BAB I
PENGANTAR
1.1. Latar Belakang
Pidato adalah salah satu cara mengungkapkan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak atau dapat juga diartikan sebagai wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak (Crystal,
1985: 327)1. Pada umumnya pidato disampaikan oleh orang penting atau
berkedudukan dalam situasi formal. Selain itu, menurut Hart (1985: 15)2,
pidato berbeda dengan bentuk komunikasi lainnya karena memiliki beberapa fitur khusus. Pesan yang disampaikan harus relevan secara keseluruhan dan tidak hanya bagi seseorang ataupun beberapa orang saja.
Pidato merupakan salah satu kegiatan penting yang dilakukan oleh setiap pemimpin dalam suatu ruang lingkup komunitas. Tujuan melakukan kegiatan berpidato adalah menyampaikan suatu informasi penting bagi orang-orang yang tergabung dalam komunitas. Pembuatan pidato disusun sedemikian rupa agar tujuan yang diharapkan oleh penutur (dalam hal ini adalah pemimpin yang bersangkutan) dapat tercapai secara tepat sasaran.
1
Crystal, D. 1985. A Dictionary on Linguistic and Phonetics. Oxford: Basil Blackwell.
2
Salah satu bentuk ruang lingkup komunitas tersebut yaitu negara. Pemimpin dalam suatu negara melakukan kegiatan pidato pada umumnya secara lisan dan disampaikan melalui jumpa pers.
Proses penulisan pidato dalam bahasa apapun pada awalnya berupa teks atau naskah, kemudian disampaikan secara langsung oleh penutur kepada orang-orang secara umum. Proses tersebut mencerminkan suatu realita bahwa pidato yang disampaikan oleh penutur harus didukung dengan kemampuan berbahasa. Pidato dapat pula dikatakan sebagai sebuah rekaman peristiwa kebahasaan yang disampaikan secara langsung oleh penutur di hadapan khalayak umum.
Pidato pertama seorang presiden merupakan hal yang sangat dinantikan oleh publik. Publik pada umunya dapat mengetahui berbagai informasi berkaitan dengan masa depan bangsa mereka, salah satunya melalui pidato pertama seorang presiden. Pidato pertama Park Geun Hye sebagai Presiden Republik Korea Selatan dilakukan dalam bahasa Korea, oleh karena itulah kemudian diangkat sebagai obyek pada penelitian ini.
Bahasa didefinisikan secara umum sebagai alat komunikasi, a means
of communication. Bahasa dengan kata lain dapat dikatakan sebagai alat komunikasi yang terdiri atas serangkaian bunyi dalam bahasa lisan atau simbol bunyi dalam bahasa cetak yang bersifat manasuka dan mengandung
makna baik literal maupun non-literal atau pragmatik (Ihsan, 2011: 7)3.
Berdasarkan definisi O’Gray, dkk (via Ihsan, 2011: 7)4 tersirat bahwa bahasa
mencakup unsur-unsur bunyi (fonologi), kosakata (morfologi), kalimat (sintaksis), makna (semantik), dan pragmatik (penggunaannya dalam konteks tertentu). Kelima unsur tersebut apabila tidak ada dalam pemakaian bahasa maka dapat menyebabkan pola komunikasi yang kurang sempurna. Komunikasi yang baik dapat tercapai jika pemahaman dan kepatuhan terhadap aturan konvensional, baik dari segi linguistik maupun pragmatik.
Pragmatik adalah suatu konsep dari cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana suatu
kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi (Wijana, 1996: 6)5. Menurut
Wijana pula, pragmatik juga merupakan ilmu yang mengkaji makna terikat
pada konteks (1996: 7)6. Pragmatik sebagai kajian struktur eksternal bahasa
memandang berbagai aspek pemakaian bahasa dalam situasi nyata. Situasi nyata yaitu mengandaikan sebuah tuturan sebagai produk tindak tutur yang jelas konteks lingual dan konteks ekstralingualnya. Makna tersembunyi di balik suatu ujaran yang disampaikan oleh penutur bermanfaat untuk
3
Ihsan, Diemroh. 2011. Pragmatik, Analisis Wacana, dan Guru Bahasa (Pragmatic, Discourse Analysis, and Language Teachers). Palembang: Penerbit Universitas Sriwijaya.
