Secara Kromatografi Gas. Jurnal Farmasi, Vol. 3(2): 15-20. [In Indonesia]

[5] Sartika, R. A. D. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 2(4) : 157. [In Indonesia]

[6] Pradipta, L. A. 2012. Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Tepung Tempe “Bosok” Sebagai Bumbu Masak pada Variasi Suhu Pengeringan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. [In Indonesia]

[7] Deliani. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Protein, Lemak, Komposisi Asam Lemak dan Asam Fitat pada Pembuatan Tempe. Tesis. Program Studi Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. [In Indonesia]

[8] Albertina, H., Soetjipto, H., dan Andini, S. 2015. Pengaruh Lama Waktu Ekstraksi Minyak Biji Mangga (Mangifera indica L. Var Arumanis) Terhadap Sifat Fisiko Kimianya. Prosiding Seminar Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia VII, “Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi”. 18 April. Universitas Sebelas Maret.[In Indonesia]

[9] Christie, W. W. 2016. Mass Spectrometry of Methyl

Esters-Dienoic Fatty Acids,

http://www.lipidhome.co.uk/ms/methesters/me-2db/index.htm.

[10] Ismiyarto, Halim, S. A., dan Wibawa, P. J. 2006. Identification of fatty acid composition in turi seed oil (Sesbania grandiflora (L) Pers). Jurnal Sains Kimia dan Aplikasi9(1) : 1-3. [In Indonesia]

[11] ChemSpider. 2015. Methyl Linoleate,

(47)

[12] NebGuide. 2010. Omega-3 and Omega-6 Fatty Acids. University of Nebraska-Lincoln Extension, Institute of Agriculture and Natural Resources.

[13] Knothe, G., Sharp, C. A., and Ryan, T. W. 2006. Exhaust Emissions of Biodiesel, Petrodiesel, Neat Methyl Esters, and Alkanes in a New Technology Engine. Energy and Fuels 20 (1) : 403 – 408

[14] [14] INCI (International Nomenclature of Cosmetics Ingredients). 2014. Making Cosmetics,

Gambar

Tabel 1. Rataan Rendemen Minyak Tempe (% ± SE) Selama Proses
Gambar 1. Grafik Rendemen Minyak Tempe Selama Proses Pembusukan
Gambar 2. Warna Minyak Tempe H-2, H-5, dan H-7
Gambar 4. (4a) Spektrum Puncak No 1 Minyak Tempe H-2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pihak Jepun seterusnya mengalakkan Ibrahim Yaakob untuk menubuhkan Kesatuan Rakyat Indonesia Semenanjung (KRIS) pada Julai 1945. PETA dibentuk untuk memberikan latihan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan ke- las yang telah dilaksanakan dalam dua siklus, dapat disimpulkan bahwa penerapan model POE berbasis media realia

Untuk Kegiatan Non Fisik Pada Kantor Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya

memancing kreativitas siswa, masalah yang paling menonjol dikalangan siswa khususnya pelajaran sosiologi, yang terasa sulit untuk dimengerti

Judul : Kajian Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Pendatang Terhadap Pemilihan Lokasi Permukiman Di Daerah Banjir Kecamatan Gayamsari Kota Semarang. Program : Dosen Muda Tahun : 2004

• Proper soil conservation, Incorporate organic matter to the soil, Make soil mounds to encourage root development, soil moisture conservation. • Control mealy bugs

Menurut Kotler (1994) adalah “suatu proses untuk membagi pasar menjadi kelompok - kelompok konsumen yang lebih homogen, dimana tiap kelompok konsumen dapat

produktivitas maka masing-masing pihak yang terlibat didalamnya dalam menjalankan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya akan memperhitungkan produktivitas yang