DESKRIPSI PETA KONSEP BAB 1
HAKIKAT MULTIDISIPLINER DALAM PRAGMATIK
Peta konsep ini mendeskripsikan tentang hakikat multidisipliner dalam pragmatik. Pembahasan yang akan diuraikan dalam peta konsep ini satu subtopik besar, yaitu sifat
multidisipliner pragmatik yang kemudian diruncingkan lagi menjadi empat subsubtopik kecil, yaitu (1) definisi pragmatik; (2) ciri; (3) teori; dan (4) konsep.
Pertama. Ada lima kata kunci dalam definisi pragmatik, yaitu informasi, enkoding, konvensi, konteks, dan penggunaan1). Kelima kata kunci tersebut saling berhubungan karena pragmatik sendiri
adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca)3). Informasi yang ingin disampaikan oleh penutur (atau penulis) melalui
beberapa tahapan sampai akhirnya dapat dipahami dan ditafsirkan sesuai konteks oleh pendengar (atau pembaca) sehingga pesan dapat tersampaikan dengan baik.
Kedua. Pragmatik memiliki dua ciri, yaitu (1) pragmatik mendapat pengaruh dari beberapa bidang ilmu, bukan hanya ilmu linguistik, psikologi kognitif, antropologi kultural, dan filsafat, tetapi juga sosiologi dan retorika; dan (2) pragmatik memiliki kapasitas untuk memengaruhi perkembangan konseptual disiplin-disiplin ilmu yang lain1).
Ketiga. Teori yang berkembang dalam pembahasan pragmatik adalah (1) teori tindak tutur yang digagas oleh Austin, yang kemudian muncul pembahasan mengenai tiga tindak dalam bertutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi; (2) teori implikatur yang digagaskan oleh Grice, yang kemudian muncul istilah maksim kualitas, maksim kuantitas, maksim relevansi, dan maksim cara; dan (3) teori relevansi yang dikembangkan oleh Sperber dan Wilson, yang kemudian muncul pembahasan mengenai prinsip relevansi, yaitu daya terapannya yang tidak hanya pada komunikasi tetapi juga pada bidang kognisi pada umumnya untuk memperoleh informasi yang relevan, perwujudan karakteristik ekonomisnya adalah konsekuensi langsung asal-usul kognitif prinsip ini, dan mempunyai kapasitas yang baik dalam membentuk ujaran-ujaran yang disumbangkan penutur terhadap komunikasi maupun dalam memengaruhi pendengar1).
Keempat. Konsep yang berkembang dalam pembahasan pragmatik adalah (1) deiksis, ada beberapa bentuk yang dimiliki oleh deiksis, yaitu deiksis waktu1), deiksis tempat1), deiksis wacana1),
deiksis persona3), dan deiksis sosial3); dan (2) praanggapan. Praanggapan juga memiliki empat jenis,
yaitu praanggapan faktif, leksikal, non-faktif, dan faktual tandingan3). Praanggapan merupakan
kondisi yang dianggap ada sebelum membuat ujaran, maka diharapkan praanggapan tidak terpengaruh oleh upaya apapun untuk menegasikan keadaan yang diuraikan oleh sebuah ujaran.
Teori-teori yang digagaskan oleh beberapa ahli tersebut memiliki hubungan dengan kedua konsep yang terdapat dalam pragmatik. Keduanya merupakan fenomena yang seringkali dijumpai dalam bahasan mengenai pragmatik2).
Daftar Pustaka:
1)Cummings, Louise. 2007. Pragmatik: Sebuah Perspektif Multidisipliner. Terjemahan Abdul Syukur
Ibrahim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2)Purwo, Bambang Kaswanti. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.