4
Ihsan, Diemroh. 2011. Pragmatik, Analisis Wacana, dan Guru Bahasa (Pragmatic, Discourse Analysis, and Language Teachers). Palembang: Penerbit Universitas Sriwijaya.
5
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
6
mengungkap arti dari makna tersebut. Para peneliti bahasa sangat menyadari bahwa upaya menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa disertai pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana
bahasa itu digunakan dalam komunikasi (Wijana dan Rohmadi, 2009: 6)7.
Manfaat pembelajaran dan pemahaman bahasa melalui pragmatik adalah bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan yang
mereka perlihatkan ketika sedang berbicara (Yule, 1996: 5)8. Berdasarkan
konsep tersebut maka kajian pragmatik terhadap pidato pertama Park Geun Hye sebagai Presiden Republik Korea Selatan dilakukan guna mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur, fungsi tindak tutur, dan penggunaan gaya bahasa dalam pidato Presiden Park Geun Hye.
Berbagai macam hal yang telah dipaparkan di atas mendorong terlaksananya penelitian berjudul “Pidato Pertama Park Geun Hye sebagai Presiden Republik Korea Selatan: Sebuah Kajian Pragmatik”.
7
Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi. 2009. Analisis Wacana Pragmatik Kajian Teori dan Analisa. Surakarta: Yuma Pustaka.
8
1.2. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan di atas, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat diperjelas melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa sajakah jenis-jenis tindak tutur yang dilakukan oleh Park Geun
Hye dalam pidato pertamanya sebagai Presiden Republik Korea Selatan?
b. Apa sajakah fungsi dari tindak tutur yang dilakukan oleh Park Geun
Hye dalam pidato pertamanya sebagai Presiden Republik Korea Selatan?
c. Penggunaan gaya bahasa apakah yang digunakan oleh Park Geun Hye
dalam pidato pertamanya sebagai Presiden Republik Korea Selatan?
1.3. Tujuan Penelitian
Rumusan masalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang telah disebutkan, merumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan tindak tutur yang dilakukan oleh Park Geun Hye
b. Mendeskripsikan fungsi tindak tutur yang dilakukan oleh Park Geun Hye dalam pidato pertamanya sebagai Presiden Republik Korea Selatan.
c. Mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa yang dilakukan oleh Park
Geun Hye dalam pidato pertamanya sebagai Presiden Republik Korea Selatan.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup obyek formal meliputi penggunaan konsep pragmatik yang dilahirkan oleh para ahli bahasa di mana mayoritas berpendapat bahwa pragmatik mengacu kepada penggunaan bahasa secara lisan sehingga salah
satu ciri yang dimilikinya adalah speech acts (Ihsan, 2011: 21)9. Pemakaian
bahasa sebagai alat komunikasi apabila dipandang dari konsep pragmatik maka dapat digunakan untuk melakukan analisa terhadap tindak tutur, fungsi dari tindak tutur yang dilakukan, serta pemakaian gaya bahasa oleh penutur.
Ruang lingkup obyek material mencakup penyesuaian realita rekaman peristiwa kebahasaan berupa pidato yang telah dilakukan oleh Park Geun Hye pada pidato pertamanya setelah resmi terpilih menjadi Presiden Republik Korea Selatan. Pidato ini dilakukan pada tanggal 25 Februari 2013 pada acara
9
Ihsan, Diemroh. 2011. Pragmatik, Analisis Wacana, dan Guru Bahasa (Pragmatic, Discourse Analysis, and Language Teachers). Palembang: Penerbit Universitas Sriwijaya.
bertajuk “18th Presidential Inaguration of Korea”, dilaksanakan di istana kepresidenan Republik Korea Selatan yang berada di ibu kota Seoul. Pada masa sekarang ini, teknologi telah melejit sebagai sarana utama menyampaikan informasi kepada masyarakat luas secara cepat dan tepat sasaran. Salah satu teknologi itu adalah media berbasis jaringan internet atau
website. Orang-orang semakin tertarik pada sarana yang mampu diakses dengan cepat, mudah, dan praktis. Penelitian ini mengambil data pidato pertama Park Geun Hye sebagai presiden Republik Korea Selatan dalam
bahasa Korea melalui sebuah alamat website, yaitu http://www.president.go.kr.
Penelitian ini berdasarkan pendekatan pragmatik sehingga untuk menjadikannya bersifat obyektif maka penulis mengambil beberapa pandangan lawan tutur dari artikel-artikel melalui internet.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis dan manfaat praktis sebagaimana tercantum pada penjelasan berikut:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini mampu melengkapi berbagai kajian linguistik yang telah ada. Kajian pragmatik ini dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang konsep tersebut dilanjutkan dengan kemampuan mendeskripsikan
pidato pertama yang dilakukan oleh Park Geun Hye sebagai seorang presiden Republik Korea Selatan, tentunya dalam bahasa Korea.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan baru kepada masyarakat luas ketika mendeskripsikan kembali sebuah pidato yang disampaikan dalam bahasa Korea.
1.6. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka mengacu pada tesis bidang linguistik di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada berjudul “Analisis Wacana Pidato
Internasional SBY” oleh Anggara Jatu Kusumawati (2012)10 yang mengkaji
data berupa naskah pidato presiden dalam bahasa Inggris dan dilakukan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Tesis ini menunjukkan kemahiran berbahasa seorang presiden yang dapat dilihat melalui sudut pandang linguistik kritis berupa pemakaian kata, susunan kalimat, dan bentuk kalimat dalam wacana naskah pidato. Tujuan penulisan tesis yakni; 1) mendeskripsikan struktur naskah pidato, 2) mendeskripsikan tata naskah pidato, dan 3) mendeskripsikan penggunaan tata bahasa yang berkaitan dengan pembentukan citra diri. Berdasarkan analisis yang dilakukan
10
Kusumawati, Anggara Jatu. 2012. “Analisis Wacana Naskah Pidato Internasional SBY: Tinjauan Linguistik Kritis”. Tesis Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Tidak diterbitkan.
menghasilkan yaitu; 1) tiga bagian dalam struktur naskah pidato, 2) tata naskah pidato terdiri atas unsur-unsur pembentuk serta kepaduan teks, dan 3) penggunaan tata bahasa menjadi sarana untuk menyampaikan makna tertentu menurut siapa penerima informasi dan efek psikologis yang ditimbulkan. Hal-hal tersebut menunjukkan usaha penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana citra seorang presiden terlihat dari pidato.
Penulisan ini meninjau keberadaan penelitian di atas sebagai upaya untuk mendeskripsikan kembali bahwa pembicaraan di depan khalayak yang dilakukan oleh seorang pemimpin merupakan suatu hal penting. Sarana komunikasi dalam situasi formal berbeda dari pembicaraan yang dilakukan sehari-hari. Pendekatan dalam penulisan ini tidak secara kritis namun didasarkan pada pengetahuan salah satu cabang ilmu linguistik secara eksternal yaitu pragmatik. Tampak bahwa letak kesamaan penelitian ada pada obyek material yang berupa pidato presiden akan tetapi obyek formalnya berbeda, oleh karena itu diharapkan mampu memperluas kajian penelitian dalam bidang bahasa ditinjau dari materi sebuah pidato.
1.7. Landasan Teori
Penelitian ini mengkaji pendekatan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu linguistik terhadap suatu wacana pidato. Pendekatan pragmatik merupakan suatu kajian bahasa dengan mempertimbangkan konteks sebagai
jawaban atas kekurangan pendekatan struktural yang bersifat terlalu formal. Pragmatik dapat mengungkap maksud penutur di balik ujaran yang disampaikan. Hal ini berkaitan dengan beberapa hal dalam tuturan yang sering kali bermakna implisit.
Pada penjelasan yang telah dipaparakan sebelumnya bahwa menurut
Crystal (1985: 327)11, pidato adalah salah satu cara mengungkapkan pikiran
dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak atau dapat juga diartikan sebagai wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan pragmatik yang diterapkan memberi pemahaman tentang bagaimana struktur fungsional berkaitan dengan
struktur-struktur formal itu berfungsi di dalam tindak komunikasi (Wijana, 1996: 67)12.
Tindak komunikasi termaksud yaitu pidato pertama Park Geun Hye saat pertama kali mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan beragam hal seketika resmi menjadi seorang presiden di Republik Korea Selatan.
1.7.1. Pragmatik
Menurut Yule (1996: 3)13, pragmatik adalah studi tentang
makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pendengar. Studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis
11
Crystal, D. 1985. A Dictionary on Linguistic and Phonetics. Oxford: Basil Blackwell.
12
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
13
tentang apa maksud dari tuturan seseorang dibandingkan dengan makna terpisah dari kata atau frase yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Contohnya:
(Yule, 1996: 6)14
Her : “So, did you?” (“Jadi, saudara?”)
Him : “Hey, who wouldn’t?” (“Hei, siapa yang tidak mau?”)
Percakapan di atas menggambarkan dialog antara dua orang teman. Mereka secara tidak langsung menyimpulkan suatu hal lain tanpa memberikan bukti linguistik apapun yang dapat kita tunjuk sebagai sumber kepastian makna tentang hal itu.
Menurut Wijana (1996: 6)15, pragmatik adalah suatu konsep
dari cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Pragmatik juga merupakan ilmu yang mengkaji makna
terikat pada konteks (Wijana, 1996: 7)16. Hakikat sebuah bahasa tidak
akan membawa hasil yang diharapkan tanpa disertai pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam
14
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
15
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
16
komunikasi (Wijana dan Rohmadi, 2009: 6)17. Selain itu, ada pula
ungkapan pragmatik sebagai ‘the use of language and text’ serta
‘pieces of spoken or written discourse’ (Cutting, 2008: 55)18. Makna kata tidak saja tergantung pada kedudukannya dalam kalimat tetapi juga tergantung pada penutur yang menyampaikan hal itu (Cahyono,
1995: 213)19 oleh karena itu Samsuri dalam buku berjudul “Analisis
Bahasa” (1987: 2)20 mengatakan bahwa pragmatik merupakan kajian
tentang deiksis, praanggapan, implikatur, tindak bahasa, dan aspek-aspek struktur wacana.
1.7.2. Tindak Tutur
Tindak tutur dihasilkan dari suatu peristiwa tutur dengan adanya penutur dan pendengar serta keadaan di sekitar lingkungan tuturan itu. Sebagai contoh:
(Yule, 1996: 82)21
This tea is really cold! (Teh ini benar-benar dingin!)
17
Wijana, I Dewa Putu dan Rohmadi. 2009. Analisis Wacana Pragmatik Kajian Teori dan Analisa. Surakarta: Yuma Pustaka.
18
Cutting, J. 2008. Pragmatics and Discourse: A Research Book for Students 2nd. London: Hodder Education of Hachette Livre United Kingdom.
19
Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.
20
Samsuri. 1988. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
21
Kalimat di atas menggambarkan pada suatu hari di musim dingin, penutur menggapai secangkir teh dan yakin bahwa teh itu baru saja dibuat, maka ia menghirupnya dan menghasilkan tuturan tersebut. Keadaan dapat saja diubah menjadi suatu hari yang sangat panas ketika penutur diberi segelas teh oleh seorang pendengar lalu menghasilkan tuturan yang sama maka akan ditafsirkan sebagai suatu penghargaan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat lebih banyak yang ditemukan dalam penafsiran tindak tutur daripada makna yang terdapat dalam tuturan itu sendiri.
Tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan menciptakan tiga jenis tindak tutur yang saling berhubungan
(Yule, 1996: 83)22. Ketiga jenis itu adalah tindak lokusi, tindak
ilokusi, dan tindak perlokusi. 1.7.2.1. Tindak Lokusi
Menurut Cahyono (1995: 224)23, tindak lokusi adalah pengujaran
kata atau kalimat dengan makna dan acuan tertentu. Tindak tutur ini menyatakan sesuatu atau informasi yang disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu apalagi untuk mempengaruhinya. Pada buku
22
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
23
“Pragmatics” (Yule, 1996: 83)24, tindak lokusi berarti tindak dasar tuturan. Sebagai contoh:
(Yule, 1996: 85)25
I’ll see you later. (Saya akan menemui Anda nanti).
Kalimat di atas menunjukkan penyampaian informasi kepada lawan tutur bahwa akan menemuinya nanti. Hal ini merupakan tingkat tutur dasar.
1.7.2.2. Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi adalah pembuatan pernyataan, tawaran, janji dan lain-lain yang dinyatakan menurut daya konvensional berkaitan dengan ujaran itu atau secara langsung dengan ekspresi-ekspresi
performatif (Cahyono, 1995: 224)26 . Tindak tutur ilokusi
berfungsi untuk menyatakan dan melakukan sesuatu. Pada buku
“Pragmatics” (Yule, 1996: 84)27, tindak ilokusi berarti lanjutan dari tindak tutur dasar yang ditunjukkan dengan munculnya beberapa fungsi dalam pikiran. Misalnya:
24
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
25
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
26
Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.
27
(Yule, 1996: 85)28
I (verb performative) you that … (Saya [kata kerja performatif] Anda bahwa …)
Kalimat di atas mengandung verb performatif atau kata kerja
performatif sebagai alat penunjuk tekanan ilokusi. Selain verb
performative atau kata kerja performatif juga terdapat contoh alat
penunjuk tekanan ilokusi lainnya yaitu verb informative atau
kata kerja informatif seperti ‘promise’ (‘janji’), ‘warn’
(‘memperingatkan’) dan sebagainya (Yule, 1996: 86)29.
1.7.2.3. Tindak Perlokusi
Berdasarkan pernyataan Cahyono (1995: 224)30 bahwa tindak
perlokusi adalah pengaruh yang dihasilkan pada pendengar karena pengujaran kalimat itu berkaitan dengan situasi pengujarannya. Tindak tutur perlokusi merupakan tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya serta adanya daya pengaruh atau efek tindak ujaran penutur kepada pendengarnya. Tindak perlokusi juga berarti
28
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
29
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
30
bahwa fungsi tuturan menghasilkan suatu akibat (Yule, 1996: 84). Contohnya:
(Yule, 1996: 86)31
Him : “I’m asking you, can I talk to her?” (“Saya bertanya kepada Anda, dapatkah saya berbicara dengannya?”)
Her : “And I’m telling you, she’s not here”. (“Dan saya katakan kepada Anda, dia tidak ada di sini). Percakapan di atas menunjukkan tekanan ilokusi pada kata
‘asking’ (‘bertanya’) dan ‘telling’ (‘mengatakan’). Tekanan ilokusi kemudian diidentifikasi berdasarkan urutan kata, tekanan, dan intonasi. Tuturan juga harus dalam kondisi konvensional tertentu untuk menentukan tekanan ilokusi yang dimaksud.
1.7.3. Fungsi Tindak Tutur
Pada dasarnya menurut Yule (1996: 92)32, fungsi tindak tutur antara
lain adalah deklarasi, representatif, ekpresif, komisif, dan direktif. 1.7.3.1. Fungsi Deklarasi
Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia
melalui tuturan (Yule, 1996: 92)33. Misalnya:
31
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
32
(Yule, 1996: 92)34
Jury Foreman: “We find the defendant guilty”.
(Kami nyatakan terdakwa bersalah).
Kalimat di atas menunjukkan penutur memiliki peran institusional khusus dalam suatu konteks sehingga menampilkan deklarasi secara tepat.
1.7.3.2. Fungsi Representatif
Menurut Yule pada buku “Pragmatics” (1996: 92) 35 ,
representatif adalah tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Tindak tutur ini biasanya berupa fakta, penegasan, kesimpulan, dan deskripsi peristiwa. Contoh di bawah ini menunjukkan keyakinan penutur akan apa yang digambarkannya, yaitu:
(Yule, 1996: 93)36
It was a warm sunny day. (Suatu hari cerah yang hangat).
33
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
34
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
35
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
36
1.7.3.3. Fungsi Ekspresif
Yule (1996: 93)37 menyatakan bahwa ekspresif adalah jenis
tindak tutur yang menyatakan sesuatu dirasakan oleh penutur. Biasanya berupa pernyataan psikologis seperti kesenangan, kesulitan, harapan, dan sebagainya. Contoh di bawah ini menggambarkan pengalaman penutur walaupun mungkin tidak hanya dirasakan oleh penutur itu, pendengar pun turut merasakannya, yakni:
(Yule, 1996: 93)38
I’m really sorry. (Saya sungguh meminta maaf). 1.7.3.4. Fungsi Komisif
Komisif adalah tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa depan
(Yule, 1996: 93)39. Tindak tutur ini biasanya berupa janji,
ancaman, penolakan dan sebagainya. Contoh berikut menunjukkan penutur berusaha menyesuaikan dunia dengan kata-kata, yaitu:
37
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
38
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
39
(Yule, 1996: 94)40
We will not do that. (Kami tidak akan melakukan itu). 1.7.3.5. Fungsi Direktif
Direktif dapat diartikan pula sebagai imposif atau penutur melakukan suatu ucapan agar lawan tutur bersedia melakukan tindakan tersebut dalam ujaran itu. Tuturan ini antara lain kalimat yang bersifat memaksa, mengajak, menyuruh, meminta, menagih, memohon, memerintah, menyarankan, memberikan aba-aba atau menantang. Contohnya:
Berikan buku itu!41
1.7.4. Gaya Bahasa
Menurut Keraf dalam buku berjudul “Diksi dan Gaya Bahasa” (1985:
113)42, gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran
melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa.
1.7.4.1. Repetisi
Repetisi merupakan salah satu jenis gaya bahasa yang dapat dilihat berdasarkan struktur kalimat. Menurut Keraf (1985:
40
Yule, George. 2006. Pragmatics. New York: Oxford University Press.
41
Rina Muryani. Blogspot. “Tindak Tutur”. http://sweetyririn.blogspot.com/2010/06/tindak-tutur.html. Diakses pada tanggal 29 Juni 2014.
42
127)43, repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Misalnya:
(Keraf, 1985: 127)44
Atau maukah kau pergi bersama serangga-serangga tanah, pergi bersama kecoak-kecoak, pergi bersama mereka yang menyusupi tanah, menyusupi alam? 1.7.4.2. Metafora
Pada buku “Diksi dan Gaya Bahasa” yang ditulis oleh Keraf
(1985: 139)45, metafora menjadi bagian dari jenis gaya bahasa
yang dilihat dari aspek bahasa kiasan. Metafora menganalogikan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat seperti ‘bunga bangsa’, ‘buaya darat’, ‘cinderamata’ dan sebagainya. Contohnya:
(Keraf, 1985: 139)46
Pemuda adalah seperti bunga bangsa.
43
Keraf, Gorys. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia.
44
Keraf, Gorys. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia.
45
Keraf, Gorys. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia.
46
1.7.4.3. Personifikasi
Personifikasi merupakan gaya bahasa yang dilihat dari aspek bahasa kiasan. Personifikasi menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-oleh memiliki sifat kemanusiaan. Contohnya:
(Keraf, 1985: 140)47
Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.
1.8. Metodologi Penelitian
1.8.1. Sumber Data
Pemerolehan data penelitian diawali dengan melakukan penjaringan data. Penjaringan data menggunakan teknik simak bebas
lipat cakap. Menurut Sudaryanto (via Kesuma, 2007: 46)48 teknik ini
terjadi ketika peneliti tidak terlibat langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya sebagai pemerhati-pemerhati terhadap calon data yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang muncul dari peristiwa kebahasaan
47
Keraf, Gorys. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia.
48
Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Saraswati Book.
yang berada di luar dirinya (via Kesuma, 2007: 46)49. Pada tahap ini,
penulis melakukan pengamatan pada salah satu alamat website resmi
milik pemerintah Republik Korea Selatan.
Alamat website tersebut yaitu http://www.president.go.kr.
Pidato sebagai data penelitian ditampilkan dalam bahasa Korea dan
berjudul “대통령 취임사 – 희망의 새 시대를 열겠습니다”. Pidato
ini dilakukan oleh Presiden Republik Korea Selatan, Park Geun Hye,
pada tanggal 25 Februari 2013 di acara bertajuk “18th Presidential
Inaguration of Korea". Presiden berpidato di istana kepresidenan Republik Korea Selatan yang berada di ibu kota Seoul. Acara tersebut dihadiri oleh para tamu kenegaraan yang berasal dari berbagai macam latar belakang dan disaksikan oleh publik secara umum.
Pemerolahan data pendukung untuk mengkaji secara pragmatis sehingga penelitian ini dapat bersifat obyektif dilakukan secara acak melalui internet. Penulis menggunakan kata kunci sederhana seperti
‘박근혜 대통령 취임식, artikel atau tulisan dimuat pada tanggal 25
Februari 2013 sampai 28 Februari 2013.
49
Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Saraswati Book.
1.8.2. Metode Analisis Data
Menurut Sudaryanto (1993: 6 via Kesuma, 2007: 49)50, analisa data
merupakan upaya sang peneliti menangani langsung masalah yang terkandung dalam data. Penulis mendapatkan pidato presiden Park Geun Hye secara tertulis kemudian membaca kalimat-kalimat yang ada di dalamnya. Kegiatan membaca lalu dilanjutkan dengan menerjemahkan setiap kalimat ke dalam bahasa Indonesia. Data yang telah lengkap dengan hasil terjemahan berupa kalimat-kalimat tersebut lalu diklasifikasikan sesuai kebutuhan analisis untuk mendapatkan data yang layak diangkat sebagai bahan penelitian.
1.8.3. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Tahap yang ketiga adalah penyajian hasil analisis data. Tahap ini mendeskripsikan melalui kata-kata semua hal yang telah ditetapkan berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori. Selain itu disajikan pula contoh-contoh relevan.
50
Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa. Yogyakarta: Saraswati Book.
1.9. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan terdiri atas lima buah bagian. Bagian-bagian tersebut yaitu: Bab I berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II berupa deskripsi tindak tutur yang dilakukan oleh Park Geun Hye dalam pidato pertamanya sebagai Presiden Republik Korea Selatan. Bab III berupa deskripsi fungsi dari tindak tutur yang dilakukan oleh Park Geun Hye dalam pidato pertamanya sebagai Presiden Republik Korea Selatan. Bab IV berupa deskripsi gaya bahasa yang digunakan oleh Park Geun Hye dalam pidato pertamanya sebagai Presiden Republik Korea Selatan. Bab terakhir atau Bab V merupakan bagian penutup penelitian.